Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita semua ke jalan kebenaran yang
diridhoi Allah SWT.
Maksud penulis membuat makalah ini adalah untuk dapat lebih memahami
tentang OVERDOSIS yang akan sangat berguna terutama untuk mahasiswa.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak sekali
kekurangannya baik dalam cara penulisan maupun dalam isi.
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis
yang membuat dan umumnya bagi yang membaca makalah ini. Amin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1) Mengetahui Dan Memahami Definisi Dari Overdosis
2) Mengetahui Dan Memahami Etiologi dari Overdosis
3) Mengetahui Dan Memahami Patofisiologi dari Overdosis
4) Mengetahui Dan Memahami Manifestasi Overdosis
5) Mengetahui Dan Memahami Penatalaksanaan dari Klien yang
mengalami Overdosis
6) Mengetahui Dan Memahami Asuhan Keperawatan Pada Klien
Overdosis
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 PENGERTIAN
2. Psikotropika
Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002,
psikotropika adalah zat atau obat, baik sintesis maupun semisintesis
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental
dan perilaku. Zat yang tergolong dalam psikotropika (Hawari, 2006)
adalah: stimulansia yang membuat pusat syaraf menjadi sangat
aktif karena merangsang syaraf simpatis. Termasuk dalam golongan
stimulan adalah amphetamine, ektasy (metamfetamin), dan
fenfluramin. Amphetamine sering disebut dengan speed, shabu-shabu,
whiz, dan sulph. Golongan stimulan lainnya adalah halusinogen yang
dapat mengubah perasaan dan pikiran sehingga perasaan dapat
terganggu. Sedative dan hipnotika seperti barbiturat dan
benzodiazepine merupakan golongan stimulan yang dapat
mengakibatkan rusaknya daya ingat dan kesadaran, ketergantungan
secara fisik dan psikologis bila digunakan dalam waktu lama.
Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam
bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan
kesehatan lingkungan hidup secara langsung dan tidak langsung yang
mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan
iritasi. Bahan- bahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan
termasuk ke dalam narkotika dan psikoropika, tetapi mempunyai
pengaruh dan efek merusak fisik seseorang jika disalahgunakan
(Wresniwiro dkk. 1999). Adapun yang termasuk zat adiktif ini
antara lain: minuman keras (minuman beralkohol) yang meliputi
minuman keras golongan A (kadar ethanol 1% sampai 5%) seperti bir,
green sand; minuman keras golongan B (kadar ethanol lebih dari 5%
sampai 20%) seperti anggur malaga; dan minuman keras golongan C
(kadar ethanol lebih dari 20% sampai 55%) seperti brandy, wine,
whisky. Zat dalam alkohol dapat mengganggu aktivitas sehari-hari bila
kadarnya dalam darah mencapai 0,5% dan hampir semua akan
mengalami gangguan koordinasi bila kadarnya dalam darah 0,10%
(Marviana dkk. 2000). Zat adiktif lainnya adalah nikotin, votaile, dan
solvent/inhalasia.
b. Jenis-jenis kegawatdaruratan NAPZA
Berikut ini adalah jenis-jenis kegawatdaruratan NAPZA :Yang
dimaksud dengan intoksikasi (Over Dosis) adalah kondisi fisik dan
prilaku abnormal akibat penggunaan zat yang dosisnya melebihi batas
toleransi tubuh.
1. Intoksikasi/Over Dosis
a. Intoksokasi Opioida
Intoksikasi opioida ditunjukkan dengan adanya tanda dan gejala
penurunan kesadaran, (stupor sampai koma), pupil pinpoint (dilatasi pupil
karena anoksia akibat overdosis), pernapasan kurang dari 12x/menit
sampai henti napas, ada riwayat pemakaian opioida (needle track sign),
bicara cadel, dan gangguan atensi atau daya ingat. Perilaku mal adaptif
atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis misalnya euforia
awal yang diikuti oleh apatis, disforia, agitasi atau retardasi psikomotor
atau gangguan fungsi sosial dan fungsi pekerjaan selama atau segera
setelah pemakaian opioid.
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia
dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang
menggunakannya.
2. Ketergantungan NAPZA (Withdrawl/ Sindrome Putus Zat)
Ketergantungan atau yang disebut dengan withdrawl adalah suatu
kondisi cukup berat yang ditandai dengan adanya ketergantungan fisik yaitu
toleransi dan sindrome putus zat.
Sindroma putus zat adalah suatu kondisi dimana orang yang biasa
menggunakan secara rutin, pada dosis tertentu berhenti menggunakan atau
menurunkan jumlah zat yang biasa digunakan, sehingga menimbulkan gejala
pemutusan zat.
2. IFO (Insektida fosfat organik)
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa
kimia dalamtubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang
menggunakannya.Istilah peptisida pada umumnya dipakai untuk semua
bahan yang dipakaimanusia untuk membasmi hama yang merugikan
manusia.Termasuk peptisida iniadalah insektisida. Ada 2 macam
insektisida yang paling benyak digunakan dalampertanian :
Insektisida hidrokarbon khlorin ( IHK=Chlorinated Hydrocarbon )
Insektida fosfat organik ( IFO =Organo Phosphatase insectisida )
Yang paling sering digunakan adalah IFO yang pemakaiannya terus
menerusmeningkat. Sifat dari IFO adalah insektisida poten yang paling
banyak digunakandalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Salah
satu derivatnya adalah Tabundan Sarin. Bahan ini dapat menembusi kulit
yang normal (intact) juga dapaat diserapdiparu dan saluran
makanan,namun tidak berakumulasi dalam jaringan tubuh sepertigolongan
IHK.Macam-macam IFO adalah malathion (Tolly) Paraathion, diazinon,
Basudin,Paraoxon dan lain-lain. IFO ada 2 macam adalah IFO Murni dan
golongancarbamate.Salah satu contoh golongan carbamate adalah baygon.
2.2 Etiologi
OD ( overdosis) atau kelebihan dosis terjadi karena beberapa hal:
1) Mengkonsumsi lebih dari satu jenis narkoba misalnya mengkonsumsi
putaw hamper bersamaan dengan alcohol atau obat tidur seperti valium,
megadom/ BK, dll.
2) Mengkonsumsi obat lebih dari ambang batas kemampuannya,
misalnya jika seseorang memakai narkoba walaupun hanya seminggu,
tetapi apabilah dia memakai lagi dengan takaran yang sama seperti
biasanya kemungkinan besar terjadi OD.
3) Kualitas barang dikonsumsi berbeda.
2.4 Patofisiologi
IFO(Organo Phosphatase insectisida) bekerja dengan cara
menghambat (inaktivasi) enzim asetikolinesterase tubuh (KhE).Dalam
keadaan normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis
arakhnoid(AKH) dengan jalan mengikat Akh –KhE yang bersifat
inaktif.Bila konsentrasi racun lebih tinggi dengan ikatan IFO- KhE lebih
banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh ditempat-tempat
tertentu, sehingga timbul gejala gejala rangsangan Akh
yang berlebihan,yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik dan
SSP (menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP ) Pada keracunan
IFO,Ikatan IFO – KhE bersifat menetap (ireversibel),sedangkan
keracunan carbamate ikatan ini bersifat sementara (reversible).
Secara farmakologis efek Akh dapat dibagi 3 golongan :
1. Muskarini,terutama pada saluran pencernaan,kelenjar ludah dan
keringat,pupil,bronkus dan jantung.
2. Nikotinik,terutama pada otot-otot skeletal,bola mata,lidah,kelopak mata
dan otot pernafasan.
3. SSP, menimbulkan nyeri kepala,perubahan emosi,kejang-
kejang(Konvulsi) sampai koma.
Overdosis atau keracunan NAPZA adalah pada sistem saraf pusat
adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi
akan memperberat syok,asidemia,dan hipoksia (Brunner and Suddarth,
2010).
2.5 Manifestasi klinis
Umumnya manifestasi klinis yang timbul pada klien yang mengalami
overdosis :
1. Kelainan visus
2. Hiperaktifitas kelenjar ludah
3. Keringat
4. Gangguan saluran pencernaan
5. Kesukaran bernafas.
Gejala ringan meliputi :
1. Anoreksia
2. Nyeri kepala
3. Rasa lemah
4. Rasa takut
5. Tremor pada lidah, kelopak mata
6. Pupil miosis.
1. Penatalaksanaan Kegawatandauratan
Berhubungan dengan intoksikasi dapat mengancam nyawa, maka
walaupun tidak dijumpai adanya kegawatan maka setiap kasus
intoksikasi harus diperlakukan seperti pada keadaan kegawatan yang
mengancam nyawa.Penilaian terhadap tanda vital seperti tanda jalan
napas, pernapasan sirkulasi dan penurunan kesadaran harus dilakukan
secara cepat dan seksama sehingga tindakan resusitasi tidak terlambat
dimulai.Berikut ini adalah urutan resusitasi seperti yang umumnya
dilakukan.
A = Airway Support
Factor utama yang membuat klien tidak sadar adalah adanya sumbatan di
jalan napas klien, seperti lidah, makanan ataupun benda asing lainnya.
Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan napas pada klien
tidak sadar karena pada kondisi tidak sadar itulah lidah klien akan
kehilangan ototnya sehingga akan terjatuh kebelakang rongga mulut. Hal
ini mengakibatkan tertutupnya trachea sebagai jalan napas.Sebelum
diberikan bantuan pernapasan, jalan napas korban harus terbuka.
Tekhnik yang dapat dilakukan penolong adalah cross-finger (silang jari),
yaitu memasukkan jari telunjuk dan jempol menyentuh gigi atau rahang
klien.Kemudian tanpa menggerakkan pergelangan tangan, silangkan
kedua jari tersebut denagn geraakan saling mendorong sehingga rahang
atas dan rahang bawah terbuka.periksa adanya benda yang menyumbat
atau berpotensi menyumbat.Jika terdapat sumbatan, bersihkan dengan
teknik finger-sweep (sapuan jari) dengan menggunakan jari telunjuk yang
terbungkus kassa (jika ada).
Adadua maneuver yang lazim digunakan untuk membuka jalan napas,
yaitu head tilt / chin lift dan jaw trust.
Head tilt atau chin lift: Teknik ini hanya dapat digunakan pada klien
pengguna NAPZA tanpa cedera kepala, leher, dan tulang belakang.
Tahap-tahap untuk melakukan teknik ini adalah :
1. Letakkan tangan pada dahi klien (gunakan tangan yang paling
dekat denga dahi korban).
2. Pelan-pelan tengadahkan kepala kliendengan mendorong dahi
kearah belakang.
3. Letakkan ujung-ujung jari tangan yang satunya pada bagian
tulang dari dagu korban.
4. Angkat dagu bersamaan dengan menengadahkan kepala. Jangan
sampai mulut klien tertutup.
5. Pertahankan posisi ini.
Jaw trust : Teknik ini dapat digunakan selain teknik diatas. Walaupun
teknik ini menguras tenaga, namaun merupakan yang paling sesuai
untuk klien pengguna NAPZA denag cedera tulang belakang. Tahap-
tahap untuk melakukan teknik ini adalah :
1. Berlutut diatas kepala korban. Letakkan siku pada lantai di kedua
sisi kepala korban. Letakkan tangan dikedua sisikepalakorban.
2. Cengkeram rahang bawah korbsn pada kedua sisinya. Jika korban
anak-anak, gunakan dua atau tiga jari dan letakkanpada sudut
rahang.
3. Gunakan gerakan mengangkat untuk mendorong rahang bawah
korban keatas. Hal ini menarik lidah menjauhi tenggorokan.
4. Tetap pertahankan mulut korban sedikit terbuka. Jika perlu, tarik
bibir bagian bawah denagn kedua ibu jari.
B = Breathing Support
C = Circulation Support
A. Pengkajian
Pengkajian primer
Pengkajian difokusakan pada masalah yang mendesak seperti jalan nafas
dan sirkulasi yang mengancam jiwa,adanya gangguan asam basa,keadaan status
jantung,status kesadran.
AIRWAY
Jalan nafas adalah yang pertama kali harus dinilai untuk mengkaji
kelancaran nafas. Keberhasilan jalan nafas merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi proses ventilasi (pertukaran gas antara atmosfer dengan paru-paru.
Jalan nafas seringkali mengalami obstruksi akibat benda asing, serpihan tulang
akibat fraktur pada wajah, akumulasi sekret dan jatuhnya lidah ke belakang.
Selama memeriksa jalan nafas harus melakukan kontrol servikal,
barangkali terjadi trauma pada leher. Oleh karena itu langkah awal untuk
membebaskan jalan nafas adalah dengan melakukan manuver head tilt dan chin
lift seperti pada gambar di bawah ini :
Pengkajian sekunder
a. IDENTITAS KLIEN
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan
klien tentang: nama klien, panggilan klien, jenis kelamin (pria > wanita),
usia (biasanya pada usia produktif), pendidikan (segala jenis/ tingkat
pendidikan beresiko menggunakan NAPZA), pekerjaan (tingkat
keseriusan/ tuntutan dalam pekerjaannya dapat menimbulkan masalah),
status (belum menikah, menikah atau bercerai), kemudian nama perawat,
tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan.
1. ALASAN MASUK
Biasanya karena timbul gejala-gejala penyalahgunaan NAPZA
(fsikososial) atau mungkin klien mengatakan tidak tahu, karena yang
membawanya ke RS adalah keluarganya. Alasan masuk tanyakan kepada
klien dan keluarga.
2. Faktor Predisposisi
Kaji hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku klien menjadi
pecandu/ pengguna NAPZA, baik dari pasien maupun keluarga.
3. Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ akibat gejala
yang biasa timbul dari jenis NAPZA yang digunakan seperti tanda-tanda
vital, berat badan,dll.
4. Psikososial
A. Genogram
a. Buatlah genogram minimal tiga gcncrasi yang dapat menggambarkan
hubungan klien dan keluarga.
B. Konsep diri
a Gambaran diri : Klien mungkin merasa tubuhnya baik-baik saja
b. Identitas : Klien mungkin kurang puas terhadap dirinya sendiri
c. Peran : Klien merupakan anak pertama dari dua bersaudara
d. Ideal diri : Klien menginginkan keluarga dan orang lain
menghargainya
e. Harga diri : Kurangnya penghargaan keluarga terhadap perannya
C. Hubungan sosial
Klien penyalahgunaan NAPZA biasanya menarik diri dari aktivitas
keluarga maupun masyarakat. Klien sering menyendiri, menghindari
kontak mata langsung, sering berbohong dan lain sebagainya.
D. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Menurut masyarakat, NAPZA tidak baik untuk
kesehatan.
b. Kegiatan ibadah : Tidak menjalankan ibadah selama menggunakan
NAPZA.
5. Status Mental
1. Penampilan.
Penampilan tidak rapi, tidak sesuai dan cara berpakaian tidak
seperti biasanya dijelaskan.
2. Pembicaraan
a. Amati pembicaraan yang ditemukan pada klien, apakah cepat, keras,
gagap, membisu, apatis dan atau lambat
b. Biasanya klien menghindari kontak mata langsung, berbohog atau
memanipulasi keadaa, bengong/linglung.
3. Aktivitas motorik
Klien biasanya menunjukkan keadaan lesu, tegang, gelisah, agitasi,
Tik, grimasen, termor dan atau komfulsif akibat penggunaan atau
tidak menggunakan NAPZA
4. Alam perasaan.
Klien bisa menunjukkan ekspresi gembira berlebihan pada saat
mengkonsumsi jenis psikotropika atau mungkin gelisah pada
pecandu shabu.
5. Afek
Pada umumnya, afek yang muncul adalah emosi yang tidak
terkendai. Afek datar muncul pada pecandu morfin karena
mengalami penurunan kesadaran.
6. lnteraksi selama wawancara
Secara umum, sering menghindari kontak mata dan mudah
tersingung. Pecandu amfetamin menunjukkan perasaan curiga.
7. Persepsi.
Pada pecandu ganja dapat mengalami halusinasi pengelihatan
8. Proses pikir
Klien pecandu ganja mungkin akan banyak bicara dan tertawa
sehingga menunjukkan tangensial. Beberapa NAPZA
menimbulkan penurunan kesadaran, sehingga klien mungkin
kehilangan asosiasi dalam berkomunikasi dan berpikir.
9. lsi pikir
B. Diagnosa Keperawatan
4.1 Kesimpulan
OD (Over Dosis) adalah mengkonsumsi obat berlebihan. OD sering
disangkutan dengan terjadinya bila heroin digunakan bersama alkohol, obat tidur
misalnya golongan barbiturat (luminal) atau penenang (valium, xanax,
mogadon/BK dan lain-lain). Jangan mengonsumsi heroin bersama alkohol atau
obat tersebut dengan gejala klinis penurunan kesadaran, frekuensi pernapasan
kurang dari 12 kali/menit, pupil miosis, adanya riwayat pemakaian obat-obat
terlarang. kombinasi dosis tinggi benzodiazepine untuk terjadinya OD
adalah dengan alkohol , barbiturat , opioid sangat berbahaya, dan dapat
mengakibatkan komplikasi berat seperti koma atau kematian. Overdosis obat ini
dapat menyebabkan kerusakan hati dengan gejala yang termasuk kehilangan nafsu
makan, mual, kelelahan, dan muntah, pucat, dan berkeringat. Tahap berikutnya
menunjukkan gejala kegagalan hati dan termasuk sakit perut dan nyeri tekan,
pembengkakan hati, dan tes darah abnormal untuk enzim hati. Pada tahap terakhir
dari keracunan, kemajuan gagal hati dan pasien menjadi kuning, dengan
menguningnya kulit dan putih mata. Mereka juga mungkin mengalami gagal
ginjal, gangguan perdarahan, dan ensefalopati (pembengkakan otak).
Daftar Pustaka
http://www.scribd.com/doc/238210589/Askep-Overdosis-Jadi
http://id.wikipedia.org/wiki/Overdosis
http://health.detik.com/read/2012/10/04/130910/2054473/1407/pertolongan-
pertama-pada-overdosis-penyalahgunaan-obat
http://health.detik.com/read/2012/10/04/130910/2054473/1407/pertolongan-
pertama-pada-overdosis-penyalahgunaan-obat