Anda di halaman 1dari 93

MAKALAH

BAHAN AJAR KEPERAWATAN GERONTIK

Nama : Ririn Agustin


Nim : 21117101
Dosen Pengajar : Septy Ardiyanty.,S.,Kep.,Ns.,M.Kep

INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI


MUHAMMADIYAH PALEMBANG FAKULTAS ILMU KESEHATAN,
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
          Puji serta syukur marilah kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan begitu banyak nikmat yang mana makhluk-Nya pun tidak akan menyadari
begitu banyak nikmat yang telah didapatkan dari Allah SWT. Selain itu penulis juga  merasa
sangat bersyukur karena telah mendapatkan hidayah-Nya baik iman maupun islam. Penulis
juga menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan baik dari isinya
maupun dari struktur penulisannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran positif untuk perbaikan dikemudian hari,
          Dengan demikian semoga makalah ini dapat memberikan maanfaat umumnya pada
para pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri. Aamin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Palembang 04 Desember 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Maslah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Keperawatan Gerontik
B. Teori-teori Penuaan
C. Perubahan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual-Cultural Yang Lazim Terjadi Pada Proses
Menua
D. Program Nasional Kesehatan Lansia
E. Isu-Isu, Strategi Dan Kegiatan Untuk Promosi Kesehatan Dan Kesejahteraan
Lansia Serta Dukungan Terhadap Orang Yang Terlibat Merawat Lansia
F. Komunikasi Dengan Lansia Dan Keluarga Lansia
G. Masalah Yang Umum Terjadi Pada Lansia Dengan Masalah Komunikasi
H. Askep Kegawatdaruratan Gerontik (Pengkajian Keperawatan Pada Lansia)
I. Askep Kegawatdaruratan Gerontik (Diagnosa Keperawatan Pada Lansia)
J. Askep Kegawatdaruratan Gerontik (Rencana Keperawatan Pada Lansia)
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perkembangan ilmu Gerontik ini tidak dapat dipisahkan dari kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi karena sampai setengah abad yang lalu, ilmu memang
belum dikenal. Padahal ilmu kesehatan anak (pediatri) berkembang pesatnya.
Berbagai istilah berkembang terkait dengan lanjut usia (Lansia), Yaitu Gerontologi,
Geriatri serta keperawatan gerontik, dan keperawatan geriatrik (Gerontological
Nursing and Geriatric Nursing).
Teori-teori Proses Penuaan
1)  Teori Biologi
a) Teori genetic dan mutasi (Somatik Mutatie Theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies
tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang terprogramoleh
molekul-molekul atau DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
b)  Teori radikal bebas
Tidak setabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi bahan organik yang
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
c)  Teori autoimun
Penurunan sistem limfosit T dan B mengakibatkan gangguan pada keseimbangan
regulasi system imun (Corwin, 2001). Sel normal yang telah menua dianggap benda
asing, sehingga sistem bereaksi untuk membentuk antibody yang menghancurkan sel
tersebut. Selain itu atripu tymus juga turut sistem imunitas tubuh, akibatnya tubuh
tidak mampu melawan organisme pathogen yang masuk kedalam tubuh.Teori
meyakini menua terjadi berhubungan dengan peningkatan produk autoantibodi.
d)  Teori stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kesetabilan lingkungan internal, dan stres
menyebabkan sel-sel tubuh lelah dipakai.
e)  Teori telomer
Dalam pembelahan sel, DNA membelah denga satu arah. Setiap pembelaan akan
menyebabkan panjang ujung telomere berkurang panjangnya saat memutuskan
duplikat kromosom, makin sering sel membelah, makin cepat telomer itu memendek
dan akhirnya tidak mampu membelah lagi.
f)  Teori apoptosis
Teori ini disebut juga teori bunuh diri (Comnit Suitalic) sel jika lingkungannya
berubah, secara fisiologis program bunuh diri ini diperlukan pada perkembangan
persarapan dan juga diperlukan untuk merusak sistem program prolifirasi sel tumor.
Pada teori ini lingkumgan yang berubah, termasuk didalamnya oleh karna stres dan
hormon tubuh yang berkurang konsentrasinya akan memacu apoptosis diberbagai
organ tubuh.
Perubahan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual-Cultural Yang Lazim Terjadi Pada Proses
Menua
1. Perubahan Psiokososial
a) Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jika lansia
mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan
mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.
b) Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat atau bahkan hewan kesayangan dapat
meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Sehingga dapat
memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
c) Depresi
Depresi juga dapat disebabkan karena stress lingkungan dan menurunnya
kemampuan adaptasi.
d) Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan : fobia, panik, gangguan cemas umum, gangguan
stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif.
e) Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham. Biasanya terjadi
pada lansia yang terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan social.
f) Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat
mengganggu, yang dapat terulang kembali.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan psikososial :
1. Penurunan kondisi fisik
2. Penurunan fungsi dan potensi seksual
3. Perubahan aspek psikososial
4. Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan
5. Perubahan dalam peran sosial di masyarakat
Perubahan Kognitif
a) Memory (daya ingat, ingatan)
b) IQ (Intellegent Quotient)
c) Kemampuan belajar (Learning)
d) Kemampuan pemahaman (Comprehension)
e) Pemecahan masalah (Problem Solving)
f) Pengambilan keputusan (Decision Making)
g) Kebijaksanaan (Wisdom)
h) Kinerja (Performance) Motivasi
MASALAH FISIK SEHARI-HARI YANG SERING DITEMUKAN PADA
LANSIA
1. Mudah jatuh
a. Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata
yang melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorang mendadak
terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran atau luka (Ruben, 1996).
b. Jatuh dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor intrinsik: gangguan
gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekuatan sendi dan sinkope-
dizziness; faktor ekstrinsik: lantai yang licin dan tidak rata, tersandung oleh
benda-benda, penglihatan kurang karena cahaya yang kurang terang dan
sebagainya.
2.  Mudah lelah, disebabkan oleh :
a.  Faktor psikologis: perasaan bosan, keletihan, depresi
b. Gangguan organis: anemia, kurang vitamin, osteomalasia, dll
c. Pengaruh obat: sedasi, hipnotik
3.  Kekacauan mental karena keracunan, demam tinggi, alkohol, penyakit
metabolisme,dehidrasi, dsb
4.  Nyeri dada karena PJK, aneurisme aorta, perikarditis, emboli paru, dsb
5.  Sesak nafas pada waktu melakukan aktifitas fisik karena kelemahan jantung,
gangguan sistem respiratorius, overweight, anemia.
 Angka Kecukupan Gizi Lansia
Kecukupan  gizi usia  lanjut berada dengan usia muda. Kebutuhan gizi  sangat
dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas/kegiatan, postur tubuh, aktivitas fisik
dan mental (termasuk pekerjaan) sehari-hari, iklim/suhu udara,kondisi fisik tertentu
(masa pertumbuhan,sedang sakit) dan unsure lingkungan (misalnya bekerja dibahan
dengan bahan nuklir). Konsumsi makan yang cukup dan seimbang akan brmanfaat
bagi usia lanjut untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit
degenerative seperti penyakit jantung,ginjal,diabetes mellitus arthritis dan lain-lain
atau kekurangan  gizi yang seyogianya telah dilakukan sejak muda.
 Masalah Yang Umum Terjadi Pada Lansia Dengan Masalah
Komunikasi
Gangguan yang sering dijumpai pada lansia :
1. Gangguan neurology sering menyebabkan gangguan bicara dan berkomunikasi
dapat juga karena pengobatan medis, mulut yang kering dan lain-lain.
2. Penurunan daya pikir sering menyebabkan gangguan dalam mendengarkan,
mengingat dan respon pada pertanyaan seseorang.
3. Perawat sering memanggil dengan “nenek”, “sayang”, dan lain-lain. Hal tersebut
membuat tersinggung harga dirinya dianjurkan memanggil nama panggilannya.
4. Dianjurkan menegur dan mendengarkan dengan penuh perhatian.
5. Perbedaan budaya hambatan komunikasi, dan sulit menjalin hubungan saling
percaya.
6. Gangguan syaraf dalam pendengarannya.
7. Gangguan penglihatan sehingga sulit menginterprestasikan pesan- pesan non-verbal.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Konsep Dasar Keperawatan Gerontik
2. Teori-teori Penuaan
3. Perubahan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual-Cultural Yang Lazim Terjadi Pada
Proses Menua
4. Program Nasional Kesehatan Lansia
5. Isu-Isu, Strategi Dan Kegiatan Untuk Promosi Kesehatan Dan Kesejahteraan
Lansia Serta Dukungan Terhadap Orang Yang Terlibat Merawat Lansia
6. Komunikasi Dengan Lansia Dan Keluarga Lansia
7. Masalah Yang Umum Terjadi Pada Lansia Dengan Masalah Komunikasi
8. Askep Kegawatdaruratan Gerontik (Pengkajian Keperawatan Pada Lansia)
9. Askep Kegawatdaruratan Gerontik (Diagnosa Keperawatan Pada Lansia)
10. Askep Kegawatdaruratan Gerontik (Rencana Keperawatan Pada Lansia)

C. TUJUAN
1. Mampu mengetahui dan memahami konsep Dasar Keperawatan Gerontik
2. Mampu mengetahui dan memahami Teori-teori Penuaan
3. Mampu mengetahui dan memahami Perubahan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual-
Cultural Yang Lazim Terjadi Pada Proses Menua
4. Mampu mengetahui dan memahami Program Nasional Kesehatan Lansia
5. Mampu mengetahui dan memahami Isu-Isu, Strategi Dan Kegiatan Untuk
Promosi Kesehatan Dan Kesejahteraan Lansia Serta Dukungan Terhadap
Orang Yang Terlibat Merawat Lansia
6. Mampu mengetahui dan memahami Komunikasi Dengan Lansia Dan
Keluarga Lansia
7. Mampu mengetahui dan memahami Masalah Yang Umum Terjadi Pada
Lansia Dengan Masalah Komunikasi
8. Mampu mengetahui dan memahami Askep Kegawatdaruratan Gerontik
(Pengkajian Keperawatan Pada Lansia)
9. Mampu mengetahui dan memahami Askep Kegawatdaruratan Gerontik
(Diagnosa Keperawatan Pada Lansia)
10. Mampu mengetahui dan memahami Askep Kegawatdaruratan Gerontik
(Rencana Keperawatan Pada Lansia)
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR KEPERAWATAN GERONTIK

DEFINISI
Perkembangan ilmu Gerontik ini tidak dapat dipisahkan dari kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi karena sampai setengah abad yang lalu, ilmu memang belum
dikenal. Padahal ilmu kesehatan anak (pediatri) berkembang pesatnya. Berbagai istilah
berkembang terkait dengan lanjut usia (Lansia), Yaitu Gerontologi, Geriatri serta
keperawatan gerontik, dan keperawatan geriatrik (Gerontological Nursing and Geriatric
Nursing).
Berbagai istilah berkembang terkait dengan lanjut usia sehingga perlu dibedakan
pengertian antara Gerontologi dan Geriatri, walaupun berobjek sama, yaitu Lansia.
Gerontologi berasal dari kata “ GEROS” latin yang artinnya Lanjut Usia dan “Logos”
yang berarti Ilmu.
1.Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari secara khusus mengenai masalah/faktor
yang menyangkut lansia.
2.Gerontology  is Comprehensive study of Ageing and the Problem of the Aged.
(Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari proses menua dan masalahnya.
3. Gerontologi adalah pengetahuan yang mencakup  segala bidang persoalan mengenai
orang berusia lanjut, yang di dasarkan pada hasil penyelidikan ilmu ; antropologi,
antropometri, sosiologi, pekerjaan sosial, kedokteran geriatrik, psikiatrik geriatrik,
psikologi, dan ekonomi (menurut Pergeri).
4.Gerontologi menurut Kozier, 1987 adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek menua.
5.Gerontologi adalah cabang ilmu yang mempelajari proses menua dan masalah yang
mungkin terjadi pada lanjut usia (Miller, 1990)
6. Gerontic Nursing / Gerontological Nursing, adalah spesialis keperawatan lanjut usia
yang dapat menjalankan perannya pada setiap tatanan pelayanan dengan menggunakan
pengetahuan, keahlian, dan keterampilan merawat untuk meningkatkan fungsi optimal
lanjut usia secara komprehensif.  Oleh karena itu perawatan lansia yang menderita
penyakit (Geriatric Nursing),  dan dirawat di rumah sakit merupakan Gerontic Nursing.
Keprawatan gerontik adalah salah satu bentuk pelayanan profesionalyang didasarkan
lLmu dan kiat keperawatan gerontik yang berbentuk Boipsikososial spiritual yang
komperhensip, ditujukan pada lanjut usia baik sehat maupun sakit pada tingkatan
individu, keluarga, kelompok/pantiatau masyarakat. Menua atau menjadi tua adalah suatu
keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia.  Proses  menua merupakan proses
sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
permulaan kehidupan.Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang
telah  melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua.  Tiga tahap berbeda,
baik secara biologis maupun secara psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami
kemunduran, misalnya : kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur,
rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin
memburuk, gerakan lambat, dan figur tubuh yang tidak proporsional.
WHO dan undang-undang No 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada
Bab I pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. 
Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan
tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan
kematian. Dalam buku ajar Geriatri, Prof. Dr. R. Boedhi Darmojo dan Dr.H.hadi Martono
(1994) mengatakan  bahwa “ menua “ (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia secara bertahap/perlahan
mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ.  Kondisi ini dapat memengaruhi
kemandirian dan kesehatan lanjut usia, termasuk kehidupan seksualnya. Proses menua
merupakan  proses yang terus menerus /berkelanjutan secara alamiah dan umumnya di
alami oleh semua makhluk hidup. Misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada
otot susunan saraf, dan jaringan lain,hingga tubuh “ mati“ sedikit demi sedikit.
Kecepatan proses menua pada setiap individu pada organ tubuh tidak sama.
Adakalanya seseorang belum tergolong lanjut usia / masih muda, tetapi telah menunjukan
kekurangan yangMencolok (Deskripansi).  Adakalanya pula orang telah tergolong lanjut
usia, tetapi penampilannyua masih sehat, segar bugar, dan badan tegap.  Walaupun
demikian harus diakui ada beberapa penyakit yang sering dialami lanjut usia.  Manusia
secara lambat dan progresif  akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi,  dan akan
menempuh semakin banyak distorsi meteoritic dan structural  yang disebut sebagai
penyakit degeneratif. Misalnya hipertensi, arteriosclerosis,  diabetes mellitus, dan kanker,
yang akan   menyebabkan berakhir hidup dengan episode terminal yang dramatis,
misalnya stroke,  infark miokard,  koma asidotik, kanker metastasis, dan sebagainya.

Mitos Tentang Lansia


Ada banyak mitos tentang usia tua. ”Ageing—Exploding the Myths”, sebuah
publikasi dari Program Usia Tua dan Kesehatan Organisasi Kesehatan Dunia,
memaparkan beberapa kekeliruan mitos tersebut. Perhatikan beberapa contoh berikut :
a. Mitos konservatif :
Ada pandangan bahwa lanjut usia pada umumnya :
1. konservatif
2. tidak kreatif
3. menolak inovasi
4. berorientasi ke masa silam
5. merindukan masa lalu
6. kembali ke masa anak-anak
7. susah menerima ide baru
8. susah berubah
9. keras kepala
10. cerewet

Faktanya tidak semua lansia bersikap, berpikiran, dan berperilaku demikian.


b. Mitos berpenyakit dan kemunduran
     Lanjut usia sering kali dipandang sebagai masa degerasi biologis disertai dengan
berbagai penderitaan akibat bermacam-macam penyakit yang menyertai proses menua
(lanjut usia merupakan masa  penyakitan dan kemunduran).
Fakta : memang proses menua disertai dengan menurunnya daya tahan tubuh dan
metabolisme sehingga rawan terhadap penyakit. Akan tetapi saat ini telah
banyak penyakit yang dapat dikontrol dan diobati.
c. Mitos Senilitas
Lanjut usia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh adanya kerusakan
sel otak.
Fakta : 1. banyak lansia yang masih tetap sehat dan segar bugar
           2. daya pikir masih jernih dan cenderung cemerlang
           3. banyak cara untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan daya ingat.
d. Mitos ketidakproduktifan
Lanjut usia dipandang sebagai masa usia yang tidak produktif, bahkan menjadi beban
keluarganya.
Fakta : tidak demikian. Banyak individu yang mencapai ketenaran, kematangan,
kemantapan, serta produiktivitas mental dan material di masa lanjut usia.
e. Mitos aseksualitas
Ada pandangan bahwa lanjut usia minat, dorongan, gairah, kebutuhan dan daya seks
dalam hubungan seks menurun.
Fakta : 1. kebutuhan seks pada lanjut usia berlangsung normal
2. frekwensi hubungan seksual menurun sejalan meningkatnya usia, tetapi
masih   tetap tinggi.
f. Mitos tidak jatuh cinta
Lanjut usia tidak lagi jatuh cinta, tidak tertarik atau bergairah kepada lawan jenis.
Fakta : 1. perasaan dan emosi setiap orang berubah sepanjang masa
2. perasaan cinta tidak berhenti  hanya karena menjadi lanjut usia.
g. Mitos Kedamaian dan ketenangan
Menurut mitos ini banyak orang berpendapat bahwa lanjut usia dapat santai,
menikmati hasil kerja dan jerih payahnya dimasa muda dan dewasanya. Badai dan
berbagai goncangan kehidupan seakan-akan telah berhasil dilalui.
Fakta : sering ditemukan stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta
penderitaan karena penyakit, kecemasan, kehawtiran, depresi, paranoid dan
psikotik.
h.  Mitos Kebanyakan lansia tinggal di negara-negara industri
Fakta: Sebenarnya, lebih dari 60 persen dari 580 juta lansia sedunia, tinggal di negara-
negara berkembang. Karena perawatan kesehatan yang lebih baik dan peningkatan
dalam sanitasi, perumahan, dan gizi, semakin banyak orang di negeri-negeri itu dapat
mencapai usia senja.
i. Mitos Para lansia tidak berguna bagi masyarakat
Fakta: Para lansia memberikan sumbangsih besar dengan melakukan pekerjaan
yang untuk hal itu mereka tidak digaji. Misalnya, diperkirakan 2 juta anak di
Amerika Serikat diurus oleh kakek nenek mereka, dan 1,2 juta di antaranya
tinggal di rumah kakek nenek. Dengan demikian, para lansia menyediakan
pernaungan, makanan, dan pendidikan serta mewariskan nilai-nilai budaya
kepada cucu-cucu mereka sehingga ayah dan ibu dapat terus bekerja.
Demikian pula, di negara-negara maju, banyak organisasi relawan tidak akan
berfungsi tanpa sumbangsih para lansia. Mereka juga sangat dibutuhkan untuk
merawat. Di beberapa negara berkembang, yang 30 persen penduduk dewasanya
mengidap AIDS, para lansia merawat anak-anak mereka yang sudah dewasa
yang terjangkit AIDS, dan setelah anak-anak mereka mati, mereka pula yang akan
membesarkan cucu-cucu mereka yang yatim piatu.
j. Mitos Para lansia meninggalkan pekerjaan mereka karena tidak sanggup lagi
melakukan pekerjaan itu
Fakta: Lebih sering alasannya adalah karena mereka kurang mendapat pendidikan
atau pelatihan atau karena ageism (prasangka terhadap lansia), bukannya karena usia t
ua itu sendiri.
k. Mitos: Para lansia tidak mau bekerja.
Fakta: Para lansia sering diberhentikan dari pekerjaan bergaji meskipun mereka ingin
dan sanggup terus bekerja. Khususnya selama musim PHK, sering kali dinyatakan
bahwa para lansia harus meninggalkan pekerjaan mereka untuk memberikan
kesempatan kepada para pencari kerja yang lebih muda. Namun, meskipun pekerja
yang lebih tua dipensiunkan lebih awal, hal itu tidak selalu membuka peluang kerja
bagi yang muda. Seorang pencari kerja yang muda belum tentu memiliki keterampilan
yang dibutuhkan untuk menggantikan pekerja yang lebih tua. Para pekerja yang lebih
tua dan berpengalaman turut memastikan terpeliharanya produktivitas dan kestabilan
angkatan kerja.
Mengingat fakta-fakta ini, tulis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), masyarakat
dunia hendaknya memandang penduduk lansia sebagai sumber tenaga ahli yang dapat
dimanfaatkan. Oleh karena itu, Alexandre Kalache, pemimpin kelompok Program
Usia Tua dan Kesehatan WHO, menulis bahwa ”negara-negara hendaknya tidak
memandang penduduk lansia sebagai masalah melainkan sebagai solusi potensial bagi
berbagai masalah”. Dan, begitulah faktanya.
B. Teori-teori Proses Penuaan
1)  Teori Biologi
a) Teori genetic dan mutasi (Somatik Mutatie Theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies
tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang terprogramoleh
molekul-molekul atau DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
b)  Teori radikal bebas
Tidak setabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi bahan organik yang
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
c)  Teori autoimun
Penurunan sistem limfosit T dan B mengakibatkan gangguan pada keseimbangan
regulasi system imun (Corwin, 2001). Sel normal yang telah menua dianggap benda
asing, sehingga sistem bereaksi untuk membentuk antibody yang menghancurkan sel
tersebut. Selain itu atripu tymus juga turut sistem imunitas tubuh, akibatnya tubuh
tidak mampu melawan organisme pathogen yang masuk kedalam tubuh.Teori
meyakini menua terjadi berhubungan dengan peningkatan produk autoantibodi.
d)  Teori stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kesetabilan lingkungan internal, dan stres
menyebabkan sel-sel tubuh lelah dipakai.
e)  Teori telomer
Dalam pembelahan sel, DNA membelah denga satu arah. Setiap pembelaan akan
menyebabkan panjang ujung telomere berkurang panjangnya saat memutuskan
duplikat kromosom, makin sering sel membelah, makin cepat telomer itu memendek
dan akhirnya tidak mampu membelah lagi.
f)  Teori apoptosis
Teori ini disebut juga teori bunuh diri (Comnit Suitalic) sel jika lingkungannya
berubah, secara fisiologis program bunuh diri ini diperlukan pada perkembangan
persarapan dan juga diperlukan untuk merusak sistem program prolifirasi sel tumor.
Pada teori ini lingkumgan yang berubah, termasuk didalamnya oleh karna stres dan
hormon tubuh yang berkurang konsentrasinya akan memacu apoptosis diberbagai
organ tubuh.

