Bab 8 Alk
Bab 8 Alk
Aset dan kewajiban operasi adalah pos yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha
perusahaan, dan meliputi kas, piutang usaha, persediaan, beban dibayar dimuka, asset pajak
tangguhan, asset tetap, dan investasi jangka panjang yang terkait dengan akuisisi strategis.
Kewajiban operasi bersih adalah utang usaha dan beban yang masih harus dibayar serta
kewajiban operasi jangka panjang dan kewajiban pajak tangguhan. Aset non operasi meliputi
investasi dalam efek yang dapat diperdagangkan investasi non strategis, dan investasi dalam
operasi yang dihentikan sebelum di jual.
NFO = Kewajiban non operasi – asset non operasi
b. Pengembalian atas Equitas Pemegang Saham Biasa
Pengembalian atas ekuitas biasa dihitung sebagai berikut:
Laba bersih - Deviden saham preferen
Rata-rata ekuitas pemegang saham biasa
ROCE terdiri dari dua komponen, yaitu pengembalian operasi dan pengembalian non
operasi.
Kita dapat memisahkan pengembalian ini menjadi komponen yang bermakna secara relative
terhadap penjualan. Pemisahan pengembalian atas asset operasi bersih adalah:
Margin NOPAT dan perputaran NOA merupakan pengukuran yang bermanfaat dan menuntut
analisis mendapatkan pemahaman atas profitabilitas suatu perusahaan.
(1+OLLEV)
Dimana OA adalah asset operasi kotor dan OLLEV (kewajiban rata-rata/Rata-rata NOA)
adalah rasio leverage kewajiban operasi. Karena OLLEV memiliki nilai positif, kenaikan
OLLEV akan meningkatkan RNOA.
Margin laba operasi merupakan fungsi dari harga jual per unit produk produk atau jasa
dibandingkan dengan biaya per unit yang dikeluarkan untuk membawa produk atau jasa
tersebut ke pasar dan memenuhi kebutuhan pelanggan setelah penjualan. Untuk tujuan
analisis, margin laba sebelum pajak dapat dipisahkan menjadi beberapa komponen:
PM sebelum pajak = PM penjualan sebelum pajak + PM sebelum pajak lainnya.
PM penjualan sebelum pajak = (margin kotor÷penjualan) – (beban
penjualan÷penjualan) – (beban administrasi÷penjualan) – (litbang÷penjualan).
PM sebelum pajak lainnya = (laba ekuitas÷penjualan)
Beberapa hal penting dalam analisa profitabilitas:
1. Laba Kotor (Gross Profit)
Laba Kotor diukur dari pendapatan dikurangi harga pokok penjualan, dan sering
dilaporkan dalam bentuk persentase yang dihitung dari laba kotor dibagi dengan
penjualan. Laba kotor harus cukup besar untuk mendanai pengeuaran bersifat diskresi
penting yang berorientasi pada masa depan seperti penelitian dan pengembangan,
pemasaran, serta iklan.
Analisa terhadap perubahan penjualan dan harga pokok penjualan akan berguna dalam
mengidentifikasi pendorong utama laba kotor. Perubahan laba kotor sendiri sering kali
terjadi akibat salah satu atau kombinasi dari perubahan berikut :
a. Kenaikan (penurunan) volume penjualan
b. Kenaikan (penurunan) harga jual unit
c. Kenaikan (penurunan) biaya per unit
2. Beban Penjualan (Selling expenses)
Pentingnya hubungan antara beban penjualana dan pendapatan bervariasi untuk tiap
industry dan perusahaan. Di beberapa perusahaan tertentu, beban penjualan terutama
komisi yang sangat bersifat variable, sementara di perusahaan lain sebagian besar
bersifat tetap.
Ketika beban penjualan sebagai persentase dari pendapatan menunjukkan adanya
kenaikan, yang perlu menjadi perhatian adalah kenaikan beban penjualan yang
menghasilkan kenaikan pendapatan. Beberapa beban promosi penjualan tertentu
khususnya periklanan, menghasilkan manfaat sekarang dan masa depan. Mengukur
manfaat masa depan yang diberikan oleh beban ini memang cukup sulit. Selain
memengaruih penjualan masa depan, pengeluaran ini juga memberikan pandangan
tentang kecenderungan manajemen untuk mengelolah laba yang dilaporkan.
3. Beban Umum dan Administrasi (General and Administrative Expenses)
Sebagian besar beban umum dan administrasi bersifat tetap, kebanyakan karena
beban ini meliputi pos-pos seperti gaji dan sewa.
Perubahan komponen pada tingkat perputaran setiap asset dapat berguna dalam analisis
suatu perusahaan. Bagian berikut akan membahas perputaran asset untuk komponen akun
asset dan akun kewajiban. Ukuran utilitas asset yang paling relevan adalah penjualan karena
penjualan pada dasarnya adalah laba. Umumnya tingkat perputaran mencerminkan
produktivitas relative tiap asset, atau tingkat volume penjualan yang kita peroleh dari setiap
nilai yang diinvestasikan dalam satu asset tertentu. Namun bukan berarti tingkat perputaran
asset yang lebih tinggi lebih baik daripada yang rendah. Memang kita dapat meningkatkan
tingkat perputaran dengan menurunkan investasi dalam asset tetapi hal tersebut bisa saja
menjadi kontraproduktif. Contoh ; Kita membutuhkan tingkat persediaan tertentu untuk
mendukung tingkat penjualan saat ini. Jika tingkat ini mengalami penurunan, kita menghadapi
resiko kehabisan barang dan kehilangan penjualan. Jadi, investasi dalam asset harus
dioptimalkan dan tidak selalu harus diminimalkan.
Piutang merupakan asset yang harus didanai oleh biaya modal. Selain itu piutang memiliki
resiko penagihan dan membutuhkan overhead tambahan dalam bentuk bagian kredit dan
penagihan. Dari sudut pandang ini, mengurangi tingkat piutang akan mengurangi biaya
tersebut. Akan tetapi, jika kita mengurangi terlalu banyak melalui kebijakan kredit yang terlalu
ketat dampaknya akan merugikan penjualan. Oleh karena itu piutang harus bisa dikelolah
secara efektif.
Pandangan alternative dari perputaran piutang usaha adalah periode penagihan rata-rata
yang dihitung dari :
2. Perputaran Persediaan
Tingkat perputaran persediaan dapat dihitung sebagai berikut :
Rasio ini menggunakan HPP sebagai ukuran volume penjualan karena penyebutnya,
persediaan dilaporkan berdasarkan harga perolehan bukan harga pasar. Penurunan rasio
perputaran persediaan sering kali mengindikasikan bahwa produk perusahaan tidak
kompetitif, mungkin karena ketinggalan zaman atau teknologi. Perusahaan menginginkan
persediaan dalam jumlah mencukupi untuk memenuhi tuntutan pelanggan tanpa kehabisan
persediaan dan tidak lebih pula. Seperti periode penagihan rata-rata, pandangan alternative
tingkat perputaran persediaan adalah :
Rata-rata jumlah hari dalam persediaan = Persediaan ÷ Rata-rata hari harga pokok
penjualan
Rata-rata jumlah hari dalam persediaan memberikan indikasi tentang rentang waktu
persediaan tersedia untuk dijual. Untuk mencapai jumlah hari rata-rata dalam persediaan
sesedikit mungkin, kita dapat meminimalkan bahan baku melalui teknik manajemen produksi,
seperti pengiriman just-in-time, atau pengurangan persediaan dalam proses melalui
penggunaan proses produksi secara efisien yang menghilangkan bottleneck. Selain itu,
perusahaan ingin meminimalkan persediaan barang jadi dengan sebisa mungkin melakukan
produksi berdasarkan pesanan bukan perkiraan permintaan. Alat manajemen ini akan
meningkatkan perputaran persediaan dan mengurangi jumlah rata-rata dalam persediaan.
Karena dirasa lebih murah, perusahaan lebih memilih untuk memanfaatkan sumber
pendanaan murah ini sebanyak mungkin sehingga memiliki tingkat perputaran utang usaha
yang rendah (artinya tingkat utang yang tinggi). Menurunkan tingkat perputaran utang usaha
dapat dicapai dengan menunda pembayaran kepada pemasok, di mana penudaan
pembayaran ini dapat mengganggu hubungan dengan pemasok jika digunakan secara
berlebihan. Oleh karena itu, utang harus dikelola secara cermat.
Perusahaan umumnya menginginkan tingkat perputaran modal kerja operasi bersih yang
lebih tinggi daripada lebih rendah, karena perputaran modal kerja operasi yang lebih tinggi
mencerminkan investasi dalam modal kerja yang lebih kecil untuk setiap penjualan.
Dimana V adalah nilai perusahaan, BV adalah nilai buku ekuitas pemegang saham, k adalah
pengembalian yang diharapkan. Jadi, jika ROCE lebih tinggi dari k maka nilainya meningkat
sebesar kelebihan dari yang ditunjukkan oleh nilai bukunya.
Spread merupakan fungsi dari tingkat bunga atas utang dan pengembalian investasi yang
dapat dilihat secara terpisah sebagai berikut:
NFE/NFO = (tingkat bunga x FL/NFO) – (pengembalian atas asset keuangan x FA/NFO)
Dimana FL adalah kewajiban keuangan dan FA adalah asset keuangan. Kebanyakan
perusahaan meminjam dengan tingkat bunga tetap sehingga NFE kemungkinan tetap,
namun bagian pengembalian investasi kemungkinan berfluktuasi sesuai pergerakan pasar
modal.