Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PERAN ASUHAN ANTENATAL DALAM UPAYA MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN


MATERNAL DI INDONESIA

PEMBIMBING

Dr. dr. Raditya Wratsangka, Sp.OG(K)

PENYUSUN

Abdullah Rayhan 030.12.002 Nadya Anggun M 030.09.165

Yuni Rachmadani 030.12.293 Noversly Saerang 030.10.208

Nur Aini 030.12.194 Alviena Bestari S 030.10.023

Kristin Indria 030.12.145 Merry Kartika 030.13.237

Riska Ruswanti 030.12.233

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PERIODE 2018 PERIODE 4 JUNI 2018 – 25 AGUSTUS 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah -
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam kami curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW.

Adapun judul untuk penulisan ini adalah ” Peran Asuhan Antenatal Dalam Upaya Menurunkan
Angka Kematian Maternal di Indonesia”. Dalam penyusunan makalah ini, kami telah
mencurahkan segala pikiran dan kemampuan yang dimiliki. Namun tetap ada hambatan dan
kendala yang harus dilewati.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr.dr. Raditya Wratsangka, Sp.OG(K) selaku
pembimbing, teman-teman dan seluruh pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.

Jakarta, Juli 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...………………………………………………………………………….2

DAFTAR ISI………………...……………………………………………………………………3

BAB I PENDAHULUAN….……………………………………………………………………..4

BAB II ASUHAN ANTENATAL ….…………....………………………………………………6

BAB III ANGKA KEMATIAN MATERNAL…….…………………………………………...11

BAB IV PERAN ASUHAN ANTENATAL DALAM MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN


IBU................................................................................................................................................14

BAB V KESIMPULAN…..…...………………………………………………………………..17

DAFTAR PUSAKA…..…….…………………………………………………………………..18

3
BAB I

PENDAHULUAN

Berdasarkan data yang dimiliki oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia pada
tahun 2015-2017 didapatkan terdapat penurunan angka kematian ibu (AKI) dari 4.999 pada
tahun 2015 menjadi 4912 di tahun 2016 dan di tahun 2017 (semester I) didapatkan sebanyak
1712 kasus. Namun angka tersebut masih tertinggi di antara Negara ASEAN dan tren
penurunannya sangat lambat.1

Secara profesional dokter dan bidanlah yang memiliki peran dalam menurunkan angka
kematian ibu dalam praktek klinik. Dokter dan bidan menjadi garda terdepan dalam mendeteksi
kemungkinan terdapatnya resiko, mendorong program keluarga berencana, pelayanan asuhan
anternatal yang terfokus, pencegahan abortus tidak aman, pertolongan persalinan oleh tenaga
terampil, rujukan dini tepat waktu kasus gawat darurat obstetri dan pertolongan segera – adekuat
kasus gawat darurat obstetri di rumah sakit rujukan.2

Sesuai dengan UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada pasal 78


disebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas
pelayanan, alat dan obat dalam memberikan pelayanan keluarga berencana yang aman bermutu
dan terjangkau oleh masyarakat.. Berdasarkan UU Nomor 52 Tahun 2009, KB merupakan upaya
untuk mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai hak reproduksi
untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.3

Beberapa penyebab terjadinya kematian ibu adalah perdarahan, preeklamsia/ eklamsia,


tingginya paritas pada seorang ibu, yang diikuti rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan.
Tingginya paritas seorang ibu, selain mempunyai dampak terhadap angka kesakitan dan
kematian ibu juga meningkatkan jumlah penduduk yang tidak terkendali. Pada isu status
reproduksi 4 Terlalu (4T) : yaitu keadaan ibu yang terlalu muda (untuk menikah, hamil dan
punya anak), usia terlalu tua tetapi masih produktif, kehamilan terlalu sering dan jarak kehamilan
terlalu dekat memberi peran penting terhadap penurunan AKI dan pencapaian program Keluarga
Berencana.1,2

4
BAB II

KELUARGA BENCANA

2.1 Definisi Keluarga Berencana (KB)


Program keluarga berencana memiliki makna yang sangat strategis, komprehensif dan
fundamental dalam mewujudkan manusia Indonesia yang sehat dan sejahtera. UU Nomor 52
Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga menyebutkan
bahwa keluarga berencana adalah upaya untuk mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal
melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai hak
reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.4

2.2 Tujuan Keluarga Berencana


Tujuan umum Keluarga Berencana adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan
kemampuan sosial ekonomi keluarga dengan cara mengatur kelahiran anak agar diperoleh
keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

2.3 Sasaran Program KB


Data sasaran program KB:
a. Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) Total
Jumlah target sasaran peserta KB adalah total PUS dengan proyeksi sekitar 17%
dari jumlah penduduk atau PUS dengan data hasil pendataan. Jumlah PUS Total
juga didapat dari pendataan keluarga dan statistik rutin
b. Jumlah sasaran KB Pasca Persalinan
Jumlah sasaran peserta KB Pasca Persalinan sama dengan sasaran ibu bersalin
yaitu 1,05 X angka kelahiran kasar (CBR) X jumlah penduduk. Angka Kelahiran
Kasar (CBR) diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).
c. Jumlah PUS dengan kondisi “4T” dengan status KB-nya (PUS
MUPAR/MUPATI)
d. Jumlah PUS peserta BPJS.5

5
2.4 Akseptor Keluarga Berencana
Akseptor Keluarga Barencana (KB) adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang
menggunakan salah satu alat/obat kontrasepsi (BKKBN, 2007)
Jenis-jenis Akseptor KB
a. Akseptor Aktif adalah: Akseptor yang ada pada saat ini menggunakan salah satu cara/alat
kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan.

b. Akseptor Aktif Kembali adalah : Pasangan Usia Subur yang telah menggunakan
kontrasepsi selama tiga bulan atau lebih yang tidak diselingi suatu kehamilan, dan kembali
menggunakan cara alat kontrasepsi baik dengan cara yang sama maupun berganti cara setelah
berhenti/istirahat kurang lebih tiga bulan berturut-turut dan bukan karena hamil.

c. Akseptor KB Baru adalah: Akseptor yang baru pertama kali menggunakan alat/obat
kontrasepsi atau PUS yang kembali menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan atau
abortus.

d. Akseptor KB Dini adalah: Para ibu yang menerima salah satu cara kontrasepsi dalam
waktu 2 minggu setelah melahirkan atau abortus.

e. Akseptor Langsung : Para Istri yang memakai salah satu cara kontrasepsi dalam waktu 40
hari setelah melahirkan atau abortus.

f. Akseptor dropout adalah: Akseptor yang menghentikan pemakaian kontrasepsi lebih dari 3
bulan (BKKBN, 2007).

2.5 Jenis – Jenis Alat Kontrasepsi

6
Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti “melawan”
atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang
dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah
menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel
telur dengan sel sperma. Untuk itu, berdasarkan maksud dan tujuan kontrasepsi, maka
yang membutuhkan kontrasepsi adalah pasangan yang aktif melakukan hubungan seks
dan kedua-duanya memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan
(Suratun, 2008).
Dalam konteks gerakan KB nasional, konsep mandiri merupakan suatu inovasi baru
dimana titik berat dalam penawaran dalam awal pelaksanaan program KB, berubah
menjadi fokus permintaan. Dengan kata lain mandiri dalam program KB meminta
masyarakat untuk berinisiatif serta berpartisipasi dalam memenuhi kebutuhan yang
berhubungan dengan perencanaan keluarga, khususnya kebutuhan alat kontrasepsi di
tempat pelayanan KB.
Pelayanan kontrasepsi sebagai sebagian dari pelayanan KB merupakan bagian dari
pelayanan kesehatan, jenis pelayanan yang dapat diberikan kepada konsumen pada
kemampuan fasilitas kesehatan dan ini berhubungan dengan jenjang pelayanan. Fasilitas
pelayanan KB professional dapat bersifat teknik statis atau mobile ( TKBK, Pusling ) dan
diselenggarakan oleh tenaga professional, yaitu dokter spesialis, dokter umum, bidan atau
perawat kesehatan. Pelayanan yang mobile diperlukan untuk menjangkau pedesaan yang
terpencil. Fasilitas pelayanan KB professional statis meliputi pelayanan KB sederhana,
lengkap, sempurna dan paripurna.
Fasilitas pelayanan KB sederhana menyediakan jenis alat kontrasepsi seperti
kondom, obat vaginal, pil KB, suntik KB, IUD, menanggulangi efek samping, dan
berupaya rujukan. Tenaga pelaksanannya minimal perawat kesehatan atau bidan yang
dilatih. Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah kehamilan. Upaya ini bersifat
sementara dapat juga bersifat permanen, penggunaan alat kontrasepsi merupakan salah
satu variabel yang mempengaruhi fertilitas, konsumen memerlukan kontrasepsi dengan
kemampuan yang dapat dipercayai untuk mencegah kehamilan.
Alat kontrasepsi yang bermutu minimal memiliki ciri-ciri sebagai berikut : punya
daya guna, aman, estestis, mudah didapat, tidak memerlukan motivasi terus- menerus dan
7
efek sampingnya sedikit-dikitnya. Angka-angka konkret mengenai jumlah konsumen
yang harus menderita akibat komplikasi pemakaian KB, jumlah kegagalan alat
kontrasepsi, berapa banyak pengguna KB yang dapat ditolong ataupun tidak dan berapa
jumlah akseptor yang harus drop – out.6
Jenis-jenis alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan adalah :
1. IUD ( INTRA UTERINA DEVICE)
IUD ( INTRA UTERINA DEVICE ) atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim atau
AKDR adalah alat kontrasepsi yang terbuat dari plastik yang halus dan berbentuk
spiral atau lainnya yang dipasang ke dalam rahim dengan memakai alat khusus oleh
dokter dan bidan yang sudah dilatih. Kontra indikasi pemasangan IUD / AKDR :
1. Adanya sangkaan kehamilan
2. Pendarahan di saluran kencing
Efektivitas : Sangat efektif, yaitu 0,5 – 1 kehamilan per 100 perempuan selama satu
tahun penggunaan.
2 . IMPLANT Adalah alat kontrasepsi yang berbentuk kecil seperti karet elastis
yang ditanam dibawah kulit dan pemakain alat ini dalam jangka waktu 3 – 5 tahun.
Kontraindikasi penggunaan IMPLANT : Pada kebanyakan klien dapat
menyebabkan perubahan pola haid berupa bercak Pendarahan ( spotting,
hipermenorea serta amenorea ). Evektivitas : Sangat efektif ( kegagalan 0,2 – 1
kehamilan per 100 perempuan ).
3 . MOW ( Metode Operatif Wanita ) Metode Operatif Wanita adalah metode
operasi melalui operasi rongga perut dengan pemotongan pada tubapalopi.
Sehingga dengan demikian tidak akan terjadi pembuahan. Kontraindikasi
penggunaan MOW : Alergi terhadap obat anastesi, berat badan berlebihan ( obesitas
), infeksi pada saat melahirkan ( intrapartum ) dan nifas. Efektivitas : Sangat efektif
( gagal 0,1 – 0,7 per 100 perempuan.

BAB III

8
ANGKA KEMATIAN MATERNAL

Menurut DepKes, Kematian ibu adalah kematian yang terjadi pada ibu hamil, bersalin
dan nifas (sampai 42 hari setelah bersalin), sebagai akibat dari kelainan yang berkaitan dengan
kehamilannya atau penyakit lain yang diperburuk oleh kehamilan, dan bukan karena kecelakaan.7

WHO mendefinisikan kematian ibu sebagai “kematian wanita saat hamil atau 42 hari
setelah kehamilan berakhir, tanpa melihat lamanya kehamilan dan lokasi persalinan, karena
sebab apapun terkait atau dipicu oleh kehamilan atau komplikasi dan manajemennya namun
bukan karena sebab-sebab kecelakaan atau insidental”.7

Berdasarkan Survei Demografi Dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun2012, angka


kematian ibu diindonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran angka hidup. Angka ini
sedikit menurun jika dibandingkan dengan SDKI pada tahun1991, yaitu sebesar 390 per 100.000
kelahiran hidup. Angka ini sedikit menurun meskipun tidak terlalu signifikan. Target global
MDGs (Millennium Developmental Goals) ke-5 adalah angka kematian ibu (AKI) menjadi 102
per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.

Terdapat dua alternatif alat ukur baru kematian ibu terkait dengan kehamilan, yaitu:

1. Kematian maternal lanjut (late maternal death) – Kematian yang diakibatkan


penyebab obstetric langsung dan tidak langsung lebih dari 42 hari namun kurang dari 1
tahun (antara 42 hari – 1 tahun) setelah melahirkan (after termination of pregnancy).

2. Kematian terkait kehamilan (pregnancy-related death) – Kematian ibu yang


terjadi selama kehamilan atau 42 hari setelah melahirkan, tanpa melihat penyebabnya,
obstetric langsung dan tidak langsung (oleh sebab apapun). Kematian ibu terkait
kehamilan (pregnancy-related death) sangat berguna ketika penyebab kematian sulit
ditentukan dan ketika semua kematian di daerah itu disebabkan karena kehamilan.

3.1 Upaya Safe Motherhood

9
Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru merupakan target
Millenium Development Goals (MDGs) 2015, yakni menurunkan angka kematian ibu
(AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup, dan angka kematian bayi (AKB)
menjadi 23 per 100.000 kelahiran hidup.8

Program Jampersal (Jaminan Persalinan) yang dilaksanakan sejak 2011,


diperuntukan bagi seluruh ibu hamil, bersalin dan nifas serta bayi baru lahir yang belum
memiliki jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan. Keberhasilan Jampersal tidak hanya
ditentukan oleh ketersediaan pelayanan kesehatan namun juga kemudahan masyarakat
menjangkau pelayanan kesehatan disamping pola pencarian pertolongan kesehatan dari
masyarakat, sehingga dukungan dari lintas sektor dalam hal kemudahan transportasi serta
pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting.

Melalui program ini, pada tahun 2012 Pemerintah menjamin pembiayaan persalinan
sekitar 2,5 juta ibu hamil agar mereka mendapatkan layanan persalinan oleh tenaga
kesehatan dan bayi yang dilahirkan sampai dengan masa neonatal di fasilitas kesehatan.
Program yang punya slogan Ibu Selamat, Bayi Lahir Sehat ini diharapkan memberikan
kontribusi besar dalam upaya percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi baru
lahir.9

Tahun 1990-1991, departemen kesehatan dibantu WHO, UNICEF, UNDP


melaksanakan Assessment Safe Motherhood. Suatu hasil dari kegiatan adalah
rekomendasi Rencana Kegiatan Lima Tahun Departemen Kesehatan menerapkan
rekomendasi tersebut dalam bentuk strategi operasional untuk mempercepat penurunan
angka kematian ibu (AKI). Sasarannya adalah menurunkan AKI dari 450 per 100 000
kelahiran hidup pada tahun 2000.

a. Keluarga berencana yang memastikan bahwa setiap orang /pasangan mempunyai


akses ke informasi dan pelayanan KB agar dapat merencanakan waktu yang tepat untuk
kehamilan , jarak kehamilan, jumlah anak . Dengan demikian diharapkan tidak ada
kehamilan yang diinginkan. Kehamilan yang masuk kategori “ 4 terlau”, yaitu termuda
atau terlalu tua untuk kehamilan, terlalu sering hamil dan terbanyak anak.

10
a. Pelayanan antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetric mungkin dan
memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai.
b. Persalinan yang aman , memastikan bahwa semua penolong persalinan
mempunyai pengetahuan, keterampilan dan alat untuk member pertolongan yang aman
dan bersih serta memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayi
c. Pelayanan obstetric esensial, memastikan bahwa pelayanan obstetric resiko tinggi
dan komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang membutuhkannya.

Keempat intervensi strategis perlu dilaksanakan lewat pelayanan kesehatan dasar


dan bersendikan kesetaraan hak dan status bagi wanita.

BAB IV

11
PERAN KELUARGA BERENCANA DALAM MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN
IBU

Kematian ibu menurut definisi WHO adalah kematian selama kehamila atau dalam periode 42
hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang terkait dengan atau diperberat oleh
kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan oleh kecelakaan/cedera. Angka kematian
ibu(AKI)di Indonesia masih tertinggi di antara Negara ASEAN dan tren penurunannya sangat
lambat. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI di
Indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh
melonjak disbanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu. Target global MDGs
(Millenium Development Goals) ke-5 adalah menurunkan AKI menjadi 102 per 100.000
kelahiran hidup tahun 2015. Dalam hal ini, meningkatnya AKI ini menjadi tantangan besar bagi
bangsa Indonesia.4,10
Perawatan kesehatan ibu, bayi, dan anak menggunakan strategi perawatan berkelanjutan
(continuum care), yaitu pencapaian tingkat kesehatan yang dilakukan melalui serangkaian upaya
terpadu sejak periode prakehamilan. Salah satu layanan penting pada periode ini adalah
pelayanan kontrasepsi dan kesehatan reproduksi. Angka pemakaian kontrasepsi (Contraceptive
Prevalence Rate/CPR) bagi perempuan menikah usia 15-49 dengan semua cara menunjukkan
peningkatan dari 49,70 persen pada tahun 1991 menjadi 61,40 persen pada tahun 2007.10
Untuk menekan tingginya AKI salah satu pilar dari Safe Motherhood adalah Keluarga
Berencana. Dengan menggunakan kontrasepsi, seorang ibu dapat merencanakan keluarga lebih
baik, karena tercegah dari jarak kehamilan yang terlalu dekat, tercegah dari kehamilan yang
berisiko, tercegah dari kehamilan yang tak diinginkan, tercegah dari aborsi, dan dapat mengasuh
anak-anak dan keluarganya dengan baik. Sehingga, upaya Keluarga Berencana merupakan
investasi paling cost-effective dalam pembangunan. Secara global, upaya KB menjadi sangat
krusial dalam pencapaian MDGs ( Millenium Development Goals ) , karena terbukti dapat
menurunkan angka kemiskinan dan kelaparan, peningkatan pendidikan secara universal,
kesetaraan gender, kesehatan ibu dan anak, pertumbuhan ekonomi, dan keberlangsungan
lingkungan.11
Upaya menurunkan AKI diperkuat oleh program KB melalui peningkatan akses dan
kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi serta peningkatan advokasi, komunikasi,
informasi, dan edukasi (KIE) KB. Dengan meningkatnya pemahaman dan kesadaran tentang KB
12
dan kesehatan reproduksi, pasangan usia subur/PUS akan dapat merencanakan kehamilannya
dengan baik sehingga kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak akan dapat ditingkatkan. Selain
itu, peningkatan pemahaman akan kesehatan reproduksi pada kelompok remaja juga akan
meningkatkan usia perkawinan dan menurunkan angka kelahiran pada kelompok remaja.10
Masih terdapat kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need) berpengaruh
terhadap AKI. Unmet need didefinisikan sebagai wanita yang sebenarnya sudah tidak ingin
mempunyai anak lagi atau ingin menjarangkan kehamilannya sampai dengan 24 bulan namun
tidak menggunakan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilannya. Akibatnya wanita memiliki
risiko untuk hamil lagi sehingga jarak antar kelahiran dekat. Pendidikan merupakan salah satu
faktor penting dari kejadian unmet need. Pendidikan formal akan mempengaruhi ibu dalam
memahami dan menyerap informasi kesehatan, khususnya mengenai KB yang diberikan oleh
petugas kesehatan sehingga menurunkan angka unmet need dan menurunkan risiko kematian
ibu.10

BAB V
KESIMPULAN

13
Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan jumlah dan jarak
kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Secara umum keluarga berencana dapat
diartikan sebagai suatu usaha yang mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa
sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah serta keluarganya yang bersangkutan
tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut.
Penduduk telah menyadari pentingnya pembatasan jumlah anak demi
peningkatan kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu, Indonesia masih memerlukan
program KB, tetapi dengan orientasi berbeda. Targetnya bukan lagi menurunkan
angka kelahiran, melainkan meningkatkan kualitas pelayanan pada masyarakat
dalam pengaturan kelahiran. Termasuk menyediakan beragam alat kontrasepsi serta
membuat masyarakat paham akan alat kontrasepsi yang mereka pilih. Selain itu,
program KB juga tetap berusaha agar alat dan pelayanan kontrasepsi mudah
didapatkan masyarakat dengan harga yang terjangkau, termasuk mereka dalam
kelompok miskin. Dengan adanya program KB ini dapat bermanfaat untuk menurunkan
angka kematian ibu di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

14
1. Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Inilah Capaian
Kinerja Kemenkes RI tahun 2015-2017. Agustus 16, 2017 [cited 2018 April 2]. Available:
http://www.depkes.go.id/article/view/17081700004/-inilah-capaian-kinerja-kemenkes-ri-
tahun-2015--2017.html
2. Kementrian Kesehatan RI. Situasi Keluarga Berencana di Indonesia. Redaksi Kementrian
Kesehatan RI 2013:1-32.
3. Chalid, M. Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu: Peran Petugas Kesehatan. Departemen
Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin 2015:1-8.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan:
Kesehatan Reproduksi, Situasi Keluarga Berencana di Indonesia. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. 2013
5. Pedoman Manajemen Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. 2014
6. Ide B. Pengawasan Wanita Hamil dalam : Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC. 2007. p187-93.

7. Depkes RI. 2014. “Mother’s Day Situasi Kesehatan Ibu” Jakarta: Infodatin. Available at:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-ibu.pdf.

8. Rustam Mochtar,.Prof,. DR,. Sinopsis Obstetri. Jilid II. EGC. Jakarta. 1998

9. Mochtar, Rustam. Diagnosis, Pemeriksaan , Pengawasan , dan Nasihat-nasihat Untuk Ibu


hamil in ; Sinopsis Obstetric. Jakarta : EGC. 1990. p. 309-81.
10. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Laporan Pencapaian Tujuan
Pembangunan Millenium di Indonesia 2010. Available at:
https://www.bappenas.go.id/files/1913/5229/9628/laporan-pencapaian-tujuan-pembangunan-
milenium-di-indonesia-2011__20130517105523__3790__0.pdf
11. Chalid, MT. Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu: Peran Petugas Kesehatan. Departemen
Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin. Available at:
https://gakken-idn.id/topics/files/upaya-menurunkan-kematian-ibu-peran-petugas-kesehatan-
summary-full-text.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai