Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH DISKUSI TOPIK

GANGGUAN SOMATOFORM

Disusun oleh:

NUR RAHMAT WIBOWO


I11106029
KELOMPOK: VIII

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
RUMAH SAKIT KHUSUS PROVINSI
PONTIANAK
2010

1
BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki


gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat
ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah
cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada
pasien atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan
sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan
penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk
onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah tidak
disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan (Pardamean E,
2007).
Gambaran yang penting dari gangguan somatoform adalah adanya gejala
fisik, pada mana tak ada kelainan organik atau mekanisme fisiologik. Dan untuk
hal tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan yang kuat bahwa gejala tersebut
terkait dengan adanya faktor psikologis atau konflik. Karena gejala tak spesifik
dari beberapa sistem organ dapat terjadi pada penderita anxietas maupun
penderita somatoform disorder, diagnosis anxietas sering disalah diagnosiskan
menjadi somatoform disorder, begitu pula sebaliknya. Adanya somatoform
disorder, tidak menyebabkan diagnosis anxietas menjadi hilang. Pada DSM-IV
ada 4 kategori penting dari somatoform disorder, yaitu hipokhondriasis, gangguan
somatisasi, gangguan konversi dan gangguan nyeri somatoform (Iskandar Y,
2009).
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian
(histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk
dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa
perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut. (PPDGJ III, 1993).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gangguan somatoform (somatoform disorder) adalah suatu kelompok
gangguan ditandai oleh keluhan tentang masalah atau simptom fisik yang tidak
dapat dijelaskan oleh penyebab kerusakan fisik (Nevid, dkk, 2005). Pada
gangguan somatoform, orang memiliki simtom fisik yang mengingatkan pada
gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan
sebagai penyebabnya. Gejala dan keluhan somatik menyebabkan penderitaan
emosional/gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan
sosial atau pekerjaan. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura
yang disadari atau gangguan buatan.

2.2 Etiologi
Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang
mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam
transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan
metabolism (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer
non dominan (Kapita Selekta, 2001).
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut
(Nevid, dkk, 2005):
a. Faktor-faktor Biologis
Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada
gangguan somatisasi).
b. Faktor Lingkungan Sosial
Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti “peran
sakit” yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.
c. Faktor Perilaku
Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:

3
 Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar
dari situasi yang tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan
sekunder).
 Adanya perhatian untuk menampilkan “peran sakit”
 Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau
gangguan dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan
yang diasosiasikan dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan
atau kerusakan fisik yang dipersepsikan.
d. Faktor Emosi dan Kognitif
Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab
ganda yang terlibat adalah sebagai berikut:
 Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai
tanda dari adanya penyakit serius (hipokondriasis).
 Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari
impuls-impuls yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simtom
fisik (gangguan konversi).
 Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin
merupakan suatu strategi self-handicaping (hipokondriasis).

2.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik


yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-
kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada
kelainan yang mendasari keluhannya (Kapita Selekta, 2001). Beberapa orang
biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang
“menekan di dalam tenggorokan”. Masalah-masalah seperti ini dapat
merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf
otonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah
simtom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti “kelumpuhan” pada
tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-
kasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi di mana seseorang berfokus pada
keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti
abnormalitas fisik yang dapat ditemukan (Nevid, dkk, 2005).
4

4
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian
(histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk
dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa
perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut (PPDGJ III, 1993). Dalam
kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita
penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan.
Gambaran keluhan gejala somatoform :

Neuropsikiatri:
 “kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik” ;
 “ saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika
ditanya”
Kardiopulmonal:
 “ jantung saya terasa berdebar debar…. Saya kira saya akan mati”
Gastrointestinal:
 “saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan
belum ada dokter yang dapat menyembuhkannya”
Genitourinaria:
 “saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah
dilakukan pemeriksaan namun tidak di temukan apa-apa”
Musculoskeletal
 “saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan
sepanjang waktu”
Sensoris:
 “ pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan
kacamata tidak akan membantu”

Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan


konversi, hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.

