Anda di halaman 1dari 19

I.

MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud : Melakukan pencapan etsa (discharge) putih dan pencapan etsa (discharge)
warna pada kain kapas dengan zat warna dasar reaktif (Remazol Yellow –
FG) dengan motif zat warna bejana.
Tujuan : Mengetahui pengaruh penggunaan sapolin sebagai zat pengetsa pada
pasta cap sebanyak 100g/L, dan pengaruh waktu proses termofiksasi
terhadap hasil proses pencapan.

II. TEORI DASAR


2.1 Pencapan
Pencapan adalah suatu proses pelekatan zat warna secara setempat pada kain,
sehingga menimbulkan corak – corak tertentu. Pelekatan zat warna ini lebih banyak
bersifat fiska – kimia.
Golongan zat warna yang digunakan untuk pencapan sama seperti golongan
zat warna yang digunakan untuk pencelupan kain. Selain itu pada pencapan,
bermacam – macam golongan zat warna dapat dipakai bersama – sama dalam
pencapan satu kain, tanpa saling memengaruhi satu sama lain.
Kain sebelum dicap perlumendapatkan pengerjaan pendahuluan, misalnya
pembakaran bulu, pemasakan, pengelantangan, dan lainnya. Pengerjaan
pendahuluan yang kirang sempurna akan menyebabkan hasil pencapan yang kurang
sempurna juga. [1]

2.2 Serat Kapas


Serat selulosa merupakan serat hidrofil yang strukturnya berupa polimer selubiosa,
dengan derajat polimerisasi (DP) yang bervariasi, contoh DP rayon 500-700,
sedangkan DP kapas sekitar 3000, makin rendah darajat polimerisasi, daya serap
airnya makin besar, contoh moisture regain (MR) rayon 11 - 13 % sedangkan kapas
hanya sekitar 7 – 8 %. [2]
Struktur kimia serat selulosa adalah sebagai berikut:

Sumber ; www.scientificpsychic.com
Gugus OH primer pada selulosa merupakan gugus fungsi yang berperan untuk
mengadakan ikatan dengan zat warna. Serat selulosa pada umumnya lebih tahan
alkali, tetapi kurang tahan suasana asam, sehingga pengerjaan proses
[3]
pencelupanya dilakukan dalam suasana alkali.
Serat kapas merupakan serat alam dengan komposisi sebagai berikut:
1. Selulosa
Selulosa merupakan polimer linier yang tersusun dari kondensasi
molekul-molekul glukosa.
Derajat polimerisasinya sekitar 10.000 dengan berat molekul 1.580.000.
Selulosa mengandung gugus hidroksil yaitu 1 gugus promer dan 2 gugus
sekunder. Selulosa terdapat pada dinding primer dan dinding sekunder.
2. Pektin
Pektin adalah karbohidrat dengan berat molekul tinggi dan mempunyai
struktur molekul seperti selulosa. Terutama terdiri dari susunan linier
asam d-galakturonat dalam garam-garam kalsium dan besi yang tidak
larut. Selulosa pecah menjadi glukosa, tetapi pektin terurai menjadi
galaktosa, pentosa, asam poligalakturonat, dan metil alkohol.
3. Zat-zat yang mengandung protein
Diperkirakan bahwa zat-zat ini merupakan sisa-sisa protoplasma yang
tertinggal di dalam lumen setelah selnya mati ketika buah membuka.
4. Lilin
Lilin merupakan lapisan pelindung yang tahan air pada serat-serat kapas
mentah. Lilin seluruhnya meleleh pada dinding primer.
5. Abu
Abu timbul kemungkinan karena adanya bagian-bagian daun, kulit buah,
dan kotoran-kotoran yang menempel pada serat. Abu tersebut
mengandung magnesium, kalsium, atau kalium karbonat, fosfat, atau
klorida, dan garam-garam karbonat yang merupakan bagian terbesar.[4]

