Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Disentri amoeba adalah penyakit infeksi usus yang ditimbulkan oleh

Entamoeba histolytica, suatu mikroorganisme anaerob bersel tunggal (protozoon).

Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan banyak terdapat di negara (sub) tropis

dengan tingkat sosio-ekonomi rendah dan hygiene yang kurang. Penyebarannya

melalui makanan yang terinfeksi serta kontak seksual. Bila tidak diobati dengan

tepat dapat menjadi sistemis dan menjalar ke organ-organ lain, khususnya hati.

Insiden tertinggi disentri amoeba ditemukan pada anak-anak usia 1-5 tahun.

Sebagai sumber penularan adalah tinja yang mengandung kista amoeba. Kista ini

memegang peranan dalam penularan penyakit lebih lanjut bila terbawa ke bahan

makanan atau air minum oleh lalat atau tangan manusia yang tidak bersih. Di

negara beriklim tropis banyak didapatkan strain patogen dibanding di negara maju

yang beriklim sedang. Kemungkinan faktor diet rendah protein disamping

perbedaan strain amoeba memegang peranan. Di negara yang sudah maju

misalnya Amerika Serikat prevalensi amebiasis berkisar antara 1-5 %. Di

Indonesia diperkirakan insidensinya cukup tinggi. Penyakit ini cenderung

endemik, jarang menimbulkan epidemi. Epidemi sering terjadi lewat air minum

yang tercemar .

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI

1
Disentri didefinisikan sebagai diare yang disertai darah dalam tinja.

Penyebab yang terpenting dan tersering adalah Shigella, khususnya S. Flexneri

dan S. Dysenteriae tipe 1. Entamoeba histolytica menyebabkan disentri pada anak

yang lebih besar, tetapi jarang pada balita. Disentri amoeba adalah penyakit

infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasit usus Entamoeba histolytica.

Disenti amoeba (amoebiasis) adalah infeksi atau peradangan usus yang

disebabkan oleh adanya bakteri Entamoeba histolytica yang dapat menyebabkan

diare semakin parah. Bakteri tersebut bila terus hidup dan berkembang biak dalam

usus akan merusak dinding usus besar dan menyebabkan usus menjadi luka,

infeksi dan mengalami perdarahan ulserasi .

II.2 EPIDEMIOLOGI

Disentri amoeba atau amoebiasis terjadi di seluruh dunia, namun sebagian

besar terlihat di daerah tropis dan negara berkembang yang memiliki higienitas

dan sanitasi yang buruk. Dari populasi dunia, 10% diperkirakan terinfeksi oleh

parasit (4% di USA) dengan perkiraan kematian 40.000-70.000 pertahun. Namun,

90% dari populasi yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala. Penyebaran dari

amoebiasis sebagian besar melalui fecal oral, dimana kista tertelan bersama

sayuran yang terkontaminasi maupun tangan yang tidak bersih. Lalat juga

berperan dalam transmisi penyebaran penyakit ini. Disentri amoeba jarang terjadi
.
pada anak-anak dibawah 5 tahun

II.3 ETIOLOGI

Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica.

E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai mikroorganisme

2
komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat

berubah menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan

menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi. Beberapa spesies

penyebab diare lainnya adalah E. moshkovskii, E. hartmannii, E. gingivalis,

Endolimax nana dan I. butschii .

Faktor predisposisi dari penyakit ini ialah 11 :


1. Tinggal di negara miskin atau berkembang,
2. Sanitasi yang buruk,
3. Homoseksual,
4. Kebiasaan yang jorok (makan tanpa cuci tangan, buang sampah
sembarangan, mck di sungai dsb),
5. Tinggal di daerah kumuh, dan
6. Higienisitas yang buruk

II.4 PATOFISIOLOGI

Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus

besar dapat berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan

menimbulkan ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai

saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien,

sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun lingkungannya mempunyai peran.

Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim

yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus. Bentuk

ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di

lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus

di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang

minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi

disemua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan

3
tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum

terminalis.

E. histolytica terdapat dalam dua bentuk yaitu: kista dan trofozoit yang

bergerak. Penularan terjadi melalui bentuk kista yang tahan suasana asam. Di

dalam lumen usus halus, dinding kista pecah mengeluarkan trofozoit yang akan

menjadi dewasa dalam lumen kolon. Akibat klinis yang diti,bulkan bervariasi,

sebagian besar asimtomatik atau menimbulkan sakit yang sifatnya ringan sampai

berat.

Berdasar pola isoenzimnya, E. Histolytica dibagi menjadi golongan

zymodeme patogenik dan zymodeme non-patogenik. Walaupun mekanismenya

belum seluruhnya jelas, diperkirakan trofozoit menginvasi dinding usus dengan

cara mengeluarkan enzim proteolitik. Pasien dalam keadaan imunosupresi seperti

pemakai steroid memudahkan invasi parasit ini. Penglepasan bahan toksik

menyebabkan reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi mukosa. Bila proses

berlanjut, timbul ulkus yang bentuknya seperti botol undermined, kedalaman

ulkus mencapai submukosa atau lapisan submuskularis. Tepi ulkus menebal

dengan sedikit reaksi radang. Mukosa di antara ulkus terlihat normal. Ulkus dapat

terjadi di semua bagian kolon, tersering di sekum, kemudian kolon asenden dan

sigmoid, kadang-kadang apendiks dan ileum terminalis.

Akibat invasi amuba ke dinding usus, timbul reaksi imunitas humoral dan

imunitas cell-mediated amebisidal berupa makrofag lymphokine-activated serta

limfosit sitotoksik CD8. Invasi yang mencapai lapisan muskularis dinding kolon

4
dapat menimbulkan jaringan granulasi dan terbentuk massa yang disebut

ameboma, sering terjadi di sekum atau kolon asenden .

II.5 GEJALA KLINIS

Beberapa gejala klinis pada penyakit disentri amoeba ialah :

1. Rasa nyeri dan kram perut (kolik)


2. Rasa nyeri ketika BAB (tenesmus)
3. Feses keluar bercampur darah dan lendirPatofisiologi
4. Demam
5. Mual dan muntah
6. Carrier
7. Diare dan dehidrasi
8. Badan letih lemah
9. Menurunnya nafsu makan

 Carrier (Cyst Passer)

Pasien ini tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan karena
amoeba yang berada dalam lumen usus besar tidak mengadakan invasi ke dinding
usus.

 Disentri amoeba ringan

Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya

mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat

timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja

bercampur darah dan lendir. Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid,

jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut bergantung pada lokasi

ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit demam ringan

(subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan.

 Disentri amoeba sedang

5
Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berta dibanding disentri ringan, tetapi

pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Tinja biasanya disertai

lendir dan darah. Pasien mengeluh perut kram, demam dan lemah badan disertai

hepatomegali yang nyeri ringan.

 Disentri amoeba berat

Keluhan dan gejala klinis lebih berta lagi. Penderita mengalami diare disertai

darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (400C-40,50C)

disertai mual dan anemia.

 Disentri amoeba kronik

Gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan diare diselingi

dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan berbulan-

bulan hingga bertahun-tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala neurastenia.

Serangan diare yang terjadi biasanya dikarenakan kelelahan, demam atau

makanan yang sulit dicerna .

II. 6 DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Pasien Biasanya datang dengan keluhan yang khas, yaitu nausea, muntah,

nyeri abdomen, demam, dan defekasi yang sering. Patogen pada usus halus

biasanya tidak invasif dan patogen ileokolon lebih bersifat invasif. Pasien yang

mengalami invasi toksigenik biasanya akan mengalami nausea dan muntah

6
sebagai gejala prominen bersamaan dengan diare air tapi jarang mengalami

demam. Muntah yang dialami saat beberapa jam setelah makan menandakan

adanya keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan, Diarea air merupakan

gejala tipikal dari organisme yang menginvasi epitel usus dengan inflamasi

minimal, seperti virus enterik, atau organisme yang menempel tetapi tidak

menghancurkan epitel seperti enteropathogenic E Coli.

Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan asupan oral terbatas karena

nausea dan muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia. Dehidrasi

bermanifestasi sebagai rasa haus yang meningkat, berkurangnya jumlah buang air

kecil dengan warna urin gelap, tidak mampu berkeringat, dan perubahan

ortostatik.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan untuk mengetahui bagaimana derajat

beratnya diare daripada menentukan etiologinya. Status volume dinilai dengan

memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah dan nadi, temperatur

tubuh dan tanda toksisitas.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau diare

berlangsung lebih dari beberapa hari, diperlukan beberapa pemeriksaan

penunjang. Pemeriksaan tersebut antaralain pemeriksaan darah tepi lengkap

(hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar eliktrolit

serum,ureum dan kretinin, pemeriksaan tinja dan pemeriksaan enzyme-linked

immunorsorbent assay (ELISA) mendeteksi giardiasis dan tes serologic

7
amebiasis, dan foto x-ray abdomen. Pasien dengan diare karena virus, biasanya

memiliki jumlah dan hitung jenis leukosit yang normal atau limfositosis. pasien

dengan infeksi bakteri terutama pada infeksi bakteri yang infasif ke mukosa,

memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih muda. Neurotropenia dapat

timbul pada salmonellosis.

Ureum dan kreatinin di periksa untuk memeriksa adanya kekurangan

volume cairan dan mineral tubuh pemeriksaaan tinja dilakukan untuk mellihat

adanya leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya infeksi bakteri, adanya telur

cacing dan parasit dewasa. Pasien yang telah mendapatkan pengobatan antibiotik

dalam tiga bulan sebelumnya atau yang mengalami diare di rumah sakit sebaiknya

diperiksa tinja untuk pengukuran toksin Clostridium difficile. Rektoskopi atau

sigmoidoskopi perlu dipertimbangkan pada pasien – pasien yang toksik, pasien

dengan diare berdarah, atau pasien dengan diare akut persisten. Biopsi mukosa

sebaiknya dilakukan jika mukosa terlihat inflamasi berat .

a) Pemeriksaan tinja

Pemeriksaan tinja ini merupakan pemeriksaan laboratorium yang sangat

penting. Biasanya tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir. Untuk

pemeriksaan mikroskopik diperlukan tinja yang segar. Kadang diperlukan

pemeriksaan berulang-ulang, minimal 3 kali seminggu dan sebaiknya dilakukan

sebelum pasien mendapat pengobatan.

8
Pada pemeriksaan tinja yang berbentuk (pasien tidak diare), perlu dicari

bentuk kista karena bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. Dengan sediaan

langsung tampak kista berbentuk bulat dan berkilau seperti mutiara. Di dalamnya

terdapat badan-badan kromatoid yang berbentuk batang dengan ujung tumpul,

sedangkan inti tidak tampak. Untuk dapat melihat intinya, dapat digunakan larutan

lugol. Akan tetapi dengan larutan lugol ini badan-badan kromatoid tidak tampak.

Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan

metode konsentrasi dengan larutan seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan

seng sulfat kista akan terapung di permukaan sedangkan dengan larutan

eterformalin kista akan mengendap.

Dalam tinja pasien juga dapat ditemukan trofozoit. Untuk itu diperlukan

tinja yang masih segar dan sebaiknya diambil bahan dari bagian tinja yang

mengandung darah dan lendir. Pada sediaan langsung dapat dilihat trofozoit yang

masih bergerak aktif seperti keong dengan menggunakan pseudopodinya yang

seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak amoeba dengan eritrosit di

dalamnya. Bentik inti akan nampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan eosin.

b) Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi

Pemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis penderita dengan

gejala disentri, terutama apabila pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan amoeba.

Akan tetapi pemeriksaan ini tidak berguna untuk carrier. Pada pemeriksaan ini

akan didapatkan ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat

kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal.

9
Gambar : Hasil pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi

c) Foto rontgen kolon

Pemeriksaan rontgen kolon tidak banyak membantu karena seringkali

ulkus tidak tampak. Kadang pada kasus amoebiasis kronis, foto rontgen kolon

dengan barium enema tampak ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma Nampak

filling defect yang mirip karsinoma.

Gambar : Foto rontgen kolon

d) Pemeriksaan uji serologi

10
Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati

amebik dan epidemiologis. Uji serologis positif bila amoeba menembus jaringan

(invasif). Oleh karena itu uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri

amoeba dan negatif pada carrier. Hasil uji serologis positif belum tentu menderita

amebiasis aktif, tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis .

II.7 DIAGNOSIS BANDING

1. Disentri basiler

Penyakit ini biasanya timbul secara akut, sering disertai adanya toksemia,

tenesmus akan tetapi sakit biasanya sifatnya umum. Tinja biasanya kecil-kecil,

banyak, tak berbau, alkalis, berlendir, nanah dan berdarah, bila tinja berbentuk

dilapisi lendir. Daerah yang terserang biasanya sigmoid dan dapat juga menyerang

ileum. Biasanya daerah yang terserang akan mengalami hiperemia superfisial

ulseratif danselaput lendir akan menebal.

2. Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)

Patogenesisnya seperti Shigelosis yaitu melekat dan menginvasi epitel usus

sehingga menyebabkan kematian sel dan respon radang cepat (secara klinis

dikenal sebagai kolitis). Serogroup ini menyebabkan lesi seperti disentri basiller,

ulserasi atau perdarahan dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear dengan khas

edem mukosa dan submukosa. Manifestasi klinis berupa demam, toksisitas

sistemik, nyeri kejang abdomen, tenesmus, dan diare cair atau darah.

3. Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)

11
Manifestasi klinis dari EHEC dapat menyebabkan penyakit diare sendiri

atau dengan nyeri abdomen. Diare pada mulanya cair tapi beberapa hari menjadi

berdarah (colitis hemoragik). Meskipun gambarannya sama dengan Shigelosis

yang membedakan adalah terjadinya demam yang merupakan manifestasi yang

tidak lazim. Beberapa infeksi disertai dengan sindrom hemolitik uremik .

II. 8 PENATALAKSANAAN

1. Medika Mentosa
Terapi medikamentosa yang dapat diberikan pada pasien dengan

disentri amoeba antara lain :


a) Karier asimtomatik. Diberi obat yang bekerja di lumen usus (luminal

agents) antara lain: Iodoquinol (diiodo-hidroxyquin) 650 mg tiga kali

perhari selama 20 hari atau Paromomycine 500 mg 3 kali sehari

selama 10 hari.
b) Kolitis ameba akut. Metronodazol 750 mg tiga kali sehari selama 5-10

hari, ditambah dengan obat luminal tersebut di atas


c) Amebiasis ekstraintestinal (misalnya: abses hati ameba). Metronidazol

750 mg tiga kali sehari selama 5-10 hari ditambah dengan obat luminal

tersebut di atas. Penggunaan 2 macam atau lebih amebisidal

ekstraintestinal tidak terbukti lebih efektif penggunaan dari satu

macam obat.
Beberapa obat yang juga dapat digunakan untuk amebiasis ekstra

intestinal antara lain: 1) kloroquin fosfat 1 gram perhari selama 2 hari dilanjutkan

500 mg/hari selama 19 hari. 2) Emetin 1 mg/kgBB/ hari IM ( maksimal 60 mg)

selama 10 hari. Emetin merupakan obat yang efektif untuk membunuh trofozoit di

jaringan atau yang berada di dinding usus, tetapi tidak bermanfaat untuk ameba

yang berada di lumen usus. Beberapa dasawarsa yang lalu emetin sangat populer

12
namun saat ini ditinggalkan karena efek toksiknya, yaitu dapat menimbulkan mual

muntah, diare, kram perut, nyeri otot, takikardia, hipotensi, nyeri prekardial, dan

kelainan EKG berupa inversi gelombang T dan interval QT memanjang,

sedangkan aritmia dan QRS yang melebar jarang ditemukan. Disarankan pasien

yang mendapatkan obat ini dalam keadaan tirah baring dengan pemantauan EKG.

Hindari penggunaan emetin bila terdapat kelainan ginjal, jantung, otot, sedang

hamil, atau pada anak-anak, kecuali bila obat lain gagal .


2. Non Medika Mentosa

Beberapa terapi non medikamentosa yang dapat diberikan 3 :

a) Diet tinggi kalori tinggi protein


Biasanya pada penderita disentri mengalami malnutrisi yang
biasanya disebabkan adanya malabsorbsi karbohidrat, vitamin dan
mineral. Penderita disarankan untuk makan makanan dalam
bentuk yang relatif lembek (dengan tujuan mengurangi kerja
usus).
b) Penggunaan air bersih untuk minum & minum yang banyak.
c) Mencuci tangan (sesudah buang air besar, sebelum menyiapkan
makanan atau makan).
d) Membuang tinja secara benar.

3. Terapi Baru
Penatalaksanaan penyakit ini dengan cara terbaru ialah 7 :

a) Terapi tergantung dari derajat keparahan infeksi. Biasanya,


metronidazole diberikan per oral selama 10 hari. Setelah itu
dilanjutkan dengan paromomycin atau diloxanide.
b) Jika terjadi muntah, pengobatan dapat diberikan lewat vena (intra
vena) sampai dapat diberikan melalui oral. Pengobatan untuk
menghentikan diare biasanya tidak diresepkan karena dapat
memperburuk kondisi.
c) Setelah terapi selesai, lakukan pengecekan feses dan pastikan bahwa
sudah tidak terdapat infeksi
d) Menjaga sanitasi

13
Pencegahan Kebersihan perorangan antara lain mencuci tangan
dengan bersih secara menyeluruh menggunakan sabun dan air panas
setelah mencuci anus dan sebelum maka. Menghindari berbagai
handuk atau kain wajah.Kebersihan lingkungan antara lain memasak
air minum sampai mendidih sebelum diminum, mencuci sayuran atau
memasaknya sebelum dimakan, buang air besar di jamban, tidak
menggunakan tinja manusia untuk pupuk, menutup dengan baik
makanan yang dihidangkan,membuang sampah di tempat sampah
yang ditutup untuk menghindari lalat .
e) Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau
smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap
bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel
mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang dapat
merangsang sekresi elektrolit .
f) Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta,
Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu
dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen akan
mengurang frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat
mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit.pemakaiannya adalah 5-
10 cc/2x sehari dilarutkan dalam air atau dalam bentuk kapsul dan
tablet .
g) Probiotik
Probiotik merupakan mikroorganisme yang bila dikonsumsi per-oral
akan memberikan dampak positif bagi kesehatan manusia dan
merupakan strain flora usus normal yang telah diisolasi dari tinja
manusia sehat. Kaitan ilmiah antara probiotik dan manfaatnya bagi
kesehatan manusia pertama kali diungkapkan oleh ahli mikrobiologi
Rusia yang bernama Metchnikoff (1907). Ia mengatakan bahwa asam
laktat yang dihasilkan oleh laktobacillus dalam yogurt dapat
menghambat pertumbuhan beberapa spesies bakteri patogen .
h) Zink

14
Pemberian zink selama diare akut efektif menurunkan lamanya dan
beratnya penyakit. Oleh karena itu pengobatan dengan menggunakan
zink mempunyai potensi menurunkan kematian diare sebanyak 2.5
juta orang setiap tahunnya. Secara keseluruhan penurunan resiko diare
yang lama, (diare yang berakhir 7 hari) sebanyak < 20% dan
mempunyai interval kepercayaan, zink dan suplemen vitamin A
berinteraksi dalam menurunkan prevalensi dari diare .

Fakta bertahun-tahun telah menunjukkan bahwa suplemen zink

mengurangi lamanya dan derajat keparahan diare. Zink merupakan mikronutrien

yang penting dan melindungi membrana sel dari kerusakan oksidatif. Zink tidak

disimpan dalam tubuh, sehingga kadar zink ditentukan oleh keseimbangan

pemasukan makanan, absorpsi, dan kehilangan. Keadaan kekurangan zink dapat

terjadi pada anak-anak dengan diare akut sebagai akibat kehilangan melalui usus.

Kemanjuran zink dalam pengobatan terhadap diare didukung oleh beberapa

percobaan secara random, dan terkontrol yang menunjukkan penurunan lamanya

diare, jumlah pengeluaran tinja, dan frekuensi buang air besar .

Pada penelitian observasional, kadar zink dalam plasma yang rendah

berhubungan dengan peningkatan derajat keparahan diare. Pemberian zink dengan dosis

20 – 40 mg kepada anak-anak dengan gastroenteritis ringan memberi hasil penurunan

lamanya diare dan frekuensi BAB pada percobaan plasebo terkontrol

II.9 KOMPLIKASI

Komplikasi utama diare adalah dehidrasi, malnutrisi, dan penurunan berat

badan. Tanda - tanda dehidrasi akan sulit untuk dilihat, tetapi peningkatkan rasa

haus, mulut kering, keletihan (terutama jika memburuk pada saat berdiri), atau

warna gelap saat berkemih. Dehidrasi berat menyebabkan perubahan kimia dalam

15
tubuh dan dapat mengancam jiwa. Dehidrasi akibat diare dapat menyebabkan

gagal ginjal, gejala neurologis, arthritis, dan masalah kulit .

Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri amoeba, baik berat maupun

ringan. Berdasarkan lokasinya, komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi :

Komplikasi intestinal

 Perdarahan usus : Terjadi apabila amoeba mengadakan invasi ke dinding


usus besar dan merusak pembuluh darah.

 Perforasi usus : Hal ini dapat terjadi bila abses menembus lapisan
muscular dinding usus besar. Sering mengakibatkan peritonitis yang
mortalitasnya tinggi. Peritonitis juga dapat disebabkan akibat pecahnya
abses hati amoeba.

 Ameboma.: Peristiwa ini terjadi akibat infeksi kronis yang mengakibatkan


reaksi terbentuknya massa jaringan granulasi. Biasanya terjadi di daerah
sekum dan rektosigmoid. Sering mengakibatkan ileus obstruktif atau
penyempitan usus.

 Intususepsi : Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) yang


memerlukan tindakan operasi segera.

 Penyempitan usus (striktura) : Dapat terjadi pada disentri kronik akibat


terbentuknya jaringan ikat atau akibat ameboma.

Komplikasi ekstraintestinal

 Amebiasis hati. : Abses hati merupakan komplikasi ekstraintestinal yang


paling sering terjadi. Abses dapat timbul dari beberapa minggu, bulan atau
tahun sesudah infeksi amoeba sebelumnya. Infeksi di hati terjadi akibat

16
embolisasi ameba dan dinding usus besar lewat vena porta, jarang lewat
pembuluh getah bening.

Mula-mula terjadi hepatitis ameba yang merupakan stadium dini


abses hati kemudian timbul nekrosis fokal kecil-kecil (mikro abses), yang
akan bergabung menjadi satu, membentuk abses tunggal yang besar.
Sesuai dengan aliran darah vena porta, maka abses hati ameba terutama
banyak terdapat di lobus kanan. Abses berisi nanah kental yang steril, tidak
berbau, berwarna kecoklatan (chocolate paste) yang terdiri atas jaringan
sel hati yang rusak bercampur darah. Kadang-kadang dapat berwarna
kuning kehijauan karena bercampur dengan cairan empedu.

 Abses pleuropulmonal : Abses ini dapat terjadi akibat ekspansi langsung


abses hati. Kurang lebih 10-20% abses hati ameba dapat mengakibatkan
penyulit ini. Abses paru juga dapat terjadi akibat embolisasi ameba
langsung dari dinding usus besar. Dapat pula terjadi hiliran (fistel)
hepatobronkhial sehingga penderita batuk batuk dengan sputum berwarna
kecoklatan yang rasanya seperti hati.

 Abses otak, limpa dan organ lain : Keadaan ini dapat terjadi akibat
embolisasi ameba langsung dari dinding usus besar maupun dari abses hati
walaupun sangat jarang terjadi.

 Amebiasis kulit : Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus
besar dengan membentuk hiliran (fistel). Sering terjadi di daerah perianal
atau dinding perut. Dapat pula terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi
ameba yang berasal dari anus.

II.10 PROGNOSIS

Prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit, diagnosis dan

pengobatan dini yang tepat serta kepekaan ameba terhadap obat yang diberikan.

Pada umumnya prognosis amoebiasis adalah baik terutama pada kasus tanpa

komplikasi. Prognosis yang kurang baik adalah abses otak ameba. Pada bentuk

17
yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila mendapatkan pengobatan dini.

Tetapi pada bentuk yang sedang, biasanya angka kematian rendah. Bentuk

dysentriae biasanya berat dan masa penyembuhan lama meskipun dalam bentuk

yang ringan. Bentuk flexneri mempunyai angka kematian yang rendah 9 .

Dengan pemberian pengobatan yang tepat serta adekuat, sebagian besar kasus

disentri bakteri dan amebic akan mereda dalam waktu 10 hari, dan sebagian besar

individu akan sembuh dalam waktu 2 sampai 4 minggu setelah mulai pengobatan.

Prognosis untuk penyakit yang tidak diobati bervariasi dengan status kekebalan individu

dan tingkat keparahan penyakit. Dehidrasi ekstrim akan memperpanjang pemulihan dan

menempatkan orang pada risiko yang lebih besar untuk komplikasi serius. Pada

Kebanyakan orang dewasa di negara maju bisa sembuh sepenuhnya dari episode disentri.

risiko lebih besar untuk mengalami dehidrasi ialah anak-anak , disentri basiler pada

khususnya dapat menyebabkan kematian anak karena dehidrasi dalam waktu 12 - 24 jam .

Kebanyakan orang yang terinfeksi Entamoeba histolytica tidak menjadi

parah. Pasien yang mengalami hal yang lebih parah pada kasus disentri amuba adalah

pasien – pasien yang memiliki peningkatan risiko untuk komplikasi seperti kolitis

fulminan atau abses hati. Sekitar 0,5 persen dari pasien dengan disentri amuba bisa

mengalami kolitis fulminan, dan kebanyakan berisiko untuk menimbulkan kematian.

Antara 2 dan 7 persen kasus abses amoebic hati, jika terjadi pecahnya abses maka tingkat

kematian akan menjadi tinggi. Pria 7 – 12 kali lebih mungkin untuk mengalami abses hati

daripada wanita. Setiap pasien yang didiagnosis dengan disentri ameba harus dilakukan

pemeriksaan tinjanya untuk melihat apakah ada kambuh saat 1, 3, dan 6 bulan setelah

pengobatan dengan obat, untuk mengetahui apakah mereka telah mengalami komplikasi .

18
BAB III

KESIMPULAN

Disenti amoeba (amoebiasis) adalah infeksi atau peradangan usus yang

disebabkan oleh adanya bakteri Entamoeba histolytica. Beberapa manifestasi

klinis disentri amoeba yaitu perut kembung, nyeri perut ringan yang bersifat

kejang, diare ringan, subfebris, keadaan umum pasien biasanya baik, mual dan

muntah. Diagnosis dari disentri dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan lanjutan.

Pemeriksaan tinja sangat penting di mana tinja penderita amoebiasis tidak

banyak mengandung leukosit tetapi banyak mengandung bakteri. Diagnosis pasti

baru dapat ditegakkan bila ditemukan amoeba (tropozoit). Dengan pemberian

pengobatan yang tepat serta adekuat, sebagian besar kasus disentri bakteri dan amebic

19
akan mereda dalam waktu 10 hari, dan sebagian besar individu akan sembuh dalam waktu

2 sampai 4 minggu setelah mulai pengobatan. Prognosis untuk penyakit yang tidak

diobati bervariasi dengan status kekebalan individu dan tingkat keparahan penyakit.

Dehidrasi ekstrim akan memperpanjang pemulihan dan menempatkan orang pada risiko

yang lebih besar untuk komplikasi serius. Kebanyakan orang yang terinfeksi Entamoeba

histolytica tidak menjadi parah. Pasien yang mengalami hal yang lebih parah pada kasus

disentri amuba adalah pasien – pasien yang memiliki peningkatan risiko untuk

komplikasi seperti kolitis fulminan atau abses hati.

DAFTAR PUSTAKA

1. Davis K., 2007. Amebiasis. http://www.emedicine.com/med/topic116.htm.


2. Gale. 2008. Gale Encyclopedia of Medicine. USA : The Gale Group.
3. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular

dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, 2000.


4. Munjal, A. Muruganathan, T. Geetha, Sandhya A. Kamath, Siddharth N. Shah,

Shashank R. Joshi, Samar Barnejee, et al. 2012. Medical Update Vol. 23. India:

Association of Physicians of India (API).


5. Qesman, N., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing
6. Robbins dan Cotrans. 2007. Dasar Patologis Penyakit. Buku EGC

Kedokteran : Jakarta.
7. Sagala, Khalid Huda. 2013. Diare Akut Infeksius Pada Dewasa. Available at :

http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-umar4.pdf,
8. Simadibrata, Marcellus dan Daldiyono. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Jilid I Edisi V. Jakarta : Interna Publishing.


9. Sya’roni A., Hoesadha Y. 2006. Disentri Basiler. Buku Ajar Penyakit Dalam.

FKUI:Jakarta.

20
10.Tilak, KVGK.. 2013. Infectious Disease Amoebiasis . Available at:

http://www.apiindia.org/medicine_update_2013/chap01.pdf.
11. Utah Departement of Health. 2003. Amebiasis (amebic dysentery). Available

at: http://health.utah.gov/epi/fact_sheets/amebia.pdf,
12.Soewondo, Eddy Soewandojo. 2009. Amebiasis. Dalam : Sudoyo, Aru W., et al. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna Publishing
13.Younger, Paula. 2012. The Gale Encyclopedia of Medicine 4th edition. Michigan :

Emerald Group Publishing Limited.

21

Anda mungkin juga menyukai