Anda di halaman 1dari 5

BAB 2

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MAHABBAH
Mahabbah menurut arti bahasa adalah salinh cinta
mencintai,dalam kajian tasawuf mahabbah berarti mencintai Allah dan
mengandung arti:
 Patuh kepada Tuhan,
 Menyerahkan seluruhnya kepada-Nya,
 Mengosongkan hati dari segalanya selain Dia.

Kaum sufi menganggap mahabbah sebagai modal utama sekaligus


mauhibah dari Allah SWT, untuk menuju ahwal yang lebih tinggi.

B. DASAR-DASAR AJARAN MAHABBAH


1. Dasar Syara’
Ajaran mahabbah memiliki dasar hukum dan landasan,baik di
dalam al-Quran maupun Sunah Nabi SAW. Ini menunjukan bahwa ajaran
tentang cinta khususnya dan tasawuf umumnya, dalam islam tidak
mengadopsi dari unsur budaya asing atau agama lain.
a. Dalil-dalil dalam Al-Quran
1) QS. Al-Baqarah:165
Artinya: “Dan diantara manusia ada orang-orang yang
menyembah tandingan selain Allah; mereka mencintainya
sebagaimana mereka mencintai Allah. Dan jika seandainya
orang-orang yang beriman, sangat besar cinta mereka kepada
Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim
itu mengetahui ketika mereka melihat siksa(pada hari kiamat),
bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya,dan bahwa
Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
2) QS. Al-Maidah:54
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, barang siapa
diantara kamu yang murtad dari agamanya, maka ke;lak Allah
akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka
dan merekapu mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut
terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap
orang-orang yang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan
yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itu
karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-
Nya, dan Allah maha luas (pemberian-Nya), lagi maha
mengetahui.
3) QS. Al-Imran:31
Artinya: Katakanlah,“jika kamu (benar-benar) mencintai
Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni
dosa-dosamu.” Allah maha Pengampun lagi maha Penyayang.

b. Dalil-dalil dalam hadits

 Artinya: “Tiga hal yang barang siapa mampu


melakukannya, maka ia akan merasakan manisnya iman,
yaitu: pertama Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada
selain keduanya; kedua: tidak mencintai seseorang klecuali
hanya karena Allah; ketiga benci kembali pada kekafiran
sebagaimana ia benci dilemparkan ke neraka.
 Artinya: ....Tidaklah seorang hamba-Ku senantiasa
mendekati-Ku dengan ibadah-ibadah sunah kecuali Aku akan
mencintainya. Jika aku mencintainya, mak Aku pun menjadi
pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar; menjadi
penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat; menjadi
tangannya menjadi ia gunakan untuk memukul; dan menjadi
kakinya yang ia gunakan untuk berjalan....
 Artinya: “Tidak beriman seseorang dari kalian sehingga
aku lebih dicintainya daripada anaknya, orang tuanya, dan
seluruh manusia.

2. Dasar Filosifis

Menurut Al-Ghazali ada tiga hak yang mendasari tumbuhnya


cinta dan bagaimana kialitasnya:

a. Cinta tidak akan terjadi tanpa proses pengenalan (ma’rifat) dan


pengetahuan (idrak)
b. Cinta terwujud sesuai dengan tingkat pengenalan dan
pengetahuan
c. Manusia tentu mencintai dirinya
Sebab-sebab tumbuhnya cinta yang dapat mengantarkan
seseorang kepada cinta sejati, yaitu cinta sejati kepada Tuhan
Yang Maha Mencintai:
a. Cinta kepada diri sendiri, kekekalan, kesempurnaan. Dan
keberlangsungan hidup
b. Cinta kepada orang yang berbuat baik
c. Mencintai diri orang yang berbuat baik meskipun kebaikannya
tidak dirasakan
d. Cinta kep;ada setiap keindahan
e. Kesesuaian dan keserasian
C. MACAM-MACAM MAHABBAH
Ada empat macam kecitaan, berikut ini penjelasan dan status
kebolehannya dalam menempati hati kita:
 Mahabatulloh (cita kepada Allah, adalah dasar utama
keimanan)
 Al- Mahabbah fillah (cita karena Allah), yaitu
loyaliytas kepada kaum mukminin dan mencintai
mereka secara global. Adapun secara individu diantara
mereka masing-masing dicintai sesuai dengan kadar
kedekatan dan ketaatannya kepada Allah, dan
kecintaan ini hukumnya wajib.
 Mahabbah Ma’allah (kecintaan bersama Allah), yaitu
mencintai selain Allah dalam kecintaan yang wajib
sama seperti m,encintai Allah seperti kecintaan kaum
musyrikin terhadap berhala-berhala mereka.
Kecintaan seperti ini adalah pokok syirik
 Mahabbah Thabi”iyyah (kecintaan yang wajar), seperti
mencintai kedua orang tua, anak-anak, mencintai
makanan, dan lain-lain, kecintaan ini adalah boleh.
D. TINGKATAN MAHABBAH
Menurut As-Saraj ada tiga tingkatan mahabah yaitu:
1. Cinta biasa yaitu mengingat Tuhan dengan dzikir nama-nama-Nya
sering disebut semnantiasa memuji-Nya
2. Cinta Siddiq, yaitu cita orang yang kenal kepada kebesaran Tuhan,
cinta semacam ini bisa menghilangkan tabir pemisah antara dirinya
dengan Tuhan, hingga dapat melihat rahasia-rahasia-Nya, dapat
bedialog dengan-Nya, dapat menghilangkan sifat-sifatnya sendiri
karena mahabbah dan rindunya kepadanya
3. Cinta orang arif, yaitu cinta orang yang tau betul kepada Tuhan.
Pada tingkat ini, yang dirasa sudah bukan lagi cita tetapi diri yang
dicintai. Berikutnya, sifat-sifat yang dicintai menjadi sifat-sifat diri
yang mencintai.
E. PERINTIS TASAWUF CINTA

Sosok Rabi’Ah Al-Adawiyah sangat dikenal dalam dunia tasawuf. Ia


hidup di abad kedua Hijriyah dan meninggal pada tahun 185 H. Meski ia
hidup di Basrah sebagai seorang hamba sahaya dari keluarga Atiq, haln itu
tidak menghalanginya tumbuh menjadi seorang sufi yang disegani di
Zamannya, bahkan hingga di zaman modern sekarang ini.
Corak Tasawuf Rabi Ah yang begitu menonjolkan cinta krpada Tuhan
tanpa pamrih apapun merupakan suatu corak tasawuf yang baru di zamannya.
Pada saat itu, tasawuf lebih didominasi corak kehidupan zuhud (asketisme)
yang sebelumnya dikembangkan oleh Hasan Al-Bashri yang mendasarkan
ajaran pada rasa takut (khauf) kepada Allah. Corak tasawuf yang
dikembangkan oleh Rabi’ Ah tersebut kelak membuatnya begitu dikenal dan
menduduki posisi penting dalam dunia tasawuf.

Sedemikian tulusnya cinta kepada Allah yang dikembangkan oleh Rabi’


Ah, bisa dilihat, misalnya, dalam sebuah munajat yang ia panjatkan: “Tuhan
ku, sekiranya aku beribadah kepada-Mu karena takut neraka-Mu, biarlah diri
ku terbakar api jahanam. Dan sekiranya aku beribadah kepada-Mu karena
mengharap surga-Mu, jauhkan aku darinya. Tapi, sekiranya aku beribadah
kepada-Mu hanya semata cinta kepada-Mu, Tuhan ku, janganlah kau halangi
aku melihat keindahan-Mu yang abadi.”

Begitu besar dan tulusnya cinta Rabi’ Ah kepada Allah, maka seolah
cintanya telah memenuhi seluruh kalbunya. Tak ada lagi tersisa ruang di
hatinya untuk mencintai selain Allah, bahkan kepada Nabi Muhammad
sekalipun. Tak ada ruang lagi di kalbunya untuk membenci apapun, bahkan
kepada setan sekalipun. Seluruh hatinya telah penuh dengan cinta kepada
Allah Semata. Hal ini Juga Rabi’Ah tunjukan dengan memutuskan untuk
tidak menikah sepanjang hidupnya, karena ia menganggap seluruh dirinya
dan hidupnya hanya untuk Allah Semata.

Anda mungkin juga menyukai