REFERAT
Mei 2018
DISUSUN OLEH:
Fathimah Azzahrah Hamid C111 13 354
Dea Sabrina Faizah C111 13 357
Nur Arnillah C111 13 359
SUPERVISOR:
Dr. dr. Berty Nelwan, M.Kes, DFM, Sp.PA, Sp.F.
PEMBIMBING:
dr. Olfi Susan Tumbol
Mengetahui,
SUPERVISOR PEMBIMBING
Dr. dr. Berty Nelwan, M.Kes, DFM, Sp.PA, Sp.F. dr. Olfi Susan Tumbol
ii
DAFTAR ISI
SKDI …………………………………………………………………….. v
I. PENDAHULUAN …………………………………………………... 1
A. DEFINISI ………………………………………………………. 2
B. EPIDEMIOLOGI …………………………………………….... 2
DAFTAR PUSTAKA
iii
KERANGKA KONSEP
Ledakan
High-order Low-order
Explosive (HE) Explosive (LE)
Trauma
Manajemen
iv
SKDI
v
KETERANGAN DISCLAIMER
Referat ini kami buat dengan mengambil dan menambahkan pembahasan dari
referat :
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Peristiwa ledakan telah menjadi salah satu pusat perhatian hingga saat ini.
Ledakan pada awalnya digunakan hanya ada dalam kejadian perang. Namun
kejadian ledakan mengalami peningkatan dalam dekade terakhir terutama
dikarenakan serangan teroris dan kini sudah menjadi pandemi dengan
meningkatnya tindakan yang terjadi secara sporadis.[1, 2]
Beberapa kejadian
terorisme sudah terjadi sejak lama seperti di Pakistan pada tahun 1989. Sedangkan
data yang tercatat menyebutkan dari tahun 2002-2008 terdapat 141 pelaku bom
bunuh diri dan 100 bom menggunakan perangkat kontrol yang diletakkan pada
mobil dan truk yang terjadi di Pakistan.[2] Disamping itu terdapat bom di Oklahoma
City pada tahun 1995, bom kereta di Madrid, Spanyol pada tahun 2004, bom di
gedung WTC di New York pada 11 September 2001, serta bom di kereta bawah
tanah di London pada tahun 2005.[3]
1
BAB II
ISI
A. DEFINISI
Seseorang yang terkena efek dari ledakan dapat mengalami luka atau
serangkaian trauma fisik yang disebabkan oleh ledakan baik secara langsung
maupun tidak langsung.[4] Trauma fisik tersebut melibatkan berbagai organ maupun
sistem organ, seperti kulit, paru-paru, pendengaran, perut, sistem saraf, dan
sebagainya yang akan dibahas pada bagian selanjutnya. [1]
B. EPIDEMIOLOGI
2
Adapun di Amerika, dalam analisis kejadian selama 20 tahun, didapatkan
36.110 kejadian pengeboman, 5.931 korban yang mengalami trauma akibat
pengeboman, dan 699 kematian akibat pengeboman. Di pemukiman penduduk,
ledakan bom dapat menyebabkan korban luka sebanyak 31,5% dan korban
meninggal sebanyak 35,5%. Sedangkan pada daerah komersil, pengeboman dapat
menelan korban sebanyak 29,3% luka dan 10,6% korban meninggal.[8]
Secara umum ledakan merupakan reaksi yang berlangsung sangat cepat dan
berlangsung dalam waktu sangat singkat. Reaksi peledakan ini biasanya
berlangsung dengan adanya katalis. Katalis inilah yang menyebabkan suatu reaksi
kimia berlangsung dengan cepat. Katalis adalah suatu zat yang dapat meningkatkan
kecepatan reaksi tanpa memodifikasi perubahan energi gibbs standar dari suatu
reaksi.[10]
Platina merupakan salah satu contoh katalis yang digunakan untuk
mempercepat terjadinya reaksi antara hidrogen dan oksigen dalam fase gas. Reaksi
ini dapat menyebabkan ledakan.[10]
Dari beberapa literatur, diketahui bahwa katalis dapat menghasilkan atom
hidrogen dari molekul hidrogen dan atom ini akan menyebabkan terjadinya reaksi
rantai yang sangat cepat. Di samping katalis, reaksi peledakan juga bisa terjadi jika
ada nyala api, seperti nyala dari korek api, dan sebagainya. Nyala api ini dapat
menjadi pemicu terbentuknya radikal bebas. Dalam suatu mekanisme reaksi,
radikal bebas ini dapat menyebabkan reaksi bercabang yang menghasilkan lebih
dari satu radikal. Jika reaksi radikal ini terjadi dalam jumlah yang banyak, maka
3
jumlah radikal bebas dalam suatu reaksi akan meningkat. Akhirnya reaksi akan
berlangsung sangat cepat dan akan dibebaskan energi yang sangat besar.
