Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM EKOTOKSIKOLOGI DAN

KESEHATAN LINGKUNGAN

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5 / KELAS A:
Mochamad Nur Ihsan 21080116120012

Sekar Mayang 21080116120011

Agnia Naistanu Dina 21080116120028

Monica Merybath Siregar 21080114120019

Hibatin Wafiroh 21080116120037

Nurul Lathifah 21080116130043

DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2018
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Menurut Butler, 1987 dalam Principles of Ecotoxicology, ekotoksikologi adalah ilmu


yang mempelajari racun kimia dan fisik pada mahluk hidup,khususnya populasi dan
komunitas termasuk ekosistem, termasuk jalan masuknya agen dan interaksi dengan
lingkungan . Sedangkan menurut Andhika Puspito Nugroho, M.Si dalam buku ajar
Ekotoksikologi , ekotoksikologi mempelajari efektoksik substansi (substances) pada non
human species dalam suatu komplekssistem (system).

Adanya polutan dalam suatu lingkaran (ekosistem), dalam waktu singkat, dapat
menyebabkan perubahan biokimiawi suatu organisme. Selnjutnya perubahan tersebut dapat
mempengaruhi perubahan fisiologis dan respon organisme, perubahan populasi, komposisi
komunitas, dan fungsi ekosistem. Perubahan biokimiawi sampai dengan ekosistem
menunjukkan adanya peningkatan respon terhadap bahan kimia, peningkatan kesulitan untuk
mengetahui hubungan respon dengan bahan kimia spesifik terutama dengan hubungan nya
dengan air.

Zat-zat toksis digolongkan dengan cara-cara yang bermacam-macam tergantung pada


minat dan kebutuhan dari yang menggolongkannya. Sebagai contoh, zat-zat toksis
dibicarakan dalam kaitannya dengan organ-organ sasaran dan dikenal sebagai racun liver,
racun ginjal penggunaannya dikenal sebagai pestisida, pelarut, bahan additif pada makanan
dan lain-lain dan kalau dihubungkan ke sumbernya dikenal sebagai toksin binatang dan
tumbuhan kalau dikaitkan dengan efek-efek mereka dikenali sebagai karsinogen, mutagen
dan seterusnya. Agent-agent toksis bisa juga digolongkan berdasarkan:
• Sifat fisik : gas, debu, logam-logam
• Kebutuhan pelabelan : mudah meledak, mudah terbakar, pengoksidir
• Kimia : turunan-turunan anilin, Hidrokarbon dihalogenasi dan seterusnya
• Daya racunnya : sangat-sangat toksik, sedikit toksik dan lain-lain.
Penggolongan agent-agent toksik atas dasar mekanisme kerja biokimianya (inhibitor-inhibitor
sulfhidril, penghasil met Hb) biasanya lebih memberi penjelasan dibanding penggolongan
oleh istilah-istilah umum seperti iritasi dan korosif, tetapi penggolongan-penggolongan yang
lebih umum seperti pencemar udara, agen yang berhubungan dengan tempat kerja, dan racun
akut dan kronis dapat menyediakan satu sentral yang berguna atas satu masalah khusus.
Dari uraian di atas telah terbukti bahwa tidak ada sistem penggolongan tunggal yang
dapat diterapkan untuk keseluruhan agen toksik yang beraneka ragam itu dan gabungan
dengan sistem-sistem penggolongan yang berdasarkan faktor-faktor lain boleh jadi
diperlukan untuk menyediakan sistem perbandingan terbaik untuk satu tujuan tertentu.
Meskipun demikian, system penggolongan yang didasarkan pada sifat kimia dan biologis dari
agent-agent dan sifat-sifat pemaparan yang khusus sangat disukai untuk dipergunakan oleh
pembuat undang-undang atau tujuan pengawasan dan pada umumnya untuk toksikolog
Salah satu komponennya toksikologi yang dapat berdampak buruk bagi lingkungan
berasal dari deterjen karena manusia pasti menggunakan deterjen setiap harinya sebagai
bahan pembersih di rumah tangga. Deterjen mengandung ABS (alkyl benzene sulphonate)
yang tergolong keras dan toksik. Deterjen tersebut sukar dirusak oleh mikroorganisme
(nonbiodegradable) sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Lingkungan
perairan yang tercemar limbah deterjen kategori keras ini dalam konsentrasi tinggi akan
mengancam dan membahayakan kehidupan biota air dan manusia yang mengkonsumsi biota
tersebut.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan diuji toksisitas dari konsentrasi deterjen
dengan objek penelitian berupa kecambah. Kecambah digunakan karena memiliki daur hidup
yang pendek, mudah dikembangbiakkan, dan menunjukkan efek perubahan yang cukup cepat
sehingga kita dapat mengetahui pengaruh deterjen terhadap kecambah atau komponen alam.

1.2 Tujuan Praktikum

1) Mengetahui dampak negatif dari keberadaan deterjen di tanaman


2) Mengetahui konsentrasi maksimum deterjen yang sanggup ditoleransi untuk
keberlangsungan hidup kecambah
3) Mengetahui ketahanan hidup kecambah terhadap toksisitas deterjen
1.3 Manfaat Praktikum

Manfaat dari Praktikum Ekotoksikologi Lingkungan adalah sebagai berkut:


1) Dapat mengetahui bahaya suatu bahan toksik pada detergen yang masuk ke dalam
tanaman kecambah.
2) Dapat mengetahui besarnya konsentrasi suatu bahan toksik yaitu detergen yang masih
dapat diterima oleh tanaman kecambah.

1.4 Waktu dan Tempat

Praktikum Ekotoksikologi dimulai pada tanggal 24 Februari 2018 , di Jalan Tlogosari


No 11 A, Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah di salah satu kos kelompok kami
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecambah Kacang Hijau


Kecambah kacang hijau merupakan tumbuhan muda yang baru saja berkembang dari
tahap embrionik di dalam biji kacang hijau. Kacang Hijau. Adapun Kacang Hijau (Vigna
radiata (L.) Wilczek) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya dan palawija yang
tersebar luas di daerah tropis dan termasuk jenis polong-polongan.

Gambar 1 Tanaman Kecambah

2.1.1 Klasifikasi Kacang Hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek)


Tanaman kacang hijau dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Classis : Magnoliopsida
Ordo : Leguminales
Familia : Leguminoceae
Genus : Phaseolus
Species : Phaseolus radiatus L. (Purwono dan Hartono, 2005: 12).

2.1.2 Morfologi Kacang Hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek)


Tanaman kacang hijau dapat tumbuh di dataran rendah sampai pada ketinggian 500 m
di atas permukaan lautdi seluruh Indonesia. Jenis tanaman kacang hijau yang biasa
diperdagangkan adalah jenis kacang hijau dengan biji besar dan kacang hijau dengan biji
kecil (Astawan, 2005: 1).

2.1.2.1.Buah

Buah kacang hijau berbentuk polong yang bulat silindris atau pipih dengan ujung
agak runcing atau tumpul dengan panjang polong berkisar 5-16 cm. Setiap polong berisi 10-
15 biji. Polong muda berwarna hijau dan akan berubah menjadi kecoklatan atau kehitaman
setelah tua. Pada polong terdapat rambut-rambut pendek (Purwono dan Hartono, 2005: 16).

2.1.2.2.Biji

Biji kacang hijau memiliki ukuran lebih kecil dibandingkan dengan biji kacang
lainnya. Kebanyakan warna bijinya adalah hijau kusam atau hijau mengkilap, namun ada
juga yang berwarna kuning coklat atau kehitaman cokelat (Andrianto dan Indarto, 2004: 15).

2.1.2.3.Perakaran

Rukmana (1997: 15) menjelaskan sistem perakaran kacang hijau adalah tunggang
dengan banyak cabang. Berdasarkan penyebaran cabang-cabang akarnya, sistem perakaran
kacang hijau dikelompokkan menjadi mesophytes dan xerophytes. Sistem perakaran
mesophytes memunyai banyak cabang akar pada permukaan tanah dengan tipe
pertumbuhannya menyebar, sistem perakaran xerophytes memiliki akar cabang lebih sedikit
dan memanjang ke arah bawah. Akar kacang hijau terdapat nodul atau bintil akar. Semakin
banyak nodul akarnya maka akan semakin tinggi kandungan Nitrogen (N) di dalamnya
sehingga dapat menyuburkan tanah.

2.1.2.4.Batang

Kacang hijau memiliki batang yang berukuran kecil, bertrikoma, berwarna hijau
kemerahan atau kecoklatan. Batangnya bulat berbuku-buku.Setiap buku menghasilkan satu
tangkai daun, kecuali untuk daun pertama yang terbentuk sepasang dan letaknya saling
berhadapan. Batang tumbuh tegak mencapai ketinggian 30-110 cm dan cabangnya tersebar
kemana-mana (Andrianto dan Indarto, 2004:15).
2.1.2.5.Daun

Kacang hijau memiliki daun trifoliate, terdiri dari 3 helaian, bentuk daun terletak
bersilangan. Tangkai daun berwarna hijau tua atau 17hijau muda dengan panjang tangkai
melebihi panjang daun (Andrianto dan Indarto, 2004: 16).

2.1.2.6.Bunga

Bunga kacang hijau termasuk bunga kupu-kupu dan merupakan bunga berumah satu
atau memiliki kelamin ganda. Bunga berwarna kuning kehijauan atau kuning pucat. Proses
penyerbukan terjadi pada malam hari. Pada pagi hari bunga akan mekar dan menjadi layu
pada sore hari (Purwono dan Hartono, 2005: 1)

Gambar 2 Bunga Kacang Hijau


2.1.3 Habitat Kacang Hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek)
Kacang Hijau ditanam di dataran rendah hingga ketinggian 700 m (5 – 700 m dpl)
dengan suhu antara 25-27 derajat celcius. memiliki kelembapan udara antara 50 – 89%.
Selain itu, tanaman ini memerlukan cahaya matahari lebih dari 10 jam/hari, curah hujan 50 –
200mm/bulan.

2.1.4 Penyebaran Kacang Hijau (Vigna radiata (L.) Wilczek)


Tanaman kacang hijau sudah dikenal lama oleh masyarakat di Indonesia. Asal kacang
hijau diduga dari kawasanIndia. Penyebaran tanaman kacang hijau sangat luas ke berbagai
daerah di Asia tropis, seperti Taiwan, Thailand, dan Filipina. Tanaman kacang hijau dibawa
masuk ke wilayah Indonesia pada awal abad ke-17, oleh pedagang Cina dan Portugis.
Penyebaran tanaman kacang hijau pada mulanya terpusat di Pulau Jawa 15dan Bali, tetapi
pada tahun 1920-an mulai berkembang di Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, dan Indonesia
bagian Timur. Daerah sentrum produksi kacang hijau saat ini adalah provinsi Sulawesi
Selatan, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah,
dan Yogyakarta (Rukmana, 1997: 15).

2.2 Bahan Toksik


Bahan toksik adalah bahan kimia yang dapat menyebabkan bahaya terhadap
kesehatan manusia atau menyebabkan kematian. Pada Percobaan ini bahan toksik yang
digunakan adalah detergen. Pada umumnya, detergen mengandung bahan-bahan sebagai
berikut:
2.2.1 Surfaktan

Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai
ujung berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan hidrofob (suka lemak). Surfaktan ialah molekul
organik dengan bagian lifofilik dan bagian polar, yang berfungsi menurunkan tegangan
permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan.
Surfaktan membentuk bagian penting dari semua detergen komersial. Terdapat empat
kategori surfaktan, yaitu :

a. Anionik :
- Alkyl Benzene Sulfonate
- Linier Alkyl Benzene Sulfonate (LAS)
- Alpha Olein Sulfonate (AOS)
b. Kationik :
- Garam Ammonium

c. Non ionik : Nonyl phenol polyethoxyle


d. Amphoterik : Acyl Ethylenediamines

2.2.2 Builder
Builder (pembentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan
dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air. Bahan ini ditambahkan
untuk menyingkirkan ion kalsium dan magnesium (kesadahan) dari air pencuci.
Pembangun dapat melakukan hal ini lewat pengkelatan (pembentukan kompleks) atau
lewat pertukaran ion-ion ini dengan natrium. Pembangun juga meningkatkan pH untuk
membantu emulsifikasi minyak dan bufer terhadap perubahan pH. Pembangun yang
paling lazim ialah natrium tripolifosfat (5Na+ P3O105-), tetapi karena limbah fosfat dapat
mencemari lingkungan, jumlah yang digunakan dibatasi oleh peraturan; baru-baru ini,
natrium sitrat, natrium karbonat, dan natrium silikat mulai menggantikan natrium
tripolifosfat sebagai pembangun.
2.2.3 Zeolit
Zeolit (natrium aluminosilikat) digunakan sebagai penukar ion, terutama untuk
ion kalsium.
2.2.4 Filler
Filler (pengisi) adalah bahan tambahan Detergen yang tidak mempunyai
kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas. Contoh Sodium sulfat.
2.2.5 Bahan antiredeposisi (anti deposition agent)
Bahan antiredeposisi ialah senyawa yang ditambahkan ke detergen pakaian
untuk mencegah pengendapan kembali kotoran pada pakaian. Contoh yang paling lazim
ialah selulosa eter atau ester.
2.2.6 Aditif
Aditif adalah bahan suplemen / tambahan untuk membuat produk lebih
menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dst, tidak berhubungan langsung
dengan daya cuci Detergen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi
produk. Contoh : Enzim, Boraks, Sodium klorida, Carboxy Methyl Cellulose (CMC).

Gambar 3 Detergen
Detergen dapat menimbulkan dampak negatif baik terhadap kesehatan maupun
lingkungan. Dua bahan terpenting dari pembentuk Detergen yakni surfaktan dan builders,
diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap manusia dan
lingkungannya.Surfaktan dapat menyebabkan permukaan kulit kasar, hilangnya kelembaban
alami yang ada pada permukan kulit dan meningkatkan permeabilitas permukaan luar. Hasil
pengujian memperlihatkan bahwa kulit manusia hanya mampu memiliki toleransi kontak
dengan bahan kimia dengan kandungan 1 % LAS dan AOS dengan akibat iritasi ‘sedang’
pada kulit.. Chlorbenzene merupakan senyawa kimia yang bersifat racun dan berbahaya bagi
kesehatan. Pada awalnya surfaktan jenis ABS banyak digunakan oleh industri Detergen.
Namun karena ditemukan bukti-bukti bahwa ABS mempunyai risiko tinggi terhadap
lingkungan, bahan ini sekarang telah digantikan dengan bahan lain yaitu LAS.Builders, salah
satu yang paling banyak dimanfaatkan di dalam Detergen adalah phosphate. Phosphate tidak
memiliki daya racun, bahkan sebaliknya merupakan salah satu nutrisi penting yang
dibutuhkan mahluk hidup. Tetapi dalam jumlah yang terlalu banyak, phosphate dapat
menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang berlebihan di badan air, sehingga
badan air kekurangan oksigen akibat dari pertumbuhan algae (phytoplankton) yang
berlebihan yang merupakan makanan bakteri. Populasi bakteri yang berlebihan akan
menggunakan oksigen yang terdapat dalam air sampai suatu saat terjadi kekurangan oksigen
di badan air dan pada akhirnya justru membahayakan kehidupan mahluk air dan sekitarnya.
Di beberapa negara, penggunaan phosphate dalam Detergen telah dilarang. Sebagai alternatif,
telah dikembangkan penggunaan zeolite dan citrate sebagai builder dalam Detergen.
Detergen dapat menghambat pertumbuhan tumbuhan, misalnya pertumbuhan kacang hijau
karena air detergen yang disiramkan pada tumbuhan bersifat limbah dan memiliki banyak
dampak negatif (Parti dkk, 2012).

2.3 Analisa Probit


Analisis probit adalah jenis regresi digunakan untuk menganalisis variabel respon
binomial. Analisa probit dapat dilakukan dengan menggunakan table, perhitungan manual,
maupun dengan menggunakan software EPA Probit Analysis.
Pengukuran toksisitas (daya racun) dari suatu jenis bahan pencemar dapat dilakukan
dengan menetapkan nilai LC50 dari bahan pencemar tersebut terhadap hewan percobaan
dengan melakukan analisa probit. Analisa probit adalah suatu metode pengujian yang umum
dipergunakan untuk menilai toksisitas dari suatu bahan pencemar, yang diukur dari lethal
concentration, yang diartikan sebagai berapa miligram bahan pencemar untuk setiap
kilogram hewan uji yang dapat mengakibatkan kematian sebanyak 50 % dari populasinya.
Meskipun analisa probit merupakan teknik parametrik yang biasa dipakai untuk menangani
data toksisitas, simpangan nyata dari model log probit dapat terjadi, sebagai contoh, pada saat
data tidak tersebar normal (Buikema et al, 1982).
2.4 Sabun Pembersih Lantai
Sabun pembersih lantai termasuk ke dalam bahan pembersih kimia adalah bahan kimia
yang digunakan untuk membersihkan noda dan kotoran yang melekat pada perabotan,
perkakas, mesin, kain pembersih dan peralatan pengolahan pangan. Salah satu contoh bahan
pembersih kimia adalah cairan pembersih lantai yang biasa digunakan untuk membersihkan
lantai yang kotor atau bernoda sehingga kebersihan dapat terjaga. Salah satu contoh cairan
pembersih lantai yang banyak beredar di pasaran adalah So Klin Lantai. ( Handayani, 2015 )

So Klin Lantai adalah salah satu contoh pembersih lantai yang mengandung bahan aktif
anti kuman yang terdiri dari Benzalkonium Chloride 1,5%. Fungsi dari bahan aktif
Benzalkonium Chloride sebagai disinfektan untuk menghilangkan bakteria dan micro-
organisme yang tidak diinginkan (membunuh kuman). Senyawa benzalkonium termasuk pada
golongan senyawa amfoterik karena menghasilkan dua muatan listrik apabila dilarutkan,
yaitu muatan anion dan muatan kation. Senyawa ini tidak dipengaruhi oleh kesadahan air dan
bahan organik, tidak berbau, tidak beracun, tidak korosif, dan cenderung membentuk busa.
Klorida yang ditambahkan pada pembersih ini tidak dapat bertindak sebagai sanitaiser,
melainkan sebagai bahan yang dapat meningkatkan efektifitas daya pembersih. Pembersih ini
tidak stabil pada kondisi pH tinggi tetapi tidak menimbulkan korosi. Cairan pembersih dapat
digunakan untuk membersihkan lantai ruangan maupun lantai kamar mandi ( Handayani,
2015 ) Oleh karena itu So Klin Lantai termasuk ke dalam deterjen.

Gambar 4 So Klin Lantai

Sumber : Google , 2017


BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


Materi yang digunakan dalam praktikum Ekotoksikologi dan Kesehatan Lingkungan
adalah tanaman kecambah kacanghijau untuk dihitung nilai LC50-96 jam terhadap bahan
toksik (Deterjen). Untuk menunjang praktikum Ekotoksikologi Perairan maka dibutuhkan
alat dan bahan sebagai berikut :
a) Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ekotoksikologi antara lain:
1. 12 buah wadah plastik
2. Kapas
3. Suntikan
4. Alat tulis
5. Kertas Label
b) Bahan
1. 60 biji kecambah kacang hijau (30 biji untuk uji pendahuluan, 30 biji untuk
uji sesungguhnya)
2. Air
3. Deterjen

3.2 Metode Praktikum


Sebelum melakukan uji pendahuluan dan uji sesungguhnya, lakukan tahap
pemeliharaan dan tahap aklimasi. Tahap pemeliharaan dilakukan selama seminggu untuk
membiarkan kecambah tumbuh dan beradaptasi dengan lingkungan baru. Pada tahap ini
kecambah dinyatakan siap untuk diuji bila sudah tumbuh minimal 2 helai daun. Setelah tahap
pemeliharaan, biji kacang hijau menjalani tahap aklimasi selama 2 hari, yaitu kecambah yang
sudah tumbuh dibiarkan atau tidak diberi perlakuan agar kecambah siap untuk diuji.

a) Uji Pendahuluan
Dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi batas ambang atas dan ambang bawah. Berikut
adalah langkah-langkahnya:
1. Memasukkan air sebanyak 3 ml pada masing-masing wadah yang sudah
dibersihkan.
2. Mencampurkan deterjen dengan konsentrasi berturut-turut 0.1 ml/3ml; 0,3
ml/3ml; 1 ml/3ml; 3 ml/3ml, dan 0 ml/3ml untuk control;
3. Melakukan pengamatan mortalitas tanaman kacang hijau setelah 96 jam.
b) Uji Sesungguhnya
Uji ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi dimana kecambah uji
mati 50% selama jangka waktu 96 jam. Berikut adalah langkah-langkahnya:
1. Menambahkan air bersih pada wadah baru
2. Menambahkan 10 kecambah ditiap wadah plastik
3. Melakukan perhitungan menggunakan rumus untuk mencari konsentrasi
deterjen:

𝐍 𝐚
𝐋𝐨𝐠 = 𝐤 (𝐋𝐨𝐠 )
𝐧 𝐧
𝐚 𝐛 𝐜 𝐝 𝐞
= = = =
𝐧 𝐚 𝐛 𝐜 𝐝

Dimana: N = konsentrasi ambang atas


n = konsentrasi ambang bawah

4. Memasukkan deterjen dengan konsentrasi berturut-turut a ml/3ml; b ml/3ml; c


ml/3ml; d ml/3ml; dan 0 ml/3ml untuk control;
5. Melakukan pengamatan pada kecambah pada jam ke 24, 48, 72 dan 96; dan
6. Melakukan pengamatan mortalitas pada kecambah
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Pra Penelitian
Penelitian dilakukan di kos daerah Tlogosari, Tembalang, data yang diambil berupa
perkembangan dan pertumbuhan kecambah selama 10 hari. Sampel diberi perlakuan sama
dari pemberian air, kapasitas cahaya dan suhu sehingga pertumbuhan dapat merata tetapi
pada kenyataan nya terdapat perbedaan pertumbuhan satu kecambah dengan yang lainnya
karena disebabkan oleh banyak faktor. Dari pengamatan yang diperoleh didapat data sampel
dari variabel bebas dan variabel control sebagai berikut :

Hari Tanggal Kegiatan Pertumbuhan Hasil

1 24 Februari Perendaman 0 Biji mengelupas

Pemindahan Muncul tunas –


2 25 Februari 0
ke kapas tunas

3 26 Februari (1 hari) - 0-3 mm Tunas mendatar

4 27 Februari (2 hari) - 3-7 mm Tunas mendatar

Tunas mulai
5 28 Februari (3 hari) - 7 mm-1 cm
menegak

6 1 Februari (4 hari) - 1 cm- 3 cm Tumbuh meninggi

7 2 Februari (5 hari) - 3 cm- 7 cm Tumbuh meninggi

8 3 Februari (6 hari) - 7 cm- 15 cm Tumbuh meninggi

9 4 Februari (7 hari) - 15 cm- 20 cm Tumbuh meninggi

10 5 Februari (8 hari) - +- 20 cm Tumbuh meninggi


Pada tabel diatas dapat menunjukan peningkatan pertumbuhan dari kecambah yang
relatif sama pada setiap wadah karena kadar air yang diserap, cahaya yang masuk dan faktor
gen yang mempengaruhi.

4.2 Hasil Penelitian


4.2.1 Uji Pendahuluan

Jam Ke -
Prosentase
Konsentrasi
24 48 72 96 (%)

0 ml 0 0 0 0 0
0,1 ml 0 0 0 1 20
0,3ml 0 0 1 1 40
1ml 0 1 1 1 60
3ml 0 1 2 2 100

Dari hasil tes pendahuluan di dapatkan range konsentrasi untuk tes sesungguhnya
adalah 0,3 ml – 3 ml. Dilakukan 5 perlakuan, untuk mendapatkan konsentrasi untuk uji
sesungguhnya melalui perhitungan di bawah ini:

𝑵 𝒂
𝒍𝒐𝒈 = 𝒌 (𝒍𝒐𝒈 )
𝒏 𝒏
Keterangan :
N = Konsentrasi ambang atas
n = Konsentrasi ambang bawah
K = Jumlah konsentrasi yang di uji

𝒂 𝒃 𝒄 𝒅 𝒆 𝑵
= = = = =
𝒏 𝒂 𝒃 𝒄 𝒅 𝒆

3 𝑎
log = 4 (log )
0,3 0,3
𝑎
log 10 = 4 (log )
0,3
𝑎
log 10 = 4 (log )
0,3
1 = 4 (log 𝑎 − log 0,3)
1 = 4 log 𝑎 − log 4 log 0,3
1 = 4 log 𝑎 + 2,09
4 log 𝑎 = 1 − 2,09
4 log 𝑎 = 1 − 2,09
4 log 𝑎 = −1,09
− 1,09
log α =
4
log 𝑎 = −0,2725
𝑎 = 0,53

Setelah diketahui nilai a maka nilai b,c,d,dan e dapat kita cari sesuai perhitungan di bawah ini
𝑎 𝑏
=𝑎
𝑛
0,53 b
= 0,53
0,3

0,3𝑏 = 0,2809
𝑏 = 0,94
𝑏 𝑐
=
𝑎 𝑏
0,94 𝑐
=
0,53 0,94
c = 1,67
𝑐 𝑑
=
𝑏 𝑐
𝑐 𝑑
=
0,94 𝑐

0,94 d = 2,79
d = 2,97
Dari perhitungan di atas maka di dapatkan konsentrasi untuk Uji Sesungguhnya, yaitu:
a = 0,53 ≈ 0,5
b = 0,94 ≈ 0,9
c = 2,79 ≈ 2,7
d = 2,79 ≈ 2,9
4.2.2 Uji Sesungguhnya

Jam Ke - Prosentase
Konsentrasi
24 48 72 96 (%)
0 ml 0 0 0 0 0
0,5 ml 0 0 0 1 20
0,9 ml 0 0 1 1 40
2,7ml 0 1 1 2 60
2,9 ml 1 1 2 1 80

4.2.3 Analisa Probit SPSS

Gambar Input data SPSS


Numbe Number of Observed Expected
r konsentrasi Subjects Responses Responses Residual Probability

PROBIT 1 -.301 5 1 1.019 -.019 .204

2 -.046 5 2 1.940 .060 .388

3 .431 5 4 4.478 -.478 .896

4 .462 5 5 4.570 .430 .914


Confidence Limits

95% Confidence Limits for


95% Confidence Limits for konsentrasi log(konsentrasi)b

Probab Upper
ility Estimate Lower Bound Upper Bound Estimate Lower Bound Bound

PROBITa .010 .298 . . -.525 . .

.020 .354 . . -.451 . .

.030 .395 . . -.403 . .

.040 .429 . . -.367 . .

.050 .459 . . -.338 . .

.060 .486 . . -.314 . .

.070 .510 . . -.292 . .

.080 .534 . . -.273 . .

.090 .556 . . -.255 . .

.100 .577 . . -.239 . .

.150 .674 . . -.172 . .

.200 .762 . . -.118 . .

.250 .846 . . -.072 . .

.300 .931 . . -.031 . .

.350 1.016 . . .007 . .

.400 1.104 . . .043 . .

.450 1.197 . . .078 . .

.500 1.296 . . .113 . .

.550 1.403 . . .147 . .


.600 1.521 . . .182 . .

.650 1.653 . . .218 . .

.700 1.804 . . .256 . .

.750 1.984 . . .297 . .

.800 2.205 . . .343 . .

.850 2.493 . . .397 . .

.900 2.910 . . .464 . .

.910 3.021 . . .480 . .

.920 3.146 . . .498 . .

.930 3.290 . . .517 . .

.940 3.458 . . .539 . .

.950 3.661 . . .564 . .

.960 3.914 . . .593 . .

.970 4.249 . . .628 . .

.980 4.739 . . .676 . .

.990 5.629 . . .750 . .

a. A heterogeneity factor is used.

b. Logarithm base = 10.


Gambar Output Hasil SPSS

Grafik Hasil SPSS

Dari Hasil SPSS di tabel confidence limit (tulisan berwarna hijau) diperoleh hasil LC50-96
jam dari praktikum kelompok kami yaitu pada konsentrasi 1,296 ml.
BAB V
PEMBAHASAN

Praktikum in dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar


pengaruh deterjen terhadap kelansungan hidup tanaman, khususunya tanaman
kecambah atau kacang ijo. Praktikum dilaksanakan pada tanggal 24 Febuari
2018 sampai 7 Maret 2018 di kos salah satu anggota kelompok yang
beralamatkan di Tlogosari. Praktikum ini juga menghitung parameter lain
seperti konsentrasi larutan, volume larutan dan pertumbuhan rata-rata tanaman.
Variabel yang digunakan pada praktikum ini yaitu tanaman kecambah. Variabel
yang digunakan sebanyak 4 variabel terikat dan 1 variabel kontrol dan tiap
variabel terdiri dari 5 biji kecambah. Wadah yang digunakan adalah gelas
plastik bekas dengan volume 3 ml.

Sebelum melakukan proses peracunan tanaman perlu diberi perlakuan


khusus atau aklimisasi selama 7 hari agar tanaman kecambah dapat tumbuh
secara optimal dan minimal telah memiliki 2 daun yang telah tumbuh. Tanaman
kecambah diberi kadar air yang sama yaitu 15 ml air setiap 1 hari sekali sebagai
suplai pertumbuhan tanaman kecambah dan untuk uji pendahuluan tanaman
kecambah diberi kadar air sebanyak 3 ml. Kecambah diberi perlakuan yang
sama antara lain pemberian pencahayaan, volume air, volume wadah, jumlah
benih dan media kapas yang digunakan

Dalam praktikum ini, terdapat beberapa kendala yang pada akhirnya


mengakibatkan hambatan pada percobaan uji sesungguhnya. Dimana terdapat
kondsisi abnormal pada objek penelitian, kondisi tersebut kematian secara
menyeluruh ketika dilakukannya pre-kondisi sebelum uji sesungguhnya.

Faktor yang mempengaruhi tingkat keracunan tanaman salah satunya


adalah jumlah konsentrasi dan volume larutan deterjen yang diberikan kepada
tanaman kecambah. Berdasarkan data yang diperoleh semakin besar
konsentrasi dan volume larutan deterjen diberikan kepada tanaman makam akan
cepat proses keracunan pada tanaman. Terbukti dari data praktikum yang telah
dilaksanankan sebagai berikut:

( KURANG GRAFIK )
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan :
Kesimpulan yang didapatkan dari Praktikum Ekotoksikologi ini adalah :
1. Bahan toksik yang dimasukkan ke dalam tumbuhan pada saat percobaan,
memberikan dampak pada pertumbuhan dan kematian kecambah. Dampak yang
diperlihatkan tergantung dari banyaknya konsentrasi bahan toksik yang
ditambahkan.
2. Konsentrasi maksmimum yang dapat diterima oleh kecambah yaitu 3 ml, karena
pada konsentrasi ini semua tumbuhan kecambah mengalami kematian
3. Ketahanan hidup kecambah bervariasi tergantung penambahan volume dari
deterjen, tetapi pada kondisi 96 jam kebanyakan kecambah mengalami kondisi
kematian dapat dilihat dari tabel

6.2. Saran
Saran yang diberikan untuk Praktikum Ekotoksikologi ini adalah:
1. Sebaiknya bahan toksik yang digunakan lebih bervariasi agar hasil yang didapat
antar kelompok dapat dibandingkan.
2. Sebaiknya mengunakan berbagai jenistumbuhan yang digunakan agar hasil yang
didapat juga dapat dibandingkan jangan hanya tumbuhan kecambah / kacang ijo.
LAMPIRAN

( KURANG DOKUMENTASI )
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai