Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN TRAUMA SPINAL


Dosen Pengampu : Ns. Saiful Nurhidayat, S.Kep., M.Kep.

Kelompok 3
1. Alfina Sofianawati (20631990)
2.Faza Salma M (20631994)
3.Salsabella Kartika S (20631928)
4. Chelvin Mohammad S (20631938)
DEFINISI
Cedera medula spinalis merupakan keadaan patologi akut pada medula spinalis
yang diakibatkan terputusnya komunikasi sensori dan motorik dengan susunan
saraf pusat dan saraf perifer, Tingkat kerusakan pada medula spinalis tergantung
dari keadaan komplit atau inkomplit (Tarwoto, 2013).

Menurut Pertiwi (2017) trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang
belakang baik langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan lesi di
medulla spinalis sehingga menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan
kecacatan menetap atau kematian.
ETIOLOGI

Cedera Spinal Cord Injury disebabkan oleh trauma langsung


yang mengenai tulang belakang dimana tulang tersebut
melampaui kemampuan tulang belakang dalam melindungi
saraf-saraf belakangnya. Trauma langsung tersebut dapat
berupa: kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga,
kecelakaan industri, jatuh dari pohon/bangunan, luka tusuk,
luka tembak, dan kejatuhan benda keras. (Anggraini. dkk.
2018).
Manifestasi Klinis
Menurut Tarwoto (2013), manifestasi klinis pada penderita Spinal Cord
Injury yaitu:

a. Tergantung tingkat dan lokasi kerusakan

b. Perubahan refleks

c. Spasme otot

d. Spinal shock

e. Autonomic dysreflexia

f. Gangguan fungsi seksual


PATHWAY Trauma Tumpul,Trauma Tusuk,Spondilitis Ankilosa,
Arthitis rheumatoid,Abses Spina, Kecelakaan, Trumor
Spinal

SPINAL CORD INJURY

Cedera pada saraf Kompresi akal saraf Cedera spinal Kerusakan


pernapasan spinal lumbalis Lumbal 2-5

Pergerakan diagfragma dan Spasme otot Kerusakan saraf Paraplegia


otot interkostal terganggu
perkemihan paralisis

Paru-paru sulit Nyeri leher dan panggul Hilang reflek Penurunan Fungsi
mengembang sensorik sendi
MK : NYERI AKUT Distensi Kandung Kekakuan Sendi
Retensi sekresi paru Kemih

MK :
Penurunan kapasitas GANGGUAN
Kerusakan Medula Penurunan
vital dan volume MOBILITAS
Spinalis Mobilitas
tidal FISIK

Kerusakan Inervasi Perubahan Irama


diafragma Jantung MK :
(Kerusakan Saraf C5) INKONTINENSIA
URIN MK: GANGGUAN
BERLANJUTAN INTEGRITAS
MK: POLA NAPAS MK :
KULIT/JARINGAN
TIDAK EFEKTIF PENURUNAN
CURAH
JANTUNG
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Tarwoto (2013) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan diantaranya yaitu:

a. X-Ray Kepala :

b. X-Ray spinal :

c. Computed Tomografi (CT)

d. Magnetik Resonance Imaging (MRI)

e. Angiografi Cerebral

f. Elektroencephalography (EEG)

g. Elektromyografi (EMG)

h. Lumbal Pungsi (LP)


KOMPLIKASI

Menurut Emma, (2011) komplikasi yang terjadi pada Pasien


dengan Spinal Cord Injury adalah:

a. Syok neurogenik

b. Syok spinal

c. Hipoventilasi

d. Hiperfleksia autonomic
PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Medis Bahrudin (2017) menyatakan bahwa penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada
Pasien dengan Spinal Cord Injury yaitu:

1) Jika ada fraktur atau dislokasi kolumna vertebralis servikalis, segera pasang collar fiksasi leher, jangan
gerakan kepala atau leher.

2) Jika ada fraktur kolumna vertebra torakalis, angkut Pasien dalam keadaan telungkup, lakukan fiksasi torakal
(pakai korset)

3) Fraktur daerah lumbal, fiksasi dengan korset lumbal.

4) Kerusakan medulla spinalis dapat menyebabkan tonus pembuluh darah menurun karena paralisis fungsi
sistem saraf ortosimpatik, akibatnya tekanan darah turun beri infus bila mungkin plasma atau darah, dextran-40
atau ekspafusin. Sebaiknya jangan diberikan cairan isotonik seperti NaCl 0,9% atau glukosa 5%. Bila perlu
beri kan adrenalin 0,2 mg boleh diulang 1 jam kemudian. Bila denyut nadi < 44 kali/menit, beri sulfas atropin
0,25 mg IV (intravena).
5) Gangguan pernafasan kalau perlu beri bantuan dengan respirator atau cara lain dan jaga jalan nafas tetap
lapang.

6) Jika lesi diatas C-8; termoregulasi tidak ada, mungkin terjadi hiperhidrosis usahakan suhu badan tetep
normal.

7) Jika ada gangguan miksi; pasang kondom kateter atau dauer kateter dan jika ada gangguan defekasi berikan
laksan atau klisma

8) Tindakan operasi dilakukan bila:

a) Ada fraktur, pecahan tulang menekan medulla spinalis

b) Gambaran neurologis progresif memburuk


b. Penatalaksanaan Farmakologi Menurut Bahrudin (2017) terapi farmakologi yang dapat diberikan
yaitu:

1) Berikan metilprenidsolon 30 mg/KgBB, IV perlahan-lahan sampai 15 menit, 45 menit kemudian per


infuse 5 mg/Kg BB selama 24 jam. Kortikosteroid mencegah peroksidasi lipid dan peningkatan
sekunder asam arakidonat.

2) Bila terjadi spastisitas otot, berikan:

a) Diazepam 3 x 5-10 mg/ hari

b) Bakloven 3 x 5 mg atau 3 x 20 mg per hari


3) Bila ada rasa nyeri dapat diberikan:

a) Analgetika

b) Antidepresan : amitriptilin 3 x 10 mg/hari

c) Antikonvulsan : gabapentin 3 x 300 mg/hari

4) Bila terjadi hipertensi akibat gangguan saraf otonom (tensi > 180/100 mmHg)
pertimbangkan pemberian obat anti hipertensi).
TEORI ASUHAN
KEPERAWATAN
Pengkajian

A. Primary Survey
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi
akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan
memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey
antara lain (Fulde, 2013):
1) Pengkajian Airway

Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas Pasien dengan mengajak Pasien
berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian
airway pada Pasienantara lain :

a) Kaji kepatenan jalan nafas Klien. Apakah Pasien dapat berbicara atau bernafas dengan bebas ?

b) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada Pasienantara lain : adanya snoring atau gurgling, stridor
atau suara napas tidak normal, agitasi (hipoksia), penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements, sianosis

c) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial penyebab obstruksi :
muntahan, perdarahan, gigi lepas atau hilang, gigi palsu, trauma wajah
Pengkajian Breathing (Pernafasan)

Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan keadekuatan
pernafasan pada klien. Jika pernafasan pada Pasien tidak memadai, maka langkah- langkah yang
harus dipertimbangkan adalah : dekompresi dan pneumothorax/haemothorax, closure of open
chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Ahern, 2014). Yang perlu diperhatikan dalam
pengkajian breathing pada Pasienantara lain :

a) Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi danoksigenasi Klien.

b) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda sebagai berikut :
cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu
pernafasan.

c) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous emphysema,
perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.

d) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.


Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Hipovolemia
adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis shock didasarkan pada temuan
klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary
refill, dan penurunan produksi urin. Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status
sirkulasi Klien, antara lain:
a) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b) CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untukdigunakan.
c) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupandengan pemberian penekanan secara
langsung.
d) Palpasi nadi radial jika diperlukan: menentukan ada atautidaknya, menilai kualitas secara
umum (kuat/lemah), identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
e) Regularity : kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary
refill), lakukan treatmentterhadap hipoperfusi.
4) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang diberikan.
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa dimengerti .
P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jikaekstremitas awal yang
digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon).
U – unresponsive to pain, jika Pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun
stimulus verbal. (Wilkinson & Ahern,2014).
5) Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian Pasien dan memeriksa cedera pada Klien. Jika Pasien diduga
memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in- line penting untuk
dilakukan.

B. Secondary Survey

Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head to
toe, dari depan hingga belakang. Secondarysurvey hanya dilakukan setelah kondisi
Pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah
mulai membaik. (Emergency Nursing Association, 2012).
1) Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesisriwayat Pasien yang merupakan
bagian penting dari pengkajianKlien. Riwayat Pasien meliputi keluhan utama, riwayat
masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dansistem.
(Emergency Nursing Association, 2012). Pengkajian riwayat Pasien secara optimal
harus diperoleh langsung dari Klien,
S : Sign/symptoms (tanda dan gejala)
A : Alergi (adakah alergi pada Klien, seperti obat- obatan, plester, makanan).
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalani pengobatan hipertensi,
kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat.
P : Pertinent medical history (riwayat medis Pasien seperti penyakit yang pernah diderita, obatnya apa,
berapa dosisnya,penggunaan obat-obatan herbal).
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian,
selain itu jugaperiode menstruasi termasuk dalam komponen ini).
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang menyebabkan adanya
keluhan utama).
c. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)
Menurut Delp & Manning. (2014). Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk mengetahui
kondisi kesehatan pasien antara lain :
1) Kulit kepala Seluruh kulit kepala diperiksa.
Sering terjadi pada penderita yang datang dengan cedera ringan, tiba- tiba ada darah di lantai
yang berasal dari bagian belakang kepala penderita. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh
kepala dan wajah .
2) Wajah Ingat prinsip look-listen-feel.
Inspeksi adanya kesimetrisan kanan dan kiri. Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai
memeriksa mata, karena pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan mata
selanjutnya menjadi sulit. evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS.
3) Mata
Periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah isokor atau anisokor serta
bagaimana reflex cahayanya, apakah pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya ikterus,
ketajamanmata (macies visus dan acies campus), apakah konjungtivanya anemis atau adanya
kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal, ptosis, exophthalmos, subconjunctival perdarahan, serta
diplopia.
5) Telinga Periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan atau hilangnya
pendengaran, periksa dengan senter mengenai keutuhan membrane timpani atau adanya
hemotimpanum.
6) Mulut dan faring Inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur, warna, kelembaban, dan
adanya lesi; amati lidah tekstur, warna, kelembaban, lesi, apakah tosil meradang, pegang
dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor, pembengkakan dan nyeri,
inspeksi amati adanya tonsil meradang atau tidak (tonsillitis/amandel).
7) Toraks Inspeksi :
Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk adanya trauma
tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam, ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan kedalaman
pernafsan, kesimetrisan expansi dinding dada, penggunaan otot pernafasan tambahan dan
ekspansi toraks bilateral, apakah terpasang pace maker, frekuensi dan irama denyut
jantung,
Palpasi : seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul, emfisema subkutan, nyeri
tekan dan krepitasi.

Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan.

Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan bunyi jantung (murmur,
gallop, friction rub).

8) Abdomen Cedera intra-abdomen

kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya pada keadaan cedera kepala dengan penurunan
kesadaran, fraktur vertebra dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya
dan gejala defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada).
Palpasi : seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul, emfisema subkutan, nyeri
tekan dan krepitasi.

Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan.

Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan bunyi jantung (murmur,
gallop, friction rub).

8) Abdomen Cedera intra-abdomen

kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya pada keadaan cedera kepala dengan penurunan
kesadaran, fraktur vertebra dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri perutnya
dan gejala defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada).
Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk adanya trauma tajam, tumpul dan adanya
perdarahan internal, adakah distensi abdomen, asites, luka, lecet,memar, ruam, massa,
denyutan, benda tertusuk, ecchymosis, bekas luka , dan stoma.

Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk mendapatkan, nyeri lepas (ringan).

Palpasi abdomen untukmengetahui adakah kekakuan atau nyeri tekan, hepatomegali,


splenomegali, defans muskuler, nyeri lepas yang jelas atau uterus yang hamil.

9) Pelvis (perineum/rectum/vagina) Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada
pemeriksaan fisik (pelvis menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan
masuk dalam keadaan syok, yang harus segera diatasi.
Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk adanya trauma tajam, tumpul dan adanya
perdarahan internal, adakah distensi abdomen, asites, luka, lecet,memar, ruam, massa,
denyutan, benda tertusuk, ecchymosis, bekas luka , dan stoma.

Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk mendapatkan, nyeri lepas (ringan).

Palpasi abdomen untukmengetahui adakah kekakuan atau nyeri tekan, hepatomegali,


splenomegali, defans muskuler, nyeri lepas yang jelas atau uterus yang hamil.

9) Pelvis (perineum/rectum/vagina) Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada
pemeriksaan fisik (pelvis menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita akan
masuk dalam keadaan syok, yang harus segera diatasi.
10) Ektremitas Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi, jangan lupa
untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur (fraktur terbuka), pada saat palpasi jangan
lupa untuk memeriksa denyut nadi distal dari fraktur pada saat menggerakan,jangan
dipaksakan bila jelas fraktur.

11) Neurologis Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil, pemeriksaan motorikdan sensorik. Perubahan dalam status
neurologis dapat dikenal dengan pemakaian GCS.
Diagnosa
Keperawatan
- Pola Napas Tidak Efektif Berhubungan Dengan
Kerusakan Inervasi Diafragma (Kerusakan Saraf C5)
- Penurunan Curah Jantung Berhubungan Dengan
Perubahan Irama Jantung
- Nyeri Akut Berhungan Dengan Agen Pecedera
Fisiologis
- Inkontinensia Urin Berlanjutan Berhubungan Dengan
Kerusakan Medula Spinalis
- Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan
Kekakuan Sendi
- Gangguan Integritas Kulit/Jaringan Berhubungan
Dengan Penurunan Mobilitas
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi

D.0005 L.01004-Pola Napas Manajemen Jalan Napas I.010011


Pola Napas Tidak Efektif ekspektoran, mukolitik I.01014

D.0008 L.02008-Curah Jantung Perawatan Jantung I.02075


Penurunan Curah Jantung. Perawatan Jantung Akut I.02076

D.0077 L.08066-Tingkat Nyeri Manajemen nyeri I.02838


Nyeri Akut Pemberian Analgesik I.08243

D.0042 L.04036 Kateterisasi Urine I.04147


Inkontinensia Urin Berlanjut. kontinensia urin Perawatan Inkontinensia Urine I.04163
membaik

D. 0054 L.05042 Dukungan Ambulasi I.06171


Gangguan Mobilitas Fisik. Mobilitas Fisik Dukungan mobilisasi I.05173
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi

D.0139 Risiko Gangguan L.14125-Integritas Kulit Perawatan Integritas Kulit I.11353


Integritas dan Jaringan Perawatan Luka I.14564
KASUS ASUHAN
KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
I. Biodata
A. Nama : Tn X
B. Usia : 55 Tahun
C. Jenis Kelamin
D. Alamat : Manado
E. Pekerjaan : Petani