2. Teori Kejiwaan Sosial


a) Aktifitas atau kegiatan (Activity theory)
Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif
dan ikut bnyak kegiatan social.
b) Keperibadian lanjut (Continuity theory)
Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia
sangat dipengaruhi tipe personality yang dimilikinya.
c)  Teori pembebasan (Disengagement theory)
Dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas.
3. Teori Lingkungan
a) Exposure theory: Paparan sinar matahari dapat mengakibatkat percepatan proses
penuaan.
b)  Radiasi theory: Radiasi sinar y, sinar xdan ultrafiolet dari alat-alat medis memudahkan
sel mengalami denaturasi protein dan mutasi DNA.
c)  Polution theory: Udara, air dan tanah yang tercemar polusi mengandung subtansi
kimia, yang mempengaruhi kondisi epigenetik yang dpat mempercepat proses
penuaan.
d)  Stress theory: Stres fisik maupun psikis meningkatkan kadar kortisol dalam darah.
Kondisi stres yang terus menerus dapat mempercepat proses penuaan.

D. Batasan Lansia
a)  Menurut WHO, batasan lansia meliputi:
1.  Usia Pertengahan (Middle Age), adalah usia antara 45-59 tahun.
2.  Usia Lanjut (Elderly), adalah usia antara 60-74 tahun.
3.  Usia Lanjut Tua (Old), adalah usia antara 75-90 tahun.
4.  Usia Sangat Tua (Very Old), adalah usia 90 tahun keatas.

b) Menurut Dra.Jos Masdani (psikolog UI)


    Mengatakan lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat
dibagi menjadi 4 bagian:
1. Fase iuventus antara 25dan 40 tahun
2. Verilitia antara 40 dan 50 tahun
3. Fase praesenium antara 55 dan 65 tahun
4. Fase senium antara 65 tahun hingga tutup usia
1. Teori-teori Biologi
a) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies – spesies
tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang deprogram
oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami
mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi
penurunan kemampuan fungsional sel).
b) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak).
c) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan
tubuh menjadi lemah dan sakit.
d) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus
kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
e) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan
usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
f) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti
karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat
regenerasi.
g) Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat,
khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan
dan hilangnya fungsi.
h) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-
sel tersebut mati.

2. Teori Kejiwaan Sosial


a) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat dilakukannya. Teori ini
menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak
dalam kegiatan sosial.
b) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lansia.
Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari
usia pertengahan ke lanjut usia.
c) Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Teori ini
merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada seseorang yang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe
personality yang dimiliki.
d) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni :
1) Kehilangan peran
2) Hambatan kontak sosial
3) Berkurangnya kontak komitmen

Sedangkan Teori penuaan secara umum menurut Ma’rifatul (2011) dapat dibedakan
menjadi dua yaitu teori biologi dan teori penuaan psikososial:
1. Teori Biologi
a) Teori seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan
sel–sel tubuh “diprogram” untuk membelah 50 kali. Jika seldari tubuh lansia
dibiakkan lalu diobrservasi di laboratorium terlihat jumlah sel–sel yang akan
membelah sedikit. Pada beberapa sistem, seperti sistem saraf, sistem
musculoskeletal dan jantung, sel pada jaringan dan organ dalam sistem itu tidak
dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu,
sistem tersebut beresiko akan mengalami proses penuaan dan mempunyai
kemampuan yang sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh dan memperbaiki
diri (Azizah, 2011).
b) Sintesis Protein (Kolagen dan Elastis)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada lansia. Proses
kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada
komponen protein dalam jaringan tertentu. Pada lansia beberapa protein (kolagen
dan kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur
yang berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya banyak kolagen pada
kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih
tebal, seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini dapat lebih mudah dihubungkan
dengan perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitanya dan cenderung
berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas dan kecepatan pada system
musculoskeletal (Azizah dan Lilik, 2011).
c) Keracunan Oksigen
Teori ini tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh untuk
mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar yang
tinggi, tanpa mekanisme pertahanan diri tertentu. Ketidakmampuan
mempertahankan diri dari toksin tersebut membuat struktur membran sel
mengalami perubahan serta terjadi kesalahan genetik. Membran sel tersebut
merupakan alat sel supaya dapat berkomunikasi dengan lingkungannya dan
berfungsi juga untuk mengontrol proses pengambilan nutrisi dengan proses
ekskresi zat toksik di dalam tubuh. Fungsi komponen protein pada membran sel
yang sangat penting bagi proses tersebut, dipengaruhi oleh rigiditas membran.
Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh
mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ
berkurang. Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh (Azizah
dan Lilik, 2011).
d) Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan. Walaupun
demikian, kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan
khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses
penuaan. Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca tranlasi, dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya
sendiri. Jika mutasi isomatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen
permukaan sel, maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh
menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan
menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa
autoimun. Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami
penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi
menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah (Azizah dan Ma’rifatul L.,
2011).
e) Teori Menua Akibat Metabolisme
Menurut Mc. Kay et all., (1935) yang dikutip Darmojo dan Martono (2004),
pengurangan “intake” kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan
dan memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena jumlah kalori tersebut antara
lain disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme.
Terjadi penurunan pengeluaran hormon yang merangsang pruferasi sel misalnya
insulin dan hormon pertumbuhan.

2. Teori Psikologis
a) Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya setelah
menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap terpelihara sampai
tua. Teori ini menyatakan bahwa pada lansia yang sukses adalah mereka yang aktif
dan ikut banyak dalam kegiatan sosial (Azizah dan Ma’rifatul, L., 2011).
b) Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Identity pada lansia
yang sudah mantap memudahkan dalam memelihara hubungan dengan masyarakat,
melibatkan diri dengan masalah di masyarakat, kelurga dan hubungan interpersonal
(Azizah dan Lilik M, 2011).
c) Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara pelan
tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari
pergaulan sekitarnya (Azizah dan Lilik M, 2011).

Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan


1) Hereditas atau ketuaan genetik
2) Nutrisi atau makanan
3) Status kesehatan
4) Pengalaman hidup
5) Lingkungan
6) Stres
C.Perubahan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual-Cultural Yang Lazim Terjadi Pada Proses
Menua
Perubahan Psiokososial
g) Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jika lansia
mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan
mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.
h) Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat atau bahkan hewan kesayangan dapat
meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Sehingga dapat
memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
i) Depresi
Depresi juga dapat disebabkan karena stress lingkungan dan menurunnya
kemampuan adaptasi.
j) Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan : fobia, panik, gangguan cemas umum, gangguan
stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif.
k) Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham. Biasanya terjadi
pada lansia yang terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan social.
l) Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat
mengganggu, yang dapat terulang kembali.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan psikososial :
6. Penurunan kondisi fisik
7. Penurunan fungsi dan potensi seksual
8. Perubahan aspek psikososial
9. Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan
10. Perubahan dalam peran sosial di masyarakat
Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakin
matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak sehari-hari.
Perubahan Kognitif
1. Memory (daya ingat, ingatan)
2. IQ (Intellegent Quotient)
3. Kemampuan belajar (Learning)
4. Kemampuan pemahaman (Comprehension)
5. Pemecahan masalah (Problem Solving)
6. Pengambilan keputusan (Decision Making)
7. Kebijaksanaan (Wisdom)
8. Kinerja (Performance)
9. Motivasi

Pengkajian khusus pada lansia : pengkajian status fungsional, pengkajian status


kognitif.
Pengkajian status fungsional dengan pemeriksaan Index Katz untuk mencocokkan
kondisi lansia dengan skor yang diperoleh. Skor yang digunakan yaitu A, B, C, D, E,
F, G dan lain-lain ergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F.
Pengkajian status kognitif : SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionaire)
adalah penilaian fungsi intelektual lansia.

2. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :
a) Perubahan fisik, khususnya organ perasa
b) Kesehatan umum
c) Tingkat pendidikan
d) Keturunan (hereditas)
e) Lingkungan
f) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian
g) Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
h) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan family.
Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
Pengkajian Status Mental
MMSE (Mini Mental State Exam) : menguji aspek kognitif dari fungsi mental,
orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa.

E. MASALAH FISIK SEHARI-HARI YANG SERING DITEMUKAN PADA


LANSIA
1. Mudah jatuh
a. Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang
melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di
lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau
luka (Ruben, 1996).
b. Jatuh dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor intrinsik: gangguan gaya
berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekuatan sendi dan sinkope-dizziness;
faktor ekstrinsik: lantai yang licin dan tidak rata, tersandung oleh benda-benda,
penglihatan kurang karena cahaya yang kurang terang dan sebagainya.

2.  Mudah lelah, disebabkan oleh :


a.  Faktor psikologis: perasaan bosan, keletihan, depresi
b. Gangguan organis: anemia, kurang vitamin, osteomalasia, dll
c. Pengaruh obat: sedasi, hipnotik
3.  Kekacauan mental karena keracunan, demam tinggi, alkohol, penyakit metabolisme,
dehidrasi, dsb
4.  Nyeri dada karena PJK, aneurisme aorta, perikarditis, emboli paru, dsb
5.  Sesak nafas pada waktu melakukan aktifitas fisik karena kelemahan jantung, gangguan
sistem respiratorius, overweight, anemia
6.  Palpitasi karena gangguan irama jantung, penyakit kronis, psikologis
7.  Pembengkakan kaki bagian bawah karena edema gravitasi, gagal jantung, kurang
vitamin B1, penyakit hati, penyakit ginjal, kelumpuhan, dsb
8.  Nyeri pinggang atau punggung karena osteomalasia, osteoporosis, osteoartritis, batu
ginjal, dsb.
9.   Nyeri sendi pinggul karena artritis, osteoporosis, fraktur/dislokasi, saraf terjepit
10. Berat badan menurun karena nafsu makan menurun, gangguan saluran cerna, faktor
sosio-ekonomi
11. Sukar menahan BAK karena obat-obatan, radang kandung kemih, saluran kemih,
kelainan syaraf, faktor psikologis
12. Sukar menahan BAB karena obat-obatan, diare, kelainan usus besar, kelainan rektum
13. Gangguan ketajaman penglihatan karena presbiopi, refleksi lensa berkurang, katarak,
glaukoma, infeksi mata
14. Gangguan pendengaran karena otosklerosis, ketulian menyebabkan kekacauan mental
15. Gangguan tidur karena lingkungan kurang tenang, organik dan psikogenik (depresi,
irritabilitas)
16. Keluhan pusing-pusing karena migren, glaukoma, sinusitis, sakit gigi, dsb
17. Keluhan perasaan dingin dan kesemutan anggota badan karena ggn sirkulasi darah
lokal, ggn syaraf umum dan lokal
18. Mudah gatal-gatal karena kulit kering, eksema kulit, DM, gagal ginjal, hepatitis
kronis, alergi

KARAKTERISTIK PENYAKIT LANSIA DI INDONESIA


1. Penyakit persendian dan tulang, misalnya rheumatik, osteoporosis, osteoartritis
2. Penyakit Kardiovaskuler. Misalnya: hipertensi, kholesterolemia, angina, cardiac attack,
stroke, trigliserida tinggi, anemia, PJK
3. Penyakit Pencernaan yaitu gastritis, ulcus pepticum
4. Penyakit Urogenital. Seperti Infeksi Saluran Kemih (ISK), Gagal Ginjal Akut/Kronis,
Benigna Prostat Hiperplasia
5. Penyakit Metabolik/endokrin. Misalnya; Diabetes mellitus, obesitas
6. Penyakit Pernafasan. Misalnya asma, TB paru
7. Penyakit Keganasan, misalnya; carsinoma/ kanker
8. Penyakit lainnya. Antara lain; senilis/pikun/dimensia, alzeimer, parkinson, dsb.

PENYAKIT YANG SERING TERJADI PADA LANSIA


Nina Kemala Sari dari Divisi Geriatri, Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS Cipto
Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam suatu pelatihan di
kalangan kelompok peduli lansia, menyampaikan beberapa masalah yang kerap muncul
pada usia lanjut , yang disebutnya sebagai a series of I’s. Mulai dari immobility
(imobilisasi), instability (instabilitas dan jatuh), incontinence (inkontinensia), intellectual
impairment (gangguan intelektual), infection (infeksi), impairment of vision and hearing
(gangguan penglihatan dan pendengaran), isolation (depresi), Inanition (malnutrisi),
insomnia (ganguan tidur), hingga immune deficiency (menurunnya kekebalan tubuh).
Selain gangguan-gangguan tersebut, Nina juga menyebut tujuh penyakit kronik degeratif
yang kerap dialami para lanjut usia, yaitu:

Osteo Artritis (OA)


OA adalah peradangan sendi yang terjadi akibat peristiwa mekanik dan biologik yang
mengakibatkan penipisan rawan sendi, tidak stabilnya sendi, dan perkapuran. OA
merupakan penyebab utama ketidakmandirian pada usia lanjut, yang dipertinggi risikonya
karena trauma, penggunaan sendi berulang dan obesitas.

Osteoporosis
Osteoporosis merupakan salah satu bentuk gangguan tulang dimana masa atau kepadatan
tulang berkurang. Terdapat dua jenis osteoporosis, tipe I merujuk pada percepatan
kehilangan tulang selama dua dekade pertama setelah menopause, sedangkan tipe II
adalah hilangnya masa tulang pada usia lanjut karena terganggunya produksi vitamin D.

Hipertensi
Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik sama atau lebih tinggi dari
140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari 90mmHg, yang terjadi karena
menurunnya elastisitas arteri pada proses menua. Bila tidak ditangani, hipertensi dapat
memicu terjadinya stroke, kerusakan pembuluh darah (arteriosclerosis), serangan/gagal
jantung, dan gagal ginjal.

Diabetes Mellitus
Sekitar 50% dari lansia memiliki gangguan intoleransi glukosa dimana gula darah masih
tetap normal meskipun dalam kondisi puasa. Kondisi ini dapat berkembang menjadi
diabetes melitus, dimana kadar gula darah sewaktu diatas atau sama dengan 200 mg/dl
dan kadar glukosa darah saat puasa di atas 126 mg/dl. Obesitas, pola makan yang buruk,
kurang olah raga dan usia lanjut mempertinggi risiko DM. Sebagai ilustrasi, sekitar 20%
dari lansia berusia 75 tahun menderita DM. Beberapa gejalanya adalah sering haus dan
lapar, banyak berkemih, mudah lelah, berat badan terus berkurang, gatal-gatal, mati rasa,
dan luka yang lambat sembuh.
Dimensia
Merupakan kumpulan gejala yang berkaitan dengan kehilangan fungsi intelektual dan
daya ingat secara perlahan-lahan, sehingga mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-
hari. Alzheimer merupakan jenis demensia yang paling sering terjadi pada usia lanjut.
Adanya riwayat keluarga, usia lanjut, penyakit vaskular/pembuluh darah (hipertensi,
diabetes, kolesterol tinggi), trauma kepala merupakan faktor risiko terjadinya
demensia. Demensia juga kerap terjadi pada wanita dan individu dengan pendidikan
rendah.
Penyakit jantung koroner
Penyempitan pembuluh darah jantung sehingga aliran darah menuju jantung terganggu.
Gejala umum yang terjadi adalah nyeri dada, sesak napas, pingsan, hingga kebingungan.

Kanker
Kanker merupakan sebuah keadaan dimana struktur dan fungsi sebuah sel mengalami
perubahan bahkan sampai merusak sel-sel lainnya yang masih sehat. Sel yang berubah ini
mengalami mutasi karena suatu sebab sehingga ia tidak bisa lagi menjalankan fungsi
normalnya. Biasanya perubahan sel ini mengalami beberapa tahapan, mulai dari yang
ringan sampai berubah sama sekali dari keadaan awal (kanker). Kanker merupakan
penyebab kematian nomor dua setelah penyakit jantung. Faktor resiko yang paling utama
adalah usia. Dua pertiga kasus kanker terjadi di atas usia 65 tahun. Mulai usia 40 tahun
resiko untuk timbul kanker meningkat.

D. PROGRAM NASIONAL KESEHATAN LANSIA

1. Pengertian dari lansia


Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses menua. Menurut Bernice Neugarten
(1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa
puas dengan keberhasilannya. Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002)
mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang
berusia 65 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah
untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari. Saparinah (1983) berpendapat
bahwa pada usia 55 sampai 65 tahun merupakan kelompok umur yang mencapai tahap
penisium, pada tahap ini akan mengalami berbagai penurunan daya tahan tubuh atau
kesehatan dan berbagai tekanan psikologis.
Berdasarkan UU Kes. No. 23 1992 Bab V bagian kedua Pasal 13 ayat 1 menyebutkan
bahwa manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan
biologis, fisik, dan sosial.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan
proses penuaan yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia.
Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penangan segera dan
terintegrasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4
yaitu :
a. Usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 – 59 tahun.
b. Lanjut usia (alderly) kelompok usia 60 – 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) kelompok usia 75 – 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) kelompok usia diatas 90 tahun  

Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa lanjut usia merupakan periode
di mana seseorang individu telah mencapai kemasakan dalam proses kehidupan, serta
telah menunjukan kemunduran fungsi organ tubuh sejalan dengan waktu, tahapan ini
dapat mulai sari usia 55 tahun sampai meninggal.

Beberapa masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia sebagai berikut:
a.   Kurang bergerak
Gangguan fisik, jiwa, dan faktor lingkungan dapat menyebabkan lansia kurang
bergerak. Penyebab yang paling sering adalah gangguan tulang, sendi dan otot,
gangguan saraf, dan penyakit jantung dan pembuluh darah.

b.  Istabilitas
Penyebab terjatuh pada lansia dapat berupa faktor intrinsik (hal-hal yang berkaitan
dengan keadaan tubuh derita) baik karena prosen menua, penyakit maupun proses
ekstrinsik (hal-hal yang berasal dari luar tubuh) seperti obat obatan tertentu dan faktor
lingkungan.
Akibat yang paling sering dari terjatuh pada lansia adalah kerusakan bagian tertentu
dari tubuh yang mengakibatkan rasa sakit, patah tulang, cedera pada kepala, luka
bakar karena air panas akibat terjatuh ke dalam tempat mandi. Selain dari pada itu,
terjatuh menyebabkan lansia tersebut sangat membatasi pergerakannya. Walaupun
sebagian lansia yang terjatuh tidak sampai menyebabkan kematian atau gangguan
fisik yang berta, tetapi kejadian ini haruslah dianggap bukan merupakan peristiwa
yang ringan. Terjatuh pada lansia dapat menyebabkan gangguan psikologis berupa
hilangnya harga diri dan perasaan takut akan terjatuh lagi, sehingga untuk selanjutnya
lansia tersebut menjadi takut berjalan untuk melindungi dirinya dari bahaya terjatuh.

c.   Beser
Beser, buang air besar (bak) merupakan salah satu masalah yang sering didapati  pada
lansia, yaitu keluarnya air seni tanpa disadari, dalam jumlah dan kekerapan yang
cukup mengakibtkan masalah kesehatan atau social. Beser bak merupakan masalah
yang sering kali dianggap wajar dan normal pada lansia, walaupun sebenarnya hal ini
tidak dikehendaki terjadi baik oleh lansia tersebut maupun keluarganya.
Akibat timbul berbagai masalah, baik masalah kesehatan maupun social, yang
kesemuanya akan memperburuk kualitas hidup dari lansia tersebut. Lansia dengan
beser bak sering mengurangi minum dengan harapan untuk mengurangi keluhan
tersebut, sehingga dapat menyebabkan lansia kekurangan kandungan kemih. Besek
bak sering pula disertai dengan beser buang air besar (bab), yang justru akan
memperberat keluhan beser bak mandi.

d.  Gangguan intelektual
Merupakan kumpulan gejala klinik yang meliputi gangguan fungsi intelektual dan
ingatan yang cukup berat sehingga menyebabkan terganggunya aktivitas kehidupan
sehari-hari. Kejadian ini meningkat dengan cepat mulai usia 60-85 tahun atau lebih,
yaitu kurang dari 5% lansia yang berusia 60-74 tahun mengalami demensia
(kepikunan berat) sedangkan pada usia setelah 85 tahun kejadian meningkat
mendekati 50%. Salah satu hal yang dapat menyebabkan gangguan intelektual adalah
depresi sehingga perlu dibedakan dengan gangguan intelektual lainnya.

e.   Infeksi
Merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada lansia, karena selain
sering didapati, juga gejala tidak khas bahkan asimtomatik yang menyebabkan
keterlambatan di dalam diagnosis  dan pengobatan serta resiko menjadi fatal
meningkat pula.
Beberapa faktor resiko yang menyebabkan lansia mudah mendapat penyakit infeksi
karena kekurangan gizi, kekebalan tubuh yang menurun, berkurangnya fungsi
berbagai organ tubuh, terdapatnya beberapa penyakit sekaligus (komordibitas) yang
menyebabkan daya tahan tubuh yang sangat berkurang. Selain tiu, faktor nutrisi,
faktor lingkungan, jumlah dan keganasan kuman akan mempermudah tubuh
mengalami infeksi.

f.   Gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit


Akibat proses menua semua pancaindera berkurang fungsinya, demikina juga
gangguan pada otak, saraf dan otot-otot yang digunakan untuk berbicara dapat
menyebabkan terganggunya komunikasi, sedangkan kulit menjadi lebih kering,
rapuh dan mudah rusak dengan trauma yang minimal.

g.  Depresi
Perubhan status social, bertambahnya penyakit dan berkurangnya kemandirian social
serta perubahan-perubahan akibat proses menua menjadi salah satu pemicu
munculnya  depresi pada lansia. Namun demikian, sering kali gejala depresi
menyertai penderita dengan penyakit-penyakit gangguan fisik, yang tidak dapat
diketahui ataupun terpikirkan sebelumnya, karena gejala-gejala depresi yang muncul
sering kali dianggap sebagai suatu bagian dari proses menua yang normal ataupun
tidak khas.
Gejala-gejala depresi dapat berupa perasaan sedih, tidak bahagia, sering menangis,
merasa kesepian, tidur terganggu, pikiran dan gerakan tubuh lamban, cepat lelah dan
menurunnya aktivitas, tidak ada selera makan, berat badan berkurang, daya ingat
berkurang, sulit untuk memusatkan pikiran dan perhatain, kurangnya minat,
hulangnya kesenangan yang  biasanya dinikmati, menyusahkan orang lain, merasa
rendah diri, harga diri dan kepercayaan diri berkurang merasa bersalah dan tidak
berguna, tidak ingin hidup lagi bahkan mau bunuh diri, dan gejala-gejala fisik
lainnya. Akan tetapi, pada lansia sering timbul depresi terselubung, yaitu yang
menonjol hanya gangguan fisik saja seperti sakit kepala, jantung berdebar-debar,
nyeri pinggan, gangguan pencernaan dan lain-lain, sedangkan gangguan jiwa tidak
jelas.
h.  Kurang gizi
Kekurangan gizi pada lansia dapat disebabkan perubahan lingkungan maupun kondisi
kesehatan. Faktor lingkungan dapat berupa ketidaktahuan untuk memilih makanan
yang bergizi, isolasi social (terasing dari masyarakat) terutama karena gangguan
pancaindera, kemiskinan, hidup seorang diri yang terutama terjadi pada pria yang
sangat tua dan baru kehilangan pasangan hidup, sedangkang faktor kondisi  kesehatan
berupa penyakit fisik, mental, gangguan tidur, alkoholisme, obat-obatan, dan lain-lain.

i.   Daya tahan tubuh menurun


Daya tahan tubuh yang menurun pada lansia merupakan salah satu fungsi tubuh yang
terganggu dengan bertambahnya umur seseorang walaupun tidak selamanya hal ini
disebabkan oleh proses menua, tetapi dapat pula karena berbagai keadaan seperti
penyakit yang sudah lama diderita (menahun) maupun penyakit yang baru saja
diderita (akut) dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh seseorang. Demikian
juga penggunaan berbagai obat, keadaan gizi yang kurang, penurunan fungsi organ-
organ tubuh, dan lain-lain.

j.    Impotensi
Merupakan ketidak mampuan untuk mencapai dan mempertahankan ereksi yang
cukup untuk melakukan sanggama yang memuaskan yang terjadi paling sedikit tiga
bulan. Menurut Massachusetts Male Aging Study (MMAS) bahwa penelitian yang
dilakukan pada pria usia 40-70 tahun yang di wawancarai ternyata 52% menderita
disfungsi ereksi, yang terdiri dari disfungsi ereksi total 10%, disfungsi ereksi sedang
25% dan  minimal 17%.
Penyebab disfungsi ereksi pada lansia adalah hambatan aliran darah ke dalam alat
kelamin sebagai adanya kekakuan pada dinding pembuluh darah (arteriosklerosis)
baik karena proses menua maupun penyakit dan juga berkurangnya sel-sel otot polos
yang terdapat pada alat kelamin serta berkurangnya kepekaan dari alat kelamin pria
terhadap rangsangan.

k.  Tidak punya uang


Dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan fisik dan mental akan
berkurang secara perlahan-lahan, yang menyebabkan ketidakmampuan tubuh dalam
mengerjakan atau menyelesaikan pekerjaannya sehingga tidak dapat memberikan
penghasilan. Untuk dapat menikmati masa tua yang bahagia kelak diperlukan paling
sedikit tiga syarat, yaitu memiliki uang yang diperlukan yang paling sedikit dapat
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, memiliki tempat tinggal yang layak,
mempunyai peranan di dalam menjalin masa tuanya.

l.    Penyakit obat-obatan
Salah satu yang sering didapati pada lansia adalah menderita penyakit lebih dari satu
jenis sehingga membutuhkan obat yang lebih banyak, apalagi sebagian lansia sering
menggunakan obat dalam jangka waktu yang lama tanpa pengawasan dokter dapat
menyebabkan timbulnya penyakit akibat pemakaian obat-obatan yang digunakan.

Penyakit Yang Biasa Diderita Lansia


Usia lanjut memiliki banyak masalah dengan kesehatan yang terkait dengan
menurunnya fungsi tubuh dan faktor-faktor sekitar seperti makanan dan lingkungan
sekitar. Penyakit-penyakit yang biasa diderita oleh usia lanjut antar lain:

a.   Jantung dan Serangan Jantung


Untuk mencegah dari serangah jantung, bisa dilakukan dengan cara-cara berikut
yaitu makan makanan yang sehat untuk menurunkan tekanan darah tinggi dan kadar
kolesterol dalam darah, kurangi berat badan jika kita termasuk memiliki berat yang
berlebih (overweight), berhenti merokok, kurangi stress, cukup berolahraga
(misalnya jogging dan jalan kaki) atau melakukan aktifitas fisik yang lain, kurangi
konsumsi garam sampai 5 mg (atau sekitar 1 sendok teh dalam 24 jam) dan hindari
makanan gorengan dan bergaram.

b.  Tekanan darah Tinggi


Untuk mencegah terjadi penyakit tekanan darah tinggi , lakukan aktifitas fisik seperti
olahraga secara teratur, jalan kaki, yoga, atau aerobik yang ringan; jaga berat tubuh
agar pada kondisi ideal, ikuti pola makan sehat seperti makan makanan yang berasal
dari buah dan sayuran, susu rendah kalori, minyak ikan, hindari minuman beralkohol
dan soft drink, berhenti merokok dan kurangi konsumsi garam atau diganti dengan
garam diet.
c.   Arthritis (reumatik)
Untuk mencegah penyakit reumatik ini biar tidak kumat antara lain: lakukan latihan
fisik dan berjalan kaki secara teratur, pola makan yang seimbang dan gaya hidup yang
sehat dapat mencegah penyakit ini, minumlah suplemen berupa kalsium dan vitamin
D secara teratur bila tidak tercukupi dari makanan yang dikonsumsi, lakukan olahraga
angkat beban ringan secara teratur, hindari merokok dan alkohol, lakukan tes tulang
untuk melihat kondisi tulang kita.
d.  Osteoporosis (tulang rapuh)
Berikut adalah langkah-langkah untuk mencegah tulang menjadi cepat lemah dan
rapuh, yaitu dengan cukup konsumsi kalsium setiap hari; cukup vitamin D setiap hari
(dapat diperoleh dari makanan/minuman atau sinar matahari); makan makanan yang
sehat yang mengandung vitamin A, Vitamin C, magnesium, seng dan protein , yang
dapat berasal dari susu, buah-buahan dan sayuran hijau dan berdaging; selalu aktif
secara fisik dapat membantu kesehatan tulang; jangan merokok karena bisa merusak
tulang dan menurunkan kadar estrogen dalam tubuh; dan hindari pekerjaan-pekerjaan
atau aktifitas yang beresiko besar untuk terjatuh.
e.   Diabetes
Untuk mengontrol diabetes, lakukan latihan setiap pagi misalnya berjalan pagi,
jogging dengan intensitas kecil atau sedang, atau aerobik ringan; pilihlah makanan-
makanan yang sehat (rendah lemak, rendah kalori dan rendah garam); hindari
konsumsi gula dan sirup, pilihlah gula diet; konsumsi sayuran dan buah segar, ganti
soft drink dengan jus buah tanpa gula atau air putih; makan makanan dan snack yang
sesuai (rendah gula) pada waktu-waktu tertentu dalam sehari agar kadar gula darah
bisa terjaga; dan yang terakhir yaitu selalu lakukan kontrol ke dokter.
f.   Kanker
Untuk mencegah kanker: berhentilah merokok, konsumsi buah dan sayur secukupnya
yang dapat mempunyai efek melindungi dari kanker (sebagai antioksidan), konsumsi
teh hijau  secangkir sehari secara teratur dapat mencegah kanker dan juga melindungi
jantung, aktifitas fisik secara teratur dan menjaga berat badan, juga menghindari
bahan-bahan makanan yang mempunyai efek karsinogenik dan menghindari dari
bahan-bahan atau sumber radiasi.
g.  Ginjal
Sakit ginjal dapat dicegah dengan menjaga tekanan darah di batas normal, menjaga
berat badan, kurangi makanan berlemak, minum air yang cukup, kurangi minum kopi,
hindari minuman beralkohol, tidak merokok atau menggunakan produk tembakau.
h.  Pembesaran prostat
Untuk mencegahnya yaitu dengan teratur melakukan olahraga ringan, makan makanan
yang bergizi seperti sayuran dan buahan (kubis-kubisan, alpukat, kacang-kacangan,
labu, tomat, ikan dan minyak ikan), mengikuti pola makan sehat, tidak merokok, tidak
begadang, kurangi makanan pedas yang berlebihan, dan memeriksakan ke dokter
secara berkala.
i.   TBC
TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mikroba. Untuk pencegahannya
yaitu hidup bersih dan sehat, mencuci tangan setelah berada di sekitar orang yang
mengidap penyakit batuk kronik, konsumsi makanan yang kaya akan vitamin,
mineral, kalsium, protein dan serat, hindari berada cukup dekat dengan orang yang
sedang batuk, olahraga teratur di tempat yang berudara segar dan sejuk. Lakukan
pemeriksaan jika menderita batuk agak lama.
j.   Penyakit mata
Penyakit mata atau katarak adalah salah satu penyakit yang menyerang lansia.
Pencegahannya yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang kaya vitamin A, C dan E
seperti buah-buahan, sayur-sayuran, dan ikan. Kandungan katekin dalam teh hijau
juga membantu mencegah terjadinya katarak. Istirahatkan mata selama selama 5-30
menit jika kita sedang membaca (caranya: menutup mata atau menghadap ke suatu
arah tertentu, bernapas dalam dan menutup mata dengan telapak tangan). Gunakan
kacamata gelap jika sedang berada di luar di siang hari.
k.  Alzheimer (penyakit pikun)
Agar tidak pikun, mulailah rajin berolahraga yang ringan, konsumsi makanan yang
bergizi seperti serealia utuh (yang banyak kandungan vitamin B nya), ikan dan
minyak ikan, teh, sayuran dan buahan (misalnya buah delima), makanan yang
mengandung vitamin D (misalnya telur, susu), selalu aktif berpikir, tidur teratur dan
cukup, serta melindungi otak dari ancaman cedera atau yang lainnya. Contoh lain dari
menu lansia dalam satu hari misalnya sebagai berikut.

5.      Masalah gizi pada lansia


a.  Kegemukan atau obositas
Keaadaan ini disebabkan karena pola konsumsi yang berlebihan, banyak mengandung
(lemak, protein dan karbohidrat) yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Kegemukan ini
biasanya terjadi sejak usia muda bahkan sejak anak-anak. Seseorang yang sejak kecil
sudah gemuk mempunyai banyak sel lemak yang bilamana konsumsi meningkat
cenderung sel lemak itu diisi kembali sehingga mudah menjadi gemuk. Proses
metabolisme yang menurun pada usia lanjut, bila tidak diimbangi dengan peningkatan
aktivitas fisik atau penurunan jumlah makanan, sehingga kalori yang berlebih akan di
ubah menjadi lemak yang mengakibatkan kegemukan.
Kegemukan atau obesitas akan meningkatkan resiko menderita penyakit jantung
koroner 1-3 kali, penyakit hipertensi 1,5 kali, diabetes mellitus 2,9 kali dan penyakit
empedu 1-6 kali. Beberapa penyakit yang dihubungkan dengan kegemukan atau
obesitas antara lain :
1. Penyakit jantung koroner (PJK)
Menurut Kennedy penambahan usia tidak menyebabkan jantung mengecil (atrofi)
seperti organ tubuh lain, tetapi malahan terjadi hipertrofi. Pada batas umur 30-90
tahun, masa jantung bertambah ± 1 g per tahun pada laki-laki dan ± 1,5 g per tahun
pada wanita. Konsumsi lemak jenuh dan kolesterol yang berlebihan dapat
meningkatkan resiko penyakit jantung koroner. Selain itu, kegemukan dan obesitas
juga merupakan faktor resiko penting yang memengaruhi terjadinya penyakit jantung
koroner.
Penyakit jantung koroner ini terjadi jika ada penyempitan pembuluh darah jantung
oleh timbunan lemak (plak) sehingga jantung kekurangan oksigen. Faktor resiko yang
bisa dimodifikasikan antar lain kebiasaan merokok, dislipidemia, kurang gerak,
kegemukan, diabetes mellitus, stress, infeksi, serta gangguan pada darah (fibrinogen,
faktor thrombosis dan sebagainya).
2.   Hipertensi
Berat badan yang berlebih akan meningkatkan beban jantung untuk memompa darah
keseluruh tubuh. Akibatnya tekanan darah cenderung lebih tinggi. Di samping itu,
pembuluh darah pada usia lanjut lebih tebal dan kaku (arteriosklerosis) sehingga
tekanan darah akan meningkat. Bila disertai adanya plak di dinding dalam arteri dapat
menyebabkan sumbatan pembuluh darah yang dapat menyebabkan strok (pecahnya
pembuluh darah). Jika sumbatan ini terjadi pada pembuluh darah otak dapat
menyebabkan lumpuh atau kematian. Bila sumbatan terjadi di jantung, maka akan
menyebabkan serangan angina atau infark yang juga dapat menyebabkan kematian.
Konsumsi natrium (garam) yang berlebih dapat meningkatkan tekanan darah. Selain
itu rendahnya konsumsi kalsium, magnesium dan kalium dapat pula meningkatkan
tekanan darah.
3.   Diabetes mellitus
Adalah suatu keadaan/kelainan di mana terdapat gangguan metabolism karbohidrat,
lemak, dan protein yang disebabkan karena kekurangan insulin atau tidak
berfungsinya insulin. Hal ini dapat menyebabkan gula darah tertimbun dalam darah
(hiperglikemia) dengan berbagai akibat yang mungkin terjadi. Pada orang gemuk atau
obesitas, hiperglikemia terjadi karena insulin yang dihasilkan tidak memenuhi
kecukupan.
4.  Sirosis hepatitis
Pada usia lanjut sirosis menunjukkan perjalanan penyakit dan gejala penyakit seperti
yang terdapat pada dewasa lain.
Lemak yang berlebihan akan ditimbun dalam hati yang akan menyebabkan terjadinya
perlemakan hati, dan memicu terjadinya penyakit sirosis hepatitis. Disamping itu,
sirosis hepatitis juga disebabkan karena radang hati (hepatitis) akibat kebiasaan
minum alcohol yang berlebih. Sirosis ini dapat berkembang menjadi kanker hati.
b.  Kurang energi kronis (KEK)
Kurangnya nafsu makan yang berkepanjangan pada usia lanjut dapat menyebabkan
penurunan berat badan yang drastis. Pada orang tua, jaringan ikat mulai keriput
sehingga kelihatan makin kurus. Disamping kurangnya karbohidrat, lemak dan protein
sebagai zat gizi makro maka penderita KEK biasanya disertai kekurangan zat gizi
makro lain lain.
Penderita dengan penyakit infeksi kronis dan keganasan berat badannya juga menurun
(misalnya pada TBC, kanker). Seseorang dikatakan menderita  KEK, bila IMT < 17,
selain itu dari pemeriksaan klinis dapat terlihat bahwa orang tersebut sangat kurus dan
tulang-tulangnya menonjol.
Penyebab kurang energy kronis (KEK) pada usia lanjut antara lain :
1. Makan tidak enak karena berkurangnya fungsi alat perasa dan penciuman.
2. Banyak gigi yang tanggal/ompong sehingga untuk makan terasa sakit.
3. Nafsu makan berkurang karena kurang aktivitas, kesepian, depresi, penyakit kronis,
efek samping dari obat, alcohol dan rokok.
c.  Osteoporosis (Keropos Tulang)
Masa tulang telah mencapai maksimum pada usia sekitar 35 tahun untuk wanita dan
45 tahun untuk pria. Bila konsumsi kalsium kurang, dalam jangka waktu lama akan
timbul osteoporosis. Osteoporosis pada wanita terjadi setelah dua tahun menopause.
Hal ini karena masa tulang wanita lebih kecil dari pada pria dan pengaruh penurunan
hormone estrogen pada wanita yang telah mengalami menopause. Akibatnya tulang
sangat rapuh dan mudah terjadi patah tulang, bilamana mengalami jatuh. Kekurangan
kalsium dalam waktu lama dapat menyebabkan osteoporosis.
d.  Gout
Gout dapat timbul sebelum usia lanjut yang akan berlangsung sampai usia lanjut.
Gout ini lebih sering terjadi pada pria. Kelainan metabolism protein yang
menyebabkan asam urat dalam darah meningkat. Kristal asam urat akan menumpuk di
persendian yang menyebabkan rasa nyeri dan bengkak di sendi. Daerah sasaran gout
yaitu ibu jari kaki, telapak kaki, pergelangan dan lutut. Pada kulit sekitar permukaan
sendi yang terserang membengkak dan hangat dengan warna kemerahan → tua →
ungu.
Pada penderita gout perlu pembatasan konsumsi protein agar kadar asam urat dalam
darah menurun. Selain itu, asam urat yang berlebih dapat menjadi pencetus terjadinya
batu ginjal.

6.      KEBUTUHAN GIZI LANSIA


A. Kebutuhan Gizi
Kebutuhan gizi bagi setiap manusia berbeda-beda tergantung dari jenis kelamin,
umur, aktivitas, ukuran dan susunan tubuh,iklim atau suhu udara,kondisi fisik tertentu
(sakit) serta unsure lingkungan. Kecukupan atau konsumsi gizi manula berbeda
dengan kecukupan gizi pada usia muda. Namun kebutuhan nutrisi manusia sama pada
usia 40, 50, 60, dan sesudahnya seperti ketika masih berusia sedikit muda dengan
sedikit variasi.

a.  Energi
Pada manusia , kebutuhan energi menurun sehubungan dengan meningkatnya usia.
Hal ini disebabkan banyak sel,yang sudah kurang aktif yang mengakibatkan kegiatan
fisik juga menurun. Dalam “Widya Karya Pangan Dan Gizi Tahun 1988” disebut
kecukupan gizi yang dianjurkan untuk pria manula adalah sebesar 2.100 kalori dan
wanita 1.700 kalori. Kebutuhan kalori akan mulai menurun  pada usia 40-49 tahun
sekitar 5%,pada usia 50-59 tahun dan usia 60-69 tahun menurun 10%.
Dengan penurunan ini berarti jumlah makanan yang seharusnya dikonsumsi  juga
menurun.Kebutuhan energy pada usia 40 tahun sekitar 35 kkal/kg BB ideal. Setiap
usia 10 tahun perkembangan usia, kebutuhan energy akan menurun 10 g. Tetapi,
pembagian ke dalam zat-zat gizi tetap berprinsip pada pola gizi seimbang.

b.  Protein
Fungsi protein pada manula tidak lagi untuk pertumbuhan, tetapi untuk pemeliharaan
dan pengganti sel-sel yang rusak,serta pengaturan fungsi fisiologis tubuh. Pada usia
tua tubuh lebih tergantung  pada asam-asam amino esensial. Dianjurkan kecukupan
protein usia lanjut dipenuhi dari protein yang berkualitas baik seperti susu, telur,
daging karena kecukupan asam amino yang pentingnya pada usia lanjut meningkat.
Jumlah protein pada usia lanjut meningkat. Jumlah protein yang diperlukan bagi laki-
laki lanjut adalah 49 g per hari dan perempuan sebesar 41 g perhari. Pada usia lanjut
tidak diperlukan jumlah konsumsi protein yang berlebih karena akan memberikan
fungsi ginjal dan hati,sebaiknya konsumsi protein asal hewani atau nabati adalah 10 %
dari total kebutuhan total kalori perhari.

c.  Hidrat Arang
Penggunaan hidrat arang relatif menurun pada manula karena kecukupan kalori juga
menurun. Dianjurkan 50% dari total energy berasal dari hidrat arang.

d.   Lemak
Lemak merupakan sumber tenaga selain hidrat arang. Lemak yang berlebih dapat
disimpan dalam tubuh sebagai cadangan tenaga, dan bila sangat berlebih akan
disimpan sebagai lemak tubuh. Konsumsi yang berlebih pada manula  dihindari
karena dapat meningkatkan kadar lemak tubuh,khususnya kadar kolesterol darah.
Dianjurkan konsumsi lemak hewani dikurangi dan banyak menggunakan lemak
nabati. Jumlah lemak yang dianjurkan diatur tidak melebihi 25 % dari total
kecukupan energy sehari , karena kebutuhan lemak pada lansia hanya berkisar antara
20-25% dari total kalori/hari.
e.  Vitamin
Kebutuhan vitamin pada manula tidak jauh berbeda dengan kebutuhan pada waktu
muda,kecuali niasin,riboflavin,dan tiamina. Kecukupan ketiga vitamin itu tergantung
dari jumlah yang diperlukan. Pada manula, konsumsi vitamin seperti riboflavin
,tiamina,vitamin B6 asam folat, Vitamin C dan D, dan vitamin E dari makanan perlu
mendapat perhatian yang khusus terutama bagi mereka yang menginjak usia
menopause (50 tahun ke atas) memerlukan vitamin-vitamin antioksidan
seperti  Vitamin A dan Vitamin E (400-600 unit/hari).

f.   Mineral
Pada prinsipnya, mineral memang dibutuhkan sedikit,tetapi pada manula sering
dijumpai masukan makanan kurang dalam beberapa jenis mineral seperti zat besi,
kalsium. Kalsium yang dibutuhkan pada usia 19-50 tahun 1.000 mg, sedangkan untuk
usia lebih dari 51 tahun,kebutuhan kalsium sebesar 1.200 mg. Organisasi kesehatan
menyarankan bagi manusia yang sudah pasca menopause untuk mengonsumsi harian,
kalsium sebesar 1.500 mg, lebih tinggi dari kebutuhan biasa sebesar  1.200 mg.
suplemen kalsium hingga  1.000 mg/hari juga disarankan bagi mereka yang tidak
mendapatkan mineral yang lebih cukup dari makanan. Adapun kecukupan yodium
yang dianjurkan untuk orang Indonesia untuk usia 10-59 tahun dan lebih dari 60 tahun
baik pria maupun wanita adalah sebanyak 150 mg.

g.   Air dan Serat


Kebutuhan air meningkat dengan bertambahnya usia. Dengan berkurangnya
kemampuan ginjal maka air punya peranan penting sebagai pengangkut sisa
pembakaran tubuh dan mendorong peristaltic usus. Dianjurkan manula mengonsumsi
cairan minimum 6-8 gelas sehari. Serat dalam makanan akan membantu mendorong
peristaltic usus dan dapat mencegah konstipasi pada manula.

