PENDAHULUAN
Reaksi subtitusi elektrofilik adalah penggantian H} dengan suatu elektrofil (E+) / spesi
yang kekurangan elektron. Suatu benzene yang sudah tersubtitusi dapat mengalami subtitusi
kedua dan menghasilkan disubtitusi benzene. Struktur dari subtitusi pertama menentukan tempat
dari subtitusi kedua dalam cincin benzene. Ada dua jenis subtituen yaitu subtituen yang
menyebabkan cincin semakin kaya akan elektron yang dikenal sebagai gugus aktivasi (Ga) maka
orientasi akan membentuk produk orto (o) dan para (p) dengan produk para lebih dominan
(stabilitas termodinamika), dan gugus yang menyebabkan cincin semakin kekurangan elektron
yang dikenal sebagai gugus deaktivasi (Gd) dengan orientasi produk meta (m).
Reaksi subtitusi nukleofilik adalah reaksi penggantian suatu gugus dari suatu molekul
dengan suatu nukleofil (spesi yang bermuatan negatif atau yang mempunyai pasangan elektron
bebas). Substitusi Nukleofilik Unimolekuler (SN1) merupakan ionisasi dari suatu senyawa
organic menjadi karbokation dan “gugus yang meninggalkan – leaving group”, dilanjutkan
dengan kombinasi karbokation dengan nukleofil yang lemah. Substitusi Nukleofilik Bimolekuler
(SN2) merupakan reaksi tingkat dua (2) dan mekanisme reaksinya adalah satu tahap atau
merupakan reaksi serentak (concerted reaction) yaitu pemutusan ikatan reaktan dan pembentukan
ikatan pada produk berlangsung secara bersamaan (simultan).
1. Apa yang dimaksud dengan reaksi subtitusi elektrofilik dan bagaimana proses reaksinya ?
2. Apa yang dimaksud dengan reaksi subtitusi nukleofilik dan bagaimana proses reaksinya ?
1.3 Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
Reaksi subtitusi elektrofilik adalah penggantian H} dengan suatu elektrofil (E+) / spesi
yang kekurangan elektron. Mekanisme reaksinya adalah :
Tahap 2: serangan E+ terhadap cincin benzene (lambat sebagai langkah penentu laju reaksi /
RDS)
2
Jenis – Jenis Reaksi Subtitusi Elektrofilik
1. Halogenasi
2. Nitrasi
3. Asilasi
4. Alkilasi
3
5. Sulfonasi
Suatu benzene yang sudah tersubtitusi dapat mengalami subtitusi kedua dan
menghasilkan disubtitusi benzene. Struktur dari subtitusi pertama menentukan tempat dari
subtitusi kedua dalam cincin benzene.
Ada dua jenis subtituen yaitu subtituen yang menyebabkan cincin semakin kaya akan
elektron yang dikenal sebagai gugus aktivasi (Ga) maka orientasi akan membentuk produk orto
(o) dan para (p) dengan produk para lebih dominan (stabilitas termodinamika), dan gugus yang
menyebabkan cincin semakin kekurangan elektron yang dikenal sebagai gugus deaktivasi (Gd)
dengan orientasi produk meta (m).
Mekanisme reaksi subtitusi kedua pada cincin benzene yang disubtitusi dengan pengarah
orto para :
4
Mekanisme reaksi subtitusi kedua pada cincin benzene yang disubtitusi dengan pengarah
meta:
Diagram energi yang memperlihatkan mengapa benzene yang disubtitusi oleh pengarah o,p,
membentuk sedikit subtitusi pada m.
5
2.1.2 Kecepatan reaksi dari subtitusi kedua
Kebalikannta adalah semua pengarah meta menonaktifkan cincin sehingga subtitusi berjalan
lebih lambat daripada benzene itu sendiri.
Substituen pengarah meta dapat menonaktifkan cincin sedemikian rupa, sehingga substitusi
kedua tak terjadi.
6
2.1.3 Penyebab perbedaan reaktivitas dari benzene yang tersubstitusi
Suatu cincin benzene yang tersubtitusi dengan pengarah orto, para, kecuali halogen lebih
reaktif daripada benzene sendiri karena karbokation intermediate dan keadaan transisinya lebih
stabil dibandingkan dengan intermediate yang tidak tersubstitusi. Makin rendah Ea untuk reaksi
tahap pertama, makin bertambah kecepatan reaksi.
Cincin benzene yang tersubstitusi dengan pengarah meta kurang reaktif daripada
benzenenya sendiri. Hail ini disebabkan oleh atom positif atau positif sebagian berdekatan
dengan cincin karbokation yang bermuatan positif. Oleh karena letak yang berdekatan dari
muatan-muatan positif ini akan menaikkan energi dari intermediate dan energi aktivasi reaksi
tahap pertama. Lebih tinggi Ea berarti kecepatan reaksi lebih rendah.
Subtituen halogen, seperti pengarah orto, para, mengarahkan substitusi kedua ke tempat
orto atau para, karena bantuan dari pasangan elektron valensi secara resonansi.
Pengarah orto, para yang umum mengandung sebuah atom oksigen atau nitrogen yang
terikat pada atom karbon dalam cincin benzene. Unsur – unsur, seperti juga karbon, memiliki
elektron valensi yang berbeda pada kulit kedua. Apabila atom oksigen atau nitrogen membentuk
ikatan π dengan karbon, orbital yang mempunyai ukuran sama akan dengan mudah saling
tumpang – tindih.
7
Klor, brom, dan iodium masing – masing memiliki elektron valensi yang berada pada kulit
ketiga, keempat, dan kelima. Jarak orbital ini dari inti lebih jauh daripada orbital karbon pada
kulit ke dua. Tumpang – tindih dari orbital p antara atom karbon dengan klor, brom, dan iodium
tidak sebaik tumpang – tindih orbital p antara karbon dan nitrogen atau oksigen.
Oleh karena tumpang – tindih yang tidak begitu baik, intermediate halobenzene kurang
stabil resonansinya. Oleh karena itu, kestabilan resonansi relatif kurang penting, yang lebih
penting adalah sifat keelektronegatifan subtituen halogen. Hilangnya sebagian elektron dari
cincin karena efek induksi menyebabkan tidak stabilnya intermediate, sehingga menonaktifkan
cincin terhadap serangan elektrofil. Jadi, Ea nya akan lebih tinggi dan kecepatan reaksinya
berkurang.
Substitusi ketiga dan seterusnya pada cincin benzene juga analog dengan substitusi kedua
yaitu tergantung kekuatan Gad an Gd pada cincin tersebut.
1. Jika 2 subtituen mengarahkan 1 gugus masuk ke 1 posisi maka subtituen tersebut akan
menempati posisi utama dari substitusi ketiga
8
2. Jika 2 gugus bertentangan dalam efek – efek pengarahannya maka subtituen akan
mengikuti aktivator yang lebih kuat
3. Jika 2 gugus pada cincin berposisi meta satu sama lain tidak menjalani substitusi pada
posisi yang diapit, meskipun mungkin teraktifkan pada posisi itu
Reaksi subtitusi nukleofilik adalah reaksi penggantian suatu gugus dari suatu molekul
dengan suatu nukleofil (spesi yang bermuatan negatif atau yang mempunyai pasangan elektron
bebas).Persyaratan yang harus dipenuhi agar reaksi substitusi nukleofilik dapat berlangsung
adalah kekuatan nukleofil (nukleofilitas)dari gugus masuk (Nu-) lebih kuat dibandingkan gugus
pergi (X-). Nukleofilitas adalah setara dengan sifat basa (basasitas) (konsep Lewis), namun yang
perlu dipahami bahwa nukleofilitas adalah aktivitas terhadap ion karbonium sedangkan basasitas
adalah aktivitas terhadap proton (H+). Nukleofil disamping spesi yang bermuatan negatif, juga
spesi yang mempunyai pasangan elektron bebas (n) untuk didonorkan (basa Lewis).
Merupakan reaksi tingkat dua (2) dan mekanisme reaksinya adalah satu tahap atau
merupakan reaksi serentak (concerted reaction) yaitu pemutusan ikatan reaktan dan pembentukan
9
ikatan pada produk berlangsung secara bersamaan (simultan). Salah satu contohnya adalah reaksi
bromoetana dengan ion hidroksida.
Dalam suatu keadaan kita mengetahui bahwa dua partikel (nukleofil dan alkil halida)
terlibat dalam reaksi transisi SN2 sedangkan variabel lain (seperti temperature dan pelarut) adalah
konstan, kecepatan reaksi secara langsung tergantung pada konsentrasi dari dua reaktan.
Kecepatan reaksi SN2 adalah
r = k [R-X] [Nu:-]
dengan k = konstanta kecepatan
[Nu:-] = molaritas Nu:-
[R-X] = molaritas R-X
10
Kedua reaktan terlibat dalam keadaan peralihan, sehingga reaksi merupakan reaksi
tingkat 2, tanpa melalui intermediet (I) / zat antara dan berlangsung satu tahap (simultan =
concerted reaction).
Hanya metil halida, alkil halida primer, dan alkil halida sekunder yang mengalami
mekanisme reaksi SN2. Alkil halide tersier tidak mengalami reaksi cara ini karena adanya “steric
hindrance” dalam bentuk transisinya.
Merupakan ionisasi dari suatu senyawa organic menjadi karbokation dan “gugus yang
meninggalkan – leaving group”, dilanjutkan dengan kombinasi karbokation dengan nukleofil
yang lemah. Mekanisme reaksin SN1 adalah :
Tahap 1, Ionisasi
11
Tahap 2, Kombinasi
Kecepatan (laju) reaksi SN1 hanya dipengaruhi oleh [R-X], sehingga reaksi berlangsung dalam
dua tahap atau orde 1 dengan persamaan laju reaksi sebagai berikut :
r = k [R-X]
Faktor lain seperti temperature dan struktur dari pelarut akan mempengaruhi kecepatan
reaksi. Jenis pelarut mempunyai pengaruh besar pada kecepatan reaksi SN1. Pelarut polar seperti
air atau larutan pelarut organik dalam air, akan menaikkan kecepatan reaksi SN1 dengan
menstabilkan ion intermediet.
12
Diagram energi diatas merupakan gambaran energi untuk mekanisme SN1 dengan 2 tapa
yaitu ionisasi disusul dengan penyatuan karbokation intermediate dengan sebuah nukleofil. Oleh
karena ionisasi reaksinya lambat, energi dari keadaan transisi adalah titik yang tertinggi dalam
diagram. Karbokation intermediate – energinya tinggi dan reaktif – ditunjukkan sebagai lekukan
dalam diagram energi.
Laju reaksi SN1 dari berbagai alkil halida bergantung pada energi pengaktifan relatif yang
mengakibatkan terbentuknya karbokation yang berlainan. Dalam reaksi ini, energi keadaan
transisi yang akan menghasilkan karbokation itu sebagian besar ditentukan oleh kestabilan
karbokation itu, yang telah setengah terbentuk dalam keadaan transisi. Dikatakan bahwa keadaan
transisi itu mempunyai karakter karbokation.
Oleh karena itu reaksi yang menghasilkan karbokation berenergi rendah dan stabil, akan
berjalan dengan laju yang tinggi. Alkil halida tersier menghasilkan suatu karbokation yang lebih
stabil daripada karbokation yang berasal dari suatu metil halida atau alkil halida primer, jadi
reaksi ini mempunyai laju reaksi yang tinggi.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Reaksi subtitusi elektrofilik adalah penggantian H} dengan suatu elektrofil (E+) / spesi
yang kekurangan elektron.
2. Suatu benzene yang sudah tersubtitusi dapat mengalami subtitusi kedua dan menghasilkan
disubtitusi benzene. Struktur dari subtitusi pertama menentukan tempat dari subtitusi kedua
dalam cincin benzene. Ada dua jenis subtituen yaitu subtituen yang menyebabkan cincin
semakin kaya akan elektron yang dikenal sebagai gugus aktivasi (Ga) maka orientasi akan
membentuk produk orto (o) dan para (p) dengan produk para lebih dominan (stabilitas
termodinamika), dan gugus yang menyebabkan cincin semakin kekurangan elektron yang
dikenal sebagai gugus deaktivasi (Gd) dengan orientasi produk meta (m).
3. Reaksi subtitusi nukleofilik adalah reaksi penggantian suatu gugus dari suatu molekul
dengan suatu nukleofil (spesi yang bermuatan negatif atau yang mempunyai pasangan
elektron bebas)
4. Substitusi Nukleofilik Unimolekuler (SN1) merupakan ionisasi dari suatu senyawa organic
menjadi karbokation dan “gugus yang meninggalkan – leaving group”, dilanjutkan dengan
kombinasi karbokation dengan nukleofil yang lemah.
5. Substitusi Nukleofilik Bimolekuler (SN2) merupakan reaksi tingkat dua (2) dan mekanisme
reaksinya adalah satu tahap atau merupakan reaksi serentak (concerted reaction) yaitu
pemutusan ikatan reaktan dan pembentukan ikatan pada produk berlangsung secara
bersamaan (simultan)
14
DAFTAR PUSTAKA
Tobing, dkk, 1989, Kimia Organik Fisik, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan.
15