II. Survey Primer


A. Airway
Pernafasan spontan, tidak ada sumbatan benda asing pada jalan napas, suara nafas normal.
B. Breathing
Frekuensi pernafasan : 20x/menit dan tidak ada kelainan dinding thoraks
C. Circulation
Tingkat kesadaran compos metis
D. Disability
Pemeriksaan Neurologis : GSC E4V5M6 = 15
Reflek Fisiologis : Normal
Reflek Patologis : Tidak ditemukan reflek patologik
III. Survey Sekunder
A. Keluhan
kelemahan keempat anggota gerak, yang dialami segera setelah terjatuh yaitu sekitar 12 jam
sebelum masuk rumah sakit (MRS).
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien terjatuh saat sedang berjalan ke kebun oleh karena kakinya tersangkut rantai anjing,
dengan kepala bagian belakang kanan membentur tanah pada posisi kepala tertekuk ke
belakang.
C. Riwayat Keluarga
Pasien mengatakan di dalam keluarganya tidak ada yang memiliki penyakit yang sama seperti
yang dialami Tn x
D. Pemeriksaan heat To TOE
1. Kepala
Pupil bulat isokor pada kedua mata, diameter 3 mm, simetris, reflex cahaya normal baik yang
langsung maupun tidak langsung.
2. Kulit
Kuning langsat, terdapat vulnus excoriatum di regio frontalis dekstra.
3. Genetalis
KU : Sakit sedang
4. Ekstermitas
Kekuatan otot menurun, yaitu: 1-1-4-3 pada ekstremitas atas bilateral; 2-4-3-3 pada
ekstremitas kanan bawah; dan 3-3-4-2 pada ekstremitas kiri bawah.
5. Pemeriksaan nervus kranialis I – XII intak
6. Neurologis
GCS : E4V5M6 = 15
Refleks Fisiologis normal, dan tidak ditemukan refleks patologik
E. Pemeriksan Diagnostik
1. Pemeriksan laboratorium
Kadar natrium yang agak rendah (126 mmol/L).
2. Pemeriksaan EKG
Didapatkan incomplete RBBB
3. Xfoto Servikal
AP/lateral dan X-foto toraks PA dalam batas normal.
F. Penatalaksanaan
1. Pemasangan Neck Collar
2. IV Line NaCl 0,9% 500 cc tiap 8 jam, metilprednisolon 30 mg/kgBB (1500 mg) dalam
15 menit, kemudian dilanjutkan setelah 45 menit 5,4 mg/kgBB/jam (270 mg/jam)
selama 47 jam, Mecobalamin 500 mg tiap 12 jam iv, ranitidin 50 mg tiap 12 jam iv,
Laktulosa sirup 3 x 1 sendok
Makan
Diagnosis
Keperawatan
1. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan
Kelemahan otot
2. Resiko Konstipasi berhubungan dengan kelemahan
otot abdomen
No. Data Masalah Etiologi
1. DS : Pasien mengatakan jatuh saat berjalan ke kebun Gangguan Mobilitas Fisik Kelemahan Otot
oleh karena kakinya tersangkut rantai anjing, dengan
kepala bagian belakang kanan membentur tanah pada
posisi kepala tertekuk ke belakang dan Kelemahan
keempat anggota gerak langsung dirasakan saat itu
DO : Pada pemeriksaan di diagnose tetraparesis upper
motor neuron (UMN) et causa trauma medula spinalis
setinggi C5

2. DS : Pasien mengatakan setelah jatuh pasien tidak Resiko Konstipasi Kelemahan Otot Abdomen
bisa merasakan bak/bab
DO : -
DIAGNOSA KEPERAWATAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

D. 0054 L.05042 (I.06171)


Gangguan Mobilitas Fisik. Status mobilisasi Dukungan Ambulasi

D.0052 L.04033-Eliminasi Fekal 1.04160


Risiko Konstipasi. Pencegahan konstipasi
d. Implementasi

Penatalaksanaan saat MRS ialah pemasangan neck collar, iv line NaCl 0,9% 500 cc tiap 8
jam, metilprednisolon 30 mg/kgBB (1500 mg) dalam 15 menit, kemudian dilanjutkan
setelah 45 menit 5,4 mg/kgBB/jam (270 mg/jam) selama 47 jam, Mecobalamin 500
mg tiap 12 jam iv, ranitidin 50 mg tiap 12 jam iv, Laktulos sirup 3x1 sendok makan
dan rawat luka
Perawatan hari ke 2 Penatalaksanaan dengan rigid collar neck dan mobilisasi cara log
roll.
Terapi dilanjutkan dengan tambahan ketorolac 20 mg 3 x 1 tablet (jika nyeri).
Perawatan hari ke 3 pemberian metal prednisolon dilanjutkan dengan dosis 3x16 mg per
oral yang secara bertahap diturunkan setiap 3 hari sampai dosis minimal 4 mg sehari;
Pada perawatan hari ke-20 dilakukan CT-Scan servikal sentrasi C4-C6 denganhasil
dalam batas normal.
Analisa pico

P : Insiden cedera medulla spinalis menunjukkan terdapat 40- 80 kasus baru per 1 juta
populasi setiap tahunnya. Ini berarti bahwa setiap tahun sekitar 250.000-500.000 orang
mengalami cedera medulla spinalis.
I : Terapi pada kasus cedera medulla spinalis terutama ditujukan untuk meningkatkan dan
mempertahankan fungsi sensorik dan motorik.
C : Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan
pasiencederamedulaspinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training harus
dilakukan sedini mungkin.
O : Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang diagnosis pada
kasusini adalah paraplegi inferior distal denganinkontinensia urine
denganinkontinensiaalviectrauma medulla spinalis inkompli tsetinggi L1–L5.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai