Anda di halaman 1dari 16

A.

Definisi
Paraplegia adalah kondisi dimana bagian bawah tubuh (extremitas bawah)
mengalami kelumpuhan atau paralysis yang disebabkan karena lesi transversal pada
medulla spinalis (Bima ario,2010)
Paraplegia merupakan paralysis permanen dari tubuh yangdisebabkan oleh luka
atau penyakit yang dipengaruhi oleh medullaspinalis. (NICNOC,2017)
Paraplegia menurut KBBI adalah kelumpuhan pada kedua belah bagian bawah
tubuh, termasuk dua belah kaki (KBBI,2010)

B. Etiologi
Penyebab yang paling umum dari kerusakan medulla spinalis adalah:
1) Trauma
Seperti kecelakaan motor, jatuh, luka ketika berolahraga (khususnya menyelam ke
perairan dangkal), luka tembakan dan juga bisa karena kecelakaan rumah tangga.
2) Penyakit
- Keluhan berupa kelemahan otot, seperti pada otot yang dapat letih dan lelah, jari-
jari tangan.
- Keluhan berupa kelemahan/keletihan pada otot-otot disertai mialgia ataupun
sama sekali bebas nyeri atau rasa pegal/linu/ngilu. Polimiostosis juga dapat
menyebabkan kelemahan keempat anggota gerak.
- Keluhan berupa kelemahan otot-otot tungkai.
- Keluhan berupa tidak dapat mengangkat badannya untuk berdiri dari sikap duduk
ataupun sikap sujud.
- Kelemahan otot sesuai dengan penyakit herediter umumnya, yaitu sejak kecil.
- Dimulai dengan adanya ptosis unilateral atau bilateral.

Penyebab lesi total transversal medula spinalis meliputi 3:


1. Cedera Medula Spinalis Akibat Kecelakaan
2. Kista / Tumor: siringomielia, Meningioma, Schwannoma, Glioma, Sarkoma. Dan
tumor metastase.
3. Infeksi : spondilitis tuberkulosa, meningitis atau herpes zoster
4. Kelainan tulang vertebra: Kolaps tulang belakang yang terjadi karena pengeroposan
tulang akibat kanker, osteoporosis atau cedera yang hebat, Artritis degeneratif
(osteoartritis) yang menyebabkan terbentuknya penonjolan tulang yang tidak
beraturan (taji tulang) yang menekan akar saraf, Stenosis spinalis (penyempitan
rongga di sekitar korda spinalis), sering terjadi pada usia lanjut
5. Hematoma Spinalis.

C. Manifestasi klinis
Akibat lesi di medula spnalis dapat terjadi manifestasi:
1. Gangguan fungsi motorik
 Gangguan motorik di tingkat lesi:. Karena lesi total juga merusak
kornu anterior medula spinalis dapat terjadi kelumpuhan LMN pada
otot-otot yang dipersyarafi oleh kelompok motoneuron yang terkena
lesi dan menyebabkan nyeri punggung yang terjadi secara tiba-tiba.
 Gangguan motorik di bawah lesi: dapat terjadi kelumpuhan UMN
karena jaras kortikospinal lateral segmen thorakal terputus.
Gerakan refleks tertentu yang tidak dikendalikan oleh otak akan tetap
utuh atau bahkan meningkat. Contohnya, refleks lutut tetap ada dan
bahkan meningkat. Meningkatnya refleks ini menyebabkan kejang
tungkai. Refleks yang tetap dipertahankan menyebabkan otot yang
terkena menjadi memendek, sehingga terjadi kelumpuhan jenis
spastik. Otot yang spastik teraba kencang dan keras dan sering
mengalami kedutan.

2. Gangguan fungsi sensorik : karena lesi total juga merusak kornu posterior
medula spinalis maka akan terjadi penurunan atau hilang fungsi
sensibilitas dibawah lesi. Sehingga klien tidak dapat merasakan adanya
rangsang taktil, rangsang nyeri, rangsang thermal, rangsang discrim dan
rangsang lokalis.

3. Gangguan fungsi autonom: karena terputusnya jaras ascenden


spinothalamicus maka klien akan terjadi kehilangan perasaan akan kencing
dan alvi.
PATOFISIOLOGI
(Kecelakaan Mekanis)Terjatuh Posisi Duduk Tirah Baring menyebabkan InkontinensiaUrin dan
Kerusakan Berupa KompresiMedulla Sinali Sakral & Lumbal Transeksi Medulla Spinalis Reflek
sehingga terjadi Pengosongan kantong kemih sehingga terjadi pengosongan dan menyebabkan cedera
segmen lumbal 1 kemudian juga menyebabkan iritasi serabut syaraf dan juga nyeri disfungsi
Kemudian otot sfingter mengalami gangguan dan dapat menyebabkan konstipasi.
Kerusakan Fungsi Motorik kemudian Fungsi Motorik Terganggu dan dapat menyebabkan
Paraplegia(Kelumpuhan ) dan jika Ektremitas Bawah terserang paraplegia dapat menyebabkan Gangguan
Mobilitas Fisik
Gangguan Gerakan Kaku Penekanan Kulit OlehTulang yg Menonjol juga dapat menyebabkan diagnose
keperawatan lain yaitu Resiko Kerusakan Integritas Kulit
PATHWAY PARAPLEGIA

