Anda di halaman 1dari 48

1

APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING PENINGKATAN SATURASI


OKSIGEN MELALUI LATIHAN DEEP DIAPHRAGMATIC BREATHING
PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI RUANG ICU
RSUD TUGUREJO SEMARANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Gawat Darurat Profesi Ners
Dosen Pembimbing Akademik Ns. Nuri Sukraeni, S.Kep, MNS

Disusun Oleh :
Herry Wahyudi
G3A017106

PROGRAM STUDI NERS ( TAHAP PROFESI )


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017/2018
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Salah satu penyakit kardiovaskuler yang banyak di derita di Indonesia
adalah penyakit gagal jantung, atau disebut Congestive Heart Failure (CHF).
Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa prevalensi penyakit gagal jantung
di Indonesia meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada
umur 65 – 74 tahun (0,5%) untuk yang terdiagnosis dokter, menurun sedikit
pada umur ≥75 tahun (0,4%), tetapi untuk yang terdiagnosis dokter atau gejala
tertinggi pada umur ≥75 tahun (1,1%). Untuk yang didiagnosis dokter
prevalensi lebih tinggi pada perempuan (0,2%) dibanding laki-laki (0,1%),
berdasar didiagnosis dokter atau gejala prevalensi sama banyaknya antara laki-
laki dan perempuan (0,3%).(1)
Gagal jantung sering disebut juga gagal jantung kongestif yaitu
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.(2) Penyakit ini dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit kardiovaskuler lain yang mendahuluinya,
seperti penyakit jantung koroner, infark miokardium, stenosis katup jantung,
perikarditis, dan aritmia. Komplikasi yang dapat ditimbulkan meliputi syok
kardiogenik, episode tromboemboli, efusi dan temponade perikardium.(2)
Mengingat begitu banyak permasalahan yang muncul pada pasien CHF,
maka penulis ingin memperdalam ilmu tentang CHF (Congestif Heart
Failure) serta melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan CHF
(Congestif Heart Failure)
Dalam penelitian yang dilakukan Tri Cahyo Sepdianto, Maria Diah
Ciptaning dan Tri Anjaswarni (2013) yang berjudul Peningkatan Saturasi
Oksigen Melalui Latihan Deep Diaphragmatic Breathing Pada Pasien Gagal
Jantung di RSD Mardi Waluyo Blitar menyatakan bahwa saturasi oksigen
dapat meningkat dengan menggunakan tekhnik latihan Deep Diaphragmatic
Breathing dengan dengan rata-rata 0,8 %, menurunkan derajat dyspnea 2,14
3

poin, tekanan darah sistolik 3 mmHg, tekanan darah diastolic 6,2 mmHg, nadi
2,98 kali permenit dan respirasi 4,76 kali permenit. Menurut data dari World
Health Organization (2012), diperkirakan 4,7 juta individu mengalami
kegagalan jantung, 12,4 juta menunjukan gambaran klinis penyakit jantung
koroner, 4,5 juta mengalami stroke, dan 50 juta mengalami hipertensi. Pasien
gagal jantung sering mengalami masalah keperawatan berupa penurunan curah
jantung, gangguan pertukaran gas dan intoleransi aktifitas akibat penurunan
saturasi oksigen. Perawat dapat memfasilitasi peningkatan pertukaran gas dan
saturasi oksigen melalui tindakan keperawatan kolaboratif dan mandiri.
Tindakan keperawatan mandiri dapat dilakukan dengan melakukan latihan
nafas dalam khususnya dengan latihan Deep Diaphragmatic Breathing. Deep
Diaphragmatic Breathing merupakan aktivitas keperawatan yang dapat
memfasilitasi rileksasi, meningkatkan aktivitas system saraf parasimpatis dan
sensitifitas baroreseptor. Deep Diaphragmatic Breathing juga dapat
menurunkan respirasi, menurunkan resepsi terhadap dyspnea, meningkatkan
saturasi oksigen dan meningkatkan kemampuan aktivitas pada pasien gagal
jantung (Benardi, et. Al, 2008).

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Penulis mampu melaporkan asuhan keperawatan dan mampu
mengaplikasikan evidence based nursing peningkatan satrasi oksigen
melalui latihan deep diaphragmatic breathing pada Congestive Heart
Failure (CHF) di RSUD Tugurejo Semarang.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien
Congestive Heart Failure (CHF)
b. Penulis mampu merumuskan masalah diagnosa keperawatan pada
Congestive Heart Failure (CHF)
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada
pasien Congestive Heart Failure (CHF)
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien Congestive
Heart Failure (CHF)
4

e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien Congestive Heart


Failure (CHF)
f. Penulis mampu menganalisis hasil aplikasi evidence based nursing
terapi latihan Deep Diaphragmatic Breathing Congestive Heart
Failure (CHF)

BAB II
KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Gagal jantung Kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi
jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.(2)
5

Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis yaitu jantung tidak


stabil untuk menghasilkan curah jantung yang adekuat sehingga perfusi
jaringan tidak adekuat, dan atau peningkatan tekanan pengisian diastolic pada
ventrikel kiri, sehingga tekanan kapiler paru meningkat. (3) Gagal jantung
merupakan ketidakmampuan mempertahankan curah jantung yang cukup
untuk kebutuhan tubuh. Sehingga muncul akibat klinis dan patofisiologis
yang khas.(4)
CHF adalah suatu kondisi ketidakcukupan curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan metabolic tubuh, baik pada istirahat maupun aktivitas.
CHF merupakan suatu sindrom klinis sebagai respon terhadap kegagalan
ventrikel, yang di tandai oleh kongesti pulmonar dan atau kongesti vena
sistemik.(5)
Gagal jantung kongestif merupakan kondisi terminal pada banyak jenis
penyakit jantung, keadaan ini merupakan kondisi patologik ketika fungsi
jantung yang terganggu itu memuat jantung tidak mampu mempertahankan
curah jantung yang cukup, sehingga jantung tidak mampu untuk memompa
darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan
nutrisi.

B. ETIOLOGI(6)
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi
2. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel
jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan
6

penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung


karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung
menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load) meningkatkan
beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut
otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV),
peningkatan mendadak after load
6. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam,
tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan suplai oksigen
ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolic dan abnormalita elektronik
dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
C. KLASIFIKASI(7)
New York Heart Association membagi klasifikasi Gagal Jantung Kongestif
berdasarkan tingkat keparahan dan keterbatasan aktivitas fisik :
Kelas I Tidak ada keterbatasan dalam aktivitas fisik.
Aktivitas fisik tidak menyebabkan sesak nafas,
fatigue, atau palpitasi. (Timbul sesak pada aktifitas
fisik berat)
Kelas II Sedikit mengalami keterbatasan dalam aktivitas
fisik. Merasa nyaman saat beristirahat tetapi saat
melakukan aktivitas fisik mulai merasakan sedikit
7

sesak, fatigue, dan palpitasi (Timbul sesak pada


aktifitas fisik sedang)
Kelas III Mengalami keterbatasan dalam aktivitas fisik.
Merasa
nyaman saat istirahat namun ketika melakukan
aktivitas fisik yang sedikit saja sudah merasa sesak,
fatigue, dan palpitasi. (Timbul sesak pada aktifitas
fisik ringan)
Kelas IV Tidak bisa melakukan aktivitas fisik. Saat istirahat
gejala bisa muncul dan jika melakukan aktivitas
fisik maka gejala akan meningkat. (Timbul sesak
pada aktifitas fisik sangat ringan / istirahat)

D. PATOFISIOLOGI(2)
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu
sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung
sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh. Gagal jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf
dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan
fungsi jantung. Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah
peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload.
Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi
yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung,
tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga
menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa
penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.
Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump
function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada
beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung
sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya
dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak
tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan. Pada
8

awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi


peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron,
serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan
kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya
terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang
efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral
Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan
tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan
kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak
segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan hipertrofi
dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal
jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi
sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume
ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis
(hukum Laplace). Jika persediaan energi terbatas (misal pada penyakit
koroner) selanjutnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas.
Selain itu kekakuan ventrikel akan menyebabkan terjadinya disfungsi
ventrikel. Pada gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah,
embolisasi sistemik dari trombus mural, dan disritmia ventrikel refrakter.
Disamping itu keadaan penyakit jantung koroner sebagai salah satu etiologi
CHF akan menurunkan aliran darah ke miokard yang akan menyebabkan
iskemik miokard dengan komplikasi gangguan irama dan sistem konduksi
kelistrikan jantung.
Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan penurunan aktivitas listrik
menunjukan peningkatan presentase kematian jantung mendadak, karena
frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi ventrikel menurun.
WHO menyebutkan kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat
penurunan fungsi mekanis jantung, seperti penurunan aktivitas listrik,
ataupun keadaan seperti emboli sistemik (emboli pulmo, jantung) dan
keadaan yang telah disebutkan diatas11 Mekanisme yang mendasari gagal
9

jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang


menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Konsep
curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO=HR X SV
dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup.
Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung bila
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang
memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri
untuk mempertahankan curah jantung. Tapi pada gagal jantung dengan
masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume
sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi
tergantung pada tiga faktor yaitu
1) Preload : setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang
mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
2) Kontraktilitas : mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang
terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang
serabut jantung dan kadar kalsium.
3) Afterload : mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan
untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di
timbulkan oleh tekanan arteriole.

Pathways
10

E. MANIFESTASI KLINIS(2)(6)
Tanda dominan :
a. Meningkatnya volume intravaskuler
b. Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena
meningkat akibat penurunan curah jantung. Manifestasi kongesti berbeda
tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
Gagal Jantung Kiri :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak
mampu memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi
yaitu :
 Dispnea, Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan
mengganggu pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnoe. Beberapa pasien
11

dapat mengalami ortopnoe pada malam hari yang dinamakan


Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND)
 Batuk
 Mudah lelah, Terjadi karena curah jantung yang kurang yang
menghambat jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi karena
meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia
yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk
 Kegelisahan atau kecemasan, Terjadi karena akibat gangguan
oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik
Gagal jantung Kanan :
 Kongestif jaringan perifer dan visceral
 Oedema ekstremitas bawah (oedema dependen), biasanya oedema
pitting, penambahan BB.
 Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
terjadi akibat pembesaran vena hepar
 Anoreksia dan mual, terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena
dalam rongga abdomen
 Nokturia
 Kelemahan
Gagal Jantung Kanan dan Kiri
Gagal jantung kiri dalam jangka panjang dapat diikuti dengan gagal
jantung kanan, demikian sebaliknya bila gagal jantung kanan terjadi
bersamaan dengan gagal jantung kiri, maka akan terjadi gagal jantung
kongestif. Secara klinis hal ini tampak sebagai suatu keadaan dimana
penderita sesak nafas disertai dengan gejala bendungan cairan di vena
jugularis, hepatomegali, edema perifer, asites. Gagal jantung kongestif
biasanya dirnulai lebih dahulu oleh gagal jantung kiri dan secara larnbat
diikuti gagal jantung kanan.
12

Pada gangguan serius ini, jantung tidak mampu lagi memelihara selaknya
peredaran darah, hingga volume-menit menurun dan arteri mendapat terlalu
sedikit darah. Sebagai akibat kelemahan jantung ini, darah terbendung di vena
kaki dan paru- paru, yang menimbulkan sesak dada dan udema pergelangan
kaki. Pada keadaan parah dapat terjadi udema paru yang sangat berbahaya
Penyaluran darah ke jaringan juga berkurang, sehingga ginjal mengekskresi
lebih sedikit natriurn dan air. Dalam hal akut, pasien perlu segera mungkin
dirawat di rumah sakit.
Untuk penanganan penderita gagal jantung, bila keadaannya berupa
insufisiensi ini umumnya dilakukan dengan tiga tindakan untuk meniadakan
cairan, yakni ; banyak istirahat untuk meringankan beban jantung,
pembatasan asupan garam, dm pengobatan dengan diuretika untuk
memperbesar ekskresi cairan. Yang terakhir perlu guna mengurangi
pengeluaran tenaga berlebihan yang memperkuat penyaluran darah ke otot,
sehingga mengurangi filtrasi glomeruler dengan akibat retensi natrium

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK(6)(8)
1. Radiografi toraks
Seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik CTR > 50%,
terutama bila gagal jantung sudah kronis). Kardiomegali dapat disebabkan
oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LVH atau kadang oleh efusi
perikard.
2. Elektrokardiografi
Memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebagian besar pasien,
termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertrofi LV, gangguan
konduksi, aritmia
3. Ekokardiografi
13

Dilakukan dengan menggunakan gelombang ultrasound untuk mendeteksi


kinerja fungsi jantung dan jika ada kerusakan pada jantung, seperti
masalah pada katupnya. Pemeriksaan ini harus dilakukan pada semua
pasien dengan dugaan klinis gagal jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi
ventrikel, dan abnormalitas gerakan dinding dapat dinilai, dan penyakit
katup jantung dapat disingkirkan. Regurgitasi mitral seringkali
disebabkan pembesaran ventrikel kiri yang menyebabkan dilatasi anulus
mitral.
4. Pemeriksaan Lab meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar
natrium yang rendah sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya
kelebihan retensi air, K, Na, Cl, Ureum, gula darah

G. KOMPLIKASI(2)(6)
a. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena
dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan
emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan
dengan pemberian warfarin.
b. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan
denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan pemberian
warfarin).
c. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik
dengan dosis ditinggikan.
d. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau
sudden cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang
berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang ditanam
mungkin turut mempunyai peranan.

H. PENATALAKSANAAN(2)(6)
Terapi Non Farmakologi
14

Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan


seperti : diet rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak,
mengurangi stress psikis, menghindari rokok, olahraga teratur, istirahat untuk
mengurangi beban kerja jantung, dukungan diit seperti pembatasan natrium
untuk mencegah, mengontrol atau menghilangkan oedema.
Terapi Farmakologi :
a. Diuretik
Diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal.
Penggunaan harus hati-hati karena efek samping hiponatremia dan
hipokalemia. Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer,
mengurangi gejala volume berlebihan seperti otopnea dan dispnea noktural
peroksimal, menurunkan volume plasma selanjutnya menurunkan preload
untuk mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan juga
meenurunkan afterload agar tekanan darah menurun
b. Antagonis aldosteron
Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat
c. Obat inotropik
Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung

d. Glikosida digitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan
volume distribusi
e. Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat)
Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi impadasi tekanan
terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki
pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan
pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.
Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh
darah vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan
meningkatkan kapasitas vena.
15

f. Inhibitor ACE
Mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi dan mengurangi sekresi
aldosteron sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air.
Inhibitor ini juga menurunkan retensi vaskuler vena dan tekanan darah
yang menyebabkan peningkatan curah jantung.
g. Terapi vasodilator, obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi
impadasi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat ini
memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena
sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.

I. KONSEP PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN CONGESTIVE


HEART FAILURE (CHF) (9)
1. Pengkajian Primer
a. Airway
batuk dengan atau tanpa sputum, penggunaan bantuan otot
pernafasan, oksigen, dll
b. Breathing
Dispnea saat aktifitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal
c. Circulation
16

Riwayat HT IM akut, GJK sebelumnya, penyakit katub jantung,


anemia, syok dll. Tekanan darah, nadi, frekuensi jantung, irama
jantung, nadi apical, bunyi jantung S3, gallop, nadi perifer
berkurang, perubahan dalam denyutan nadi juguralis, warna kulit,
kebiruan punggung, kuku pucat atau sianosis, hepar ada pembesaran,
bunyi nafas krakles atau ronchi, oedema
2. Pengkajian Sekunder
a. Aktifitas/istirahat
Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan aktifitas, gelisah, dispnea
saat istirahat atau aktifitas, perubahan status mental, tanda vital
berubah saat beraktifitas.
b. Integritas ego
Ansietas, stress, marah, takut dan mudah tersinggung
c. Eliminasi
Gejala penurunan berkemih, urin berwarna pekat, berkemih pada
malam hari, diare / konstipasi
d. Makanana/cairan
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, penambahan BB signifikan.
Pembengkakan ekstremitas bawah, diit tinggi garam penggunaan
diuretic distensi abdomen, oedema umum, dll

e. Hygiene
Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang.
f. Neurosensori
Kelemahan, pusing, lethargi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
g. Nyeri/kenyamanan
Nyeri dada akut- kronik, nyeri abdomen, sakit pada otot, gelisah
h. Interaksi sosial
Penurunan aktifitas yang biasa dilakukan
17

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL(9)


a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan irama
jantung, stroke volume, preload dan afterload, kontraktilitas jantung
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sekret
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume paru,
hepatomegali, splenomegali
d. Kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan
penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air,
peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma
(menyerap cairan dalam area interstisial / jaringan)
e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar
suplai oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik
jaringan miokard
f. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi, perubahan membran kalpiler-alveolar

K. INTERVENSI KEPERAWATAN(10)(11)
No Tujuan dan
Diagnosa Keperawatan Intervensi
. Kriteria Hasil
1. Penurunan curah NOC : NIC :
jantung b/d gangguan  Cardiac Pump - Evaluasi adanya
irama jantung, stroke effectiveness nyeri dada
volume, pre load  Circulation Status - Catat adanya
dan afterload,  Vital Sign Status disritmia jantung
kontraktilitas jantung.  Tissue perfusion: - Catat adanya
18

perifer tanda dan gejala penurunan


DO/DS: Kriteria Hasil: cardiac putput
- Aritmia, - Tanda - Monitor status
takikardia, bradikardia Vital dalam rentang pernafasan yang menandakan
- Palpitasi, normal (Tekanan darah, gagal jantung
oedem Nadi, respirasi) - Monitor balance
- Kelelahan - Dapat cairan
- Peningkat mentoleransi aktivitas, - Monitor respon
an/penurunan JVP tidak ada kelelahan pasien terhadap efek
- Distensi - Tidak ada pengobatan antiaritmia
vena jugularis edema paru, perifer, - Atur periode
- Kulit dan tidak ada asites latihan dan istirahat untuk
dingin dan lembab - Tidak ada menghindari kelelahan
- Penurunan penurunan kesadaran - Monitor
denyut nadi perifer - AGD toleransi aktivitas pasien
- Oliguria, dalam batas normal - Monitor adanya
kaplari refill lambat - Tidak ada dyspneu, fatigue, tekipneu
- Nafas distensi vena leher dan ortopneu
pendek/ sesak nafas - Warna - Anjurkan untuk
- Perubahan kulit normal menurunkan stress
warna kulit - Monitor TD,
- Batuk, nadi, suhu, dan RR
bunyi jantung S3/S4 - Monitor VS saat
- Kecemasa pasien berbaring, duduk, atau
n berdiri
- Auskultasi TD
pada kedua lengan dan
bandingkan
- Monitor TD,
nadi, RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
19

- Monitor jumlah,
bunyi dan irama jantung
- Monitor
frekuensi dan irama
pernapasan
- Monitor pola
pernapasan abnormal
- Monitor suhu,
warna, dan kelembaban kulit
- Monitor sianosis
perifer
- Monitor adanya
cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
- Identifikasi
penyebab dari perubahan
vital sign
- Jelaskan pada
pasien tujuan dari pemberian
oksigen
- Sediakan
informasi untuk mengurangi
stress
- Kelola
pemberian obat anti aritmia,
inotropik, nitrogliserin dan
vasodilator untuk
mempertahankan
kontraktilitasjantung
- Kelola
20

pemberian antikoagulan
untuk mencegah trombus
perifer
- Minimalkan
stress lingkungan
2. Bersihan jalan nafas tidak NOC:
efektif berhubungan  Respiratory status : - Pastikan
dengan penumpukan Ventilation kebutuhan oral / tracheal
sekret  Respiratory status : suctioning.
DS: Airway patency - Berikan O2
- Dispneu  Aspiration Control - Anjurkan pasien
DO: Kriteria Hasil : untuk istirahat dan napas
- Penurunan - Mendemo dalam
suara nafas nstrasikan batuk efektif - Posisikan pasien
- Orthopneu dan suara nafas yang untuk memaksimalkan
- Cyanosis bersih, tidak ada ventilasi
- Kelainan sianosis dan dyspneu - Lakukan
suara nafas (rales, (mampu mengeluarkan fisioterapi dada jika perlu
wheezing) sputum, bernafas - Keluarkan
- Kesulitan dengan mudah, tidak sekret dengan batuk atau
berbicara ada pursed lips) suction
- Batuk, - Menunjuk - Auskultasi suara
tidak efekotif atau tidak kan jalan nafas yang nafas, catat adanya suara
ada paten (klien tidak tambahan
- Produksi merasa tercekik, irama - Berikan
sputum nafas, frekuensi bronkodilator
- Gelisah pernafasan dalam - Monitor status
- Perubahan rentang normal, tidak hemodinamik
frekuensi dan irama ada suara nafas - Atur intake
nafas abnormal) untuk cairan mengoptimalkan
- Mampu keseimbangan.
21

mengidentifikasikan - Monitor
dan mencegah faktor respirasi dan status O2
yang penyebab. - Pertahankan
- Saturasi hidrasi yang adekuat untuk
O2 dalam batas normal mengencerkan sekret
- Foto - Jelaskan pada
thorak dalam batas pasien dan keluarga tentang
normal penggunaan peralatan : O2,
Suction, Inhalasi.
3. Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :
penurunan volume paru, - Respiratory status: Airway Management
hepatomegali, Ventilation - Buka jalan nafas, guanakan
splenomegali - Respiratory status teknik chin lift atau jaw
Airway patency thrust bila perlu
DS: - Vital sign Status - Posisikan pasien untuk
- Dyspnea Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
- Nafas - Mendemonstrasikan - Identifikasi pasien perlunya
pendek batuk efektif dan pemasangan alat jalan nafas
DO: suara nafas yang buatan
- Penurunan bersih, tidak ada - Pasang mayo bila perlu
tekanan sianosis dan dyspneu - Lakukan fisioterapi dada
inspirasi/ekspirasi (mampu jika perlu
- Penurunan mengeluarkan - Keluarkan sekret dengan
pertukaran udara per sputum, mampu batuk atau suction
menit bernafas dengan - Auskultasi suara nafas, catat
- Mengguna mudah, tidak ada adanya suara tambahan
kan otot pernafasan pursed lips) - Lakukan suction pada mayo
tambahan - Menunjukkan jalan - Berikan bronkodilator bila
- Orthopnea nafas yang paten perlu
(klien tidak merasa - Atur intake untuk cairan
tercekik, irama nafas, mengoptimalkan
22

frekuensi pernafasan keseimbangan.


dalam rentang normal, - Monitor respirasi dan status
tidak ada suara nafas O2
abnormal)
- Tanda Tanda vital Terapi oksigen
dalam rentang normal - Bersihkan mulut, hidung
(tekanan darah, nadi, dan secret trakea
pernafasan) - Pertahankan jalan nafas
yang paten
- Atur peralatan oksigenasi
- Monitor aliran oksigen
- Pertahankan posisi pasien
- Observasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
- Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring


- Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
- Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
- Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
- Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
23

- Monitor frekuensi dan


irama pernapasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernapasan
abnormal
- Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
- Monitor sianosis perifer
- Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
- Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
4. Kelebihan volume cairan NOC : NIC :
ekstravaskuler - Electrolit and acid Fluid management
berhubungan dengan base balance - Timbang popok/pembalut
penurunan perfusi ginjal, - Fluid balance jika diperlukan
peningkatan natrium / - Hydration - Pertahankan catatan intake
retensi air, peningkatan Kriteria Hasil: dan output yang akurat
tekanan hidrostatik atau - Terbebas dari edema, - Pasang urin kateter jika
penurunan protein plasma efusi, anaskara diperlukan
(menyerap cairan dalam - Bunyi nafas bersih, - Monitor hasil lAb yang
area interstisial / tidak ada sesuai dengan retensi cairan
jaringan) dyspneu/ortopneu (BUN , Hmt , osmolalitas
- Terbebas dari distensi urin )
vena jugularis, reflek - Monitor status
hepatojugular (+) hemodinamik termasuk
- Memelihara tekanan CVP, MAP, PAP, dan
vena sentral, tekanan PCWP
kapiler paru, output - Monitor vital sign
24

jantung dan vital sign - Monitor indikasi retensi /


dalam batas normal kelebihan cairan (cracles,
- Terbebas dari CVP , edema, distensi vena
kelelahan, kecemasan leher, asites)
atau kebingungan - Kaji lokasi dan luas edema
- Menjelaskanindikator - Monitor masukan
kelebihan cairan makanan / cairan dan
hitung intake kalori harian
- Monitor status nutrisi
- Berikan diuretik sesuai
interuksi
- Batasi masukan cairan pada
keadaan hiponatrermi dilusi
dengan serum Na < 130
mEq/l
- Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul memburuk
Fluid Monitoring
- Tentukan riwayat jumlah
dan tipe intake cairan dan
eliminasi
- Tentukan kemungkinan
faktor resiko dari ketidak
seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan renal,
gagal jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll )
- Monitor berat badan
- Monitor serum dan
25

elektrolit urine
- Monitor serum dan
osmilalitas urine
- Monitor BP, HR, dan RR
- Monitor tekanan darah
orthostatik dan perubahan
irama jantung
- Monitor parameter
hemodinamik infasif
- Catat secara akutar intake
dan output
- Monitor adanya distensi
leher, eodem perifer dan
penambahan BB
- Monitor tanda dan gejala
dari odema
- Beri obat yang dapat
meningkatkan output urin
5. Intoleransi aktifitas NOC : NIC :
berhubungan dengan - Energy conservation Energy Management
ketidakseimbangan antar - Self Care : ADL - Observasi adanya
suplai oksigen miokard Kriteria Hasil : pembatasan klien dalam
dan kebutuhan, adanya - Berpartisipasi dalam melakukan aktivitas
iskemik / nekrotik aktivitas fisik tanpa - Dorong anak untuk
jaringan miokard disertai peningkatan mengungkapkan perasaan
tekanan darah, nadi terhadap keterbatasan
dan RR - Kaji adanya factor yang
- Mampu melakukan menyebabkan kelelahan
aktivitas sehari hari - Monitor nutrisi dan
(ADLs) secara sumber energi tangadekuat
mandiri - Monitor pasien akan
26

adanya kelelahan fisik dan


emosi secara berlebihan
- Monitor respon
kardivaskuler terhadap
aktivitas
- Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
Activity Therapy
- Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan
progran terapi yang tepat.
- Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
- Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten
yangsesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan social
- Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
- Bantu untuk mendpatkan
alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
- Bantu untu
mengidentifikasi aktivitas
27

yang disukai
- Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
- Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
- Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif
beraktivitas
- Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
- Monitor respon fisik,
emoi, social dan spiritual

6. Gangguan pertukaran gas NOC: NIC :


berhubungan dengan - Respiratory Status : - Posisikan pasien untuk
ketidakseimbangan Gas exchange memaksimalkan ventilasi
perfusi ventilasi, - Keseimbangan asam - Pasang mayo bila perlu
perubahan membran Basa, Elektrolit - Lakukan fisioterapi dada
kalpiler-alveolar - Respiratory Status : jika perlu
DS: ventilation - Keluarkan sekret dengan
- sakit kepala ketika - Vital Sign Status batuk atau suction
bangun Kriteria Hasil: - Auskultasi suara nafas, catat
- Dyspnoe - Mendemonstrasikan adanya suara tambahan
- Gangguan penglihatan peningkatan ventilasi - Berikan bronkodilator
DO: dan oksigenasi yang - Atur intake untuk cairan
- Penurunan CO2 adekuat mengoptimalkan
- Takikardi - Memelihara kebersihan keseimbangan.
28

- Hiperkapnia paru paru dan bebas - Monitor respirasi dan status


- Keletihan dari tanda tanda O2
- Iritabilitas distress pernafasan - Catat pergerakan dada,amati
- Hypoxia - Mendemonstrasikan kesimetrisan, penggunaan
- Kebingungan batuk efektif dan suara otot tambahan, retraksi otot
- Sianosis nafas yang bersih, tidak supraclavicular dan
- warna kulit abnormal ada sianosis dan intercostal
(pucat, kehitaman) dyspneu (mampu - Monitor suara nafas, seperti
- Hipoksemia mengeluarkan sputum, dengkur
- Hiperkarbia mampu bernafas - Monitor pola nafas :
- AGD abnormal dengan mudah, tidak bradipena, takipenia,
- pH arteri abnormal ada pursed lips) kussmaul, hiperventilasi,
- frekuensi dan - Tanda tanda vital dalam cheyne stokes, biot
kedalaman nafas rentang normal - Auskultasi suara nafas, catat
abnormal - AGD dalam batas area penurunan / tidak
normal adanya ventilasi dan suara
- Status neurologis tambahan
dalam batas normal - Monitor TTV, AGD,
elektrolit dan ststus mental
- Observasi sianosis
khususnya membran
mukosa
- Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang persiapan
tindakan dan tujuan
penggunaan alat tambahan
(O2, Suction, Inhalasi)
- Auskultasi bunyi jantung,
jumlah, irama dan denyut
jantung
29

BAB III
RESUME ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN FOKUS
1. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. I
TTL : 21/01/1947
Umur : 71 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan :-
Alamat : DR ISMANGIL NO. 16 BONGSARI SMG, Kota
Semarang
Pekerjaan :-
Tanggal masuk : 21-01-2018
No CM : 55.38.07
Diagnosa Medis : CHF

Nama Penanggung Jawab


Nama : PANTI WREDHA RINDANG ASIH
Alamat : DR ISMANGIL NO. 16 BONGSARI SMG, Kota
Semarang

B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan utama
Pasien mengeluh sesak napas
2. Riwayat kesehatan sekarang
Petugas panti wredha mengatakan sesak napas pada saat ingin dimandikan.
Pasien dibawa di IGD RSUD TUGUREJO pada tanggal 21/01/2018 jam
30

13.45 WIB, TD : 164/130 mmHg, N : 139 x/menit, RR: 28 x/menit, suhu:


37◦C. Di IGD mendapat terapi infus RL 10 tpm, Furosemid 2 amp, Isobird
2 cc dan Ranitidin 1 amp.Kemudian pasien masuk ICU jam 14.30 WIB
dengan keluhan sesak napas dan nyeri ulu hati, KU lemah, Kesadaran
composmentis, saat dikaji TD : 170/99 mmHg, N : 79 x/menit, RR : 29
x/menit, S: 37 0C.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Petugas panti wredha mengatakan belum pernah mengalami penyakit
seperti ini dan sampai di bawa ke rumah sakit dan di opname di rumah
sakit
4. Riwayat kesehatan keluarga
Petugas panti wredha mengatakan Tn. I tidak ada keluarganya

C. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
Tidak terdapat lendir atau sputum pada jalan napas pasien, ada bunyi napas
tambahan ronchi
2. Breathing
Menggunakan otot tambahan, RR : 29 x/menit, napas tidak ada cuping
hidung, terpasang O2 nasal kanule 4 liter/menit, irama jantung
ireguler/tidak teratur, kedalaman napas dangkal, tidak terpasang
ventilator.
3. Circulation
Tidak ada sianosis, akral kulit hangat, CRT < 3 detik. TD 170/99 mmHg,
N : 79 x/menit, S: 37 0C, tidak terdapat perdarahan.
4. Disability
Tingkat kesadaran Composmentis, GCS 13 = E4 M4 V5, Pupil isokor,
diameter pupil 2 mm kanan dan kiri, ekstremitas bawah lemah, nilai
kekuatan otot
2|2
2|2
31

5. Eksposure
Tidak ada cedera leher, tidak ada jejas, tidak ada fraktur
D. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Composmentis GCS 13 = E 4 M 4 V5
Tanda-tanda vital :
Td :170/99 mmHg
Nadi : 79X/ menit
RR : 29 x/ menit
S : 37 0 C
SpO2 : 99 %
Kepala : Mesosephal, rambut hitam, tidak rontok dan bersih
Mata : cekung, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak
ikterik
Hidung : Bersih, tidak ada discharge, tak ada nafas cuping
hidung.
Mulut : Bersih mukosa bibir kering, tidak ada sianosis.
Telinga : Simetris, bersih, tidak ada serumen.
Leher : Tidak ada kaku kuduk, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid, tidak ada nyeri tekan.
Dada : Simetris, ada retraksi otot dada, pengembangan
dada simetris.
Jantung :
I : Ictus kordis tak tampak
Pa : ictus kordis teraba di SIC IV& V mid klavikula
Pe : Pekak, tak ada pembesaran jantung
A : Bunyi jantung murni BJ I-II
Paru :
I : Ada otot bantu pernpasan
Pa : Vocal premitus kanan dan kiri sama
32

Pe : Sonor di seluruh lapang paru


A : Ronkhi.
Abdomen :
I : Perut tampak datart, simetris
Au : Bising usus 11 x/menit
Pa : tidak ada distensi, tak ada pembesaran hati dan limfa.
Pe : timpani
Genetalia : Bersih, terpasang DC, keluaran urine 100 cc/jam
Ektremitas : Normal, tidak sianosis, kapilery refill time < 3 detik,
tidak ada oedem, ekstremitas bawah mengalami kelemahan
Kulit : kulit tampak sedikit kering, sawo matang dan,
turgor kulit baik.

E. Data Penunjang
1. Hasil Laboratorium
Hasil pemriksaan laboratorium tanggal 21 Januari 2018 jam 15.58 WIB

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai


Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 13,30 g/dl 11,7-15,5
Leokosit 12,21 10^/ul 4,0-10,0
Hematokrit 39,40 % 35-47
Eritrosit 4,15 10^6/ul 3,8-5,2
Trombosit 287 10^3/ul 150-400
MCV 94,90 u/L 80-100
MCH 32,00 pg 26-34
MCHC 33,80 g/dl 32-36
Kimia Klinis
GDS 102 mg/dl 70—150
Ureum 56,3 mg/dl < 50
33

Creatinin 1,09 mg/dl 0,45-0,75

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai


Rujukan
Kimia Klinik
CK-MB 26,0 u/L 0-24
Kalium 3,23 mmol/L 3,5-5
Natrium 132,9 mmol/L 135-147
Clorida 99,2 mmol/L 95-105
Albumin 4,1 g/dl 3,2-5,2

2. Hari/ Tanggal : Minggu, 21 Januari 2018


Pemeriksaan : EKG
Hasil : atrial fibrillation with rapid ventricular response
Right bundle branch block
T wave abnormality, consider
Inferolateral ischemia or digitalis effect
Abnormal ECG
3. Hari/ Tanggal : Minggu, 21 Januari 2018
Pemeriksaan : Rontgen thorax AP duduk
Hasil
Klinis :
COR : Ukuran membesar Elongatio Aorta
Pulmo : corak vasculer kasar, Bercak kesuraman,
Cephalisasi
Diafragma : Baik
Sinus costopherenicus: tumpul
Kesan :
COR : Cadiomegali
Pulmo : Awal Oedem pulmo
Reaksi pleura duplek

F. ANALISA DATA DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN


NO DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI
34

1 DS : Resiko Penurunan curah Perubahan


Klien mengatakan sesak jantung (00029) kontraktilitas
napas jantung

DO :
a. TD: 170/99 mmHg,
Nadi 79x/menit, RR:
29 x/mnt, SpO2 : 97%
b. Terpasang O2 kanul
4 Liter per menit
c. Klien tampak sesak
napas, tampak
pernapasan cuping
hidung, tampak
tarikan otot
pernapasan
sternokleidomastoid.
d. Terdengan ronchi di
paru kanan dan kiri,
paru kanan terdengar
lemah
e. Pemeriksaan EKG
21/1/18 : atrial
fibrillation
f. Gambaran foto thorax
pada tanggal 21
Januari 2018
menunjukkan Pulmo
: corak vasculer
kasar, Bercak
kesuraman,
Cephalisasi
35

g. Pasien tampak lemas

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas jantung (00029)

C. PATHWAYS KEPERAWATAN KASUS

Iskemik miokard

Kerusakan otot-otot miokard

Kemampuan/ kontrak tilitas miokard menurun

Menurunnya kemampuan pompa ventrikel

Isi sekuncup

Resiko tinggi Penurunan curah jantung

D. FOKUS INTERVENSI
TUJUAN DAN KRITERIA
TGL Dx.Keperawatan RENCANA TINDAKAN
HASIL
21/1 Penurunan curah Setelah dilakukan asuhan Cardiac Care Acute (4044)
jantung keperawatan selama 3x24 jam, 1. Evaluasi adanya nyeri dada
berhubungan penurunan curah jantung 2. Ajarkan tekhnik latihan
dengan perubahan teratasi dengan kriteria hasil : nafas dalam
kontrktilitas Cardiac pump effectiveness 3. Monitoring 12 lead EKG
jantung (00029) (0400) 4. Monitoring irama jantung
1. Tanda-tanda vital dalam 5. Monitor fungsi ginjal
36

batas normal (pemeriksaan BUN, CR)


2. Dapat mentoleransi 6. Monitor laboratorium
aktivitas, tidak ada elektrolit (kalium,
kelelahan magnesium)
3. Tidak ada edema paru,
7. Kolaborasi dalam
perifer, dan tidak ada
pemberian terapi
asites
farmakologi
8. Monitor keefektifan terapi
Vital sign Monitoring (6680)
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
4. Monitor frekuensi dan
irama jantung
5. Monitor bunyi jantung

BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. INDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. I
TTL : 21/01/1947
Umur : 71 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan :-
37

Alamat : DR ISMANGIL NO. 16 BONGSARI SMG, Kota


Semarang
Pekerjaan :-
Tanggal masuk : 21-01-2018
No CM : 55.38.07
Diagnosa Medis : CHF

B. DATA FOKUS PASIEN


NO DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI
1 DS : Resiko Penurunan curah Perubahan
Klien mengatakan sesak jantung (00029) kontraktilitas
napas jantung

DO :
a. TD: 170/99 mmHg,
Nadi 79x/menit, RR:
29 x/mnt, SpO2 : 97%
b. Terpasang O2 kanul
4 Liter per menit
c. Klien tampak sesak
napas, tampak
pernapasan cuping
hidung, tampak
tarikan otot
pernapasan
sternokleidomastoid.
d. Terdengan ronchi di
paru kanan dan kiri,
paru kanan terdengar
lemah
e. Pemeriksaan EKG
21/1/18 : atrial
fibrillation
38

f. Gambaran foto thorax


pada tanggal 21
Januari 2018
menunjukkan Pulmo
: corak vasculer
kasar, Bercak
kesuraman,
Cephalisasi
g. Pasien tampak lemas

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN


JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET YANG
DIAPLIKASIKAN
Resiko Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas jantung (00029)

D. EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE YANG DITERAPKAN


PADA PASIEN
Peningkatan Saturasi Oksigen Melalui Latihan Deep Diaphragmatic
Breathing Pada Pasien Congestive Heart Failure (CHF) Di Ruang ICU
RSUD Tugurejo Semarang
Semarang.

E. ANALISA SINTESA JUSTIFIKASI / ALASAN PENERAPAN


EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE
Iskemik miokard

Kerusakan otot-otot miokard

Kemampuan/ kontrak tilitas miokard menurun

Menurunnya kemampuan pompa ventrikel

Isi sekuncup
39

Resiko tinggi Penurunan curah jantung

Latihan Deep Diaphragmatic Breathing

F. LANDASAN TEORI TERKAIT PENERAPAN EVIDENCE BASED


NURSING PRACTICE
Dalam penelitian yang dilakukan Tri Cahyo Sepdianto, Maria Diah
Ciptaning dan Tri Anjaswarni (2013) yang berjudul Peningkatan Saturasi
Oksigen Melalui Latihan Deep Diaphragmatic Breathing Pada Pasien
Gagal Jantung di RSD Mardi Waluyo Blitar menyatakan bahwa saturasi
oksigen dapat meningkat dengan menggunakan tekhnik latihan Deep
Diaphragmatic Breathing dengan dengan rata-rata 0,8 %, menurunkan
derajat dyspnea 2,14 poin, tekanan darah sistolik 3 mmHg, tekanan darah
diastolic 6,2 mmHg, nadi 2,98 kali permenit dan respirasi 4,76 kali
permenit. Menurut data dari World Health Organization (2012),
diperkirakan 4,7 juta individu mengalami kegagalan jantung, 12,4 juta
menunjukan gambaran klinis penyakit jantung koroner, 4,5 juta mengalami
stroke, dan 50 juta mengalami hipertensi. Pasien gagal jantung sering
mengalami masalah keperawatan berupa penurunan curah jantung,
gangguan pertukaran gas dan intoleransi aktifitas akibat penurunan
saturasi oksigen. Perawat dapat memfasilitasi peningkatan pertukaran gas
dan saturasi oksigen melalui tindakan keperawatan kolaboratif dan
mandiri. Tindakan keperawatan mandiri dapat dilakukan dengan
melakukan latihan nafas dalam khususnya dengan latihan Deep
Diaphragmatic Breathing. Deep Diaphragmatic Breathing merupakan
aktivitas keperawatan yang dapat memfasilitasi rileksasi, meningkatkan
aktivitas system saraf parasimpatis dan sensitifitas baroreseptor. Deep
Diaphragmatic Breathing juga dapat menurunkan respirasi, menurunkan
resepsi terhadap dyspnea, meningkatkan saturasi oksigen dan
meningkatkan kemampuan aktivitas pada pasien gagal jantung (Benardi,
et. Al, 2008).
40

Kontrol respirasi melalui Deep Diaphragmatic Breathing akan


meningkatkan volume tidal, menurunkan kapasitas residu fungsional dan
meningkatkan ambilan oksigen optimal sehingga mampu meningkatkan
saturasi oksigen pada pasien gagal jantung. Saturasi oksigen yang cukup
akan memfasilitasi perfusi jaringan yang optimal untuk memenuhi
kebutuhan metabolism jaringan. Latihan Deep Diaphragmatic Breathing
dapat digunakan sebagai managemen non farmakologi pada pasien gagal
jantung untuk meningkatkan saturasi oksigen dan menurunkan dyspnea
serta meningkatkan kemampuan aktivitas fisik.
Latihan Deep Diaphragmatic Breathing sebagai salah satu dari
breathing exercise sering digunakan sebagai terapi non farmakologi pada
berbagai penyakit. Latihan Deep Diaphragmatic Breathing adalah
pengembangan dari tekhnik nafas dalam. Pada pasien dengan penyakit
paru obstruksi menahun (PPOM) penggunaan Deep Diaphragmatic
Breathing dapat meningkatkan volume tidal dan menurunkan kecepatan
pernafasan sehingga mampu meningkatkan volume tidal dan menurunkan
kecepatan pernafasan sehingga mampu meningkatkan saurasi oksigen,
meningkatkan tekanan parsial oksigen dan menurunkan tekanan parsial
karbondioksida (Vitacha et all, 1998). Pada pasien dengan iskemik
miokardial yang disertai diabetes mellitus latihan Deep Diaphragmatic
Breathing dpat meningkatkan heart rate variability dan glycemix index
(Kulur et.al, 2009). Latihan Deep Diaphragmatic Breathing juga dapat
meningkatkan sensitivitas barorefleks melalui peningkatan aktivitas vagal
dan penurunan aktivitas simpatis sehingga mampu menurunkan tekanan
darah, nadi dan respirasi.
Intervensi dalam bentuk latihan Deep Diaphragmatic Breathing
dilakukan selama 15 menit 3 kali sehari dalam waktu 14 hari. Saturasi
oksigen, derajat dyspnea, tekanan darah, nadi dan respirasi diukur sebelum
dan setelah intervensi. Pengukuran dilakukan secara serial sebanyak 3 kali,
pada hari ke- 1, ke- 7 dan ke- 14.(20)
41

BAB V
PEMBAHASAN

A. JUSTIFIKASI PEMILIHAN TINDAKAN BERDASARKAN


EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE
Gagal jantung Kongsetif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap oksigen dan nutrient dikarenakan adanya kelainan fungsi
jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri.(2)
Patofisiologi CHF adalah Curah jantung yang berkurang
mengakibatkan sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung
untuk mempertahankan curah jantung bila mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup
jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah
jantung. Tapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan
kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah
jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup, jumlah
darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor
yaitu
42

1) Preload : setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang
mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
2) Kontraktilitas : mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang
terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang
serabut jantung dan kadar kalsium.
3) Afterload : mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan
untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di
timbulkan oleh tekanan arteriole.(2)

Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa


(pump function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function).
Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal
jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik.
Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara
klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang
ringan. Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh
terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin
aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya
merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah
yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan
curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan
penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang
mekanisme kompensasi neurohumoral Vasokonstriksi dan retensi air untuk
sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan
peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui
hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian
afterload, peninggian preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan lebih
menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak
terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik
(penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume
43

ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis


(hukum Laplace). Jika persediaan energi terbatas (misal pada penyakit
koroner) selanjutnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas.(2)

B. MEKANISME PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING


PRACTICE PADA KASUS
Hal yang harus dilakukan dalam melakukan evidence based
nursing practice riset ada 3 fase yaitu pada pertama adalah fase orientasi
dengan memberikan salam, memperkenalkan diri, menjelaskan maksud
dan tujuan, kontrak waktu terhadap pasien, serta menanyakan kesediaan
pasien. Fase yang kedua yaitu fase kerja dimulai dengan cuci tangan,
menyiapkan tempat dan lingkungan yang nyaman dan posisi yang nyaman
untuk pasien. Selanjutnya Implementasi pertama dilakukan latihan Deep
Diaphragmatic Breathing pada tanggal 21 Januari 2018 jam 14.30 WIB
selama 15 menit 3 kali pada pasien Tn. I dilakukan pemeriksaan observasi
tanda-tanda vital yaitu SPO2 96%, RR 30 kali permenit, Nadi 105
permenit, Tekanan darah 180/99 mmHg, setelah di lakukan implementasi
latihan Deep Diaphragmatic Breathing pertama dievaluasi tanda-tanda
vital Tekanan Darah 170/100, Nadi 98 kali permenit, RR 28 kali permenit
dan saturasi oksigen 96%. Kemudian pada fase terminasi dengan
ngevaluasi tindakan, mengucapkan terimaksih dan salam.
Implementasi ke dua latihan Deep Diaphragmatic Breathing
dilakukan pada tanggal 22 januari 2018 jam 08.00 WIB melakukan
pemerikasaan tanda- tanda vital Tekanan Darah: 175/90 mmHg, Nadi 97
kali permenit, RR: 27 kali permenit, Saturasi oksigen 97%, kemudian
melakukan latihan Deep Diaphragmatic Breathing kembali pada Tn. I,
setelah dilakukan latihan Deep Diaphragmatic Breathing selama 15 menit
3 kali kemudian di evaluasi tanda-tanda vital Tn. I dengan Tekanan Darah
165/90 mmHg, Nadi 90 kali permenit, RR 25 kali permenit, dan saturasi
oksigen 98%, setelah fase terminasi dengan ngevaluasi tindakan,
mengucapkan terimaksih dan salam.
44

Pelaksanaan implementasi latihan Deep Diaphragmatic


Breathing yang dilakukan oleh peneliti hanya dua hari saja, tidak sesuai
dengan jurnal terkait yang seharusnya dilakukan selama 14 hari.
Dikarenakan keterbatasan waktu yang tersedia selama dinas di ruang ICU
Tugurejo Semarang.

C. HASIL YANG DICAPAI


Latihan Deep Diaphragmatic Breathing dalam penelitian ini
meningkatkan efesiensi ventilasi terhadap oksigen yang ditunjukkan dengan
peningkatan oksigen pada darah dapat dilihat dari peningkatan saturasi
oksigen. Latihan pernafasan diafragma bertujuan agar klien dengan masalah
ventilasi dapat mencapai ventilasi yang optimal. Pada tanggal 21 januari 2018
jam 20.30 WIB tanda-tanda vital Tekanan darah 170/100 mmHg, Nadi 98 kali
permenit, RR 28 kali permenit dan saturasi oksigen 96%. kemudian pada
tanggal 22 januari 2018 jam 13.30 WIB tanda-tanda vital Tn. I Tekanan Darah
165/90 mmHg, Nadi 90 kali permenit, RR 25 kali permenit, dan saturasi
oksigen 98%.

D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ATAU HAMBATAN YANG


DITEMUI SELAMA APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING
PRACTICE
1. KELEBIHAN
a. Mudah dilakukan dimana saja
b. Tidak memerlukan alat yang merepotkan
c. Efektif untuk meningkatkan saturasi oksigen
d. Tidak menimbulkan komplikasi penyakit lain
2. KEKURANGAN
a. Kesulitan dalam hal kondisi lingkungan
b. Tidak dapat dilakukan pada pasien penurunan kesadaran
c. Keramaian ruangan menjadikan konsentrasi kurang optimal
45

BAB VI
PENUTUP

A. SIMPULAN
Gagal jantung kongestif merupakan kondisi terminal pada banyak
jenis penyakit jantung, keadaan ini merupakan kondisi patologik ketika
fungsi jantung yang terganggu itu memuat jantung tidak mampu
mempertahankan curah jantung yang cukup, sehingga jantung tidak
mampu untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan
jaringan akan oksigen dan nutrisi.
Berdasarkan hasil pengaplikasian jurnal evidence based nursing
pada pasien gagal jantung dilakukan tekhnik latihan Deep Diaphragmatic
Breathing dengan hasil efektif meningkatkan saturasi oksigen yang
dilakukan selama 2 hari.

B. SARAN
1. Bagi Keluarga
Diharapkan dapat menerapkan tindakan tekhnik latihan Deep
Diaphragmatic Breathing pada perawatan pasien yang mengalami
penurunan saturasi oksigen.
2. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan agar penerapan tindakan
tekhnik latihan Deep Diaphragmatic Breathing pada pasien mengalami
penurunan saturasi oksigen di ruangan dapat dimaksimalkan, sehingga
dapat memotivasi tenaga keperawatan yang ada di rumah sakit untuk
menerapkan tindakan mandiri sebelum tindakan kolaborasi.
3. Bagi Perawat
Diharapkan dalam melakukan tindakan tekhnik latihan Deep
Diaphragmatic Breathing pada pasien gagal jantung, sebaiknya perawat
melakukan teknik tersebut dengan baik dan benar sesuai dengan peran
46

dan fungsi perawat serta sebagai tanggung jawab moral dalam


memberikan pelayanan asuhan keperawatan.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan untuk dapat melakukan penelitian lanjutan dengan
membandingkan tindakan kompres hangat dengan tindakan
keperawatan lain dalam perawatan pasien haemorroid. Bagi peneliti
selanjutnya diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
dasar untuk penelitian selanjutnya. Dan mungkin salah satunya untuk
meneliti tentang penurunan nyeri.
5. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Program Pendidikan
Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Semarang diharapkan dengan
adanya penelitian ini berguna untuk perpustakaan serta menjadi bahan
pengetahuan dan informasi tambahan tentang mekanisme tekhnik
latihan Deep Diaphragmatic Breathing terhadap peningkatan saturasi
oksigen pada pasien gagal jantung.

DAFTAR PUSTAKA
47

1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.


Riset Kesehatan Dasar. 2013; Available from: http://www.depkes.go.id/
2. Smeltzer SC. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
8th ed. Jakarta: EGC; 2001. 968 p.
3. Brashers VL. Aplikasi Klinis Patofisiologi : pemeriksaan dan manajemen.
Jakarta: EGC; 2007.
4. Gleadle J. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga; 2007.
5. Marelli. Buku Saku Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC; 2007.
6. Muttaqin A. Pengantar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika; 2009.
7. McMurray JJ V, Adamopoulos S, Anker SD, Auricchio A, Böhm M,
Dickstein K, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute
and chronic heart failure 2012: The Task Force for the Diagnosis and
Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2012 of the European
Society of Cardiology. Developed in collaboration with the Heart. Rev Port
Cardiol [Internet]. 2013;32(7-8):e1–641 – e61. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22611136
8. Gray HH, Dawkins KD, Simpson A, Morgan JM. Lecture Notes:
Kardiologi. Jakarta: Erlangga; 2005.
9. Doenges ME, Moorhouse MF, Geisser. AC. Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta: EGC; 2000.
10. Dochterman JM, Bulechek GM. Nursing Intervention Classification (NIC).
5th ed. United State of America: Elsevier; 2004.
11. Dochterman JM, Bulechek GM. Nursing Outcame Classification (NOC).
5th ed. United State of America: Elsevier; 2004.
12. Djojobroto D. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC; 2009.
13. Tambayong J. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC; 2000.
14. Muttaqin A. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika; 2008.
48

15. Kowalski RE. Terapi Hipertensi Program 8 Minggu Menurunkan Tekanan


Darah Tinggi dan Resiko Serangan Jantung dan Stroke secara Alami.
Bandung: Qanita; 2010.
16. James J, Baker C, Swain H. Prinsip-Prinsip Sains untuk Keperawatan.
Jakarta: Erlangga; 2008.
17. Muttaqin A. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika; 2009.
18. Wungouw HIS. The Benefit of Exercise Rehabilitation in Chronic Heart
Failure. Maj Kedokt Indon. 2007;57(9).
19. Dwi S, Wulandari ID, Mustaqimah B. Penatalaksanaan fisioterapi pada
kondisi oarta insufisiensi nyha ii. J Pengetah dan Teknol [Internet].
2011;20(2):84–91. Available from: http://journal.unikal.ac.id/
20. Sepdianto, T. C. et all.2013. Peeningkatan Saturasi Oksigen Melalui Latihan
Deep Diaphragmatic Breathing Pada Pasien Gagal Jantung. Jurnal
Keperawatan dan Kebidanan JIKK), Vol.1/ No.8/ Juni/ 2013. hal 477-484.

Anda mungkin juga menyukai