A. Sifat Fisika
a. Warna
Warna serat kapas tidak betul-betul putih. Biasanya sedikit berwarna
krem. Pengaruh cuaca yang lama, debu, dan kotoran dapat
menyebabkan warna keabu-abuan. Sedangkan jamur dapt
mengakibatkan warna puih kebiru-biruan yang tidak hilang dalam
pemutihan.
b. Kekuatan
Kekuatan serat per bundelnya adalah 70.000 sampai 96.700 pon per inci
persegi. Dalam keadaan basah, kekuatannya akan bertambah.
c. Mulur
Mulurnya sekitar 4-13% dengan rata-rata 7%.
d. Keliatan ( toughness )
Keliatan adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan suatu benda
untuk menerima kerja.
e. Kekakuan ( stiffness )
Kekakuan adalah daya tahan terhadap perubahan bentuk atau
perbandingan kekuatan saat putus dengan mulur saat putus.
f. Moiture Regain
MR serat kapas pada kondisi standar adalah 7-8,5%.
g. Berat jenis
Berat jenis serat kapas berkisar 1,50-1,56.
h. Indeks bias
Indeks bias serat kapas yang sejajar sumbu serat 1,58. Sedangkan yang
tegak lurus adalah 1,53.

B. Sifat Kimia
1. Tahan kondisi penyimpanan, pengolahan, dan pemakaian normal.
2. Rusak oleh oksidator dan penghirolisa.
3. Rusak cepat oleh asam kuat pekat dan rusak perlahan oleh asam encer.
4. Sedikit terpengaruh oleh alkali, kecuali larutan alkali kuat yang
menyebabkan penggelembungan serat.
5. Larut dalam kuproamonium hidroksida dan kuprietilen diamin.
6. Mudah terserang jamur dan bakteri dalam keadaan lembab dan hangat.[4]

2.3 Zat Warna


2.3.1 Zat Warna Reaktif
Zat warna reaktif merupakan zat warna yang larut dalam air dan berikatan dengan
selulosa melalui ikatan kovalen sehingga tahan luntur warna baik. Contoh
strukturnya adalah jenis mono kloro triazin (MCT) sebagai berikut:
Struktur zat warna reaktif panas (MCT)
Sumber : Dede Karyana,Pedoman Praktikum Pencelupan I

Beberapa contoh zat warna reaktif panas antara lain Procion H, Drimarene X,
Sumifik , Remazol, Sumifik Supra dan Drimarene Cl. Zat warna ProcionH dan
Drimarene X yang masing-masing mempunyai sistem reaktif triazin dan pirimidin
termasuk zat warna reaktif yang bereaksi dengan serat melalui mekanisme substitusi
nukleofilik (SN)2 sebagai berikut :

2
Mekanisme reaksi substitusi nukleofilik (SN ) pada fiksasi zat warna reaktif
Keterangan : D = kromogen zat warna (bagian dari struktur zat warna yang membawa warna)
Sumber : Dede Karyana,Pedoman Praktikum Pencelupan I

Semakin banyak alkali yang ditambahkan, pembentukan anion selulosanya semakin


banyak, maka reaksi fiksasi semakin cepat.
Secara singkat reaksi fiksasi tersebut dapat ditulis,
D-Cl + sel-OH D-O-sel + HCl
Selain itu selama proses pencelupan dap terjadi reaksi hidrolisis sehingga zat warna
menjadi rusak dan tidak bisa fiksasi/berikatan dengan serat.
D-Cl + H-O-H D-O-H
Reaksi hidrolisis ini sangat dipengaruhi oleh pH, suhu dan konsentrasi air, bila pH,
suhu dan konsentrasi air meningkat, reaksi hidrolisis akan semakin besar.

Beruntung reaksi hidrolisis ini lebih kecil dari reaksi fiksasi karena kenukleofilan OH-
lebih lemah dari sel-O-., namun demikian dalam proses pencelupan perlu diusahakan
agar seaksi hidrolisis ini sekecil mungkin antara lain dengan cara memodifikasi
skema proses pencelupan sedemikian rupa. Misalnya dengan cara menambahkan
alkali secara bertahap.
Kelemahan zat warna reaktif selain mudah rusak terhidrolisis juga hasil celup dan
capnnya nya kurang tahan terhadap pengerjaan asam, sebagai contoh bila hasil
celup dilakukan proses penyempurnaan resin finish dalam suasana asam maka
ketuaan warna hasil celupnya akan sedikit turun.[2]

Zat warna reaktif yang kelompok kedua yaitu Sumifik dan Remazol merupakan jenis
zat warna reaktif yang bereaksi dengan serat memalui mekanisme adisi nukleofilik