PATHWAY
(Kecelakaan Mekanis)
Terjatuh Posisi Duduk

Kerusakan Berupa Kompresi


Medulla Spinali (Sakral & Lumbal)
Gangguan Cedera pd Mengenai Mengiritasi Serabut
Otot Sfingter Segmen MS di Saraf
Ani Lumbal 2-3 Segmen
S1 Transeksi Medulla Spinalis
Nyeri
Gangguan Kerusakan Akut
Fungsi
Refleks Fungsi Motorik Motorik Atoni Otot Kontriksi
Pengosongan Bawah Terganggu Polos Tonus Otot
Usus
Paraplegia Dinding Sfingter
(Kelumpuhan ) Kantung
Reflek Gangguan
Ektremitas Kemih
Defeksi Gerakan
Bawah Kaku
Tidak
Terkontrol Reflek Pengosongan
Gangguan Kantung Kemih Tidak
Mobilitas Terkontrol
Konstipasi
Fisik

Inkontinensia
Urin
Tirah Baring
Lama

Penekanan Kulit Oleh


Tulang yg Menonjol

Resiko
Kerusakan
Integritas Kulit
D. Pemeriksaan Penunjang
 1)Laboratorium:
Hematology:
Hemoglobin dapat menurun karena destruksi sumsum tulang
vertebra atau perdarahan.
Peningkatan Leukosit menandakan selain adanya infeksi juga
stress fisik ataupun terjadi kematian jaringan.
Kimia klinik:
 2)PT / PTT untuk melihat fungsi pembekuan darah sebelum
pemberian terapi antikoagulan. Dapat terjadi gangguan elektrolit
karena terjadi gangguan dalam fungsi perkemihan, dan fungsi
gastrointerstinal.
 3)Radiodiagnostik:
-CT Scan: untuk melihat adanya edema, hematoma, iskemi
dan infark
-MRI : menunjukkan daerah yang mengalami fraktur, infark,
hemoragik.
-Rontgen: menunjukkan daerah yang mengalami fraktur, dan
kelainan tulang, gambaran infeksi TB paru

F. Komplikasi
Penderita paraplegia akan kehilangan kendali pada tubuh bagian bawah, sehingga
menyebabkan munculnya beberapa komplikasi yang meliputi:

 Ulkus dekubitus, yaitu luka yang terjadi pada kulit yang terus tertekan akibat tidak dapat
menggerakan bagian tersebut.
 Penggumpalan darah pada pembuluh darah tungkai (deep vein thrombosis).
 Pneumonia atau infeksi paru-paru.

 Depresi.

 Kelumpuhan otot pernapasan.


G. Penatalaksanaan
1. Penatanalaksanaan Medis
a. Obat
1) Metyl prednisolon 30 mg/kb BB, 45 menit setelah bolus selama
23 jam. Hasil optimal bila pemberian dilakukan <8 jam onset.
2) Tambahkan profilaksi stress ukus: Antacid/antagonis H2. Jika
pemulihan sempurna, pengobatan tidak diperlukan
3) Berikan Antibiotik, biasanya untuk menyembuhkan. Jika terjadi
infeksi.
b. Operasi
Dengan menggunakan teknik Harrison roda stabilization (instrument
Harrison) yaitu menggunakan batang distraksi baja tahan karat untuk

mengoreksi dan stabilisasi deformitas vertebra.


2. Penatanalaksanaan Keperawatan
a. Memberikan alat bantu
b. Pemanasan dengan air hangat atau sinar
c. Latihan : disebut dengan Range of Motion (ROM) untuk mengetahui
luas gerak sendi
d. Refleksi Ganda : Penekukan maksimal pada jari kaki keempat.
e. Refleksi Bing : Memberikan rangsangan tusuk pada kulit yang
menutupi metatarsal kelima.
Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas pasien dan penanggung jawab
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat kesehatan keluarga
6. Riwayat kesehatan lingkungan
7. Pola Pengkajian dan Fokus (Doengoes, 2014)
a. Aktivitas / istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah, insomnia, tidak tidur
semalaman, merasa gelisah dan ansietas, pembatasan aktivitas / kerja
b. Sirkulasi
Tanda: takikardi, (respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi, dan
nyeri), kemerahan, area ekimosis (kekurangan vitamin K), TD: hipotensi,
termasuk postural, kulit/membrane mukosa (turgor buruk, kering, lidah pecah
– pecah), dehidrasi/malnutrisi
c. Eliminasi
Gejala: tekstur feces bervariasi dari bentuk lunak sampai bau atau berair,
episode diare berdarah tak dapat diperkirakan, perdarahan per rectal, riwayat
batu ginjal (dehidrasi)
Tanda: menurunnya bising usus, tak ada peristaltic atau adanya peristaltic
yang dapat dilihat, oliguria
d. Makanan / cairan
Gejala: anoreksia, mual / muntah, penurunan BB, tidak toleran terhadap diet
Tanda: penurunan lemak subkutan/massa otot, kelemahan, tonus otot dan
turgor kulit buruk, membrane mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut
e. Hygiene
Tanda: ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri, stomatitis
kekurangan vitamin, bau badan
f. Nyeri/kenyamanan
Gejala: nyeri tekan pada kuadran kiri bawah (mungkin hilang dengan
defekasi)
Tanda: nyeri tekan abdomen/defekasi

B. Diagnosa keperawatan
Menurut NANDA NICNOC (2017) :
1. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan neuron
fungsi motorik dan sesorik.
2. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan
penurunan immobilitas, penurunan sensorik.
3. Retensi urine yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk berkemih

secara spontan, terputusnya jaras spinothalamikus.


4. Konstipasi berhubungan dengan adanya atoni usus sebagai akibat
gangguan autonomik, terputusnya jaras spinothalamikus.
5. Nyeri yang berhubungan dengan pengobatan, immobilitas lama, cedera
psikis

C. Intervensi Keperawataan
Dx Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan 1. Kaji fungsi-fungsi 1. Menetapkan
sensori dan motorik kemampuan dan
tindakan keperawatan
pasien setiap 4 jam. keterbatasan pasien
diharapkan pasien dapat 2. Ganti posisi pasien setiap 4 jam.
setiap 2 jam dengan 2. Mencegah terjadinya
teratasi dengan kriteria
memperhatikan dekubitus
hasil : kestabilan 3. Mencegah terjadinya
tubuh dan kenyamanan foodrop.
Mempertahankan posisi
pasien. 4. Mencegah terjadinya
fungsi dibuktikan oleh 3. Beri papan penahan kontraktur.
pada kaki 5. Meningkatkan
tak adanya
4. Gunakan otot stimulasi dan
kontraktur, footdrop, orthopedhi, edar, mencegah kontraktur
handsplits 6. Menunjukan adanya
meningkatkan kekuatan
5. Lakukan ROM Pasif. aktifitas yang
bagian tubuh yang 6. Monitor adanya nyeri berlebihan
dan kelelahan pada 7. Memberikan
sakit/kompensasi.
pasien. pancingan yang
7. Konsultasikan kepada sesuai
fisiotrepi untuk latihan
dan penggunaan otot
seperti splints
2 Setelah dilakukan 1. Kaji faktor resiko 1. Salah satunya
tindakan keperawatan terjadinya gangguan yaitu immobilisasi,
integritas kulit hilangnya sensasi,
diharapkan pasien
2. Kaji keadaan pasien Inkontinensia
mencapai kriteria hasil : setiap 8 jam bladder /bowel.
Keadaan kulit pasien 3. Gunakan tempat tidur 2. Mencegah lebih dini
khusus (dengan busa) terjadinya dekubitus
utuh, bebas dari
Ganti posisi setiap 2 3. Mengurangi
kemerahan, bebas jam dengan sikap tekanan sehingga
dari infeksi pada lokasi anatomis. mengurangi resiko
4. Pertahankan dekubitus
yang tertekan.
kebersihan dan Daerah yang
kekeringan tempat tertekan akan
tidur dan tubuh menimbulkan
pasien. hipoksia, perubahan
5. Lakukan pemijatan posisi meningkatkan
khusus / lembut sirkulasi darah
diatas daerah tulang 4. Lingkungan yang
yang lembab dan kotor
menonjol setiap 2 jam mempermudah
dengan gerakan terjadinya
memutar. kerusakan kulit
6. Kaji status nutrisi 5. Meningkatkan
pasien dan berikan sirkulasi darah
makanan dengan tinggi 6. Mempertahankan
protein integritas kulit dan
7. Lakukan perawatan proses penyembuhan
kulit pada daerah yang 7. mempercepat proses
lecet / rusak setiap penyembuhan
hari.

3 Setelah dilakukan 1. Kaji tanda-tanda 1. Efek dari tidak


tindakan keperawatan infeksi saluran kemih efektifnya bladder
diharapkan pasien 2. Kaji intake dan output adalah adanya
mencapai kriteria hasil : cairan infeksi saluran
Pasien dpat 3. Lakukan pemasangan kemih.
mempertahankan kateter sesuai program. 2. Mengetahui
pengosongan bladder 4. Anjurkan pasien untuk adekuatnya gunsi
tanpa minum 2-3 liter setiap gnjal dan efektifnya
residu dan distensi, hari blodder.
keadaan urine jernih, 5. Cek bladder pasien 3. Efek trauma medulla
kultur urine negatif, setiap 2 jam spinalis adlah
intake dan 6. Lakukan pemeriksaan adanya gangguan
output cairan seimbang urinalisa, kultur dan refleks
sensitibilitas berkemih sehingga
7. Monitor temperatur perlu bantuan dalam
tubuh setiap 8 jam pengeluaran urine.
4. Mencegah urine
lebih pekat yang
berakibat timbulnya
infeksi.
5. Mengetahui adanya
residu sebagai
akibat autonomic
hyperrefleksia
6. Mengetahui adanya
infeksi
7. Temperatur yang
meningkat indikasi
adanya infeksi

4 Setelah dilakukan 1. Kaji pola eliminasi 1. Menentukan adanya


tindakan keperawatan 2. Berikan minum 1800 – perubahan eliminasi
diharapkan pasien 2000 ml/hari jika tidak 2. Mencegah konstipasi
mencapai kriteria hasil ada kontraindikasi Bising usus
Pasien bebas 3. Auskultasi bising usus, menentukan
konstipasi, keadaan kaji adanya distensi pergerakan perstaltik
feses yang lembek, abdomen 3. Kebiasaan
berbentuk. 4. Hindari penggunaan menggunakan
laktasif oral laktasif akan tejadi
5. Lakukan mobilisasi ketergantungan
jika memungkinkan 4. Kemungkinan
6. Evaluasi dan catat perdarahan akibat
adanya perdarah pada iritasi penggunaan
saat eliminasi suppositoria
7. Berikan suppositoria 5. Pelunak feses
sesuai program sehingga
8. Berikan diet tinggi memudahkan
serat eliminasi
6. Serat meningkatkan
konsistensi feses

5 Setelah dilakukan 1. Kaji terhadap 1. Pasien biasanya


adanya nyeri, bantu melaporkan nyeri
tindakan keperawatan
pasien diatas tingkat cedera
diharapkan pasien misalnya
mengidentifikasi dan
dada / punggung
mencapai kriteria hasil : menghitung nyeri, atau kemungkinan
Melaporkan penurunan misalnya lokasi, tipe sakit kepala dari alat
rasa nyeri /ketidak nyeri, intensitas pada stabilizer.
nyaman, skala 2. Tindakan alternatif
0 – 1. mengontrol nyeri
mengidentifikasikan
2. Berikan tindakan digunakan untuk
cara-cara untuk keuntungan
mengatasi nyeri, kenyamanan,
emosionlan, selain
mendemonstrasikan misalnya, perubahan menurunkan
penggunaan posisi, masase, kebutuhan otot nyeri
keterampilan relaksasi kompres hangat / /
dan aktifitas hiburan dingin sesuai indikasi efek tak diinginkan
3. Dorong penggunaan pada fungsi
sesuai kebutuhan
teknik relaksasi, pernafasan.
individu. 3. Memfokuskan
misalnya, pedoman kembali perhatian,
imajinasi meningkatkan rasa
visualisasi, latihan kontrol, dan
nafas dalam. dapat meningkatkan
4. Kolaborasi pemberian kemampuan koping
obat sesuai indikasi, 4. Dibutuhkan untuk
menghilangkan
relaksasi otot,
spasme /nyeri otot
misalnya atau untuk
dontren (dantrium); menghilangkan-
analgetik; ansietas dan
antiansietis.misalnya meningkatkan
diazepam istirahat
(valium)

D. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang ada.
E. Evaluasi
Evaluasi sesuai dengan perkembangan pasien disesuaikan dengan kriteria hasil yang
ada
DAFTAR PUSTAKA

https://bimaariotejo.wordpress.com/2010/04/18/parapleglia/
https://www.kbbi.web.id/paraplegia
http://wwwthewie.blogspot.com/
https://dokumen.tips/documents/laporan-pendahuluan-paraplegiadoc.html
Carpenito.2007. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. Jakarta:
EGC.
NANDA.2017.NICNOC.Jakarta : MediAction
LAPORAN PENDAHULUAN
ORTHOPEDI

PARAPLEGIA

Disusun oleh :

Muhammad Yudha Pratama

P27220016 080

DIII KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA

2018

Anda mungkin juga menyukai