Anda di halaman 1dari 22

Makalah Proteksi Radiasi

“Organisasi Proteksi Radiasi”


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Proteksi Radiasi Radiasi
Yang Diampu Oleh Bapak Ardi Soesilo Wibowo, ST, MSi

Disusun oleh :
KELAS 1 D
KELOMPOK 2
1) Saras Mukti Shoumi (P1337430217002)
2) Wahyu Herna Kurniawati (P1337430217011)
3) Hasari Kusuma Diyany (P1337430217033)
4) Meidianto Wicaksono (P1337430217039)
5) Septiana Cut Dian (P1337430217045)
6) Reyhan Annafis (P1337430217052)
7) Dea Rizky Yana (P1337430217053)
8) Yosia Pratama Sari (P1337430217056)
9) Hasan Mas’ud (P1337430217071)
10) Nurul Latifatil Hidayati (P1337430217072)

PROGRAM STUDI S1 TERAPAN TEKNIK RADIOLOGI


JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
SEMARANG 2017/2018

i|Page
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat limpahan rahmat-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Organisasi
Proteksi Radiasi” dengan tepat waktu. Tidak lupa kami menyampaikan terima kasih kepada
Dosen Mata Kuliah Proteksi Radiasi yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam
pembuatan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk memberikan pengetahuan dan menambah wawasan bagi
pembaca agar lebih mengetahui dan memahami hal-hal mengenai organisasi proteksi radiasi.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk memberikan kontribusi kepada Mahasiswa
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang. Dan tentunya makalah
ini masih sangat jauh dari sempurna. Untuk itu kepada dosen
pembimbing kami meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami
di masa yang akan datang.

Semarang, 1 April 2018

Kelompok 4

ii | P a g e
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………....... i


KATA PENGANTAR ……………………………………………………………..... ii
DAFTAR ISI ………………………………………….......………………………..... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………. 2
C. Tujuan …………………………………………………………………….......... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Organisasi Proteksi Radiasi Nasional….………….....……….............................. 5
B. Organisasi Proteksi Radiasi Internasional………………….................................. 9
C. Rekomendasi Proteksi Radiasi .............................................................................. 12

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ……………………………………………………………………... 17
B. Saran ...................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………….........………………. 19

iii | P a g e
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada suatu instalasi radiasi seperti instalasi radiologi, aspek keselamatan pekerja
radiasi harus diperhatikan. Aspek keselamatan radiasi pada suatu instalasi radiasi berhubungan
erat dengan sistem proteksinya. Sistem proteksi meliputi sistem proteksi dari ruangan,
peralatan dan personel atau perseorangan. Di dalam asas proteksi radiasi mengenal 3 asas yaitu
asas justifikasi, asas optimisasi dan asas pembatasan dosis perseorangan. Paparan radiasi yang
berasal dari suatu sumber radiasi seperti pesawat sinar-X harus ditekan serendah mungkin
dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan faktor sosial. Inilah yang dikehendaki oleh
asas optimisasi. Tujuan dari asas optimisasi yaitu untuk mendapatkan hasil yang optimum dari
kegiatan yang meliputi kombinasi penerimaan dosis oleh pekerja radiasi maupun anggota
masyarakat, minimnya resiko dari pemaparan yang tidak dikehendaki maupun biaya yang
murah. Dari tujuan tersebut asas optimisasi sangat menekankan pada pertimbangan faktor
ekonomi dan sosial, tidak semata-mata menekankan pada rendahnya penerimaan dosis oleh
pekerja radiasi maupun masyarakat dengan menempuh jalan apapun. Sedangkan yang dikenal
dengan sebutan ALARA (As Low As Reasonably Achievable) merupakan suatu tanggung
jawab moral yang dilakukan oleh badan atau orang yang bertanggung jawab terhadap suatu
instalasi radiasi untuk menurunkan dosis radiasi yang diterima pekerja radiasi. Meskipun dosis
yang diterima pekerja sudah berada di bawah ambang batas aman menurut asas pembatasan
dosis, namun apabila besarnya dosis yang diterima sekiranya dapat diturunkan lagi, maka bisa
dilakukan penurunan dosis serendah mungkin yang diterima pekerja radiasi.
Kegiatan optimisasi proteksi radiasi mencakup beberapa kegiatan seperti perencanaan
kegiatan yang berhubungan dengan radiasi agar dosis radiasi yang diterima nantinya akan
serendah mungkin. Kegiatan lainnya seperti pemetaan persebaran dosis radiasi di suatu
instalasi radiasi sangat penting dilakukan. Kegiatan optimisasi proteksi radiasi juga
menekankan penerimaan paparan radiasi ini tidak bisa dilakukan hanya dengan mengandalkan
pada aspek teknis, misalnya menggunakan peralatan atau teknologi terbaik yang belum tentu
layak secara ekonomi.
Untuk memenuhi azas optimisasi tersebut, di dalam proteksi radiasi telah dikenalkan
3 prinsip penting dalam proteksi radiasi yaitu pengaturan waktu saat berada di ruangan radiasi,

1|Page
pengaturan jarak yang aman terhadap sumber radiasidan pengaturan penggunaan perisai
radiasi. Secara sederhana untuk pengaturan waktu dan periasi radiasi yang digunakan dapat
dilakukan dengan mudah oleh pekerja radiasi. Pekerja radiasi dapat menekan penerimaan
paparan radiasi selama menjalankan tugasnya dan kedua prinsip tersebut dapat dilakukan oleh
setiap pekerja radiasi meski hanya dengan fasilitas proteksi radiasi yang sederhana.
Satu hal yang sangat penting agar setiap pekerja mampu mengenali medan tempatnya
melakukan pekerjaan adalah dengan adanya informasi yang jelas mengenai tingkat radiasi pada
daerah tertentu yang harus menjadi perhatiannya. Dengan informasi tingkat radiasi ini, setiap
pekerja mampu mengatur waktu keberadaanya di tempat radiasi, menghindari tempat radiasi
apabila sudah tidak diperlukan dan mencari posisi yang aman dari radiasi dalam menjalankan
tugasnya. Setiap wilayah kerja radiasi dibutukan suatu informasi mengenai tingkat radiasi yang
bisa membantu pekerja radiasi maupun masyarakat sesuai tujuannya di atas. Bentuk informasi
tingkat radiasi ini juga bisa digambarkan dengan kurva isodosis persebaran dosis radiasi di
sekitar pesawat sinar-X. Oleh karena itu, adanya pengukuran tingkat paparan radiasi dan
diwujudkan dalam bentuk kurva isodosis persebaran dosis radiasi di tempat kerja akan sangat
membantu setiap pekerja radiasi dalam upaya membatasi penerimaan radiasi selama
menjalankan tugas di ruang radiasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja yang termasuk organisasi proteksi radiasi nasional dan bagaimana tugas dan
fungsinya?
2. Apa saja yang termasuk organisasi proteksi radiasi internasional dan bagaimana tugas
dan fungsinya ?
3. Bagaimana rekomendasi organisasi proteksi radiasiyang disarankan?

C. Tujuan
1. Mengetahui organisasi proteksi radiasi nasional seta tugas dan fungsinya
2. Mengetahui organisasi proteksi radiasi internasional serta tugas dan fungsinya
3. Mengetahui rekomendasi apa saja yang disarankan dari organisasi proteksi radiasi

2|Page
BAB II
PEMBAHASAN

Proteksi Radiasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan teknik
kesehatan lingkungan yaitu tentang proteksi yang perlu diberikan kepada seseorang atau
sekelompok orang terhadap kemungkinan diperolehnya akibat negatif dari radiasi pengion.
Filosofi proteksi radiasi yang dipakai sekarang ditetapkan oleh Komisi Internasional
untuk Proteksi Radiasi (International Commission on Radiological Protection, ICRP) dalam
suatu pernyataan yang mengatur pembatasan dosis radiasi, yang intinya sebagai berikut:
1) Suatu kegiatan tidak akan dilakukan kecuali mempunyai keuntungan yang positif
dibandingkan dengan risiko, yang dikenal sebagai azas justifikasi,
2) Paparan radiasi diusahakan pada tingkat serendah mungkin yang bisa dicapai (as low as
reasonably achievable, ALARA) dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial,
yang dikenal sebagai azas optimasi,
3) Dosis perorangan tidak boleh melampaui batas yang direkomendasikan oleh ICRP untuk
suatu lingkungan tertentu, yang dikenal sebagai azas limitasi.
Konsep untuk mencapai suatu tingkat serendah mungkin merupakan hal mendasar
yang perlu dikendalikan, tidak hanya untuk radiasi tetapi juga untuk semua hal yang
membahayakan lingkungan. Mengingat bahwa tidak mungkin menghilangkan paparan radiasi
secara keseluruhan, maka paparan radiasi diusahakan pada tingkat yang optimal sesuai dengan
kebutuhan dan manfaat dari sisi kemanusiaan.
Proteksi radiasi yang baik bergantung pada organisasi proteksi radiasi yang efisien
dan efektif.
 Sesuai dengan PP No.63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap
Pemanfaatan Radiasi Pengion.
 Secara Operasional diatur dalam SK Bapeten No.01/Ka-BAPETEN/V-99 tentang
Ketentuan Keselamatan Kerja terhadap Radiasi.

Unsur-unsur yang terlibat dalam organisasi proteksi radiasi:


1. Penguasa instalasi
Penguasa Instalasi adalah pimpinan instalasi atau orang lain yang ditunjuk untuk
memakilinya dan bertanggung jawab pada instalasinya.
 Tanggung Jawab Penguasa instalasi :
a. Membentuk organisasi proteksi & atau menunjuk PPR & bila perlu PPR
pengganti

3|Page
b. Hanya mengijinkan seseorang bekerja dengan sumber radiasi setelah
memperhatikan segi kesehatan, pendidikan, dan pengalaman kerja dengan
menggunakan sumber radiasi.
c. Menjelaskan kepada semua pekerja radiasi tentang adanya potensi bahaya
yang ditimbulkan akibat penggunaan zat radioaktif dan atau sumber radiasi
lainnya dalam tugasnya serta memberi latihan proteksi radiasi
d. Menyediakan aturan keselamatan radiasi yang berlaku dalam lingkungan
sendiri, termasuk aturan tentang penanggulangan keadaan darurat
e. Menyediakan fasilitas & peralatan serta sarana kerja yang diperlukan untuk
bekerja dengan sumber radiasi (peralatan proteksi radiasi, tempat
penyimpanan sumber, dll)
f. Menyediakan prosedur kerja yang diperlukan
g. Menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan bagi pekerja radiasi & pelayanan
kesehatan bagi pekerja radiasi
h. Memberitahu instansi yang berwenang instansi lain yang terkait (misalnya
Kepolisian, Dinas Pemadam Kebakaran) apabila terjadi bahaya radiasi atau
keadaan darurat lainnya,
2. PPR
PPR berkewajiban membantu Pengusaha Instalasi dalam melaksanakan
tanggung jawabannya dibidang proteksi radiasi
 Tanggung Jawab PPR:
a) Memberikan instruksi teknis dan administrasi baik secara lisan maupun tertulis
kepada pekerja radiasi tentang keselamatan kerja yang baik, instruksi harus
mudah dimengerti dan dapat dilaksanakan.
b) Mengambil tindakan untuk menjamin agar tingkat penyinaran serendah
mungkin dan tidak pernah mencapai batas tertinggi yang berlaku serta
menjamin agar pengelolaan limbah radioaktif sesuai dengan ketentuan yang
berlaku
c) Mencegah dilakukannya perubahan terhadap segala sesuatu sehingga dapat
menimbulkan kecelakaan radiasi
d) Mencegah zat radioaktif jatuh ke tangan orang yang tidak berhak
e) Mencegah kehadiran orang yang tidak berkepentingan ke dalam daerah
pengendalian
f) Menyelenggarakan dokumentasi yang berhubungan dengan Proteksi radiasi

4|Page
g) Menyarankan pemeriksaan kesehatan terhadap pekerja radiasi apabila
diperlukan melaksnakan pemonitoran radiasi serta tindakan proteksi radiasi
h) Memberikan penjelasan dan menyediakan perlengkapan proteksi yang
memadai kepada para pengunjung atau tamu apabila diperlukan.
3. Pekerja radiasi
Semua pekerja radiasi ikut bertanggung jawab terhadap keselamatan radiasi di
daerah kerjanya.
 Kewajiban pekerja radiasi:
1) Mengetahui, memahami & melaksanakan semua ketentuan keselamatan
kerja radiasi
2) Memanfaatkan sebaik-baiknya peralatan keselamatan radiasi yang tersedia,
bertindak hati-hati, serta bekerja secara aman untuk melindungi baik dirinya
sendiri maupun pekerja lain
3) Melaporkan setiap kejadian kecelakaan bagaimanapun kecilnya kepada PPR
4) Melaporkan setiap gangguan kesehatan yang dirasakan, yang diduga akibat
penyinaran lebih atau masuknya zat radioaktif ke dlm tubuh

A. Organisasi Proteksi Radiasi Nasional


a) BATAN

Sesuai dengan UU No. 10/1997 tentang Ketenaganukliran dan Keppres RI


No. 64/2005, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) adalah Lembaga
Pemerintah Non Kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab
kepada Presiden melalui menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang
riset dan teknologi. BATAN dipimpin oleh Kepala.
BATAN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
penelitian, pengembangan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi
nuklir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5|Page
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud sebelumnya, BATAN
menyelenggarakan fungsi:
a) Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang penelitian,
pengembangan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir;
b) Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BATAN;
c) Pelaksanaan penelitian, pengembangan, dan pendayagunaan ilmu
pengetahuan dan teknologi nuklir;
d) Fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah dan lembaga
lain di bidang penelitian, pengembangan dan pendayagunaan ilmu
pengetahuan dan teknologi nuklir;
e) Pelaksanaan pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada
seluruh unit organisasi di lingkungan BATAN;
f) Pelaksanaan pengelolaan standardisasi dan jaminan mutu nuklir;
g) Pembinaan pendidikan dan pelatihan;
h) Pengawasan atas pelaksanaan tugas BATAN; dan
i) Penyampaian laporan, saran, dan pertimbangan di bidang penelitian,
pengembangan, dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BATAN dikoordinasikan


oleh menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang riset dan teknologi.
BATAN terdiri atas:
a) Kepala;
b) Sekretariat Utama;
c) Deputi Bidang Sains dan Aplikasi Teknologi Nuklir;
d) Deputi Bidang Teknologi Energi Nuklir;
e) Deputi Bidang Pendayagunaan Teknologi Nuklir;
f) Inspektorat;
g) Pusat Pendidikan dan Pelatihan; dan
h) Pusat Standardisasi dan Mutu Nuklir.

6|Page
b) BAPETAN

Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) adalah Lembaga


Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Presiden. BAPETEN bertugas melaksanakan pengawasan terhadap
segala kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia melalui peraturan
perundangan, perizinan, dan inspeksi sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku. BAPETEN didirikan pada tanggal 8 Mei 1998 dan mulai aktif berfungsi
pada tanggal 4 Januari 1999.
 Berdasarkan UU No. 10 tahun 1997:
o BAPETEN betugas melaksanakan pengawasan terhadap segala
kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir.
o Tiga pilar pengawasan:
 Penyusunan regulasi
 Penerbitan izin (lisensi)
 Pelaksanaan inspeksi
o Didukung oleh fungsi:
 Pengkajian keselamatan
nuklir
o Fungsi Tambahan:
 Kesiapsiagaan nuklir
 Pendidikan dan Pelatihan
 Pengembangan TIK

 Fungsi:
1) Perumusan kebijaksanaan nasional di bidang pengawasan pemanfaatan
tenaga nuklir; penyusunan rencana dan program nasional di bidang
pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir.

7|Page
2) Pembinaan dan penyusunan peraturan serta pelaksanaan pengkajian
keselamatan nuklir, keselamatan radiasi, dan pengamanan bahan nuklir.
3) Pelaksanaan perizinan dan inspeksi terhadap pembangunan dan
pengoperasian reaktor nuklir, instalasi nuklir, fasilitas bahan nuklir, dan
sumber radiasi serta pengembangan kesiapsiagaan nuklir.
4) Pelaksanaan kerja sama di bidang pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir
dengan instansi Pemerintah atau organisasi lainnya baik di dalam maupun
di luar wilayah Indonesia.
5) Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian bahan nuklir.
6) Pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan terhadap upaya yang
menyangkut keselamatan dan kesehatan pekerja, anggota masyarakat dan
perlindungan terhadap lingkungan hidup.
7) Pelaksanaan pembinaan sumber daya manusia di lingkungan BAPETEN.
8) Pelaksanaan pembinaan administrasi, pengendalian dan pengawasan di
lingkungan BAPETEN.
9) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Presiden.
 Tujuan:
1) Terjaminnya kesejahteraan, keamanan dan ketentraman masyarakat.
2) Menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja dan anggota masyarakat
serta perlindungan terhadap lingkungan hidup.
3) Memelihara tertib hukum dalam pelaksanaan pemanfaatan tenaga nuklir.
4) Meningkatkan kesadaran hukum pengguna tenaga nuklir untuk
menimbulkan budaya keselamatan di bidang nuklir.
5) Mencegah terjadinya perubahan tujuan pemanfaatan bahan nuklir.
6) Menjamin terpeliharanya dan ditingkatkannya disiplin petugas dalam
pelaksanaan pemanfaatan nuklir.
 Pemanfaatan nuklir di Indonesia dimaksudkan semata-mata untuk tujuan
damai dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat Indonesia. Oleh karena itu, pengawasan terhadap pemanfaatan tersebut
harus dilakukan seoptimal mungkin demi keselamatan pekerja, masyarakat
dan perlindungan terhadap lingkungan hidup. Di samping itu, budaya
keselamatan (safety culture) dan budaya keamanan (security culture) juga
harus dipromosikan, dipelihara dan terus ditingkatkan.

8|Page
 Kejadian Nuklir ==> Risiko:
o Kecelakaan
o Sabotase/Pencurian
o Penyalahgunaan

 Risiko:
R = probabilitas (p) × dampak (d)
 Peran Pengawasan
o Menurunkan probabilitas kejadian evaluasi, inspeksi
o Mengurangi dampak kejadian mitgasi kecelakaan
 Wewenang:
Perundang-undangan nasional melalui Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran telah memberikan kewenangan bagi
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) untuk melaksanakan fungsi
pengawasan terhadap penggunaan tenaga nuklir, yang meliputi penegakan
peraturan, perizinan, dan inspeksi. UU Ketenaganukliran juga mensyaratkan
pemisahan antara badan pengawas (BAPETEN) dan badan peneliti (BATAN).

B. Organisasi Proteksi Radiasi Internasional


a. Badan Tenaga Atom Internasional ( International Atomic Energy Agency,
disingkat IAEA)

9|Page
 Didirikan tahun 1956 di bawah PBB
 Semua peraturan pemerintah suatu negara yang memperoleh bantuan dari
Badan tenaga Atom Internasional harus tunduk pada ketentuan kesehatan dan
keselamatan badan tersebut.
 Semua ketentuan kesehatan dan keselamatan yang dikeluarkan oleh Badan
Tenaga Atom Internasional dituangkan dalam bentuk publikasi Safety Series
 Tujuan dan peran IAEA:
Sebagai badan energi atom dunia yang mempunyai dua misi (dual
mission),
yaitu ‘committed to containing the spread of nuclear weapons’ dan ‘support
the
elimination of the nuclear arsenals’, maka pembentukan IAEA adalah
bertujuan:
1) Untuk meningkatkan dan memperbesar kontribusi energi atom bagi
perdamaian,
kesehatan, kemakmuran di seluruh dunia
2) Untuk memastikan, sepanjang badan ini mampu melakukannya, bahwa
setiap reactor nuklir, kegiatan, atau informasi yang berkaitan dengannya
akan dipergunakan hanya untuk tujuan-tujuan damai.
3) Untuk memastikan bahwa segala bantuan baik yang diberikan maupun
yang diminta atau di bawah pengawasannya tidak disalah-gunakan
sedemikian rupa untuk tujuan militer.
b. International Commission on Radiological Protection (ICRP)

 Bersifat independen dan beranggotakan perorangan yang ahli dalam masalah


kesehatan dan keselamatan radiasi.
 Komisi ini didirikan pada kongres internasional radiologi ke 2 tahun 1928
sebagai Komisi Internasional untuk Proteksi Radiasi Terhadap Radium dan
Sinar X.

10 | P a g e
 Tugas Komisi Internasional untuk Perlindungan Radiologi (ICRP) yaitu
membantu mencegah kanker, penyakit dan efek lain yang terkait dengan
paparan terhadap radiasi pengion, dan untuk melindungi lingkungan. Sejak
tahun 1928, ICRP telah mengembangkan, memelihara, dan menguraikan
Sistem Internasional Perlindungan Radiologi yang digunakan di seluruh dunia
sebagai dasar umum untuk standar perlindungan, peraturan, pedoman,
program, dan praktik radiologis. ICRP telah menerbitkan lebih dari seratus
laporan tentang semua aspek perlindungan radiologis. Sebagian besar
menangani area tertentu dalam perlindungan radiologis, namun beberapa
publikasi, yang disebut rekomendasi mendasar, masing-masing
menggambarkan keseluruhan sistem perlindungan radiologis. Sistem
Internasional Perlindungan Radiologi telah dikembangkan oleh ICRP
berdasarkan (i) pemahaman saat ini mengenai ilmu eksposur dan efek radiasi
dan (ii) penilaian nilai. Penilaian nilai ini mempertimbangkan harapan, etika,
dan pengalaman sosial yang diperoleh dalam penerapan sistem. ICRP adalah
organisasi internasional independen dengan lebih dari dua ratus anggota
sukarelawan dari sekitar tiga puluh negara di enam benua. Anggota ini
mewakili ilmuwan dan pembuat kebijakan terkemuka di bidang perlindungan
radiologis. ICRP didanai melalui sejumlah kontribusi berkelanjutan dari
organisasi yang berkepentingan dengan perlindungan radiologi.
 Berbagai perkembangan dalam penelitian radoibiologi dan dosimetri radiasi
telah mengantarkan ke arah perubahan dalam teknik penentuan nilai batas
dosis, sehingga pertemuan ICRP tahun 1950 memutuskan untuk:
1) Menurunkan dosis tenggang menjadi 0,05 R (50 mR) per hari atau 0,3 R
(300 mR) per minggu atau 15 R / tahun
2) Menetapkan kulit sebagai organ kritis dengan dosis tenggangnya sebesar
0,6 R (600 mR) per minggu.
c. Komisi Internasional Untuk Satuan Dan Pengukuran Radiologi (ICRU)

11 | P a g e
 Didirikan tahun 1925, yang bertujuan mengembangkan rekomendasi
mengenai satuan dan pengukuran radiologi yg secara internasional dapat di
terima.
 Tujuan dan peran ICRU yang bertujuan mengembangkan rekomendasi
mengaenai satuan dan pengukuran radiologi yang secara internasional dapat
diterima, terutama dalam masalah-masalah sebagai berikut:
1) Besaran dan satuan radiologi dan radioaktivitas.
2) Prosedur yang tepat untuk pengukuran dan penetapan besaran-besaran
tersebut dalam radiologi klinis dan radiobiologi.
3) Data fisika yang diperlukan dalam penetapan prosedur tersebut yang
bila di gunakan akan menjamin keseragaman dalam pelaporan.

C. Rekomendasi proteksi radiasi


1. Rekomendasi IAEA
IAEA adalah salah satu badan yang berada dibawah persatuan bangsa-bangsa
(PBB), dibentuk tahun 1957 dan memiliki kewenangan khusus mengenai
pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir oleh negara-negara anggota.Tujuan
dibentuk IAEA secara legal adalah mempercepat dan memperluas penggunaan
atom untuk perdamaian, kesehatan dan kesejahteraan disuluh dunia.
IAEA menerbitkan dokumen dalam berbagai jenis sebagai standar
keselamatan nuklir (nuclear safety standards) yang terdiri dari 3 kategori, yaitu :
1) Safety fundamentas dengan warna sampul putih
2) Safety reguirement dengan warna sampul merah
3) Safety guides dengan warna sampul hijau

Publikasi IAEA sebagai dokumen dasar yang menjelaskan secara rinci


mengenai program p dan KR, antara lain :
1) Safety guine, No. RS-G-I.I, 1999
2) Tecdoc No. 1113, 1999
3) Tecdoc No. XXX, radiation safety in radiotherapy, may 2000

Selain dokumen tersebut, dokumen lain juga masih ada berupa dokumen
teknis (technical documen-TECDOC). Salah satu dokumen IAEA yang paling
tersohor saat ini adalah BBS No. 115 yang diadopsi dari rekomendasi ICRP No.
60.IAEA merekomendasikan agar tiap negara anggota IAEA mengikuti BBs No.

12 | P a g e
115 supaya ketentuan keselamatan tiap negara anggota menjadi standar dan
harmonis secara internasional.

IAEA tidak menggunakan terminologi prinsip atau asas proteksi radiasi


(radition protection principle) dalam BSS No. 115 tetapi dengan terminologi
persyaratan. Pemahaman ini diurai dalam BBS pada ke-2, persyaratan untuk
pemanfaatan, (reguirement for practices), salah satu unsurnya adalah persyaratan
proteksi radiasi (radition protection reguirements) yang harus berurutan, sebagai
berikut :
1) Justifikasi pemanfaatan
2) Limitasi dosis
3) Optimisasi proteksi dan keselamatan radaiasi

Beberapa tindakan-tindakan pengaman IAEA terdiri dari:

1) Global Safety Regime untuk melindungi penduduk dan lingkungan dari efek
radiasi
2) (Ionizing radiation), meminimalisir kemungkinan kecelakaan atau tindakan-
tindakan jahat (malicious acts) yang dapat menimbulkan kerugian terhadap
nyawa dan kekayaan dengan melakukan tindakan pengamanan yang efektif
guna mengurangi efek buruk energi nuklir.
3) Membentuk standard-standard keamanan IAEA (Safety Standards)
Negara-negara anggota IAEA harus memiliki dan mematuhi standard-
standard keamananteknologi nuklir yang terdiri dari:
a) Pengamanan instalasi nuklir (Safety of nuclear installations)
b) Pengamanan sumber-sumber radioaktif (Safety of radioactive sources)
c) Pemindahan yang aman bahan-bahan radioaktif (Safe transport of
radioactive material)
d) Pengelolaan limbah radioaktif (Management of radioactive waste)
e) Pengamanan instalasi nuklir, bahan nuklir dan radioaktif (The security
of nuclear installations, nuclear material and radioactive material)
f) Pengelolaan pengetahuan dan jejaring (Knowledge management and
networking)

13 | P a g e
2. Rekomendasi ICRP
Komisi internasional untuk proteksi radiasi (international commission on
radiological protectin-ICRP) adalah organisasi ilmiah yang non-pemerintah,
dibentuk tahun 1928, dan berkompeten dalam memberikan rekomendasi dan
pedoman mengenai proteksi radiasi. ICRP pertama kali hanya memberikan
perhatiannya mengenai penggunaan radiasi dalam bidang medik yang selanjutnya
dikembangkan mencakup kegiatan nuklir lain nya.
Selanjutnya ICRP memberikan lagi secara berkala rekomendasinya. Ada 2
rekomendasi yang paling akhir dan masih relevan digunakan IAEA, yaitu ICRP
No. 26 Tahun 1977 dan ICRP No. 60 tahun 1990. Meskipun ICRP telah
menerbitkan publikasi terbari No. 103 Tahun 2007 namun IAEA juga belum
merekomendasi konsep tersebut.
Rekomendasi ICRP membentuk dasar standar proteksi radiasi ke seluruh
dunia, meskipun ICRP adalan bukan badan pengawas (BP) maupun bukan standar
nasional dan internasional, ICRP sadah sejak awal memberikan pemahaman
mengenai prinsip atau azaz proteksi radiasi, meliputi:
1) Justifikasi
2) Limitasi dosis
3) Optimisasi

Dari uraian di atas maka secara sederhana dapat diartikan bahwa proteksi
radiasi adalah upaya atau upaya atau tindakan yang dilakukan untuk memproteksi
makluk hidup melalui penerapan prinsipnya yang konsisten.Tujuan proteksi radiasi
adalah mencegah efek deterministik orang perorangan dengan tetap
mempertahankan dosis dibawah ambang batas dan menjamin terlaksana nya
seluruh tindakan yang diperlukan untuk membatasi peluang terjadinya efek
stokastik pada masyarakat.
1) Jika dalam rekomendasi sebelumnya masalah proteksi radiasi ini ICRP
menggunakan pengertian dosis maksimum yang diizinkan yang didefinikan
sebagai : ” dosis radiasi yang memiliki kemumngkinan untuk menibulkan
efek stomatik maupun efek genetik yang dapat diabaikan”. Maka dalam
rekomendasi tahun 1977 pengertian tersebut ditinggalkan dan diganti dengan
tiga asas proteksi radiasi sebagaimana telah dikemukakan dalam asas
jastifikasi, asas ptimilasi dan asas pembatasan dosis perorangan.

14 | P a g e
2) Dalam rekomendasi tahun 1977 digunakan besaran dan satuan internasional,
seperti : aktivitas dalam Bq, dosis serap dalam Gy, dosis ekuivalen dan dosis
ekuivalen efektif dalam Sv dan lain – lain. Nilai batas dosis untuk pekerja
radiasi dan masyarakat umum bukan pekerja radiasi misalnya, masing-
masing adalah 50 mSv dan 5 mSv. Diperkenalkan pula istilah-istilah baru
seperti efek stokastik, efek non-stokastik, faktor bobot, dosis terikat, indeks
dosis dalam, indeks dosis permukaan dan lain-lain.
3) Dalam rekomendasi tahun 1977 juga diterapkan batas masuk tahunan (BMT)
atau annual limit intake (ALI) dan batas turunannya yang menggantikan
istilah kadar tertinggi yang diizinkan (KTD) atau maximum permissible
concentration (MPC).
4) rekomendasi tahun 1977 menerapkannilai batas dosis (NBD), dalam
rekomendasikan ini tidak lagi mengenal NBTT, NBRTT serta batas – batas
dosis turunan seperti NBTK, NBRTK, NMTM dan NBRTM.
5) Rekomendasi tahun 1977 hanya memperbolehkan seseorang menerima dosis
radiasi 2 kali NBD untuk jangka waktu setahun dan 5 kali NBD untuk seumur
hidup, dengan catatan bahwa sebelum melakukan pekerjaan terlebih dahulu
harus dijelaskan risiko yang terkandung dalam tugas dan tindakan yang perlu
diambil selama berlangsungnya pekerjaan. Sedangkan dalam rekomendasi
sebelumnya, untukpenyinaran khusus direncanakan seseorang boleh
menerima dosis sebesar 10 rem sekaligus asal rumus D = 5 (N – 18) rem
tidak terlampai.

3. Rekomendasi ICRU
Pada tahun 1925, Mutscheller memperkirakan secara kuantitatif bahwa
nilai dosis total yang diterima selama sebulan dengan nilai dosis haruslah kurang
dari 1/100 dari nilai dosis yang dapat menyebabkan terjadinya erythema pada kulit
sehingga tidak mungkin menyebabkan kelainan jangka panjang. Nilai penyinaran
yang memungkinkan timbulnya erythema pada kulit diperkirakan 600 R, sehingga
nilai dosis tenggang untuk pekerja radiasi diusulkan sebesar 6 R dalam jangka
penerimaan 1 bulan.
Pada tahun 1928 diadakan kongres radiologi ke-2 yang menyetujui
pembentukan Komisi Internasional untuk Perlindungan Sinar-X dan Radium dan
secara resmi mengadopsi satuan roentgen (R) sebagai satuan untuk menyatakan

15 | P a g e
paparan sinar-X dan gamma. Pada tahun 1934, komisi tersebut mengeluarkan
rekomendasi untuk menurunkan dosis tenggang menjadi 0,2 R / hari atau 1 R /
minggu. Pada tahun 1936, nilai dosis tenggang diturunkan lagi hingga 100 mR /
hari dengan asumsi bahwa diperhitungkan adanya hamburan balik (energi sinar-x
yang umumnya digunakan pada saat itu) dimana dosis 100 mR di udara dapat
memberikan dosis 200 mR pada permukaan tubuh.

4. Rekomendasi BAPETAN
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.1
02/2000 tentang Standardisasi Nasional, maka standar yang berlaku di Indonesia
dewasa ini adalah SNI (Standar Nasional Indonesia) yang ditetapkan oleh BSN
(Badan Standardisasi Nasional). Dalam hal ini BAPETEN berwenang
memberlakukan SNI dalam pemanfaatan tenaga nuklir untuk menjamin
keselamatan pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup, dan melakukan
pengawasan terhadap penerapan SNI tersebut. Sampai saat ini baru ada sekitar 30
SNI dalam bidang keselamatan nuklir dan beberapa diantaranya (misalnya SNI
tentang kualifikasi operator dan supervisor reaktor, baku mutu tingkat
radioaktivitas di lingkungan, dll) telah kadaluwarsa sehingga perlu direvisi.
Menurut perkiraan pcnlllis, dipcrlukan !cbih dari 100 SNI keselamatan nuklir
(misalnya SNI tentang bungkusan zat radioaktif untuk keperluan pengangkutan,
kamera radiografi, pesawat sinar-x, dll) agar pemanfaatan tenaga nuklir dapat
dilakukan dengan aman di Indonesia.
Menurut Bapeten, nilai batas dosis dalam satu tahun untuk pekerja radiasi
adalah 50 mSv (5rem), sedang untuk masyarakat umum adalah 5 mSv (500 mrem).

16 | P a g e
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
 Proteksi radiasi adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari betapa pentingnya
melindungi diri dari pengaruh buruk radiasi, yang memungkinkan memberikan efek buruk
pada manusia dan lingkungan sekitar, baik jangka pendek maupun jangka panjang
 Adapun asas-asas yang terkandung di dalamnya merupakan pedoman-pedoman yang
wajib adanya untuk diaplikasikan ke dalam penerapan penggunaan radiasi dan sebagai
tolak ukur untuk mempertahankan pentingnya berperilaku yang teratur dan telaten dalam
penggunaan radiasi.
 Organisasi Proteksi Radiasi Nasional:
- BATAN
- BAPETAN
 Organisasi Proteksi Radiasi Internasional:
- IAEA
- ICRP
- ICRU
 Filosofi proteksi radiasi yang dipakai sekarang ditetapkan oleh Komisi Internasional untuk
Proteksi Radiasi (International Commission on Radiological Protection, ICRP) dalam
suatu pernyataan yang mengatur pembatasan dosis radiasi, yang intinya sebagai berikut:
- Suatu kegiatan tidak akan dilakukan kecuali mempunyai keuntungan yang positif
dibandingkan dengan risiko, yang dikenal sebagai azas justifikasi,
- Paparan radiasi diusahakan pada tingkat serendah mungkin yang bisa dicapai (as low
as reasonably achievable, ALARA) dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan
sosial, yang dikenal sebagai azas optimasi,
- Dosis perorangan tidak boleh melampaui batas yang direkomendasikan oleh ICRP
untuk suatu lingkungan tertentu, yang dikenal sebagai azas limitasi.

B. Saran
 Bagi radiografer sebaiknya dalam bekerja harus selalu berpedoman pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan terkait dengan jaminan mutu dan legal aspek
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, untuk menghindari terjadinya kecelakaan pada saat

17 | P a g e
bekerja sehingga tercipta keselamatan dan kesehatan kerja yang optimal serta
meningkatnya mutu pelayanan radiodiagnostik

18 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

www.batan.go.id/pusdiklat/...php/...proteksi-radiasi/klasifikasi-petugas-proteksi-radiasi
https://ansn.bapeten.go.id/files/ins_Proteksi_Radiasi.pdf
www.iaea.org/inis/collection/NCLCollectionStore/_Public/45/058/45058456.pdf
ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2014/bn1937-2014.pdf

19 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai