manajemen klinis
S SALANITRI, WK SEOW
Centre for Paediatric Dentistry, School of Dentistry, The University of
Queensland, Brisbane, Queensland.
Logan–Beaudesert Division, Metro South Health District, Queensland Health.
ABSTRAK.
Developmental Enamel Defect merupakan hipoplasia enamel atau opasitas
disebabkan oleh kerusakan atau gangguan pada organ enamel yang berkembang
akibat kondisi sistemik yang diturunkan dan dapatan. Tingginya prevalensi defek
pada gigi sulung ini menunjukkan kerentanan gigi terhadap perubahan lingkungan
sebelum dan sesudah kelahiran. Hipoplasia enamel meningkatkan risiko early
childhood caries dan tooth wear. Enamel yang rusak menjadi lebih tipis, lebih
banyak plak retentif dan menjadi kurang resisten terhadap asam dibandingkan
dengan enamel normal. Tujuan makalah ini adalah mengkaji secara kritis etiologi
dan komplikasi klinis developmental enamel defects pada gigi sulung dan
memberikan rekomendasi kepada manajemen klinis terhadap gigi yang terkena.
PENDAHULUAN
Developmental defects of enamel (DDE) umumnya ditemukan dalam
praktek klinis dan dapat didefinisikan sebagai kelainan pada kualitas dan kuantitas
enamel gigi yang disebabkan oleh gangguan dan/atau kerusakan pada organ
enamel. Presentase keparahan defek biasanya tergantung pada tingkat dan durasi
gangguan yang terjadi pada tahap perkembangan. Hipoplasia enamel adalah defek
kuantitatif dan muncul sebagai defisiensi enamel, sedangkan hipomineralisasi
enamel adalah kelainan enamel secara kualitatif dan merupakan perubahan pada
translusensi atau opasitas enamel yang difus atau berbatas tegas dan berwarna
putih, kuning atau coklat. Opasitas difus diduga berkaitan dengan gigi yang
mengalami maturasi enamel pada saat gangguan sistemik terjadi. Sebaliknya,
opasitas berbatas tegas dan hipoplasia lebih sering ditemukan pada gigi yang
mengalami cedera lokal dan bersifat sementara. Beberapa indeks telah diusulkan
untuk tipe DDE spesifik, seperti indeks fluorosis Fejeskov, Dean, dan Thylstrup,
namun Indeks Developmental defects of enamel (DDE) adalah indeks yang paling
populer dan sering digunakan dalam bentuk telah disederhanakan.
Prevalensi DDE pada gigi sulung belum dilaporkan dengan baik
dibandingkan dengan gigi permanen. Penelitian DDE pada gigi sulung yang
diterbitkan sejak tahun 1996 seperti yang tercantum dalam Tabel 1, dilaporkan
terjadi pada kisaran antara 10% - 49%. Penelitian Montero dkk pada 517 anak di
Amerika Serikat, dilaporkan prevalensi DDE adalah 49% secara keseluruhan.
Penelitian Slayton dkk, 6% dan 27% setiap anak sehat di Amerika Serikat
memiliki setidaknya satu gigi dengan hipoplasia enamel dan opasitas enamel
dengan total prevalensi DDE sebesar 33%. Sebaliknya, Casanova-Rosado dkk
menemukan bahwa hanya 10% anak Meksiko yang mengalami DDE. Seow dkk
melaporkan prevalensi DDE 25% pada gigi sulung dengan opasitas enamel
memiliki prevalensi tiga kali lebih banyak dibandingkan hipoplasia enamel di
Australia.
Meskipun DDE sekarang semakin dikenal sebagai faktor risiko yang
penting untuk karies dan tooth wear, kondisi ini tidak terdiagnosis dengan baik
dan etiologinya masih belum jelas. Implikasi klinis, pencegahan, dan manajemen
DDE saat ini belum diakui oleh banyak praktisi. Oleh karena itu, tujuan dari
makalah ini adalah untuk menyajikan tinjauan kritis pada etiologi, komplikasi
klinis, dan manajemen DDE pada gigi sulung.
Tabel 1. Penelitian tentang prevalensi Developmental defects of enamel (DDE)
pada gigi sulung.
Etiologi developmental defects of enamel
Banyak faktor etiologi DDE, seperti faktor herediter, dapatan, baik lokal maupun
sistemik yang berhubungan dengan defek enamel. Karena enamel tidak
mengalami remodeling, defek secara teoritis menunjukkan gangguan yang dialami
oleh organ enamel selama perkembangan enamel. Namun, penenentuan waktu
gangguan spesifik pada perkembangan enamel seringkali sulit karena kurangnya
pengetahuan mengenai kronologi berbagai tahap amelogenesis serta variasi
individu pada waktu pembentukan enamel.
Kondisi Herediter
Defek enamel dapat menjadi tanda yang muncul pada kondisi herediter
yang hanya melibatkan enamel gigi atau mungkin merupakan bagian dari sindrom
sistemik yang umum. Kondisi herediter yang hanya melibatkan enamel dikenal
sebagai amelogenesis imperfecta, defek dapat muncul sebagai hipoplasia enamel,
hipomineralisasi atau hipomaturasi. Abnormalitas gen pada amelogenesis
bertanggung jawab terhadap defek ini. Pada anak dengan amelogenesis
imperfecta menunjukkan karakteristik gambaran DDE gigi permanen dan sulung.
Terdapat banyak sindrom medis herediter yang mungkin menunjukkan
hipoplasia enamel. Defek enamel sering terlihat pada sindrom Usher yang ditandai
dengan kehilangan pendengaran sensorineural, retinitis pigmentosa dan hipoplasia
enamel, serta sindrom Seckel yang menunjukkan disabilitas intelektual dan defek
skeletal multipel. Sindrom Ellis Van Creveld juga menunjukkan hipoplasia enamel
beserta defek pada sistem jantung dan skeletal. DDE juga dikaitkan dengan
sindrom Treacher Collins, sindrom otodental, 22q11 deletion syndrome (juga
dikenal sebagai sindrom velocardiofacial) dan sindrom Heimler.
KESIMPULAN
DDE pada gigi sulung dapat terjadi sebagai hasil dari berbagai faktor
etiologi herediter dan dapatan juga dapat menyebabkan hipersensitivitas gigi dan
estetik yang kurang baik. Komplikasi hipoplasia enamel termasuk meningkatnya
risiko karies dan tooth wear. Perlindungan enamel dibutuhkan, preventive care
yang efektif dan monitoring. Oleh karena itu, perawatan defek enamel gigi sulung
meliputi deteksi dini, perawatan pencegahan seperti sealants dan agen
remineralisasi dan restorasi jangka waktu panjang seperti stainless steel crown
untuk molar dan resin komposit pada gigi anterior.