Reaksi fiksasi dan hidrolisis zat warna reaktif jenis vinil sulfon
Sumber : Dede Karyana,Pedoman Praktikum Pencelupan I

Zat warna tersebut dijual dalm bentuk sulfatoetilsulfon yang tidak reaktif dan baru
berubah menjadi vinil sulfon yang reaktif setelah ada penambahan alkali, kelebihan
zat warna vinil sulfon adalah relatif lebih tahan alkali, tetapi kelemahannnya adalah
hasil celup dan capnya mudah rusak oleh pengerjaan dalam suasana alkali, contoh
bila terhadap hasil pencelupan dilakukan proses pencucian dengan sabun dalam
suasana alkali dengan suhu yang terlalu panas, maka ketuaan warnanya akan
sedikit turun lagi.[2]

2.3.2 Zat Warna Bejana


Zat warna bejana adalah zat warna yang tidak larut dalam air dan harus dirubah
terlebih dahulu struktur molekulnya ke dalam bentuk garam leuko yang larut dengan
reduktor dalam suasana alkali yang dikenal dengan proses pembejanaan. [5]
Dibanding zat warna lain, zat warna bejana relatif lebih tahan terhadap zat kimia
seperti oksidator dan reduktor. Zat warna ini juga tidak larut dalam air sehingga
ketahanan luntur terhadap pencuciannya tinggi. Namun karena harganya relatif
mahal maka zat warna bejana hanya digunakan untuk pencelupan dan pencapan
serat selulosa kualitas baik. Berdasarkan strukturnya zat warna bejana dapat
digolongkan menjadi 2(dua) jenis yaitu jenis antrakuinon dan indigo. [2]
2.4 Pengental Kanji
Kanji merupakan homopolimer glukosa (D-glucopyranosyl) unit, dengan sebagian
besar unitbergabung dengan α-D (1 → 4) keterkaitan. Sebagian besar kanji
mengandung 20-30% dari rantai linear polimer, yang dikenal sebagai amilosa,
dengan cabang amilopektin. Amylopectins memiliki-D α (1 → 6) cabang terkait untuk
masing-masing 15-30 unit glukosa.[6]

Gambar Struktur Amilosa dan Amilopektin


Sumber : Textile Printing., Leslie W C Miles

Dalam keadaan alami, kanji selalu ditemukan dalam keadaan sangat teragregasi,
dalam butiran sekitar inti kristalisasi. Butiran dari setiap jenis kanji (beras,
kentang, gandum dan sebagainya) memiliki struktur karakteristik yang mudah
diidentifikasi di bawah mikroskop. Hal ini diperlukan untuk memecah butiran, dengan
cara merebus atau dengan pendispersian dalam air panas, untuk mendapatkan
kehalusan, pasta kental. Namun pengeringan lambat memungkinkan reaggregasi
besar dan kristalisasi terjadi dan produk tidak lagiterdispersi dalam air dingin.
Penggunaan pemutus-ikatan hidrogen, seperti urea dan kuat alkalis, akan membantu
dispersi dalam air. [6]

2.5 Pencapan Etsa


Pencapan tumpang dapat dilakukan pada bahan yang memiliki warna lebih muda
dari warna yang dicap, tetapi pada bahan berwarna tua atau yang memiliki intensitas
warna lebih gelap pencapan tumpang tidak bisa dilakukan karena warna hasil
pencapan akan terpengaruh oleh warna dasar bahan tekstil. Oleh karena itu warna
dasar perlu dirusak/dihilangkan lebih dulu dengan pencapan etsa. Pada pencapan
etsa, pasta cap mengandung zat pembantu yang berfungsi merusak warna dasar
pada bagian yang dicap. Zat pembantu tersebut bekerja merusak warna dasar pada
saat proses fiksasi, dan fiksasi yang umum dilakukan dalam pencapan etsa adalah
fiksasi penguapan (steaming).
Ada dua cara pencapan etsa yaitu :
1. Pencapan etsa putih, pasta cap hanya mengandung zat pembantu yang bekerja
merusak warna dasar sehingga pada bagian yang dicap menghasilkan corak
putih.
2. Pencapan etsa warna, pasta cap mengandung zat pembantu dan zat warna
sehingga pada bagian yang dicap menghasilkan corak berwarna.

Dalam pencapan etsa pemilihan jenis pengental dan zat warna merupakan faktor
penentu keberhasilan pencapan etsa, prinsipnya warna dasar bisa dihilangkan oleh
zat perusak dan zat warna yang ditambahkan pada pasta cap harus tahan terhadap
zat perusak.[7]
III. PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
Alat
 Ember plastik
 Gelas plastik
 Gelas piala
 Gelas ukur
 Pipet ukur
 Kaca pengaduk
 Stirrer
 Kassa datar
 Rakel
 Timbangan

Bahan
 Kain kapas
 Zat warna reaktif (Remazol Yellow - RG)
 Zat warna bejana
 Pengental kanji
 Sapolin ( Zat Pengetsa)
 Na2S2O4
 Zat anti reduksi (Auxal PAL)
 Na2CO3
 NaCl
 NaOH
 Wetting Agent
 Gliserin

3.2 Resep Pencapan


A. Resep Pengental
 Kanji : 7%
 Gliserin : 10 gram
 NaOH : 20 gram
𝑥
 Balance : 300
A. Resep Padding Reaktif
 Zat Warna Reaktif (VinilSulfon) : 40 g/L
(Remazol Yellow RG)

 Zat Pembasah : 1ml/L


 Zat Anti Reduksi : 5 g/L
(Auxal PAL)

 NaCl : 40 g/L
 Na2CO3 : 40 g/L
 NaOH 38oBe :2ml/L
 Pengental : 10 g/L

C. Resep Pasta Cap Putih


 Zat Pengetsa : 100 gram
(Sapolin)

 Na2S2O4 : 5 gram
 Pengental Kanji : 700 gram
x
 Balance :
50

D. Resep Pasta Cap Warna


 Zat Warna Bejana : 40 gram
 Pengental Kanji : 100 gram
 Zat Pengetsa : 100 gram
(Sapolin)

 Na2S2O4 : 5 gram
x
 Balance :
50
E. Resep Oksidasi
 H2O2 : 2ml/L
 Suhu : 60oC
 Waktu : 5 menit

F. Resep Pencucian
 Na2CO3 : 2g/L
 Teepol : 1ml/L
 Suhu : 700C
 Waktu : 15 menit
G. Variasi
Variasi dilakukan pada waktu termofiksasi dengan variasi sebagai berikut :
Variasi
Resep Ke
Jenis Pencapan Waktu
1 Etsa Putih 2 menit
2 Etsa Putih 4 menit
3 Etsa Warna 2 menit
4 Etsa Warna 3 menit
5 Etsa Warna 4 menit

3.3 Perhitungan Resep


A. Pengental Induk
7
 Kanji = 7% = 100 𝑋 300 = 21 gram

 Gliserin : 10 gram
10
= 1000 𝑥 300

= 3 gram
 NaOH : 20 gram
20
= 1000 𝑥 300

= 6 gram
270
 Balance = 100

B. Padding Zat Warna Reaktif


 Kebutuhan Air : 250 ml
 Zat Warna Reaktif : 40 g/L
40
= 1000 𝑥 250

= 10 gram
 Pembasah : 1 ml/L
1
= 1000 𝑥 250

= 0,25 ml
 Zat Anti Reduksi : 5 g/L
5
= 1000 𝑥 250

= 1,25 gram
 NaCl : 40 g/L
40
= 1000 𝑥 250

= 10 gram
 Na2CO3 : 40 g/L
40
= 1000 𝑥 250

= 10 gram
 NaOH : 2ml/L
2
= 1000 𝑥 250

= 0,5 ml
 Pengental : 10 g/L
10
= 𝑥 250
1000

= 2,5 gram

C. Pasta Cap Putih


 Zat Pengetsa : 100 gram
100
= 𝑥 50
1000

= 5 gram
= 5 gram x 5
= 25 gram
 Na2S2O4 : 5 gram
5
= 1000 𝑥 50

= 0,25 gram
= 0,25 gram x 5
= 1,25 gram
 Pengental Induk : 700 gram
700
= 1000 x 50

= 35gram
= 35 gram x 5
= 175 gram

9,75
 Balance :
50

Keterangan : setiap zat dikali dengan 5, karena jumlah praktikan 5, pasta


cap dibuat menjadi satu.
D. Pasta Cap Warna
 Zat Warna Bejana : 40 gram
40
= 1000 𝑥 50

= 2 gram
= 2gram x 5
= 10 gram

 Zat Pengetsa : 100 gram


100
=1000 𝑥 50

= 5 gram
= 5 gram x 5
= 25 gram

 Na2S2O4 : 5 gram
5
= 1000 𝑥 50

= 0,25 gram
= 0,25 gram x 5
= 1,25 gram

 Pengental Induk : 700 gram


700
= x 50
1000

= 35gram
= 35 gram x 5
= 175 gram

2,75
 Balance :
50

Keterangan : setiap zat dikali dengan 5, karena jumlah praktikan 5, pasta


cap dibuat menjadi satu.

E. Oksidasi
 Kebutuhan Air : 100 ml
 H2O2 (65%) : 2ml/L
2
= 1000 𝑥 100 = 0,2 ml
F. Pencucian
 Kebutuhan Air : 100 ml
 Na2CO3 : 2g/L
2
= 1000 𝑥 100

= 0,2 g
 Teepol : 1 ml/L
1
= 1000 𝑥 250

= 0,25 ml

3.4 Fungsi Resep


1. Zat warna reaktif ( Reamazol Yellow - FG ), berfungsi sebagai pemberi warna
dasar pada kain kapas yang akan dilakukan pencapan etsa
2. Zat warna bejana, berfungsi sebagai pemberi warna pada motif.
3. Na2CO3, berfungsi sebagai zat yang membantu fiksasi zat warna reaktif.
4. Sapolin, berfungsi sebagai zat pengetsa yang berfungsi merusak warna dasar.
5. Zat anti reduksi (Auxal PAL), berfungsi untuk mencegah terjadinya reduksi pada
zat warna.
6. Gliserin, berfungsi sebagai zat higroskopis yang menjaga kelembapan pasta cap
agar tidak pecah saat mengalami proses termofiksasi.
7. Na2S2O4, berfungsi sebagai reduktor yang digunakan agar perduksian berjalan
dengan lebih kuat.
8. H2O2, berfungsi sebagai zat pembangkit warna pada zat warna bejana.
9. Pembasah, berfungsi untuk mempermudah difusi zat warna kedalam serat.
10. Pengental kanji, berfungsi sebagi pengatur viskositas pasta cap, dan membantu
melekatkan pasta cap pada kain. Pada larutan padding pengental berfungsi
sebagai zat anti migrasi.
11. Teepol, berfungsi untuk membantu menghilangkan zat warna yang tidak
terfiksasi pada proses pencucian.
3.5 Diagram Alir

Persiapan Pencapan

Proses Padding Zat Warna

Pengeringan
1000C ~ 2 menit

Pencapan Etsa Putih Pencapan Etsa Warna

Pengeringan
1000C ~ 2 menit

Pembilasan

Proses Oksidasi

Proses W.O

Proses Evaluasi

3.6 Langkah Kerja


Pembuatan Pasta Cap dan Larutan Padding Zat Warna
1. Larutan Padding
1. Menyiapkan bahan dan alau yang digunakan.
2. Melarutkan zat warna, dan zat pembantu serta zat – zat yang
digunakan pada larutan padding.
3. Mengaduk larutan hingga homogen.
2. Pengental Induk
1. Menyiapkan bahan dan alat yang digunakan.
2. Menambahkan pengental kanji pada gelas ukur
3. Menambahkan air panas sedikit demi sedikit sambil melakukan
pengadukan pada suhu yang panas.
4. Melakukan proses pendinginan agar dperoleh viskositas yang sesuai.

3. Pasta Cap Putih dan Warna


1. Menyiapkan pengental kanji dalam ember plastik.
2. Memasukan zat warna (untuk pasta cap warna), zat anti reduksi,
sapolin dan Na2S2O4, urea, ke dalam ember yang berisi pengental
sambil diaduk.

Tahapan Proses Pencapan


1. Menyiapkan meja cap, kain, pasta cap, kassa dan peralatan lainnya.
2. Melakukan proses padding kain dengan larutan padding yang mengandung
zat warna reaktif dengan WPU 70%
3. Melakukan proses pengeringan kain hasil padding pada suhu 100oC selama 1
menit
4. Melakukan proses pencapan sesuai dengan variasi ( pencapan putih dan
pencapan warna)
5. Melakukan proses pengeringan awal dengan suhu 100 0C 1-2 menit
6. Melakukan proses termofiksasi pada suhu 160oC dengan waktu sesuai
variasi.
7. Melakukan prose pembilasan hasil pencapan untuk menghilangkan pengental
yang ada pada motif yang dapat menghalangi proses oksidasi.
8. Melakukan proses pembangkitan warna (oksidasi) dengan menggunakan
Hidrogen Peroksida selama 5 menit
9. Melakukan proses washing off (W.O) kemudian melakukan proses
0
pengeringan akhir dengan suhu 100 C selama 2 menit
10. Melakukan evaluasi terhadap hasil pencapan.
IV. DATA PENGAMATAN
1. Kain Hasil Pencapan
Terlampir

2. Data Hasil Evaluasi


Etsa Putih Etsa Warna
Evaluasi
2 menit 4 menit 2 menit 3 menit 4 menit
Ketuaan Warna 2 3 1 2 3
Keterangan : 1. Penilaian hasil evaluasi menggunakan angka 1 – 3
dimana :
3 = sangat baik
2 = baik
1 = kurang baik.
2. Evaluasi ketuaan warna dilihat secara visual

V. DISKUSI
Dari pencapan etsa yang telah dilakukan pada kain kapas dilakukan dua jenis pencapan
etsa yaitu etsa putih dan etsa warna dengan menggunakan zat warna reaktif (Remazol
Yellow – FG) sebagai warna dasar dengan zat warna bejana sebagai warna motif. Pada
pasta cap putih maupun etsa ditambahkan zat pengetsa yaitu sapolin sebesar 100g/L ini
digunakan sebagai zat yang akan merusak warna dasar. Pada pencapan kali ini baik
pada pencapan etsa putih maupun etsa warna variasi dilakukan terhadap lamanya
waktu termofiksasi dengan variasi 2 menit hingga 4 menit, variasi dilakukan untuk
melihat sejauh mana lamanya termofiksasi memengaruhi hasil pencapan.

Dalam tahapan proses pencapan etsa, mula – mula kain di celup dengan zat warna
reaktif menggunakan metoda padding dimana besarnya wpu mesin padding sebesar
70% ini dilakukan sesuai dengan karakteristik moisture regain dari kain kapas. Dalam
larutan padding nya ditambahkan zat – zat seperti NaCl yang mendorong penyerapan
zat warna reaktif, Na2CO3 yang membantu fiksasi zat warna reaktif dan juga
ditambahkan pengental, pengental ditambahkan berfungsi untuk mencegah migrasi dari
zat warna pada saat proses padding. Tujuan dilakukannya proses padding adalah untuk
untuk memberi warna dasar pada kain yang akan diproses pencapan etsa. Dalam
pembuatan larutan padding, zat – zat yang digunakan harus terlarut secara sempurna
agar didapatkan hasil warna dasar yang memiliki kerataan yang baik. Dari hasil proses
padding didapatkan warna pada dasar kain tidak merata, ada bagian bagian yang timbul
spot – spot warna yang lebih tua, ini disebabkan karena pelarutan zat – zat yang kurang
sempurna sehingga menimbulkan spot – spot dengan warna yang lebih tua pada
beberapa bagian dasar kain. Setelah dilakukan padding kain dikeringkan pada suhu
100oC selama 1 menit.

Setelah dilakukan proses pengeringan kain dengan warna dasar reaktif dilakukan
pencapan etsa. Pencapan etsa yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah jenis etsa
putih dan etsa warna. Dalam pembuatan pasta cap untuk pencapan etsa putih didalam
pasta capnya tidak ditambahkan zat warna, sedangkan dalam etsa warna ditambahkan
zat warna bejana yang nantinya akan menjadi warna motif. Kedalam pasta cap etsa
putih dan etsa warna ditambahkan zat pengetsa sapolin sebanyak 100g/L, sapolin
digunakan untuk merusak warna dasar dari hasil padding, agar pereduksian warna
dasar kain lebih kuat maka ditambakan pula Na2S2O4 kedalam pasta capnya sehingga
pada hasil pencapannya bagian yang dicap menggunakan pasta cap putih ataupun
pasta cap warna akan terbentuk motif.

Setelah proses pencapan etsa dilakukan kain difiksasi dengan metoda termofiksasi
dengan suhu 160oC dengan waktu sesuai variasi, dari hasil pencapan diketahui bahwa
semakin lama waktu termofiksasi memengaruhi hasil pencapan, khusunya pada
ketuaan, secara visual dapat terlihat bahwa semakin lama waktu termofiksasi warna
dasar dan motif menjadi semakin tua,

Setelah dilakukan nya proses termofiksasi kain diakukan pembilasan, pembilasan harus
dilakukan khususnya pada hasil pencapan etsa warna, karena pada pembilasan
dihilangkan pengental yang menempel pada permukaan kain, sehingga memudahkan
proses oksidasi zat warna bejana yang merupakan zat warna pemberi motif. Dari hasil
pencapan etsa warna didapatkan bahwa hampir diseluruh kain hasil pencapan etsa
warna motif tidak muncul dengan jelas, ini dapat disebabkan karena proses pembilasan
yang kurang sempurna sehingga menyebakan proses oksidasi zat warna bejana
terhambat karena oksidator tidak mampu mengopksidasi warna yang tertutup oleh
pengental sehingga warna akan tidak bangkit. Selain pembilasan yang kurang sempurna
dapat dimungkinkan konsentrasi H2O2 yang digunakan sebagai oksidator kurang sesuai
sehingga pembangkitan warna zat warna bejana tidak berjalan sempurna.
Proses oksidasi hanya dilakukan pada pencapan etsa warna saja, pada etsa putih tidak
dilakukan proses oksidasi.

Setelah proses oksidasi dilakukan pada hasil pencapan etsa warna, kain hasil pencapan
etsa warna maupun etsa putih dilakukan proses pencucian, pengeringan dn evaluasi
hasil pencapan. Pada proses pencucian harus dilakukan dengan sebaik mungkin agar
zat warna yang tidak terfiksasi dan pengental yangmasih menempel pada permukan
hilang. Pada pengevaluasian, evaluasi dilakukan pada ketuaan warna hasil pencapan
saja, evaluasipun dilakukan secara visual tidak melalui metoda spetrofotometri, evaluasi
dilakukan dengan memeberi nilai 1 -3 dimana semakin besar nilai hasil ketuaan semakin
tua. Dari hasil pengevaluasian dapat dilihat seperti diagram dibawah ini :

Ketuaan Warna
3,5
3
2,5
2
Etsa Warna
1,5
1 Etsa Putih
0,5
0
2 Menit 3 Menit 4 Menit

VI. KESIMPULAN
Dari pencapan etsa putih dan etsa warna pada kain kapas dengan zat warna dasar reaktif
(Remazol Yellow – FG) dan warna motif zat warna bejana dengan zat pengetsa sapolin
100g/l dengan variasi waktu termofiksasi dapat disimpulkan bahwa :
1. Zat pengetsa bekerja merusak warna dasar kain yang dielup oleh zat warna
reaktif.
2. Waktu termofiksasi memengaruhi hasil proses pencapan.
3. Hasil etsa warna terbaik diperoleh saat waktu termofiksasi 4 menit.
4. Hasil etsa putih terbaik diperoleh saat waktu termofiksasi 4 menit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ir. Rasjid Djufri., Teknologi Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan., Institut
Teknologi Tekstil., Bandung, 1973.
2. Dede Karyana., Pedoman Praktikum Pencelupan I., Sekolah Tinggi Teknologi
Tekstil., Bandung., 2005
3. www.scientificpsychic.com
4. Soeprijono., Serat – Serat Tekstil., Institut Teknologi Tekstil.,Bandung., 1973.
5. Agus Suprapto., Bahan Ajar Pencapan II., Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.,
Bandung.
6. Leslie W C Miles., Textile Printing., Society of Dyers and Colourists., 2003
7. Soenarto, Teknologi Pencelupan dan Pencapan Jilid 3., Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan., Jakarta., 2008

Anda mungkin juga menyukai