2.4 Klasifikasi dan Diagnosis

5
Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi :

F.45.0 gangguan somatisasi

F.45.1 gangguan somatoform tak terperinci

F.45.2 gangguan hipokondriasis

F.45.3 disfungsi otonomik somatoform

F.45.4 gangguan nyeri somatoform menetap

F.45.5 gangguan somatoform lainnya

F.45.6 gangguan somayoform YTT

DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari
PPDGJ ditambah dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh.
Pada bagian psikiatri, gangguan yang sering ditemukan di klinik adalah
gangguian somatisasi dan hipokondriasis

1. F. 45.0 Gangguan Somatisasi

Definisi
Gangguan somatisasi (somatization disorder) dicirikan dengan keluhan
somatik yang beragam dan berulang yang bermula sebelum usia 30 tahun
(namun biasanya pada usia remaja), bertahan paling tidak selama beberapa
tahun, dan berakibat antara menuntut perhatian medis atau mengalami
hendaya yang berarti dalam memenuhi peran sosial atau pekerjaan.
Keluhan-keluhan yang diutarakan biasanya mencakup sistem-sistem organ
yang berbeda seperti nyeri yang samar dan tidak dapat didefinisikan, problem
menstruasi/seksual, orgasme terhambat, penyakit-penyakit neurologik,
gastrointestinal, genitourinaria, kardiopulmonar, pergantian status kesadaran
yang sulit ditandai dan lain sebagainya. Jarang dalam setahun berlalu tanpa
munculnya beberapa keluhan fisik yang mengawali kunjungan ke dokter.
Orang dengan gangguan somatisasi adalah orang yang sangat sering

6
memanfaatkan pelayanan medis. Keluhan-keluhannya tidak dapat dijelaskan
oleh penyebab fisik atau melebihi apa yang dapat diharapkan dari suatu
masalah fisik yang diketahui. Keluhan tersebut juga tampak meragukan atau
dibesar-besarkan, dan orang itu sering kali menerima perawatan medis dari
sejumlah dokter, terkadang pada saat yang sama.

Etiologi
Belum diketahui. Teori yang ada, teori belajar, terjadi karena individu belajar
untuk mensomatisasikan dirinya untuk mengekspresikan keinginan dan
kebutuhan akan perhatian dari keluarga dan orang lain

Epidemiologi
 wanita : pria = 10 :1, bermula pada masa remaja atau dewasa muda
 rasio tertinggi usia 20- 30 tahun
 pasien dengan riwayat keluarga pernah menderita gangguan
somatoform (beresiko 10-20x > besar dibanding yang tidak ada riwayat).

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi

Untuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:


a) Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam
yang tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah
berlangsung sedikitnya 2 tahun
b) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter
bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-
keluhannya.
c) Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga,
yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari
perilakunya.

Atau :

A. Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode


beberapa tahun
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan,

7
 4 gejala (G) nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang
berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak,
dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau
selama miksi)
 2 G gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya
mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau
intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
 1 G seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya
indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak
teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang
kehamilan).
 1 G pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau deficit yang
mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri
(gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis, sulit menelan,
retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan
ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif seperti amnesia;
atau hilangnya kesadaran selain pingsan).

C. Salah satu (1)atau (2):

 Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B


tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum
yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera,
medikasi, obat, atau alkohol)
 Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan
sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang
diperkirakan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium.
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti
gangguan buatan atau pura-pura).

8
Contoh Penulisan Dignosis multiaksial (PERKIRAAN) :

Axis I : Gangguan somatoform, somatisasi


Axis II : tidak ada diagnosis aksis II
Axis III : tidak ada diagnosis aksis III (????)
Axis IV : masalah dengan keluarga (biasanya)
Axis V : 51-60 gejala sedang, disabilitas sedang

Tata laksana dan diagnosis banding (TERLAMPIR)

Prognosis
Dubia et malam. Pasien susah sembuh walau sudah mengikuti pedoman
pengobatan. Sering kali pada pasien wanita berakhir pada percobaan bunuh
diri.

2. F.45.1 Gangguan Somatoform Tak Terperinci

Etiologi : unknown
Epidemiologi,
Bervariasi, di USA 10%-12% terjadi pada usia dewasa, dan 20 % menyerang
wanita.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak
Digolongkan

a) Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap,


akan tetapi gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan
somatisasi tidak terpenuhi
b) Kemungkinan ada ataupun tidak faktor penyebab psikologis belum
jelas, akan tetapi tidak boleh ada penyeba fisik dari keluhan-keluhannya.

Atau :
9

9
 Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya
nafsu makan, keluhan gastrointestinal atau saluran kemih)
 Salah satu (1)atau (2)
 Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum yang diketahui
atau oleh efek langsung dari suatu zat (misalnya efek cedera,
medikasi, obat, atau alkohol)
 Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan,
keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang
ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan menurut
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratonium.
 Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis
atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting
lainnya. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.
 Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental
lain (misalnya gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan
mood, gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau gangguan psikotik).
 Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti
pada gangguan buatan atau berpura-pura)

Contoh Penulisan Diagnosis multiaksial

Axis I : Gangguan somatoform Tak Terperinci


Axis II : tidak ada diagnosisi aksis II
Axis III : tidak ada diagnosis aksis III (????)
Axis IV : ???
Axis V : 61-70

Tata laksana dan diagnosis banding (TERLAMPIR)

Prognosis
10

10
Bervariasi, sulit diprediksi karena prognosisnya bergantung pada gejala yang
lebih dominan.
3. F.45.2 Gangguan Hipokondriasis

Definisi
Hipokondriasis adalah keterpakuan (PREOKUPASI) pada ketakutan
menderita, atau keyakinan bahwa seseorang memiliki penyakit medis yang
serius, meski tidak ada dasar medis untuk keluhan yang dapat ditemukan.
Berbeda dengan gangguan somatisasi dimana pasien biasanya meminta
pengobatan terhadap penyakitnya yang seringkali menyebabkan terjadinya
penyalahgunaan obat, maka pada gangguan hipokondrik pasien malah takut
untuk makan obat karena dikira dapat menambah keparahan dari sakitnya.
Ciri utama dari hipokondriasis adalah fokus atau ketakutan bahwa simtom
fisik yang dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit serius
yang mendasarinya, seperti kanker atau masalah jantung. Rasa takut tetap
ada meskipun telah diyakinkan secara medis bahwa ketakutan itu tidak
berdasar. Gangguan ini paling sering muncul antara usia 20 dan 30 tahun,
meski dapat terjadi di usia berapa pun.
Orang dengan hipokondriasis tidak secara sadar berpura-pura akan simptom
fisiknya. Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik, seringkali
melibatkan sistem pencernaan atau campuran antara rasa sakit dan nyeri.
Berbeda dengan gangguan konversi yang biasanya ditemukan sikap
ketidakpedulian terhadap simtom yang muncul, orang dengan hipokondriasis
sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli pada simtom dan hal-hal
yang mungkin mewakili apa yang ia takutkan.
Pada gangguan ini, orang menjadi sangat sensitif terhadap perubahan ringan
dalam sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit
sakit serta nyeri. Padahal kecemasan akan simtom fisik dapat menimbulkan
sensasi fisik itu sendiri, misalnya keringat berlebihan dan pusing, bahkan
pingsan. Mereka memiliki lebih lanjut kekhawatiran akan kesehatan, lebih
banyak simtom psikiatrik, dan memersepsikan kesehatan yang lebih buruk

11

11
daripada orang lain. Sebagian besar juga memiliki gangguan psikologis lain,
terutama depresi mayor dan gangguan kecemasan.
Etiologi : masih belum jelas

Epidemiologi
Biasanya terjadi pada usia dewasa, rasio antara wanita dan pria sama

Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis

Untuk diagnosis pasti gangguan hipokondrik, kedua hal ini harus ada:
a) Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu
penyakit fisik yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun
pemeriksaan yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik
yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan
deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai
waham)
b) Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari
beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik
yang melandasi keluhan-keluhannya
Ciri-ciri diagnostik dari hipokondriasis
 Perokupasi (keterpakuan) dengan ketakutan menderita, ide bahwa
ia menderita suatu penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru
orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh.
 Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis
yang tepat
 Tidak disertai dengan waham dan tidak terbatas pada kekhawatiran
tentang penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh).
 Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis
atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting
lain. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.
 Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan
kecemasan umum, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik,

12

12
gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau gangguan
somatoform lain.

Contoh Penulisan Diagnosis multiaksial

Axis I : Gangguan somatoform, Hipokondriasis


Axis II : tidak ada diagnosisi aksis II
Axis III : tidak ada diagnosis aksis III (????)
Axis IV : ???
Axis V : 51-60 gejala sedang, disabilitas sedang

Tata Laksana dan diagnosis banding (TERLAMPIR)

Prognosis
10 % pasien bisa sembuh, 65 % berlanjut manjadi kronik dengan onset yang
berfluktuasi, 25 % prognosisinya buruk.

4. F.45.3 Gangguan Disfungsi Otonomik Somatoform

Kriteria diagnostik yang diperlukan :

 ada gejala bangkitan otonomik ex, palpitasi, berkeringat, tremor,


muka panas, yang sifatnya menetap dan mengganggu
 gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu
(tidak khas)
 preokupasi dengan penderitaan mengenai kemungkinan adanya
gangguan yang serius yang menimpanya, yang tidak terpengaruh oleh
hasil Px maupun penjelasan dari dokter
 tidak terbukti adanya gangguan tang cukup berarti pada
struktur/fungsi dari sistem/organ yang dimaksud
 kriteria ke 5, ditambahkan :
F.45.30 = Jantung Dan Sistem Kardiovaskular

13

13
F.45.31 = Saluran Pencernaan Bgn Atas
F.45.32 = Saluran Pencernaan Bgn Bawah
F.45.33 = Sistem Pernapasan

F.45.34 = Sistem Genito-Urinaria


F.45.38 = Sistem Atau Organ Lainnya

5. F. 45.4 . Gangguan Nyeri Yang Menetap

Definisi
Gangguan nyeri ditandai oleh gejala nyeri yang semata-mata berhubungan
dengan faktor psikologis atau secara bermakna dieksaserbasi oleh faktor
psikologis. Pasien sering wanita yang merasa mengalami nyeri yang
penyebabnya tidak dapat ditemukan. Munculnya secara tiba-tiba, biasanya
setelah suatu stres dan dapat hilang dalam beberapa hari atau berlangsung
bertahun-tahun. Biasanya disertai penyakit organik yang walaupun demikian
tidak dapat menerangkan secara adekuat keparahan nyerinya (Tomb, 2004).
Individu yang merasakan nyeri akibat gangguan fisik, menunjukkan lokasi
rasa nyeri yang dialaminya dengan lebih spesifik, lebih detail dalam
memberikan gambaran sensoris dari rasa nyeri yang dialaminya, dan
menjelaskan situasi dimana rasa nyeri yang dirasakan menjadi lebih sakit atau
lebih berkurang (Adler et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).
Sedangkan pada nyeri somatoform, pasien malah bertindak sebaliknya.

Etiologi, tidak diketahui

Epidemiologi
Terjadi pada semua tingkatan usia, di USA 10-15% pasien datang dengan
keluhan nyeri punggung.

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri


 Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis

14

14
 Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
 Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset,
kemarahan, eksaserbasi atau bertahannnya nyeri.
 Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-
buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura).
 Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood,
kecemasan, atau gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria
dispareunia.

Contoh Penulisan Diagnosis Multiaksial

Axis I : gangguan somatoform, nyeri menetap


Axis II : tidak ada diagnosis aksis II
Axis III : tidak ada (???)
Axis IV : ????
Axis V : 51-60 gejala sedang, disabilitas sedang

Tata laksana dan diagnosis banding (TERLAMPIR)

Prognosis :
jika gejala terjadi < 6 bulan, cenderung baik, dan jika gejala terjadi > 6 bulan,
cenderung buruk (cenderung menjadi kronik).

6. F.45.8 Gangguan Somatoform Lainnya

Pedoman Diagnostik :
 keluhan yanga da tidak melalui saraf otonom, terbatas secara
spesifik pd bgn tubuh/sistem tertentu
 tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan jaringan

15

15
 termasuk didalamnya, pruritus psikogenik, ”globus
histericus”(perasaan ad benjolan di kerongkongan>>>disfagia) dan
dismenore psikogenik

TAMBAHAN DSM IV

A. Gangguan Konversi

Definisi
Adalah suatu tipe gangguan somatoform yang ditandai oleh
kehilangan atau kendala dalam fungsi fisik, namun tidak ada penyebab
organis yang jelas. Gangguan ini dinamakan konversi karena adanya
keyakinan psikodinamika bahwa gangguan tersebut mencerminkan
penyaluran, atau konversi, dari energi seksual atau agresif yang direpresikan
ke simtom fisik. Simtom-simtom itu tidak dibuat secara sengaja atau yang
disebut malingering. Simtom fisik biasanya muncul tiba-tiba dalam situasi
yang penuh tekanan. Tangan seorang tentara dapat menjadi “lumpuh” saat
pertempuran yang hebat, misalnya.
Dinamakan gangguan konversi karena adanya keyakinan
psikodinamika bahwa gangguan tersebut mencerminkan penyaluran, atau
konversi, dari energi seksual atau agresif yang direpresikan ke simtom fisik.
Gangguan ini sebelumnya disebut neurosis histerikal atau histeria dan
memainkan peranan penting dalam perkembangan psikoanalisis Freud.
Menurut DSM, simtom konversi menyerupai kondisi neurologis atau
medis umum yang melibatkan masalah dengan fungsi motorik (gerakan) yang
volunter atau fungsi sensoris. Beberapa pola simtom yang klasik melibatkan
kelumpuhan, epilepsi, masalah dalam koordinasi, kebutaan, dan tunnel vision
(hanya bisa melihat apa yang berada tepat di depan mata), kehilangan indra
16

16
pendengaran atau penciuman, atau kehilangan rasa pada anggota badan
(anastesi).
Simtom-simtom tubuh yang ditemukan dalam gangguan konversi
sering kali tidak sesuai dengan kondisi medis yang mengacu. Misalnya
konversi epilepsi, tidak seperti pasien epilepsi yang sebenarnya, dapat
mempertahankan kontrol pembuangan saat kambuh; konversi kebutaan, orang
yang penglihatannya seharusnya mengalami hendaya dapat berjalan ke kantor
dokter tanpa membentur mebel; orang yang menjadi “tidak mampu” berdiri
atau berjalan di lain pihak dapat melakukan gerakan kaki lainnya secara
normal.

Etiologi
 Teori psikoanalisis, (1895/1982), Breuer dan freud : disebabkan
ketika seseorang mengalami peristiwa yang menimbulkan
peningkatan emosi yang besar, namun afeknya tidak dapat
diekspresikan dan ingatan tentang peristiwa tersebut dihilangkan dari
kesadaran.
 Teori behavioral, Ullman&Krasner (dalam Davidson, Neale, Kring,
2004), terjadi karena individu mengadopsi simtom untuk mencapai
suatu tujuan. Individu berusaha untuk berperilaku sesuai dengan
pandangan mereka mengenai bagaimana seseorang dengan penyakit
yang mempengaruhi kemampuan motorik atau sensorik, akan
bereaksi.

Epidemiologi
Terjadi pada 11-500 per 100.000 penduduk. Biasanya terjadi pada usia anak-
anak (akhir) hingga dewasa (awal). Jarang terjadi sebelum usia 10 tahun dan
setelah 35 tahun.

Kriteria diagnostik untuk Gangguan Konversi


Ciri-ciri diagnostik dari gangguan konversi adalah sebagai berikut:

17

17
1) Paling tidak terdapat satu simtom atau defisit yang melibatkan
fungsi motorik volunternya atau fungsi sensoris yang menunjukkan
adanya gangguan fisik.
2) Faktor psikologis dinilai berhubungan dengan gangguan tersebut
karena onset atau kambuhnya simtom fisik terkait dengan munculnya
stresor psikososial atau situasi konflik.
3) Orang tersebut tidak dengan sengaja menciptakan simtom fisik
tersebut atau berpura-pura memilikinya dengan tujuan tertentu.
4) Simtom tidak dapat dijelaskan sebagai suatu ritual budaya atau
pola respon, juga tidak dapat dijtelaskan dengan gangguan fisik apa
pun melalui landasan pengujian yang tepat.
5) Simtom menyebabkan distres emosional yang berarti, hendaya
dalam satu atau lebih area fungsi, seperti fungsi sosial atau pekerjaan,
atau cukup untuk menjamin perhatian medis.
6) Simtom tidak terbatas pada keluhan nyeri atau masalah pada fungsi
seksual, juga tidak dapat disebabkan oleh gangguan mental lain.

Akan tetapi, beberapa orang dengan gangguan konversi menunjukkan


ketidakpedulian yang mengejutkan terhadap simtom-simtom yang muncul,
suatu fenomena yang diistilahkan sebagai la belle indifference
(“ketidakpedulian yang indah”).

Tata Laksana dan diagnosis banding (TERLAMPIR)

Prognosis
Baik jika, onset awal, ada faktor presipitasi yang jelas, intelegensia masih
baik, segera dilakukan treatment. Prognosis buruk jika terjadi hal sebaliknya.

B. Gangguan Dismorfik Tubuh

Definisi
Gangguan dismorfik tubuh (body dismorphic disorder) ditandai oleh
kepercayaan palsu atau persepsi yang berlebihan bahwa suatu bagian tubuh
mengalami cacat. Orang dengan gangguan ini terpaku pada kerusakan fisik
yang dibayangkan atau dibesar-besarkan dalam hal penampilan mereka.
18

18
Mereka dapat menghabiskan waktu berjam-jam untuk memeriksakan diri di
depan cermin dan mengambil tindakan yang ekstrem untuk mencoba
memperbaiki kerusakan yang dipersepsikan, seperti menjalani operasi plastik
yang tidak dibutuhkan, menarik diri secara sosial atau bahkan diam di rumah
saja, sampai pada pikiran-pikiran untuk bunuh diri. Orang dengan gangguan
dismorfik tubuh sering menunjukkan pola berdandan atau mencuci, atau
menata rambut secara kompulsif, dalam rangka mengoreksi kerusakan yang
dipersepsikan. Contoh lain, seseorang merasa wajahnya seperti piringan,
terlalu rata, sehingga tidak mau difoto. Mereka dapat melakukan apa saja
untuk memperbaiki keadaan yang “rusak” tersebut.
Pada gangguan dismorfik tubuh, individu diliputi dengan bayangan
mengenai kekurangan dalam penampilan fisik mereka. Membuatnya bisa
berlama-lama berkaca di depan cermin memandang bentuk tubuh yang
dianggapnya kurang, sering pasien mendatangi spesialis bedah dan
kecantikan.

Etiologi, unknown

Epidemiologi
Muncul kebanyakan pada wanita, biasanya dimulai pada akhir masa remaja,
dan biasanya berkaitan dengan depresi, fobia social, gangguan kepribadian
(Phillips&McElroy, 2000; Veale et al.,1996 dalam Davidson, Neale, Kring,
2004).

Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Dismorfik Tubuh

 Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika


ditemukan sedikit anomali tubuh, kekhawatiran orang tersebut
menjadi berlebihan.
 Preokupasi menyebabkan Penderitaan yang bermakna secara klinis
atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting
lainnya.

19

19
 Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan
mental lain (misalnya, ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh
pada anorexia nervosa).

Tata Laksana dan diagnosis banding (TERLAMPIR)

Prognosis : beravariasi(???)

BAGAN DIAGNOSIS BANDING GANGGUAN SOMATOFORM

20

20
Preokupasi dengan
gagasan sakit serius Kepercayaan
Seperti waham HIPOKONDRIASIS

Preokupasi dgn kelainan penampilan


LIAT SILSILAH
GANGGUAN PSIKOTIK

GANGGUAN DISMORFIK TUBUH


Gejala somatoform yang bermakna secra klinis
Yg tidak memenuhi kriteria gangguan somatoform spesifik

GANGGUAN SOMATOFORM YTT


Bukan gangguan somatoform 21
(gejala somatoform yang tidak bermakna secara klinis)
21
(SUMBER PPDGJ III)

Bagan Pengobatan Keseluruhan


Strategi Dan Teknik Strategi Dan T
Gangguan
Tujuan Pengobatan Psikoterapi Dan Farmakologika
Somatoform
Psikososial Fisik

1. Pengobatan Yang 1. Diberikan Han


1. Mencegah Adopsi Dari Rasa Konsisiten, Ditangani Indikasinya Jelas
Sakit, Invalidasi (Tidak Oleh Dokter Yang Sama
Membenrakan
Pemikiran/Meyakinkan Nahwa 2. Hindari Obat-O
Gejala Hanya Ada Dlam Pikiran 2. Buat Jadwal Regular Yang Bersifat Add
Tidak Untuk Kehidupan Nyata Ddengan Interval Waktu
2. Meminimalisir Biaya Dan Kedatangan Yang
Komplikasi Dengan Memadai
Menghindari Tes-Tes Diagnosis,
Treatment, Dan Obat-Obatan
Yang Tidak Perlu 3. Memfokuskan Terapi
Secara Gradual Dari
3.Melakukan Kontrol
Gejala Ke Personal Dan
Farmakologis Terhadap
Ke Masalah Sosial
Sindrom Comorbid
(Memperparah Kondisi)

Gangguan 1,2,3 1,2,3 1,2


Somatisasi

22

22
- Anti Anxietas
Antidepressan

Gangguan 1,2,3 1,2,3 1 Dan 2


Somatisasi
Tak
Terperinci - Obat Anti Anxiet
Anti Depresan (Jika

Hipokondrias 1,2,3 1,2,3 2


i
Therapi Kognitiv-
Behaviour
Usahakan Untuk
Mengurangi Gejala
Hipokondriacal Den
SSRI (Fluoxetine 6
Mg/ Hari)

Dibandingkan
Obat Lain

Gangguan 1,2,3 1,2,3 1 Dan 2


Nyeri
Jika Nyeri Nya Akut (< 6 Bulan), Nyeri Kronik :
Menetap
Tambahkan Obt Simptomatik Pertimbangkan Terapi
Akut : Acetami
Untuk Gejala Yang Timbul Fisik Dan Pekerjaan,
Dan NSAIDS
Serta Terapi Kognitif-
Dicampur) Atau S
Behavioural
Yambahan Pda Opi
Jika Nyeri Bersifat Kronik (>6
Bulan ), Fokus Pada Pertahankan
Fungsi Dan Motilitas Tubuh
Kronik : Trisikli
Daripada Fokus Pada
Depresan, Acetami
23

23
Penyembuhan Nyeri Dan NSAID

Pertimbangkan
Akupunnktur

Gangguan 1,2,3 Akut : Yakinkan, Sugesti 1 Dan 2


Konversi Pasien Untuk
Mengurangi Gejala
Pertimbangkan
Pertimbangkan
Narcoanalisis (S
Narcoanalisis (Sedativ
Hipnotic)
Hipnotis), Hipnoterapi,
Behavioural Terapi

Kronik : 1,2, Dan 3

Eksplorasi Lebih Lanjut


Mengenai Konflik Yang
Bersifat Unterpersonal
Pada Pasien

Gangguan 1,2,3 1,2,3 2


Dismorfik
Khususnya Menghindari Terapi Kognitif- Usahakan Untuk
Tubuh
Pembedahan Behavioural Mengurangi Gejala
Hipokondriacal Den
SSRI (Fluoxetine 6
Mg/ Hari)

Dibandingkan
Obat Lain

(Sumber dari DSM IV)


24

24
2.5 Pendekatan Penanganan
Beberapa pendekatan yang digunakan untuk menangani gangguan
somatoform adalah sebagai berikut:
 Penanganan Biomedis
Pada penanganan biomedis dapat digunakan antidepresan yang terbatas
dalam menangani hipokondriasis yang biasanya disertai dengan depresi.
 Terapi Kognitif-Behavioral
Terapi ini dapat berfokus pada menghilangkan sumber-sumber
reinforcement sekunder (keuntungan sekunder), memperbaiki
perkembangan keterampilan coping untuk mengatasi stres, dan
memperbaiki keyakinan yang berlebihan atau terdistorsi mengenai
kesehatan atau penampilan seseorang. Terapi ini berusaha untuk
mengintegrasikan teknik-teknik terapeutik yang berfokus untuk membantu
individu melakukan perubahan-perubahan, tidak hanya pada perilaku nyata
tetapi juga dalam pemikiran, keyakinan dan sikap yang mendasarinya.

Terapi kognitif-behavioural, untuk mengurangi pemikiran atau sifat


pesimis pada pasien. Teknik behavioral, terapis bekerja secara lebih
langsung dengan si penderita gangguan somatoform, membantu orang
tersebut belajar dalam menangani stress atau kecemasan dengan cara yang
lebih adaptif. Terapi kognitif, terapis menantang keyakinan klien yang
terdistorsi mengenai penampilan fisiknya dengan cara meyemangati
mereka untuk mengevaluasi keyakinan mereka dengan bukti yang jelas.

BAB III
KESIMPULAN

25

25
Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki
gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat
ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gambaran yang penting dari gangguan
somatoform adalah adanya gejala fisik, pada mana tak ada kelainan organik atau
mekanisme fisiologik. Dan untuk hal tersebut terdapat bukti positif atau perkiraan
yang kuat bahwa gejala tersebut terkait dengan adanya faktor psikologis atau
konflik.
Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala
fisik yang berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah
berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa
tidak ada kelainan yang mendasari keluhannya.
Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi :
gangguan somatisasi, gangguan somatoform tak terperinci, gangguan
hipokondriasis, disfungsi otonomik somatoform, gangguan nyeri somatoform
menetap, gangguan somatoform lainnya, dan gangguan somayoform YTT.
Sedangkan pada DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal
dari PPDGJ ditambah dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

26

26
___. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. 2001. Media Aesculapicus : Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura.

Departemen Kesehatan R.I. 1993.Pedoman Penggolongan dan Diagnosis


Gangguan Jiwa di Indonesia III cetakan pertama. Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI : Jakarta

Kaplan, B.J., Sadock, V.A, 2007, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry :
Behavioral

Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa cetakan kesembilan.


Airlangga University Press : Surabaya

Nevid, J.S., dkk. 2005. Psikologi Abnormal Jilid I.Edisi 5. PenerbitErlangga :


Jakarta

Pardamean E. 2007. Simposium Sehari Kesehatan Jiwa Dalam Rangka


Menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia : Gangguan Somatoform. Ikatan
Dokter Indonesia Cabang Jakarta Barat.

Tomb, D. A. 2004.Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. EGC : Jakarta

27

27

Anda mungkin juga menyukai