Anda di halaman 1dari 33

Mata Kuliah Dosen Pembimbing

Desain Fondasi 1 Roza Mildawati, ST, MT

KAPASITAS DUKUNG FONDASI

OLEH :

Diana Hanafi : 163110269

KELAS :
IV D

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan
juga penulis berterimakasih pada ibu Roza Mildawati, ST, MT selaku dosen mata
kuliah Desain Fondasi yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan pembaca. Adapun makalah ini ditulis dari hasil
penyusunan data-data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber yang berkaitan
dengan Desain Fondasi, serta infomasi dari media massa yang berhubungan
dengan tema. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun dan dapat berguna bagi penulis
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan penulis memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Pekanbaru, Februari 2018

Penulis
Diana Hanafi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................i

KATA PENGANTAR ...............................................................................................ii

DAFTAR ISI ..............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1. 1 latar belakang ................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 1

1.3 Metode Penulisan ............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAAN .......................................................................................... 2

2. 1 Macam-macam tipe pondasi ............................................................................ 2


2.2 Tipe-Tipe Keruntuhan pondasi ........................................................................ 3

2.3 Teori Kapasitas Dukung................................................................................... 8

2.3.1 Analisis Terzaghi .................................................................................... 9


2.3.2 fondasi pada tanah pasir ........................................................................14
2.3.3 Analisis Skempton ................................................................................15
2.3.4 Analisis Mayerhof .................................................................................17
2.3.5 Persamaan Brinch Hansen.....................................................................18
2.3.6 persamaan Vesic (1975) ........................................................................20
2.3.7 tahanan Fondasi terhadap Gaya angkat keatas ......................................21

BAB III PENUTUP ...................................................................................................23

3.1 Kesimpulan ...................................................................................................23

3.2 Contoh Soal ...................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 26


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknik fondasi atau teknik pondasi adalah suatu upaya teknis untuk mendapatkan
jenis dan dimensi fondasi bangunan yang efisien, sehingga dapat menyangga beban
yang bekerja dengan baik. Teknik fondasi merupakan bagian dari ilmu geoteknik.
Kapasitas dukung pondasi merupakan besarnya tekanan yang mampu didukung oleh
pondasi. Pada pekerjaan pondasi, material batuan merupakan lapisan pendukung yang
baik, dan dapat mendukung beban yang besar bila dibawahnya tidak terletak lapisan
tanah yang lunak. Oleh karena itu mempelajari ilmu fondasi sangatlah penting,
terutama bagi mahasiswa teknik sipil.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun masalah-masalah yang akan dibahas di dalam makalah ini yaitu :
a) Jelaskan macam-macam tipe pondasi !
b) Bagaimana tipe-tipe keruntuhan pondasi ?
c) Jelaslan teori teori kapasitas dukung !
d) Bagiamana persamaan Brinch Hansen ?
e) Bagaimana persamaan Vesic 1975 ?
f) Bagaimana tahanan pondasi terhadap gaya angkat ke atas ?

1.3 Metode Penulisan


Metode yang digunakan penulis dalam mencari atau mengumpulkan data ini
menggunakan metode kepustakaan. Dimana metode ini pengumpulan data dengan
cara mengkaji dan menelaah data dari buku-buku dan internet.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Macam-Macam Tipe Fondasi


Fondasi adalah bagian terendah dari bangunan yang meneruskan beban bangunan
ke tanah atau batuan yang berada di bawahnya. Terdapat dua klasifikasi fondasi, yaitu
fondasi dangkal dan fondasi dalam. Fondasi dangkal didefinisikan sebagai fondasi
yang mendukung bebannya secara langsung, seperti: fondasi telapak, fondasi
memanjang dan fondasi rakit. Fondasi dalam didefinisikan sebagai fondasi yang
meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batu yang terletak relatif jauh dari
permukaan, contohnya fondasi sumuran dan fondasi tiang.
Fondasi telapak adalah fondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom.
Sedangkan fondasi memanjang adalah fondasi yang digunakan untuk mendukung
dinding memanjang atau digunakan untuk mendukung sederetan kolom yang berjarak
dekat, sehingga bila dipakai fondasi telapak sisi-sisinya akan berimpit satu sama lain.
Fondasi rakit (raft fo undation atau mat foundation), adalah fondasi yang
digunakan untuk mendukung bangunan yang terletak pada tanah lunak atau
digunakan bila susunan kolom-kolom jaraknya sedemikian dekat di semua arahnya,
sehingga bila dipakai fondasi telapak, sisi-sisinya akan berimpit satu sama lain.
Fondasi sumuran (pier fo undation) yang merupakan bentuk peralihan antara fondasi
dangkal dan fondasi tiang, digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada
kedalaman yang relatif dalam.
Fondasi sumuran (pier foundation) yang merupakan bentuk peralihan antara
fondasi dangkal dan fondasi tiang, digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada
kedalaman yang relatif dalam. Peck, dkk. (1953) membedakan fondasi sumuran
dengan fondasi dangkal dari nilai kedalaman (Dj) dibagi lebarnya (B). Fondasi tiang
(pile foundation), digunakan bila tanah fondasi pada kedalaman yang normal tidak
mampu mendukung bebannya, dan tanah keras terletak pada kedalaman yang sangat
dalam. Demikian pula, bila fondasi bangunan terletak pada tanah timbunan yang
cukup tinggi, sehingga bila bangunan diletakkan pada timbunan akan dipengaruhi
oleh penurunan yang besar. Bedanya dengan fondasi sumuran adalah fondasi tiang
umumnya berdiameter lebih kecil dan lebih panjang.
Fondasi tiang (pile foundation), digunakan bila tanah fondasi pada kedalaman
yang normal tidak mampu mendukung bebannya, dan tanah keras terletak pada
kedalaman yang sangat dalam. Demikian pula, bila fondasi bangunan terletak pada
tanah timbunan yang cukup tinggi, sehingga bila bangunan diletakkan pada timbunan
akan dipengaruhi oleh penurunan yang besar. Bedanya dengan fondasi sumuran
adalah fondasi tiang umumnya berdiameter lebih kecil dan lebih panjang.

Gambar Macam-macam tipe fondasi. (a) Fondasi memanjang. {b) Fondasi telapak.
(c) Fondasi rakit. (d) Fondasi sumuran. (e) Fondasi tiang.

2.2 Tipe-Tipe Keruntuhan Fondasi


Untuk mempelajari perilaku tanah pada saat permulaan pembebanan sampai
mencapai keruntuhan, dilakukan tinjauan terhadap suatu fondasi kaku pada
kedalaman dasar fondasi yang tak lebih dari lebar fondasinya. Penambahan beban
fondasi dilakukan secara berangsur-angsur.
Fase I. Saat awal penerapan bebannya, tanah di bawah fondasi turun yang diikuti
oleh deformasi tanah secara lateral dan vertikal ke bawah. Sejauh beban yang
diterapkan relative kecil, penurunan yang terjadi kira-kira sebanding dengan besarnya
beban yang diterapkan. Dalam keadaan ini, tanah dalam kondisi keseimbangan
elastis. Massa tanah yang terletak di bawah fondasi mengalami kompresi yang
mengakibatkan kenaikan kuat geser tanah, yang dengan demikian menambah daya
dukungnya.
Fase II. Pada penambahan beban selanjutnya, baji tanah terbentuk tepat di dasar
fondasi dan deformasi plastis tanah menjadi semakin dominan. Gerakan tanah pada
kedudukan plastis dimulai dari tepi fondasi, dan kemudian dengan bertambahnya
beban, zona plastis berkembang. Gerakan tanah ke arah lateral menjadi semakin nyata
yang diikuti oleh retakan lokal dan geseran tanah di sekeliling tepi fondasinya. Dalam
zona plastis, kuat geser tanah sepenuhnya berkembang untuk menahan bebannya.
Fase III. Fase ini dikarakteristikkan oleh kecepatan deformasi yang semakin
bertambah seiring dengan penambahan bebannya. Deformasi tersebut diikuti oleh
gerakan tanah ke arah luar yang diikuti oleh menggembungnya tanah permukaan, dan
kemudian, tanah pendukung fondasi mengalami keruntuhan dengan bidang runtuh
yang berbentuk lengkungan dan garis, yang disebut bidang geser radial dan bidang
geser linier.
Berdasarkan pengujian model, Vesic (1963) membagi mekanisme keruntuhan
fondasi menjadi 3 macam Gambar : (1) Keruntuhan geser umum (general shear fa
ilure). (2) Keruntuhan geser lokal (local shear fa ilure). (3) Keruntuhan penetrasi
(penetration fa ilure a tau punching shear failure).
Keruntuhan geser umum. Keruntuhan fondasi terjadi menurut bidang runtuh
yang dapat diidentifikasi dengan jelas. Suatu baji tanah terbentuk tepat pada dasar
fondasi (zona A) yang menekan tanah ke bawah hingga menyebabkan aliran tanah
secara plastis pada zona B. Gerakan ke arah luar di kedua zona tersebut, ditahan oleh
tahanan tanah pasif di bagian C. Saat tahanan tanah pasif bagian C terlampaui, terjadi
gerakan tanah yang mengakibatkan penggembungan tanah di sekitar fondasi. Bidang
longsor yang terbentuk, berupa lengkungan dan garis lurus yang menembus hingga
mencapai permukan tanah. Saat keruntuhannya, terjadi gerakan massa tanah ke arah
luar dan ke atas (Gambar 3.3a). Keruntuhan geser umum terjadi dalam waktu yang
relatif mendadak, yang diikuti oleh penggulingan fondasinya.
Keruntuhan geser lokal. Tipe keruntuhannya hampir sama dengan keruntuhan
geser umum, namun bidang runtuh yang terbentuk tidak sampai mencapai permukaan
tanah. Jadi, bidang runtuh yang kontinu tak berkembang. Fondasi tenggelam akibat
bertambahnya beban pada kedalaman yang relatif dalam, yang menyebabkan tanah di
dekatnya mampat. Tetapi, mampatnya tanah tidak sampai mengakibatkan kedudukan
kritis keruntuhan tanahnya, sehingga zona plastis tak berkembang seperti pada
keruntuhan geser umum. Dalam tipe keruntuhan geser Iokal, terdapat sedikit
penggembungan tanah di sekitar fondasi, namun tak terjadi penggulingan fondasi
(Gambar 3.3b).

Gambar 3.3 Macam keruntuhan fondasi. {a) Keruntuhan geser umum. {b)
Keruntuhan geser lokal. {c) Keruntuhan penetrasi.

Keruntuhan penetrasi. Pada tipe keruntuhan ini, dapat dikatakan keruntuhan


geser tanah tidak terjadi. Akibat bebannya, fondasi hanya menembus dan menekan
tanah ke samping yang menyebabkan pemampatan tanah di dekat fondasi. Penurunan
fondasi bertambah hampir secara linier dengan penambahan bebannya. Pemampatan
tanah akibat penetrasi fondasi, berkembang hanya pada zona terbatas tepat di dasar
dan di sekitar tepi fondasi. Penurunan yang terjadi tak menghasilkan cukup gerakan
arah lateral yang menujukedudukan kritis keruntuhan tanahnya, sehingga kuat geser
ultimit tanah tak dapat berkembang. Fondasi menembus tanah ke bawah dan baji
tanah yang terbentuk di bawah dasar fondasi hanya menyebabkan tanah menyisih.
Saat keruntuhan, bidang runtuh tak terlihat sama sekali (Gambar 3.3c). Jika tanah tak
mudah mampat dan kuat gesernya tinggi, praktis akan terjadi keruntuhan geser
umum. Tipe keruntuhan penetrasi dapat diharapkan terjadi terutama pada tanahtanah
yang mudah mampat, seperti pasir tak padat dan lempung lunak, dan banyak terjadi
pula jika kedalaman fondasi (Dj) sangat besar dibandingkan dengan lebarnya (B).
Akan tetapi, model keruntuhan fondasi yang dapat diharapkan terjadi pada tipe
fondasi tertentu tergantung dari banyak faktor. Contohnya, tipe tanah tertentu tidak
dapat menunjukkan tipe model keruntuhan fondasinya. Vesic (1963) telah banyak
mengerjakan tes model untuk mengetahui pengaruh kepadatan tanah pasir serta
pengaruh lebar dibanding kedalaman fondasi (DjiB) terhadap mekanisme keruntuhan
fondasi. Dari hasil tes tersebut, diperoleh bahwa tipe keruntuhan fondasi bergantung
pada kerapatan relatif (Dr) dan nilai DJfB, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar
3.4. Tipe keruntuhan geser umum diharapkan terjadi pada fondasi yang relatif
dangkal yang terletak pada pasir padat atau kira-kira dengan <p' > 36°, sedang untuk
keru.ntuhan geser lokal kira-kira dengan <p' < 29°.
2.3 Teori Kapasitas Dukung

Analisis daya dukung mempelajari kemampuan tanah dalam mendukung beban


fondasi struktur yang terletak di atasnya. Daya dukung menyatakan tahanan geser
tanah untuk melawan penurunan akibat pembebanan, yaitu tahanan geser yang dapat
dikerahkan oleh tanah di sepanjang bidang-bidang gesernya. Perancangan fondasi
harus dipertimbangkan terhadap keruntuhan geser dan penurunan yang berlebihan.
Untuk ini, perlu dipenuhi dua kriteria, yaitu: kriteria stabilitas dan kriteria penurunan.
Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi dalam perancangan fondasi adalah: (1)
Faktor aman terhadap keruntuhan akibat terlampauinya daya dukung harus dipenuhi.
Dalam hitungan daya dukung, umumnya digunakan faktor aman 3. (2) Penurunan
fondasi harus masih dalam batas-batas nilai yang ditoleransikan. Khususnya
penurunan yang tak seragam (differential settlement) harus tidak mengakibatkan
kerusakan pada struktur.
Untuk terjaminnya stabilitas jangka panjang, perhatian harus diberikan pada
peletakan dasar fondasi. Fondasi harus diletakkan pada kedalaman yang cukup untuk
menanggulangi risiko erosi permukaan, gerusan, kembang susut tanah, dan gangguan
tanah di sekitar fondasi lainnya.
Analisis-analisis daya dukung, dilakukan dengan cara pendekatan untuk
memudahkan hitungan. Persamaan-persaman yang dibuat, dikaitkan dengan sifat-sifat
tanah dan bentuk bidang geser yang terjadi saat keruntuhan. Analisisnya dilakukan
dengan menganggap bahwa tanah berkelakuan sebagai bahan bersifat plastis. Konsep
ini pertama kali diperkenalkan oleh Prandtl (1921), yang kemudian dikembangkan
oleh Terzaghi (1943), Meyerhof • (1955), De Beer dan Vesic (1958).

2.3.1 Analisis Terzaghi


Terzaghi (1943) melakukan analisis kapasitas dukung tanah dengan beberapa
anggapan :
1) Fondasi berbentuk memanjang tak terhingga.
2) Tanah di bawah dasar fondasi homogen.
3) Berat tanah di atas dasar fondasi digantikan dengan beban terbagi rata sebesar
𝑝0 = 𝐷𝑓 𝛾 dengan 𝐷𝑓 adalah kedalaman dasar fondasi dan 𝛾 adalah berat volume
tanah di atas dasar fondasi.
4) Tahanan geser tanah di atas dasar fondasi diabaikan.
5) Dasar fondasi kasar.
6) Bidang keruntuhan terdiri dari lengkung spiral logaritmis dan linier.
7) Baji tanah yang terbentuk di dasar fondasi dalam kedudukan elastis dan bergerak
bersama-sama dengan dengan dasar fondasi.
8) Pertemuan antara sisi baji dan dasar fondasi membentuk sudut sebesar sudut gesek
dalam tanah 𝜑.
9) Berlaku prinsip super posisi.
Kapasitas dukung limit didefinisikan sebagai beban maksimum persatuan luas
dimana tanah masih dapat mendukung beban tanpa mengalami keruntuhan.
Persamaannya :
𝑃𝑢
𝑞𝑢 =
𝐴
Dengan :
𝑞𝑢 = kapasitas dukung ultimit
𝑃𝑢 = beban ultimit
A = luas fondasi
Persamaan Terzhagi bila memakai data laboratorium untuk pondasi dengan bentuk
lingakaran adalah sebagai berikut :
Untuk pondasi lingkaran ,
𝑞𝑢 = 1,3𝑐𝑁𝑐 + 𝑝𝑜 𝑁𝑞 + 0,3𝛾𝐵𝑁𝛾
Untuk pondasi bujur sangkar,
𝑞𝑢 = 1,3𝑐𝑁𝑐 + 𝑝𝑜 𝑁𝑞 + 0,4𝛾𝐵𝑁𝛾
Untuk pondasi empat persegi panjang,
0,3𝐵 0,2𝐵
𝑞𝑢 = 𝑐𝑁𝑐 (1 + ) + 𝑝𝑜 𝑁𝑞 + 0,5𝛾𝐵𝑁𝛾 (1 − )
𝐿 𝐿
dimana,
𝛾 : Berat Volume Tanah (kN/𝑚2 )
Df : Kedalaman Dasar Pondasi (m)
C : kohesi Tanah (kN/m2)

B : Lebar/ diameter pondasi (m)

po : Tekanan overburden pada dasar pondasi (kN/m2)

po = (𝐷𝑓 . 𝛾)

qult : Daya Dukung Ultimit Pondasi


Nc, Nq, 𝑁𝛾 adalah faktor daya dukung tanah (bearing capacity factors) yang
besarnya tergantung dari sudut geser tanah. Rumus daya dukung tanah Terzaghi
diatas berlaku pada kondisi “general shear failure” yang terjadi pada tanah padat atau
agak keras, yaitu karena desakan pondasi bangunan pada tanah, maka mula-mula
terjadi penurunan kecil, tetapi bila desakan bertambah sampai melampaui batas daya
dukung tanah ultimit, maka akan terjadi penurunan yang besar dan cepat, dan tanah di
bawah pondasi akan mendesak tanah sekitarnya ke samping dan menyebabkan tanah
tersebut terdesak naik ke atas permukaan tanah.
Pada lapisan tanah yang agak lunak atau kurang padat, karena desakan pondasi
bangunan pada tanah, maka akan tampak adanya penurunan yang besar sebelum
terjadi keruntuhan pada keseimbangan tanah di bawah pondasi. Kondisi ini disebut
“local shear failure”.Untuk kondisi ini rumus daya dukung tanah Terzaghi harus
diberi reduksi pada kohesinya yaitu :
e’ = 2/3 c

dimana , c’ : kohesi tanah pada “local shear failure”

Sehingga rumusnya menjadi,

qult = 2/3 C.Nc’ + 𝛾b.Nq’.D + 0,5. 𝛾b.B.𝑁𝛾’


(a) Pengaruh Bentuk Fondasi

Persamaan-persamaan daya dukung yang telah dipelajari di atas hanya berlaku


untuk menghitung daya dukung ultimit fondasi memanjang. Untuk bentuk-bentuk
fondasi yang lain, Terzaghi memberikan pengaruh faktor bentuk terhadap daya
dukung ultimit yang didasarkan pada analisis fondasi memanjang, sebagai berikut:

Untuk fondasi dalam yang berbentuk sumuran dengan Df >5B, Terzaghi


menyarankan persamaan daya dukung dengan nilai faktor-faktor daya dukung yang
sama, hanya faktor gesekan dinding fondasi diperhitungkan. Persamaan daya
dukungnya dinyatakan oleh:

𝑃𝑢′ = 𝑃𝑢 + 𝑃𝑠

= 𝑞𝑢 𝐴𝑝 + 𝜋𝐷𝑓𝑠 𝐷𝑓

Dengan :
𝑃𝑢′ = beban ultimit total untuk fondasi dalam (kN)
𝑃𝑢 = beban ultimit total untuk fondasi dangkal (kN)
Ps = tahanan gesek pada dinding fondasi (kN)
𝑞𝑢 = 1,3𝑐𝑁𝑐 + 𝑝𝑜 𝑁𝑞 + 0,3𝛾𝐵𝑁𝛾 (jika berbentuk lingkaran ) (kN/m2)
Ap = luas dasar fondasi (m2)
D = B = diameter fondasi (m)
Fs = faktor gesekan (tabel)
Df = kedalaman pondasi (m)

(b)Pengaruh Air Tanah

Berat volume tanah sangat dipengaruhi oleh kadar air dan kedudukan air tanah.
Oleh karena itu, hal tersebut berpengaruh pula pada daya dukungnya. (1) Jika muka
air tanah sangat dalam dibandingkan dengan lebar fondasinya atau z > B, dengan z
adalah jarak muka air tanah di bawah dasar fondasi (lihat Gambar 3.9a), nilai y dalam
suku ke-2 dari persamaan daya dukung dipakai yb atau yd, demikian pula dalam suku
persamaan ke-3 dipakai nilai berat volume basah (yb) atau kering yd. Untuk kondisi
ini, nilai parameter kuat geser yang digunakan dalam hitungan adalah parameter kuat
geser dalam tinjauan tegangan efektif (c' dan <p'). (2) Bila muka air tanah terletak di
atas atau sama dengan dasar fondasinya (Gambar 3.9b), nilai berat volume yang
dipakai dalam suku persamaan ke-3 harus berat volume efektifnya (y'), karena zona
geser yang terletak di bawah fondasi sepenuhnya terendam air. Pada kondisi ini, nilai
p0 pada suku persamaan ke-2, menjadi y' (DJ-dw) + ybdw dengan y' = Ysat- Yw' dan
dw = kedalaman muka air tanah dari permukaan.

(c) Definisi-definisi dalam Perancangan Fondasi

Daya dukung ultimit neto (net ultimate bearing capacity) (qun) adalah nilai
intensitas beban fondasi saat tanah akan mengalami keruntuhan geser, yang secara
umum dapat dinyatakan dalam persamaan:

qun =qu-Dfγ
2.3.2 Fondasi pada Tanah Pasir

Tanah granuler, seperti tanah pasir dan kerikil, tidak berkohesi (c = 0), atau
mempunyai kohesi namun sangat kecil hingga dalam hitungan daya dukung sering
diabaikan. Daya dukung fondasi pada tanah granuler, dipengaruhi terutama oleh
kerapatan relatif (D,), kedudukan muka air tanah, tekanan keliling (confining
pressure), dan ukuran fondasinya. Untuk tanah tak berkohesi, persamaan umum daya
dukung ultimit Terzaghi akan menjadi sebagai berikut:

(1 ) Fondasi berbentuk memanjang:

𝑞 = 𝑝0 . 𝑁𝑞 + 0,5𝛾𝐵𝑁𝛾

(2) Fondasi berbentuk bujur sangkar:

𝑞𝑢 = 𝑝0 . 𝑁𝑞 + 0,4𝛾 𝐵𝑁𝛾

(3) F ondasi berbentuk lingkaran:

𝑞𝑢 = 𝑝0 . 𝑁𝑞 + 0,3𝛾 𝐵𝑁𝛾

(4) F ondasi berbentuk em pat persegi panjang:

𝑞 = 𝑝0 . 𝑁𝑞 + 0,5𝛾𝐵𝑁𝛾 (1-0,2 B/L)

dengan
B = lebar a tau diameter fondasi.
L = panjang fondasi.
p0 = Dfy = tekanan overburden pada dasar fondasi.
Df= kedalaman fondasi.
𝛾 = berat volume tanah granuler.
𝑁𝑞 , 𝑁𝑦 = faktor-faktor daya dukung.
2.3.3 Analisis Skempton

Skempton (1951) memberikan persamaan daya dukung ultimit fondasi yang


terletak pada lempung jenuh dengan memperhatikan faktor-faktor bentuk dan
kedalaman fondasi. Pada sembarang kedalaman fondasi empat persegi panjang yang
terletak pada tanah lempung, Skempton menyarankan pemakaian faktor koreksi
pengaruh bentuk fondasi (se), dengan se = (1 + 0,2BIL) (3.30) dengan B = lebar dan
L = panjang fondasi.

Analisis Skempton (1951) memberikan persamaan daya dukung ultimit pondasi


yang terletak pada lempung jenuh dengan memberikan faktor bentuk dan kedalaman.
Skempton menyarankan pemakaian faktor koreksi pengaruh bentuk pondasi (Sc)
dengan

Sc = (1 + 0,2 B/L)

B = Lebar telapak pondasi

L = Panjang telapak Pondasi

(1) Fondasi di permukaan (Df= 0):

Nc(per mukaan) = 5,14; untuk fondasi memanjang.

Nc(permukaan) = 6,20; untuk fondasi lingkaran dan bujur sangkar.

(2) Fondasi pada kedalaman 0 < Df < 2,5B:

𝐷𝑓
N = (1 + 0 2 ) 𝑁𝑐(𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛)
𝐵

(3) Fondasi pada kedalaman Df> 2,58:

Nc = l,5Nc(permukaan)

Daya dukung ultimit fondasi memanjang analisis Skempton:

𝑞𝑢 = 𝐶 𝑢 𝑁𝑐 + 𝐷𝑓 𝛾
Daya dukung ultimit neto:

𝑞𝑢𝑛 = 𝐶 𝑢 𝑁𝑐

Dengan

qu = daya dukung ultimit.

𝑞𝑢𝑛 = daya dukung ultimit neto.

𝐷𝑓 = kedalaman fondasi.

𝛾 = berat volume tanah.

cu = kohesi pada kondisi tanpa-drainase.

Nc = faktor kapasitas dukung Skempton

qu = daya dukung ultimit.

q un = daya dukung ultimit neto.

Df = kedalaman fondasi.

𝛾 = berat volume tanah.

cu = kohesi pada kondisi tanpa-dra.inase.

Nc = faktor daya dukung yang ditunjukkan dalam Gambar 3.10.


2.3.4 Analisis Meyerhof

Analisis daya dukung Meyerhof (1955) menganggap sudut baji 𝛽 (sudut


antara bidang AD atau BD terhadap arah horizontal) tidak sama dengan 𝜑, dan
nilai 𝛽 > 𝜑. Akibatnya, bentuk baji lebih memanjang ke bawah bila dibandingkan
dengan analisis Terzaghi. Zona keruntuhan berkembang dari dasar fondasi, ke atas
sampai mencapai permukaan tanah (Gambar 3.11). Jadi, tahanan geser tanah di
atas dasar fondasi diperhitungkan. Karena 𝛽 > 𝜑, nilai faktor-faktor daya dukung
Meyerhof lebih rendah dari pada yang diberikan oleh Terzaghi. Namun, karena
Meyerhof mempertimbangkan faktor pengaruh kedalaman fondasi, daya
dukungnya menjadi lebih besar
2.3.4.1.Beban Eksentris

Pengaruh pembebanan vertikal yang eksentris pada fondasi memanj ang yang
terletak di permukaan tanah kohesif (𝜑 = 0) dan tanah granuler (c = 0 dan 𝜑 =
35°), secara kuantitatif diperlihatkan oleh Meyerhof (1953) (Gambar 3.13). Dapat
dilihat bahwa faktor reduksi daya dukung merupakan fungsi dari eksentrisitas
beban. Pada tanah-tanah granuler, reduksi daya dukung lebih besar daripada tanah
kohesif. Pada Gambar 3.13b, daya dukung ultimit pembebanan vertikal-eksentris
(qu ') diperoleh dengan mengalikan daya dukung ultimit fondasi dengan
pembebanan vertikal-terpusat (qu) dengan faktor reduksi R,, yaitu

𝑞𝑢′ = 𝑅𝑒 𝑞𝑢

dengan

q’ = daya dukung ultimit pada pembebanan vertikal-eksentris.


Re = faktor reduksi akibat pembebanan eksentris.
qu = daya dukung ultimit pada pembebanan vertikal di pusat fondasi.
Jika eksentrisitas beban clua arah, yaitu ex clan e11, maka lebar efektif
fonclasi (B') clitentukan seclemikian hingga resultan beban terletak di pusat berat
area efektif A ' (Gamba 3.14b). Komponen vertikal beban total (P ') yang
cliclukung oleh fonclasi clengan beban. eksentris clinyatakan oleh:

𝑃′ = 𝑞𝑢 𝐴′ = 𝑞𝑢 𝐵′𝐿′

dengan A' adalalah luas efektif clengan sisi terpanjang L ', seclemikian hingga
pusat beratnya berimpit clengan garis kerja resultan beban fonclasi. Dalam ha! ini,
cliclefinisikan lebar efektif B ' = A '/L '. Dalam Persamaan (3.47), bila
hitungannya clalam tinjauan claya clukung ultimit neto (qun), beban yang
terhitung merupakan beban ultimit neto. Untuk eksentrisitas beban 2 arah,
Meyerhof (1953) menyarankan penyeclerhanaan luas clasar fonclasi efektif
seperti yang clitunjukkan pacla Gambar 3.14c, dengan

𝐵 ′ = 𝐵 − 2𝑒𝑥 𝑑𝑎𝑛 𝐿′ = 𝐿 − 2𝑒𝑦


2.3.4.2.Beban Miring

Meyerhof (1953) memperlihatkan pengaruh pembebanan yang miring


terhadap reduksi daya dukung fondasi memanjang yang terletak pada permukaan
tanah kohesif (cp = 0) dan tanah granuler (c = 0 dan cp = 35°) (Gambar 3.16).
Meyerhof menyarankan reduksi daya dukung ultimit fondasi pada kedalaman o1
yang mengalami pembebanan miring, seperti yang diberikan dalam Gambar 3.17.
Cara penggunaan gambar tersebut adalah, pertama, beban fondasi dianggap
vertikal dan daya dukung ditentukan dengan prosedur normal. Kemudian, daya
dukung terhitung dikalikan dengan faktor reduksi Ri. Daya dukung fondasi
memanjang dengan dasar horizontal pada pembebanan yang miring, dinyatakan
oleh persamaan:

𝑃𝑣
= 𝑅𝑖 𝑞𝑢
𝐵
dengan
qu = daya dukung ultimit (atau daya dukung diizinkan) untuk fondasi dengan
dasar horizontal pada pembebanan vertikal.
Ri = faktor reduksi akibat pembebanan miring.
Pv = komponen beban vertikal ultimit.

Untuk pembebanan miring ini, Janbu (1957) menyarankan persamaan


daya dukung yang mirip dengan persamaan Terzaghi. Bedanya, terdapat tambahan
faktor Nh untu menghitung daya dukung ultimit ekivalen bila pembebanan miring
(Gambar 3.18). Car ini, dilakukan dengan memperhitungkan faktor gaya
horizontal Ph yang dianggap bekerj pada dasar fondasinya. Persamaan daya
dukung untuk fondasi memanjang dengan pembebana miring di pusat fondasi,
diberikan dalam bentuk:

𝑃𝑣 + 𝑁ℎ 𝑃ℎ
= 𝑐𝑁𝑐 + 𝑃𝑜 𝑁𝑞 + 0,5𝐵𝛾𝑁𝛾
𝐴

𝑃𝑣 =komponen beban vertikal yang diterapkan.

𝑁ℎ =faktor daya dukung pada Gambar 3.18.

𝑃ℎ =gaya horizontal pada dasar fondasi yang nilainya tak boleh


melampaui
𝑐 =kohesi.
𝐵 =lebar fondasi.
𝐴 =luas fondasi.
P0 = tekanan overburden pada dasar fondasi.
Df= kedalaman.
𝛾 = berat volume tanah

2.3.4.3.Kombinasi beban miring dan eksentris


Jika pembebanan selain miring tapi juga eksentris, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 3.19a dan 3.19b, daya dukung tanah akan bergantung
pada orientasi gaya-gayanya. Wack (1961) mengamati bahwa jika miringnya
beban sedemikian hingga arah komponen gaya horizontal mendekati pusat fondasi
(Gambar 3.19a), luas bidang longsor akan berkurang dibandingkan bila bebannya
vertikal (o = 0). Sebaliknya, bila arah komponen gaya horizontal menjauhi pusat
fondasi (Gambar 3.19b), luas bidang longsor akan bertambah dibandingkan bila
bebannya vertikal.

2.3.4.4.Fondasi pada lereng


Meyerhof (1957) memberikan persamaan daya dukung untuk fondasi
memanjang yang terletak pada lereng , sebagai berikut:
𝑞𝑢 = 𝑐𝑁𝑐𝑞 + 0,5𝛾𝐵𝑁𝛾𝑞

qu = daya dukung ultimit.


c = kohesi.
y = berat volume tanah.
B = lebar fondasi.