B.  Angka Kecukupan Gizi Lansia


Kecukupan  gizi usia  lanjut berada dengan usia muda. Kebutuhan gizi  sangat
dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas/kegiatan, postur tubuh, aktivitas fisik
dan mental (termasuk pekerjaan) sehari-hari, iklim/suhu udara,kondisi fisik tertentu
(masa pertumbuhan,sedang sakit) dan unsure lingkungan (misalnya bekerja dibahan
dengan bahan nuklir). Konsumsi makan yang cukup dan seimbang akan brmanfaat
bagi usia lanjut untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit degenerative
seperti penyakit jantung,ginjal,diabetes mellitus arthritis dan lain-lain atau
kekurangan  gizi yang seyogianya telah dilakukan sejak muda. Adapun kebutuhan zat-
zat gizi pada usia lanjut:
1.Kalori
Kebutuhan energy pada usia lanjut menurun sehubungan dengan penurunan
metabolism basal (sel-sel banyak yang inaktif) dan kegitan fisik cenderung menurun.
Kebutuhan kalori akan menurun sekitar 5% pada usia 40 – 49 tahun dan 10% pada
usia 50-59 tahun serta 60-69 tahun. Menurut widya karya pangan dan gizi
1993,kecukupan gizi yang dianjurkan untuk usia lanjut(
2.  Protein
Untuk usia lanjut protein berfungsi untuk mengganti sel-sel jaringan-jaringan yang
rusak serta mengatur fungsi fisiologi tubuh. Dianjurkan memenuhi kebutuhan protein
terutama dari protein hewani dan nabati dengan perbandingan 1:3,.Jumlah protein
yang diperlukan untuk laki-laki usia lanjut (60 tahun)adalah 55 g per hari dan wanita
usia lanjut 48 g per hari. Hindarkan konsumsi protein yang berlebih karena akan
memberatkan fungsi ginjal dan hati. Protein diperlukan lebih pada usia lanjut yang
menderita penyakit infeksi serta mengalami setres berat.
3.  Lemak
Lemak merupakan sumber tenaga selain hidrat arang. Lemak berlebih disimpan dalam
tubuh sebagai cadangan tenaga dan bila berlebih akan ditimbun sebagai lemak tubuh.
Konsumsi lemak yang berlebih tidak dianjurkan pada usia lanjut karena dapat
meningkat kadar lemak dalam tubuh khususnya kadar kolesterol darah.Kebutuhan
lemak usia lanjut lebih sedikit. Konsumsi lemak dibatasi jangan lebih dari seperempat
kebutuhan energi. Pada usia lanjut di anjurkan untuk mengonsumsi asam lemak tak
jenuh(berasal dari nabati). Dan pembatasan konsumsi lemak untuk usia lanjut karena
meningkat:
Ø  Berkurangnya aktivitas tubuh.
Ø  Berkurangnya produksi enzim sehingga pencernaan lemak tidak sempurna akan
membebani lambung dan usus.
Ø  Bisa menyebabkan arterosklerosis bila mengonsumsi asam lemak jenuh yang tinggi.
4.  Vitamin
Untuk usia lanjut dianjurkan untuk meningkatkan konsumsi makanan kaya vitamin
A,D,E untuk mencegah penyakit degeneratif(sebagai antioksida).Selain
itu,mengonsumsi mkanan yang banyak mengandung vitamin B12,asam folat dan B1
juga dianjurkan,untuk menanggulangi resiko penyakit jantung.
Adapun kebutuhan vitamin untuk usia lanjut per orang per hari Adalah:
Ø  Vitamin wanita 500 RE dan laki-laki 600 RE.
Ø  Vitamin B1 1,0 ug.
Ø  Vitamin B6 wanita 1,6 ug dan laki-laki 2,0 ug.
Ø  Vitamin B12 1,0 ug.
Ø  Asam Folat wanita 150 ug dan laki-laki 170 ug.
Ø  Vitamin C60 ug.
Ø  Vitamin D5 ug.
Ø  Vitamin E wanita 8 ug dan laki-laki 10 ug.

5.  Mineral
Pada usia lanjut di anjurkan mengonsumsi makanan fe,Zn,selenium, dan kalsium
untuk mencegah anemia dan pengeroposan tulang terutama pada wanita. Adapun
kebutuhan mineral untuk usia lanjut perhari adalah:
Ø  Kalsium wanita 500 mg dan laki-laki 600mg.
Ø  Zat besi wanita 14 ug dan laki-laki 13 ug.
Ø  Natrium (NaCl)2,8-7,8 g.
Ø  Seng (Zn) 15 ug.
Ø  Selenium wanita 55 ug dan laki-laki 70 ug.
Dianjurkan pada usia lanjut dengan tekanan darah tinggi mengonsumsi NaCl sejumlah
3 g per orang per hari karena dapat membantu menurunkan tekanan darah.
C. Peranan Gizi Bagi Lansia
Peranan Energi
· Energi untuk diukut dengan kalori dan menghasilkan dari karbohidrat,protein, dan
lemak.
· Kelebihan energi dapat memengaruhi terjadinya penyakit degeneratif,karena energy ini
disimpan dalam bentuk jaringan lemak.
· Penyakit jantung dan penyakit degeneratif lainnya lebih banyak terdapat pada orang-
orang dengan energi yang berlebihan.
·Kekurangan energi mengakibatkan berat badan rendah yang dapat mengakibatkan fungsi
umum menurun,seperti menurunnya daya tahan dan kesanggupan kerja.
Peranan Protein
· Pada usia lanjut fungsi protein yang di konsumsi tubuh tidak lagi untuk pertumbuhan.
Peranan protein yang utama adalah memelihara dan mengganti sel-sel jaringan yang
rusak,pengatur fungsi fisiologi organ tubuh.
· Kebutuhan protein pada usia lanjut didasarkan kepada kebutuhan orang dewasa muda
pada umur 25 tahun,yaitu pada pria 0,95g/kg berat badan/hari sedangkan pada wanita
0,87 g/kg berat badan/hari.
· Kecukupan protein yang dianjurkan untuk orang indosnesia adalah 50 g/hari untuk pria
dengan umur 60 tahun ke atas dan 44g/hari untuk wanita dengan umur 60 tahun ke
atas.
·Ia njurkan kebutuhan protein pada usia lanjut dipenuhi dari protein yang bernilai biologi
tinggi seperti telut, akan dan lain-lain karena kebutuhan asam-asam amino esensial
meningkat pada usia lanjut.Tetapi konsumsi protein yang berlebihan tidak bermanfaat
Karena akan dapat memberatkan fungsi ginjal dan hati.

Peranan lemak
·   Lemak merupakan sumber energi yang dapat disimpan di dalam tubuh sebagai
cadangan energy.
·   Konsumsi lemak yang berlebihan pada usia lanjut tidak dianjurkan karena dapat
meningkatkan kadar lemak dalam tubuh, khususnya kadar kolesterol darah.
·   Masukan lemak melalui makanan dianjurkan tidak melebihi 30% dari jumlah total
energi yang dibutuhkan.Untuk bangsa Indonesia konsumsi lemak dianjurkan tidak
melebihi 25% dari energi yang di butuhkan.

Peranan Mineral
Mineral dibutuhkan dalam jumlah sedikit namun peranannya sangat penting dalam
berbagai proses metabolik dalam tubuh,sehingga bila mengonsumsi mineral kurang dari
kebutuhan akan dapat mengganggu kelangsungan proses tersebut.
Kalsium
Pada proses menua terjadi gangguan absorpsi kalsium,karena itu sangat dianjurkan untuk
mengonsumsi susu 1 gelas/hari.Kebutuhan kalsium yang di anjurkan adalah 500
mg/orang/hari.Untuk yang menderita osteoporosis dianjurkan pemberian kalsium
sejumlah 800 mg/orang/hari.Namun kalsium yang di butuhkan pada usia 19-20 tahun
1.000 mg,sedangkan untuk usia lebih 51 tahun,kebutuhan kalsium sebesar 1.200 mg.
Fe/Zat besi
Kebutuhan Fe yang dianjurkan sebesar 9 mg/orang/hari untuk pria,sedangkan 8
mg/orang/hari untuk wanita.Anemia gizi sering terjadi pada usia lanjut,diakibatkan
rendahnya jumlah Fe dalam makanan yang di konsumsi ataupun adanya penyakit pada
lambung yang dapat mengganggu penyerapan Fe di dalam saluran pencernaan.Oleh
karena itu,sebaiknya dipilih zat besi yang berasal dari hewani.Konsumsi protein asal
hewan antara lain daging perlu di konsumsi dalam jumlah yang cukup tetapi tidak boleh
berlebihan,karena zat besi asal protein hewani lebih mudah diserap.
Natrium
Kebutuhan NaCl adalah 2,8-7,8 g/orang/hari.Dianjurkan lansia dengan tekanan darah
tinggi mengonsumsi NaCl sejumlah 3 mg/orang /hari karena dapat membantu
menurunkan tekanan darah.Pada keadaan ini menyebabkan nafsu makan usia lanjut
menurun,karena makanannya kurang garam.
Air
     Kebutuhan air meningkat dengan bertambahnya usia seseorang.Dengan berkurangnya
kemampuan ginjal,,maka air mempunyai peranan penting sebagai pengangkut sisa
metabolism dalam tubuh.Dianjurkan meminum air sebanyak 6-8 gelas atau lebih dalam
sehar.Air juga mempunyai peranan mendorong peristaltik usus sehingga dapat mencegah
kontipasi.

Peranan Serat
· Pada manula serat diperlukan memungkinkan proses buang air besar menjadi teratur dan
menghindari berbagai penyakit.
· Fungsi serat dalam usaha pencegahan penyakit yaitu mencegah penyakit jantung
koroner,kanker usus besar,penyakit diabetes melitus,penyakit divertikular (penonjolan
bagian luar usus), dan mencegah kegemukan.

Peranan Vitamin
       Secara umum vitamin mempunyai fungsi yaitu mengatur berbagai proses
metabolisme dalam tubuh,mempertahankan fungsi berbagai jaringan,memengaruhi
pertumbuhan dan pembentukan sel-sel baru dan membentuk pembuatan zat-zat tertentu
dalam tubuh.
Vitamin A
      Penghasilan yang baik,ketahanan jaringan,daya tahan tubuh terhadap infeksi sangat
tergantung kepada kecukupan Vitamin A.Pada pria maupun wanita usia umur 60 tahun ke
atas kecukupan Vitamin A adalah 3.500-4.000 mikrogram/orang/hari.
Vitamin B1/Tiamina
Kecukupan Vitamin B1 untuk pria lanjut adalah 1,2 mg/orang/hari dan 1,0 mg untuk
wanita lanjut.
Vitamin B6
      Kecukupan  Vitamin B6 yang dianjurkan pria lansia adalah 2,2 mikrogram/hari dan
2,0 mikrogram untuk wanita lanjut.
Folat
     Di dalam tubuh asam folat berfungsi memproduksi sel darah merah dan di butuhkan
untuk sintesis asam amino.
      Asam folat berfungsi sebagai kafaktor yang sangat penting dan juga merupakan
koenzim yang berfungsi mengatur proses remetilasi dan transulfurasi metabolisme
homosistein.Asam folat juga merupakan koenzim yang sangat besar peranannya
dalam reaksi di dalam tubuh,seperti sintesis DNA,pembelahan sel normal,sintetis
purin,interkonversi asam amino,dan berbagai reaksi seluler lainnya.konsumsi asam
folat tidak hanya berperan besar pada pembentukan jaringan otak janin saja,tetapi juga
berpotensi mengatasi kepikunan pada kelompok lanjut usia.Hasil penelitian
membuktikan,mengonsumsi makanan yang lunak yang banyak mengandung asam
folat akan menurunkan risiko terserang kanker usus besar.
Vitamin B12
      Vitamin B12 merupakan unsur penting untuk meningkatkan kemampuan daya
ingat,bahkan bisa mengatasi persoalan kelainan saraf di samping itu Vitamin B12
bekerja sama dengan asam folat memproduksi sel darah merah.
     Vitamin B12 juga berfungsi sebagai kofaktor yang sangat penting dan juga merupakan
koenzim yang berfungsi mengatur proses remetilasi dan transulfurasi metabolisme
homosistem kecukupan yang dianjurkan untuk B12 adalah 0,3 mikrogram/hari bagi
usia lanjut.
Vitamin C
      Vitamin C sangat bermangfaat untuk menghambat berbagai penyakit pada usia
tua,berfungsi antara lain meningkatkan kekebalan tubuh,melindungi dari serangan
kanker,melindungi arteri,meremajakan dan memproduksi sel darah putih,mencegah
katarak,memperbaiki kualitas sperma,dan mencegah penyakit gusi.Kecukupan
Vitamin C adalah 60 mg/hari.
Vitamin D
       Kecukupan Vitamin D yang dianjurkan lansia sebanyak 5 mikro gram/hari atau 200
IU.Pada umumnya konsumsi Vitamin D wanita usia lanjut rendah daripada pria usia
lanjut.
Vitamin E
       Vitamin E merupakan anti-oksida dan diduga berperan memperlambat proses ketuaan
pada usia lanjut.Kecukupan yang dianjurkan adalah 8mg alpha tokoferol untuk pria
dan 10 mg/hari untuk wanita.
Vitamin K
Kecukupan Vitamin K adalah 65 mcg/hari bagi wanita lansia dan 80 mgc/hari bagi
pria lansia.

D. Menu Seimbang bagi Lansia


Menu seimbang usia lanjut adalah susunan makanan yang mengandung cukup semua
unsure gizi yang di butuhkan para usia lanjut.
       Syarat menu seimbang untuk manula sehat:
1. Mengandung zat gizi dari beraneka ragam bahan makanan.
2. Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi oleh usia lanjut adalah 50% dari hidrat
arang yang merupakan hidrat arang konpleks (sayuran,kacang-kacangan,dan biji-
bijian).
3. Jumlah lemak dalam makanan dibatasi,yaitu 25-30% dari total kalori.
4. Jumlah protein yang baik dikonsumsi disesuaikan dengan usia lanjut yaitu 8-10% dari
total kalori.
5. Dianjurkan mengandung tinggi serat yang bersumber pada buah,sayur dan bermacam-
macam pati,yang konsumsi dengan jumlah secara bertahap.
6.  Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium,seperti susu nonfat,yoghurt,ikan
dan lain-lain.
7.  Makanan mengandung tinggi zat besi yang bersumber dari protein hewani.
8.  Membatasi penggunaan garam seperti monosodium glutamate,sodium
bikarbonat,sodium sistrate.
9.  Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan makanan yang segar dan
mudah di cerna.
10. Hindari bahan makanan yang mengandung tinggi alkohol.
11. Makanan seaiknya yang mudah di kunyah seperi makanan lembek.

E. Suplemen dan Lansia


Suplemen yang banyak ditawarkan pada lansia umumnya adalah suplemen yang
berkaitan dengan daya ingat,ketahanan tubuh,awet muda,mencegah penyakit,dan
memperpanjang umur.Pada produsen suplemen ini.Suplemen untuk fungsi kognitif
misalnya,merupakan jenis suplemen yang cukup menarik orang dewasa dan lanjut
usia.Banyak sekali variasi suplemen diklaim berfungsi membantu meningkatkan
fungsi kongnitif ini.Beberapa di antaranya merupakan campuran vitamin dan mineral
lengkap,atau hanya mengunggulkan satu jenis vitamin tertentu saja.
      Lansia mungkin membutuhkan suplemen,mengingat kondisi mereka yang
menurun,akan tetapi perlu di perhatikan secara seksama mengenai
penggunaannya.Salah-salah akibatnya justru akan berbahaya bagi lansia itu
sendiri.Suplemen makanan (nutraceutical)yang bersifat fungsional dalam
meningkatkan stamina dan ketahanan tubuhnya.Atau mungkin akan lebih baik jika
mengonsumsi makanan yang bersifat fungsional dengan kandungan antioksida yang
tinggi atau juga suplemen kalsium.
      Perbaikan setatus gizi tubuh melalui makanan dan minuman dan ditambah dengan
extra antioxidan merupakan benteng strategis dalam memperlambat proses
penuaan.Antioksidan dapat diperoleh dengan mudah melalui konsumsi sayur-sayuran
dan buah-buahan yang mencapai 400-800g/hari.
      Zat gizi protein sebaiknya diperoleh melalui ikan,sedikit daging,telur dan
susu,dan banyak kacang-kacangan.Karbohidrat sebaiknya bersumber dari bahan-
bahan yang tidak murni seperti beras tidak sosoh,beras jagung tepung terigu dan
gandum utuh,singkong,ubijalar,beras jangung,tepung terigu dan gandum
utuh,singkong,ubijalar,talas,pisang,dan sebagainya.Lemak diusahakan berasal dari
lemak nabati yang cukup mengandung asam oleat,linoleat,dan linolenat,yang banyak
terdapat dalam jagung,kedelai,alpukat.Namun konsumsi karbohidrat dan lemak
harus secukupnya saja,sehingga tidak menyebabkan kelebihan berat badan.
      Makanan merupakan suplemen zat gizi untuk semua orang.suplemem hanyalah
sebagai suplrmrn.Ia tidak dapat menggantikan makanan.Untuk orang-orang yang
memiliki keinginan untuk mencapai kondisi kesehatan optimal,tidak ada istilah
terlambat untuk memulai hidup sehat,yaitu makan dengan benar,minum air,olahraga
teratur dan daya hidup sehat lainnya,demikian juga dengan lansia.

Angka Kecukupan Energi Dan Zat Gizi Yang Dianjurkan Untuk Lansian Dalam Sehari
Komposisi Laki-laki Perempuan
Energi (Kal) 1960 1700
Protein (gram) 50 44
Vitamin A (RE) 600 500
Thiamin (B1) (mg) 0.8 0.7
Riboflavin (B2)(mg) 1.0 0.9
Niasin (B3) (mg) 8.6 7.5
Vitamin B12 (mg) 1.0 1.0
Asam folat (mikrogram) 170 150
Vitamin C (mg) 40 30
Kalsium (mg) 500 500
Fosfor (mg) 500 450
Besi (mg) 13 16
Seng (mg) 15 15
Iodium (mikrogram) 150 150

F.     Faktor-faktor yang harus di perhatikan pada lansia

a. Lingkungan Sosial
Sosialisasi terhadap lingkungan sekitarnya untuk menghindari terjadinya depresi,
stres, paranoia, dan gangguan lain dengan cara :
·Melakukan komunikasi dengan keluarga, teman maupun tetangga sekitar.
·Melakukan aktivitas yang sesuai minat dan kemampuannya untuk mengisi waktu
luang.
·Berkumpul bersama teman-teman semasa sekolah/kerja dan membuat teman baru
untuk menggantikan mereka yang telah meninggal atau yang telah pindah.
Adapun bagi keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang lanjut usia :
·Memberikan kenyamanan dengan suasana keluarga yang bahagia dan harmonis.
.Memberikan semangat dalam diri lansia untuk tetap berproduktivitas dalam
hidupnya.
·Memberikan semangat dalam hal spiritual untuk mengurangi perasaan takut/khawatir
dalam diri lansia.
b.Gizi (Suplemen)
·Untuk menjaga kondisi kesehatan yang prima dan tetap produktif di hari tua, butuh zat
gizi yang cukup sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu, sehingga kesadaran
akan perlunya menjaga konsumsi yang bergizi seimbang seharusnya memang dimulai
sejak usia muda sehingga setelah di usia lanjut masalah gizi dapat di tanggulangi
dengan baik.
·Makana yang bervariasi dengan sekurang-kurangnya tiga sajian sayur-sayuran, dua
sajian buah-buahan dan enam sajian hasil padi-padian setiap hari dapat di berikan untuk
memenuhi kebutuhan zat gizi lansia dan pemilihan makanan yang berbeda dari setiap
kelompok makanan merupakan metode yang paling baik untuk memastikan masukan
zat gizi yang cukup.
· Untuk mengatasi perubahan fungsi saluran pencernaan maka di sarankan untuk
mengonsumsi makanan berserat tinggi setiap hari dan minum paling sedikit delapan
gelas cairan seperti air, jus, dan lain-lain setiap haru untuk melembutkan feces.
·  Untuk suplementasi tidak ada suplemen kecuali kalsium yaitu 1.000-1.500 mg/hari
yang membutuhkan secara rutin oleh manula atau orang dewasa. Namun jika penilaian
menunjukan defisiensi spesifik maka suplemen mungkin dibutuhkan untuk
mengoreksinya.

Dalam memenuhi kebutuhan nutrisi lansia maka perlu memerhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1. Maka yang diberikan/disajikan harus cukup memenuhi kebutuhan gizi.
2. Pemberian makanan pada waktunya secara teratur serta dalam porsi kecil tapi sering.
3. Memberikan makanan terhadap dan bervariasi terutama bila nafsu makanya berkurang
4. Memperhatikan makanan agar sesuai dengan selera.
5. Memberikan makanan lunak untuk menghindari obstipasi dan memudahkan
mengunyah.
6. Melakukan terapi gizi untuk usia lanjut yang menderita sakit yang dilakukan oleh ahli
gizi.

c. Pola Hidup
Pada usia lanjut 90% tingkat kesegaran jasmaninya rendah terutama pada komponen
daya tahan kardio respirasi dan kekuatan otot. Maka hal yang dapat dilakukan lansia
untuk memperbaiki fungsi kardiovaskular dan menimbilkan perasaan segar adalah
melakukan olahraga adalah satu bentuk latihan fisik yang memberikan pengaruh yang
baik/positif terhadap kemampuan fisik seseorang apabila dilakukan secara baik dan benar.
Melakukan latihan fisik yang baik dapat bermanfaat sebagai upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif dan apabila ditinjau secara fisiologi, psikologi dan social
memberikan dampak secara langsung dan jangka panjang.
     
      Manfaat Fisiologi :
1. Dampak langsung dapat membantu :
Ø  pengaturan kadar gula rendah;
Ø  merangsang adrenalin dan nonadrenalin;
Ø  peningkatan kualitas dan kuantitas tidur;

2. Dampak jangka panjang dapat meningkatkan :


Ø  Daya tahan aerobik/kardiovaskular;
Ø  Kekuatan otot rangka;
Ø  Kelenturan;
Ø  Keseimbangandan koordinasi gerak;
Ø  Kelincahan gerak;

Manfaat Psikologis :
1.  Dampak langsung dapat membantu :
Ø  Member perasaan santai;
Ø  Mengurangi ketegangan dan kecemasan;
Ø  Meningkatkan perasaan senang.

2. Dampak jangka panjang dapat meningkatkan :


Ø  Kesegaran jasmani dan rohani secara utuh;
Ø  Kesehatan jiwa;
Ø  Fungsi kognitif;
Ø  Penampilan dan fungsi motorik;
Ø  Keterampilan.
Manfaat Sosial :
1. Dampak langsung dapat membantu :
Ø  Pemberdayaan usia lanjut;
Ø  Peningkatan integritas social dan kultur.

2.  Dampak jangka panjang dapat meningkatkan :


Ø  Keterpaduan;
Ø  Hubungan kesetiakawanan social;
Ø  Jaringan kerja sama social budaya;
Ø  Pertahanan peran dan pembentukan peran baru;
Ø  Kegiatan antargenerasi.

Macam-macam olahraga/latihan yang baik bagi usia lanjut dalam memelihara kebugaran
kesegaran fisik antara lain:
1.Pekerjaan rumah dan berkebun dapat memberikan suatu latihan yang dibutuhkan untuk
menjaga kesegaran jasmani.
2.Berjalan-jalan. Baik untuk meregangkan otot-otot kaki dan untuk meningkatkan daya
tahan tubuh.
3.Jalan cepat. Berguna untuk mempertahankan kesehatan dan kesegaran jasmani dan
merupakan cara yang aman, murah, menyenangkan, mudah dan berguna apabila
dilakukan dengan benar.
Pemenuhan Kebutuhan Istrahat
     Biasanya pada usia lanjut terjadi gangguan pola tidur sehingga dapat menyebabkan
perubahan fisik. Maka untuk dapat memberikan kebutuhan istrahat yang cukup untuk
menjaga kesehatan lansia maka dapat dilakukan:
1. Memberikan tempat tidur yang nyaman.
2. Mengatur lingkungan yang cukup ventilasi, bebas darai bau-bauan.
3. Memberikan minum hangat sebelum tidur misalnya susu hangat.

Pola Makan
            Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai
macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang dan
merupakan ciri khas masyarakat tertentu. Pola makan yang tidak seimbang akan
menyebabkan ketidakseimbangan zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan
terjadinya kekurangan gizi atau sebaliknya pola konsumsi yang tidak seimbang juga
mengakibatkan zat gizi tertentu berlebih dan menyebabkan terjadinya gizi lebih. Asupan
zat gizi yang tepat berperan dalam menciptakan kesehatan lansia secara optimal,
kecukupan gizi akan terpenuhi jika para lansia memerhatikan pola makan yang beragam
dan bergizi seimbang. Pengurangan waktu makan dapat menyebabkan zat gizi menjadi
tidak seimbang. Dengan demikian, adanya lansia yang tidak teratur makannya dapat
menyebabkan tidak seimbang konsumsi zat gizi yang akan berpengaruh pada status
gizinya.
Pengaturan makan untuk usia lanjut sebagai berikut :
a. Jadwal waktu makan dibuat lebih sering dengan porsi kecil.
b. Banyak minum dan kurangi garam.
c. Membatasi asupan makanan sumber kalori untuk menjaga berat badan tetap dalam
batas normal.
d. Memilih jenis makan yang mengandung serat agar buang air besar menjadi mudah dan
teratur.
e.  Bagi mereka yang proses penuaannya sudah lebih lanjut perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut

Ø  Makanlah makanan yang mudah dicerna;


Ø  Hindari makanan yang terlalu manis dan gurih;
Ø  Bila ada kesukaan mengunyah, makanan harus lunak/dicicang.
Ø  Makanan selingan diberikan pada jam 10.00 pagi dan jam 16.00 sore.

Membatasi Minum Kopi dan Teh


Sebaiknya pada usia lanjut minum kopi atau teh yang diencerkan. Teh dan kopi encer
baik pula untuk merangsang gerakan usus dan menambah nafsu makan.

Pengkajian Status Gizi Lansia


Keadaan gizi seseorang memengaruhi penampilan, pertumbuhan dan perkembangan,
kondisi kesehatan, serta ketahanan tubuh terhadap penyakit. Mengkaji status gizi usia
lanjut sebaiknya menggunakan lebih dari satu parameter, sehingga hasil kajian lebih
mendekati atau lebih akurat.
Hal-hal yang dilakukan guna menghasilkan kajian yang akurat dengan jalan
melakukan :
1.Anamnesis
Dalam anamnesis yang perlu digali dari usia lanjut dan keluarganya antara lain:
·    Riwayat asupan makanan, termasuk pola makanan, kebiasaan makan, makanan yang
disukai atau tidak disukai, alergi makanan, dan lain-lain.
·    Faktor sosial, ekonomi dan budaya.
·    Riwayat penyakit yang pernah diderita.
·    Obat-obatan yang diminum saat itu maupun sebelumnya.
·    Riwayat kebiasaan buang air besar dan buang air kecil.
2.   Pemeriksaan Tanda Vital
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan tanda vital adalah:
·    Derajat penurunan atau perubahan kesedaran.
·    Pemeriksaan tekanan darah dan frekuensi jantung atau nadi yang dilakukakan dalam
posisi berbaring, duduk dan berdiri.
·    Pemeriksaan frekuensi napas untuk mengetahui apakah ada asidosis.
3.   Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada usia lanjut meliputi:
a.   Tanda-tanda klinis kurang gizi atau lebih
Ø  Kurang gizi      : sangat kurus, pucat atau bengkak.
Ø  Gizi lebih         : gemuk atau sangat gemuk (obesitas)

b.      Sistem kardiovaskular.
c.       Sistem pernapasan.
d.      Sistem gastrointestinal.
e.       Sistem genitourinarius.
f.       Sistem musculoskeletal.
g.      Sistem metabolik atau endokrin.
h.      Sistem neurologis atau psikiatik.
4.   Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendukung diagnosis penyakit serta untuk
menentukan entervensi gizi, pemeriksaan laboratorium antara lain:
a.  Darah : Hb, kolesterol total, HDL, LDL, gula darah, urrum, creatimin, asam urat dan
trigliserida serta kadar vitamin dan mineral.
b.  Urine : Glukosa atau kadar gula, albumin.
c.   Faces : fungsi pencernaan, serat dan lemak.
5.   Penilaian Antropemetri

Tinggi badan menurun dengan kecepatan 0,03 cm per tahun sampai usia 45 tahun dan
0,28 cm per tahun. Pemendekan ini diduga akibat penipisan lempeng tulang belakang, di
samping pengurangan masa tulang. Susutan ini ditaksir sebanyak 12% (lelaki) dan 25%
(wanita), yang kemudian tampak sebagai osteoporosis dan kifosis.
Berta badan sebaiknya ditimbang setiap minggu bagi lansia yang dirawa di rumah sakit,
atau diasuh di panti wreda : dan cukup 2-3 bulan sekali bagi mereka yang masih sanggup
melakukan kegiatan fisik. Berat badan ideal lansia sulit ditentukan karena berat acuan
mereka yang seusia sukar diperoleh. Oleh karena itu, perubahan berat badan dijadikan
indicator yang peka dalam penentuan resiko gizi.

Berbagai cara pengukuran antropometri dapat di gunakan untuk menentukan status gizi.
Cara lain yang dapat dilakukan sesuai dengan kondisi usua, yaitu dengan mengukur tinggi
lutut (knee high). Cara pengukuran antropometri lansia antara lain:
a.       Menghitung indeks masa tubuh (IMT)

        Status gizi ditentukan bila IMT :

Untuk Wanita Untuk Laki-Laki


Normal         17-23 Normal         18-26
Kegemukan  23-27 Kegemukan  25-27
Obesitas         > 27 Obesitas          >27

b. Menggunakan rumus Brocca


Cara ini digunakan untuk mengukur berat badan ideal dengan menggunakan
rumus :
BB Ideal = (TB-100)-10% (TB-100)

Batas ambang yang diperbolehkan adalah + 10%. Bila > 10% sudah kegemukan dan bila
>20% terjadi obesitas.

c. Menghitung tinggi lutut


Mengitung tinggi lutut di gunakan pada usia lanjut yang tulang punggunya terjadi
osteoporosis (keropos), sehingga terjadi penurunan tinggi badan sesungguhnya
dengan rumus :

Tinggi Badan (laki-laki)      = 59,01 + (2,08 x Tinggi Lutut)


Tinggi Badan (Perempuan) = 75,00 + (1,91 x Tinggi Lutut)

Catatan:
Ø  TL = Tinggi lutut (cm)
Ø  Setelah mengetahui TB dan tinggi lutut, selanjutnya IMT dihitung seperti rumus di
atas
Ø  Cara mengukur tinggi lutut.
A.    Untuk orang sehat (dapat duduk)
1.      Orang yang diukur duduk pada kursi.
2.      Posisi duduk sempurna (badan tegak, tangan bebas ke bawah dan muka menghadap
ke depan).
3.      Lutut kedua kaki membentuk sudut siku (900).
4.      Telapak kaki kiri (yang diukur) juga membentuk sudut siku (900).
5.      Pasang alat pengukur tepat pada telapak kaki kiri bagian tumit dan lutut.
6.      Baca angka (panjang lutut) pada alat secara seksama
7.      Catat angka hasil pengukuran.

B.     Untuk orang sakit (tidak dapat duduk)


1.      Pasien tidur terlentang pada tempat tidur (usahakan posisi tempat tidur/kasur
rata/horizontal).
2.      Tempatkan alat penyangga di antara lipatan pada paha dan betis kaki kiri
membentuk sudut siku (900).
3.      Beri bantuan dengan bantal pada bagian pantat pasien jika alat penyangga terlalu
tinggi.
4.      Telapak kaki kiri pasien membentuk sudut 900.
5.      Pasang alat pengukur tepat pada telapak kaki kiri pada bagian tumit dan lutut.
6.      Baca angka (panjang lutut) pada alat secara seksama.
7.      Catat angka hasil pengukuran.
6.      Pengkajian Asupan Makanan Per Hari   
Untuk mengetaui konsumsi makanan dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Metode kualitatif dilakukan untuk mengetahui pola makan dan metode kuantitatif untuk
mengetahui jumlah asupan makanan per hari.
Secara kuantitatif dapat dilakukan dengan metode food recall, food record serta  food
weighing, sedangkan metode kualitatif dilakukan dengan menanyakan frekuensi makan
dan riwayat makanan.
Dalam pengkajian asupan makanan, ada empat tingkat kegiatan, yaitu:
a.       Pengukuran asupan makanan;
b.      Pengukuran asupan zat gizi;
c.       Perhitungan absorbs zat gizi; dan
d.      Membandingkan antara asupan zat gizi dan kebutuhannya.

11. Pengkajian Status Gizi Biokimia


Proses menua dapat terlihat secara fisik dengan perubahan yang terjadi pada tubuh
dan berbagai organ serta penurunan fungsi tubuh:
1. Masao tot yang berkurang dan masa lemak yang bertambah, mengakibatkan jumlah
cairan tubuh juga berkurang, sehingga kulit kelihatan ngerucut dan kering, wajah
keriput serta muncul gari-garis yang menetap. Oleh sebab itu, pada usia lanjut sering
kali terlihat kurus.
2.  Penurunan indera penglihatan akibat katarak pada usia lanjut sehingga dihubungkan
dengan kekurangan Vitamin A, Vitamin C, dan asam folat. Adapun gangguan pada
indera pengecap yang dihubungkan dengan kekurangan kadar Zn dapat menurunkan
nafsu makan.
3.  Dengan banyaknya gigi gerigi yang sudah tanggal mengakibatkan gangguan fungsi
mengunyah yang berdampak pada kurangnya asupan gizi pada lansia.
4.   Penurunan mobilitas usus menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan seperti
perut kembung, nyeri yang menurunkan nafsu makan usia lanjut. Penurunan mobilitas
usus juga dapat menyebabkan susah buang air besar yang dapat menyebabkan wasir.
5.  Akibat proses menua kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam jumlah besar juga
berkurang. Akibatnya dapat terjadi pengeceran natrium sampai dapat terjadi
hiponetremia yang menimbulkan rasa lelah.
6.   Makanan yang dihadapi oleh semua mausia dan juga seluruh umat manusia adalah
proses menua atau penuaan. Dalam tubuh terjadi perubahn-perubahan structural yang
merupakan proses degeneratif. Misalnya sel-sel mengecil atau menciut, jumlah sel
berkurang, terjadi perubahan isi atau komposisi sel, pembentukan jaringan ikat baru
menggantikan sel-sel yang menghilang atau menciut dengan akibat timbulnya
kekemunduran fungsi organ-organ tubuh pada lansia

E. Isu-Isu, Strategi Dan Kegiatan Untuk Promosi Kesehatan Dan Kesejahteraan


Lansia Serta Dukungan Terhadap Orang Yang Terlibat Merawat Lansia

1. Pengertian dan Lingkup Promosi Kesehatan


Dewasa ini promosi kesehatan (health promotion) telah menjadi bidang yang semakin
penting dari tahun ke tahun. Dalam tiga dekade terakhir, telah terjadi perkembangan
yang signifikan dalam hal perhatian dunia mengenai masalah promosi kesehatan. Pada
21 November 1986, World Health Organization (WHO) menyelenggarakan
Konferensi Internasional Pertama bidang Promosi Kesehatan yang diadakan di
Ottawa, Kanada. Konferensi ini dihadiri oleh para ahli kesehatan seluruh dunia, dan
menghasilkan sebuah dokumen penting yang disebut Ottawa Charter (Piagam
Ottawa). Piagam ini menjadi rujukan bagi program promosi kesehatan di tiap negara,
termasuk Indonesia.
Dalam Piagam Ottawa disebutkan bahwa promosi kesehatan adalah proses yang
memungkinkan orang-orang untuk mengontrol dan meningkatkan kesehatan mereka
(Health promotion is the process of enabling people to increase control over, and to
improve, their health, WHO, 1986). Jadi, tujuan akhir promosi kesehatan adalah
kesadaran di dalam diri orang-orang tentang pentingnya kesehatan bagi mereka
sehingga mereka sendirilah yang akan melakukan usaha-usaha untuk menyehatkan
diri mereka.
Lebih lanjut dokumen itu menjelaskan bahwa untuk mencapai derajat kesehatan yang
sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, individu atau kelompok harus mampu
mengenal serta mewujudkan aspirasi-aspirasinya untuk memenuhi kebutuhannya dan
agar mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial
budaya, dan sebagainya). Kesehatan adalah sebuah konsep positif yang
menitikberatkan sumber daya pada pribadi dan masyarakat sebagaimana halnya pada
kapasitas fisik. Untuk itu, promosi kesehatan tidak hanya merupakan tanggung jawab
dari sektor kesehatan, akan tetapi jauh melampaui gaya hidup secara sehat untuk
kesejahteraan (WHO, 1986).
Penyelenggaraan promosi kesehatan dilakukan dengan mengombinasikan berbagai
strategi yang tidak hanya melibatkan sektor kesehatan belaka, melainkan lewat
kerjasama dan koordinasi segenap unsur dalam masyarakat. Hal ini didasari pemikiran
bahwa promosi kesehatan adalah suatu filosofi umum yang menitikberatkan pada
gagasan bahwa kesehatan yang baik merupakan usaha individu sekaligus kolektif
(Taylor, 2003).
Bagi individu, promosi kesehatan terkait dengan pengembangan program kebiasaan
kesehatan yang baik sejak muda hingga dewasa dan lanjut usia (Taylor, 2003). Secara
kolektif, berbagai sektor, unsur, dan profesi dalam masyarakat seperti praktisi medis,
psikolog, media massa, para pembuat kebijakan publik dan perumus perundang-
undangan dapat dilibatkan dalam program promosi kesehatan. Praktisi medis dapat
mengajarkan kepada masyarakat mengenai gaya hidup yang sehat dan membantu
mereka memantau atau menangani risiko masalah kesehatan tertentu. Para psikolog
berperan dalam promosi kesehatan lewat pengembangan bentuk-bentuk intervensi
untuk membantu masyarakat memraktikkan perilaku yang sehat dan mengubah
kebiasaan yang buruk. Media massa dapat memberikan kontribusinya dengan
menginformasikan kepada masyarakat perilaku-perilaku tertentu yang berisiko
terhadap kesehatan seperti merokok dan mengonsumsi alkohol. Para pembuat
kebijakan melakukan pendekatan secara umum lewat penyediaan informasi-informasi
yang diperlukan masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan gaya hidup
sehat, serta penyediaan sarana-sarana dan fasilitas yang diperlukan untuk mengubah
kebiasaan buruk masyarakat. Berikutnya, perumus perundang-undangan dapat
menerapkan aturan-aturan tertentu untuk menurunkan risiko kecelakaan seperti
misalnya aturan penggunaan sabuk pengaman di kendaraan (Taylor, 2003).
2. Lingkup promosi kesehatan
Oleh karena itu, lingkup promosi kesehatan dapat disimpulkan sebagai berikut (Iqi,
2008):

a. Pendidikan kesehatan (health education) yang penekanannya pada


perubahan/perbaikan perilaku melalui peningkatan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan.
b. Pemasaran sosial (social marketing), yang penekanannya pada pengenalan
produk/jasa melalui kampanye.
c. Upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan informasi) yang tekanannya pada
penyebaran informasi.
d. Upaya peningkatan (promotif) yang penekanannya pada upaya pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan.
e. Upaya advokasi di bidang kesehatan, yaitu upaya untuk memengaruhi
lingkungan atau pihak lain agar mengembangkan kebijakan yang berwawasan
kesehatan (melalui upaya legislasi atau pembuatan peraturan, dukungan
suasana, dan lain-lain di berbagai bidang/sektor, sesuai keadaan).
f. Pengorganisasian masyarakat (community organization), pengembangan
masyarakat (community development), penggerakan masyarakat (social
mobilization), pemberdayaan masyarakat (community empowerment), dll.

3. Kegiatan Promosi Kesehatan


Kesehatan memerlukan prasyarat-prasyarat yang terdiri dari berbagai sumber daya
dan kondisi dasar, meliputi perdamaian (peace), perlindungan (shelter), pendidikan
(education), makanan (food), pendapatan (income), ekosistem yang stabil (a stable
eco-system), sumber daya yang berkesinambungan (a sustainable resources), serta
kesetaraan dan keadilan sosial (social justice and equity) (WHO, 1986). Upaya-upaya
peningkatan promosi kesehatan harus memerhatikan semua prasyarat tersebut.
WHO, lewat Konferensi Internasional Pertama tentang Promosi Kesehatan di Ottawa
pada tahun 1986, telah merumuskan sejumlah kegiatan yang dapat dilakukan oleh
setiap negara untuk menyelenggarakan promosi kesehatan. Berikut akan disediakan
terjemahan dari Piagam Ottawa pada bagian yang diberi subjudul Health Promotion
Action Means. Menurut Piagam Ottawa, kegiatan-kegiatan promosi kesehatan berarti:
a. Membangun kebijakan publik berwawasan kesehatan (build healthy public
policy)
b. Menciptakan lingkungan yang mendukung (create supportive environments)
c. Memerkuat kegiatan-kegiatan komunitas (strengthen community actions)
d. Mengembangkan keterampilan individu (develop personal skills)
e. Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health services)
f. Bergerak ke masa depan (moving into the future)

4. Strategi Promosi Kesehatan


a. Advokasi
Advokasi (advocacy) adalah kegiatan memberikan bantuan kepada masyarakat
dengan membuat keputusan ( Decision makers ) dan penentu kebijakan ( Policy
makers ) dalam bidang kesehatan maupun sektor lain diluar kesehatan yang
mempunyai pengaruh terhadap masyarakat. Dengan demikian, para pembuat
keputusan akan mengadakan atau mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam
bentuk peraturan, undang-undang, instruksi yang diharapkan menguntungkan
bagi kesehatan masyarakat umum. Srategi ini akan berhasil jika sasarannya tepat
dan sasaran advokasi ini adalah para pejabat eksekutif dan legislatif, para
pejabat pemerintah, swasta, pengusaha, partai politik dan organisasi atau LSM
dari tingkat pusat sampai daerah. Bentuk dari advokasi berupa lobbying melalui
pendekatan atau pembicaraan-pembicaraan formal atau informal terhadap para
pembuat keputusan, penyajian isu-isu atau masalah-masalah kesehatan yang
mempengarui kesehatan masyarakat setempat, dan seminar-seminar kesehatan. (
Wahid Iqbal Mubarak, Nurul Chayantin2009 ).
b. Kemitraan
Di Indonesia istilah Kemitraan (partnership) masih relative baru, namun
demikian prakteknya di masyarakat sebenarnya sudah terjadi sejak saman
dahulu. Sejak nenek moyang kita telah mengenal istilah gotong royong yang
sebenarnya esensinya kemitraan.
Robert Davies, ketua eksekutif “The Prince of Wales Bussines Leader Forum”
(NS Hasrat jaya Ziliwu, 2007) merumuskan, “Partnership is a formal cross
sector relationship between individuals, groups or organization who :

1) Work together to fulfil an obligation or undertake a specific task


2) Agree in advance what to commint and what to expect
3) Review the relationship regulary and revise their agreement as
necessary, and
4) Share both risk and the benefits
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kemitraan adalah
suatu kerjasama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau
organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Dalam
kerjasama tersebut ada kesepakatan tentang komitmen dan harapan masing-masing,
tentang peninjauan kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah
dibuat,dan saling berbagi baik dalam resiko maupun keuntungan yang diperoleh.
Dari definisi ini terdapat tiga (3) kata kunci dalam kemitraan, yakni:

1) Kerjasama antar kelompok, organisasi dan Individu


2) Bersama-sama mencapai tujuan tertentu ( yang disepakati bersama )
3) Saling menanggung resiko dan keuntungan
Pentingnya kemitraan (partnership) ini mulai digencarkan oleh WHO pada
konfrensi internasional promosi kesehatan yang keempat di Jakarta pada tahun
1997. Sehubungan dengan itu perlu dikembangkan upaya kerjasama yang saling
memberikan manfaat. Hubungan kerjasama tersebut akan lebih efektif dan efisien
apabila juga didasari dengan kesetaraan.
Peran Dinas Kesehatan dalam Pengembangan Kemitraan di Bidang
Kesehatan. Beberapa alternatif peran yang dapat dilakukan, sesuai keadaan,
masalah dan potensi setempat adalah :

1) Initiator : memprakarsai kemitraan dalam rangka sosialisasi dan


operasionalisasi Indonesia Sehat.
2) Motor/dinamisator : sebagai penggerak kemitraan, melalui pertemuan
kegiatan bersama, dll.
3) Fasilitator : memfasiltasi, memberi kemudahan sehingga kegiatan
kemitraan dapat berjalan lancar.
4) Anggota aktif : berperan sebagai anggota kemitraan yang aktif.
5) Peserta kreatif : sebagai peserta kegiatan kemitraan yang kreatif.
6) Pemasok input teknis : memberi masukan teknis (program kesehatan).
7) Dukungan sumber daya : memberi dukungan sumber daya sesuai keadaan,
masalah dan potensi yang ada.
c. Pemberdayaan Masyarakat ( Empowerment )
Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment),
berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama
pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan
seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain
melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka.
Ilmu sosial tradisional menekannkan bahwa kekuasaan berkaitan dengan
pengaruh dan kontrol. Pengertian ini mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai
suatu yang tidak berubah atau tidak dapat dirubah. Kekuasaan tidak vakum dan
terisolasi. Kekuasaan senantiasa hadir dalam konteks relasi sosial antara
manusia.Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial. Karena itu, kekuasaan dan
hubungan kekuasaaan dapat berubah. Dengan pemahaman kekuasaan seperti ini,
pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep
yang bermakna. Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya proses
pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal :

1) Bahwa kekuasaan dapat berubah, Jika kekuasaan tidak dapat berubah


pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun.
2) Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada
pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.
Pemberdayaan (Empowernment) adalah sebuah konsep yang lahir sebagai
bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat,
utamanya Eropa. Untuk memahami konsep pemberdayaan secara tepat dan
jernih memerlukan upaya pemahaman latar belakang kontekstual yang
melahirkannya. Konsep tersebut telah begitu meluas diterima dan dipergunakan,
mungkin dengan pengertian presepsi yang berbeda satu dengan yang lain.
Penerimaan dan pemakaian konsep tersebut secara kritikal tentulah meminta
kita mengadakan telaah yang sifatnya mendasar dan jernih.
Konsep pemberdayaan mulia Nampak disekitar decade 70-an, dan kemudian
berkembang terus sepanjang decade 80-an dan sampai decade 90-an atau akhir
abad ke-20 ini. Diperkirakan konsep ini muncul bersamaan dengan aliran-aliran
seperti Eksistensialisme, Phenomelogi, Personalisme, kemudian lebih dekat
dengan gelombang New-Marxisme, freudialisme, aliran-aliran seperti
Sturktualisme dan Sosiologi Kritik Sekolah Frankfurt serta konsep-konsep
seperti elit, kekuasaan, anti-astabilishment, gerakan populasi, anti-struktur,
legitimasi, ideology, pembebasn dan konsep civil society (Pranarka &
Moeljarto, 1996).
Istilah Pemberdayaan masyarakat tidak menganut pendekatan mobilisasi tetapi
partisipatif. Pada pendekatan partisipatif ini, perencana, agents dan masyarakat
yang dijadikan sasaran pembangunan bersama-sama merancang dan
memikirkan pembangunan yang diperlukan oleh masyarakat (Sairin, 2002).
Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) kini telah dijadikan
sebuah strategi dalam membawa masyarakat dalam kehidupan sejahtera secara
adil dan merata. Strategi ini cukup efektif memandirikan masyarakat pada
berbagai bidang, sehingga dibutuhkan perhatian yang memadai. Oleh kerena itu,
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Achmad Suyudi mengingstruksikan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menggerakkan masyarakat melakukan
upaya-upaya pencegahan penyakit.
Pemberdayaan masyarakat secara umum lebih efektif jika dilakukan melalui
program pendampingan masyarakat (community organizing and defelopment),
karena pelibatan masyarakat sejak perencanaan (planning), pengorganisasian
(Organising), pelaksanaan (Actuating) hingga evaluasi atau pengawasan
(Controlling) program dapat dilakukan secara maksimal. Upaya ini merupakan
inti dari pelaksanaan pemberdayaan masyarakat (Halim, 2000).
Pelibatan masyarakat melalui pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen;
perencanaan (Planning), pengorganisasiaa.n (Organising), pelaksanaan
(Actuating) hingga evaluasi atau pengawasan (Controlling) program atau biasa
disingkat POAC telah diadopsi untuk program-program bidang kesehatan.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan derajad kesehatan masyarakat
(Notoadmojo, 2003).

Dukungan Terhadap Orang Yang Terlibat Merawat Lansia

 Dukungan Keluarga
Studi-studi tentang dukungan keluarga telah mengkonseptualisasikan dukungan sosial
sebagai koping keluarga (Friedman, 1985: Stez et al, 1986 dalam Friedman, 1998). Dukungan
sosial keluarga merupakan bantuan penting guna membantu keluarga yang sedang mengalami
kondisi tertentu yang berkaitan dengan masalah yang akan muncul dalam keluarga.
Dukungan sosial keluarga sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dan lingkungan
sosialnya (Friedman, Bowden & Jones, 2003).

Studi-studi tentang dukungan keluarga telah mengkonseptualisasikan dukungan sosial


sebagai koping keluarga (Friedman, 1985: Stez et al, 1986 dalam Friedman, 1998). Dukungan
sosial keluarga merupakan bantuan penting guna membantu keluarga yang sedang mengalami
kondisi tertentu yang berkaitan dengan masalah yang akan muncul dalam keluarga.
Dukungan sosial keluarga sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dan lingkungan
sosialnya (Friedman, Bowden & Jones, 2003).

Dukungan keluarga dalam kapasitas perkembangan keluarga adalah bertujuan untuk


mengatur dan mengatasi adanya periode krisis dan adanya kondisi stres kronik dalam
keluarga (Kaakinen et al., 2010). Selanjutnya Kaakinen menyatakan bahwa kondisi ini dapat
berkontribusi dan mempengaruhi kesejahteraan anggota keluarga. Hasil penelitian
MaZumdar (2004) pada lansia yang tinggal dengan anak-anaknya menyatakan bahwa 71,5%
lansia dengan kondisi kesehatan yang baik. Peningkatan kesehatan dan kesejahteraan lansia
yang tinggal dengan keluarga dipengaruhi dukungan yang kuat dari keluarga.

Dukungan keluarga merupakan sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan,
sifat dan jenis dukungan akan berbeda dalam tahap-tahap siklus kehidupan manusia. Dalam
setiap tahap siklus kehidupan, dukungan keluarga membuat keluarga mampu berfungsi denga
berbagai hal dan akibatnya adalah meningkatnya kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman,
Bowden & Jones, 2003). Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan keluarga yang adekuat
terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari penyakit, dan
untuk kalangan kaum tua atau lansia dapat meningkatkan fungsi kognitif, fungsi fisik dan
menunjang kesehatan emosi (Ryan & Austin, 1989 dalam Friedman, Bowden & Jones, 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Lam dan Boey (2004) menyatakan bahwa 24,7%
lansia mengalami gangguan kesehatan mental dan 29,7% mengalami depresi. Kondisi yang
dialami oleh lansia berhubungan dengan kondisi lansia meliputi lingkungan tempat tinggal
lansia, ketersediaan pemberi bantuan atau pemberi pelayanan pada lansia dan kurangnya
dukungan keluarga pada lansia.

Menurut Caplan (1976 dalam Friedman, Bowden & Jones, 2003) bahwa keluarga
memiliki fungsi pendukung. Fungsi dukungan tersebut meliputi dukungan informasional
dimana keluarga berfungsi sebagai pencari dan dan menyampaikan informasi, dukungan
emosional dimana keluarga berfungsi membantu dalam penguasaan emosional, dukungan
kongkrit yang berupa dukungan langsung termasuk bantuan finansial, dukungan untuk
perawatan anak, perawatan fisik lansia, berbelanja dan melakukan tugas rumah tangga dan
dukungan penghargaan dimana keluarga memberikan umpan balik pada anggota keluarga.
Dukungan keluarga sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dan lingkungan sosial
(Kaakinen et al., 2010).

 Dukungan sosial

Didefinisikan sebagai pertukaran informasi pada tingkat interpersonal yang


memberikan dukungan emosional, dukungan harga diri, dukungan jaringan, dukungan
penilaian dan dukungan atruistic. Dukungan sosial yang dievaluasi oleh individu dan manfaat
supportif saat dievaluasi oleh individu atau keluarga (Friedman, Bowden & Jones, 2003).

Secara umum dapat diterima bahwa orang yang hidup dalam lingkungan yang bersifat
supportif, kondisinya jauh lebih baik daripada yang tidak memiliki keuntungan ini. Secara
lebih spesifik dinyatakan bahwa dukungan sosial dianggap dapat melemahkan kesehatan
mental individu dan keluarga (Friedman, 1998).

F. KOMUNIKASI DENGAN LANSIA DAN DENGAN KELUARGA LANSIA


1. Pengertian
Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan,
adaptasi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang
umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, dan emosional serta sosial individu
yang ada di dalamnya, dilihat dari interaksi yang reguler dan ditandai adanya
ketergantungan dan hubungan untuk mencapai tujuan umum. (Duval, 1972).
Departemen Kesehatan RI (1988). Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang
terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu
tempat di bawah satu atap dalam kadaan saling tergantung.
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia, dimana ia
belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi dengan
kelompoknya.
Menurut Rae Sedwig (1985), Komunikasi Keluarga adalah suatu pengorganisasian yang
menggunakan kata-kata, sikap tubuh (gesture), intonasi suara, tindakan untuk
menciptakan harapan image, ungkapan perasaan serta saling membagi pengertian.
Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan dengan
terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan
pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan.

2. Ciri-Ciri Komunikasi Keluarga


Menurut Kumar (Wijaya,1987) ciri-ciri komunikasi dalam keluarga adalah sebagai
berikut:
a. Keterbukaan (openess)
Keterbukaan adalah sejauh mana individu memiliki keinginan untuk terbuka dengan
orang lain dalam berinteraksi. Keterbukaan yang terjadi dalam komunikasi
memungkinkan perilakunya dapat memberikan tanggapan secara jelas terhadap segala
pikiran dan perasaan yang diungkapkannya.
b. Empati (Empathy)
Empaty adalah suatu perasaan individu yang merasakan sama seperti yang dirasakan
orang lain, tanpa harus secara nyata terlibat dalam perasaan ataupun tanggapan orang
tersebut.
c.Dukungan
Adanya dukungan dapat membantu seseorang lebih bersemangat dalam melakukan
aktivitas serta meraih tujuan yang diinginkan. Dukungan ini lebih diharapkan dari
orang terdekat yaitu, keluarga.
d.Perasaan Positif (Positiveness)
Perasaan yaitu dimana individu mempunyai perasaan positif terhadap apa yang sudah
dikatakan orang lain terhadap dirinya.
e. Kesamaan (Equality)
kesamaan disini dimaksudkan individu mempunyai kesamaan dengan orang lain dalam
hal berbicara dan mendengarkan.
3.       Bentuk-Bentuk Komunikasi dalam Keluarga
a.Komunikasi orang tua yaitu suami-istri
Komunikasi orang tua yaitu suami istri disini lebih menekankan pada peran penting
suami istri sebagai penentu suasana dalam keluarga. Keluarga dengan anggota
keluarga (ayah, ibu, anak).
b.Komunikasi orang tua dan anak
Komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak dalam satu ikatan keluarga di
mana orang tua bertanggung jawab dalam mendidik anaknya. Hubungan yang terjalin
antara orang tua dan anak di sini bersifat dua arah, disertai dengan pemahaman
bersama terhadap sesuatu hal di mana antara orang tua dan anak berhak
menyampaikan pendapat, pikiran, informasi atau nasehat. Hubungan komunikasi yang
efektif ini terjalin karena adanya rasa keterbukaan, empati, dukungan, perasaan
positif, kesamaan antara orang tua dan anak.
c.Komunikasi ayah dan anak
Komunikasi disini mengarah pada perlindungan ayah terhadap anak. Peran ayah
dalam memberi informasi dan mengarahkan pada hal pengambilan keputusan pada
anak yang peran komunikasinya cenderung meminta dan menerima. Misal, memilih
sekolah. Komunikasi ibu dan anak Lebih bersifat pengasuhan kecenderungan anak
untuk berhubungan dengan ibu jika anak merasa kurang sehat, sedih, maka peran ibu
lebih menonjol.
d.  Komunikasi anak dan anak yang lainnya
Komunikasi ini terjadi antara anak 1 dengan anak yang lain. Dimana anak yang lebih
tua lebih berperan sebagai pembimbing pada anak yang masih muda. Biasanya
dipengaruhi oleh tingkatan usia atau faktor kelahiran.
4.Tahap-Tahap Perkembangan Komunikasi Keluarga
a.Keluarga dengan anak – anak prasekolah
Pada tahap ini dari lahir hingga usia 6 tahun, anak – anak ada pada tahun puncak untuk
mempelajari bahasa. Kemampuan berbahasa terutama diperoleh dari keluarga
khususnya dari interaksi anatara anak dan pengasuh utama, ibunya. Anak – anak
memulai kemampuan berbahasa dengan menggunakan kata – kata tunggal. Anatara usia
18 – 24 bulan, ungkapan – ungkapan dua kata muncul. Menjelangn usia 3 tahun anak-
anak menguasai kira – kira seribu kata, dan mulai usia 4-5 tahun mereka memperoleh
kira-kira 50 kata setiap bulan.
b.Keluarga dengan anak – anak usia sekolah
Anak – anak semakin mengalami kebebasan sejalan dengan pertambahan usia. Mereka
memperoleh pengaruh tidak hanya lewat komunikasi keluarga yang masih merupakan
kekuatan dominan, tapi juga lewat komunikasi dengan pihak – pihak di luar keluarga.
Dua dimensi komunikasi orang tua-anak menjadi penting ; penerimaan – penolakan dan
kontrol otonomi.
c. Keluarga dengan anak – anak remaja
Tahap ini cenderung ditandai dengan bertambahnya konflik sehubungan dengan
bertambahya kebebasan anak – anak. Masalah – masalah otonomi dan kontrol menjadi
sangat tajam pada tahun –tahun ini. Anak – anak remaja mulai mengalihkan
komunikasi dari komunikasi keluarga kepada komunikasi dengan teman- teman
sebaya. Karena perubahan – perubahan fisiologis dan psikologis yang dialami remaja,
topik –topik tertentu menjadi perhatian mereka. Pendeknya, usia remaja merupakan
tantangan terbesar bagi komunikasi keluarga. Bila orang tua dan anak dapat mengatasi
badai, komunikasi selanjutnya akan lebih lancar. Selanjutnya dapat disimpulkan dengan
pertambahan usia, hubungan kita dengan saudara- saudara kandung  tetap penting.

5.Teknik Komunikasi Efektif dalam Keluarga


Ada lima hal yang harus diperhatikan agar komunikasi di dalam keluarga tercipta
secara  efektif,yaitu:
a.Respek
Komunikasi harus diawali dengan sikap saling menghargai (respectfull attitude).
Adanya penghargaan biasanya akan menimbulkan kesan serupa (timbal balik) dari si
lawan diskusi. Orangtua akan sukses berkomunikasi dengan anak bila ia melakukannya
dengan penuh respek. Bila ini dilakukan maka anak pun akan melakukan hal yang sama
ketika berkomunikasi dengan orangtua atau orang di sekitanya.
b. Empati
Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi dan kondisi yang
dihadapi orang lain. Syarat utama dari sikap empati adalah kemampuan untuk
mendengar dan mengerti orang lain, sebelum didengar dan dimengerti orang lain.
Orangtua yang baik tidak akan menuntut anaknya untuk mengerti keinginannya, tapi ia
akan berusaha memahami anak atau pasangannya terlebih dulu. Ia akan membuka
dialog dengan mereka, mendengar keluhan dan harapannya. Mendengarkan di sini tidak
hanya melibatkan indra saja, tapi melibatkan pula mata hati dan perasaan. Cara seperti
ini dapat memunculkan rasa saling percaya dan keterbukaan dalam keluarga.
c. Audibel
Audibel berarti “dapat didengarkan” atau bisa dimengerti dengan baik. Sebuah pesan
harus dapat disampaikan dengan cara atau sikap yang bisa diterima oleh si penerima
pesan. Raut muka yang cerah, bahasa tubuh yang baik, kata-kata yang sopan, atau cara
menunjuk, termasuk ke dalam komunikasi yang audibel ini.
d.Jelas
Pesan yang disampaikan harus jelas maknanya dan tidak menimbulkan banyak
pemahaman, selain harus terbuka dan transparan. Ketika berkomunikasi
dengan anak, orangtua harus berusaha agar pesan yang disampaikan bisa jelas
maknanya. Salah satu caranya adalah berbicara sesuai bahasa yang mereka pahami
(melihat tingkatan usia).
e. Tepat
Dalam membahas suatu masalah hendaknya proporsi yang diberikan tepat baik
waktunya, tema maupun sasarannya. Waktu yang tepat untuk membicarakan masalah
anak misalnya pada waktu makan malam. Pada waktu sarapan pagi, karena ketergesaan
maka yang dibicarakan umumnya masalah yang ringan saja.
f.   Rendah Hati
Sikap rendah hati dapat diungkapkan melalui perlakuan yang ramah, saling
menghargai, tidak memandang diri sendiri lebih unggul ataupun lebih tahu, lemah
lembut, sopan, dan penuh pengendalian diri. Dengan sikap rendah hati ini maka
laaawaaan diskusi kita memjadi lebih terbuka, sehingga banyak hal yang dapat
diungkapkan dari diskusi tersebut.