Selanjutnya terjadilah ledakan.[10]
Ledakan dapat diklasifikasikan menjadi ledakan tingkat tinggi (High-order
Explosive atau HE) dan ledakan tingkat rendah (Low-order Explosive atau LE). HE
dan LE menyebabkan pola luka yang berbeda.[5]
a. High Explosives
Bahan peledak berkekuatan tinggi (high explosives) berasal dari zat kimia
yang dapat memiliki laju reaksi yang sangat tinggi. Reaksi ini sering disebut sebuah
reaksi ledakan. Contoh bahan peledak berkekuatan tinggi termasuk nitrogliserin,
dinamit, C-4, asam pikrat, Semtex, ammonium nitrate fuel oil mixture (ANFO),
TNT, PETN and TATP (triacetone triperoxide non-nitrate high explosive).[5]
Ketika dipicu dengan detonator, maka zat kimia ini berubah seketika
menjadi gas dengan tekanan dan suhu yang sangat tinggi. Gas yang bertekanan
tinggi ini, seketika berkembang dari volume normalnya dan menimbulkan sebuah
pressure wave - disebut "blast wave" yang bergerak keluar ke segala arah. Hasilnya
adalah sebuah gelombang angin yang cepat dan dapat menghancurkan lingkungan
di sekitarnya.[11]
High explosives dapat dikategorikan sebagai high explosives primer dan
sekunder. high explosives primer adalah bahan peledak sangat sensitif, dapat
diledakkan sangat mudah dan umumnya hanya menggunakan detonator listrik. high
explosives sekunder kurang sensitif, memerlukan goncangan kuat sebagai
detonatornya dan umumnya lebih aman untuk digenggam. [11]
Blast wave mengacu pada intensitas kenaikan tekanan - sering disebut "over
pressure" yang hal ini hanya pada ledakan dari high explosives. Terjadi kenaikan
tekanan pada udara ambient secara tiba-tiba, kemudian terjadi penurunan tekanan
secara ekponensial dan mungkin pula disertai penurunan tekanan barometer dalam
periode yang singkat setelah overpressure. Tekanan maksimum dan durasi awal
dari fase positif dari blast wave tergantung pada besar ledakan dan jarak dari pusat
ledakan. Di udara, tekanan maksimum sebanding dengan akar pangkat tiga dari
4
berat bahan peledak dan merupakan kebalikan pangkat tiga dari jarak ledakan. Hal
ini juga tergantung pada jenis bahan peledak yang digunakan. [11]
Blast wave mempunyai energi yang dapat melempar objek atau tubuh ke
jalan. Tingkat kerusakan akibat pressure wave tergantung pada:
Puncak dari fase awal tekanan positif pressure wave
Overpressure dari 60-80 PSI dianggap berpotensi mematikan
Durasi overpressure
Medium yang akan diledakkan
Jarak dari insiden blast wave
Area ledakan[11]
Blast wave memiliki tiga komponen, yaitu:
1. Adanya peningkatan yang cepat dari tekanan dalam gelombang. Kenaikan
ini merupakan faktor yang paling penting dalam patologi cedera ledakan
primer.
2. Terjadi penurunan tekanan atmosfer secara eksponensial.
3. Setelah terjadi penurunan tekanan di bawah tekanan udara lingkungan yang
agak lama kemudian kembali lagi ke tekanan atmosfer awal. [11]
5
Peningkatan tekanan yang tiba-tiba dapat menghancurkan benda-benda
disekitarnya - disebut "shock wave." Efek ini disebut brisance dan bervariasi dari
masing-masing bahan peledak high explosives. Ketika terbentuk kawah akibat
ledakan, maka shock wave ini akan menghancurkan benda-benda di sekitar ledakan.
Karena tekanan ledakan yang terus membesar, maka pressure wave berubah lebih
dahsyat menjadi acoustic wave. Gelombang dahsyat ini akan menjadi lebih besar
lagi kemudian merusak tubuh secara simultan, kerusakan jaringan bergantung pada
besarnya puncak tekanan dan durasi gaya yang diberikan. [11]
Sebuah pressure wave akan menyebabkan cedera ringan jika korban berada
di tempat terbuka, dapat pula menyebabkan kematian jika korban berada dalam
tempat tertutup atau berada di dekat permukaan yang dapat memantulkan pressure
wave seperti dinding padat atau gedung. [11]
Blast wind terjadi akibat bergeraknya udara dan gas-gas lainnya dalam
volume besar secara cepat dari lokasi ledakan. Hal ini dapat dihasilkan oleh peledak
high explosive maupun low explosive. Beberapa bahan peledak diproduksi untuk
menghasilkan blast wave yang relatif rendah tetapi menghasilkan gas dalam jumlah
besar. Bahan peledak ini menghasilkan blast wind yang berkelanjutan dengan
ledakan yang minimal. Bahan peledak ini biasanya digunakan dalam proyek-proyek
pertambangan dan pembongkaran. [11]
b. Low explosives
Bahan peledak berkekuatan rendah dirancang untuk menciptakan kebakaran
kemudian melepaskan energi yang rendah. Bahan peledak ini sering disebut
propelan, karena penggunaan yang paling umum hanya untuk mendorong proyektil
keluar dari laras senapan. Pada prinsipnya militer menggunakan ini sebagai sumbu
dan pemicu. Tipe bahan peledak ini termasuk bom pipa, mesiu, black powder, dan
petroleum (bom berbahan dasar minyak) seperti bom molotov atau bom pesawat.
Bahan peledak ini tidak membentuk shock wave, dan tidak memiliki efek
brisance.[11]
Cara kerjanya cepat, efek pembakaran yang timbul disebut deflagration.
Pembakaran ini berlangsung sangat lambat sehingga ketika ledakan ini terjadi di
tempat terbuka, maka udara di sekitar api dapat membantu agar api bisa tetap
6
menyala dan nyala api tidak akan megalami gangguan yang berarti. Jika ledakan ini
berada di ruang tertutup, kecepatan reaksi meningkat tajam, tetapi efek tidak seperti
reaksi pada ledakan high explosive. Pada ledakan ini efek mendorong lebih besar
daripada efek untuk menghancurkan (blast wind tanpa disertai blast wave).[11]
Ledakan dari low explosives hanya mempunyai efek gelombang tekanan
tinggi dan cedera yang terjadi berasal dari fragmen bom, blast wind dari pemuaian
udara, dan cedera termal dari panas ledakan. Jelas, secara klinis mungkin untuk
mengatakan apakah luka terjadi karena fragmen dari bahan peledak berkekuatan
tinggi atau bahan peledak berkekuatan rendah. Demikian juga, jika korban ledakan
terhempas oleh angin dan mengenai objek, maka hal-hal kecil itulah yang harus
diketahui pasien atau dokter bahwa apakah ledakan ini berasal ledakan high
explosives atau deflagration dari ledakan low explosives.[11]
Sebuah bom dapat menyebabkan kerusakan dalam beberapa cara berbeda,
tergantung pada titik di mana ledakan itu. Terdapat 5 efek jika terjadi ledakan yaitu
blast wave, shock wave, fragmentasi, panas dan blast wind.[12]
1. Blast wave: Ketika bom meledak, daerah sekitar ledakan mengalami
overpressurized, akibatnya terjadi kompresi partikel udara yang sangat
padat yang berjalan lebih cepat dari kecepatan suara. Gelombang ini akan
menghilang seiring waktu dan jarak tempuh gelombang dan persitiwa ini
terjadi hanya dalam hitungan milidetik. Gelombang inilah yang
berimplikasi menyebabkan kerusakan paling besar. Jika gelombang ini
mengenai struktur bangunan atau orang, maka akan mengalami dua
peristiwa. Pertama, orang tersebut akan merasakan gaya dorong yang kuat
dari ledakan, dan kedua terjadi getaran akibat shockwave. Hal ini yang
menyebabkan kerusakan struktur atau badan.
2. Shockwaves: Setelah blast wave menghantam struktur dan permukaan
tubuh, selanjutnya shock wave atau stress waves terus akan melewati tubuh,
menembus jaringan dan organ di dalam tubuh. Shock wave membawa energi
melalui media yang dilewatinya; secara supersonik dan membawa lebih
banyak energi melebihi dari gelombang suara. Saat ini, tidak ada cara efektif
untuk mencegah gelombang shock wave melewati pakaian pelindung, dan
7
dalam beberapa kasus upaya pemakaian pakaian pelindung justru dapat
memperkuat efek destruktif.
3. Fragmen (pecahan): Ketika bom meledak, pembungkus bom sering di isi
dengan bahan-bahan lain (paku, sekrup atau barang lain yang termasuk
dalam bom), yang jika meledak akan melemparkan isinya ke segala arah.
Ketika fragmen dari bom menghantam bangunan, beton, batu, kaca dan
bahkan orang-orang, selanjutnya akan timbul fragmen sekunder hasil dari
peristiwa yang pertama. Fragmen ini yang justru menyebabkan kerusakan
paling parah.
4. Api dan panas: Ledakan juga dapat menciptakan bola api dan suhu tinggi,
yang akan mengakibatkan luka bakar pada tubuh manusia atau bahkan
menyebabkan kebakaran atau ledakan sekunder, tergantung apakah ada
sumber bahan bakar lain atau bahan yang mudah terbakar yang terletak di
dekat ledakan.
5. Blast wind: pada titik ledakan, udara hampa akan bergerak keluar akibat
ledakan. Udara hampa ini akan segera terisi oleh atmosfer udara di
sekitarnya. Hal ini menciptakan efek hisap yang sangat kuat terhadap setiap
orang atau struktur di dekatnya setelah efek dorongan ledakan tersebut
menghilang. Pada peristiwa ini intensitas kecepatan angin akan tinggi dan
menyebabkan fragmen misalnya kaca dan puing-puing akan ditarik kembali
ke sumber ledakan.[12]
Terdapat beberapa hal yang memengaruhi besar efek yang ditimbulkan oleh
sebuah ledakan, di antaranya yaitu material atau bahan peledak yang digunakan,
jarak antara korban dan sumber ledakan, lingkungan di sekitar ledakan, pelindung
yang digunakan korban, dan lokasi ledakan.[5,13] Ketika berada didalam ruangan
tertutup atau yang dibatasi oleh gedung tertentu maka memiliki dampak 2-3 kali
lebih besar daripada di ruangan terbuka. Pada keadaan normal dan ideal gelombang
ledakan dikatakan merupakan gelombang Friedlander. Namun pada kenyataannya
pada kejadian di ruangan terutup menyebabkan gelombang berinteraksi dengan
8
lingkungan sekitarnya sehingga terjadi refleksi sehingga menimbulkan gelombang
kompleks, sedangkan pada ruangan terbuka terbentuk gelombang sederhana.[13]
9
Secara umum kategori dari setiap tingkat trauma akibat ledakan dapat
dilihat pada tabel di bawah.
Tabel 1: Klasifikasi Trauma Ledakan[5]
Bagian tubuh
Kategori Karakteristik Tipe dari luka
yang terkena
10
E. TIPE LUKA AKIBAT TRAUMA TUMPUL
Pada tulisan ini akan dibahas mengenai tanda makroskopis dan mekanisme
penyebabnya. Luka akibat trauma tumpul meliputi abrasi, kontusio, laserasi,
fraktur, kompresi dan perdarahan.[14]
a. Abrasi
Abrasi adalah pengelupasan kulit. Dapat terjadi superfisial jika hanya
epidermis saja yang terkena, lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis) atau lebih
dalam lagi sampai ke jaringan lunak bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam
dari lapisan epidermis, pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan
[14]
Pada pemeriksaan luka, yang dinilai adalah pola dari abrasi, arah dari
pengelupasan, dan perkiraan usia luka. Pola dari abrasi dapat digunakan untuk
menentukan bentuk dari benda yang mengenainya. Sementara itu, arah
pengelupasan mengindikasikan arah pergerakan tubuh terhadap permukaan benda
atau sebaliknya, yang dapat dinilai dari arah di mana epidermis bergulung. Waktu
terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang. Perkiraan kasar usia luka
dapat ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang digunakan untuk menentukan
usia luka adalah saat ini (beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam sampai
sehari sebelum), beberapa hari lalu, lebih dari beberapa hari lalu. [14]
11
Gambar 3: Abrasi dengan ekstensi ke dalam jaringan subkutan [14]
b. Kontusio
Kontusio adalah efek yang terjadi pada jaringan akibat dari suatu
benturan atau penekanan dan biasanya ditandai oleh adanya ekstravasasi darah
tanpa melibatkan gangguan pada kontinuitas jaringan. Penekanan ini menyebabkan
kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat menimbulkan perdarahan pada
jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya. [14]
Ukuran memar yang muncul ditentukan oleh daerah anatomi yang terkena
oleh gaya mekanik. Pada area-area tubuh di mana jaringan subkutan dan otot
langsung melekat ke tulang, seperti kepala, dada, dan permukaan anterior dari lutut,
betis, kaki, dan permukaan posterior tangan, memar akan tampak lebih jelas.
Sebaliknya, pada area seperti abdomen, bokong, dan aspek posterior dari paha,
memar yang muncul tidak memberikan gambaran yang sesuai dengan besarnya
gaya. Memar akan jauh lebih mudah terjadi pada jaringan pada daerah orbita dan
infraorbita karena kurangnya kepadatan jaringan lunak. Namun, perdarahan
subkutan pada kelopak mata dan/atau regio infraorbita belum tentu merupakan
bukti adanya gaya tumpul ke area tersebut. Ekstravasasi darah pada jaringan
tersebut dapat disebabkan oleh trauma tumpul pada dahi atau fossa anterior basis
tengkorak [14]
12
Perubahan warna pada kontusio berhubungan dengan waktu lamanya luka,
namun waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena.
Namun, perubahan warna tidak konstan. Urutan yang biasa adalah dari warna
merah gelap, melalui biru, biru-ungu, coklat, kuning dan hijau kekuningan. [14]
Semua organ dapat mengalami kontusio. Kontusio pada tiap organ memiliki
karakteristik yang berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak jika terjadi
kontusio dapat menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan kematian. Kontusio pada
otak dapat menyebabkan pembengkakan pada otak sehingga dapat terjadi herniasi.
sementara kontusio pada batang otak dapat menyebabkan kematian mendadak
akibat kegagalan aktivitas kardiak dan/ atau respirasi. Jantung juga sangat rentan
jika terjadi kontusio. Kontusio pada jantung dapat menyebabkan gannguan pada
irama jantung atau henti jantung.[14]
Gambar 4: Kontusio sekitar 4 hari menunjukkan warna ungu, coklat dan kuning[14]
c. Laserasi
Sebuah laserasi biasanya merupakan hasil dari peregangan yang kuat.
Laserasi dapat terjadi secara eksternal atau internal. Laserasi internal tidak
berhubungan dengan permukaan kulit. Contohnya suatu laserasi permukaan
13
diafragma hati atau permukaan pleura visceral paru-paru. Laserasi yang khas adalah
biasanya yang melibatkan kulit dan jaringan ikat. Hal ini tidak selalunya disebabkan
oleh benda tajam yang menghancurkan kulit dan jaringan lunak. Laserasi
disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam
sehingga merobek dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit.[14]
Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan
dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi
luka yang ireguler, kasar dan abrasi membedakan laserasi dengan luka oleh benda
tajam seperti pisau. Tepi dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya
kekerasan. Tepi yang paling rusak dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah
awal kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat kontusio juga menunjukkan arah awal
kekerasan.[14]
Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab
kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan, regangan jaringan yang
berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi
karena palu tidak harus berbentuk permukaan palu atau laserasi yang berbentuk
semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi yang sudutnya berbeda
dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan “swallow tails”. Beberapa benda
dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip.[14]
Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak
seperti luka atau kontusio. Pembagiannya adalah sangat segera, beberapa hari, dan
lebih dari beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan dengan
yang terjadi saat korban hidup yaitu tidak adanya perdarahan.[14]
14
Gambar 5: Laserasi irreguler pada punggung tangan kanan dengan bercak
kontusio pada pinggirnya.[14]
d. Fraktur
Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah hanya
memiliki sedikit makna pada ilmu forensik. Dari sudut pandang forensik ada dua
jenis fraktur iaitu sederhana atau tertutup dan gabungan (compound) atau terbuka.
Fraktur sederhana mengacu pada fraktur dengan kulit yang utuh di atasnya,
sedangkan fraktur gabungan mengacu pada fraktur di mana salah satu atau kedua
ujung fraktur telah menembusi kulit di atasnya.[14]
Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma juga dipengaruhi
beberapa faktor seperti komposisi tulang tersebut. Tulang anak-anak masih lunak,
sehingga apabila terjadi trauma khususnya pada tulang tengkorak dapat
menyebabkan kerusakan otak yang hebat tanpa menyebabkan fraktur tulang
tengkorak. Wanita usia tua sering kali telah mengalami osteoporosis, dimana dapat
terjadi fraktur pada trauma yang ringan.[14]
Pada kasus dimana tidak terlihat adanya deformitas maka untuk mengetahui
ada tidaknya fraktur dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan sinar X. Namun,
sekitar 20 % kasus fraktur linier tidak tampak pada pemeriksaan X-ray.[14]
15
Fraktur mempunyai makna pada pemeriksaan forensik. Bentuk dari fraktur
dapat menggambarkan benda penyebab maupun arah gaya yang menyebabkan
fraktur (khususnya fraktur tulang tengkorak). [14]
e. Kompresi
Kompresi terjadi karena penekanan kuat yang berlangsung lama pada
seluruh atau sebagian tubuh. Contohnya kompresi pada dada, seperti yang terjadi
pada korban yang sedang bekerja di bawah mobil yang ditinggikan oleh dongkrak,
dan mobil tersebut tergelincir dari dongkrak lalu jatuh menimpa orang tersebut.
Biasanya, kompresi dada seperti ini menyebabkan asfiksia traumatik. Harus diingat
bahwa traumatik asfiksia tidak selalu disebabkan oleh kecelakaan; bayi yang
meninggal sebagai akibat dari seseorang menempatkan tangan mereka di atas dada
bayi, sehingga menghalangi bayi untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi.
Beberapa orang dewasa dibunuh dengan teknik mereka duduk di atas dada korban
untuk mencegah inspirasi dan ekspirasi.[14]
f. Perdarahan
Jumlah darah dalam sistem peredaran darah bergantung kepada ukuran
orang tersebut. Laki-laki dewasa yang berukuran rata-rata memiliki volume darah
5 sampai 6 liter (4800-5760 cc). Hilangnya 1/10 dari volume vaskular (480-576)
16
tidak menyebabkan kesulitan yang signifikan, seperti donor darah (450-500 cc)
pada orang dewasa normal.[14]
Kehilangan sampai 15% dari volume darah (720-862 cc) dapat
dikompensasikan oleh vasokonstriksi pembuluh darah dengan mempertahankan
tekanan darah, pernapasan yang normal, pengisian kapiler yang normal,
pengeluaran urin yang normal, status mental yang normal hingga sedikit cemas dan
pucat pada kulit.[14]
Kehilangan 15% sampai 30% dari volume darah (720 sampai 1728 cc) pada
orang dewasa sehat normal menyebabkan curah jantung tidak lagi dikompensasi
oleh arteri perifer, takikardia > 100 denyut per menit, pernapasan meningkat,
tekanan sistolik masih normal, tetapi ada peningkatan tekanan diastolik dengan
tekanan nadi menyempit. Terbentuk keringat akibat dari rangsangan simpatis,
korban mulai agak cemas, pengisian kapiler memanjang dan pengeluaran urin 20
sampai 30 ml / jam. Namun, dalam lansia dengan bukti aterosklerosis dan / atau
penyakit kardiovaskular hipertensi, mungkin dipersulit oleh penurunan fungsi
ginjal, pernapasan dan fungsi hati, kehilangan darah seperti ini dapat menyebabkan
kematian pada korban.[14]
Kehilangan 30% sampai 40% volume darah, (1728-2304 cc) secara tiba-tiba
dan tidak segera diobati dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa normal.
Orang ini akan menunjukkan tanda-tanda klasik dari syok hipovolemik seperti
tekanan darah sistolik 100 mmHg atau kurang, takikardia yang ditandai dengan
lebih 120 denyut per menit, takipnea > 30 napas per menit, penurunan tekanan darah
diastolik, perubahan status mental (kebingungan, kecemasan, agitasi), berkeringat
dingin dengan kulit pucat, capillary refill memanjang dan pengeluaran urin sekitar
20 ml / jam.[14]
Kehilangan darah yang lebih besar dari 40% dari volume vaskular, secara
akut, walaupun pada orang dewasa yang sehat dan normal, harus secepatnya
ditolong dalam beberapa menit, jika tidak kematian akan terjadi. Jika pertolongan
tertunda, orang tersebut bisa bertahan hidup tapi dengan morbiditas yang tinggi.
Gambaran klinisnya adalah takikardi ekstrim >140 denyut per menit dengan denyut
nadi lemah, takipnea, penurunan signifikan pada tekanan darah sistolik sebesar 70
17
mmHg atau kurang, penurunan tingkat kesadaran, letargi, dan koma, kulit
berkeringat, dingin dan sangat pucat, berkuangnya isi dari pembuluh darah kapiler
dan sedikitnya volume pengeluaran urine. Yang perlu diingat bahwa orang yang
mempunyai tubuh besar dapat mentolerir jumlah darah yang hilang dibandingkan
orang yang bertubuh kecil.[14]
Pasal 187
1. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika karena perbuatan
tersebut di atas timbul bahaya umum bagi barang;
2. dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika karena
perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi nyawa orang lain;
3. dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling
lama dua puluh tahun, jika karena perbuatan tersebut di atas timbul bahaya bagi
nyawa orang lain dan meng- akibatkan orang mati.[15]
18
(2) Tidak mampunya bahan-bahan, benda-benda atau perkakas- perkakas
untuk menirnbulkan ledakan; seperti tersebut di atas, tidak menghapuskan
pengenaan pidana.[15]
Pasal 382
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum. atas kerugian penanggung asuransi atau pemegang
surat bodemerij yang sah. menimbulkan kebakaran atau ledakan pada suatu barang
yang dipertanggungkan terhadap bahaya kebakaran, atau mengaramkan.
mendamparkan. menghancurkan, merusakkan. atau membikin tak dapat dipakai.
kapal yang dipertanggungkan atau yang muatannya maupun upah yang akan
diterima untuk pengangkutan muatannya yang dipertanggungkan, ataupun yang
atasnya telah diterima uang bode- merij diancarn dengan pidana penjara paling lama
lima tahun.[15]
Pasal 479h
(1) Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain dengan melawan hukum, atas kerugian penanggung asuransi
menimbulkan kebakaran atau ledakan, kecelakaan, kehancuran, kerusakan atau
membuat tidak dapat dipakainya pesawat udara, yang dipertanggungkan terhadap
bahaya tersebut di atas atau yang dipertanggungkan muatannya maupun upah yang
akan diterima untuk pengangkutan muatannya, ataupun untuk kepentingan muatan
tersebut telah diterima uang tanggungan, dipidana dengan pidana penjara selama-
lamanya sembilan tahun.[15]
19
G. MANAJEMEN TRAUMA AKIBAT LEDAKAN
Berdasarkan situasi, korban tanpa pakaian bisa mengalami luka pada bagian
tubuh mana saja. Pada 10 menit pertama setelah cedera (10 menit platinum), para
korban berada dalam bahaya yang tipikal, yaitu komplikasi yang mengancam jiwa
yang dapat dihindari. Selain itu, perdarahan torakoabdominal dan proksimal
berpotensi tinggi untuk menyebabkan kematian dan membutuhkan perawatan
bedah primer yang cepat dan khusus.[17]
20
tempat terjadinya cedera atau sebelum dibawa ke rumah sakit. Hanya dengan
penanganan di fasilitas bedah yang dapat mengurangi angka kematian. [17]
Cedera akibat ledakan dapat diklasifikasikan dalam 4 jenis: (1) primer; (2)
sekunder; (3) tersier; (4) kuarter. Seperti halnya algoritma untuk pasien trauma dan
kardio, sebuah algoritma untuk korban ledakan akan membantu untuk memastikan
bahwa beberapa pola luka yang spesifik akan dievaluasi dan ditangani dengan baik
dan tidak akan ada luka yang luput.[8]
21
Evaluasi awal : C-spine,
airway, breathing, circulation
Pada pasien dengan cedera sistem saraf sentral, perlu dilakukan pemantauan
status nurologis menggunakan skala Glasgow Coma (GCS), dan apabila kondisinya
memburuk, pasien mungkin membutuhkan intubasi untuk mengontrol airway dan
membantu ventilasi. Pada pasien dengan cedera abdomen, perlu dilakukan
pemantauan tanda-tanda vital, tidak ada pemberian apapun melalui mulut, dan
pemeriksaan abdomen serial perlu dilakukan. Cairan diberikan untuk
mempertahankan tekanan darah di antara 90-100 mmHg. Gelombang ledakan dapat
menyebabkan robek pada bola mata, dan apabila ada bukti cedera bola mata, maka
mata harus ditutup dengan pelindung mata yang keras. Membran timpani mudah
rusak akibat mekanisme ledakan primer, dan apabila ada bukti cedera, petugas
22
prehospital mengevaluasi dan mendokumentasi apakah darah atau cairan keluar
dari dalam telinga atau tidak, dan hindari eksplorasi telinga dalam. [8]
23
Apabila pasien mengalami hipovolemik akibat kehilangan banyak darah atau
cedera organ dalam, perlu dilakukan pemberian cairan intravena. Apabila mata
terkena cedera karena pecahan ledakan, maka diberikan pelidung mata dan mata
tidak boleh dimanipulasi. Pecahan dibiarkan di tempat pecahan tersebut berada.[8]
24
perdarahan, maka petugas dapat mempertimbangkan penggunaan tourniquet. Pada
cedera kepala pasien dievaluasi denga nada tidaknya tanda-tanda cedera kepala
seperti hematoma atau laserasi. Luka kepala terbuka harus ditutup dengan balutan
yang bersih, dan laserasi kulit kepala membutuhkan bebat tekan. Jika ada bukti
cedera kepala, maka status neurologis pasien perlu dipantau dengan ketat.[8]
Evaluasi awal : C-spine,
airway, breathing, circulation
25
memantau kondisi penyakit kronik yang dialami pasien dan bersiap untuk memberi
obat-obatan spesifik sesuai protocol seperti albuterol untuk asma atau nitrogliserin
untuk nyeri dada.
Evaluasi awal : C-spine,
airway, breathing, circulation
H. ASPEK MEDIKOLEGAL
Petugas forensik harus familiar dengan pola dan tingkat keparahan cedera
sehinga laporan kasus korban selamat dapat dibuat dengan tepat dan laporan post
mortem pada kasus korbat meninggal dapat dipersiapkan dan dapat mengumpulkan
semua benda asing yang berkaitan (pecahan besi, longsongan, dan lain-lain) dan
memberikannya kepada petugas penyidik. Terkadang petugas forensik harus
memberikan opini mengenai waktu kejadian cedera sehingga dapat sesuai
kenyataan dan memenuhi kebutuhan hokum sesuai keahliannya, dan ex gratia
seperti yang dijanjikan pemerintah. Petugas forensik harus jeli dalam melihat
sekecil apapun petunjuk yang ada.[1]
26
BAB III
KESIMPULAN
Trauma akibat ledakan adalah serangkaian cedera atau luka yang terjadi
akibat adanya ledakan atau eksplosif. Ledakan merupakan sekumpulan reaksi kimia
yang terjadi spontan, cepat, dan sangat singkat secara termodinamika dan
termokinetika yang sangat dipengaruhi oleh adanya energi gelombang (shock
wave). Trauma akibat ledakan dapat beraneka ragam dan mengenai lebih dari satu
sistem organ. Efek dari ledakan dipengaruhi oleh jenis bahan peledak, lokasi
peledakan, jarak antara sumber ledakan dengan korban, dan pengaman yang
digunakan oleh korban.
Trauma akibat ledakan terdiri dari cedera primer, cedera sekunder, cedera
tersier, dan cedera quarter. Cedera primer disebabkan oleh efek langsung dari
ledakan akibat fluktuasi tekanan atmosfir pada gelombang ledakan. Cedera
sekunder diakibatkan oleh pecahan-pecahan dari bahan peledak dan objek-objek
yang beterbangan. Cedera tersier terjadi karena terlemparnya korban akibat
pergererakan udara oleh ledakan dan kemudian menghantam objek yang terfiksasi
seperti dinding atau tanah. Cedera quarter adalah cedera lain yang terjadi akibat
ledakan seperti luka bakar, cedera inhalasi, atau perburukan kondisi medis.
27
Daftar Pustaka
1. Khurana, P. and JSDalal, Bomb Blasts Injuries. J Punjab Acad Forensic Med
Toxicol, 2011. 11: p. 37-9.
2. Humayun, M., et al., Homicidal Death and Injuries by Bomb Blasts in Dera
Ismail Khan. Gomal Journal of Medical Sciences, 2009. 7(1): p. 51-4.
3. Lemonick, D.M., Bombings and Blast Injuries: A Primer for Physicians.
American Journal of Clinical Medicine, 2011. 8: p. 134-140.
4. Mittal, P., et al., Bomb Explosion Death: A Case Report. International
Journal of Allied Medical Sciences and Clinical Research, 2014. 2(3): p.
196-200.
5. Services, D.o.H., Explosions and Blast Injuries, a Primer for Clinicians.
D.o.H. Services, Editor, CDC: USA.
6. NREPP. Behind the Term: Trauma. SAMHSA’s National Registry of
Evidence-based Programs and Practices. 2016.
7. Goh, S H. Bomb Blast Mass Casualty Incidents: Initial Triage and
Management of Injuries. Singapore Med J. 2009; 50(1) : 101.
8. Kapur, G Bobby, et al. Prehospital Care Algorithm for Blast Injuries due to
Bombing Incidents. Prehospital and Disaster Medicine; the official Journal.
Desember 2010: Vol 25, No.6.
9. Badan Perlindungan Konsumen Nasional. Surat Instruksi Pelabelan
Tabung Gas Rumah Tangga. BPKN Republik Indonesia. Juli 2010.
10. Saputra, YE. Mekanisme Ledakan Bom. 20 Januari 2008. Available on:
www.chemistry.org
11. Steward. C. Blast Injuries “True Weapons of Mass Destruction”. Charles
Stewart and Associates, 2010. p.4-10
12. Scheve, T. How Blast-resistant Clothing Works. Update: 2008. Available
on: http://Sience.howstuffworks.com/
13. Hauser, S.L., Pathophysiology of Blast Injury and Overview of
Experimental Data, in Gulf War and Health, S.L. Hauser, Editor 2014, The
National Academieses Press: Washington DC. p. 33-84.
14. Cox, A William. Pathology of Blunt Force Traumatic Injury. Forensic
Pathologist/Neuropathologist. May 25, 2011.
15. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
16. Wilkerson, et al. Blast Injuries. Baltimore: AHCMedia; 2016
17. Franke, et al. Review Article : The First Aid and Hospital Treatment of
Gunshot and Blast Injury. Germany; Deutsches Arzteblatt International
2018; 114; 237-43.