𝑁𝑐𝑞 = 𝑁𝛾𝑞 = faktor-faktor daya dukung

2.3.5. Persamaan Brinch Hansen


Brinch Hansen (1970) menyarankan persamaan kapasitas dukung yang pada
dasarnya sama dengan terzaghi, hanya di dalam persamaannya memperhatikan
pengaruh-pengaruh bentuk pondasi, kedalaman, inklinasi beban, inklinasi dasar
dan inklinasi permukaan tanah.
Untuk tanah dengan 𝜑 > 0, Brinch Hansen menyarankan persamaan
kapasitas dukung ultimit :
𝑄𝑢
𝑞𝑢 = = 𝑠𝑐 𝑑𝑐 𝑖𝑐 𝑔𝑐 𝑐𝑁𝑐 + 𝑠𝑞 𝑑𝑞 𝑖𝑞 𝑏𝑞 𝑔𝑞 𝑝𝑜 𝑁𝑞 + 𝑠𝛾 𝑑𝛾 𝑖𝛾 𝑔𝛾 0,5 𝐵′𝛾𝑁𝛾
𝐵 ′ 𝐿′
Dengan :
𝑄𝑢 = beban vertikal ultimit (kN)
𝐵 ′ 𝐿′ = Panjang dan lebar efektif fondasi (m)
𝛾 = berat volume tanah (kN/m3)
c = kohesi tanah (kN/m2 )
𝑝𝑜 = Df𝛾 = tekanan overburden di dasar fondasi (kN/m2 )
𝑠𝑐 𝑠𝑞 𝑠𝛾 = Faktor –faktor bentuk fondasi
𝑑𝑐 𝑑𝑞 𝑑𝛾 = faktor-faktor kedalaman fondasi
𝑖𝑐 𝑖𝑞 𝑖𝛾 = faktor- faktor kemiringan beban
𝑏𝑐 𝑏𝑞 𝑏𝛾 = faktor-faktor kemiringan dasar
𝑖𝑐 𝑖𝑞 𝑖𝛾 = faktor-faktor kemiringan beban
𝑔𝑐 𝑔𝑞 𝑔𝛾 = faktor-faktor kemiringan permukaan
𝑁𝑐 𝑁𝑞 𝑁𝛾 = faktor-faktor kapasitas dukung Hansen
2.3.6. Persamaan Vesic (1975)
Vesic menyarankan persamaan daya dukung ultimit untuk fondasi yang
terletak di tanah lempung, yang tanahnya terdiri dari 2 lapis, yaitu lempung lunak
pada bagian atas dan lempung kaku pada lapisan bawah atau sebaliknya.
Persamaan daya dukung ultimit bila tanah yang di atas lebih lunak daripada
lapisan di bawahnya, dinyatakan oleh:

𝑞𝑢 = 𝐶1 𝑁𝑚 + 𝐷𝑓 𝛾

dengan

c1= kohesi lapisan lempung atas.

Nm= faktor daya dukung

Df= kedalaman fondasi.

𝛾 =berat volume tanah lapisan atas.

Nilai-nilai Nm relatif aman untuk fondasi yang sangat kaku dan harus dipakai
dengan hatihati bila fondasinya fleksibel. Didasarkan hasil pengujian Brown dan
Meyerhof (1969), Vesic menyarankan faktor reduksi untuk c1 pada Persamaan
(3.54) bila lempung mempunyai sensitivitas kira-kira 2. Yaitu, c1 digantikan
dengan 0,75c1. Kondisi ke-2, bila tanahnya terdiri dari lapisan lempung kaku di
bagian atas dan lempung lunak di bagian bawah, analisisnya harus memperhatikan
keruntuhan penetrasi di tepi fondasi, dan faktor daya dukung Nm dinyatakan oleh
persamaan:

N = 1 / 𝛽 + ( c2/c1) 𝜆𝑐 𝑁𝑐 (dengan Nm ≲ 𝜆𝑐 𝑁𝑐 )

indeks penetrasi = BL[2H(B + L)]

H= jarak permukaan lapisan lempung bawah dengan dasar fondasi

L,B=berturut-turut adalah panjang dan lebar fondasi


𝜆𝑐 𝑁𝑐 = faktor daya dukung yang memperhatikan koreksi untuk bentuk fondasi

c2,c1berturut-turut kohesi pada lapisan atas dan bawah

Table 3.5 Faktor daya dukung Nm Vesic, untuk pondasi empat persegi

panjang dengan L/B <5 (dari Ramiah dkk., 1 981)

𝑐2 2 4 6 8 10 20 ∞
/𝑐1
1 5.14 5.14 5.14 5.14 5.14 5.14 5.14
1.5 5.14 5.31 5.45 5.59 5.70 6.14 7.71
2 5.14 5.43 5.69 5.92 6.13 6.95 10.28
3 5.14 5.59 6.00 6.38 6.74 8.16 15.42
4 5.14 5.69 6.21 6.69 7.14 9.02 20.56
5 5.14 5.76 6.35 6.90 7.42 8.66 25.70
10 5.14 5.93 6.69 7.43 8.14 11.40 51.40
∞ 5.14 6.14 7.14 8.14 9.14 14.14 ∞

2.3.7. Tahanan Fondasi terhadap Gaya angkat ke Atas


Gaya angkat pada fondasi ditahan oleh gesekan di sepanjang tepi tanah
yang terangkat ditambah dengan berat fondasi dan tanah. Jika tanahnya granuler
dan terendam air tanah, berat volume tanah efektif (y') harus digunakan dalam
hitungannya. Pada waktu fondasi akan terangkat, suatu prisma tanah terbawa oleh
pelat fondasi (Gambar 3.21). Bentuk dari prisma bergantung pada karakteristik
tanah di atas dasar fondasi. Karena tidak adanya data yang akurat mengenai hal
ini, umumnya dipakai cara konvensional. Yaitu, dengan menganggap bentuk
tanah yang akan terbongkar, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.21. Untuk
kondisi ini, tahanan fondasi terhadap gaya tarikan vertikal ke atas dinyatakan
oleh:

𝑃𝑡 = 𝑊𝑝 + 𝑊𝑡 + 𝐹𝑟

𝑃𝑡 =gaya tahanan ultimit fondasi terhadap gaya tarikan vertikal ke atas.

𝑊𝑝 = berat pelat fondasi.

𝑊𝑡 = berat prisma tanah dalam area yang diarsir.


𝐹𝑟 =tahanan gesek di sepanjang tanah yang tergeser.

=0,5𝐷𝑓𝛾 AK0 tg 𝜑(untuk tanah granuler).

=cA (untuk tanah kohesif).

A=luas selimut prisma tanah yang tertarik ke atas.

Df=kedalaman fondasi.

𝛾= berat volume tanah.

𝐾0 = koefisien tekanan tanah lateral saat diam.

𝜑= sudut gesek dalam tanah.

c = kohesi.

Jika fondasi terdiri dari beberapa fondasi yang menderita gaya ke atas,
maka perlu diadakan pengujian pembebanan ke arah atas.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kapasitas dukung pondasi merupakan besarnya tekanan yang mampu
didukung oleh pondasi. Pada pekerjaan pondasi, material batuan merupakan
lapisan pendukung yang baik, dan dapat mendukung beban yang besar bila
dibawahnya tidak terletak lapisan tanah yang lunak.

3.2 Contoh Soal


Adapun contoh soal adalah sebagai berikut :
1) Tentukan tekanan overburden pada dasar fondasi jika di ketahui fondasi
dengan kedalaman 3m dan berat volume tanah 45 kN/m3 !
Jawaban :
Diketahui : 𝐷𝑓 = 3𝑚
𝛾 = 45 kN/m3
Ditanya : 𝑝𝑜 = ⋯ ?
Jawab : 𝑝𝑜 = 𝐷𝑓 𝛾
= 3 x 45
= 135 kN/m2
2) Jika diketahui beban ultimit total untuk fondasi dalam sebesar 50 kN dan beban
ultimit total untuk fondasi dangkal 35 kN. Hitung tahanan gesek pada dinding
fondasi !
Jawaban :
Diketahui : 𝑃𝑢′ = 50 𝑘𝑁
Pu = 35 kN
Ditanya : Ps = ...?
Jawab : 𝑃𝑢′ = Pu + Ps
50 = 35 + Ps
Ps = 15 kN
3) Terdapat fondasi memanjang terletak pada tanah dengan berat volume tanah
22,3 kN/m2 dengan kohesi tanah 56 kN/m2 dan 𝜑 = 25 ° . Tentukan kapasitas
dukung ultimit jika kedalaman fondasi 2 m dan lebar 2,6 m dengan tidak
terdapat beban merata !
Jawaban :
Dikeahui : 𝛾 = 22,3 𝑘𝑁/𝑚2
C = 56 kN/m2
𝜑 = 25°
Df = 2m
B = 2,6 m
Ditanya : 𝑞𝑢 = ⋯ ?
Jawab : 𝜑 = 25° maka berdasarkan tabel nilai kapasitas
Dukung terzaghi di dapat nilai Nc = 25,1 Nq = 12,7
𝑁𝛾 = 9,7
𝑘𝑁
𝑝𝑜 = 𝐷𝑓 𝛾 = 2 𝑥 22,3 = 44,6 𝑚2

𝑞𝑢 = 𝑐 𝑁𝑐 + 𝑝𝑜 𝑁𝑞 + 0,5 𝛾𝐵 𝑁𝛾
= (56𝑥25,1) + (44,6 𝑥 12,7) + (0,5𝑥22,3𝑥9,7)
= 2080,175 kN/m2
4) Dengan yang di ketahui sama dengan soal no 3 tentukan kapasitas dukung
ultimit jika terdapat beban merata di atas permukaan sebesar 25 kN/m2 !
Jawaban :
Diketahui : 𝛾 = 22,3 𝑘𝑁/𝑚2
C = 56 kN/m2
𝜑 = 25°
Df = 2m
B = 2,6 m
qo = 25 kN/m2
Ditanya : 𝑞𝑢 = ⋯ ?
Jawab : 𝜑 = 25° maka berdasarkan tabel nilai kapasitas
Dukung terzaghi di dapat nilai Nc = 25,1 Nq = 12,7
𝑁𝛾 = 9,7
𝑘𝑁
𝑝𝑜 = 𝐷𝑓 𝛾 = 2 𝑥 22,3 = 44,6 𝑚2
𝑞𝑢 = 𝑐 𝑁𝑐 + (𝑝𝑜 + 𝑞𝑜 )𝑁𝑞 + 0,5 𝛾𝐵 𝑁𝛾
= (56𝑥25,1) + (44,6 + 25) 𝑥 12,7 + (0,5𝑥22,3𝑥9,7)
= 2397,675 kN/m2
5) Tentukan tahanan gesek pada dinding fondasi yang berada di tanah kerikil
padat jika di ketahui diameter fondasi 1,6 m dengan kedalaman 2 m !
Jawaban :
Diketahui : 𝐷𝑓 = 2 𝑚 = 200 cm
D = 1,6 m = 160 cm
Ditanya : Ps =...?
Jawab : karena tanah yang digunakan adalah tanah kerikil padat
Maka nilai 𝑓𝑠 = 0,49 𝑘𝑔/𝑐𝑚2

Ps = 𝜇𝐷𝑓𝑠 𝐷𝑓
= 22/7 x 160 x 0,49 x 200
= 49280 kg
= 482944 N
= 482,944 kN
DAFTAR PUSTAKA

Hardiyatmo, H.C., Teknik Fondasi I.Yogyakarta: Beta Offset, 2002.

https://id.wikipedia.org/wiki/Teknik_fondasi

http://pemudasipil.blogspot.co.id/2013/03/kapasitas-dukung-pondasi-dan

keruntuhan.html

Anda mungkin juga menyukai