6.Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Keluarga


Berkomunikasi itu tidak mudah. Terkadang seseorang dapat berkomunikasi dengan
baik kepada orang lain. Dilain waktu seseorang mengeluh tidak dapat berkomunikasi
dengan baik kepada orang lain. Ada sejumlah faktor-faktor  yang mempengaruhi
komunikasi dalam keluarga, seperti yang akan di uraikan berikut ini :
a. Citra diri dan citra orang lain
Setiap orang mempunyai gambaran – gambaran tertentu mengenai dirinya statusnya,
kelebihan dan kekurangannya. Gambaran itulah yang menentukan apa dan bagaimana
ia berbicara, menjadi menjaring bagi apa yang dilihatnya, didengarnya, bagaimana
penilaiannya terhadap segala yang berlangsung disekitarnya. Dengan kata lain, citra diri
menentukan ekspresi dan persepsi orang. Tidak hanya citra diri, citra orang lain juga
mempengaruhi cara dan kemampuan orang berkomunikasi. Orang lain mempunyai
gambaran  khas bagi dirinya. Jika seorang ayah mencitrakan anaknya sebagai manusia
yang lemah, ingusan, tak tahu apa-apa, harus di atur, maka ia berbicara secara otoriter.
Akhirnya, citra diri dan citra orang lain harus saling berkaitan, saling lengkap-
melengkapai. Perpaduan kedua citra itu menentukan gaya dancara komunikasi.
b.Suasana Psikologis
Suasana Psikologis di akui mempengaruhi komunikasi. Komunikasi sulit berlangsung
bila seseorang dalam keadaan sedih, bingung, marah, merasa kecewa, merasa irihati,
diliputi prasangka, dan suasana psikologis lainnya.
c.Lingkungan Fisik
Komunikasi dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, dengan gaya, dan cara yang
berbeda. Komunikasi yang berlangsung dalam keluarga berbeda dengan yang terjadi di
sekolah. Karena memang kedua lingkungan ini berbeda. Suasana di rumah bersifat
informal, sedangkan suasana di sekolah bersifat formal. Demikian juga komunikasi
yang berlangsung dalam masyarakat. Karena setiap masyarakat memiliki norma yang
harus diataati, maka komunikasi yang berlangsungpun harus taat norma.
d.Kepemimpinan
Dalam keluarga seorang pemimpin mempunyai peranan yang sangat penting dan
strategis. Dinamika hubungan dalam keluarga dipengaruhi oleh pola kepemimpinan.
Karakteristik seorang pemimpin akan menentukan pola komunikasi bagaimana yang
akan berproses dalam kehidupan yang membentuk hubungan-hubungan tersebut.
e. Bahasa
Dalam komunikasi verbal orang tua atau anak pasti menggunakan bahasa sebagai alat
untuk mengekspresikan sesuatu. Pada suatu kesempatan bahasa yang dipergunakan
oleh orang tua ketika secara kepada anaknya dapat mewakili suatu objek yang
dibicarakan secara tepat. Tetapi dilain kesempatan, bahasa yang digunakan itu
tidak  mampu mewakili suatu objek yang dibicarakan secara tepat. Maka dari itu dalam
berkomunikasi dituntut untuk menggunakan bahasa yang mudah dimengerti antara
komunikator dan komunikasi.
f. Perbedaan Usia
Komunikasi dipengaruhi oleh usia. Itu berarti setiap orang tidak bisa berbicara
sekehendak hati tanpa memperhatikan siapa yang diajak bicara. Berbicara kepada anak
kecil berbeda ketika berbicara kepada remaja. Mereka mempunyai dunia masing-
masing yang harus dipahami.
B. Komunikasi Terapeutik Pada Lansia
1.  Pengertian
Lansia  adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran
dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada
beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60
tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun
sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan
seseorang telah disebut lanjut usia.Kelompok lanjut usia ( LANSIA ) adalah
kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi,
1999).
Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara
perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994).
Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan
struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri
hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4). Penggolongan lansia
menurut.
2.Karakteristik Lansia
Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut
menjadi empat macam meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 samapai 59 tahun
b. Usia lanjut (elderly) kelompok usia antara 60 samapai 70 tahun
c.  Usia lanjut usai (old) kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun
d.  Usaia tua (veryold)kelompk usia di atas 90 tahun
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia namun
perubahan-perubahan akibat dari usai tersebut telah dapat di identifikasi, misalnya
perubahan pada aspek fisik berupa perubahan neurologi dan sensorik, perubahan visual,
perubahan pendengaran. Perubahan- perubahan tersebut dapat menghambat proses
penerimaan dan interprestasi terhadap maksud komunikasi. Perubahan ini juga
menyebabkan klien lansia mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Belum lagi
perubahan kognetif yang berpengaruh pada tingkat intelegensi, kemampuan belajar, daya
memori dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering terlihat adalah berupa reaksi penolakan terhadap kondisi
yang terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:
a.Tidak percaya terhadap diagnose, gejala, perkembangan serta keterangan yang di
berikan petugas kesehatan
b.Mengubah keterangan yang di berikan sedemikian rupa, sehinga di terima keliru
c.Menolak membicarakan perawatanya di rumah sakit
d.Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum khususnya tindakan yang
mengikut sertakan dirinya
e.Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama bila
nasehat tersebut demi kenyamanan klien.
3.Pendekatan Perawatan Lansia Dalam Komunikasi
a.Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian, yang dialami,
peruban fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai dan di
kembangkan serta penyakit yang dapat di cegah progresifitasnya. Pendekatan ini
relative lebih mudah di laksanakan dan di carikan solusinya karena riil dan mudah di
observasi.
b.Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya absrak dan mengarah pada perubahan prilaku, maka
umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini
perawat berperan sebagai konselor, advokat, supporter, interpreter terhadap sesuatu
yang asing atau sebagai penampung masalah-masalah yang pribadi dan sebagai sahabat
yang akrab bagi klien.
c. Pendekatan social
Pendekatan ini di lakukan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi dalam
lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan
kegiatan-kegiatan kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien
dapat berinteraksi dengan sesama klien maupun dengan petugas kesehatan.
d. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa membeikan kepuasan batin dalam hubunganya dengan Tuhan atau
agama yang dianutnya terutama ketika klien dalam keadaan sakit.
4.Teknik Komunikasi Pada Lansia
Untuk dapat melaksanakan komunikasi yang efektif kepada lansia, selain pemahaman
yang memadai tentang karakteristik lansia, petugas kesehatan atau  perawat juga harus
mempunyai teknik-teknik khusus agar komunikasi yang di lakukan dapat berlangsung
secara lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Beberapa teknik komunikasi yang dapat di terapkan antara lain:
1. Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan
menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika
pasangan bicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif
merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu
petugas kesehatan untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
2. Responsif  
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakana
bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan
sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi
tentang perubahan tersebut misalnya dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang
bapak/ibu fikirkan saat ini, ‘apa yang bisa bantu…?  berespon berarti bersikap aktif
tidak menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini
akan menciptakan perasaan tenang bagi klien.
3. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi
yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi
yang di inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya
ini perlu di perhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang
mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.
4. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis secara
bertahap  menyebabkan emosi klien relative menjadi labil perubahan ini perlu di sikapi
dengan menjaga kesetabilan emosi klien lansia, mesalnya dengan mengiyakan , senyum
dan mengagukan kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap
hormat menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan
kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak menjadi beban bagi keluarganya.
Dengan demikaian di harapkan klien termotivasi untuk menjadi dan berkarya sesuai
dengan kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara materiil maupun moril,
petugas kesehatan jangan terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini dapat
merendahan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya.
Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien
tanpa terkesan menggurui atau mengajari misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih
berpengalaman dari saya, untuk itu bapak/ibu dapat melaksanakany dan bila diperlukan
kami dapat membantu’.
5. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak
berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan
memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat agar maksud
pembicaraan kita dapat di terima dan di persepsikan sama oleh klien ‘bapak/ibu bisa
menerima apa yang saya sampaikan tadi..? bisa minta tolong bapak/ibu untuk
menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi…?.
6. Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami perubahan-perubahan
yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan perubahan ini bila tidak di sikapai
dengan sabar dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga
komunikasi yang di lakukan tidak terapeutik, namun dapat berakibat komunikasi
berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan
petugas kesehatan.

5. Kendala-kendala dan hambatan dalam berkomunikasi dengan lansia


a. Gangguan neurology serring menyebabkan gangguan bicara dan berkomunikasi dapat
juga karena pengobatan medis, mulut yang kering dan lain-lain.
b. Penurunan daya pikir sering menyebabkan gangguan dalam mendengarkan, mengingat
dan respon pada pertanyaan seseorang.
c. Perawat sering memanggil dengan “nenek”, “sayang”, dan lain-lain. Hal tersebut
membuat tersinggung harga dirinya dianjurkan memanggil nama panggilannya.
d.Dianjurkan menegur dan mendengarkan dengan penuh perhatian.
e. Perbedaan budaya hambatan komunikasi, dan sulit menjalin hubungan saling percaya.
Gangguan sensoris dalam pendengarannya
f.Gangguan penglihatan sehingga sulit menginterprestasikan pesan-pesan non-verbal.
g.“Overload” dari sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu waktu atau banyak orang
berkomunikasi dalam yang sama sehingga kognitif berkurang.
h.Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam pembicaraan misalnya focus
pada rasa sakit, haus, lapar, capai, kandung kemih penuh, udara yang tidak enak, dan
lain-lain.
i.Hambatan pada  pribadi : penurunan sensoris, ketidaknyamanan fisik, efek pengobatan
dan kondisi patologi, gangguan fungsi psikososial, karena depresi atau dimensia,
gangguan kontak dengan realita.
j.Hambatan dalam suasana/lingkungan tempat wawancara : ribut/berisik, terlalu banyak
informasi dalam waktu yang sama, terlalu banyak orang yang ikut bicara, peerbedaan
budaya, perbedaan, bahasa, prejudice, dan strereotipes
6.      Keterampilan Komunikasi Terapeutik Pada Lansia
a. Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan
dan lama wawancara
b.Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan
pemunduran kemampuan untuk merespon verbal.
c.Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang
sosiokulturalnya.
d.Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan dalam
berfikir abstrak
e. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan respon
nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuh pasien.
f.  Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien dan
distress yang ada
g.  Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan dari wawancara
pengkajian. 8. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan
dengan cermat dan tetap mengobservasi.
h. Tempat mewawancarai diharuskan tidak pada tempat yang baru dan asing bagi pasien.
i.  Lingkungan harus dibuat nyaman dan kursi harus dibuat senyaman mungkin.
j.  Lingkungan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif terhadap,
suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
k.  Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau orang
lain yang sangat mengenal pasien.
l.   Memperhatikan kondisi fisik pasien pada  waktu wawancara
7.  Teknik Perawatan Lansia Pada Reaksi Penolakan
Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan seseorang untuk mengakui secara sadar
terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadiaan-kejadian nyata
atau sesuatu yang merupakan ancaman. Penolakan merupakan reaksi ketidaksiapan
lansia menerima perubahan yang terjadi pada dirinya. Perawat dalam menjamin
komunikasi perlu memahami kondisi ini sehingga dapat menjalin komunikasi yang
efektif, tidak menyinggung perasaan lansia yang relatif sensitif.
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan
reaksi penolakan, antara lain :
a.Kenali segera reaksi penolakan klien
Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Hal ini
merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak membahayakan klien, orang lain
serta lingkunganya.
b.Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri
Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan klien terhadap
perawatan yang akan di lakukan serta upaya untuk memandirikan klien.

c.Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat


Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan memperoleh
sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana / tindakan dapat
terealisasi dengan baik dan tepat.

G. Masalah Yang Umum Terjadi Pada Lansia Dengan Masalah Komunikasi


Gangguan yang sering dijumpai pada lansia :
8. Gangguan neurology sering menyebabkan gangguan bicara dan berkomunikasi
dapat juga karena pengobatan medis, mulut yang kering dan lain-lain.
9. Penurunan daya pikir sering menyebabkan gangguan dalam mendengarkan,
mengingat dan respon pada pertanyaan seseorang.
10. Perawat sering memanggil dengan “nenek”, “sayang”, dan lain-lain. Hal tersebut
membuat tersinggung harga dirinya dianjurkan memanggil nama panggilannya.
11. Dianjurkan menegur dan mendengarkan dengan penuh perhatian.
12. Perbedaan budaya hambatan komunikasi, dan sulit menjalin hubungan saling
percaya.
13. Gangguan syaraf dalam pendengarannya.
14. Gangguan penglihatan sehingga sulit menginterprestasikan pesan- pesan non-verbal.
15. “Overload” dari sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu waktu atau banyak
orang berkomunikasi dalam yang sama sehingga kognitif berkurang.
16. Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam pembicaraan misalnya
focus pada rasa sakit, haus, lapar, capai, kandung kemih penuh, udara yang tidak
enak, dan lain-lain.
17. Hambatan pada pribadi : penurunan sensoris, ketidaknyamanan fisik, efek
pengobatan dan kondisi patologi, gangguan fungsi psikososial, karena depresi atau
dimensia, gangguan kontak dengan realita.
18. Hambatan dalam suasana/lingkungan tempat wawancara : ribut/berisik, terlalu
banyak informasi dalam waktu yang sama, terlalu banyak orang yang ikut bicara,
perbedaan budaya, perbedaan, bahasa, prejudice, dan strereotipes.
H. Askep Kegawatdaruratan Gerontik (Pengkajian Keperawatan Pada Lansia)
1.Konsep Pengkajian Keperawatan Lansia
Pengkajian keperawatan pada lansia adalah tahap pertama dari proses keperawatan.
Tahap ini adalah tahap penting dalam rangkaian proses keperawatan. Pada tahap
pengkajian akan didapatkan berbagai informasi yang dapat digunakan sebagai dasar
dalam menentukan masalah keperawatan pada lansia. Keberhasilan dalam melakukan
pengkajian keperawatan merupakan hal penting untuk tahapan proses keperawatan
selanjutnya.

2.DEFINISI PENGKAJIAN KEPERAWATAN LANSIA


Pengkajian keperawatan pada lansia adalah suatu tindakan peninjauan situasi lansia
untuk memperoleh data dengan maksud menegaskan situasi penyakit, diagnosis masalah,
penetapan kekuatan dan kebutuhan promosi kesehatan lansia. Data yang dikumpulkan
mencakup data subyektif dan data obyektif meliputi data bio, psiko, sosial, dan spiritual,
data yang berhubungan dengan masalah lansia serta data tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi atau yang berhubungan dengan masalah kesehatan lansia seperti data
tentang keluarga dan lingkungan yang ada.

3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGKAJIAN PADA LANSIA


a. Interelasi (saling keterkaitan) antara aspek fisik dan psikososial: terjadi penurunan
kemampuan mekanisme terhadap stres, masalah psikis meningkat dan terjadi
perubahan pada fisik lansia.
b. Adanya penyakit dan ketidakmampuan status fungsional.
c. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat pengkajian, yaitu: ruang yang adekuat, kebisingan
minimal, suhu cukup hangat, hindari cahaya langsung, posisi duduk yang nyaman,
dekat dengan kamar mandi, privasi yang mutlak, bersikap sabar, relaks, tidak
tergesagesa, beri kesempatan pada lansia untuk berpikir, waspada tanda-tanda
keletihan.

4. DATA PERUBAHAN FISIK, PSIKOLOGIS DAN PSIKOSOSIAL


a. Perubahan Fisik Pengumpulan data dengan wawancara
1) Pandangan lanjut usia tentang kesehatan,
2) Kegiatan yang mampu di lakukan lansia,
3) Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri,
4) Kekuatan fisik lanjut usia: otot, sendi, penglihatan, dan pendengaran,
5) Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BAB/BAK,
6) Kebiasaan gerak badan/olahraga/senam lansia,
 Konsep Lanjut Usia dan Proses Penuaan 
Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang dirasakan sangat bermakna, Kebiasaan lansia
dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan dalam minum obat. Pengumpulaan data
dengan pemeriksaan fisik : Pemeriksanaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpilasi,
perkusi, dan auskultasi untuk mengetahui perubahan sistem tubuh.
(1) Pengkajian sistem persyarafan: kesimetrisan raut wajah, tingkat kesadaran adanya
perubahan-perubahan dari otak, kebanyakan mempunyai daya ingatan menurun atau
melemah,
(2) Mata: pergerakan mata, kejelasan melihat, dan ada tidaknya katarak. Pupil: kesamaan,
dilatasi, ketajaman penglihatan menurun karena proses pemenuaan,
(3) Ketajaman pendengaran: apakah menggunakan alat bantu dengar, tinnitus, serumen
telinga bagian luar, kalau ada serumen jangan di bersihkan, apakah ada rasa sakit
atau nyeri ditelinga.
(4) Sistem kardiovaskuler: sirkulasi perifer (warna, kehangatan), auskultasi denyut nadi
apical, periksa adanya pembengkakan vena jugularis, apakah ada keluhan pusing,
edema.
(5) Sistem gastrointestinal: status gizi (pemasukan diet, anoreksia, mual, muntah,
kesulitan mengunyah dan menelan), keadaan gigi, rahang dan rongga mulut,
auskultasi bising usus, palpasi apakah perut kembung ada pelebaran kolon, apakah
ada konstipasi (sembelit), diare, dan inkontinensia alvi.
(6) Sistem genitourinarius: warna dan bau urine, distensi kandung kemih, inkontinensia
(tidak dapat menahan buang air kecil), frekuensi, tekanan, desakan, pemasukan dan
pengeluaran cairan. Rasa sakit saat buang air kecil, kurang minat untuk melaksanakan
hubungan seks, adanya kecacatan sosial yang mengarah ke aktivitas seksual.
(7) Sistem kulit/integumen: kulit (temperatur, tingkat kelembaban), keutuhan luka, luka
terbuka, robekan, perubahan pigmen, adanya jaringan parut, keadaan kuku, keadaan
rambut, apakah ada gangguan-gangguan umum.
(8) Sistem muskuloskeletal: kaku sendi, pengecilan otot, mengecilnya tendon, gerakan
sendi yang tidak adekuat, bergerak dengan atau tanpa bantuan/peralatan, keterbatasan
gerak, kekuatan otot, kemampuan melangkah atau berjalan, kelumpuhan dan
bungkuk.
b. Perubahan psikologis, data yang dikaji:
1) Bagaimana sikap lansia terhadap proses penuaan,
2) Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak,
3) Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan,
4) Bagaimana mengatasi stres yang di alami,
5) Apakah mudah dalam menyesuaikan diri,
6) Apakah lansia sering mengalami kegagalan,
7) Apakah harapan pada saat ini dan akan datang,
8) Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses pikir, alam perasaan,
orientasi, dan kemampuan dalam menyelesaikan masalah.

c. Perubahan sosial ekonomi, data yang dikaji:


1) Darimana sumber keuangan lansia,
2) Apa saja kesibukan lansia dalam mengisi waktu luang,
3) Dengan siapa dia tinggal,
4) Kegiatan organisasi apa yang diikuti lansia,
5) Bagaimana pandangan lansia terhadap lingkungannya,
6) Seberapa sering lansia berhubungan dengan orang lain di luar rumah,
7) Siapa saja yang bisa mengunjungi,
8) Seberapa besar ketergantungannya,
9) Apakah dapat menyalurkan hobi atau keinginan dengan fasilitas yang ada.
d. Perubahan spiritual, data yang dikaji :
1) Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya,
2) Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan,
misalnya pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir miskin.
3) Bagaimana cara lansia menyelesaikan masalah apakah dengan berdoa,
4) Apakah lansia terlihat tabah dan tawakal.

PENGKAJIAN KHUSUS PADA LANSIA: PENGKAJIAN STATUS


FUNGSIONAL, PENGKAJIAN STATUS KOGNITIF

Skor Kriteria
A Kemandirian dalam hal makan, minum, berpindah, ke kamar
kecil, berpakaian dan mandi
B Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali satu
dari fungsi tersebut
C Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi
dan satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
berpakaian dan satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi,
berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan
F Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
berpakaian, ke kamar kecil, dan satu fungsi tambahan
G Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi
dan satu fungsi tambahan

Sekor Kriteria
Lain-lain Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F

Tabel 1 iIndex Katz di atas untuk mencocokkan kondisi lansia dengan skor yang
diperoleh.
b.Pengkajian status kognitif 1) SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionaire)
adalah penilaian fungsi intelektual lansia.
Benar Salah Nomo Pertanyaan
r
01 Tanggal berapa hari ini ?
02 Hari apa sekarang ?
03 Apa nama tempat ini ?
04 Dimana alamat anda ?
05 Berapa umur anda ?
06 Kapan anda lahir ?( Minimal Tahun )
07 Siapa presiden indonesia sekarang ?
08 Siapa presiden indonesia
sebelumnya ?
09 Siapa nama ibu anda /
10 Kurang 3 dari 20 dan tetap
pengurangan 3 dari setiap angka
baru ,semua secara menurun .
Total
Nila

2) MMSE (Mini Mental State Exam): menguji aspek kognitif dari fungsi mental,
orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa
Tabel 3. Penilaian MMSE
Nilai Maksimum Pasie Pertanyaan
n
Orientasi
5 lansia mempelajari ke 3 nya dan
jumlahkan skor yang telah dicapai
5
Registrasi
3 Nama 3 obyek (1 detik untuk
mengatakan masingmasing) tanyakan
pada lansia ke 3 obyek setelah Anda
katakan. Beri point untuk jawaban
benar, ulangi sampai
Nilai Maksimum Pasie Pertanyaan
n
lansia mempelajari ke 3 nya dan
jumlahkan skor yang telah dicapai
Perhatian dan kalkulasi
5 Pilihlah kata dengan 7 huruf, misal kata
“panduan”, berhenti setelah 5 huruf,
beri 1 point tiap jawaban benar,
kemudian dilanjutkan, apakah lansia
masih ingat huruf lanjutannya)
Mengingat
3 Minta untuk mengulangi ke 3 obyek di
atas, beri 1 point untuk tiap jawaban
benar
Bahasa
9 Nama pensil dan melihat ( 2 Poin )
30

I. Askep Kegawatdaruratan Gerontik (Diagnosa Keperawatan Pada Lansia)


Diagnosis Keperawatan merupakan kesimpulan yang ditarik dari data yang
dikumpukan tentang lansia, yang berfungsi sebagai alat untuk menggambarkan
masalah lansia, dan penarikan kesimpulan ini dapat dibantu oleh perawat. Diagnosis
keperawatan adalah tahap kedua dari proses keperawatan setelah dilakukannya
pengakajian keperawatan.

A. Pengertian Diagnosis Keperawatan


Diagnosis keperawatan adalah “ Clinical Judgment” yang berfokus pada
respon manusia terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupan atau kerentanan
(vulnerability) baik pada individu, keluarga, kelompok atau komunitas (NANDA,
2015-2017). Berdasarkan pengertian tersebut, pengertian dari diagnosis keperawatan
gerontik adalah keputusan klinis yang berfokus pada respon lansia terhadap kondisi
kesehatan atau kerentanan tubuhnya baik lansia sebagai individu, lansia di keluarga
maupun lansia dalam kelompoknya.

B. Katagori Diagnosis Keperawatan


Ada beberapa tipe diagnosis keperawatan, diantaranya: tipe aktual, risiko,
kemungkinan, sehat dan sejahtera (welfare),dan sindrom.
1. Diagnosis keperawatan aktual Diagnosis berfokus pada masalah (diagnosis aktual)
adalah clinical judgment yang menggambarkan respon yang tidak diinginkan klien
terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupan baik pada individu, keluarga,
kelompok dan komunitas. Hal ini didukung oleh batasan karakteristik kelompok
data yang saling berhubungan.
Contoh :
a. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh,
b. Gangguan pola nafas,
c. Gangguan pola tidur,
d. Disfungsi proses keluarga,
e. Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik keluarga.
2. Diagnosis keperawatan risiko atau risiko tinggi Adalah clinical judgment yang
menggambarkan kerentanan lansia sebagai individu, keluarga, kelompok dan
komunitas yang memungkinkan berkembangnya suatu respon yang tidak
diinginkan klien terhadap kondisi kesehatan/proses kehidupannya. Setiap label
dari diagnosis risiko diawali dengan frase: “risiko” (NANDA, 2014).
Contoh diagnosis risiko adalah:
1) Risiko kekurangan volume cairan,
2) Risiko terjadinya infeksi,
3) Risiko intoleran aktifitas,
4) Risiko ketidakmampuan menjadi orang tua,
5) Risiko distress spiritual.
1. Diagnosis keperawatan promosi kesehatan
Adalah Clinical judgement yang menggambarkan motivasi dan keinginan
untuk meningkatkan kesejahteraan dan untuk mengaktualisasikan potensi
kesehatan pada individu, keluarga, kelompok atau komunitas. Respon dinyatakan
dengan kesiapan meningkatkan perilaku kesehatan yang spesifik dan dapat
digunakan pada seluruh status kesehatan. Setiap label diagnosis promosi
kesehatan diawali dengan frase: “Kesiapan meningkatkan” (NANDA, 2014).
Contoh :
1) Kesiapan meningkatkan nutrisi,
2) Kesiapan meningkatkan komunikasi,
3) Kesiapan untuk meningkatkan kemampuan pembuatan keputusan,
4) Kesiapan meningkatkan pengetahuan,
5) Kesiapan meningkatkan religiusitas.
2. Diagnosis keperawatan sindrom
Adalah clinical judgement yang menggambarkan suatu kelompok diagnosis
keperawatan yang terjadi bersama, mengatasi masalah secara bersama dan melalui
intervensi yang sama. Sebagai contoh adalah sindrom nyeri kronik
menggambarkan sindrom diagnosis nyeri kronik yang berdampak keluhan lainnya
pada respon klien, keluhan tersebut biasanya diagnosis gangguan pola tidur,
isolasi sosial, kelelahan, atau gangguan mobilitas fisik. Kategori diagnosis
sindrom dapat berupa risiko atau masalah.
Contoh:
1) Sindrom kelelahan lansia,
2) Sindrom tidak berguna,
3) Sindrom post trauma,
4) Sindrom kekerasan.
3. Rumusan diagnosis keperawatan
a. Diagnosis keperawatan gerontik untuk lansia sebagai individu
Katagori aktual,
Contoh :
1) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh,
2) Gangguan pola nafas,
3) Gangguan pola tidur,
 Katagori risiko,
Contoh :
1) Risiko kekurangan volume cairan
2) Risiko terjadinya infeksi
3) Risiko intoleran aktifitas

 Promosi kesehatan,
Contoh :
1) Kesiapan meningkatkan nutrisi
2) Kesiapan meningkatkan komunikasi
3) Kesiapan meningkatkan pembuatan keputusan
 Sindrom
1) Sindrom kelelahan lansia
2) Sindrom tidak berguna

b. Diagnosis keperawatan gerontik


Untuk lansia sebagai anggota keluarga
1) Katagori aktual,
Contoh :
a) Ketidakefektifan manajemen terapeutik keluarga pada Bp.P
b) Gangguan proses keluarga Bp. S
2) Katagori risiko,
contoh :
a) Risiko terjadinya disfungsi keluarga Bp. S keluarga Bp. S
b) Risiko penurunan koping keluarga Bp. D
3) Promosi kesehatan,
contoh :
a) Kesiapan meningkatkan komunikasi keluarga Bp. S
b) Kesiapan meningkatkan pembuatan keputusan keluarga Bp. A

c. Diagnosis keperawatan gerontik untuk lansia dalam kelompok


1) Katagori aktual Gangguan aktivitas fisik pada kelompok lansia di Panti
Werdha
2) Katagori risiko Risiko trauma fisik pada lansia pada kelompok lansia di
RT 2

J. Askep Kegawatdaruratan Gerontik (Diagnosa Keperawatan Pada Lansia)


Perencanaan Keperawatan Gerontik ini merupakan langkah ketiga dalam
proses keperawatan. Perawat memerlukan berbagai pengetahuan dan keterampilan
diantaranya pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan klien, nilai dan
kepercayaan klien, batasan praktek keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lainnya.
Pengetahuan dan keterampilan lain yang harus dimiliki perawat adalah kemampuan
memecahkan masalah, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan menulis
tujuan serta memilih dan membuat strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi
tujuan, menulis intruksi keperawatan serta kemampuan dalam melaksanakan kerja
sama dengan perangkat kesehatan lain.

A. Pengertian Perencanaan Keperawatan Gerontik


Perencanaan keperawatan gerontik adalah suatu proses penyusunan berbagai
intervensi keperawatan yang berguna untuk untuk mencegah, menurunkan atau
mengurangi masalah-masalah lansia.
B. Prioritas Masalah Keperawatan
1. Penentuan prioritas diagnosis ini dilakukan pada tahap perencanaan setelah tahap
diagnosis keperawatan. Dengan menentukan diagnosis keperawatan, maka
perawat dapat mengetahui diagnosis mana yang akan dilakukan atau diatasi
pertama kali atau yang segera dilakukan. Terdapat beberapa pendapat untuk
menentukan urutan prioritas, yaitu: Berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam
jiwa). Penentuan prioritas berdasarkan tingkat kegawatan (mengancam jiwa) yang
dilatarbelakangi oleh prinsip pertolongan pertama, dengan membagi beberapa
prioritas yaitu prioritas tinggi, prioritas sedang dan prioritas rendah.
a) Prioritas tinggi:
Prioritas tinggi mencerminkan situasi yang mengancam kehidupan (nyawa
seseorang) sehingga perlu dilakukan terlebih dahulu seperti masalah bersihan
jalan napas (jalan napas yang tidak effektif).
b) Prioritas sedang:
Prioritas ini menggambarkan situasi yang tidak gawat dan tidak mengancam
hidup klien seperti masalah higiene perseorangan.
c) Prioritas rendah:
Prioritas ini menggambarkan situasi yang tidak berhubungan langsung dengan
prognosis dari suatu penyakit yang secara spesifik, seperti masalah keuangan
atau lainnya.
2. Berdasarkan kebutuhan Maslow
Maslow menentukan prioritas diagnosis yang akan direncanakan berdasarkan
kebutuhan, diantaranya kebutuhan fisiologis keselamatan dan keamanan,
mencintai dan memiliki, harga diri dan aktualisasi diri. Untuk prioritas diagnosis
yang akan direncanakan, Maslow membagi urutan tersebut berdasarkan kebutuhan
dasar manusia, diantaranya:
a) Kebutuhan fisiologis
Meliputi masalah respirasi, sirkulasi, suhu, nutrisi, nyeri, cairan, perawatan
kulit, mobilitas, dan eliminasi.
b) Kebutuhan keamanan dan keselamatan
Meliputi masalah lingkungan, kondisi tempat tinggal, perlindungan, pakaian,
bebas dari infeksi dan rasa takut.
c) Kebutuhan mencintai dan dicintai
Meliputi masalah kasih sayang, seksualitas, afiliasi dalam kelompok antar
manusia.
d) Kebutuhan harga diri
Meliputi masalah respect dari keluarga, perasaaan menghargi diri sendiri.
e) Kebutuhan aktualisasi diri
Meliputi masalah kepuasan terhadap lingkungan.

C. Penentuan Tujuan Dan Hasil Yang Di Harapkan


Tujuan merupakan hasil yang ingin dicapai untuk mengatasi masalah diagnosis
keperawatan, dengan kata lain tujuan merupakan sinonim kriteria hasil (hasil yang
diharapkan) yang mempunyai komponen sebagai berikut:
S (subyek) P (predikat) K (kriteria) K (kondisi) W (waktu), dengan penjabaran sebagai
berikut:
S : Perilaku lansia yang diamati.
P : Kondisi yang melengkapi lansia.
K : Kata kerja yang dapat diukur atau untuk menentukan tercapainya tujuan.
K : Sesuatu yang menyebabkan asuhan diberikan.
W : Waktu yang ingin dicapai.
Kriteria hasil (hasil yang diharapkan) merupakan standard evaluasi yang merupakan
gambaran faktor-faktor yang dapat memberi petunjuk bahwa tujuan telah tercapai.
Kriteria hasil ini digunakan dalam membuat pertimbangan dengan cirri-ciri sebagai
berikut: setiap kriteria hasil berhubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, hasil
yang ditetapkan sebelumnya memungkinkan dicapai, setiap kriteria hasil adalah
pernyataan satu hal yang spesifik, harus sekongkrit mungkin untuk memudahkan
pengukuran, kriteria cukup besar atau dapat diukur, hasilnya dapat dilihat, didengar
dan kriteria menggunakan kata-kata positif bukan menggunakan kata negatif.
Contoh: gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada lansia teratasi dengan kriteria
hasil berat badan seimbang, porsi makan habis; setelah dilaksanakan asuhan
keperawatan selama 7 hari.

D. Rencana Tindakan
Setelah menetapkan tujuan, kegiatan berikutnya adalah menyusun rencana tindakan.
Berikut ini dijelaskan rencana tindakan beberapa masalah keperawatan yang lazim
terjadi pada lansia.
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi Penyebab gangguan nutrisi pada lansia
adalah penurunan alat penciuman dan pengecapan, pengunyahan kurang
sempurna, gigi tidak lengkap, rasa penuh pada perut dan susah buang air besar,
otot-otot lambung dan usus melemah.
Rencana makanan untuk lansia :
a. Berikan makanan sesuai dengan kalori yang dibutuhkan,
b. Banyak minum dan kurangi makanan yang terlalu asin,
c. Berikan makanan yang mengandung serat,
d. Batasi pemberian makanan yang tinggi kalori,
e. Batasi minum kopi dan teh.
2. Gangguan keamanan dan keselamatan lansia :
Penyebab kecelakaan pada lansia :
a. Fleksibilitas kaki yang berkurang.
b. Fungsi pengindraan dan pendengaran menurun.
c. Pencahayaan yang berkurang.
d. Lantai licin dan tidak rata.
e. Tangga tidak ada pengaman.
f. Kursi atau tempat tidur yang mudah bergerak.
3. Tindakan mencegah kecelakaan :
a. Anjurkan lansia menggunakan alat bantu untuk meningkatkan keselamatan.
b. Latih lansia untuk pindah dari tempat tidur ke kursi.
c. Biasakan menggunakan pengaman tempat tidur jika tidur.
d. Bila mengalami masalah fisik misalnya reumatik, latih klien untuk
menggunakan alat bantu berjalan.
e. Bantu klien kekamar mandi terutama untuk lansia yang menggunakan obat
penenang/deuretik.
f. Anjurkan lansia memakai kaca mata jika berjalan atau melakukan sesuatu.
g. Usahakan ada yang menemani jika berpergian.
h. Tempatkan lansia diruangan yang mudah dijangkau.
i. Letakkan bel didekat klien dan ajarkan cara penggunaannya.
j. Gunakan tempat tidur yang tidak terlalu tinggi.
k. Letakkan meja kecil didekat tempat tidur agar lansia menempatkan alat-alat
yang biasa digunakannya.
l. Upayakan lantai bersih, rata dan tidak licin/basah.
m. Pasang pegangan dikamar mandi/WC 14) Hindari lampu yang
redup/menyilaukan, sebaiknya gunakan lampu 70-100 watt.
n. Jika pindah dari ruangan terang ke gelap ajarkan lansia untuk memejamkan
mata sesaat.
4. Gangguan kebersihan diri
Penyebab kurangnya perawatan diri pada lansia adalah :
a. Penurunan daya ingat,
b. Kurangnya motivasi,
c. Kelemahan dan ketidak mampuan fisik.

Rencana tindakan untuk kebersihan diri, antara lain :

1) Bantu lansia untuk melakukan upaya kebersihan diri


2) Anjurkan lansia untuk menggunakan sabun lunak yang mengandung
minyak atau berikan skin lotion
3) Ingatkan lansia untuk membersihkan telinga dan mata, Membantu lansia
untuk menggunting kuku.
5. Gangguan istirahat tidur
Rencana tindakannya, antara lain :
a. Sediakan tempat tidur yang nyaman
b. Mengatur waktu tidur dengan aktivitas sehari-hari
c. Atur lingkungan dengan ventilasi yang cukup, bebas dari bau-bauan
d. Latih lansia dengan latihan fisik ringan untuk memperlancar sirkulasi darah
dan melenturkan otot (dapat disesuaikan dengan hobi)
e. Berikan minum hangat sebelum tidur, misalnya susu hangat.

6. Gangguan hubungan interpersonal melalui komunikasi


Rencana tindakan yang dilakukan antara lain :
a. Berkomunikasi dengan lansia dengan kontak mata
b. Mengingatkan lansia terhadap kegiatan yang akan dilakukan
c. Menyediakan waktu berbincang-bincang untuk lansia
d. Memberikan kesempatan lansia untuk mengekspresikan atau perawat
tanggap terhadap respon verbal lansia
e. Melibatkan lansia untuk keperluan tertentu sesuai dengan kemampuan
lansia
f. Menghargai pendapat lansia.

7. Masalah mekanisme pertahanan diri (Koping)


Rencana tindakan yang dilakukan :
a. Dorong aktifitas sosial dan komunitas
b. Dorong lansia untuk mengembangkan hubungan
c. Dorong lansia berhubungan dengan seseorang yang memiliki tujuan dan
ketertarikan yang sama
d. Dukung lansia untuk menggunakan mekanisme pertahanan yang sesuai,
e. Kenalkan lansia kepada seseorang yang mempunyai latar belakang
pengalaman yang sama.

8. Masalah cemas Rencana tindakan yang dilakukan adalah :


a. Bantu lansia mengidentifikasi situasi yang mempercepat terjadinya cemas,
b. Dampingi lansia untuk meningkatkan kenyamanan diri dan mengurangi
ketakutan
c. Identifikasi kondisi yang menyebabkan perubahan tingkat cemas
d. Latih klien untuk teknik relaksasi.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Perkembangan ilmu Gerontik ini tidak dapat dipisahkan dari kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi karena sampai setengah abad yang lalu, ilmu memang belum
dikenal. Padahal ilmu kesehatan anak (pediatri) berkembang pesatnya. Berbagai istilah
berkembang terkait dengan lanjut usia (Lansia), Yaitu Gerontologi, Geriatri serta
keperawatan gerontik, dan keperawatan geriatrik (Gerontological Nursing and Geriatric
Nursing).
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses menua. Menurut Bernice
Neugarten (1968) James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang
dapat merasa puas dengan keberhasilannya
Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga, yang
merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota lainnya,
sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan nilai-nilai yang
dibutuhkan sebagai pegangan hidup.
Komunikasi pada lansia membutuhkan peratian khusus. Perawat harus waspada
terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi pola
komunikasi. Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris dapat
mengakibatkan kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam dan
telinga mengalangi proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran teradap suara.
Berdasarkan hal – hal tersebut kami menulis makalah ini yang berjudul “ komunikasi
pada lansia.
Dukungan keluarga dalam kapasitas perkembangan keluarga adalah bertujuan untuk
mengatur dan mengatasi adanya periode krisis dan adanya kondisi stres kronik dalam
keluarga (Kaakinen et al., 2010).
B. SARAN
Komunikasi terpeutik harus di terapkan oleh seorang perawat, karena komunikasi
merupakan elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk
menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan oran lain karena
komunikasi dilakukan oleh seseorang.
1. Perawat
Sebagai perawat dalam menjalankan tugas pelayanan kesehatan, perawat harus lebih
tanggap dalam mengidentifikasi masalah – masalah apa saja yang terkait dengan keluarga
lanjut usia, sehingga dapat memberikan asuhan yang sesuai dengan tahap lanjut usia serta
perawat menjadi fasilitator dalam membantu penyelesaian masalah.
2. Pasien
Pasien diharapkan agar menjalankan tugas perkembangan sesuai dengan tahap lanjut
usia, dapat menjaga keharmonisan keluarga, juga menjaga kesehatan dengan
menkonsumsi makanan-makanan yang bernutrisi tinggi serta mengoptimalkan
kemampuan yang dimiliki.
3. Masyarakat
Sebagai masyarakat juga harus memahami tentang masalah-masalah yang sering
terjadi pada lansia serta perawatannya pada masing-masing masalah tersebut dengan
mengikuti pendidikan kesehatan yang diadakan oleh perawat sehingga apabila dikeluarga
masyarakat terdapat keluarga dengan tahap lanjut usia, masyarakat dapat memberikan
saran-saran yang bermanfaat pada lansia-lansia yang ada disekitar masyarakat itu sendiri
Judul Jurnal
: Evaluasi Asuhan Keperawatan pada Lansia
Latar Belakang
: Proses penuaan adalah proses yang tersembunyi, dan permulaannya berbeda-beda antara
tiap individu, demikian pula kecepatan penurunannya. Perubahan ini meliputi perubahan
kekuatan jantung, penurunan sekresi cairan pencernaan ,penurunan aktivitas endokrin.
Pada tingkatan psikologis, proses penuaan ini ditandai dengan melambatnya waktu
beraksi, melambatnya proses belajar, serta penurunan daya ingat dan efisiensi intelektual.
Tujuan, Menilai atau membandingkan apakah tujuan yang ingin dicapai dalam rencana
keperawatan tercapai atau tidak, setelah dilakukan tindakan keperawatan. Melakukan
pengkajian ulang apabila ternyata rencana keperawatan yang telah ditetapkan belum atau
sudah tercapai sehingga hasil evaluasi dapat dipergunakan untuk perbaikan perencanaan
selanjutnya. Menilai keterlibatan secara aktif sasaran, tenaga pelaksanaan, serta tim
kesehatan lainnya. Menemukan faktor penghambat maupun penunjang dalam
pelaksanaan pemberian pelayanan keperawatan. Metode, Penulisan ini menggunakan
metode literature review dengan pendekatan jurnal atau artike, buku dan e-book yang
relevan dan akurat. Hasil, Proses penuaan dapat ditinjau dari aspek biologis, sosial dan
psikologik. Teori-teori biologis sosial dan fungsional telah ditemukan untuk menjelaskan
dan mendukung berbagai definisi mengenai proses penuaan. Pembahasan, Dalam
evaluasi memiliki tahap untuk menerapkannya, yaitu : Kriteria, Teknik evaluasi,
Langkah-langkah evaluasi, Beberapa hal yang ada dalam evaluasi, Evaluasi pencapaian
tujuan, Evaluasi pencapaian tujuan.

Kata Kunci : Evaluasi, Asuhan Keperawatan, Lansia


Judul Jurnal :
Penerapan konsep dasar proses keperawatan keluarga
Latar Belakang :
Latar belakang: keperawatan keluarga yang merupakan pelayanan holistik yang
menempatkan keluarga dan komponennya sebagai fokus pelayanan dan melibatkan anggota
keluarga. Keluarga adalah salah satu aspek terpenting dari perawatan. Keluarga merupakan
unit terkecil dalam masyarakat yang merupakan entry point dalam upaya mencapai
kesehatan masyarakat secara optimal. Keluarga juga disebut sebagai sistem sosial karena
terdiri dari individu-individu yang bergabung dan berinteraksi secara teratur antara satu
dengan yang lain yang diwujudkan dengan adanya saling ketergantungan dan berhubungan
untuk mencapai tujuan bersama. keluarga mempunyai anggota yang terdiri dari ayah, ibu
dan anak atau sesama individu yang tinggal di rumah tangga tersebut.
Tujuan: Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui dan memberi informasi tentang
penerapan konsep dasar proses keperawatan keluarga. Metode: Penulisan ini menggunakan
metode literature review dengan pendekatan jurnal atau artike, buku dan e-book yang
relevan dan akurat serta berfokus pada penerapan konsep dasar proses keperawatan
keluarga. Adapun jurnal atau artikel dan e-book yang digunakan pada literature review
adalah jurnal atau artikel dan e-book yang didapatkan dengan menggunakan Google
Scholar, Portal Garuda, dan Jurnal Keperawatan Indonesia.
Hasil: Berdasarkan hasil pencarian literatur didapatkan proses keperawatan yang terdiri dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan yang dimana
sudah diterapkan dan dilaksanakan pada setiap keluhan atau kondisi yang dialami
pasien/klien. Pembahasan: Proses keperawatan merupakan suatu proses yang kompleks dan
bersifat dinamis dengan menggunakan pendekatan yang sistematis pada keluarga dan
anggota keluarga dengan metode ilmiah. Dalam hal ini sangat penting bagi seorang perawat
yang akan melakukan suatu tindakan dengan menggunakan tahapan proses keperawatan.
Penutup: Dalam proses keperawatan pada keluarga sudah diterapkan dan dilaksanakan atau
dilakukan. Penerapan proses keperawatan ini bukan hanya pada keluarga tapi pada setiap
kondisi atau keluhan yang dialami oleh pasien/klien.

Kata kunci: penerapan, proses keperawatan, keluarga


DAFTAR PUSTAKA

 Apandi. 2002. Permasalahan Nutrisi pada


Lansia. http://pergemi.medindo.com/nutrisi.-   html.
 Ardiana, Anisah. 2007. Konsep Pertumbuhan dan perkembangan
Manusia. Jember: Bagian Dasar Keperawatan dan Keperawatan Dasar (DKKD)
Program Studi Ilmu Keperawatan.
 Direktorat Bina Gizi Masyarakat.2003.Pedoman Tatalaksana Gizi Usia Lanjut
Untuk Tenaga Kesehatan.Jakarta:Departemen Kesehatan.
 Darmojo.2000.Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) edisi ke-2.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Unifersitas Indonesia.
 Kurnianingsih,dkk.2007. Tugas Mata Kuliah Gizi Daur Gizi pada
Lansia.Surabaya:Universitas Airlangga.
 Courtney, Mary. 1997. Terapi Diet dan Nutrisi. Edisi II. Melfiawati (ED). Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
 Daimayanti, Mukhripah.2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik
Keperawatan. Bandung. PT Refika Aditama.
 http://materi-sehat.blogspot.com/07-04-2013
 http://muzacil.wordpress.com/01-04-2013
 http://wordpress.com/2011/06/03/dampak-kurangnya-komunikasi-dlm-keluarga/
 http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/10/komunikasi-dalam-keluarga/
 http://dhinipedia.blogspot.com/2012/01/komunikasi-dalam-keluarga.html
 Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan. Graha
Ilmu: Yogyakarta
 Muwarni, anita (2009), Komunikasi terapeutik panduan bagi
keperawatan. Fitramaya: yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai