Anda di halaman 1dari 73

PERANCANGAN STRATEGI PENILAIAN KINERJA

KARYAWAN PADA PUSAT PENELITIAN BIOTEKNOLOGI


DAN BIOINDUSTRI INDONESIA

ANGGRAENI MUKAROMAH

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perancangan Strategi


Penilaian Kinerja Karyawan Pada Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri
Indonesia adalah benar hasil karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan
belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan di daftar pustaka pada bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya ini kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2016

Anggraeni Mukaromah
H24120023
ii

ABSTRAK
ANGGRAENI MUKAROMAH. Perancangan Strategi Penilaian Kinerja
Karyawan pada Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia.
Dibimbing oleh ERLIN TRISYULIANTI.

Penilaian kinerja adalah salah satu penentu kinerja yang ampuh untuk melihat
apakah organisasi ataupun karyawan sudah melaksanakan pekerjaan dengan kinerja
terbaik mereka. Maka dari itu, Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri
Indonesia (PPBBI) memerlukan perancangan strategi penilaian kinerja yang ideal
untuk institusi. Tujuan penelitian ini ialah untuk (1) Menganalisis strategi penilaian
kinerja di PPBBI (2) Menganalisis Faktor, aktor, tujuan dan alternatif yang
mempengaruhi dan dipertimbangkan dalam penyusunan strategi penilaian kinerja
di PPBBI (3) Merumuskan alternatif model penilaian knerja di PPBBI. (4)
Membuat rancangan alternatif penilaian kinerja baru sesuai dengan strategi yang
dipilih. Data yang digunakan adalah primer dan sekunder. Metode yang digunakan
adalah Analytical Hierarchy Process (AHP) , analisis SMART-C dan in depth
interview dengan pakar. Hasil pengolahan AHP menunjukkan strategi terbaik yang
digunakan adalah dengan metode rating scale yang kemudian akan dirancang dari
hasil in depth interview dengan para pakar agar sesuai dengan kebutuhan institusi.

Kata kunci: AHP, In depth Interview, Penilaian Kinerja, Strategi.

ABSTRACT

ANGGRAENI MUKAROMAH. Designing Employees’ Performance Appraisal at


Indonesia Research Institute For Biotechnology And Bioindustry Supervised by
ERLIN TRISYULIANTI.

Performance assessment is one of the performance determinants which is


powerful to see whether the organization or the employee has been carrying out
their best performance. Therefore, the Research Center for Biotechnology and
Bioindustry Indonesia (RCBBI) needs to design an ideal strategy for performance
assessment. The purposes of this study are to (1) analyze the performance appraisal
strategy in RCBBI (2) Analyze the factors, actors, objectives and alternatives that
affect and be considered in the preparation of the performance appraisal strategy
in RCBBI (3) Formulate alternative performance assessment in RCBBI (4) Design
the new performance assessment according to the chosen strategy. The data used
are primary and secondary. The methods used in this assessment are the Analytic
Hierarchy Process (AHP), SMART-C analysis and in depth interviews with experts.
AHP results showed the best strategy is the rating scale method that will be design
according to the result of in depth interview with the expert to fit the needs of the
institution.

Keywords: AHP, In depth Interview, Performance Assessment, Strategy.


PERANCANGAN STRATEGI PENILAIAN KINERJA
KARYAWAN PADA PUSAT PENELITIAN BIOTEKNOLOGI
DAN BIOINDUSTRI INDONESIA

ANGGRAENI MUKAROMAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Manajemen

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
iv
vi
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret hingga Juni 2016
ini mengenai strategi penilaian kinerja, dengan judul Perancangan Strategi
Penilaian Kinerja Karyawan pada Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri
Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Erlin Trisyulianti, STP, Msi
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada penulis
selama penulisan karya ilmiah ini serta kepada bapak Dr.Ir.Abdul Kohar
Irwanto, MSc dan ibu Andita Sayekti, S.TP, M.Sc selaku dosen penguji yang
telah memberikan banyak masukan kepada penulis dalam penyempurnaan
karya ilmiah ini. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan pada Bapak
Dr Ir Priyono, DIRS selaku Direktur Pusat Penelitian Bioteknologi dan
Bioindustri Indonesia, kepada Ibu Dr Asmini Budiani, MSi, Ibu Dr Nurhaimi
Haris, Msi, Ibu Dr Laksmita Prima Santi, ibu Siti Rochmah dan seluruh
karyawan serta staff PPBBI yang telah membantu dalam pengumpulan data
demi kelancaran penelitian penulis.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga tercinta, ibu,
ayah, kaka bila serta ade nada atas segala doa, motivasi dan kasih sayang yang
tiada henti untuk penulis. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada
Azizah Luthfiyah Assa’adiyah, Puspita Tyas Wandhita, Meutia Isty Wulandari,
Mutiara Hanifah dan Metha Islameka yang tak pernah henti menyemangati
penulis setiap harinya, juga tak lupa kepada Bhisma Damareka untuk segala
doa, bantuan dan motivasinya kepada penulis. Dan kepada sahabat-sahabat
tercinta Manajemen 49 yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas dukungan
dan semangatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2016

Anggraeni Mukaromah
viii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Ruang Lingkup Penelitian 3
TINJAUAN PUSTAKA 3
Manfaat Pengukuran Kinerja 3
Standar Pekerjaan 3
Faktor Penilaian Kinerja Karyawan 4
Kepribadian dan Perilaku dalam Organisasi 4
Key Performance Indicator (KPI) 5
Analytical Hierarchy Process (AHP) 5
Metode Rating Scale 6
Penilaian 360 Derajat 7
Kinerja 7
Penilaian Kinerja 8
Tujuan Penilaian Kinerja 8
Gambaran Umum Perusahaan 9
Penelitian Terdahulu 9
METODE 11
Kerangka Pemikiran 11
Lokasi dan Waktu Penelitian 12
Jenis dan Sumber Data 12
Metode Penarikan Sampel 12
Metode Pengolahan dan Analisis Data 13
Analytical Hierarchy Process (AHP) 13
HASIL DAN PEMBAHASAN 16
Sistem Penilaian Kinerja Karyawan di PPBBI 16
Kemampuan Teknis 17
Kemampuan Konseptual 20
Kemampuan Hubungan Interpersonal 23
x
Kepribadian dan Penampilan 24
Perumusan Strategi Penilaian Kinerja yang Ideal di PPBBI Berdasarkan
Analytical Hierarchy Process (AHP) 27
Analisis Hasil Pengolahan Strategi Penilaian Kinerja Karyawan Pada PPBBI 29
Pembobotan Faktor Penilaian Kinerja Karyawan 35
Hasil Rancangan Penilaian Strategi Penilaian Kinerja Karyawan dengan
Metode Rating Scale 37
Implikasi Manajerial 40
KESIMPULAN DAN SARAN 42
Simpulan 42
Saran 43
DAFTAR PUSTAKA 44
RIWAYAT HIDUP 59
DAFTAR TABEL

1 Rekapitulasi penelitian terdahulu 10


2 Matrix perbandingan berpasangan 15
3 Skala banding dalam AHP 15
4 Hasil analisis SMART-C faktor kemampuan teknis 17
5 Hasil analisis SMART-C pada faktor kemampuan konseptual 20
6 Hasil analisis SMART-C kemampuan hubungan interpersonal 23
7 Hasil analisis SMART-C pada faktor kepribadian dan penampilan 24
8 Hasil pengolahan elemen faktor 29
9 Hasil pengolahan elemen aktor 30
10 Hasil pengolahan elemen tujuan 30
11 Hasil pengolahan elemen alternatif strategi 31
12 Hasil pengolahan horizontal aktor terhadap faktor 32
13 Hasil pengolahan horizontal tujuan terhadap aktor 32
14 Skala penilaian kinerja karyawan 36
15 Skala nilai yang digunakan dalam penilaian 37
16 Skala penilaian DP2K yang baru 38
17 Pembobotan faktor penilaian 39
18 Kategori penilaian 40
19 Implikasi manajerial 40

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 11


2 Struktur hierarki AHP 14
3 Hierarki strategi Penilaian Kinerja 28
4 Struktur hierarki strategi penilaian kinerja karyawan 33
5 Hasil pembobotan faktor penilaian kinerja karyawan 35

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil rancangan penilaian kinerja karyawan dengan rating scale 46


2 Penilaian kinerja karyawan sebelumnya (DP2K) 51
3 Notulensi wawancara kepada pakar 52
4 Hasil pengolahan Hierarki menggunakan metode AHP 54
5 Strata jabatan PPBBI 56
6 Surat ijin penelitian 58
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan penentu yang sangat
penting bagi keefektifan berjalannya kegiatan dalam organisasi. Keberhasilan setiap
organisasi dipengaruhi oleh kualitas dan karakteristik Sumberdaya manusia (SDM)
didalamnya. Sebuah organisasi dituntut untuk mampu meningkatkan kualitas SDM
yang ada. Kualitas SDM banyak ditentukan oleh sejauh mana sistem yang ada di
organisasi atau perusahaan mampu menunjang dan memuaskan keinginan baik dari
pegawai maupun dari organisasi atau perusahaan. Keberhasilan dan kinerja individu
dalam suatu bidang pekerjaan banyak ditentukan oleh tingkat kompetensi,
profesionalisme juga komitmennya terhadap bidang pekerjaan yang ditekuninya.
Kinerja individu didefinisikan sebagai kemampuan individu dalam melakukan
sesuatu dengan keahlian tertentu (Sinambela 2012). Kinerja institusi sangat
dipengaruhi oleh kinerja individu, oleh sebab itu apabila kinerja institusi ingin
diperbaiki, kinerja individu perlu untuk diperhatikan.
Penilaian kinerja adalah salah satu alat pengukur kinerja yang ampuh untuk
melihat apakah organisasi ataupun karyawan sudah melaksanakan pekerjaan dengan
kinerja terbaik mereka. Penilaian kinerja harus dirancang dengan tepat dan dilakukan
secara adil, obyektif, tidak memihak dan harus menggambarkan kinerja kerja yang
akurat. Faktor penilaian kinerja yang obyektif lebih terfokus pada fakta yang bersifat
nyata dan hasilnya dapat diukur misalnya kuantitas, kualitas, kehadiran dan
sebagainya. Faktor-faktor subyektif cenderung berupa opini seperti sikap,
kepribadian, penyesuaian diri dan sebagainya. Dengan pertimbangan faktor-faktor
tersebut diatas, maka penilaian kinerja karyawan harus benar-benar obyektif, yaitu
dengan mengukur kinerja karyawan yang sesungguhnya atau mengevaluasi perilaku
yang mencerminkan keberhasilan pelaksanaan pekerjaan (Kusrini 2007).
Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia (PPBBI) adalah salah
satu unit kerja dari Riset Perkebunan Nusantara (RPN) yang bertugas dalam
melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan usaha serta memberikan
pelayanan dalam aspek kepakaran teknologi dan kebijakan dalam bidang
bioteknologi dan bioindustri. Untuk mencapai visinya menjadi perusahaan berbasis
riset yang tangguh dan mandiri, diakui pada tingkat nasional, regional maupun
internasional, serta dapat memacu industri perkebunan berdaya saing tinggi dan
berkelanjutan, PPBBI membutuhkan kebijakan pengelolaan SDM yang tepat. Salah
satu yang dapat dilakukan adalah dengan merancang sistem penilaian kinerja
karyawan. Penggunaan sistem penilaian kinerja karyawan yang tepat akan
memberikan informasi yang akurat terkait dengan kinerja dan kondisi karyawan yang
dimiliki institusi. Informasi ini dapat digunakan institusi sebagai dasar dalam
pengambilan keputusan-keputusan penting terkait kinerja institusi.
Sistem penilaian kinerja yang saat ini diterapkan oleh PPBBI menggunakan
metode penilaian rating scale yang dinamakan Daftar Penilaian Prestasi Kerja
(DP2K), yang mana daftar penilaian ini berkaitan langsung dengan keputusan
kenaikan tingkat jabatan tiap karyawan. Faktor yang dinilai dari DP2K ini meliputi
4 faktor, yakni faktor kemampuan, kepribadian dan penampilan, kemampuan
manajerial, serta hubungan antar manusia. Keempat faktor ini terbagi kembali
2
menjadi beberapa indikator yang menjadi acuan penilai untuk menilai karyawan
PPBBI. Indikator-indikator ini dinilai dengan skala 0-100. Penilaian dilakukan oleh
atasan langsung karyawan yang akan dinilai melalui lembar DP2K. Setelah
didapatkan penilaian terhadap masing-masing karyawan, DP2K akan diserahkan
kepada pimpinan untuk dibawa ke rapat pimpinan yang terdiri dari direktur PPBBI,
Kepala Bidang Penelitian, Kepala Biro Umum dan SDM dan Kepala Bidang Usaha
juga tambahan opini dari penanggung jawab SDM untuk menentukan keputusan
kenaikan tingkat jabatan tiap karyawan. Sistem penilaian prestasi kerja dianggap
kurang efektif karena cukup memakan waktu yang panjang dalam menentukan
keputusan kenaikan jabatan yang akan diperoleh. DP2K juga belum memiliki bobot
penilaian dalam setiap faktor penilaiannya, sehingga tidak diketahui faktor penilaian
mana yang paling mempengaruhi kinerja karyawan selama bekerja. Selain itu,
beberapa indikator didalam DP2K masih bersifat kualitatif sehingga sulit dilakukan
pengukuran. Berdasarkan permasalahan diatas maka perlu dilakukan penelitian
mengenai Perancangan Strategi Penilaian Kinerja Karyawan di Pusat
Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang disampaikan sebelumnya, maka hal-


hal yang menjadi pokok permasalahan yang akan diidentifikasi dalam penelitian ini
yaitu, (1) bagaimana strategi penilaian kinerja karyawan yang saat ini digunakan di
Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia? (2) faktor, aktor, tujuan dan
alternatif apa yang mempengaruhi dan harus dipertimbangkan dalam penyusunan
strategi penilaian kinerja? (3) bagaimana alternatif model penilaian kinerja karyawan
yang ideal bagi PPBBI? (4) bagaimana hasil perancangan penilaian kinerjadari hasil
strategi yang didapatkan?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang yang disampaikan sebelumnya, maka hal-


hal yang menjadi pokok permasalahan yang akan diidentifikasi dalam penelitian ini
yaitu, (1) menganalisis strategi penilaian kinerja di PPBBI (2) menganalisis Faktor,
aktor, tujuan dan alternatif yang mempengaruhi dan dipertimbangkan dalam
penyusunan strategi penilaian kinerja di PPBBI (3) merumuskan alternatif model
penilaian knerja di PPBBI (4) membuat hasil rancangan alternatif penilaian kinerja
baru sesuai dengan strategi yang dipilih.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah penelitian dapat
bermanfaat bagi Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia sebagai
saran dan bahan pertimbangan serta referensi untuk perusahaan dalam rangka
perancangan strategi penilaian kinerja karyawan yang ideal bagi bagi institusi serta
penelitian dapat bermanfaat bagi pihak lain sebagai bahan informasi bagi pihak –
3

pihak yang ingin mengembangkan penelitian lebih lanjut mengenai strategi penilaian
kinerja karyawan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian dibatasi pada pengembangan indikator kinerja pada


metode penilaian kinerja karyawan yang terpilih dan dilakukan langsung terhadap
sasaran kajian, yakni Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA

Manfaat Pengukuran Kinerja

Menurut Furtwengler (2000), manfaat pengukuran kinerja meliputi:


1. Pengembangan Pegawai
Kegiatan penilaian kinerja berhubungan dengan keahlian yang dimiliki
pegawai. Penilaian kinerja pegawai akan membantu pimpinan melaksanakan
perannya sebagai atasan yang dapat memberikan rekomendasi atas berbagai
permasalahan yang mereka hadapi. Dengan memperhatikan analisis kinerja
pegawai, akan tergambar dimanakah kekuatan dan kelemahan mereka.
Kekuatan yang dimiliki dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan, sedangkan
kinerja yang kurang baik akan dicari tahu penyebabnya untuk diperbaiki.
2. Memperkirakan Kepuasan Pegawai
Kepuasan kerja merujuk pada pengalaman kesenangan atau kesukaan yang
dirasakan seseorang ketika apa yang diinginkannya tercapai. Hal tersebut
menunjukan bahwa kepuasan akan dapat dirasakan oleh seseorang ketika
keinginan orang tersebut tercapai.
3. Membuat Keputusan Kompensasi
Kinerja organisasi akan berdampak pada kompensasi yang akan diterima
pegawai. Penilaian kinerja sangatlah penting untuk dapat diimplikasikan untuk
menimbang kompensasi pegawai.
4. Membangun Komunikasi
Untuk dapat menentukan seorang pegawai berprestasi atau tidak, dibutuhkan
pemahaman pimpinan akan suatu definisi konseptual yang menggambarkan
pekerjaan yang bersangkutan dan definisi operasional tentang suatu pekerjaan
yang akan dinilainya. Oleh karena itu peran komunikasi menjadi sangat penting
dan menentukan.

Standar Pekerjaan

Menurut Hadari (2006), Standar pekerjaan pada dasaranya berisi ukuran atau
tolak ukur mengenai efektivitas, efisiensi dan produktivitas pelaksanaan
pekerjaan/jabatan yang menggambarkan tingkat pemahaman, tingkat kemampuan
dan hasil kerja seseorang pekerja/karyawan dalam melaksanakan tugas pokoknya di
lingkungan sebuah organisasi/perusahaan. Pemahaman terhadap pekerjaan,
kemampuan pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya yang dinilai itu, harus sesuai dengan
aspek-aspek/tugas-tugas wewenang dan tanggung jawab yang terdapat didalam
4
deskripsi pekerjaan/jabatan masing-masing. Disamping itu untuk beberapa
pekerjaan/jabatan tertentu harus sesuai juga dengan spesifikasi pekerjaan, tertutama
untuk pekerjaan/jabatan yang harus dinilai juga aspek-aspek kepribadian dan
kemampuan manajerial/kepemimpinannya. Untuk itu standar pekerjaan yang baik
harus memiliki ciri-ciri berikut:
1. Berisi kriteria pelaksanaan pekerjaan (kinerja) yang terbaik sebagai
pembanding terhadap pelaksanaan pekerjaan oleh seorang pekerja/karyawan,
yang perumusannya harus konsisten dengan deskripsi dan spesifikasi pekerjaan
masing-masing, meskipun selalu dapat berubah dan berkembang sesuai dengan
dinamika pekerjaan.
2. Berisi aspek-aspek yang jelas dan dapat diukur dari pelaksanaan suatu
pekerjaan/jabatan, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
3. Standar pekerjaan harus memiliki kriteria yang jelas agar penilai bebas dari
bias dalam menilai dan bebas pula dari kemungkinan pekerja/karyawan yang
dinilai merasa diperlakukan tidak adil oleh organisasi/perusahaan

Faktor Penilaian Kinerja Karyawan

Menurut Rivai (2004) Faktor yang paling umum muncul dalam penilaian
kinerja adalah pengetahuan tentang pekerjaannya, kepemimpinan, inisiatif, kualitas
pekerjaan, kerjasama, pengambilan keputusan, kreativitas, dapat diandalkan,
peremcanaan, komunikasi, kecerdasan, pemecahan masalah, sikap, usaha. Dari
aspek-aspek yang dinilai tersebut dapat dikelompokkan menjadi:
1. Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode,
teknik, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta
pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.
2. Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas
perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam
bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya
individual tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggung jawabnya sebagai
seorang karyawan.
3. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk
bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, dan lain-lain.

Mangkunegara (2005), mengutip pendapat dari A. Dale Timple menyatakan


bahwa faktor-faktor kinerja terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal (disposisional) yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang
yang berasal dari lingkungan. Seperti perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan
kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi. Dari paparan
tersebut disimpulkan bahwa faktor penentu prestasi kerja individu dalam organsasi
adalah faktor individu dan faktor lingkungan kerja organisasi.

Kepribadian dan Perilaku dalam Organisasi

Kepribadian merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh manajemen dalam


pencapaian tujuan organisasi. Hal ini dikarenakan karyawan merupakan asset bagi
kelangsungan kegiatan organisasi dalam mencapai suatu tujuan yang diinginkan.
Menurut Robbins (2006), kepribadian adalah keseluruhan dimana seseorang
5

individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. Organisasi cenderung memilih
sikap kepribadian yang mereka yakini berhubungan erat dengan kinerja dibeberapa
pekerjaan dan organisasi mereka.
Di dunia saat ini, operasi bisnis semakin berkembang ke lingkungan global. Ini
berarti operasi bisnis juga seting kali bersifat multikultural. Oleh karena itu,
meskipun sebagian besar anggota dari suatu budaya memiliki karakteristik
kepribadian yang serupa, akan terdapat perbedaan karakteristik kepribadian yang
signifikan antarbudaya juga perilaku karyawan selama bekerja. Perilaku karyawan
tidak dapat dipahami tanpa mempertimbangkan konsep kepribadian. Kepribadian
saling berhubungan dengan persepsi, sikap, pembelajaran, dan motivasi sehingga
setiap analisis perilaku tidaklah lengkap tanpa mempertimbangkan sisi kepribadian
(Ivanchevich 2006).

Key Performance Indicator (KPI)

KPI adalah alat ukur bagi pencapaian sasaran strategis (SS). KPI dibedakan
menjadi KPI lagging dan KPI leading. KPI lagging adalah KPI yang bersifat
outcome/output atau yang mengukur hasil, umumnya di luar kendali unit yang
bersangkutan. KPI leading adalah KPI yang bersifat proses, yang mendorong
pencapaian KPI lagging. Umumya KPI leading berada di bawah kendali unit
organisasi.
Dalam perumusan KPI seyogyanya memenuhi karakteristik indikator kinerja
yang baik dan cukup memadai guna pengukuran kinerja. Untuk menguji apakah
indikator kinerja cukup sederhana, mudah dipahami serta dikelola hingga cocok
untuk dijadikan KPI, indikator kinerja harus memenuhi kriteria SMART-C, yaitu:
1. Specific (spesifik) : indikator kinerja harus dapat didefinisikan secara spesifik
2. Measurable (terukur): indikator kinerja harus dapat diukur secara objektif, baik
yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif.
3. Achievable (dapat dicapai): sasaran/target yang ditetapkan untuk indikator
kinerja harus masuk akal dan memungkinkan untuk dicapai KPI yang dipilih
harus dapat dicapai oleh penanggungjawab atau Unit In Charge.
4. Relevant (relevan): indikator kinerja yang dipilih sesuai dengan lingkup bisnis
dan aktivitas/proses bisnis organisasi/divisi terkait
5. Time-bound (batasan waktu): Pencapaian sasaran/target indikator kinerja
memiliki batasan waktu yang jelas.
6. Challenging (menantang): sasaran/target indikator kinerja yang ditetapkan
merupakan peningkatan dari pencapaian periode sebelumnya dan menjadi
tantangan manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi
(Soemohadiwidjojo 2015).

Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analytical Hierarchy Proces (AHP) adalah penyederhanaan suatu persoalan


kompleks yang tidak terstruktur, strategic dan dinamik menjadi sebuah bagian-
bagian dan tertata dalam suatu hierarki. Tingkat kepentingan setiap variable diberi
nilai numeric, secara subjektif tentang arti penting variable tersebut dan secara
relative dibandingkan dengan variabel lain. Dari berbagai pertimbangan kemudian
dilakukan sintesa untuk menetapkan variable yang memiliki prioritas tinggi dan
6
berperan untuk mempengaruhi hasil pada system tersebut. Secara geografis,
persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai diagram bertingkat
(hierarki). AHP dimulai dengan goal sasaran lalu kriteria level pertama, subkriteria,
dan akhirnya alternative. Terdapat berbagai bentuk hierarki hasil keputusan yang
disesuaikan dengan substansi dan persoalan yang dapat diselesaikan dengan AHP
(Marimin 2010).
Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Saaty (1991),
merupakan analisis yang dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang
kompleks atau tidak berkerangka dimana data dan informasi statistik dari masalah
yang dihadapi sangat sedikit. Secara umum hirarki dapat dibedakan menjadi dua jenis
yaitu:
1. Hirarki struktural, yaitu masalah yang kompleks diuraikan menjadi bagian-
bagiannya atau elemen- elemennya menurut ciri atau besaran tertentu. Hirarki
ini erat kaitannya dengan menganalisa masalah yang kompleks melalui
pembagian obyek yang diamati menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil.
2. Hirarki fungsional, menguraikan masalah yang kompleks menjadi bagian-
bagiannya sesuai hubungan esensialnya. Hirarki ini membantu mengatasi
masalah atau mempengaruhi sistem yang kompleks untuk mencapai tujuan
yang diinginkannya seperti penentuan prioritas tindakan, alokasi sumber daya.
Prinsip kerja AHP
Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang
tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian- bagiannya, serta menata
dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai
numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif
dibandingkan dengan variabel lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian
dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan
berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin 2010).

Metode Rating Scale

Penilaian prestasi metode ini didasarkan pada suatu skala dari sangat baik, baik,
cukup, kurang baik, dan jelek. Bentuk ini sangat umum dipakai oleh organisasi dan
dilakukan secara subyektif oleh penilai. Evaluasi ini membandingkan hasil pekerjaan
karyawan dengan faktor kriteria yang dianggap penting bagi pelaksanaan kerja
tersebut (Rachmawati 2008). Penilaian prestasi metode ini didasrakan pada suatu skala
dari sangat baik, baik, cukup, kurang baik, dan jelek. Bentuk ini sangat umum dipakai
oleh organisasi. Evaluasi ini membandingkan hasil pekerjaan karyawan dengan faktor
kriteria yang dianggap penting bagi pelaksanaan kerja tersebut.Penilaian prestasi metode
ini didasrakan pada suatu skala dari sangat baik, baik, cukup, kurang baik, dan jelek.
Bentuk ini sangat umum dipakai oleh organisasi dan dilakukan secara subyektif oleh
penilai. Evaluasi ini membandingkan hasil pekerjaan karyawan dengan faktor kriteria
yang dianggap penting bagi pelaksanaan kerja tersebut (Simamora 2004).
7

Penilaian 360 Derajat

Penilaian 360 derajat adalah metode penilaian dimana nilai nilai kinerja
dikumpulkan secara simultan dari para bawahan, kolega kerja, penyelia, dan
karyawan itu sendiri. Para penilai mengisi sebuah kuesioner yang meminta mereka
untuk menilai seseorang atas beberapa dimensi yang berbeda. Setiap butir kuesioner
terkait dengan aspek spesifik dari komunikasi lisan dan tertulis. Pada umumnya
penilaian 360 derajat digunakan untuk tujuan-tujuan pengembangan dan umpan balik.
Fokus metode ini adalah evaluasi kompetensi yang relevan untuk pelaksanaan
pekerjaan dalam terminology keperilakuan yang berfaedah. Metode ini paling
berhasil diterapkan didalam organisasi yang menawarkan iklim organisasional yang
terbuka dan partisipatif serta system pengembangan karir yang efektif (Simamora
2004).

Konsep Penilaian Kinerja 360 Derajat


Secara definisi penilaian kinerja 360 derajat dapat diartikan sebagai proses
yang melibatkan kegiatan pengumpulan data-data perihal persepsi atas perilaku
seseorang atau individu serta dampak perilaku tersebut kepada atasan, kolega (peers),
bawahan dan anggota-anggota lain dalam suatu tim, baik itu tim proyek, para
pelanggan, dari dalam maupun dari luar perusahaan, termasuk supplier dan para sub-
kontraktor (Karmawidjaya 2007). Lebih lanjut Karmawidjaya mengartikan penilaian
kinerja 360 derajat sebagai satu sistem rantai atau siklus, multy-source atau juga
multy-rater untuk memperoleh informasi lebih banyak dari peer (rekan kerja),
subordinate (bawahan), internal customer dan external customer mengenai kinerja
individu atau karyawan yang sedang dievaluasi, berdasarkan pada penilaian terhadap
gaya manajemen seseorang, kompetensi dan sikap atau perilaku kerja individu, yang
dilakukan oleh atasan dan kolega secara horizontal dan vertikal.

Kinerja

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dikatakan bahwa kinerja


adalah a) sesuatu yang dicapai. b) prestasi yang diperlihatkan c) kemampuan kerja
sedangkan menurut Wirawan (2009), Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh
fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam
waktu tertentu. Kinerja dikatakan tinggi apabila suatu target kerja dapat diselesaikan
pada waktu yang tepat atau tidak melampui batas waktu yang disediakan. Kinerja
menjadi rendah jika diselesaikan melampaui batas waktu yang disediakan atau sama
sekali tidak terselesaikan. Dengan demikian kinerja dapat dikatakan sangat tinggi
apabila target kerja dapat diselesaikan lebih cepat dari waktu yang disediakan.
Kinerja seseorang di lingkungan suatu organisasi/perusahaan dapat dilihat
dari dua orientasi a) orientasi proses yang menyangkut efektivitas dan efisiensi
pelaksanaan pekerjaan dari sudut metode/cara kerja yakni yang mudah/tidak sulit,
sedikit menggunakan tenaga dan pikiran (ringan), hemat dan tepat waktu juga rendah
pembiayaan b) orientasi hasil dalam arti dengan proses seperti diatas dapat dicapai
sesuai hasil yang diinginkan dan dengan kriteria produktivitas tinggi, baik dari segi
kuantitas maupun kualitas yang sesuai keinginan konsumen (Nawawi 2006).
8
Penilaian Kinerja

Didalam organisasi modern, penilaian kinerja merupakan mekanisme penting


bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan dan standar kinerja dan
memotivasi kinerja individu di waktu berikutnya. Penilaian kinerja menjadi basis
bagi keputusan-keputusan yang mempengaruhi gaji, promosi, pemberhentian,
pelatiham transfer, dan kondisi kepegawaian lainnya. Penilaian kinerja pada
prinsipnya mencakup aspek aspek kualitatif maupun kuantitatif dari pelaksanakan
pekerjaan. Penilaian kinerja merupakan salah satu aktivitas dasar departemen sumber
daya manusia;kadang-kadang disebut juga dengan telaah kinerja, penilaian karyawan,
evaluasi kinerja, evaluasi karyawan atau penentuan peringkat personalia (Simamora
2004). Evaluasi Kinerja adalah proses penilai pejabat yang melakukai penilaian
(appraiser) mengumpulkan informasi mengenai kinerja ternilai, pegawai yang
dinilai (appraise) kinerjanya secara periodik untuk membantu pengambilan
keputusan manajemen SDM (Wirawan 2009).
Evaluasi Kinerja merupakan sarana untuk memperbaki mereka yang tidak
melakukan tugasnya dengan baik di dalam organisasi. Banyak organisasi berusaha
mencapai sasaran suatu kedudukan yang terbaik dan terpercaya dalam bidangnya.
Untuk itu sangat tergantung dari para pelaksanaannya, yaitu para karyawannya agar
mereka mencapai sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi dalam corporate
planning-nya. Untuk itu pula, perhatian hendaknya ditujukan kepada kinerja suatu
konsepsi atau wawasan bagaimana kita bekerja agar mencapai yang terbaik. Hal ini
berarti bahwa kita harus dapat memimpin orang-orang dalam melaksanakan kegiatan
dan membina mereka. Untuk mencapai itu perlu diubah cara bekerja sama dan
bagaimana melihat atau meninjau kinerja itu sendiri. Dengan demikian, pimpinan
dan karyawan yang bertanggung jawab langsung dalam pelaksanaan evaluasi kinerja
harus pula dievaluasi secara periodic (Mangkunegara 2005).

Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Sedarmayanti (2013), tujuan dari sistem penilaian kinerja adalah


untuk 1) Mengetahui keterampilan dan kemampuan karyawan; 2) sebagai dasar
perencanaan bidang kepegawaian khususnya penyempurnaan kondisi kerja,
peningkatan mutu dan hasil kerja; 3) sebagai dasar pengembangan dan
pendayagunaan karyawan seoptimal mungkin, sehingga dapat diarahkan
jenjang/rencana kariernya, kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan 4) mendorong
terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan dan bawahan 5)
mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang kepegawaian
khususnya kinerja karyawan dalam bekerja; 6) Secara pribadi, karyawan mengetahui
kekuatan dan kelemahan sehingga dapat memacu perkembangannya. Bagi atasan
yang menilai akan lebih memperhatikan dan mengenal bawahan/ karyawannya,
sehingga dapat lebih memotivasi karyawan.
Tujuan penilaian kinerja secara umum adalah menghasilkan informasi yang
akurat dan sahih berkenaan dengan perilaku dan kinerja anggota organisasi. Tujuan
tersebut biasanya dapat digolongkan ke dalam tujuan evaluasi dan tujuan
pengembangan .dalam pendekatan evaluasi seorang manajer menilai kinerja masa
lalu seorang karyawan.
9

Gambaran Umum Perusahaan

Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia (PPBBI) merupakan


salah satu unit kerja riset di bawah pengelolaan PT Riset Perkebunan Nusantara (PT
RPN), bersama 5 Pusat Penelitian lainnya. PT RPN sendiri didirikan pada tanggal 20
November 2009 dan memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM pada
tanggal 22 Desember 2009. PT RPN merupakan transformasi dari Lembaga Riset
Perkebunan Indonesia (LRPI) yakni suatu lembaga riset nirlaba, menjadi sebuah
perusahaan perseroan dengan pemegang saham PT RPN adalah Perusahaan Negara
(BUMN) yang bergerak di sektor perkebunan yaitu PT Perkebunan Nusantara
(PTPN) I – XIV.
Kekuatan utama PPBBI terletak pada kemampuan untuk mengembangkan
hasil riset menjadi produk-produk yang bernilai komersial serta bermanfaat dalam
usaha,baik usaha yang berhubungan dengan produk yang bermanfaat bagi tanaman
maupun bibit tanaman. Hingga saat ini dari hasil risetnya PPBBI telah berhasil
mendapatkan sebanyak 16 paten, sedangkan produk yang sudah digunakan pihak
pekebun atau memasuki komersialisasi mencapai 30 jenis produk, dan beberapa di
antaranya telah mendapatkan merek dagang. Produk-produk tersebut ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan teknologi bagi BUMN Perkebunan sebagai pemegang saham
serta perkebunan rakyat dan perkebunan besar swasta dalam pemecahan
permasalahan, terutama melalui pendekatan bioteknologi. Hal ini terkait dengan
pemenuhan tuntutan global dari negara konsumen, khususnya terhadap pemenuhan
standar Internasional seperti aspek lingkungan, kualitas produk, diversifikasi produk
dan peningkatan nilai tambah. Pencapaian tersebut terutama karena dukungan tenaga
peneliti yang handal dengan strata pendidikan S3, S2 dan S1, baik dari dalam maupun
luar negeri dan sebagian besar peneliti memiliki jejaring kerjasama dengan berbagai
institusi riset lainnya, baik pada tingkat nasional maupun internasional.

Penelitian Terdahulu

Penelitian ini dimulai dengan analisis publikasi terkait judul penelitian yang
dilakukan melalui skripsi, jurnal nasional, dan jurnal internasional yang telah di
rekapitulasi oleh penulis pada Tabel 1 pada halaman selanjutnya.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian pada tabel tersebut, dapat digambarkan
beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang saya lakukan. Persamaan
penelitian ini dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya adalah pada salah satu rumusan
permasalahan yang dicari, yakni mencari metode penilaian kinerja yang tepat untuk
institusi terkait. Dalam penelitian Eko (2006) juga terdapat persamaan lainnya dimana
penelitian menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk
menentukan bobot penilaian kerja masing-masing indikator. Sedangkan perbedaan
antara penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah pada kaitan pembahasan
perancangan penilaian kinerja karyawan. Penelitian ini lebih difokuskan pada metode
penilaian kinerja karyawan yang ideal untuk institusi. Penelitian ini tidak hanya sekedar
mencari metode penilaian kinerja yang sesuai dengan kondisi institusi, tetapi juga
merancang penilaian kinerja dari hasil yang terpilih berdasarkan penngolahan dari
metode AHP.
10
Tabel 1 Rekapitulasi penelitian terdahulu
Nama Jenis Judul Tahun Metode Hasil
Hakan Jurnal Evaluation of 2014 Fuzzy Alternative metode
Turgut, Internasional Performance VIKOR penilaian yang paling
Ibrahim Sani Kanada Appraisal Method akurat berdasarkan hasil
Mert (International Methods evaluasi adalah metode
business through skala penilaian grafik
research of Appraisal (rating scale) Sedangkan
canadian Errors yang paling kurang akurat
center of adalah metode
science and perbandingan (comparison
education) method).

Yodi Skripsi Pemilihan 2008 Proses Faktor yang diteliti pada


Dwesta (Institut Strategi Hierarki sistem penilaian kinerja
Primadi Pertanian Penerapan Analitik dosen di IPB adalah
Bogor) Sistem (PHA) prosedur, standar dan
Indonesia Penilaian kriteria yang digunakan
Kinerja 360 menimbulkan peluang
Derajat Pada munculnya subyektifitas
Penilaian penilaian, hasil penilaian
Kinerja yang kurang obyektif serta
Dosen Institut waktu pelaksanaan
Pertanian penilaian yang kurang
Bogor tepat. Diperlukan sistem
penilaian baru dengan
menerapkan sistem
penilaian kinerja 360
derajat sebagai sistem
pendukung dalam
pelaksanaan DP3.
Eko Jurnal Teknik Perancangan 2006 AHP Penilaian prestasi kinerja
Nurmianto, Industri Vol. Penilaian sebaiknya menggunakan
Nurhadi 8, No. 1, Juni Kinerja kriteria penilaian yang
Siswanto 2006: 40-53 Karyawan mencerminkan kondisi
Berdasarkan kerja dan diberikan bobot
Kompetensi yang tepat guna
Spencer memotivasi produktivitas
Dengan karyawan. Metode
Metode AHP Spencer adalah penilaian
kerja yang terbaik, dengan
bobot 0.672
11

METODE

Kerangka Pemikiran

Strategi SDM meliputi berbagai kegiatan yang menjadi tugas dari manajemen
SDM, seperti rekrutmen dan seleksi, perencanaan, pengembangan dan pelatihan,
penilaian kinerja serta kompensasi dan motivasi. Penilaian kinerja memainkan peran
penting dalam strategi organisasi. Oleh karena itu PPBBI perlu menganalisis tentang
bagaimana merumuskan strategi penilaian kinerja yang efektif dan sesuai dengan
strategi organisasi. Kerangka pemikiran diatas dapat dilihat pada Gambar 1.
.
PPBBI

Visi & Misi PPBBI

Strategi dan kebijakan PPBBI

Strategi Keuangan Strategi SDM Strategi Produksi


Strategi Pemasaran
Operasi

Strategi Penilaian Kinerja

Strategi Penilaian Kinerja Strategi Penilaian Kinerja Karyawan


Perusahaan

Analisis Deskriptif Kondisi Penilaian Kinerja Karyawan


(Sugiyono, 2010) PPBBI

Analytical Hierarchy Strategi Penilaian Kinerja yang


Process (Saaty, ideal Bagi PPBBI
1991)

Perancangan Strategi Penilaian


Kinerja yang Ideal di PPBBI

Implikasi Manajerial

Rumusan Strategi

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian


12
Penelitian mengenai strategi penilaian kinerja ini didasarkan atas kebutuhan
PPBBI dalam penentuan kebijakan institusi. Hal ini didasari oleh visi dan misi Pusat
Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia, dimana PPBBI memiliki visi
yakni menjadi menjadi salah satu institusi terpandang dalam tatanan global serta
menjadi perusahaan bioteknologi berbasis riset yang tangguh dan mandiri. Visi
tersebut ditunjang dengan 7 misi yang dirancang untuk mencapai visi dari PPBI.
Salah satu misi PPBBI dalam poin kedua, yakni meningkatkan kapasitas SDM untuk
mendukung aktivitas riset dan bisnis. Melihat misi diatas, PPBBI sudah selayaknya
membentuk dan menerapkan strategi Sumber Daya Manusia (SDM) yang tepat bagi
institusi. Penelitian akan difokuskan untuk menyusun strategi penilaian kinerja
karyawan di PPBBI. Langkah awal untuk mengetahui strategi penilaian kinerja yang
sesuai adalah dengan menganalisis kondisi penilaian kinerja karyawan yang
diterapkan institusi dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Selanjutnya,
dilakukan pengolahan data dengan menggunakan metode AHP untuk mengetahui
strategi penilaian kinerja karyawan yang ideal bagi institusi, dan setelah diketahui
metode penilaian kinerja karyawan yang didapatkan, institusi dapat melihat implikasi
manajerial yang didapatkan dari hasil penelitian ini dan berujung pada perumusan
strategi nyata yang dapat diterapkan langsung pada institusi.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Pusat Penelitian Bioteknlogi dan Bioindustri


Indonesia yang berlokasi di jalan Taman kencana No 1 Bogor 16128 pada bulan
Maret - Juni 2016.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh wawancara dan pengisian
kuesioner oleh para pakar yang telah dipilih di bidangnya, yaitu para pengambil
kebijakan di perusahaan dan pakar dari luar perusahaan. Para pakar tersebut dianggap
memiliki kompetensi dalam melakukan penilaian terhadap strategi SDM perusahaan
khususnya pada penilaian kinerja karyawan pada suatu perusahaan. Para pengambil
kebijakan tersebut yaitu para manager atau kepala bagian dari berbagi divisi di
perusahaan. Adapun data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai
literatur, seperti buku, artikel ilmiah, penelitian terdahulu, internet yang relevan
dengan penelitian.

Metode Penarikan Sampel

Teknik penarikan sampel bagi pakar yang digunakan dalam penelitian ini
adalah nonprobability sampling dengan teknik purposive sampling. Purposive
sampling atau penetapan sampel dengan pertimbangan tertentu untuk menentukan
pakar (Sugiyono 2010). Dalam penentuan strategi penilaian kinerja, peneliti
menggunakan kriteria pakar atau ahli yang menguasai bidang penilaian kinerja
karyawan, paham mengenai kondisi SDM PPBBI serta tokoh yang berperan dalam
pengambilan keputusan penilaian kinerja PPBBI. Pakar yang dipilih sebagai
narasumber adalah (1) Kepala Biro Penelitian, (2) Kepala Biro Umum dan SDM, (3)
Penanggung Jawab SDM sedangkan untuk perancangan penilaian kinerja yang
13

terpilih, peneliti menggunakan kriteria pakar atau ahli yang menguasai bidang
penilaian kinerja khususnya dalam perancangan penilaian kinerja juga mengetahui
kondisi SDM yang ada dalam PPBBI. Pakar yang dipilih sebagai narasumber adalah
(1) Kepala Biro Umum dan SDM (2) Akademisi (3) Direktur PPBBI.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis deskriptif-kualitatif dan


Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan strategi penilaian kinerja
yang ideal untuk institusi.

Analytical Hierarchy Process (AHP)


AHP adalah metode untuk memecahkan suatu situasi yang komplek tidak
terstruktur kedalam beberapa komponen dalam susunan yang hirarki, dengan
memberi nilai subjektif tentang pentingnya setiap variabel secara relatif, dan
menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi guna mempengaruhi
hasil pada situasi tersebut (Saaty 1991).
Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang
tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian- bagiannya, serta menata
dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai
numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif
dibandingkan dengan variabel lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian
dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan
berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin 2010).
Model AHP memakai persepsi manusia yang dianggap sebagai pakar (expert)
sebagai input utamanya. Kriteria pakar disini mengacu pada pihak yang mengerti
kondisi permasalahan yang dilakukan, merasakan akibat suatu masalah atau punya
kepentingan terhadap masalah tersebut. Selain itu, AHP juga menguji konsistensi
penilaian. Bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsisten sempurna
maka penilaian perlu diperbaiki atau hirarki harus distruktur ulang.
Data yang diperoleh diolah dan dianalisis sehingga dapat memberikan suatu
sistem kerja yang jelas. Metode yang dipakai dalam pengolahan data adalah metode
AHP, karena :
1. AHP dapat mengarahkan proses pengambilan keputusan dengan
mengidentifikasi dan menimbang kriteria yang dipilih, menganalisis data yang
berhasil dikumpulkan dari kriteria tersebut dan tentunya proses pengambilan
keputusan dapat berlangsung lebih cepat dan efisien (Saaty 1991).
2. AHP mampu menciptakan suatu hasil yang representatif dengan memadukan
beberapa pendapat pakar. Dimana kualitas yang dihasilkan tergantung pada
ketepatan pemilihan pakar serta proses penyusunan bobot yang dilakukan oleh
peneliti.
3. Untuk memodelkan problema-problema tak terstruktur, baik dalam bidang
ekonomi, sosial, maupun sains manajemen.
14
4. Baik digunakan dalam memodelkan problema-problema dan pendapat
sedemikian rupa, dimana permasalahan yang ada telah benar-benar dinyatakan
secara jelas, dievaluasi, diperbincangkan dan diprioritaskan untuk dikaji.

Gambar 2 Struktur hierarki AHP


Secara garis besar tahapan dalam perhitungan AHP terdiri dari:
1. Identifikasi Sistem
Langkah pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi variabel – variabel
dalam sistem perusahaan yang berkaitan dengan kegiatan penilaian kinerja
karyawan. Selanjutnya, mengidentifikasi keterkaitan variabel – variabel tersebut
dengan tujuan dan hasil strategi yang direkomendasikan. Hal yang dibutuhkan
dalam proses ini adalah pemahaman yang mendalam terhadap permasalahan
yang dikaji.
2. Penyusunan Hierarki
Penyusunan hierarki dilakukan melalui kajian pustaka, diskusi dengan pihak
manajemen perusahaan dan pihak-pihak yang terkait dalam permasalahan ini.
Fewidarto (1996) menjelaskan bahwa struktur hierarki ini mempunyai bentuk
yang saling terkait, tersusun dari suatu puncak atau sasaran utama (ultimate goal)
turun ke sub-sub tujuan, lalu ke pelaku-pelaku yang memberikan pengaruh,
turun ke tujuan-tujuan pelaku, kemudian kebijakan - kebijakan, dan akhirnya ke
alternatif strategis, skenario.
Hierarki merupakan alat mendasar dari pikiran manusia. Mereka
mengidentifikasi elemen- elemen suatu persoalan, mengelompokkan elemen –
elemen itu ke dalam beberapa kumpulan yang homogen dan menata kumpulan
ini pada tingkat – tingkat yang berbeda. Struktur hierarki yang umum disajikan
pada Gambar 2 diatas. Penjelasan Gambar 2 mengenai struktur tingkatan hierarki
adalah sebagai berikut:
Tingkat 1 : Goal/Fokus
Goal atau Fokus adalah apa yang menjadi inti fokus
permasalahan yang ingin dipecahkan AHP.
Tingkat 2 : Faktor
Hal-hal yang menjadi faktor dari goal. Pada gambar diatas
terdapat n faktor.
15

Tingkat 3 : Aktor
Orang-orang yang terlibat dalam hirarki untuk mencapai fokus
perusahaan.
Tingkat 4 : Tujuan
Hal-hal yang menjadi tujuan yang ingin dicapai oleh
perusahaan dalam mencapai tujuan yang tertera .
Tingkat 5 : Alternatif Strategi
Alternatif-alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk
mencapai fokus perusahaan.
3. Pengumpulan data dan penyusunan kuesioner
Proses perolehan data (data primer) dilakukan dengan melakukan wawancara
dan pengisian kuesioner dengan pihak – pihak (pakar) yang terkait. Data yang
diperoleh kemudian disusun menjadi hierarki dan kuesioner. Kuesioner dibuat
dalam bentuk matrix perbandingan berpasangan. Langkah selanjutnya adalah
dilakukan perbandingan berpasangan antar elemen pada baris ke-i dengan setiap
elemen pada kolom ke-j. Bentuk matriks tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Matrix perbandingan berpasangan
Faktor A1 A2 ..... Aj
A1 a11 a12 a1j
A2 a21 a22 a2j
.....
Ai ai1 ai2 aij
Sumber: Saaty (1991)
Dalam Tabel 2 dapat dilihat bahwa hasil dari matriks merupakan
perbandingan berpasangan antara elemen baris dan kolom, sebagai contoh adalah
matriks a12 yang merupakan perbandingan berpasangan dari baris 1 dan kolom 2.
4. Proses penilaian perbandingan setiap elemen
Tahap selanjutnya setelah struktur hierarki dibuat adalah penilaian
perbandingan setiap elemen. Pada tahap ini data hasil kuesioner yang telah diberi
pembobotan ditentukan prioritasnya, dihitung konsistensinya, serta ditetapkan
strategi alternatif yang layak dijalankan. Skala banding dalam AHP
menggambarkan bobot nilai yang digunakan yaitu skala 1 hingga 9 dan
kebalikannya yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Skala banding dalam AHP
Tingkat Kepentingan Definisi
1 Sama penting
3 Sedikit lebih penting
5 Sangat penting
7 Jelas lebih penting
9 Mutlak lebih penting
2,4,6,8 Apabila ragu – ragu antara dua nilai yang
berdekatan
1/3, 1/5, 1/7, 1/9 dan 1/2, 1/4, 1/6, 1/8 Kebalikan nilai keputusan dari skala 1 - 9
Sumber: Saaty (1991)

Identifikasi terhadap identitas dari semua faktor atau elemen (prioritas)


dilakukan dengan menggunakan teknik komparasi berpasangan, yaitu dengan
memberikan angka komparasi sesuai dengan judgement sehingga membentuk
16
matriks segi (n x n). Tahap selanjutnya dilihat prioritas yang dicari (Eigen Vector)
dan ukuran konsistensi oleh penilaian pakar (Inconsistency) dimana C < 0.1.
Selanjutnya jika A1, A2, ... An adalah set aktivitas, maka kuantifikasi judgement
pada pasangan aktivitas itu membentuk matriks (n x n).
5. Mensintesis prioritas
Pada tahap ini dilakukan pembobotan vektor dilanjutkan dengan
menjumlahkan semua nilai prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai
prioritas yang berada di atasnya. Pengolahan matriks pendapat terdiri dari dua
tahap, yaitu:
a) Pengolahan Horizontal digunakan untuk menyusun prioritas elemen
keputusan untuk satu level hierarki atasnya.
b) Pengolahan Vertikal digunakan untuk menyusun prioritas pengaruh
setiap elemen pada tingkat hierarki keputusan terhadap sasaran utama.
Pengolahan data primer dari kuesioner yang diisi oleh responden (pakar)
dilakukan dengan software Expert Choice 11 dan Microsoft Excel 2010.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Penilaian Kinerja Karyawan di PPBBI

Setiap tahunnya, PPBBI melakukan penilaian kinerja karyawan dalam dua


periode, periode pertama dilakukan pada bulan januari dan periode kedua dilakukan
pada bulan juni. PPBBI melakukan penilaian kinerja karyawan yang disebut dengan
DP2K (Daftar Penilaian Prestasi Kerja Karyawan). Sistem penilaian DP2K terdiri
dari 4 faktor penilaian, yakni faktor kemampuan, kepribadian dan penampilan,
kemampuan manajerial dan kemampuan hubungan interpersonal. Tiga faktor yang
terdapat dalam DP2K sesuai dengan teori Rivai (2004), dimana Faktor yang paling
umum muncul dalam penilaian kinerja adalah pengetahuan tentang pekerjaannya,
kepemimpinan, inisiatif, kualitas pekerjaan, kerja sama, pengambilan keputusan,
kreativitas, dapat diandalkan, perencanaan, komunikasi, kecerdasan, pemecahan
masalah, sikap, dan usaha yang kemudian diringkas oleh Rivai menjadi 3 faktor
pokok utama yakni kemampuan teknis, Kemampuan konseptual dan Kemampuan
hubungan interpersonal, sedangkan faktor kepribadian dan penampilan ditunjang
oleh teori Ivancevich (2006), dimana organisasi cenderung memilih sikap
kepribadian yang mereka yakini berhubungan erat dengan kinerja dibeberapa
pekerjaan dan organisasi mereka. Sistem penilaian DP2K belum mempunyai
pembobotan pada kriteria penilaian sehingga belum diketahui kompetensi/kriteria
mana yang paling mempengaruhi kinerja karyawan. Penilai yang merupakan atasan
langsung karyawan yang dinilai akan mendapatkan lembar penilaian yang sama
untuk semua karyawan dalam berbagai tingkat jabatan. Setelah semua nilai di
rekapitulasi, penilaian kinerja PPBI akan dijadikan salah satu acuan dalam
pengambilan keputusan atas kenaikan golongan karyawan yang dimusyawarahkan
kembali kedalam rapat pimpinan yang dihadiri oleh direktur, kepala bidang
penelitian, kepala biro umum dan SDM, kepala bidang usaha dan penanggung jawab
SDM.
17

Sistem penilaian DP2K menggunakan pendekatan metode skala peringkat


(rating scale) dimana penilaian dilakukan dengan menggunakan skala 0 sampai 100
yang didasarkan pada pendapat penilai. Skor yang tersedia dalam formulir dimulai
dari nilai 0 sampai 100 dengan ketentuan bahwa nilai dari rentang 0 sampai 40
dikategorikan memiliki kinerja yang rendah, 40 sampai 60 dikategorikan memiliki
kinerja yang cukup, 70 sampai 80 dikategorikan memiliki kinerja yang baik dan 90
sampai 100 memiliki kinerja yang sangat baik. Namun masih banyak penilai yang
belum mengetahui adanya kategori penilaian sehingga penilai cenderung
memberikan nilai sesuai dengan standar penilaian masing masing penilai.
Seluruh indikator kinerja dari masing masing faktor yang terdapat dalam DP2K
akan dianalisis menggunakan analisis SMART-C untuk menganalisis efektifitas dari
masing-masing indikator kinerja yang sudah diterapkan. Indikator kinerja yang baik
adalah indikator kinerja yang dapat mencerminkan kondisi pegawai yang sebenarnya
agar penilaian menjadi lebih objektif. Nilai 0 mencerminkan belum terpenuhinya
syarat yang dinginkan, sedangkan nilai 1 mencerminkan bahwa indikator telah
memenuhi syarat dimana indikator dapat menunjukkan ketercapaian atas
kemampuan dasar tertentu.

Kemampuan Teknis
Faktor pertama yakni faktor kemampuan teknis, berisi 6 indikator penilaian,
yakni kemampuan kerja, kecepatan kerja, daya tangkap,efisiensi dan efektivitas kerja,
penguasaan pekerjaan, dan kualitas kerja. Seluruh indikator dalam faktor
kemampuan teknis akan dinilai berdasarkan tabel analisis SMART-C yang terdapat
dalam Tabel 4.

Tabel 4 Hasil analisis SMART-C faktor kemampuan teknis


No Indikator Kriteria Total
Penilaian S M A R T C
1 Kemampuan Kerja 0 1 1 1 1 1 5

2 Kecepatan Kerja 0 0 0 1 1 1 4
3 Daya Tangkap 0 0 0 1 1 1 3
4 Efisiensi dan 0 0 0 1 1 1 4
efektivitas Kerja
5 Penguasaan 0 1 1 1 1 1 5
Pekerjaan
6 Kualitas Kerja 0 1 1 1 1 1 5
Total 0 3 3 6 6 6 26
Presentase 0% 50% 50% 100% 100% 100% 72%
Sumber: Data yang diolah (2016)

Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode,


teknik, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta
pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya (Rivai 2004). Seluruh indikator
penilaian dalam faktor kemampuan teknis akan dianalisis lebih lanjut melalui analisis
SMART-C, untuk mengetahui apakah indikator dalam DP2K telah memenuhi syarat
indikator penilaian kinerja yang baik. Nilai 0 memiliki arti bahwa indikator belum
memenuhi syarat suatu kriteria tertentu sedangan nilai 1 memiliki arti bahwa
indikator telah memenuhi syarat dari kriteria yang dianalisis. Analisis diperoleh dari
18
studi literatur terhadap definisi seluruh indikator kinerja juga wawancara dengan
responden ahli.
1. Kemampuan Kerja
Kemampuan kerja menurut Robbins (2006), adalah suatu kapasitas individu
untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Indikator kemampuan
kerja yang terdapat dalam DP2K memperoleh nilai 0 dalam syarat spesific yang
mengindikasikan bahwa indikator ini belum cukup spesifik untuk sebuah
indikator penilaian kinerja, sehingga perlu dilakukan pengembangan indikator
untuk memenuhi syarat specific. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat
lainnya yakni measurable, achieveable, relevant, time bound dan challenging.
2. Kecepatan Kerja
Kecepatan kerja adalah suatu taraf pemahaman dalam melaksanakan tugas
serta mengetahui kesulitan dalam melaksanakan tugas (Siagian 2002), indikator
ini memperoleh nilai 0 dalam spesific yang mengindikasikan bahwa indikator ini
belum cukup spesifik sehingga dibutuhkan pengembangan indikator. Selanjutnya
indikator ini mendapatkan nilai 0 pada measurable, yang mengindikasikan bahwa
indikator belum dapat terukur, hal ini disebabkan belum adanya standar kecepatan
kerja bagi tiap karyawan sehingga menyulitkan penilai untuk melakukan
pengukuran. Lalu, indikator mendapatkan nilai 0 pada achievable yang
mengindikasikan bahwa indikator sulit dicapai, baik untuk penilai maupun
karyawan yang dinilai. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya
yakni relevant, time bound dan challenging.
3. Daya Tangkap
Daya tangkap yang dimaksud dalam indikator ini menurut responden ahli
adalah sejauh mana karyawan dapat menangkap dan memahami instruksi yang
diberikan oleh atasan dan mengerjakan pekerjaan sesuai dengan intruksi yang
diberikan. Indikator ini memperoleh nilai 0 dalam spesific karena indikator belum
cukup rinci dan jelas sehingga dibutuhkan pengembangan penjelasan dalam
indikator. Selanjutnya, daya tangkap mendapatkan nilai 0 pada measurable yang
mengindikasikan bahwa indikator belum dapat terukur, hal ini disebabkan belum
adanya standar daya tangkap bagi tiap karyawan sehingga menyulitkan penilai
untuk melakukan pengukuran. Indikator ini juga mendapatkan nilai 0 pada
achievable yang mengindikasikan bahwa indikator sulit dicapai, baik untuk
penilai maupun karyawan yang dinilai. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh
syarat lainnya yakni relevant, time bound dan challenging.
4. Efisiensi dan Efektivitas
Efisiensi adalah suatu ukuran dalam membandingkan penggunaan masukan
(input) yang direncanakan dengan penggunaan masukan yang sebenernya
terlaksana. Efisiensi lebih berorientasi pada input, sehingga output kurang
menjadi perhatian utama (Sedarmayanti 2009). Sedangkan efektivitas menurut
Siagian (2001) adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam
jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan
sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas menunjukkan
keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Dalam
analisis SMART-C, Efisiensi dan efektivitas kerja mendapatkan nilai 0 pada
syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator ini belum cukup jelas dan
spesifik. Dua komponen berbeda yang tergabung dalam satu indikator membuat
indikator menjadi tidak terukur, hal ini tercermin dari nilai 0 yang didapatkan
19

dalam syarat measurable dan juga nilai 0 pada achievable karena indicator sulit
untuk dicapai.
Efektivitas tidak dapat disamakan dengan efisiensi, karena keduanya memilki
arti yang berbeda, yang mana efisiensi mengandung pengertian perbandingan
antara biaya dan hasil, sedangkan efektivitas secara langsung dihubungkan dengan
pencapaian tujuan. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya
yakni relevant, time bound dan continuously improvement.
5. Penguasaan Pekerjaan
Penguasaan pekerjaan menurut Foster (2001) adalah tingkat penguasaan
seseorang dalam pelaksanaan aspek – aspek tehnik peralatan dan tehnik pekerjaan.
Dalam analisis SMART-C, indikator ini mendapatkan nilai 0 pada syarat spesific
yang mengindikasikan bahwa indikator belum cukup jelas dan rinci untuk
menggambarkan suatu indikator penilaian. Indikator perlu dikembangkan untuk
membantu penilai memahami maksud dari indikator tersebut. Selanjutya indikator
ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni measurable, achieveable, relevant,
time bound dan challenging.
6. Kualitas Kerja
Kualitas kerja yaitu kerapian, ketelitian, dan keterkaitan hasil kerja dengan
tidak mengabaikan volume pekerjaan. Kualitas kerja yang baik dapat menghindari
tingkat kesalahan dalam penyeleseian suatu pekerjaan serta produktivitas kerja
yang dihasilkan dapat bermanfaat bagi kemajuan perusahaan. (Mangkunegara
2000). Indikator kualitas kerja memperoleh nilai 0 pada syarat spesific. Nilai ini
mengindikasikan bahwa indikator tidak cukup spesifik dan masih diperlukan
pengembangan indikator. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat
lainnya yakni measurable, achieveable, relevant, time bound dan challenging.
Dalam analisis SMART-C terhadap faktor kemampuan teknis diperoleh nilai
0% dari indikator kinerja yang ada dalam kategori specific (S) menurut
Soemohadiwidjojo (2015), specific adalah kemampuan indikator dalam menyatakan
sesuatu dapat didefinisikan secara spesifik. Nilai presentase yang didapatkan
mengindikasikan bahwa seluruh indikator penilaian dalam faktor kemampuan teknis
belum cukup spesifik untuk sebuah indikator penilaian kinerja, sehingga perlu
dilakukan pengembangan indikator untuk memenuhi syarat specific. Selanjutnya
diperoleh nilai 50% dari kategori measurable (M) dimana definisi measurable adalah
indikator yang dirancang harus dapat diukur dengan jelas, memiliki satuan
pengukuran, dan jelas pula cara pengukurannya. Nilai 50% yang didapatkan dari
kategori ini mengindikasikan bahwa 50% dari total indikator kinerja dalam DP2K
sudah tepat dan dapat diukur tetapi sisanya yakni 50% masih belum dapat terukur
(measurable). 50% indikator yang belum memenuhi syarat adalah indikator
kecepatan kerja, daya tangkap juga efisiensi dan efektivitas kerja. Kecepatan kerja
dianggap belum memenuhi syarat measurable karena ketidakspesifikan indikator
sehingga menyulitkan penilai dalam melakukan pengukuran. Indikator terakhir yang
belum memenuhi syarat spesific adalah efisiensi dan efektivitas kerja dimana penilai
akan sulit melakukan pengukuran dalam indikator karena terdapat dua indikator yang
berbeda dalam satu penilaian.
Selanjutnya diperoleh presentase nilai 67% dari total indikator DP2K yang
sudah masuk dalam kategori achievable (A), suatu indikator kinerja dapat dikatan
achievable, dimana indikator yang dipilih harus dapat dicapai oleh penanggungjawab
atau Unit In Charge, terdapat 33% dari total indikator kemampuan teknis yang belum
20
memenuhi syarat achievable, indikator tersebut adalah kecepatan kerja dan daya
tangkap. Kecepatan kerja dianggap belum memenuhi syarat achievable karena sulit
bagi penilai untuk menetapkan sebuah standar penilaian dari indikator kecepatan
kerja. Masing-masing karyawan memiliki tingkatan kecepatan masing-masing dalam
melakukan sebuah pekerjaan. Selain kecepatan kerja, efisiensi dan efektivitas kerja
juga belum memenuhi syarat achievable karena sulit melakukan pencapaian terhadap
dua indikator berbeda dalam satu waktu.
Indikator dapat dikategorikan relevant (R) ketika indikator yang dipilih dan
ditetapkan sesuai dengan visi dan misi, serta tujuan strategis organisasi. Dalam DP2K
diperoleh nilai 100%, dimana seluruh indikator penilaian kinerja telah mencerminkan
visi, misi dan tujuan institusi. Selanjutnya adalah syarat time-bound (T), syarat ini
harus dimiliki suatu indikator kinerja dimana suatu indikator yang dipilih harus
memiliki batas waktu pencapaian. Dalam DP2K waktu penilaian kinerja karyawan
sudah diatur dengan jelas yakni setiap satu tahun sekali, dimana semua indikator
kinerja dalam DP2K sudah 100% memenuhi kategori time-bounded. Syarat terakhir
adalah kategori Challenging (C) dimana indikator yang dibangun menyesuaikan
dengan perkembangan strategi organisasi dan menjadi tantangan bagi manajemen
untuk meningkatkan kinerja. Dalam DP2K diperoleh presentase nilai sebesar 100%
sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh indikator penilaian sudah dapat
menyesuaikan dengan perkembangan strategi organisasi.
Dapat disimpulkan bahwa seluruh indikator kinerja dalam faktor kemampuan
teknis dalam DP2K belum spesifik. Hal ini dibuktikan dengan diperolehnya penilaian
0% dalam kategori specfic. Penulis merekomendasikan institusi untuk melakukan
pengembangan dalam segi indikator kinerja juga merumuskan alternative strategi
penilaian kinerja yang dapat membantu penilai lebih objektif dalam melakukan
penilaian.

Kemampuan Konseptual
Faktor kedua dalam penilaian kinerja adalah faktor kemampuan konseptual,
dimana terdapat 5 indikator didalamnya yakni kemampuan memimpin, koordinasi,
kemandirian, kemampuan membina bawahan, dan kemampuan berkomunikasi.
Seluruh indikator dalam faktor kemampuan manajerial akan dinilai berdasarkan tabel
analisis SMART-C yang terdapat dalam Tabel 5.
Tabel 5 Hasil analisis SMART-C pada faktor kemampuan konseptual
No Indikator Kriteria Total
Penilaian S M A R T C
1 Kemampuan 0 1 1 1 1 1 5
memimpin
2 Koordinasi 0 1 1 1 1 1 5
3 Kemandirian 0 0 0 1 1 1 3
4 Kemampuan 0 1 1 1 1 1 5
membina bawahan
5 Kemampuan 0 0 0 1 1 1 3
berkomunikasi
Total 0 0 3 5 5 5 21
Presentase 0% 0% 60% 100% 100% 100% 70%
Sumber: Data yang diolah (2016)
21

Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas


perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam bidang
operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya individual tersebut
memahami tugas, fungsi serta tanggung jawabnya sebagai seorang karyawan (Rivai
2004). Seluruh indikator penilaian dalam faktor kemampuan konseptual akan
dianalisis lebih lanjut melalui analisis SMART-C, untuk mengetahui apakah
indikator dalam DP2K telah memenuhi syarat indikator penilaian kinerja yang baik.
Nilai 0 memiliki arti bahwa indikator belum memenuhi syarat suatu kriteria tertentu
sedangan nilai 1 memiliki arti bahwa indikator telah memenuhi syarat dari kriteria
yang dianalisis. Analisis diperoleh dari studi literatur terhadap definisi seluruh
indikator kinerja juga wawancara dengan responden ahli. Berikut hasil analisis dari
masing masing indikator penilaian:
1. Kemampuan memimpin
Kemampuan memimpin atau kepemimpinan adalah proses mempengaruhi
orang lain untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi yang relevan
(Ivancevich 2006) Indikator kemampuan memimpin yang terdapat dalam DP2K
memperoleh nilai 0 dalam syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator
ini belum cukup spesifik untuk sebuah indikator penilaian kinerja, sehingga perlu
dilakukan pengembangan indikator untuk memenuhi syarat specific. Selanjutya
indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni measurable, achievable,
relevant, time bound dan challenging.
2. Koordinasi
Menurut Hasibuan (2006), koordinasi adalah kegiatan mengarahkan,
mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen dan
pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi. Indikator
ini memperoleh nilai 0 dalam syarat spesific yang mengindikasikan bahwa
indikator ini belum cukup spesifik untuk sebuah indikator penilaian kinerja.
Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni measurable,
achievable, relevant, time bound dan challenging.
3. Kemandirian
Menurut Sudirman (2015), kemandirian adalah perilaku mampu berinisiatif,
mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai rasa percaya diri, dan
dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Indikator ini memperoleh nilai
0 dalam syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator ini belum cukup
spesifik untuk sebuah indikator penilaian kinerja, Indikator juga memperoleh nilai
0 pada measurable karena indikator sulit untuk diukur. Kemandirian berhubungan
langusng dengan inisiatif seorang individu dalam melakukan pekerjaan, hak ini
menyebabkan penilai sulit untuk melakukan penilaian tanpa adanya standar
ataupun kriteria yang diinginkan dari indikator ini. Kemandirian juga
mendapatkan nilai 0 pada achievable karena indikator sulit dicapai oleh karyawan
maupun penilai karena indikator belum memiliki pengukuran yang jelas.
Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni relevant, time
bound dan challenging.
4. Kemampuan Membina Hubungan Bawahan
Kemampuan membina hubungan bawahan menurut responden ahli adalah
kemampuan atasan dalam menjaga dan menjalin hubungan baik dengan bawahan
dalam tujuan pekerjaan. Menurut Dubrin (2006) Pemimpin adalah seseorang yang
dapat memberi inspirasi, membujuk, memengaruhi dan memotivasi juga dapar
22
memicu perubahan yang berguna. Indikator ini memperoleh nilai 0 dalam syarat
spesific yang mengindikasikan bahwa indikator ini belum cukup spesifik untuk
sebuah indikator penilaian kinerja dan diperlukan pengembangan indikator dalam
rancangan selanjutnya. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya
yakni measurable, achievable, relevant, time bound dan challenging.
5. Kemampuan Komunikasi
Menurut Devito (2011) kemampuan komunikasi mengacu pada kemampuan
seseorang untuk berkomunikasi secara efektif. Kemampuan ini mencakup hal-hal
seperti pengetahuan tentang peran lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi
hubungan dan bentuk pesan komunikasi. Misalnya, pengetahuan bahwa suatu
topik mungkin layak dikomunikasikan kepada pendengar tertentu dilingkungan
tertentu, tetapi mungkin tidak layak bagi pendengar dilingkungan lain.
Berdasarkan analisis SMART-C terhadap faktor kemampuan berkomunikasi
diperoleh nilai 0 pada syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator
belum cukup spesifik untuk sebuah indikator penilaian kinerja. Indikator ini juga
memperoleh nilai 0 pada measurable karena indikator sulit untuk diukur tanpa
adanya standar ataupun kriteria yang diinginkan dari indikator ini. Indikator ini
juga mendapatkan nilai 0 pada achievable karena indikator sulit dicapai oleh
karyawan maupun penilai karena indikator belum memiliki pengukuran yang jelas.
Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni relevant, time
bound dan challenging.
Dalam analisis SMART-C terhadap faktor kemampuan konseptual diperoleh
nilai 0% dari indikator kinerja yang ada dalam kategori specific. Nilai presentase
yang didapatkan mengindikasikan bahwa seluruh indikator penilaian dalam faktor
kemampuan teknis belum cukup spesifik untuk sebuah indikator penilaian kinerja,
sehingga perlu dilakukan pengembangan indikator untuk memenuhi syarat specific.
Selanjutnya diperoleh nilai 60% dari kategori measurable. Nilai 60% yang
didapatkan dari kategori ini mengindikasikan bahwa 80% dari total indikator kinerja
dalam DP2K sudah tepat dan dapat diukur tetapi sisanya yakni 40% masih belum
dapat terukur (measurable). Indikator yang belum dapat terukur yakni kemandirian,
karena sulit untuk melakukan standar penilaian dalam pengukuran kemandirian
seseorang. Selanjutnya diperoleh presentase nilai 60% dari total indikator DP2K
dalam kategori achievable (A) yang mengindikasikan bahwa 60% dari total indikator
kinerja dalam DP2K sudah tepat dan dapat dicapai tetapi sisanya yakni 40% masih
belum dapat dicapai (achieavable) oleh karyawan maupun penilai dimana seluruh
indikator dalam faktor kemampuan konseptual ini dapat dicapai baik oleh penilai
maupun karyawan yang dinilai.
Syarat selanjurnya adalah relevant (R) yang memperoleh presentase nilai 100%,
dimana seluruh indikator telah sesuai dengan visi dan misi, serta tujuan strategis
organisasi. Time-bounded (T) adalah syarat yang harus dimiliki suatu indikator
kinerja dimana suatu indikator yang dipilih harus memiliki batas waktu pencapaian.
Dalam DP2K waktu penilaian kinerja karyawan sudah diatur dengan jelas yakni
setiap satu tahun sekali, dimana semua indikator kinerja dalam DP2K sudah 100%
memenuhi kategori time-bound. Terakhir adalah syarat challenging (C) dimana
indikator dibangun dan menyesuaikan dengan perkembangan strategi institusi.
Dalam DP2K diperoleh presentase nilai sebesar 100% yang mengindikasikan bahwa
seluruh indikator dapat menyesuaikan dengan perkembangan stategi institusi.
23

Kemampuan Hubungan Interpersonal


Faktor ketiga dalam penilaian kinerja adalah faktor hubungan interpersonal, dimana
terdapat 3 indikator didalamnya yakni hubungan dengan atasan, hubungan teman
sekerja dan hubungan sosial. Seluruh indikator dalam faktor kemampuan hubungan
interpersonal akan dinilai berdasarkan tabel analisis SMART-C yang terdapat dalam
Tabel 6.

Tabel 6 Hasil analisis SMART-C kemampuan hubungan interpersonal


No Indikator Penilaian Kriteria Total
S M A R T C
1 Hubungan dengan 0 0 0 1 1 1 4
atasan
2 Hubungan teman 0 0 0 1 1 1 4
sekerja
3 Hubungan sosial 0 0 0 1 1 1 4
Total 0 0 0 3 3 3 12
Presentase 0% 0% 0% 100% 100% 100% 66.7%
Sumber: Data yang diolah (2016)

Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk


bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, dan lain-lain (Rivai 2004).
Seluruh indikator penilaian dalam faktor hubungan interpersonal akan dianalisis
lebih lanjut melalui analisis SMART-C, untuk mengetahui apakah indikator dalam
DP2K telah memenuhi syarat indikator penilaian kinerja yang baik. Nilai 0 memiliki
arti bahwa indikator belum memenuhi syarat suatu kriteria tertentu sedangan nilai 1
memiliki arti bahwa indikator telah memenuhi syarat dari kriteria yang dianalisis.
Analisis diperoleh dari studi literatur terhadap definisi seluruh indikator kinerja juga
wawancara dengan responden ahli. Berikut hasil analisis dari masing masing
indikator penilaian:
1. Hubungan Dengan Atasan
Hubungan dengan atasan menurut responden ahli adalah kemampuan
hubungan kerja karyawan yang dinilai dengan atasannya. Hubungan kerja
menurut Hasibuan (2006) adalah interaksi yang ditampilkan secara resmi maupun
tidak resmi yang dilakukan oleh seluruh anggota organisasi baik antara atasan
bawahan dan sesama rekan kerja berlangsung dilingkungan kerja selama waktu
kerja. Hubungan dengan atasan memperoleh nilai 0 dalam syarat spesific yang
mengindikasikan bahwa indikator ini belum cukup spesifik untuk sebuah
indikator penilaian kinerja, sehingga perlu dilakukan pengembangan indikator
untuk memenuhi syarat specific. Indikator ini juga memperoleh nilai 0 pada
measurable karena indikator sulit untuk diukur yang disebabkan tidak adanya
standar penilaian ataupun kriteria penilaian dalam hubungan dengan atasan. Hal
ini dapat menyulitkan penilai dalam melakukan penilaian. Indikator ini juga
mendapatkan nilai 0 pada achievable karena indikator sulit dicapai oleh karyawan
maupun penilai karena indikator belum memiliki pengukuran yang jelas.
Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni relevant, time
bound dan challenging,
2. Hubungan Teman Sekerja
Hubungan teman sekerja menurut responden ahli adalah kemampuan
membina hubungan kerja karyawan dengan rekan sekerja guna tujuan institusi.
24
Hubungan kerja menurut Hasibuan (2006) adalah interaksi yang ditampilkan
secara resmi maupun tidak resmi yang dilakukan oleh seluruh anggota organisasi
baik antara atasan bawahan dan sesama rekan kerja berlangsung dilingkungan
kerja selama waktu kerja. Hubungan dengan atasan memperoleh nilai 0 dalam
syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator ini belum cukup spesifik
untuk sebuah indikator penilaian kinerja, Indikator ini juga memperoleh nilai 0
pada measurable dan achievable karena indikator tidak memiliki standar penilaian
ataupun kriteria penilaian. Hubungan kerja menjadi sulit untuk diukur dan dicapai
karena penilaian bersifat kualitatif dan didasarkan pada interaksi sosial karyawan
sehari-hari. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni
relevant, time bound dan challenging.
3. Hubungan Sosial
Hubungan sosial menurut responden ahli adalah kemampuan karyawan
dalam berinteraksi dengan karyawan lainnya yang dapat mempengaruhi dalam
lingkungan sosial. Indikator ini juga memiliki perolehan nilai yang sama dalam
analisis SMART-C dengan dua indikator lainnya, yakni nilai 0 pada spesific,
measurable dan achievable dan nilai 1 pada syarat relevant, time bound dan
challenging.
Tiga indikator diatas yakni hubungan dengan atasan, hubungan teman sekerja
dan hubungan social memiliki nilai yang sama dalam analisis SMART-C. diperoleh
tiga syarat yang belum terpenuhi dalam faktor ini, yakni syarat specific, measurable
dan achievable dengan perolehan presentase sebanyak 0%. Hal ini dikarenakan
ketiga indikator diatas belum menjelaskan secara rinci mengenai indikator yang
dimaksud sehingga sulit untuk melakukan standar pengukuran pada indikator yang
bersifat kualitatif, juga karena tidak spesifiknya indikator penilaian, menyulitkan
penilai untuk menentukan standar pencapaian yang seharusnya. Indikator penilaian
pada faktor kemampuan hubungan interpersonal harus dikembangkan guna
memenuhi syarat yang belum terpenuhi. Selanjutya indikator dalam faktor ini telah
memenuhi seluruh syarat lainnya yakni relevant, time bound dan challenging.

Kepribadian dan Penampilan


Faktor terakhir dalam penilaian kinerja adalah faktor kepribadian dan
penampilan, dimana terdapat 9 indikator didalamnya, yakni kejujuran, kedisiplinan,
keadaan fisik, kerajinan, ketelitian/ kecermatan, presensi dan ketepatan waktu kerja,
motivasi diri, tanggung jawab, dan kreativitas akan dinilai berdasarkan tabel analisis
SMART-C yang terdapat dalam Tabel 7.

Tabel 7 Hasil analisis SMART-C pada faktor kepribadian dan penampilan


No Komponen Kriteria Total
Penilaian S M A R T C
1 Kejujuran 0 0 0 1 1 1 3
2 Kedisplinan 0 1 1 1 1 1 5
3 Keadaan Fisik 0 0 0 1 1 1 3
4 Kerajinan 0 0 0 1 1 1 3
5 Ketelitian/kecermatan 0 1 1 1 1 1 5
6 Presensi dan ketepatan 0 0 0 1 1 1 3
waktu kerja
7 Motivasi Diri 0 0 0 1 1 1 3
25

Lanjutan Tabel 7
8 Tanggung Jawab 0 1 1 1 1 1 5
9 Kreativitas 0 1 1 1 1 1 5
Total 0 4 4 9 9 9 35
Presentase 0% 44% 44% 100% 100% 100% 65%
Sumber: Data yang diolah (2016)

Menurut Daft (2006) Kepribadian adalah seperangkat karakteristik yang


mendasari suatu pola prilaku yang relatif stabil sebagai respons pada ide-ide, objek-
objek, atau orang-orang di dalam lingkungan. Memahami kepribadian seorang
individu dapat membantu institusi meramalkan bagaimana seseorang akan bertindak
dalam situasi tertentu. Seluruh indikator penilaian dalam faktor kepribadian dan
penampilan akan dianalisis lebih lanjut melalui analisis SMART-C, untuk
mengetahui apakah indikator dalam DP2K telah memenuhi syarat indikator penilaian
kinerja yang baik. Nilai 0 memiliki arti bahwa indikator belum memenuhi syarat
suatu kriteria tertentu sedangan nilai 1 memiliki arti bahwa indikator telah memenuhi
syarat dari kriteria yang dianalisis. Analisis diperoleh dari studi literatur terhadap
definisi seluruh indikator kinerja juga wawancara dengan responden ahli. Berikut
hasil analisis dari masing masing indikator penilaian:
1. Kejujuran
Menurut Hasibuan (2006) kejujuran merupakan salah satu tolak ukur untuk
menilai kepuasan kerja karyawan, yang mana penilai dapat menilai kejujuran
karyawan dalam melaksanan tugas –tugas yang diberikan dan memenuhi
perjanjian baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Berdasarkan
analisis SMART-C terhadap faktor kejujuran diperoleh nilai 0 pada syarat spesific
yang mengindikasikan bahwa indikator belum cukup spesifik untuk sebuah
indikator penilaian kinerja. Indikator ini juga memperoleh nilai 0 pada measurable
karena indikator sulit untuk diukur tanpa adanya standar ataupun kriteria yang
diinginkan dari indikator ini. Kejujuran juga mendapatkan nilai 0 pada achievable
karena indikator sulit dicapai oleh karyawan maupun penilai karena indikator
belum memiliki pengukuran yang jelas. Selanjutya indikator ini memenuhi
seluruh syarat lainnya yakni relevant, time bound dan challenging.
2. Kedisiplinan
Menurut Mangkuprawira (2007), kedisiplinan karyawan adalah sifat seorang
karyawan yang secara sadar mematuhi aturan dan peraturan organisasi tertentu.
Indikator ini mendapatkan nilai 0 pada syarat spesific yang mengindikasikan
bahwa indikator belum cukup spesifik dan jelas sebagai indikator penilaian.
Indikator ini memerlukan pengembangan lebih lanjut untuk memudahkan penilai
dalam menilai karyawan sesuai dengan kondisi sebenarnya. Selanjutya indikator
ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni measurable, achievable, relevant, time
bound dan challenging.
3. Keadaan Fisik
Menurut responden ahli, keadaan fisik yang dimaksud dalam indikator
meliputi kesehatan karyawan dalam bekerja. Kesehatan disini digambarkan
sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial karyawan yang menunjukkan
kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya. Indikator
ini mendapatkan nilai 0 pada syarat spesific yang mengindikasikan bahwa
indikator belum cukup spesifik sehingga diperlukan pengembangan indikator,
selain itu, indikator ini juga memperoleh nilai 0 pada measurable dan achievable
26
karena belum adanya kriteria dan standar ukuran yang jelas mengenai indikator
yang diingunkan. Keadaan fisik sulit untuk diukur karena berhubungan langsung
dengan kondisi dan penampilan tiap individu. Indikator ini memerlukan
pengembangan lebih lanjut untuk memudahkan penilai dalam menilai karyawan
sesuai dengan kondisi sebenarnya. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh
syarat lainnya yakni relevant, time bound dan challenging.
4. Kerajinan
Menurut responden ahli, kerajinan dalam indikator ini dititikberatkan pada
sikap rajin karyawan dalam bekerja untuk menjaga dan meningkatkan apa yang
sudah dicapai. Rajin di tempat kerja berarti pengembangan kebiasaan positif di
tempat kerja. Indikator ini mendapatkan nilai 0 pada syarat spesific yang
mengindikasikan bahwa indikator belum cukup spesifik sehingga diperlukan
pengembangan indikator, selain itu, indikator ini juga memperoleh nilai 0 pada
measurable dan achievable karena belum adanya kriteria dan standar ukuran yang
jelas mengenai indikator yang diinginkan. kerajinan akan mudah diukur apabila
mempunyai standar atau kriteria tertulis yang dapat memudahkan penilai untuk
menilai karyawan sesuai dengan kinerja sebenarnya. Selanjutya indikator ini
memenuhi seluruh syarat lainnya yakni relevant, time bound dan challenging.
5. Ketelitian dan Kecermatan
Ketelitian dan kecermatan menurut responden ahli adalah kemampuan
karyawan dalam melakukan pekerjaan secara tepat dan akurat. Berdasarkan hasil
anaisis SMART-C pada indikator ini diperoleh nilai 0 pada syarat spesific yang
mengindikasikan bahwa indikator belum cukup spesifik sehingga diperlukan
pengembangan indikator. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat
lainnya yakni measurable, achievevable, relevant, time bound dan challenging.
6. Presensi dan Ketepatan Waktu Kerja
Presensi dan ketepatan waktu kerja menurut responden ahli merupakan
kehadiran karyawan yang berkenaan dengan tugas dan kewajibanya yang diukur
melalui ketepatan waktu kerja karyawan. Berdasarkan hasil anaisis diperoleh nilai
0 pada syarat spesific yang mengindikasikan bahwa indikator belum cukup
spesifik sehingga diperlukan pengembangan indikator. Terdapat dua komponen
penilaian yang berbeda dalam satu indikator, yakni presensi dan ketepatan waktu
kerja, hal ini akan menyulitkan penilai dalam melakukan pengukuran, oleh karena
itu indikator ini mendapatkan nilai 0 pada measurable juga 0 pada achievable
karena indikator sulit untuk dicapai/ Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh
syarat lainnya yakni, relevant, time bound dan challenging.
7. Motivasi
Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi
untuk tujuan organisasi yang di kondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam
memenuhi beberapa kebutuhan individual Robins (2007). Berdasarkan analisis
terhadap faktor motivasi diperoleh nilai 0 pada syarat spesific yang
mengindikasikan bahwa indikator belum cukup spesifik untuk sebuah indikator
penilaian kinerja. Indikator ini juga memperoleh nilai 0 pada measurable dan
achievable karena indikator sulit untuk diukur tanpa adanya standar ataupun
kriteria yang diinginkan dari indikator ini dan jugasulit dicapai oleh karyawan
maupun penilai karena indikator belum memiliki pengukuran yang jelas.
Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni relevant, time
bound dan challenging.
27

8. Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah kemampuan menerima akuntabilitas terhadap
kewajiban, tugas dan tindakan (Neal 2004). Berdasarkan hasil anaisis SMART-C
pada indikator ini diperoleh nilai 0 pada syarat spesific yang mengindikasikan
bahwa indikator belum cukup spesifik sehingga diperlukan pengembangan
indikator. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat lainnya yakni relevant,
time bound dan challenging.
9. Kreativitas
Kreativitas adalah kemampuan daya imajinasi dan daya kreatif yang
ditunjukan oleh gagasan-gagasan konseptual yang baik disertai dengan aplikasi-
aplikasi praktis (Neal 2004) Indikator ini mendapatkan nilai 0 pada syarat spesific
yang mengindikasikan bahwa indikator belum cukup spesifik sehingga diperlukan
pengembangan indikator. Selanjutya indikator ini memenuhi seluruh syarat
lainnya yakni relevant, time bound dan challenging.
Nilai presentase dari faktor kepribadian dan penampilan yang diperoleh
mengindikasikan bahwa seluruh indikator penilaian dalam faktor ini belum cukup
spesifik untuk sebuah indikator penilaian kinerja, sehingga perlu dilakukan
pengembangan indikator untuk memenuhi syarat specific. Hal ini terbukti dari hasil
analisis dimana syarat spesific memiliki nilai presentase sebanyak 0%. lalu nilai 44%
dari kategori measurable dan achievable. Dapat disimpulkan bahwa seluruh
indikator kinerja dalam faktor kepribadian dan penampilan dalam DP2K belum
spesifik, bebrapa indikator juga masih belum memenuhi kategori measurable dan
achievable. Penulis merekomendasikan institusi untuk melakukan pembaharuan
dalam segi indikator kinerja juga merumuskan alternative strategi penilaian kinerja
yang dapat membantu penilai lebih objektif dalam melakukan penilaian.

Perumusan Strategi Penilaian Kinerja yang Ideal di PPBBI Berdasarkan


Analytical Hierarchy Process (AHP)

Perumusan strategi penilaian kinerja yang baru akan rancang berdasarkan


metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Hierarki untuk tujuan utama (ultimate
goal) strategi penilaian kinerja yang Ideal di PPBBI diidentifikasi berdasarkan
Gambar 3
28

Strategi Penilaian Kinerja


Karyawan yang Ideal

Faktor

Kemampuan Kepribadian &


Kemampuan Kemampuan
Hubungan Penampilan
Konseptual Teknis Interpersonal

Aktor
Kepala Biro Penanggung
Direktur Kepala Bidang Kepala
Umum & Jawab SDM
Penelitian Bidang Usaha
SDM

Tujuan

Pengembangan Membuat Membangun


Memperkirakan
Pegawai Keputusan Komunikasi
Kepuasan Pegawai
Kompensasi

Strategi

Rating Scale Checklist Penilaian 360 Derajat

Gambar 3 Hierarki strategi penilaian kinerja


Berdasarkan Gambar 3 dapat dijelaskan bahwa dalam mencapai sasaran
utama strategi penilaian kinerja karyawan yang ideal terdapat elemen - elemen faktor,
aktor, tujuan, dan alternatif strategi.
1. Faktor Penyusunan Hierarki Strategi Penilaian Kinerja Karyawan
Faktor yang mempengaruhi strategi penilaian kinerja karyawan berdasarkan
wawancara dengan pakar dan data pendukung milik institusi merupakan faktor-
faktor penilaian kinerja berdasarkan teori dari Rivai (2004) yaitu faktor (1)
Kemampuan konseptual (2) Kemampuan Teknis (3) Kemampuan Hubungan
Interpersonal dan tambahan faktor dari PPBBI yakni (4) Kepribadian dan
Penampilan.
2. Aktor Penyusunan Hierarki Strategi Penilaian Kinerja Karyawan
Aktor yang mempengaruhi dan memiliki keputusan dalam menentukan
strategi penilaian kinerja karyawan yang ideal adalah orang yang bertanggung
jawab mengenai keputusan akhir dalam penilaian kinerja karyawan di institusi
yakni (1) Direktur (2) Kepala Biro Umum dan SDM (3) Kepala Bidang Penelitian
(4) Kepala Bidang Usaha (5) Penanggung Jawab SDM.
3. Tujuan Penyusunan Hierarki Strategi Penilaian Kinerja Karyawan
Tujuan dilakukannya proses penilaian kinerja karyawan mengacu kepada
teori manfaat penilaian kinerja oleh Furtwengler (2000), yakni (1) Pengembangan
Pegawai (2) Memperkirakan Kepuasan Pegawai, (3) Membuat Keputusan
Kompensasi , dan (4) Membangun Komunikasi.
29

4. Alternatif Penyusunan Hierarki Strategi Penilaian Kinerja Karyawan


Alternatif adalah langkah yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil in depth interviews dan studi literatur
dapat diketahui alternatif–alternatif dalam implementasi penilaian kinerja
karyawan adalah:
1. Metode Rating Scale
Metode rating scale yang dijadikan alternative strategi pada penelitian ini
adalah pembaharuan dari metode rating scale yang sudah diterapkan.
Penilaian akan dimodifikasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan institusi.
Scoring maupun kriteria penilaian akan kembali ditinjau sesuai dengan
kondisi institusi.
2. Metode Checklist
Metode checklist berisi daftar indikator-indikator hasil kerja, perilaku kerja,
atau sifat pribadi yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaan. Dalam
metode evaluasi kinerja checklist, penilai mengobservasi kinerja ternilai,
kemudian memilih indikator yang melukiskan kinerja atau karakteristik
ternilai dan memberikan tanda checklist.
3. Metode Penilaian kinerja 360 derajat
Penerapan metode sistem penilaian kinerja yang baru dimana nilai kinerja
dikumpulkan secara simultan dari para bawahan, kolega kerja, penyelia, dan
karyawan itu sendiri.

Analisis Hasil Pengolahan Strategi Penilaian Kinerja Karyawan Pada PPBBI

Berdasarkan faktor yang mempengaruhi, aktor yang berkepentingan serta


tujuan yang ingin dicapai maka disusun struktur hirarki yang terdiri dari lima tingkat,
dengan tingkat satu adalah fokus (ultimate goal), tingkat dua adalah faktor yang
mempengaruhi, tingkat tiga adalah aktor yang terlibat, tingkat empat adalah tujuan
yang ingin dicapai (objective), dan tingkat kelima adalah alternatif yang dapat dipilih
untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Perumusan strategi penilaian kinerja
karyawan di PPBBI yang ideal menggunakan metode AHP yang terbagi menjadi dua
tahap pengolahan, yakni pengolahan vertikal dan pengolahan horizontal.

Hasil Pengolahan Vertikal


Dalam proses pengolahan vertikal terdapat 4 elemen pengolahan, yakni faktor,
aktor, tujuan, dan alternatif strategi. Selengkapnya dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengolahan Elemen Faktor
Hasil analisis hierarki yang bersumber dari tiga pakar dalam strategi penilaian
kinerja karyawan berdasarkan faktor, aktor, tujuan dan alternatif strategi. Gabungan
dari tiga pakar menghasilkan keputusan pada urutan prioritas faktor pada Tabel 8.
Tabel 8 Hasil pengolahan elemen faktor
Faktor Bobot Prioritas
Kemampuan Teknis 0.343 1
Kepribadian dan Penampilan 0.290 2
Kemampuan Konseptual 0.228 3
Kemampuan Hubungan Interpersonal 0.140 4
Inconsistency 0.01
Sumber: Data yang diolah (2016)
30
Berdasarkan Tabel 8 yang menjadi prioritas utama adalah faktor kemampuan
teknis dengan nilai bobot 0.343 karena kemampuan teknis dianggap paling
mempengaruhi kinerja karyawan dimana karyawan menggunakan pengetahuan,
metode, teknik, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta
pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya. Prioritas kedua dengan nilai bobot
sebesar 0.290 pada faktor kepribadian dan penampilan. Lalu, prioritas ketiga adalah
faktor kemampuan konseptual dengan nilai bobot 0.228. Dan prioritas keempat
adalah hubungan interpersonal dengan nilai 0.140 Dari hasil AHP dengan syarat
konsistensi kurang dari 0.1 hasil gabungan tiga pakar untuk faktor menghasilkan nilai
konsistensi sebesar 0.01 , nilai konsistensi 0.01 lebih kecil dari 0.1 sehingga dapat
dikatakan sudah memenuhi syarat konsisten dari 3 pakar dalam menilai faktor.

b. Pengolahan Elemen Aktor


Hasil analisis hierarki yang bersumber dari tiga pakar dalam strategi perekrutan
berdasarkan faktor, aktor, tujuan dan alternatif strategi. Hasil gabungan dari tiga
pakar menghasilkan keputusan pada urutan prioritas aktor pada Tabel 9.

Tabel 9 Hasil pengolahan elemen aktor


Aktor Bobot Prioritas
Direktur 0.249 1
Kepala Biro Umum dan SDM 0.231 2
Kepala Bidang Penelitian 0.194 3
Kepala Bidang Usaha 0.171 4
Penanggung jawab SDM 0.155 5
Inconsistency 0.03
Sumber: Data yang diolah (2016)

Berdasarkan Tabel 9 diatas yang menjadi prioritas utama adalah aktor


Direktur dengan nilai bobot 0.249 karena Direktur adalah pemegang keputusan
tertinggi tentang penilaian kinerja karyawan. Prioritas kedua dengan nilai bobot
sebesar 0.231 pada aktor Kepala Biro Umum dan SDM. Prioritas ketiga adalah aktor
Kepala Bidang Penelitian dengan nilai bobot 0.194. Prioritas keempat adalah aktor
Kepala Bidang Usaha dengan nilai bobot 0.171 dan Prioritas kelima adalah aktor
Penanggung jawab SDM dengan nilai bobot 0.155. Dari hasil AHP dengan syarat
konsistensi kurang dari 0.1, hasil gabungan tiga pakar untuk aktor menghasilkan
nilai konsistensi sebesar 0.03, nilai konsistensi 0.03 lebih kecil dari 0.1 sehingga
dapat dikatakan sudah memenuhi syarat konsisten dari 3 pakar dalam menilai aktor.
c. Pengolahan Elemen Tujuan
Hasil analisis hierarki yang bersumber dari tiga pakar dalam strategi penilaian
kinerja berdasarkan faktor, aktor, tujuan dan alternatif strategi. Hasil gabungan
dari tiga pakar menghasilkan keputusan pada urutan prioritas tujuan pada Tabel
10.

Tabel 10 Hasil pengolahan elemen tujuan


Tujuan Bobot Prioritas
Pengembangan Pegawai 0.393 1
Membuat Keputusan Kompensasi 0.269 2
31

Lanjutan Tabel 10
Tujuan Bobot Prioritas
Memperkirakan Kepuasan Pegawai 0.197 3
Membangun Komunikasi 0.142 4
Inconsistency 0.04
Sumber: Data yang diolah (2016)

Berdasarkan Tabel 10 yang menjadi prioritas tujuan utama adalah


Pengembangan pegawai dengan nilai bobot 0.393. Prioritas kedua dengan nilai bobot
sebesar 0.269 pada tujuan membuat keputusan kompensasi. Prioritas ketiga adalah
memperkirakan kepuasan pegawai dengan nilai bobot 0.197. Prioritas keempat
adalah membangun komunikasi dengan nilai bobot 0.142. Dari hasil AHP dengan
syarat konsistensi kurang dari 0.1, hasil gabungan tiga pakar untuk aktor
menghasilkan nilai konsistensi sebesar 0.04, nilai konsistensi 0.04 lebih kecil dari 0.1
sehingga dapat dikatakan sudah memenuhi syarat konsisten dari 3 pakar dalam
menilai tujuan.

d. Pengolahan Elemen Alternatif Strategi


Hasil analisis hierarki yang bersumber dari tiga pakar dalam strategi penilaian
kinerja berdasarkan faktor, aktor, tujuan dan alternatif strategi. Hasil gabungan dari
tiga pakar menghasilkan keputusan pada urutan prioritas alternatif strategi pada
Tabel 11.

Tabel 11 Hasil pengolahan elemen alternatif strategi


Alternatif Strategi Bobot Prioritas
Rating Scale 0.532 1
360 derajat 0.283 2
Checklist 0.186 3
Inconsistency 0,02
Sumber: Data yang diolah (2016)

Berdasarkan Tabel 11 yang menjadi prioritas strategi utama adalah metode


rating scale dengan nilai bobot 0.532. Prioritas kedua dengan nilai bobot sebesar
0.283 pada metode 360 derajat dan Prioritas ketiga adalah metode checklist dengan
nilai bobot 0.186. Dari hasil AHP dengan syarat konsistensi kurang dari 0.1, hasil
gabungan tiga pakar untuk aktor menghasilkan nilai konsistensi sebesar 0.02 nilai
konsistensi 0.02 lebih kecil dari 0.1 sehingga dapat dikatakan sudah memenuhi syarat
konsisten dari 3 pakar dalam menilai strategi.
Hasil Pengolahan Horizontal
Dalam proses pengolahan horizontal terdapat 2 elemen pengolahan, yakni aktor
terhadap faktor, dan tujuan terhadap aktor. Selengkapnya sebagai berikut:

a. Pengolahan Elemen Aktor Terhadap Faktor


Berdasarkan tabel analisis secara horizontal melihat prioritas aktor berdasarkan
masing-masing faktor terdapat dalam Tabel 12.
32
Tabel 12 Hasil pengolahan horizontal aktor terhadap faktor
Faktor
Kemampuan Kepribadian
Aktor Kemampuan Kemampuan &
Hub. Skor Prioritas
Teknis Konseptual Penampilan
Interpersonal
Direktur 0.295 0.363 0.247 0.106 0.249 1
Kepala Biro
0.278 0.223 0.185 0.202 0.231 2
Umum & SDM
Kepala Bidang
0.190 0.207 0.176 0.198 0.194 3
Penelitian
Kepala Bidang
0.179 0.151 0.203 0.162 0.171 4
Usaha
Pemjab SDM 0.058 0.056 0.189 0.332 0.155 5
Inconsistency 0.003 0.02 0.04 0.04 0.03
Sumber: Data yang diolah (2016)

Berdasarkan Tabel 12, aktor Direktur merupakan prioritas utama dengan


bobot sebesar 0.249. Aktor Kepala Biro Umum dan SDM merupakan prioritas kedua
dengan bobot sebesar 0.231. Aktor Kepala Bidang Penelitian merupakan prioritas
ketiga dengan bobot 0.194. Prioritas keempat dengan bobot 0.171 ditempati oleh
Aktor Kepala Bidang Usaha dan Aktor Penanggung Jawab SDM merupakan prioritas
kelima dengan bobot 0.155. Semua nilai inconsistency memiliki nilai dibawah 0.1
artinya sudah konsisten.

b. Pengolahan Elemen Tujuan terhadap Aktor


Berdasarkan tabel analisis secara horizontal melihat prioritas tujuan
berdasarkan masing-asing aktor terdapat dalam Tabel 13.

Tabel 13 Hasil pengolahan horizontal tujuan terhadap aktor


Aktor
Kepala Kepala Pemjab
Tujuan Kepala Skor Prioritas
Biro Bidang SDM
Direktur Bidang
Umum Usaha
Penelitian
&SDM
Pengembangan
0.470 0.368 0.412 0.416 0.256 0.393 1
Pegawai
Membuat
Keputusan 0.260 0.218 0.246 0.318 0.337 0.269 2
Kompensasi
Memperkirakan
0.156 0.255 0.193 0.139 0.243 0.197 3
Kepuasan Pegawai
Membangun
0.115 0.159 0.150 0.127 0.164 0.142 4
Komunikasi
Bobot 0.249 0.231 0.194 0.171 0.155
Inconsistency 0.02 0.04 0.07 0.006 0.009
Sumber: Data yang diolah (2016)
Berdasarkan Tabel 13, Tujuan Pengembangan Pegawai merupakan prioritas
utama dengan bobot sebesar 0.393. Membuat Keputusan Kompensasi di prioritas
kedua dengan bobot 0.269. Memperkirakan kepuasan pegawai di prioritas ketiga
33

dengan bobot 0.197. Dan Membangun Komunikasi di prioritas terakhir dengan bobot
0.142 Semua nilai inconsistency memiliki nilai dibawah 0.1 artinya sudah konsisten.
Setelah dilakukan analisis perhitungan bobot pengolahan vertikal dan horizontal,
struktur hierarki beserta prioritasnya dapat dilihat dalam Gambar 4.
.
Strategi Penilaian Kinerja
Karyawan yang Ideal

Faktor
Kemampuan Kemampuan Kemampuan Hubungan Kepribadian &
Konseptual Teknis Interpersonal Penampilan
22.8% 34.3% 14% 29%

Aktor
Kepala Biro Kepala Bidang Kepala Bidang Penanggung
Direktur
Umum & SDM Penelitian Usaha Jawab SDM
24.9%
23.1% 19.4% 17.1% 15.5%

Tujuan
Pengembangan Memperkirakan Membuat Keputusan Membangun
Pegawai Kepuasan pegawai Kompensasi Komunikasi
39.3% 19.7% 26.9% 14.2%

Alternatif
Strategi
Rating Scale Checklist Penilaian 360 Derajat
53.2% 18.6% 28.3%

Gambar 4 Struktur hierarki strategi penilaian kinerja karyawan


Keterangan :
: Jalur strategis pertama/ ranking-1
: Jalur strategis kedua/ ranking-2

Berdasarkan Gambar 4 diatas, dapat dilihat hasil perhitungan dari AHP yang
telah diolah sebelumnya. Terdapat dua jalur strategis yang dapat direkomendasikan
bagi institusi. Jalur strategis pertama terdiri dari faktor penilaian yang memiliki bobot
terbesar diantara faktor-faktor lainnya. . Pada jalur strategis pertama, terlihat bahwa
kemampuan teknis mendapatkan bobot terbesar yakni 34.3%. Kemampuan teknis
meliputi pengetahuan, metode teknik dan peralatan yang dipergunakan untuk
melaksanakan tugas serta pengalaman dan pelatihan yang diperoleh. Kemampuan
teknis menjadi faktor yang sangat penting untuk seluruh SDM didalam institusi, yang
mana faktor ini wajib dimiliki dan terus dikembangkan oleh seluruh SDM untuk
menunjang kinerja istitusi. Aktor yang paling berperan dalam jalur strategis ini ialah
direktur PPBBI, direktur merupakan pemegang keputusan tertinggi didalam setiap
34
kebijakan institusi. Peran direktur terhadap perancangan strategi penilaian kinerja
karyawan sangat dibutuhkan guna mendapatkan hasil rancangan penilaian kinerja
karyawan yang tepat sesuai dengan kondisi perusahaan. Tujuan sasaran yang
mendapatkan peringkat pertama ialah pengembangan pegawai, yang mana penilaian
kinerja karyawan harus membantu pimpinan dalam melaksanakan perannya sebagai
atasan yang dapat memberikan rekomendasi atas berbagai permasalahan yang tengah
hadapi. Dengan memperhatikan analisis kinerja karyawan, akan tergambar
dimanakah kekuatan dan kelemahan mereka. Kekuatan yang dimiliki dapat
dipertahankan bahkan ditingkatkan, sedangkan kinerja yang kurang baik akan dicari
tahu penyebabnya untuk diperbaiki. Untuk memenuhi seluruh tujuan tersebut,
metode rating scale merupakan metode penilaian kinerja karyawan terpilih dengan
bobot sebesar 53.2%. Metode rating scale terpilih sebagai strategi penilaian kinerja
yang ideal dan dapat diterapkan untuk jangka pendek institusi karena metode rating
scale merupakan salah satu metode penilaian yang tergolong mudah dalam proses
penilaian, dan tidak membutuhkan pelatihan lebih lanjut bagi para penilai. Hasil ini
juga serupa dengan penelitian yang dilakukan Hakan Turgut & Ibrahim Sani Mert
dalam jurnalnya yang berjudul “Evaluation of Performance Appraisal Methods
through Appraisal Errors by Using Fuzzy VIKOR Method” dimana para peneliti
mencoba mengevaluasi 11 teknik penilaian kinerja yang dianalisis melalui metode
FUZZY VIKOR. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa metode penilaian
kinerja yang dianggap paling akurat adalah metode Graphic Rating Scale dan yang
paling memiliki tingkat akurasi rendah adalah Comparison Method.
Selanjutnya, jalur strategis kedua dari hasil pengolahan AHP ini diawali dari
faktor kepribadian dan penampilan. Faktor ini perlu diperhatikan oleh manajemen
dalam pencapaian tujuan organisasi. Hal ini dikarenakan kepribadian adalah cermin
keseluruhan dimana seseorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain.
Institusi dapat memilih sikap kepribadian yang diyakini berhubungan erat dengan
kinerja dibeberapa pekerjaan dan institusi. Aktor kedua yang paling berperan dalam
pencapaian sasaran adalah kepala biro umum dan SDM. Kepala biro umum dan SDM
memegang peranan penting dalam setiap keputusan yang berkaitan langsung dengan
perencanaan dan pelaksanaan strategi SDM. Aktor ini juga memiliki interaksi yang
lebih erat pada seluruh SDM dalam tujuan pencapaian sasaran. Tujuan yang harus
diprioritaskan dalam jalur strategis ini adalah membuat keputusan kompensasi.
Keputusan kompensasi merupakan keputusan yang sangat penting karena dengan
sistem kompensasi yang baik akan mampu memberikan kepuasan bagi karyawan dan
memungkinkan institusi untuk memperoleh, mempekerjakan, dan mempertahankan
karyawan sebaik mungkin. Alternatif strategi yang dapat digunakan dalam jalur
strategis ini adalah penilaian 360 derajat. Penilaian ini didasarkan pada penilaian
terhadap gaya manajemen seseorang, kompetensi dan sikap atau perilaku kerja
individu, yang dilakukan oleh atasan dan kolega secara horizontal dan vertikal.
metode ini dapat meningkatkan objektifitas dari hasil penilaian sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Yodi Dwesta Primadi dalam skripsinya yang berjudul
“Pemilihan Strategi Penerapan Sistem Penilaian Kinerja 360 Derajat pada Penilaian
Kinerja Dosen Institut Pertanian Bogor”. Penelitian ini menyarankan institusi untuk
menggunakan metode penilaian kinerja 360 derajat untuk mengurangi peluang
munculnya subyektifitas penilaian.
35

Pembobotan Faktor Penilaian Kinerja Karyawan

Empat Faktor utama dalam penilaian kinerja karyawan yakni faktor


kemampuan teknis, kemampuan manajerial, Kemampuan hubungan interpersonal
juga kepribadian dan sikap akan diberi bobot sesuai dengan golongan jabatan untuk
mengoptimalkan penilaian kinerja agar lebih tepat sasaran. Pembobotan akan
didasarkan sesuai dengan golongan jabatan di PPBBI dari golongan 1 hingga 4.
Jabatan dalam setiap golongan dapat dilihat dalam lampiran 6. Pembobotan
didasarkan oleh in-depth interviews oleh para pakar yang menghasilkan perolehan
bobot yang dapat dilihat dalam gambar 5.

Golongan
25%
4
20%
KHI
40% KP 15%

KK KT
Golongan
3 30% 25% 25% 20%

KHI KP KK KT
Golongan 40% 25% 20% 15%
2
KT KK
KP KHI
Golongan 10%
40% 30% 20%
1
KT KP KHI KK

Gambar 5 Hasil pembobotan faktor penilaian kinerja karyawan


Keterangan :
KT : Kemampuan Teknis
KP : Kepribadian & Penampilan
KHI: Kemampuan Hub. Interpersonal
KK: Kemampuan Konseptual

Dalam pembobotan terlihat bahwa golongan 1 memprioritaskan kemampuan


teknis sebagai faktor utama yang mempengaruhi kinerja karyawan. kemampuan
teknis memiliki bobot 40%, disusul oleh kepribadian dan penampilan 30%., lalu
Kemampuan hubungan interpersonal 20% dan terakhir kemampuan konseptual 10%.
Selanjutnya untuk golongan 2, kemampuan teknis kembali menjadi faktor terpenting
dalam penilaian kinerja. Kemampuan teknis memiliki bobot 40%, lalu kepribadian
dan penampilan memilki bobot 25%, kemampuan hubungan interpersonal memiliki
36
bobot 20%, dan terakhir adalah kemampuan konseptual sebanyak 15%. Berbeda
dengan Golongan 3, dimana pembobotan terbesar berada di faktor kemampuan
hubungan interpersonal yakni sebesar 30%, disusul oleh kepribadian dan penampilan
juga kemampuan hubungan interpersonal sebesar 25% dan kemampuan teknis
sebesar 20%. Berada di puncak piramida yakni golongan 1 memiliki pembobotan
yang berbanding terbalik dengan pembobotan sebelumnya, hal ini dikarenakan
golongan 1 menitik beratkan kemampuan konseptual sebagai faktor utama penilaian
kinerja dengan bobot sebesar 40%, lalu kemampuan hubungan interpersonal sebesar,
kepribadian dan penampilan sebanyak dan kemampuan teknis sebesar 15%.
Sistem penilaian kinerja karyawan DP2K dianggap kurang optimal dalam
menilai kinerja karyawan karena memiliki bobot faktor penilaian yang sama,
sehingga tidak dapat diketahui dimensi manakah yang paling sensitif terhadap
penilaian. Skala penilaian DP2K menggunakan skala penilaian dari 1 –100, rentang
yang sangat tinggi membuat penilai kesulitan memberikan penilaian secara obyektif.
Sedangkan penilaian kinerja yang dirancang oleh penulis terdapat perbedaan, baik
pada skala maupun kriteria penilaiannya. Kriteria penilaian sudah mempunyai bobot
dan skala penilaian yang digunakan yakni mulai dari 1-5, yang akan memudahkan
penilaian.
Pembobotan ini akan dijadikan acuan penilai untuk menilai kinerja karyawan
berdasarkan tingkatan pekerjaan agar lebih tepat sasaran. Penilaian dilakukan oleh
penilai (atasan) terhadap kinerja karyawannya dengan menggunakan skala penilaian
kinerja (rating scale). Skala penilaian kinerja karyawan dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel 14 Skala penilaian kinerja karyawan


Skala Penilaian Definisi
1 Tidak memuaskan; Kemampuan dibawah syarat
minimum. Perlu perbaikan untuk
mempertahankan jabatan.
2 Dibawah rata-rata; kemampuan masih minimum,
prestasi kerja harus diperbaiki .
3 Rata-rata; Mampu memenuhi standar yang
diinginkan dengan baik.
4 Memuaskan; Sering menunjukan kemampuan
lebih dari yang diharapkan, Sasaran yang
diinginkan tercapai melebihi standar
5 Luar Biasa; Konsisten menyelesaikan pekerjaan
dengan kemampuan melebihi dari standar yang
diharapkan. Level tertinggi dalam kinerja.

Bobot faktor yang didapatkan akan dikalikan dengan nilai yang diperoleh
sebagai berikut:
Skor = Bobot x Rata-rata nilai
Setelah skor akhir didapatkan, penilai akan mengkategorikan karyawan yang
dinilai dalam skala nilai yang dapat dilihat pada tabel 15 sebagai usulan atas kenaikan
golongan karyawan yang dinilai.
37

Tabel 15 Skala nilai yang digunakan dalam penilaian


Kategori Interval Nilai
Kinerja sangat tinggi 4.20 < n ≤ 5.00
Kinerja tinggi 3.40 < n ≤ 4.20
Kinerja sesuai standar 2.60 < n ≤ 3.40
Kinerja rendah 1.80 < n ≤ 2.60
Kinerja tidak efektif 1 ≤ n ≤ 1.80
Sumber: Waryanto dan Millafati (2006)

Hasil Rancangan Penilaian Strategi Penilaian Kinerja Karyawan dengan


Metode Rating Scale

Hasil analisis yang sudah dilakukan mengenai elemen-elemen yang terkait


dalam strategi penilaian kinerja karyawan yang ideal pada PPBBI, maka dapat dilihat
bahwa strategi penilaian kinerja dengan menggunakan metode rating scale menjadi
prioritas utama dari alternatif strategi yang diambil. Metode rating scale yang
dirancang adalah penyempurnaan dari metode penilaian kinerja sebelumnya yang
juga menggunakan metode rating scale. Penyempurnaan metode penilaian ini
mencakup prosedur penilaian, penggunaan kriteria penilaian, pembobotan faktor
penilaian dan waktu pelaksanaan penilaian
Rancangan strategi penilaian kinerja karyawan yang baru dihasilkan melalui in
depth interview oleh para pakar, yakni Direktur PPBBI, Kepala Biro Umum dan
SDM juga Akademisi. Metode penilaian kinerja dirancang agar sesuai dengan
kebutuhan instansi dan dapat menilai SDM sesuai dengan kondisi sebenarnya. Empat
faktor utama penilaian yang terdapat dalam lembar penilaian kinerja yang baru ialah
faktor kemampuan teknis, faktor kepribadian dan penampilan, faktor kemampuan
manajerial dan faktor kemampuan hubungan interpersonal. Seluruh Indikator yang
sebelumnya terdapat dalam DP2K dianalisis kembali dan dilakukan pengembangan
dalam setiap indikator. Indikator dibuat menjadi lebih spesifik sehinga memudahkan
penilai untuk menentukan standar penilaian, lembar penilaian juga diharapkan dapat
menjadi jembatan antara karyawan yang dinilai dengan atasannya (penilai) guna
tujuan pengembangan karir karyawan. Indikator –indikator penilaian yang telah
dirancang ini diharapkan dapat mengurangi tingkat subyektivitas penilai dan
memudahkan penilai menarik kesimpulan dalam usulan kenaikan golongan
karyawan di PPBBI.

1. Skala Penilaian
Peringkat nilai yang digunakan dalam DP2K saat ini menggunakan skala nilai
dari rentang 0-100, dengan ketentuan yakni 0-50 dinyatakan kurang, 51-60 sedang,
61-70 cukup, 71-80 Baik, 81-90 sangat baik, dan 91-100 dinyatakan istimewa. Model
penilaian seperti ini merupakan teknik penilaian yang mudah untuk dilaksanakan
namun sangat berisiko terhadap subyektivitas penilainya, sehingga memungkinkan
adanya berbagai bias penilaian. Dalam pengembangan rating scale yang baru, DP2K
akan menggunakan skala nilai likert yakni dari rentang 1-5 dengan ketentuan yang
dijelaskan dalam tabel 16.
38
Tabel 16 Skala penilaian DP2K yang baru
Skala Penilaian Definisi
1 Tidak memuaskan; Kemampuan dibawah syarat minimum.
Perlu perbaikan untuk mempertahankan jabatan.
2 Dibawah rata-rata; kemampuan masih minimum, prestasi
kerja harus diperbaiki.
3 Rata-rata; Mampu memenuhi standar yang diinginkan
dengan baik.
4 Memuaskan; Sering menunjukan kemampuan lebih dari
yang diharapkan, Sasaran yang diinginkan tercapai
melebihi standar
5 Luar Biasa; Konsisten menyelesaikan pekerjaan dengan
kemampuan melebihi dari standar yang diharapkan. Level
tertinggi dalam kinerja.
Sumber: Data yang diolah (2016)

Dengan digantinya skala penilaian menjadi skala likert, akan membantu penilai
dalam menilai dan mengevaluasi karyawan berdasarkan kondisi yang sebenarnya
sesuai dengan definisi dari masing-masing nilai.

2. Kriteria Penilaian
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan beberapa pihak,
kriteria yang digunakan dalam sistem DP2K sudah sangat lengkap dan sesuai.
Namun karena beberapa kriteria ini bersifat kualitatif, maka dalam proses
penilaian sangat berpotensi timbulnya subyektivitas penilaian. Untuk itu,
diperlukannya pihak-pihak yang tepat sebagai penilai agar unsur subyektivitas
dapat diminimalisir. Dalam DP2K terdapat 4 faktor penilaian yang digunakan
untuk menilai kinerja SDM dalam institusi, yakni faktor kemampuan, kemampuan
manajerial, kepribadian dan penampilan, juga hubungan antar manusia.
Berdasarkan hasil wawancara, ke empat faktor penilaian sudah mewakili faktor-
faktor yang harus dinilai, sehingga harus dijadikan landasan dalam perancangan
penilaian kinerja selanjutnya. Dalam faktor penilaian DP2K yang baru, faktor
penilaian masih digolongkan kedalam 4 faktor penilaian, hanya saja terdapat
beberapa perubahan nama, yakni faktor kemampuan menjadi faktor kemampuan
teknis, lalu faktor kemampuan manajerial menjadi faktor kemampuan konseptual,
faktor kemampuan hunungan antar manusia menjadi faktor hubungan
interpersonal sedangkan faktor kepribadian dan penampilan tetap sama sesuai
dengan sebelumnya. Pergantian nama ini disesuaikan dengan teori yang
berkembang dan bertujuan untuk memudahkan dalam mencari standar penilaian
dari masing-masing indikator penilaian.
Penggunaan kriteria yang tepat tentunya harus diikuti dengan penetapan
standar penilaian yang tepat pula. Standar penilaian harus mampu mencerminkan
seberapa jauh keberhasilan sebuah pekerjaan telah tercapai. Standar penilaian
seharusnya dapat diterima oleh karyawan sebagai standar penilaian yang masuk
akal (dapat dicapai dengan upaya tertentu). Standar ditetapkan bersama antar
atasan dengan karyawan yang akan dinilai dan dilakukan secara berkala pada
setiap permulaan periode penilaian kerja (Rivai 2005). Berdasarkan analisis
SMART-C yang telah dilakukan dalam seluruh indikator penilaian dalam
39

penilaian DP2K sebelumnya, indikator kemudian dikembangkan dan disesuaikan


untuk mencerminkan indikator penilaian kinerja yang baik dan dapat menilai
kinerja SDM secara lebih objektif. Perubahan indikator dapat dilihat dalam
Lampiran 1.

3. Pembobotan Faktor Penilaian


Pada DP2K sebelumnya, seluruh faktor penilaian dinilai dengan bobot yang
sama. Tidak ada perbedaan pada seluruh jenjang jabatan karyawan yang dinilai,
hal ini akan menimbulkan ketidakadilan dan ketidaksesuaian penilaian. Hal
tersebut terjadi karena penilaian kinerja tidak didasarkan pada jobdesc maupun
jabatan masing-masing karyawan. Setiap individu dalam institusi memiliki
perannya sendiri dalam menunjang keberhasilan institusi, hal itu harus tercermin
dalam pembobotan faktor penilaian. Seseorang yang memiliki pekerjaan teknis
dan tidak memerlukan kemampuam konseptual harus dinilai secara berbeda.
Apabila pekerjaan mereka tidak terlalu membutuhkan kemampuan konseptual,
maka bobot antara kemampuan teknis dan konseptual harus berbeda. Setiap
individu seharusnya dinilai sesuai dengan porsi kemampuan yang dibutuhkan
dalam pekerjaan yang diberikan.
Melihat permasalahan tersebut, perancangan penilaian kinerja yang kini
sedang dikembangkan, akan memberikan bobot dalam setiap faktor penilaian
sesuai dengan jenjang jabatan dari tiap karyawan. Pembobotan tersebut
didasarkan oleh wawancara dengan para pakar dan disesuaikan dengan kondisi
pekerjaan yang ada dalam institusi. Pembobotan tersebut dapat dilihat dalam tabel
17.

Tabel 17 Pembobotan faktor penilaian


Faktor Penilaian
Kemampuan Kemampuan Kepribadian Hubungan
Golongan
Teknis Konseptual dan Interpersonal
Penampilan
I 40 % 10% 30% 20%
II 40% 15% 25% 20%
III 20% 25% 25% 30%
IV 15% 40% 20% 25%
Sumber: Data yang diolah (2016)

4. Prosedur Penilaian
Terdapat beberapa perbedaan dalam prosedur penilaian DP2K dengan
perancangan penilaian kinerja yang baru. Pihak penilai yang berhak menilai
karyawan adalah atasan langsung dari karyawan tersebut. Prosedur penilaian DP2K
yakni dengan menilai seluruh faktor penilaian, dan menjumlahkan seluruh nilai yang
didapatkan dan menghitung rata-rata seluruh perolehan nilai dari setiap individu.
Rata-rata nilai tersebut akan di klasifikasikan sesuai dengan kategori penilaian.
Namun, menurut hasil wawancara, kriteria dan kategori penilaian dalam DP2K masih
berjalan kurang efektif. Hal ini dikarenakan, tidak semua penilai mengetahui aturan
penilaian yang seharusnya dan cenderung memberikan nilai sesuai dengan persepsi
mereka, selain itu aturan penilaian juga tidak tercantum dalam lembar penilaian.
40
Melihat permasalahan tersebut, perancangan penilaian kinerja yang kini sedang
dikembangkan memperjelas alur dari proses penilaian kinerja yang diharapkan.
Seluruh faktor penilaian yang tertera dalam lembar penilaian memiliki beberapa
indikator yang akan dinilai dari skala 1-5. Seluruh indikator akan dijumlahkan dan
disesuaikan dengan bobot dari faktor penilaian sesuai dengan tingkat jabatan/
golongannya. Setelah didapatkan nilai dari masing-masing faktor penilaian,
perolehan nilai akan dijumlahkan dan dihitung perolehan rata-rata nilai untuk
kemudian di kategorikan sesuai dengan kategori penilaian yang telah tercantum
dalam lembar penilaian. Kategori penilaian dapat dilihat dalam tabel 18.

Tabel 18 Kategori penilaian


Kategori Interval Nilai
Kinerja sangat tinggi 4.20 < n ≤ 5.00
Kinerja tinggi 3.40 < n ≤ 4.20
Kinerja sesuai standar 2.60 < n ≤ 3.40
Kinerja rendah 1.80 < n ≤ 2.60
Kinerja tidak efektif 1 ≤ n ≤ 1.80
Sumber: Waryanto dan Millafati (2006)

Kategori penilaian diharapkan dapat membantu penilai dalam rangka


pengembangan karyawan, salah satunya adalah usulan kenaikan golongan yang
didasarkan oleh perolehan penilaian kinerja juga beberapa hal penunjang lainnya.
Dengan beberapa perubahan yang ada dalam perancangan penilaian kinerja saat ini
akan membantu penilai dalam menilai karyawan sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya. Lembar penilaian juga di desain secara lebih menarik untuk
memudahkan penilai dalam proses penilaian.

Implikasi Manajerial

Penilaian kinerja karyawan merupakan salah satu bagian terpenting dalam


rencana pengembangan pegawai. Penilaian kinerja yang baik akan menjadi pedoman
kinerja yang ampuh untuk melihat apakah organisasi ataupun karyawan sudah
melaksanakan pekerjaan dengan kinerja terbaik mereka. Pelaksanaan proses
penilaian kinerja karyawan yang baik akan membantu institusi untuk terus
mengembangkan potensi SDM yang ada. Secara keseluruhan perumusan alternatif
yang telah ditetapkan memiliki implikasi manajerial. Implikasi manajerial dapat
dilihat dalam Tabel 19.
Tabel 19 Implikasi manajerial
Pembanding Kondisi Sekarang Rekomendasi Hasil
Skala Menggunakan Menggunakan skala Diubahnya skala penilaian menjadi skala
Penilaian skala nilai dengan penilaian likert dari likert, akan membantu penilai dalam
rentang nilai yang 1-5 mengevaluasi karyawan secara lebih
luas yakni dari subyektif dengan rentang nilai yg tidak
rentang 0-100. luas berdasarkan kondisi yang sebenarnya
sesuai dengan definisi dari masing-masing
nilai. Peggantian ini memerlukan peran
aktif dari penilai untuk memahami
prosedur penilaian dan meminimalisir
kesalahan dalam proses penilaian.
41

Lanjutan Tabel 19
Pembanding Kondisi Sekarang Rekomendasi Hasil
Kriteria Faktor kemampuan, Faktor kemampuan Penyempurnaan beberapa indikator dalam
Penilaian kemampuan teknis, konseptual, setiap faktor penilaian disesuaikan dengan
manajerial, kepribadian dan kondisi yang terjadi di institusi agar dapat
kepribadian dan penampilan juga menilai karyawan secara lebih baik dan
penampilan juga hubungan meminimalisisr adanya subyektifitas
hubungan interpersonal. Tiap penilai. Indikator penilaian dapat terus
antarmanusia. Tiap faktor terdiri dari menerus disempurnakan seiring
faktor terbagi atas indikator penilaian berjalannya waktu sehingga dibutuhkan
beberapa indikator yang telah evaluasi penilaian untuk memaksimalkan
penilaian. dimodifikasi sasaran insitusi.
berdasarkan prinsip
SMART-C
Pembobotan Tidak memiliki Pemberian bobot Ketidakoptimalan dari penilaian kinerja
faktor pembobotan antar dalam setiap faktor yang sebelumnya dikarenakan belum ada
penilaian faktor penilaian. penilaian sesuai pembobotan pada faktor penilaian
dengan jenjang sehingga tidak diketahui faktor mana yang
jabatan dari tiap paling mempengaruhi kinerja karyawan.
karyawan. Penilaian menjadi tidak tepat sasaran
karena pembobotan sama untuk setiap
golongan. Hasil rekomendasi merancang
bobot untuk setiap golongan agar tepat
sasaran dan sesuai dengan jenis pekerjaan
masing-masing karyawan. Dalam
pelaksanaannya, penilai perlu teliti dalam
melakukan pembobotan dari karyawan
yang dinilai sesuai dengan jenis
golongannya.
Prosedur Menilai seluruh Seluruh indikator Hasil rekomendasi prosedur penilaian
Penilaian faktor penilaian, akan dijumlahkan yang baru, akan mempersingkat waktu
dan menjumlahkan dan disesuaikan proses penilaian kinerja karyawan. Hasil
seluruh nilai yang dengan bobot dari penilaian dapat langsung disesuaikan
didapatkan untuk faktor penilaian dengan kategori penilaian tanpa perlu
menghitung rata- sesuai dengan melakukan rapat pimpinan. Pada
rata seluruh tingkat jabatannya. pelaksanaannya, perlu ditentukan prosedur
perolehan nilai dari Setelah itu, kategori penilaian dengan hubungannya
setiap individu. perolehan nilai terhadap kenaikan usulan golongan
Hasil yang akan dijumlahkan karyawan, sesuai dengan kondisi yang
diperoleh akan dan dihitung terjadi di institusi, sehingga dapat
didiskusikan pada perolehan rata-rata diketahui bahwa bagi karyawan yang
rapat pimpinan. nilai untuk mendapatkan kategori penilaian kinerja
dikategorikan tertentu akan mendapatkan kenaikan
sesuai dengan jabatan sesuai dengan prosedur yang
kategori penilaian. dirancang kemudian.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari Tabel 19 dapat disimpulkan bahwa


metode penilaian kinerja karyawan yang ideal pada PPBBI adalah menggunakan
metode rating scale yang disempurnakan dari metode penilaian kinerja
sebelumnya. Faktor kemampuan teknis merupakan faktor tepenting dalam
penilaian kinerja karyawan, yang mana seluruh golongan pada institusi dimulai
dari golongan 1 hingga 4 memerlukan tingkat kemampuan teknis yang baik. Oleh
karena itu, institusi perlu memberikan perhatian khusus terhadap pengembangan
kemampuan teknis karyawan guna meningkatkan kualitas karyawan.
Pengembangan dapat dilakukan melalui pelatihan maupun pendidikan. Pelatihan
42
bertujuan untuk mengembangkan individu dalam bentuk peningkatan kompetensi
sedangkan pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja yang
berkaitan dengan karir.
Penilaian kinerja yang baru telah dirancang agar mampu mencerminkan
kondisi kinerja yang ada, mengurangi subyektifitas penilai, juga memudahkan
penilai dalam melakukan proses penilaian. Terdapat beberapa pengembangan
dalam lembar penilaian yang sebelumnya dengan penilaian kinerja yang baru.
Pengembangan tersebut meliputi skala penilaian, kriteria penilaian,
pengembangan indikator menjadi lebih spesifik dan terukur, pembobotan
penilaian, prosedur penilaian dan perancangan kategori penilaian sebagai usulan
kenaikan golongan. Beberapa perubahan ini mewajibkan peran aktif dari penilai
dalam memahami dan melaksanakan penilaian kinerja dengan baik, juga
partisipasi dari karyawan yang dinilai untuk memberikan umpan balik terhadap
penilaian kinerja guna tujuan pengembangan karyawan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Strategi penilaian kinerja Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri


Indonesia (PPBBI) yang diterapkan saat ini adalah Daftar Penilaian Prestasi Kerja
(DP2K) dengan metode rating scale, dimana daftar penilaian ini menggunakan skala
penilaian 0-100. Penilaian kinerja ini dilakukan satu tahun sekali dalam dua periode,
yakni pada bulan januari dan bulan juni. DP2K akan menjadi dasar acuan rapat
pimpinan dalam memberikan keputusan kenaikan tingkat jabatan tiap karyawan.
Perumusan strategi penilaian kinerja dirancang berdasarkan in-depth
interview oleh para pakar. Faktor yang mempengaruhi strategi penilaian kinerja
karyawan yang ideal terdiri dari Kemampuan konseptual, Kemampuan Teknis,
Kemampuan Hubungan Interpersonal dan Kepribadian dan Penampilan. Sedangkan
aktor yang berperan dalam perumusan strategi adalah Direktur, Kepala Biro Umum
dan SDM, Kepala Bidang Penelitian,Kepala Bidang Usaha dan Penanggung Jawab
SDM. Tujuan Penyusunan Hierarki Strategi Penilaian Kinerja Karyawan yakni
sebagai Pengembangan Pegawai, Memperkirakan Kepuasan Pegawai. Membuat
Keputusan Kompensasi, dan Membangun Komunikasi. Untuk Alternatif Penyusunan
Hierarki Strategi Penilaian Kinerja Karyawan yang terpilih adalah metode rating
scale, metode checklist dan metode penilaian kinerja 360 derajat.
Metode rating scale terpilih sebagai strategi penilaian kinerja yang ideal
dengan perolehan nilai 53.2% dari hasil analisis menggunakan metode AHP. Metode
rating scale merupakan salah satu metode penilaian yang termasuk mudah dalam
proses penilaian, dan tidak membutuhkan pelatihan lebih lanjut bagi para penilai.
Metode rating scale dirancang dari penyempurnaan metode rating scale yang telah
digunakan dalam DP2K sebelumnya.
Perancangan penilaian kinerja terbaru menghasilkan pengembangan
indikator-indikator penilaian dari penilaian kinerja sebelumnya sehingga memenuhi
syarat SMART-C. Penilaian kinerja karyawan yang baru juga mengubah skala
penilaian dari 0-100 menjadi skala penilaian likert yakni dari 1-5 dengan tujuan
43

mengurangi subyektifitas penilai dan memudahkan penilai dalam menilai karyawan


sesuai dengan panduan penilaian yang sudah dirancang. Selain bobot penilaian,
perancangan penilaian kinerja yang baru juga memiliki kategori penilaian yang dapat
dijadikan dasar dalam kenaikan golongan karyawan yang dinilai. Format penilaian
kinerja karyawan yang telah dirancang dilampirkan dalam lampiran 1.

Saran

Berikut ini ialah beberapa saran untuk institusi berdasarkan hasil-hasil analisis
yang diperoleh:
1. Untuk mengoptimalkan penilaian kinerja karyawan di PPBBI dan mencerminkan
kondisi kinerja karyawan sebenarnya, metode rating scale yang telah
dikembangkan merupakan strategi penilaian kinerja yang paling efektif dan
efisien untuk institusi dengan tujuan utama pengembangan karyawan.
2. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah strategi penilaian kinerja karyawan
untuk jangka panjang institusi, yakni penelitian mengenai perancangan KPI
karyawan sebagai dasar awal untuk metode penilaian kinerja yang lebih kompleks
seperti Balanced Scorecard atau HR Scorecard.
44

DAFTAR PUSTAKA

[PT] Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia. 2014. Naskah


Akademik [Data Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia].
[PT] Riset Perkebunan Nusantara. 2015. Penyempurnaan Peraturan Kepegawaian.
No. 40/Kpts/RPN/2015 [Data Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri
Indonesia].
Ainsworth, Neville S, Anne M. 2002. Managing Performance, Managing People.
Jakarta (ID): PT. Bhuana Ilmu Populer.
Cahayani A. 2005. Strategi Dan Kebijakan Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta (ID): PT. Ikrar mandiriabadi.
Daft RL. 2006. Manajemen. Edisi keenam. Jakarta (ID): Salemba empat.
Devito JA. 2011. Komunikasi Antarmanusia. Tanggerang (ID): Karisma Publishing
Group.
Dubrin AJ. 2005. Leadership Edisi Kedua (terjemahan). Jakarta (ID) : Prenada
Media.
Fewidarto. 1996. Proses Hierarki Analitik (PHA). Bogor (ID): Paper Jurusan
Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Foster B. 2001. Pembinaan untuk Peningkatan Kinerja Karyawan. Jakarta (ID):
PPM.
Furtwengler D. 2000. Penilaian Kinerja. Yogyakarta (ID): Andi.
Hakan T, Ibrahim SM. 2014. Evaluation of Performance Appraisal Methods through
Appraisal Errorsby Using Fuzzy VIKOR Method.International Business
Research. Volume 7, No 10, ISSN 1913-9004
http://www.ccsenet.org/journal/index.php/ibr/article/viewFile/39721/22429[di
unduh 20Mei 2016].
Hasibuan MSP. 2006, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi.Jakarta (ID) :
Bumi Aksara.
Ivancevich. (2006). Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta:PT.Erlangga.
Karmawidjaya, THM. 2007. 360 Derajat HR Management Audit. Jakarta (ID): PT
Gemaku Nusaku Persada.
Kusrini. 2007. Konsep dan Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan. Yogyakarta (ID): CV
Andi Offset.
Mangkunegara AP. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.Bandung
(ID) : PT Remaja Rosdakarya.
Mangkunegara AP. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung (ID): Refika Aditama.
Mangkuprawira S. 2007. Manajemen Mutu Sumber Daya Manusia. Bogor
(ID) :Ghalia Indonesia.
Marimin. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan Dalam Manajemen Rantai
Pasok. Bogor: PT. Penerbit IPB Press.
Moeheriono.2012. Pengukuran Kinerja Bebasis Kinerja, Edisi Revisi. Jakarta (ID):
PT. Raja Grafindo Persada.
Nawawi H. 2006.Evaluasi dan Manajemen Kinerja di Lingkungan Perusahaan dan
Industri.Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Neal EJJ. 2004.Panduan Evaluasi Kinerja Karyawan.Jakarta (ID):Prestasi Pustaka
Publisher.
45

Primadi YD. 2008. Pemilihan Strategi Penerapan Sistem Penilaian Kinerja 360
Derajat Pada Penilaian Kinerja Dosen Institut Pertanian Bogor: Pendekatan
AHP. [Skripsi]. Bogor: Program Sarjana Departemen Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
Nawawi H. 2006. Evaluasi dan manajemen kinerja di lingkungan perusahaan dan
industri. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univercity Press.
Rachmawati, IK. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta (ID):
Penerbit Andi.
Rivai, V. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan : Dari Teori
Ke Praktik. Jakarta (ID):PT. Raja Grafindo Persada.
Robbins SP. 2007. Perilaku Organisasi. Jakarta (ID) : Salemba Empat
Robbins, SP. 2006. Perilaku Organisasi. Edisi kesepuluh. Jakarta (ID): PT Indeks
Kelompok Gramedia.
Saaty TL. 1991. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin (Terjemahan).
Jakarta (ID): Pustaka Binaman Pressindo.
Saefudin SW. 2014. Sistem Pendukung Keputusan Untuk Penilaian Kinerja Pegawai
Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP )Pada Rsud
Serang. Jurnal Sistem Informasi Vol- 1 No.1 2014.
Sedarmayanti. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung (ID): Refika
Aditama.
Siagian SP. 2001.Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta (ID) : Bumi Aksara.
Siagian SP. 2002. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta (ID): Rineka Cipta
Simamora H. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi 3. Yogyakarta (ID):
Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.
Sinambela LP. 2012. Kinerja Pegawai Teori, Pengukuran dan Implikasi. Yogyakarta
(ID): Graha Ilmu.
Soemohadiwidjojo TA. Panduan Praktis Menyusun KPI.Jakarta (ID): Raih Asa
Sukses.
Sudirman, A. 2015. Management Of Student Development. Riau:Yayasan Indra Giri.
Veithzal R, Ahmad FMB. 2005. Sistem Yang Tepat Untuk Menilai Kinerja Karyawan
dan Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo
Persada.
Wirawan. 2009. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia : Teori Aplikasi dan
Penelitian. Jakarta (ID) : Salemba Empat.
46
Lampiran 1 Hasil rancangan penilaian kinerja karyawan dengan rating scale

Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia

DATA PEGAWAI
Nama Pegawai :
Golongan/MKG : Periode Penilaian: ………. s.d …………
Jabatan:

SKALA PENILAIAN
1 2 3 4 5
Dibawah rata-
Tidak Memuaskan Rata-rata Memuaskan Luar Biasa
rata
Kemampuan kemampuan Mampu Sering Konsisten
dibawah syarat masih memenuhi menunjukan menyelesaikan
SKALA NILAI minimum. Perlu minimum, standar yang kemampuan lebih pekerjaan dengan
perbaikan untuk prestasi kerja diinginkan dari yang kemampuan
mempertahankan harus dengan baik. diharapkan, melebihi dari
jabatan. diperbaiki . Sasaran yang standar yang
diinginkan diharapkan. Level
tercapai melebihi tertinggi dalam
standar kinerja.

1. Kemampuan Teknis (Bobot: …………..%)

UNSUR YANG DINILAI NILAI

KEMAMPUAN TEKNIS (dalam satu periode)

1. Kemampuan kerja
a. Memahami tugas dan tanggung jawab bekerja

b. Memiliki pengetahuan di bidang yang berhubungan dengan pekerjaan

c. Mampu menyelesaikan pekerjaan dengan konsisten


2. Produktivitas kerja
a. Menyelesaikan tugas kerja dengan tepat waktu

b. Menggunakan waktu kerja dengan efisien

c. Menentukan dan mengatur prioritas kerja secara efektif


3. Daya Tangkap
Mampu memahami dan melaksanakan setiap instruksi pekerjaan yang diberikan dengan
cekatan
4. Efisiensi kerja
Mampu melaksanaan pekerjaan dengan sumber daya yang rendah dan tepat waktu

5. Efektivitas Kerja
Melaksanakan pekerjaan dengan baik dan tepat sasaran
47

Lanjutan Lampiran 1
6. Penguasaan pekerjaan
a. Mampu menguasai pekerjaan dengan baik

b. Mengikuti perkembangan peraturan, prosedur, teknik terbaru dalam bekerja


7. Kualitas kerja
a. Menunjukan perhatian pada akurasi, kecermatan dan ketelitian dalam bekerja

b. Mampu menyelesaikan pekerjaan dengan mutu yang tinggi

JUMLAH I

Rata-rata I

Skor I (Rata-rata x Bobot …………….)

2. Kepribadian dan Penampilan (Bobot: …………..%)


UNSUR YANG DINILAI NILAI

Kepribadian dan Penampilan (dalam satu periode)


1. Kejujuran
a. Menjunjung etika dalam bekerja
b. Memiliki tingkah laku yang dapat dipercaya dalam bekerja
2. Kedisiplinan
a. Mematuhi segala aturan dan norma-norma di lingkungan kerja
b. Memiliki kesungguhan dalam melaksanakan tugas
3. Keadaan Fisik
a. Memiliki kondisi kesehatan jasmani yang prima

b. Memiliki tingkat kehadiran kerja yang maksimal


4. Kerajinan
a. Mampu menyelesaian tugas yang diberikan dengan cekatan
b. Memiliki penggunaan waktu yang baik dalam mengatur pekerjaan

5. Ketelitian/kecermatan
Mampu menghasilkan hasil kerja secara akurat dan meyakinkan
6. Presensi & ketepatan waktu kerja
a. Memiliki tingkat kehadiran karyawan yang tinggi
b. mematuhi jadwal kerja secara rutin dan tepat waktu
7. Motivasi diri
a. Melakukan proses pembelajaran aktif - baik secara mandiri ataupun berkelompok

b. Menunjukan minat yang memadai untuk mengembangkan keterampilan diri

c. Proaktif dalam melakukan sharing knowledge diantara sesama karyawan


48
Lanjutan lampiran 1
UNSUR YANG DINILAI NILAI
8. Tanggung jawab
Memenuhi tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas sesuai dengan batas
waktu yang ditentukan
9. Kreativitas
Mampu memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam
pemecahan masalah

JUMLAH II

Rata-rata II

SKOR II (Rata-rata x Bobot)

3. Kemampuan Manajerial (Bobot: …………..%)

NILAI
UNSUR YANG DINILAI

KEMAMPUAN MANAJERIAL (dalam periode satu periode)


1. Kepemimpinan
a. Memiliki kompetensi untuk menggerakan dan memimpin kelompok
b. Menggunakan otoritas dan wewenang jabatan yang dimilikinya secara
proposional dan efektif

2. Koordinasi
a. Mampu mengorganisir dan mengkoordinir bawahan dalam bekerja
b. Mampu menjalin komunikasi dengan berbagai pihak terkait
c. Merumuskan tujuan bersama dan berbagi tugas untuk mencapai sasaran
kerja yang telah ditetapkan
3. Kemandirian
Mampu melaksanakan pekerjaan dengan baik, dengan atau tanpa adanya
pengawasan
4. Kemampuan membina bawahan
a. mampu memberikan saran dan bimbingan yang tepat untuk bawahan
b. mampu memberikan dorongan pada bawahan untuk selalu mengembangkan
diri
5. Kemampuan berkomunikasi
Mampu mengkomunikasikan dan menyampaikan gagasan secara lisan/tertulis
dengan tata bahasa yang baik dan terstruktur
JUMLAH III

Rata-rata III

SKOR III (Rata-rata x Bobot)


49

Lanjutan Lampiran 1

4. Kemampuan Hubungan Interpersonal (Bobot: ………..%)

UNSUR YANG DINILAI NILAI

KEMAMPUAN HUBUNGAN INTERPERSONAL (dalam satu periode)


1. Hubungan dengan atasan
Mampu menghormati dan membina hubungan harmonis dengan atasan

2. Hubungan dengan teman sekerja


Mampu menjalin hubungan baik dengan teman sekerja sehingga tercipta
teamwork yang harmonis

3. Hubungan sosial
Mampu memelihara sikap yang baik dan profesional dalam segala hubungan
antarindividu
JUMLAH IV

Rata-rata IV

SKOR IV (Rata-rata x Bobot)

5. Ringkasan Penilaian Karyawan


Skor Terbobot Bobot Nilai
Skor I (Kemampuan Teknis) ……..%
Skor II (Kepribadian dan Penampilan) …….%
Skor III ( Kemampuan Manajerial) …….%
Skor IV (Hubungan Interpersonal) …….%
Nilai Akhir Karyawan
Kategori Nilai Akhir**
**Kinerja sangat tinggi : 4,20 < n ≤ 5,00; Kinerja tinggi : 3,40 < n ≤ 4,20; Kinerja sesuai
standar: 2,60 < n ≤ 3,40; Kinerja rendah: 1,80 < n ≤ 2,60; Kinerja tidak efektif : 1 ≤ n ≤ 1,80
50
Lanjutan Lampiran 1

6. Catatan dan Rekomendasi Hasil Penilaian Karyawan


5.1 Catatan Pegawai yang Dinilai

Pendapat karyawan yang dinilai


atas kinerja dan kompetensi-nya:

5.2 Usulan dan Catatan Penilai


Pendapat penilai dan usulan
penilai mengenai kenaikan
golongan :

5.3 Rekomendasi Pengembangan Pegawai


Pendapat penilai mengenai
pengembangan yang dibutuhkan
untuk meningkatkan kinerja
karyawan :

Pegawai Penilai

( ……….....……………...… ) ( ……….....……………...… )

Tanggal : …… / …… / 2016 Tanggal : …… / …… / 2016

Mengetahui, Atasan Penilai

( ……….....……………...… )
Tanggal : …… / …… / 2016
51

Lampiran 2 Penilaian kinerja karyawan sebelumnya (DP2K)


NILAI
NO. UNSUR YANG DINILAI ANGKA SEBUTAN KETERANGAN
I. KEMAMPUAN
1. Kemampuan kerja
2. Kecepatan kerja
3. Daya tangkap
4. Efisiensi dan efektivitas kerja
5. Penguasaan pekerjaan
6. Kualitas kerja
JUMLAH I
Rata-rata I
II. KEPRIBADIAN & PENAMPILAN
1. Kejujuran
2. Kedisiplinan
3. Keadaan Fisik
4. Kerajinan
5. Ketelitian/kecermatan
6. Presensi & ketepatan waktu kerja
7. Motivasi diri
8. Tanggung jawab
9. Kreativitas
JUMLAH II
Rata-rata II
III. KEMAMPUAN MANAJERIAL
1. Kempuan memimpin
2. Koordinasi
3. Kemandirian
4. Kemampuan membina bawahan
5. Kemampuan berkomunikasi
JUMLAH III
Rata-rata III
IV. HUBUNGAN ANTAR MANUSIA
1. Hubungan dengan atasan
2. Hubungan dengan teman sekerja
3. Hubungan sosial
JUMLAH IV
Rata-rata IV
JUMLAH I+II+III+IV
NILAI RATA-RATA (Hasil DP2K)
Keberatan dari karyawan yang
V. dinilai

VI. Usulan Pejabat Penilai VII. Keputusan Atasan Pejabat Penilai

Tanggal: ...................................
Atasan Pejabat Penilai
Karyawan yang dinilai
Nama:

Jabatan:
52
Lampiran 3 Notulensi wawancara kepada pakar
Wawancara Kepada Pakar

Narasumber : Ibu Dr Asmini Budiani, MSi


Jabatan : Kepala Bidang Penelitian PPBBI
Tanggal Wawancara : 25 Mei 2016

1. Apa saja faktor yang mempengaruhi dalam perancangan strategi penilaian kinerja
karyawan? Faktor yang mempengaruhi dalam perancangan strategi penilaian
kinerja karyawan adalah faktor-faktor yang sebelumnya sudah terdapat dalam
DP2K yakni faktor Kemampuan, Kepribadian dan Penampilan, Kemampuan
Manajerial dan Hubungan Antar Manusia dan Kepribadian dan Penampilan
2. Apakah faktor penilaian kinerja menurut teori Rivai (2004) dapat diterima oleh
PPBBI? Iya, teori tersebut mendekati faktor dalam DP2K dimana kemampuan
dapat digolongkan kedalam kemampuan teknis, kemampuan manajerial
digolongkan kedalam kemampuan konseptual dan kemampuan hubungan antar
manusia digolongkan kedalam kemampuan hubungan interpersonal tetapi tolong
tambahkan faktor kepribadian dalam perancangan penilaian kinerja yang baru
karena menurut kami faktor kepribadian adalah salah satu faktor tepenting dalam
penilaian kinerja
3. Siapa saja aktor yang berpengaruh dalam menentukan strategi penilaian kinerja
karyawan PPBBI? Aktor yang paling berpengaruh kedalam strategi penilaian
kinerja karyawan adalah pihak yang menghadiri rapat pimpinan dalam
pengambilan keputusan dari penilaian kinerja karyawan, yakni direktur PPBBI,
Kepala Bidang Penelitian, Kepala Biro Umum dan SDM, Kepala Bidang Usaha
dan Penanggung Jawab SDM
4. Tujuan apa yang ingin diperoleh dari penilaian kinerja karyawan? Tentunya
institusi ingin penilaian kinerja karyawan seobyektif mungkin dan bersifat adil
pada semua karyawan, agar karyawan merasa dihargai dan bermanfaat untuk
karyawan sehingga mereka termotivasi untuk melakukan kinerja yang lebih baik
lagi
5. Apakah manfaat penilaian kinerja menurut Furtwengler (2000) sesuai dengan
tujuan yang ibu harapkan dari perancangan strategi penilaian kinerja yang baru?
Ya, semua manfaat yang ada dalam teori tersebut sesuai dengan tujuan yang
diharapkan PPBBI kepada karyawan di masa datang
6. Dalam menentukan perancangan strategi penilaian kinerja karyawan yang baru,
terdapat banyak metode strategi yang sudah dikemukakan dan diterapkan oleh
berbagai institusi, menurut ibu strategi mana yang lebih baik diterapkan oleh
PPBBI? Karena pada dasarnya institusi ini merupakan pusat penelitian yang
karyawannya sendiri didominasi oleh peneliti di bidang science, jadi silahkan
tanya kepada para expert lainnya yang lebih mengerti mengenai perancangan
strategi untuk rekomendasi strategi yang tepat untuk institusi ini. Tapi kalau bisa
pilih strategi yang tidak terlalu kompleks dan mudah dari segi penilaian, tetapi
tetap dapat mengurangi unsur subyektivitas yang ada
7. Dari 11 strategi metode penilaian knerja karyawan yang sudah saya jelaskan
sebelumnya, terdapat 6 metode penilaian kinerja tradisional yang paling sering
digunakan institusi karena kemudahanannya dari segi penilaian, dari 6 metode ini
53

apakah dapat diterima atau ada rekomendasi metode lainnya? Saya rasa rating
scale yang saat ini digunakan dalam DP2K mudah dalam segi penilaian tetapi saya
ingin metodenya dimodifikasi lagi sesuai dengan teori terbaru, lalu metode
checklist juga bisa dijadikan salah satu strategi dan saya juga tertarik dengan
strategi penilaian menggunakan metode penilaian 360 derajat
8. Apakah hierarki yang dibuat seperti ini dapat diterima? Karena selanjutnya akan
dibuat kuesioner yang sesuai untuk diisi oleh pakar, dan siapa sajakah pakar yang
sesuai dengan kriteria untuk dijadikan responden? Ya lanjutkan, untuk pakar
silahkan datangi para pimpinan dan penanggung jawab SDM.
54

Lampiran 4 Hasil pengolahan Hierarki menggunakan metode AHP


1. Perbandingan antar faktor terhadap Focus / Goal

2. Perbandingan antar aktor terhadap faktor Kemampuan Teknis


55

3. Perbandingan antar tujuan terhadap aktor Direktur

4. Perbandingan antar alternatif strategi terhadap Focus / Goal


Lampiran 5 Strata jabatan PPBBI

Golongan Jenis Golongan Jabatan


Pesuruh/Agendaris
Pembantu supir
A-B Pembantu Mandor
Pembantu Laboran
Penyadap/Pemetik/pemanen
Juru Tulis/ Kerani
1 Supir
Montir
Mandor Kerja
C-D
Laboran
Pembantu Pengatur Teknik
Pembantu Teknisi
Satpam
Juru Tulis/ Kerani
Supir
Montir
Mandor Kerja
A
Laboran
Teknisi Pelaksana
Pembantu Pengatur Teknik
DANRU Satpam
2
Krani Kepala
Supir
Mandor Kerja
Laboran
B-D
Teknisi Pelaksana
Pembantu Pengatur Teknik
Pengatur Teknik
DANRU Satpam
Asisten Urusan
Asisten Kepala
Penanggung Jawab
Sinder
A-B
Analis
Teknisi
Calon Peneliti
3
Peneliti Pertama
Asisten Urusan
Asisten Kepala
Penanggung Jawab
C-D Kepala KP
Analis
Teknisi
Peneliti Muda
57

Golongan Jenis Golongan Jabatan


3 C-D Kepala Urusan
Manajer
Kepala KP
Asisten Kepala
Manajer
A
Kepala Urusan
Peneliti dengan tugas khusus pelayanan
Peneliti Madya
Manajer
Kepala Urusan
Kepala Biro
B Kepala Bidang
4 Kepala Balai
Peneliti dengan tugas khusus
Peneliti Madya
Kepala Biro
Kepala Bidang
C
Kepala Balai
Peneliti Utama
Kepala Biro
Kepala Bidang
D
Kepala Balai
Peneliti Utama
58
Lampiran 6 Surat ijin penelitian
59

RIWAYAT HIDUP

Anggraeni Mukaromah, lahir di Padang pada tanggal 9 Juni 1995. Penulis


merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Suherman dan
Ibu Eva Dewi Susanti. Penulis menyelesaikan pendidikan pada tahun 2007 di SDN
Inpres Lolu 6, Palu. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1
Bogor pada program RSBI angkatan pertama dan lulus pada tahun 2010. Setelah
itu, penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri 6 Bogor dan masuk dalam
program Akselerasi sehingga dapat menamatkannya pada tahun 2012. Pada tahun
2012 penulis berkesempatan untuk melanjutkan kuliah di IPB yang diperoleh
melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)
Undangan dengan jurusan Manajemen.
Selama mengikuti program sarjana penulis aktif di berbagai kegiatan
kepanitiaan di kampus baik tingkat jurusan, fakultas, maupun seluruh kampus IPB.
Seperti kepanitiaan MPKMB 50, Journalism Seminar and Talk show (JUST).
Sportakuler, dan IPB Business Festival. Penulis juga pernah meraih penghargaan
kompetisi nasional sebagai Top 10 Team Marketing Strategy Competition yang
diadakan oleh Agribisnis IPB dan memiliki usaha di bidang jasa party planner yang
dimulai dari tahun 2015.

Anda mungkin juga menyukai