Anda di halaman 1dari 48

1.

SEL DARAH MERAH

1.1 Pengertian

Sel darah merah ini dibentuk dalam sumsum merah tulang pipih, selanjutnya darah
beredar ke seluruh bagian tubuh yang melalui pembuluh darah. Untuk umur sel darah
merah yakni kurang lebih hanya 120 hari. Sel darah merah yang telah tua akan dibongkar
oleh hati dan limpa. Di dalam hati hemoglobin diubah menjadi zat warna empedu
(bilirubin) yang kemudian di tamping dalam kantong empedu. Bilibirun ini berfungsi
memberi warna kepada feses, zat besi ada pada hemoglobin yang kemudian dilepas dan
digunakan untuk membentuk sel darah merah baru.

1.2 Fungsi Sel Darah Merah


Fungsi utama sel darah merah ialah mengikat oksigen dan karbon dioksida. Bagian
sel darah merah yang sangat berperan dalam mengikat oksigen yakni hemoglobin, proses
dalam mengikat oksigen oleh hemoglobin dalam paru-paru bisa diikhtisarkan sebagai
berikut
Pada karbon dioksida lebih mudah larut dalam air dari pada oksigen. Karbon dioksida
tidak sukar tetapi mudah dalam terikat dengan air dalam plasma darah membentuk asam
karbonat. Asam karbonat lalu membebaskan ion hydrogen yang menyebabkan pH darah
akan turun ( asam ). Apabila karbon dioksida hanya diangkut dengan cara ini, metabolism
tubuh akan mengalami gangguan Supaya tidak membahayakan tidak lebih dari 5%-10%
karbon dioksida yang dihasilkan jaringan mengalami pengangkutan dengan cara ini.
Sisanya pengangkutan karbon dioksida dilakukan oleh sel darah merah. Sekitar 25%
karbon dioksida berikatan dengan hemoglobin dalam sel darah merah membentuk
karbominohemoglobin. Karbon dioksida tidak bergabung dengan hemoglobin di tempat
yang sama pada oksigen. Sel darah merah dari jantung yang sampai ke sel-sel tubuh akan
membebaskan oksigen dan meningkatkan pengangkutan karbon dioksida dari sisa-sisa
oksidasi sel. Sel darah merah yang ada dalam tubuh sampai ke paru-paru akan mengikat
oksigen. Pengikatan oksigen ini dilakukan oleh hemoglobin ini akan menaikkan

1
pembebasan karbon dioksida, dengan adanya dua mekanisme penting tersebut
pengangkutan karbon dioksida dapat berlangsung denga aman dan cepat.

1.3 Ciri-Ciri Sel Darah Merah


Dari hasil ulasan diatas tadi dapat diketahui ciri-ciri sel darah merah antara lain :
 Untuk bentuk pada sel darah merah ini yakni bulat pipih yang bagian tengahnya
cekung atau bikongkaf.
 Pada sel darah merah ini tidak memiliki inti sel.
 Memiliki warna merah karna mengandung hemoglobin.
 Untuk umur sel darah merah kurang lebih 120 hari.
 Sel darah merah berjumlah 4-5 juta sel/mm3 darah.
 Sel darah merah berdiameter 7-8um dan tebalnya 1-2 um.
 Sel darah merah bersifat elastic.
1.4 Proses Terbentuknya Sel Darah Merah
Proses terbentunya sel darah merah berdasarkan tahapan-tahapannya yaitu:
 Darah terbentuk atau diproduksi dalam sumsum merah tulang pipih
 Setiap detik sumsum merah tulang pipih membentuk sekitar dua juta sel
 Sel-sel yang telah diproduksi oleh sumsum merah tulang pipih dan dikeluarkan
dinamakan retikulosit, Retikulosit memiliki kurang lebih 1% dalam dari sirkulasi
darah
 Sel-sel yang mulai matang akan mengalami perubahan pada selpaut plasmanya
sehingga fagosit dapat mengetahui sel-sel yang sudah tua yang akan
menghasilkan fagositosis
 Hemoglobin diubah menjadi zat warna empedu (bilirubin) yang kemudian
ditampung dalam kantong empedu

2
1.5 Penyakit pada Sel Darah Merah

Hasil
Istilah Gangguan Makna
Pengamatan
Makrositosis Dimeter 8μm, - Anemia megaloblastic
VER : 95 μm 3 - Penyakit hati berat
- Hipotiroid

Mikrositosis Diameter sel < - Anemia defisiensi besi


6μm - Talasemia
VER : 80 μm3 - Anemi penyakit kronis

Hipokrom Sel pucat besar - Penurunan HB


- Hipotiroitisme

Polikromatofilia Eritrosit dengan - Retikulositosis


HB rendah
Polikilositosis Dijumpai - Anemi sel sabit
berbagai bentuk - Leukemia
sel - Stimulasi sumsum tulang

3
- Hemolisis
Anisitosis Ditemukan - Retikulosotosis
berbagai ukuran - Paska transfuse
sel
Sferositosis Sel bulat penuh, - Destruksi berlebihan oleh
Tidak bikonkaf, RES
KHER tinggi - Heriditer
Skistositosis Pecahan sel - Trauma intravascular
dalam sirkulasi - HGemolisis
mikroangiopati
Ekinositosis Tonjolan - Lemak bebas plasma
permukaan sel tinggi
rata - Asm empedu abnormal
- Efek obat barbiturate dan
salisilat
Stomatositosis Bagian tengah - Penyakit hati berat
sel lonjong - Defek, metabolism Na
bercelah
Eliptositosis Sel lonjong - Anomali heriditer

Beberapa penyakit yang terdapat dalam sel darah merah


a. Polisitemia Adalah peningkatan jumlah sel darah merah dalam sirkulasi. Polisitemia
terbagi menjadi 3 yaitu:
1. Polisitemia Relatif : Peningkatan konsentrasi sel darah merah tetapi tidak disertai
peningkatan jumlah masa total sel darah merah (karena dehidrasi dan
hemokonsentrasi).
2. Polisitemia Vera (Primer) : Peningkatan sel darah merah disertai peningkatan masa total
sel darah merah (akibat hiperaktivitas produksi sel darah merah oleh sumsum tulang)

4
3. Polisitemia Sekunder : Merupakan polisitemia fisiologi (normal) karena merupakan
respon terhadap hipoksia
b. Hiperbilirubinemia adalah peningkatan bilirubin darah yang berlebihan ditandai dengan
terjadinya ikterus, hal ini dapat diakibatkan karena peningkatan penghancuran eritrosit,
sumbatan saluran empedu, penyakit hati.
c. Anemia adalah Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan tubuh (Handayani dan Haribowo, 2008). Anemia terbagi menjadi beberapa
macam , yaitu :
a. Anemia Hemoragis
Anemia akibat kehilangan darah secara berlebihan. Secara normal cairan plasma yg hilang
akan diganti dalam waktu 1-3 hari namun dengan konsentrasi sel darah merah yang tetap
rendah.Sel darah merah akan kembali normal dalam waktu 3-6 minggu.
b. Anemia Aplastika
Adalah Sumsum tulang yang tidak berfungsi sehingga produksi sel darah merah
terhambat. Dapat dikarenakan oleh radiasi sinar gamma (bom atom), sinar X yang
berlebihan, bahan2 kimia tertentu, obat2an atau pada orang2 dengan keganasan.
c. Anemia Megaloblasitik
Adalah Vitamin B12, asam folat dan faktor intrinsik(terdapat pd mukosa lambung)
merupakan faktor2 yang berpengaruh terhadap pembentukan sel darah merah. Bila salah
satu faktor di atas tidak ada maka produksi eritroblas dalam sumsum tulang akan
bermasalah. Akibatnya sel darah tumbuh terlampau besar dengan bentuk yang aneh,
memiliki membran yg rapuh dan mudah pecah.. ciri2 ini disebut sebagai Megaloblas.
Dapat terjadi pada atropi mukosa lambung, gastrektomi total, sariawan usus (absorbsi
asam folat dan b12 berkurang.
d. Anemia Hemolitik
Adalah Sel darah merah yang abnormal ditandai dengan rapuhnya sel dan masa hidup yg
pendek (biasanya ada faktor keturunan)
Contoh :

5
1. Sferositosis, sel darah merah kecil, bentuk sferis, tidak mempunyai struktur
bikonkaf yg elastis (mudah sobek)
2. Anemia sel sabit, 0,3-10 % orang hitam di Afrika Barat dan Amerika sel2nya
mengandung tipe Hb yg abnormal (HbS), bila terpapar dengan O2 kadar rendah
maka Hb akan mengendap menjadi kristal2 panjang di dalam sel darah merah..
sehingga sel darah merah menjadi lebih panjang dan berbentuk mirip seperti
bulan sabit. Endapan Hb merusak membran sel. Tekanan O2 jaringan yg rendah
menghasilkan bentuk sabit dan mudah sobek. Penurunan tekanan O2 lebih lanjut
membentuk sel darah semakin sabit dan penghancuran sel darah merah
meningkat hebat.
3. Eritroblastosis Fetalis, Ibu dengan Rh(-) yang memiliki janin Rh(+).. pada
saat kehamilah pertama.. setelah ibu terpapar darah janin.. maka ibu secara
otomatis akan membentuk anti bodi terhadap Rh(+), sehingga pada kehamilan
yang ke dua anti Rh ibu akan menghancurkan darah bayi, dan bayi akan
mengalami anemia yg hebat hingga meninggal.
4. Hemolisis karena malaria atau reaksi dg obat2an
e. Nutrional Anemia,:
-Anemia defisiensi besi (Fe)
-Anemia defisiensi asam folat (akibat kekurangan asupan atau gangguan absorbsi
GI track)
f. Anemia Pernisiosa
Adalah Vitamin B12 penting untuk sintesa DNA yang berperan dalam
penggandaan dan pematangan sel. Faktor intrinsik berikatan dengan B12 sebagai
transport khusus absorbsi B12 dari usus. Anemia pernisiosa bukan karena
kekurangan Intake B12 melainkan karena defisiensi faktor intrinsik yg
mengakibatkan absorbsi B12 terganggu.
a. Renal Anemia
Terjadi karena sekresi eritropoietin dari ginjal berkurang akibat penyakit ginjal.

6
2. SEL DARAH PUTIH

2.1 Pengertian

Sel darah putih, leukosit (bahasa Inggris: white blood cell, WBC, leukocyte) adalah
sel yang membentuk komponen darah. Sel darah putih ini berfungsi untuk membantu tubuh
melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh. Sel darah
putih tidak berwarna, memiliki inti, dapat bergerak secara amoebeid, dan dapat menembus
dinding kapiler / diapedesis. Dalam keadaan normalnya terkandung 4x109 hingga 11x109 sel
darah putih di dalam seliter darah manusia dewasa yang sehat - sekitar 7000-25000 sel per
tetes. Dalam setiap milimeter kubik darah terdapat 6000 sampai 10000(rata-rata 8000) sel
darah putih. Leukosit turunan meliputi: sel NK, sel biang, eosinofil, basofil, dan fagosit
termasuk makrofaga, neutrofil, dan sel dendritik.

2.2 Fungsi Leukosit


Fungsinya sebagai pertahanan tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit /
bakteri yang masuk ke dalam jaringan RES (sistem retikuloendotel), tempat pembiakannya
di dalam limpa dan kelenjar limfe; sebagai pengangkut yaitu mengangkut / membawa zat
lemak dari dinding usus melalui limpa terus ke pembuluh darah.
Granulosit dan Monosit mempunyai peranan penting dalam perlindungan badan
terhadap mikroorganisme. Dengan kemampuannya sebagai fagosit (fago- memakan), mereka
memakan bakteria hidup yang masuk ke sistem peredaran darah. 10-20 mikroorganisme
tertelan oleh sebutir granulosit. Pada waktu menjalankan fungsi ini mereka disebut fagosit.
Dengan cara ini ia dapat mengepung daerah yang terkena infeksi atau cidera, menangkap
organisme hidup dan menghancurkannya, menyingkirkan bahan lain seperti kotoran-kotoran,
serpihan-serpihan dan lainnya.

2.3 Jenis – jenis Sel Darah Putih


Terbagi menjadi 2, yaitu granula dan tidak bergranula.
2.3.1 Granula

7
a. Neutrofil
Neutrofil (Polimorf), sel ini berdiameter 12–15 μm memilliki inti yang khas
padat terdiri atas sitoplasma pucat di antara 2 hingga 5 lobus dengan rangka tidak
teratur dan mengandung banyak granula merah jambu (azuropilik) atau merah
lembayung. Granula terbagi menjadi granula primer yang muncul pada stadium
promielosit, dan sekunder yang muncul pada stadium mielosit dan terbanyak pada
neutrofil matang. Kedua granula berasal dari lisosom, yang primer mengandung
mieloperoksidase, fosfatase asam dan hidrolase asam lain, yang sekunder
mengandung fosfatase lindi dan lisosom. (Hoffbrand, A.V & Pettit, J.E, 1996)
b. Eosinofil
Sel ini serupa dengan neutrofil kecuali granula sitoplasmanya lebih kasar dan
berwarna lebih merah gelap (karena mengandung protein basa) dan jarang terdapat
lebih dari tiga lobus inti. Mielosit eosinofil dapat dikenali tetapi stadium sebelumnya
tidak dapat dibedakan dari prekursor neutrofil. Waktu perjalanan dalam darah untuk
eosinofil lebih lama daripada untuk neutropil. Eosinofil memasuki eksudat
peradangan dan nyata memainkan peranan istimewa pada respon alergi, pada
pertahanan melawan parasit dan dalam pengeluaran fibrin yang terbentuk selama
peradangan. (Hoffbrand, A.V & Pettit, J.E, 1996)
c. Basofil
Basofil hanya terlihat kadang-kadang dalam darah tepi normal. Diameter
basofil lebih kecil dari neutrofil yaitu sekitar 9-10 μm. Jumlahnya 1% dari total sel
darah putih. Basofil memiliki banyak granula sitoplasma yang menutupi inti dan
mengandung heparin dan histamin. Dalam jaringan, basofil menjadi “mast cells”.
Basofil memiliki tempat-tempat perlekatan IgG dan degranulasinya Universitas
Sumatera Utara dikaitan dengan pelepasan histamin. Fungsinya berperan dalam
respon alergi. (Hoffbrand, A.V & Pettit, J.E, 1996)

8
2.3.2 Tidak Bergranula
a. Monosit
Rupa monosit bermacam-macam, dimana ia biasanya lebih besar daripada
leukosit darah tepi yaitu diameter 16-20 μm dan memiliki inti besar di tengah oval
atau berlekuk dengan kromatin mengelompok. Sitoplasma yang melimpah berwarna
biru pucat dan mengandung banyak vakuola halus sehingga memberi rupa seperti
kaca. Granula sitoplasma juga sering ada. Prekursor monosit dalam sumsum tulang
(monoblas dan promonosit) sukar dibedakan dari mieloblas dan monosit. (Hoffbrand,
A.V & Pettit, J.E, 1996)
b. Limfosit
Sebagian besar limfosit yang terdapat dalam darah tepi merupakan sel kecil
yang berdiameter kecil dari 10μm. Intinya yang gelap berbentuk bundar atau agak
berlekuk dengan kelompok kromatin kasar dan tidak berbatas tegas. Nukleoli normal
terlihat. Sitoplasmanya berwarna biru-langit dan dalam kebanyakan sel, terlihat
seperti bingkai halus sekitar inti. Kira-kira 10% limfosit yang beredar merupakan sel
yang lebih besar dengan diameter 12-16μm dengan sitoplasma yang banyak yang
mengandung sedikit granula azuropilik. Bentuk yang lebih besar ini dipercaya telah
dirangsang oleh antigen, misalnya virus atau protein asing. (Hoffbrand, A.V & Pettit,
J.E, 1996)

2.4 Penyakit-penyakit Leukosit:

Netrofil sama dengan gangguan kemotaksis adalah Kemampuan netrofil tertarik


ketempat infeksi dan peradangan, tempat sel-sel ini paling diperlukan untuk melawan infeksi
dan membersikan debris. Kurangnya jumlah netrofil di tempat ini paling sering berkaitan
dengan neutropenia.

Gangguan fagositosis dan pemusnahan bakteri sama dengan Fagositosis dapat di nilai
dengan memanjakan sel fagositik ke bakteri, fungus, partikel lakteks, dan partikel yang
dilapisi oleh antibody atau komplemen, kemudian dihitung jumlah bakteri yang dimakan.

9
Gangguan fungsi linfosit, monist dan makrofagus sama dengan apabila jumlah atau
fungsi limfosit berkurang, pasien menderita imonodefisiensi. Keadaan ini dapat merupakan
kelainan herediter atau didapat.Keadaan defisiensi didapatsekarang semakin sering di
jumpai.Sindrom imunodefisiensi didapat (AIDS) adalah suatu keadaan deisiensi imun
didapat yang terjadi akibat infeksi virus imunodefisiensi manusia (HIV). Virus ini secara
kusus menyerang limfosit T penolong sehingga jumlah sel ini jauh berkurang.

Gangguan kuantitatif non-neoplastik sama dengan hitung sel darah putih total dan
deferensial bermanfaat, tetapi non-spesifik, sebagai tanda diagnostic pada banyak keadaan
fisiologik dan patologik selain neutropenia dan sindrom imunodefesiensi yang telah di bahas
di atas. Perubahan jumlah mungkin munjukan bahwa terdapat suatu keadaan abnormal dan
tubu melakukan respon, namun perubahan kadar sel darah putih juga mungkin
mencerminkan keadaan-keadaan yang secara langsung memengaruhi organ pembentuk
darah.

Agrunulositosis sama dengan adalah neutripenia akut berat yang di tandai


dengan menghilangnya prekursol neutrofil di sumsum tulang dan penurunan hebat hitung
granulosit di darah perifer. Hitung jenis leukosit memperlihatkan tidak adanya neutrofil atau
jumlah neutrofil atau sel granulositik kerang dari 500/µL. Hal ini dapat terjadi secara
mendadak pada orang yang tampaknya normal, dan trauma yang terjadi sebagai suatu reaksi
obat idiosinkratik. Keadaan ini dapat juga terjadi berkaitan penyakit autoimun dan infeksi-
infeksi tertentu.

a. LEUKIMIA. Leukimia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum
tulang, yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan
menyingkirkan jenis sel darah lain. Leukemia tampak merupakan penyakit klonal yang
berarti satu sel kanker yang abnormal berpoliferasi tanpa terkendali, manghasilkal
sekelompok sel anak yang abnormal. Sel-sel ini menghambat semua sel sel lain di
sumsum tulang untuk berkembang secara normal, sehingga mereka tertimbun di sum
sum tulang. Karena factor- factor ini, leukemia disebut gangguan akumolasi sekaligus
gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-sel leukemik mengambil alih sumsum tulang.

10
Sehingga menurunkan kadar sel-sel non leukemik didalam darah yang merupakan
penyebab gejala umum leukemia.
b. PNEUMONIA. Pneumonia, infeksi akut pada jaringan paru oleh mikroorganisme.
Merupakan infeksi saluran nafas bagian bawah. Sebagian besar pneumonia disebab oleh
bakteri, yang terjadi secara primer atau skunder setelah infeksi virus. Penyebab
teresering pneumonia bakteri adalah bakteri gram positif, streptococcus pneumonia yang
menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri staphylococcus aureus dan streptokokus
beta. Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza. Kerusakan jaringan
paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme diparu banyak disebabkan dari reaksi
imun dan inflamasi yang dilakukan oleh penjamu. Selain itu toksin yang dikeluarkan
bakteri pada pneumonia bakteri dapat secara langsung merusak sel-sel system
pernafasan bawah, termasuk produksi surfaktan sel alveolkar tipe II. Pneumonia bakteri
mengakibatkan respon imun dan inflamasi yang paling mencolok, yang perjalananya
tergambar jelas pada pneumonia pneumokukus.

3. TROMBOSIT

3.1 Pengertian

Trombosit (keping-keping darah) adalah fragmen sitoplasmik tanpa inti


berdiameter 2-4 mm yang berasal dari megakariosit. Hitung trombosit normal dalam
darah tepi adalah 150.000 – 400.000 /µl dengan proses pematangan selama 7-10 hari di
dalam sumsum tulang. Trombosit dihasilkan oleh sumsum tulang (stem sel) yang
berdiferensiasi menjadi megakariosit. Megakariosit ini melakukan reflikasi inti
endomitotiknya kemudian volume sitoplasma membesar seiring dengan penambahan
lobus inti menjadi kelipatannya, kemudian sitoplasma menjadi granula dan trombosit
dilepaskan dalam bentuk platelet / keping-keping. Enzim pengatur utama produksi
trombosit adalah trombopoetin yang dihasilkan di hati dan ginjal, dengan reseptor C-
MPL serta suatu reseptor lain, yaitu interleukin.

11
3.2 Proses Terbentuknya Trombosit

Proses pembentukan dan perkembangan semua sel darah dari prekusor induknya
disebut Hemopoiesis. Sel darah pada orang dewasa dibentuk di sumsum tulang.
Sedangkan saat masa janin, hemopoiesis terjadi di yolk, kemudian pindah ke hati dan
limpa, hingga akhirnya ke tulang.
Pembentukan trombosit disebut megakariopoiesis karena dihasilkan dari
sumsum tulang dengan fragmentasi sitoplasma megakariosit. Prekusor megakriosit –
megakarioblas timbul dengan proses diferensiasi dari sel-sel hemopoietik. Megakariosit
saat proses replikasinya akan memperbesar volume sitoplasma ketika jumlah inti
meningkat menjadi dua kali lipat.
Pada proses replikasi yang ke 8 kali, pertumbuhan sel tersebut akan berhenti.
Sitoplasma akan membentuk granular dan trombosit dibebaskan. Tiap megakariosit
dapat menghasilkan sekitar 4000 buah trombosit. Trombosit ini berada di bawah kontrol
sebuah zat yang disebut trombopoietin (dihasilkan oleh ginjal dan hati). Trombosit baru
yang terbentuk memiliki kapasatias hemostatik yang lebih kuat dan berukuran sedikit
lebih besar.
Fungsi trombosit
Trombosit memiliki banyak fungsi, khususnya dalam mekanisme hemostasis. Berikut
fungsi dari trombosit:
a. Berperan dalam respon inflamasi.
b. Mencegah Pendarahan.
c. pembentuk sumbatan mekanis selama respon haemostati normal terhadap
luka vascular
d. melindungi integritas endotel pembuluh darah
e. interaksi trombosit dengan pembuluh darah
3.3 Mekanisme Kerja Trombosit
Proses kerja trombosit dalam membentuk penyumbat luka terdiri dari beberapa tahapan,
yaitu:

12
1. Adhesi Trombosit
Adhesi trombosit adalah perlekatan antar trombosit dengan jaringan endotel
serta jaringan yang cedera sehingga tertutupnya luka pada pembuluh darah. Proses
perlekatan ini akan membuat terjadinya interaksi antara permukaan trombosit dengan
jaringan cedera sehingga meningkatkan daya lekat trombosit dan memanggil faktor
koagulasi lainnya.
2. Agregasi Trombosit
Agregasi trombosit adalah kemampuan trombosit melekat satu sama lain
untuk membentuk sumbatan. Trombosit yang melekat pada jaringan cedera saat
proses adhesi akan membuat trombosit lainnya melekat kepadanya sehingga
sumbatan menutup luka tersebut. Namun pembentukan sumbatan ini tidak boleh
berlebihan, karena akan berbahaya dan menyebabkan tersumbatnya seluruh
pembuluh darah.
3. Pembebasan Trombosit
Pembebasan trombosit adalah reaksi untuk membentuk sumbatan (koagulasi)
trombosit yang stabil. Proses ini dipicu oleh pelepasan isi granula trombosit,
diantaranya adalah ADP, kolagen, epinefrin, dll. Pelepasan ini membuat trombosit
berubah dari bentuk piringan menjadi bulat.
4. Fusi Trombosit
Fusi trombosit merupakan reaksi gabungan trombosit yang bersifat irreversibel.
Proses ini dipicu karena tingginya kadar ADP dan komponen lain yang keluar akibat
reaksi pelepasan. Komposisi fibrin akan memperkuat jaringan baru yang terbentuk
pada daerah luka. Fusi trombosit ini bersifat irreversibel (tidak dapat kembali).
3.4 Kelainan-Kelainan Trombosit
Kelainan/gangguan dalam proses pembekuan yang disebabkan oleh kelainan
trombosit disebut trombopati. Kelainan trombosit dapat berupa:
1) Kelainan Jumlah Trombosit
a) Trombositopeni

13
Yaitu keadaan dimana jumlah dalam sirkulasi kurang dari normal trombosit,
hal ini disebabkan oleh produksi trombosit berkurang, destruksi trombosit
meningkat, dan abnormal pooling trombosit. Keadaan-keadaan dimana dapat
dijumpai trombositopeni ialah Idiopathic. Thrombocytopenic Purpura (ITP),
Congenital Immunologic Trombocytopenia, dan gangguan-gangguan pada
limpa.
b) Trombositosis
Yaitu keadaan dimana jumlah trombosit dalam sirkulasi lebih dari normal, hal
ini disebabkan karena kegiatan fisik, pemberian epineprin
(physiologictrombositosis), dan bertambahnya produksi trombosit, keadaan ini
dapat dijumpai pada trombositemia dan reactive trombosit.
2) Kelainan Fungsi Trombosit.
Trombositemia, yaitu keadaan dimana agregasi trombosit berkurang yang
disebabkan karena berkurangnya ADP dalam trombosit. (Anonim, 1989).

3.5 Penyakit Akibat Gangguan Pembekuan Darah

A. HEMOFILI

Hemofilia adalah gangguan koagulasi herediter akibat terjadinya mutasi atau


cacat genetik pada kromosom X. Kerusakan kromosom ini menyebabkan penderita
kekurangan faktor pembeku darah sehingga mengalami gangguan pembekuan darah.
Dengan kata lain, darah pada penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan
sendirinya secara normal. (Dr.Umarzein, 2008). Hemofilia tak mengenal ras,
perbedaan warna kulit ataupun suku bangsa. Namun mayoritas penderita hemofilia
adalah pria karena mereka hanya memiliki satu kromosom X. Sementara kaum hawa
umumnya hanya menjadi pembawa sifat (carrier). Seorang wanita akan benar-benar
mengalami hemofilia jika ayahnya seorang hemofilia dan ibunya pun pembawa sifat.
Akan tetapi kasus ini sangat jarang terjadi. Meskipun penyakit ini diturunkan, namun
ternyata sebanyak 30 persen tak diketahui penyebabnya. (Dr.Umar zein, 2008)

14
Ada dua jenis utama Hemofilia, yaitu:

1. Hemofilia A

Disebut Hemofilia Klasik, Pada hemofilia ini, ditemui adanya defisiensi atau tidak
adanya aktivitas faktor antihemofilia VIII, protein pada darah yang menyebabkan
masalah pada proses pembekuan darah. (Gugun2007)

2. Hemofilia B

Disebut Christmas Disease. Ditemukan untuk pertama kalinya pada seorang


bernama Steven Christmas yang berasal dari Kanada.pada Christmas Disease ini,
dijumpai defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor IX. (Gugun, 2007)

Penyakit hemofilia diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:

 Hemofilia berat, jika kadar aktivitas faktor kurang dari 1 %.

 Hemofilia sedang, jika kadar aktivitas faktor antara 1-5 %.

 Hemofilia ringan, jika kadar aktivitas faktor antara 6-30 %.

Gangguan pembekuan darah terjadi karena kadar aktivitas faktor pembeku darah jenis
tertentu kurang dari jumlah normal, bahkan hampir tidak ada. Sementara tingkat normal
faktor VIII dan IX adalah 50-200 %. Pada orang normal, nilai rata-rata kedua faktor pembeku
darah adalah 100%. (Gugun 2007)

Faktor penyebab Hemofilia

 Faktor Genetik

 Faktor komunikasi antar sel

 Faktor epigenik

15
4. LEUKIMIA

4.1 Pengertian

Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel
darah putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang atau
bone marrow ini dalam tubuh manusia memproduksi tiga type sel darah diantaranya sel
darah putih (berfungsi sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah merah
(berfungsi membawa oxygen kedalam tubuh) dan platelet (bagian kecil sel darah yang
membantu proses pembekuan darah). Leukemia umumnya muncul pada diri seseorang
sejak dimasa kecilnya, sumsum tulang tanpa diketahui dengan jelas penyebabnya telah
memproduksi sel darah putih yang berkembang tidak normal atau abnormal. Normalnya,
sel darah putih me-reproduksi ulang bila tubuh memerlukannya atau ada tempat bagi sel
darah itu sendiri. Tubuh manusia akan memberikan tanda/signal secara teratur kapankah
sel darah diharapkan be-reproduksi kembali.

4.2 Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh
terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol
sesuai dengan kebutuhan tubuh. Sedangkan pada leukemia terjadi peningkatkan produksi
sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda
dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya.
Sel leukemia memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh
terhadap infeksi. Sel leukemia juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang
termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada
jaringan.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih
mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan
tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik
sel yang kompleks). Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari

16
pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada
akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang
menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ
lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak.

4.3 Klasifikasi Leukemia


4.3.1 Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat
terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit)
yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain. Ditandai dengan suatu
perjalanan penyakit yang sangat cepat, mematikan, dan memburuk. Apabila hal ini
tidak segera diobati, maka dapat menyebabkan kematian dalam hitungan minggu
hingga hari.
A. Leukemia Limfositik Akut (LLA) merupakan jenis leukemia dengan
karakteristik adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem
limfopoetik yang mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat dalam)
dan kegagalan organ. LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%)
daripada umur dewasa (18%). Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan
hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari
sumsum tulang. Leukemia limfositik akut (LLA) merupakan tipe leukemia
paling sering terjadi pada anak-anak. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa
yang terutama telah berumur 65 tahun atau lebih.
B. Leukemia Mielositik Akut (LMA) merupakan leukemia yang mengenai sel
stem hematopoetik. Jenis ini ditandai dengan banyaknya leukosit yang
berdiferensiasi ke sel mieloid. LMA atau Leukemia Nonlimfositik Akut
(LNLA) lebih sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan anak-
anak (15%). Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6 bulan.

17
4.3.2 Leukemia Kronik
Leukemia kronik ditandai proliferasi neoplastik dari salah satu sel yang
berlangsung atau terjadi karena keganasan hematologi. Leukemia kronis memiliki
perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat sehingga memiliki harapan hidup yang
lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun.
A. Leukemia Limfositik Kronis (LLK) ditandai dengan proliferasi dan keganasan
klonal limfosit B (jarang pada limfosit T). LLK cenderung dikenal sebagai
kelainan ringan yang menyerang individu yang berusia 50 sampai 70 tahun
dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki. Kadang-kadang juga diderita oleh
dewasa muda, dan hampir tidak ada pada anak-anak
B. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK) LGK/LMK adalah
gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi berlebihan sel mieloid
(seri granulosit) yang relatif matang. LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan
paling sering dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun).
Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom Philadelphia ditemukan pada
90-95% penderita LGK/LMK. Dapat juga terjadi pada anak-anak, namun sangat
sedikit.

4 .4 Penyebab Leukemia
Sampai saat ini penyebab penyakit leukemia belum diketahui secara pasti, akan tetapi
ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi frekuensi terjadinya leukemia:
1. Radiasi
Hal ini ditunjang dengan beberapa laporan dari beberapa riset yang menangani
kasus Leukemia bahwa Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia,
Penerita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia, Leukemia ditemukan
pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima dan Nagasaki, Jepang.
2. Leukemogenik

18
Beberapa zat kimia dilaporkan telah diidentifikasi dapat mempengaruhi
frekuensi leukemia, misalnya racun lingkungan seperti benzena, bahan kimia inustri
seperti insektisida, obat-obatan yang digunakan untuk kemoterapi.
3. Herediter
Penderita Down Syndrom memiliki insidensi leukemia akut 20 kali lebih besar
dari orang normal.
4. Virus
Beberapa jenis virus dapat menyebabkan leukemia, seperti retrovirus, virus
leukemia feline, HTLV-1 pada dewasa

4.5 Gejala
Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia, trombositopenia,
neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena infiltrasi, hipermetabolisme (Guilhot
dan Roy, 2005).
1. Anemia.
Penderita akan menampakkan cepat lelah, pucat dan bernafas cepat (sel darah
merah dibawah normal menyebabkan oxygen dalam tubuh kurang
2. Perdarahan.
Ketika Platelet (sel pembeku darah) tidak terproduksi dengan wajar karena
didominasi oleh sel darah putih, maka penderita akan mengalami perdarahan
dijaringan
3. Terserang Infeksi.
Sel darah putih yang diterbentuk adalah tidak normal (abnormal) sehingga tidak
berfungsi semestinya. Akibatnya tubuh si penderita rentan terkena infeksi
virus/bakteri, bahkan dengan sendirinya akan menampakkan keluhan adanya
demam, keluar cairan putih dari hidung (meler) dan batuk.
4. Nyeri Tulang dan Persendian.
Hal ini disebabkan sebagai akibat dari sumsum tulang (bone marrow) mendesak
padat oleh sel darah putih.

19
5. Nyeri Perut.
Nyeri perut juga merupakan salah satu indikasi gejala leukemia, dimana sel
leukemia dapat terkumpul pada organ ginjal, hati dan empedu yang
menyebabkan pembesaran pada organ-organ tubuh ini dan timbulah nyeri. Nyeri
perut ini dapat berdampak hilangnya nafsu makan penderita leukemia.
6. Pembengkakan Kelenjar Lympa.
7. Kesulitan Bernafas (Dyspnea).

4.6 Sasaran dan Strategi Pengobatan


Pengobatan leukemia tergantung dari berbagai macam faktor, salah satu
diantaranya pengobatan leukemia berdasarkan jenis leukemianya, ada beberapa pilihan
terapi untuk leukemia yaitu: kemoterapi, radioterapi, transplantasi sumsum
tulang, pemberian obat-obatan tablet dan suntik, dan transfusi sel darah merah atau
platelet.
1. Kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan
kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia.
Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau
kombinasi dari dua obat atau lebih. Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi
dengan berbagai cara:
 Melalui mulut
 Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena).
 Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam
pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas – Perawat akan
menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari suntikan yang
berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera
pada pembuluh darah balik/kulit.
 Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli patologi
menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan

20
sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi intratekal.
Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal.
Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau
diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang.
Terdapat tiga fase pelaksanaan kemoterapi:
A. Fase Induksi
Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan
terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase. Fase
induksi dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak
ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
B. Fase Profilaksis
Sistem saraf pusatPada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine
dan hydrocotison melaui intrathecal untuk mencegah invsi sel leukemia ke
otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang
mengalami gangguan sistem saraf pusat.
C. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk mempertahankan
remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh.
Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah
lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika
terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau
dosis obat dikurangi.
2. Terapi Biologi
Terapi biologi untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker.
Terapi ini diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien
dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan adalah
antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini
memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah
dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi

21
yang digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat
pertumbuhan sel-sel leukemia.
3. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi
tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin
yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh
tempat menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi
yang diarahkan ke seluruh tubuh. (Iradiasi seluruh tubuh biasanya diberikan
sebelum transplantasi sumsum tulang.)
4. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell).
Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang
tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel
leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien
akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang
dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang
baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi ini. Setelah
transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di rumah sakit
selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi
sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah
putih dalam jumlah yang memadai.

5. THALAXEMIA

5.1 Pengertian
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif (Mansjoer,dkk.2000). Thalasemia merupakan sekelompok kelainan
keturunan yang berhubungan dengan efek sintesis rantai hemoglobin (Meta &
Hoffbrand,2006). Thalassemia adalah gangguan genetik yang mengakibatkan

22
menurunnya produksi dan rusaknya hemoglobin, sebuah molekul di dalam semua sel
darah merah (sel darah merah) yang mengangkut oksigen ke seluruh tubuh.Thalasemia
adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah
rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari) .
Talasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut dan haema
adalah darah. Dimaksudkan dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena
penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Talasemia (bahasa
Inggeris : thalassaemia) adalah penyakit kecacatan darah. Talasemia merupakan
keadaan yang diwarisi dari keluarga kepada anak. Kecacatan gen menyebabkan
hemoglobin dalam sel darah merah menjadi tidak normal.
5.2 PATOFISIOLOGI
Hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah, mengandung zat besi (Fe).
Kerusakan sel darah merah pada penderita thalasemia mengakibatkan zat besi akan
tertinggal di dalam tubuh. Pada manusia normal, zat besi yang tertinggal dalam tubuh
digunakan untuk membentuk sel darah merah baru.
Pada penderita thalasemia, zat besi yang ditinggalkan sel darah merah yang rusak
itu menumpuk dalam organ tubuh seperti jantung dan hati (lever). Jumlah zat besi yang
menumpuk dalam tubuh atau iron overload ini akan mengganggu fungsi organ tubuh.
Penumpukan zat besi terjadi karena penderita thalasemia memperoleh suplai darah
merah dari transfusi darah. Penumpukan zat besi ini, bila tidak dikeluarkan, akan sangat
membahayakan karena dapat merusak jantung, hati, dan organ tubuh lainnya, yang pada
akhirnya bisa berujung pada kematian.

5.3 Penyebab Thalasemia


Penyebab penyakit Thalasemia adalah:
1. Gangguan genetik
Orang tua memiliki sifat carier (heterozygote) penyakit thalasemia sehingga klien
memiliki gen resesif homozygote.
2. Kelainan struktur hemoglobin

23
a. Kelainan struktur globin di dalam fraksi hemoglobin
Sebagai contoh : Hb A (adult, yang normal), berbeda dengan Hb S (Hb dengan
gangguan thalasemia) dimana, valin di Hb A digantikan oeh asam glutamate di
Hb S.
b. Menurut kelainan pada rantai Hb
Thalasemia dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu : thalasemia alfa (penurunan
sintesis rantai alfa) dan beta (penurunan sintesis rantai beta).
3. Produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu
Defesiensi produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai a dan b.
4. Terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek (kurang
dari 100 hari) Struktur morfologi sel sabit (thalasemia) jauh lebih rentan untuk rapuh
bila dibandingkan sel darah merah biasa. Hal ini dikarenakan berulangnya
pembentukan sel sabit yang kemudian kembali ke bentuk normal sehingga
menyebabkan sel menjadi rapuh dan lisis.
5. Deoksigenasi (penurunan tekanan O2)
Eritrosit yang mengandung Hb S melewati sirkulasi lebih lambat apabila
dibandingkan dengan eritrosit normal. Hal ini menyebabkan deoksigenasi (penurunan
tekanan O2) lebih lambat yang akhirnya menyebabkan peningkatan produksi sel
sabit.

5.4 Diagnosis pada pasien Thalasemia adalah :

1. Anamnesis
Keluhan timbul karena anemia: pucat, gangguan nafsu makan, gangguan
tumbuh kembang dan perut membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada
umumnya keluh kesah ini mulai timbul pada usia 6 bulan.
2. Pemeriksaan fisis
 Pucat
 Bentuk muka mongoloid (facies Cooley)

24
 Dapat ditemukan ikterus
 Gangguan pertumbuhan
 Splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar
3. Pemeriksaan penunjang
a. Darah tepi :
 Hb rendah dapat sampai 2-3 g%.
 Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target,
anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit,
polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan
sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
 Retikulosit meningkat.
b. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)
 Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis
asidofil.
 Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
c. Pemeriksaan khusus :
 Hb F meningkat : 20%-90% Hb total.
 Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
 Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor
merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb
total).
4. Pemeriksaan lain :
 Foto Ro tulang kepala
Gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula
tegak lurus pada korteks.
 Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang
Perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.
5. Diagnosis banding

25
Thalasemia minor :
 Anemia kurang besi
 Anemia karena infeksi menahun
 Anemia pada keracunan timah hitam (Pb)
 Anemia sideroblastik

5.5 Pencegahan dan Pengobatan pasien Thalasemia

Pada thalassemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian
tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari
tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid),
karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan.
Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum
tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian. Thalasemia menurut para ahli
belum ada obatnya, tapi pengobatan alami dengan menggunakan cyano spirulina dan
jelly gamat akan membantu mengurangi frekwensi transfusi darahnya.
Alasanya adalah kandungan Cyano Spirulina terdapat 5 zat gizi utama, yaitu
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan 4 pigmen alami yaitu betakaroten,
klorofil, xantofil, dan Fikosianin.
Pigmen adalah zat warna alami yang ada pada tumbuhan. Pigmen pada cyano
Spirulina berfungsi sebagai detoksifikasi (pembersih racun), perlindungan tubuh
terhadap radikal bebas, antioksidan, meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan
jumlah bakteri ”baik” di usus, meningkatkan haemoglobin (Hb), dan sebagai
antikanker.
Selain itu, cyano Spirulina mengandung klorofil, Vitamin B 12, Asam folat
dan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan darah merah. Konsumsi cyano
Spirulina secara teratur akan mencegah terjadinya anemia (kurang darah).
Pada keluarga dengan riwayat thalassemia perlu dilakukan penyuluhan
genetik untuk menurunkan resiko memiliki anak yang menderita thalassemia.

26
a. Faktor resiko penderita thalasemia
 Anak dengan orang tua yang memiliki gen thalassemia
 Resiko laki-laki atau perempuan untuk terkena sama
 Thalassemia Beta mengenai orang asli dari Mediterania atau ancestry
(Yunani, Italia, Ketimuran Pertengahan) dan orang dari Asia dan Afrika
Pendaratan.
 Alfa thalassemia kebanyakan mengenai orang Tenggara Asia, orang India,
Cina, atau orang Philipina.

b. Penatalaksanaan dan Pencegahan Pada Penderita Thalasemia


Pada penatalaksanan pada pasien harus melakukan pertimbangan aspek
ekonomi, sosial, dan budaya pasien. Untuk memberikan terapi senantiasa
meminta persetujuan dari pasien.

Pada pasien anak dapat diberikan terapi:


 Transfusi
Untuk mempertahankan kadar hb di atas 10 g/dl. Sebelum melakukannya
perlu dilakukan pemeriksaan genotif pasien untuk mencegah terjadi antibody
eritrosit. Transfusi PRC (packed red cell)dengan dosis 3 ml/kg BB untuk
setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
 Antibiotik
Untuk melawan mikroorganisme pada infeksi. Untuk menentukan jenis
antibiotic yang digunakan perlu dilakukan anamnesis lebih lanjut pada pasien.
 Khelasi Besi
Untuk mengurangi penimbunan besi berlebihan akibat transfusi. Khelasi
besi dapat berupa desferoksamin diberikan injeksi subcutan, desferipone
(oral), desferrithiochin (oral), Pyridoxal isonicotinoyl hydrazone (PIH), dll.
 Vitamin B12 dan Asam folat

27
Untuk meningkatkan efektivitas fungsional eritropoesis.
 Vitamin C
Untuk meningkatkan ekskresi besi. Dosis 100-250 mg/hari selama pemberian
khelasi besi.
 Vitamin E
Untuk memperpanjang masa hidup eritrosit. Dosis 200-400 IU setiap hari.
 Imunisasi
Untuk mencegah infeksi oleh mikroorganisme.
 Splenektomi
Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intra abdominal dan bahaya terjadinya
ruptur. Jika disetujui pasien hal ini sebaiknya dilakukan setelah anak berumur
di atas 5 tahun sehingga tidak terjadi penurunan drastis imunitas tubuh akibat
splenektomi.

Pencegahan thalassemia atau kasus pada pasien ini dapat dilakukan dengan
konsultasi pra nikah untuk mengetahui apakah diantara pasutri ada pembawa gen
thalassemia (trait), amniosentris melihat komposisi kromosom atau analisis DNA
untuk melihat abnormalitas pada rantai globin.

28
6. GETAH BENING

6.1 Pengertian
Getah bening adalah cairan yang di temukan dalam pembuluh getah bening dari
system limfatik. Cairan ini terutama terdiri dari air, protein plasma, dan sel darah. Kelenjar
getah bening adalah sel kecil, seukuran kacang yang terletak di seluruh tubuh, dengan
konsentrasi di leher, pangkal paha, dan ketiak ada sekitar 500 – 700 kelenjar getah bening
menyebar di seluruh tubuh. Kelenjar getah bening menyaring antigen dan dan
mengaktifasi sel kekebalan tubuh, ketika sidtem ekebalan tubuh diaktifkan, maka
produksi sejumlah besar limfosit dimulai maka akan menyebabkan pembengkakan.

6.2 Fungsi
Fungsi dari kelenjar getah bening diantaranya adalah

o Mengembalikna cairan dan protein ke jaringan ke dalam sirkulasi darah


o Mengangkut limfosit dari kelenjar limfa ke sirkulasi darah
o Untuk membawa lemak yang sudah menjadi emulsi dari usus ke sirkulasi darah.
Saluran limfa ynag melakukan tugas itu adalah saluran lacteal
o Kelenjr limfa yang menyaring dan menghancurkan mikroorganime untuk
menghindari penyebaran organisme tersebut dari tempat masuknya ke dalam
jaringan ke tubuh lain.

29
o Apabila ada infeksi, kelenjar limfe menghasilkan zat (antibody) untuk melindungi
tubuh terhadap kelanjtan infeksi.

6.3 Kelainan

Penyakit kelainan getah bening bias di sebabakan oleh infeksi berbagai organisme
yaitu, bakteri, virus, protozoa, riketsia atau jamur. Secara khusus infeksi meyebar ke
kelenjar getah bening dari infeksi kulit, telinga, hidung atau mata.

Gejala penyakit kanker getah bening meliputi pembengkakan kelenjar getah


bening pada leher, ketiak atau pangkal paha. Pembengkakan kelenjar tadi dapat dimulai
dengan gejala penurunan berat badan secara gratis, rasa lelah yang terus menerus, batuk-
batuk dan sesak napas, gatal-gatal, demam tanpa sebab dan berkeringat malam
hari.Cairan limfatik adalah cairan putih menyerupai susu yang mengandung protein
lemak dan limfosit yang semuanya mengalir ke seluruh tubuh lewat pembuluh limfatik.
ada dua macam sel limfosit yaitu sel B dan Sel T berfungsi membantu melindungi tubuh
melawan bakteri dengan membuat antibodi yang memusnahkan bakteri. limfoma adalah
kanker yang tumbuh akibat mutasi sel limfosit (sejenis sel darah putih) yang sebelumnya
normal. Seperti halnya limfosit normal, limfosit ganas dapat tumbuh pada berbagai organ
dalam tubuh, termasuk kelenjar getah bening, limpa, sumsum tulang, darah ataupun

30
organ lain.ada dua jenis kanker sistem limfotik yaitu penyakit limfoma hodgkin dan
limfoma non-hodgkin (NHL ).

a. Limfoma Hodgkin
Penyakit Hodgkin termasuk dalam keganasan limfotikular yaitu : limfoma
malignum yang terbagi dalam limfoma malignum hodgkin dan limfoma malignum
non hodgkin. Secara pathologi, penyakit ini dikarakterisasikan oleh kehadiran sel
reed-Sternberg. Limfoma Hodgkin adalah salah satu dari kanker pertama yang dapat
disembuhkan oleh radiasi. Limfoma Hodgkin merupakan salah satu yang pertama
kalinya dapat disebuhkan oleh kombinasi kemoterapi. Rata penyembuhan sekitar
93%, membuat penyakit ini sebagai salah satu kanker yang paling dapat
disembuhkan.
b. Limfoma non – Hodgkin

Limfosit non – Hodgkin adalah krlompok kegananasa primer limfosit yang


dapat berasal dari limfosit B, limfosit T dan kadang (amat jarang) berasal dari sel NK
(natural killer) yang berada dalam sistem limfe. Limfoma non-hodgkin berkembang
dari limfosit (salah satu jenis sel darah putih). Pada keadaan normal
limfosit akan mengalami suatu siklus. 1imfosit yang tua akan mati dan tubuh
membentuk limfosit yang baru. Pada limfoma non-hodgkin tubuh membentuk
limfosit yang abnormal yang akan terus membelah dan bertambah banyak dengan
tidak terkontrol. Limfosit yang bertambah banyak ini akan memenuhi kelenjar getah
bening dan menyebabkan pembesaran. Keganasan ini dapat timbul pada berbagai
lokasi di tubuh. Umumnya akan timbul sel kanker di kelenjar getah bening, dan dapat
menyebar ke organ limfatik lainnya, termasuk pembuluh limfe, tonsil,
adenoid, limpa, kelenjar timus, dan sumsum tulang. Kadang-kadang limfoma
non-hodgkin melibatkan organ lain di luar sistem limfatik. Insiden limfoma non-
hodgkin secara global 7 kali lebih sering dibandingkan limfoma Hodgkin.

31
Kanker kelenjar getah bening atau limfoma adalah sekelompok
penyakit keganasan yang berkaitan dan mengenai siste limfatik. Si stem
limfatik merupakan bagian penting dari sistem kekebalan tubuh yang membentuk
pertahanan alamiah tubuh melawan infeksi dan kanker.

6.4 Cara pemeriksaan


KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar get ah bening
harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya
nyeri tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak
dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.
 Ukuran
Normal apabila diameter lebih dari 1 cm (pada epitoclear lebih dari 0,5 cm
dan lipat paha kurang dari 1,5 cm dikatakan abnormal )
 Nyeri tekan
Umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan
 Konsistensi
Keras seperti batu mengarahkan pada keganasan, padat seperti karet
manandakan kegnasan limfoma, lunak mengarah kepada infeksi, fluaktatif
mengarahkan telah terjadinya abses / pernanahan.
 Penempelan atau bergerombol
Beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersama bila di gerakan. Dapat
akibat tuberculosis, sarkoidosis, keganasan.

Pembesaran KGB leher bagian posterior (belakang) terdapat pada


infeksi rubela dan mononukleosis. Supraklavikula atau KGB leher bagian
belakang memiliki risiko keganasan lebih besar daripada pembesaran KGB
bagian anterior.

Pembesaran KGB leher yang disertai daerah lainnya juga sering disebabkan
oleh infeksi Virus. Keganasan, obat-obatan, penyakit kolagen umumnya dikaitkan
dengan pembesaran KGB generalisata. Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus,

32
KGB umumnya bilateral (dua sisi-kiri/kiri dan kanan), lunak dan dapat digerakkan.
Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya nyeri pada penekanan, baik satu sisi
atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan. Adanya kemerahan dan suhu
lebih panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri dan adanya fluktuatif
menandakan terjadinya abses. Bila limfadenopati disebabkan keganasan tanda-tanda
peradangan tidak ada, KGB keras dan tidak dapat digerakkan (terikat dengan jaringan
di bawahnya).Pada infeksi oleh mikobakterium pembesaran kelenjar berjalan
minguan-bulan, Walaupun dapat mendadak, KGB menjadi fluktuatif dan kulit
diatasnya menjadi tipis, dan dapat pecah dan terbentuk jembatan-jembatan kulit di
atasnya.

Pembesaran kelenjar getah bening pada dua sisi leher secara mendadak
biasanya disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada infeksi
oleh penyakit kawasaki umumnya pembesaran KGB hanya satu sisi saja. Apabila
berlangsung lama (kronik) dapat disebabkan infeksi oleh mikobakterium,
toksoplasma, ebstein barr virus atau citomegalovirus. Pada Limfoma Hodgkin kadang
ditemukan dari adanya temuan pada pemeriksaan rontgen dada untuk indikasi lain.
Diagnosis ditegakkan dari biopsi kelenjar Getah Bening yang membesar. Jika hasil
biopsi ditemukan perubahan bentuk kelenjar getah bening dan adanya sel reed-
Sternberg, maka hal tersebut memastikan diagnosis.

Pemeriksaan penunjang lainnya yang mungkin dibutuhkan untuk diganosis


maupun untuk melihat perluasan /keterlibatan organ lain adalah: rontgten, CT-scan,
MRI, Gallium scan, PET scan, biopsi sumsum tulang, dan pemeriksaan darah.
Limfoma Hodgkin dapat dibagi menjadi 2 yaitu tipe A bila penderita tidak mengalami
gejala demam, berkeringat dan penurunan berat badan. Sedangkan tipe B bila
penderita mengalami gejala demam, berkeringat dan mengalami penurunan berat
badan.di dalam limfoma Hodgkin langkah pertama yang harus dilakukan adalah
penentuan stadium penyakit, yaitu:

a. Dipastikan dengan biopsi eksisi kelenjar getah bening ;

33
b. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
c. Evaluasi laboratorium : pemeriksaan darah lengkap, uji fungsi hai uji fungsi ginjal;
urinilisis
d. Roggen foto toraks, CT scan toraks, abdomen dan pelvis
e. Biopsy sumsum tulang
f. Laporotomi dengan spelenektomi untuk menentukan stadium

7. ITP (IDIOPATIK TROMBOSITOPENI PURPURA)

7.1 Pengerian
Immune (idiophatic) thrombocytopenic purpura (ITP) merupakan kelainan
hematologi dengan penurunan jumlah platelet dalam darah perifer, yang berhubungan
dengan mediasi autoantibodi. ITP dibedakan menjadi tipe primer dan tipe sekunder
(berhubungan dengan kelainan lain). Pada tipe primer dibedakan lagi menjadi dua
bentuk yaitu akut dan kronik. Tipe akut umumnya terjadi pada anak-anak usia 2
sampai 6 tahun dengan angka kejadian yang sama antara laki-laki dan perempuan.
Umumnya pada tipe akut dapat membaik dengan spontan. Sedangkan pada tipe
kronik dialami pada orang dewasa dengan rentangan usia 40 sampai 45 tahun dengan
angka kejadian lebih tinggi pada perempuan, dengan perbandingan antara perempuan
dan laki-laki 3:1. Pada tipe kronik trombositopenia terjadi lebih dari enam bulan,
biasanya mempunyai onset yang tersembunyi dan sering membutuhkan intervensi
medis untuk mencegah perdarahan.

7.2 Tanda dan gejala

Tanda dan gejala ITP dibagi menjadi dua katagori yaitu dry dan wet purpura. Dry
purpura (perdarahan kutaneus) tampak sebagai bruising (memar) atau petechiae.
Sedangkan wet purpura berhubungan dengan perdarahan pada membran mukosa

34
termasuk saluran gastrointestinal, mulut, hidung dan mata. ITP pada anak-anak biasanya
akut dan dapat membaik dengan sendirinya, dikarakteristikkan dengan onset mendadak
dari petechiae dan purpura diperkirakan 2 sampai 3 minggu setelah terinfeksi virus atau
imunisasi. ITP pada dewasa biasanya kronis dengan onset tersembunyi tanpa gejala
prodromal. Pada sebagian kasus kematian berhubungan dengan perdarahan intrakranial.
Pada pasien yang simptomatik terdapat tanda dan gejala antara lain petechiae/purpura,
bruising/hematoma, perdarahan menetap setelah terjadi injuri, perdarahan mukosa,
perdarahan pada hidung/epistaksis, perdarahan dari tempat lain (perdarahan pada gusi
dan menorraghia pada perempuan)

1) wet purpura perdarahan pada mata 2) purpura dan hematoma

3) Perdarahan mukosa 4) petechiae

35
7.3 PATOFISIOLOGI

ITP disebabkan oleh autoantibodi trombosit spesifik mengikat trombosit. IgG


autoantibody berlapis trombosit menjalani kliring dipercepat dalam limpa dan hati
setelah mengikat reseptor Fc diekspresikan pada makrofag jaringan. perusakan platelet
yang mungkin dipicu oleh antibodi, yang mengarah ke formasi dari neoantigens,
sehingga mengakibatkan produksi autoantibodi dalam jumlah yang cukup untuk
menyebabkan trombositopenia.Pada tahap awal, glikoprotein IIb / IIIa dikenali oleh
autoantibodi, sedangkan antibodi mengenali glikoprotein Ib / IX belum terbentuk pada
tahap ini. Autoantibody-dilapisi trombosit akan mengikat antigen presenting sel (APC),
yaitu makrofag, melalui reseptor Fc, dan kemudian diinternalisasi dan terdegradasi.
Proses APC tidak hanya glikoprotein IIb / IIIa, tetapi juga glikoprotein lainnya. APC
yang diaktifkan melahirkan peptida baru pada permukaan, dibantu oleh kostimulasi
(ditunjukkan oleh interaksi antara CD154 dan CD40). Peptida baru kemudian disajikan
ke sel-sel T, dimana sel-sel T diaktifkan ini menghasilkan sitokin dan mengaktifkan sel
B untuk menghasilkan antibodi terhadap glikoprotein trombosit tertentu. Selain
autoantibodymediated perusakan platelet, trombositopenia ITP-terkait juga dapat
disebabkan oleh produksi trombosit suboptimal.

7.4 DIAGNOSIS
Pada pemeriksaan fisik biasanya tanda-tanda perdarahan yang ditemui, seperti
petechiae, purpura, dan konjungtiva dan perdarahan mukosa, splenomegali ringan juga
dapat ditemukan pada pasien muda.

7.5 MANIFESTASI KLINIK

Perdarahan pada ITP dimanifestasikan oleh purpura, ekimosis dan petechiae, dan
perdarahan mukosa. vesikel hemoragik atau bula dapat dilihat pada rongga mulut dan
permukaan mukosa lainnya. perdarahan gusi dan epistaksis adalah jenis yang paling
sering perdarahan. Jenis lain dari perdarahan dapat terjadi di saluran pencernaan seperti

36
melena, dan di saluran urogenital sebagai hematuria dan menorrhagia, mukosa spontan,
perdarahan intrakranial dan gastrointestinal terjadi pada jumlah trombosit <10.000 / ì L.

7.6 TERAPI

Penatalaksanaan dapat dibagi menjadi dua yaitu terapi lini pertama dan terapi lini
kedua. Penatalaksanaan dapat dibagi menjadi dua yaitu terapi lini pertama dan terapi lini
kedua. Pilihan pengobatan lini pertama diantaranya kortikosteroid, intravena (IV)
imunoglobulin (Ig) dan IV Rh anti-D. Kortikosteroid mencegah destruksi platelet oleh
makrofag dalam limpa dan hati dengan demikian dapat meningkatkan jumlah platelet.
Pilihan pertama dapat digunakan prednisone 0,5 – 2 mg/kg/hari sampai jumlah
plateletnya melebihi 30-50 x109/L. Kortikosteroid diresepkan sebagai pengobatan
jangka pendek (3-4 minggu) karena penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan
efek samping yang lebih banyak dari manfaatnya untuk mengurangi resiko perdarahan
yang berat. Imunoglobulin digunakan untuk desensitasi sistem imun. Ada dua jenis
imunoglobulin intravena (IVIg) dan anti-D imunoglobulin intravena. IVIg diindikasikan
untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami perdarahan atau sebelum
menjalani operasi untuk meningkatkan jumlah platelet.
Penatalaksanaan berdasarkan atas jumlah platelet

Jumlah platelet (x109/L) Pengobatan

>50 Tidak memerlukan pengobatan


Tidak memerlukan pengobatan, atau
Prednisone (1 - 1,5 mg/kg/hari) untuk pasien
30-50 yang mempunyai resiko tinggi untuk
mengalami perdarahan (contoh: hipertensi,
faktor pola hidup, penggunaan obat yang
bersamaan, trauma kepala atau jadwal untuk
operasi)

37
Perdarahan atau Pengobatan darurat :
Perdarahan yang mengancam nyawa Transfusi platelet intravena imunoglobulin
(IVIg; 1 g/kg/hari) methylprednisolone (1
g/hari selama tiga hari)

Tujuan dari pengobatan lini kedua, seperti splenektomi pada pasien dengan ITP
adalah untuk mencapai peningkatan jumlah trombosit. Splenektomi diindikasikan pada
pasien yang gagal untuk menanggapi terapi kortikosteroid atau membutuhkan terapi platelet
terus menerus. Splenektomi mengurangi interaksi antara sel T dan B yang terlibat dalam
antibodi sintesis Indikasi untuk splenektomi setelah terapi kortikosteroid adalah sebagai
berikut:
a). Jumlah trombosit kurang dari 50.000 per il setelah 4 minggu terapi
b). Jumlah trombosit yang tersisa di bawah normal setelah 6-8 minggu
c). Jumlah trombosit yang normal, tapi menurun setelah pengurangan dosis
kortikosteroid.
Sekitar 80% pasien dengan ITP menanggapi splenektomi, dengan terus menerus
lima tahun respon yang dihadapi dalam 66% dari pasien tanpa membutuhkan terapi
tambahan. Sekitar 14% dari pasien yang tidak responsif terhadap pengobatan dan sekitar 20%
dari pasien kambuh dalam beberapa minggu, bulan atau tahun kemudian. Splenektomi juga
menimbulkan komplikasi, seperti pendarahan, infeksi, dan trombosis. Karena ITP dan
splenektomi keduanya dikaitkan dengan risiko tromboemboli, pasien dengan ITP harus
menerima thromboprophylaxis tepat setelah operasi, dan juga jangka panjang profilaksis
antibiotik, seperti phenoxymethypenicillin 250-500 mg atau eritromisin 500 mg dua kali
sehari. Dalam pengobatan lini kedua, siklosporin A dapat diberikan, dengan dosis 2,5 - 3 mg
/ kg / hari. Obat ini efektif sebagai agen tunggal pada pasien dengan ITP, namun efek
sampingnya bisa membuat beberapa pasien tidak nyaman, terutama pasien usia lanjut.
Imunosupresi dengan siklofosfamid oral atau intravena yang bermanfaat pada
pasien yang sulit diobati dengan kortikosteroid dan / atau splenektomi. Mycophenolate
mofetil (MMF) adalah immunosuppressant antiproliferatif berguna pada pasien tertentu

38
dengan ITP. Hal ini diberikan untuk meningkatkan dosis (250 mg sampai dosis optimal dari
1.000 mg / hari dua kali seminggu), dan meningkatkan produksi trombosit di 39% dari pasien
dengan ITP refrakter. (19,36) Namun, menurut 2011 Pedoman Klinis ada tidak cukup data
untuk rekomendasi spesifik untuk menggunakan terapi imunosupresan.

8. DEMAM THYPOID

8.1 Pengertian
Demam tifoid (tifus abdominalis) atau lebih populer dengan nama tifus,
merupakan penyakit infeksi akut oleh kuman Salmonela typhi yang menyerang
saluran pencernaan. Penyakit demam tifoid ini masih banyak dijumpai di negara
berkembang seperti di beberapa negara Asia Tenggara dan Afrika, terutama di daerah
yang kebersihan dan kesehatan lingkungannya kurang memadai. Di Indonesia,
demam tifoid merupakan penyakit endemik (penyakit yang terdapat sepanjang tahun)
dan menduduki peringkat kedua setelah diare. Demam tifoid sebenarnya dapat
menyerang semua golongan umur, tetapi biasanya menyerang anak usia lebih dari 5
tahun. Itulah sebabnya demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang
memerlukan perhatian khusus. Penularan penyakit ini biasanya dihubungkan dengan
faktor kebiasaan makan, kebiasaan jajan, kebersihan lingkungan, keadaan fisik anak,
daya tahan tubuh dan derajat kekebalan anak.

8.2 Penyebab Demam Tifoid


Kuman salmonela masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman yang
tercemar, baik pada waktu memasak atau pun melalui tangan dan alat masak yang
kurang bersih. Bersama makanan itu, kuman salmonela akan diserap oleh usus halus
dan menyebar ke semua alat tubuh terutama hati dan limpa, sehingga membengkak dan
nyeri. Kuman ini akan meneruskan perjalannya masuk peredaran darah dan masuk ke

39
dalam kelenjar limfe, terutama di usus halus. Nah, di dalam dinding usus ini Salmonela
membuat luka atau bahasa medisnya tukak berbentuk lonjong.

8.3 Gejala dan Tanda Demam Tifoid


Gejala klinis demam tifoid pada anak dapat bervariasi dari yang ringan hingga
yang berat. Biasanya gejala pada orang dewasa akan lebih ringan dibanding pada anak-
anak. Kuman yang masuk ke dalam tubuh anak, tidak segera menimbulkan gejala.
Biasanya memerlukan masa tunas sekitar 7-14 hari. Masa tunas ini lebih cepat bila
kuman tersebut masuk melalui makanan, dibanding melalui minuman. Gejala klinik
demam tifoid pada anak biasanya memberikan gambaran klinis yang ringan bahkan
dapat tanpa gejala (asimtomatik). Secara garis besar, tanda dan gejala yang ditimbulkan
antara lain:

1. Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang
malamnya demam tinggi.
2. Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya anak
akan merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam atau
pedas.
3. Mual Berat sampai muntah. Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hatidan
limpa, Akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung
sehingga terjadi rasa mual. Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan
tak bisa masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut.
4. Diare atau Mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan
gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam beberapa
kasus justru terjadi konstipasi (sulit buang air besar).
5. Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam yang tinggi menimbulkan rasa lemas,
pusing. Terjadinya pembengkakan hati dan limpa menimbulkan rasa sakit di
perut.

40
6. Pingsan, Tak sadarkan diri. Penderita umumnya lebih merasakan nyaman dengan
berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan kondisi yang parah seringkali
terjadi gangguan kesadaran.

8.4 Patogenesis Demam Tifoid


a. Kuman Salmonella Typi
Masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dimusnakan oleh asam lambung. Sebagian lagi
masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum
terminalis yang mengalami hipertrofi. Di tempat ini komplikasi perdarahan
dan perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman Salmonella Typi kemudian
menembus ke lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe
mesenterial, yang juga mengalami hipertrofi. Setelah melewati kelenjar-
kelenjar limfe ini salmonella typi masuk ke aliran darah melalui duktus
thoracicus. Kuman salmonella typi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal
dari usus. Salmonella typi bersarang di plaque peyeri, limpa, hati dan bagian-
bagian lain sistem retikuloendotelial.

b. Manifestasi Klinis Demam Tifoid

Manifestasi klinis demam tifoid pada anak seringkali tidak khas dan sangat
bervariasi yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid. Spektrum klinis
demam tifoid tidak khas dan sangat lebar, dari asimtomatik atau yang ringan
berupa panas disertai diare yang mudah disembuhkan sampai dengan bentuk
klinis yang berat baik berupa gejala sistemik panas tinggi, gejala septik yang
lain, ensefalopati atau timbul komplikasi gastrointestinal berupa perforasi usus
atau perdarahan. Hal ini mempersulit penegakan diagnosis berdasarkan
gambaran klinisnya saja.

41
Demam merupakan keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul
pada semua penderita demam tifoid. Demam dapat muncul secara tiba-tiba,
dalam 1-2 hari menjadi parah dengan gejala yang menyerupai septisemia oleh
karena Streptococcus atau Pneumococcus daripada S. typhi. Sifat demam juga
muncul saat sore menjelang malam hari. Menggigil tidak biasa didapatkan pada
demam tifoid tetapi pada penderita yang hidup di daerah endemis malaria,
menggigil lebih mungkin disebabkan oleh malaria. Namun demikian demam
tifoid dan malaria dapat timbul bersamaan pada satu penderita. Sakit kepala
hebat yang menyertai demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis, di sisi
lain S. typhi juga dapat menembus sawar darah otak dan menyebabkan
meningitis. Manifestasi gejala mental kadang mendominasi gambaran klinis,
yaitu konfusi, stupor, psikotik atau koma. Nyeri perut kadang tak dapat
dibedakan

8.5 Diagnosis Demam Tifoid

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan fisik.


Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan biakan darah, tinja, air kemih atau jaringan
tubuh lainnya guna menemukan bakteri penyebabnya.

Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam


tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu :

1. Pemeriksaan darah tepi


Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan
jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas,
spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan
antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan
limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid.
2. Pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman

42
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S.
typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau
dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih
mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit,
sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses. Hasil biakan yang
positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan
demam tifoid, karena hasilnya tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil biakan meliputi (1) jumlah darah yang diambil; (2)
perbandingan volume darah dari media empedu; dan (3) waktu pengambilan
darah.
3. Identifikasi Melalui Uji Serologis
Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam
tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi
maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji
serologis ini adalah 1-3 mL yang diinokulasikan ke dalam tabung tanpa
antikoagulan. Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid
ini meliputi : (1) uji Widal; (2) tes TUBEX®; (3) metode enzyme immunoassay
(EIA); (4) metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA); dan (5)
pemeriksaan dipstik. Metode pemeriksaan serologis imunologis ini dikatakan
mempunyai nilai penting dalam proses diagnostik demam tifoid. Akan tetapi
masih didapatkan adanya variasi yang luas dalam sensitivitas dan spesifisitas
pada deteksi antigen spesifik S. typhi oleh karena tergantung pada jenis antigen,
jenis spesimen yang diperiksa, teknik yang dipakai untuk melacak antigen
tersebut, jenis antibodi yang digunakan dalam uji (poliklonal atau monoklonal)
dan waktu pengambilan spesimen (stadium dini atau lanjut dalam perjalanan
penyakit).

43
8.6 Pencegahan Demam Tifoid

Pencegahan adalah segala upaya yang dilakukan agar setiap anggota masyarakat
tidak tertular oleh bakteri Salmonella. Pencegahan dilakukan secara umum dan
khusus/imunisasi. Demam tifoid dapat dicegah dengan kebersihan pribadi dan
kebersihan lingkungan. Beberapa petunjuk untuk mencegah penyebaran demam tifoid
secara umum diantaranya:

1. Cuci tangan.
2. Hindari minum air yang tidak dimasak.
3. Tidak perlu menghindari buah dan sayuran mentah.
4. Pilih makanan yang masih panas.

Pusat control penyakit dan pencegahan telah menidentifikasi imunisasi menjadi


a genda penting bagi Negara berkembang yang menjadi tempat berkembang salmonella
thypi. Vaksin ini berlandaskan identifikasi gen bakteri dan mekanisme imunologi dari
daya tahan ke penyakit. Penggunaan vaksin ini merupakan pencegahan khusus yang
dilakukan oleh negara Indonesia, untuk menanggulangi terjadinya demam tifoid pada
anak, sehingga anak menjadi memiliki kekebalakn tubuh yang baik, meskipun kadang
dirasakan efek sampingnya. Namun hal ini sangat lah baik untuk dilakukan guna
meningkatkan kesehatan masyarakat di Indonesia terutama pada anak-anak. Vaksin ini
sering dilakukan pada anak-anak dengan rentang waktu tertentu serta komposisi tertentu
sesuai dengan usia pada anak tersebut.
Ada tiga macam vaksin untuk melawan tifoid ini, yaitu:

No. Tipe Vaksin Komposisi Dosis Keberhasilan Efek


(%) Samping
1. parenteral Tersusun atas 60-67% Reaksi
vaksin sel zat asan karbol local yang
tak aktif panas sel berat

44
vaksin yang
tidak aktif

2. Parenteral Natibodi Sekali 63-72% -sakit pada


Capsular virulensi suntikan daerah
poly berupa butir 25 mcg tusukan
accharide polysaccharide (0,5 ml) - demam
vaccine Vi (3%)
[ViCPs] -tidak enak
badan
-muntah
3. Vaksin S.thypi hidup 3-4 kapsul 60-90% -sakit pada
hidup yang yang abdomen
diperlemah diperlemah - mual
(Ty21a - muntah
vaksin) - diare
- ruam

Pencegahan yang dilakukan pada pasien demam tifoid atau baru saja sembuh dari
demam tifoid, berikut beberapa tips agar anda tidak menginfeksi orang lain. Sering cuci
tangan anda. Ini adalah cara penting yang dapat anda lakukan untuk menghindari penyebaran
infeksi ke orang lain. Gunakan air (diutamakan air mengalir) dan sabun, kemudian gosoklah
tangan selama minimal 30 detik, terutama sebelum makan dan setelah menggunakan toilet.

Bersihkan alat rumah tangga secara teratur. Bersihkan toilet, pegangan pintu, telepon,
dan keran air setidaknya sekali sehari.

Hindari memegang makanan, hindari menyiapkan makanan untuk orang lain sampai
dokter berkata bahwa anda tidak menularkan lagi. Jika anda bekerja di industri makanan atau

45
fasilitas kesehatan, anda tidak boleh kembali bekerja sampai hasil tes memperlihatkan anda
tidak lagi menyebarkan bakteri Salmonella.

Gunakan barang pribadi yang terpisah. Sediakan handuk, seprai, dan peralatan
lainnya untuk anda sendiri dan cuci dengan menggunakan air dan sabun.

2.9 8.7 Pengobatan Demam Tifoid

Tujuan dari perawatan dan pengobatan terhadap penderita penyakit tifoid atau types
adalah untuk menghentikan invasi kuman, mencegah terjadinya komplikasi, memperpendek
perjalanan penyakit, serta mencegah agar tak kambuh lagi. Pengobatan yang dilakukan untuk
penyakit tyfus ini dengan jalan mengisolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian,
faeces dan urine untuk mencegah penularan. Selama tiga hari pasien harus berbaring di
tempat tidur hingga panas turun, kemudian baru boleh duduk, berdiri dan berjalan.
Untuk mengurangi gejala yang timbul seperti demam dan rasa pusing, Anda dapat
memberikan obat paracetamol. Sedangkan pada anak yang mengalami demam tifoid maka
pilihan antibiotika yang baik adalah kloramfenikol selama 10 hari. Sebaiknya konsultasikan
dengan dokter untuk menentukan obat yang baik untuk mengatasi demam tifoid. Selain
dengan obat-obatan juga ada cara tradisional untuk menyembuhkan penyakit typus yaitu
dengan menggunakan tanaman obat yang bisa kita jumpai di lingkungan kita.
1. Penyembuhan penyakit typus dengan sambiloto (andrographis paniculata)
Fungsi dari tanaman ini adalah untuk menurunkan panas atau demam, fungsi lain untuk
antiracun dan antibengkak. Cukup efektif untuk meningkatkan kekebalan tubuh, serta
mengatasi infeksi dan merangsang phagocytosis. Bagian dari tanaman ini dapat diolah
menjadi obat berbentuk kapsul. Untuk penggunaannya: 1 jam sebelum makan 3 x 1 kapsul
(pagi, siang, sore).
2. Penyembuhan penyakit typus dengan bidara upas (merremia mammosa)
Tanaman ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit (analgesic), menetralkan racun dan
sebagai anti radang. Olah bagian dari tanaman ini dalam bentuk kapsul. Pemakainnya
sendiri 3 x 1 kapsul/hari.

46
3. Menyembuhkan penyakit Typus dengan Rumput Mutiara
Tanaman ini sangat berguna untuk menghilangkan rasa panas dan anti radang, selain itu
juga sangat bermanfaat untuk mengaktifkan peredaran darah. Olah juga bagian tanaman
ini menjadi kapsul. Cara pemakaiannya: 3 x 1 kapsul/hari.
4. Menyembuhkan penyakit Typus dengan Temulawak
Sifat dari tanaman ini adalah bakteriostatik dan bermanfaat untuk meningkatkan
kekebalan tubuh serta antiflasma atau pembengkakan. Olah bagian tanaman ini dalam
bentuk kapsul. Cara pemakaiannya: 3 x 1 kapsul/hari.
Obat-obatan yang dipakai untuk penyakit demam tifoid adalah :
1. Antibiotik
Demam tifoid disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi, sehingga
memerlukan antibiotik. Antibiotik lini pertama adalah chloramphenicol, amoxicillin, atau
cotrimoxazole. Antibiotik lini kedua adalah golongan fluoroquinolone (ofloxacin,
ciprofloxacin) atau golongan cephalosporine (ceftriaxone, cefixime, atau cefotaxime).
Lama pemberian antibiotik adalah 7-14 hari. Tirah baring selama demam sampai dengan
2 minggu normal kembali. Dengan antibiotik yang tepat, lebih dari 99% penderita dapat
disembuhkan. Antibiotik yang banyak digunakan adalah kloramfenikol 100mg/kg/hari
dibagi dalam 4 dosis selama 10 hari. Dosis maksimal kloramfenikol 2g/hari.
Kloramfenikol tidak bias diberikan bila jumlah leukosit < 2000 ul. Bila pasien alergi,
dapat diberikan golongan penisilin atau kotrimoksazol.

2. Penurun panas
Penurun panas yang sering diberikan adalah paracetamol.
3. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat diberikan pada demam tifoid berat.
4. Diet lunak rendah serat, dan makan makanan bergizi Penderita penyakit demam
Tifoid selama menjalani perawatan haruslah mengikuti petunjuk diet yang dianjurkan oleh
dokter untuk di konsumsi, antara lain :

a. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein.

47
b. Tidak mengandung banyak serat.
c. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
d. Makanan lunak diberikan selama istirahat.

Untuk kembali ke makanan "normal", lakukan secara bertahap bersamaan dengan


mobilisasi. Misalnya hari pertama dan kedua makanan lunak, hari ke-3 makanan biasa, dan
seterusnya.

5. Pemberian cairan yang cukup untuk mencegah dehidrasi


Kadang makanan diberikan melalui infus sampai penderita dapat mencerna
makanan. Jika terjadi perforasi usus, diberikan antibiotik berspektrum luas (karena berbagai
jenis bakteri akan masuk ke dalam rongga perut) dan mungkin perlu dilakukan pembedahan
untuk memperbaiki atau mengangkat bagian usus yang mengalami perforasi.

48

Anda mungkin juga menyukai