Padang
BAB V
PROFIL SANITASI KOTA
1. Malaria
Jumlah kasus yang di diagnosa dan dirawat di rumah sakit pada tahun 2008
berjumlah 179 kasus. Jumlah kasus rawatan rumah sakit naik dibanding tahun 2007
yaitu sebanyak 94 kasus dan tahun 2006 sebanyak 77 kasus.
2. Diare
Penyakit diare yang banyak ditemukan di Kota Padang adalah gastro enteritis yang
disebabkan oleh kuman. Pada tahun 2008, jumlah kasus diare rawat jalan di
Puskesmas adalah sebanyak 14.168 kasus dengan Insidens Rate 16,9/1000
penduduk. Data ini naik dibanding tahun 2007 (10.678 kasus) dan tahun 2006
(13.449 kasus).
3. Filariasis (penyakit kaki gajah)
Dari hasil survey tahun 2006, ditemukan 21 kasus positif filariasis. Pada tahun 2008,
dilakukan pengobatan massal pada 3 kecamatan endemis yaitu Kecamatan Padang
Timur, Lubuk Begalung, dan Lubuk Kilangan. Jumlah sasaran pengobatan 182.601
penduduk yang berusia diatas 2 tahun, tidak dalam keadaan sakit berat dan hamil.
Jumlah penduduk yang minum obat sebanyak 147.474 orang (80,76%). Setelah
pengobatan, muncul masing-masing 5 (lima) kasus baru di hampir seluruh
kecamatan di Kota Padang, kecuali Koto Tangah dan Nanggalo. Kasus baru yang
muncul tersebut telah diatasi dengan pengobatan selektif.
Selama tahun 2008, ditemukan 1 (satu) kasus baru dugaan penderita flu burung di
Kota Padang karena riwayat demam bersamaan dengan adanya ayam mati
mendadak. Namun setelah diperiksa ternyata penderita dinyatakan negatif.
5. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Pada awal tahun 2008 terjadi lonjakan kasus DBD sebanyak 1219 kasus dengan 6
kematian. Jumlah ini turun dibandingkan tahun 2007 (1760 kasus dengan 19
kematian) tetapi naik dibanding tahun 2005 (1100 kasus dengan 19 kematian).
Untuk lebih jelasnya, jumlah penderita penyakit terbanyak selama 5 tahun terakhir
dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Timbulan sampah Kota Padang berasal dari bermacam sumber dan tempat yaitu
sampah rumah tangga, sampah pasar, sampah industri, sampah rumah sakit, sampah
hasil gotong royong, sampah kawasan wisata, sampah terminal, dan sampah pusat
keramaian lain. Ada beberapa model penanganan yang dilakukan di tingkat masyarakat
berdasarkan Potensi Desa (Podes) 2005, terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu:
1. Dibuang di tempat penumpukan sampah sementara kemudian diangkut ke LPA,
terdapat di beberapa kelurahan antara lain: Parupuk Tabing, Air Tawar Timur, Purus,
Padang Pasir, Olo, Limau Manis Selatan, Indarung, dan lain-lain
2. Dibuang dalam lubang kemudian setelah penuh lobang ditutup terdapat di
beberapa kelurahan antara lain Lubuk Buaya, tunggul Hitam, dan lain-lain
3. Dibakar kemudian sisa pembakaran di buang terdapat di Lubuk Buaya dan
kelurahan pinggiran kota.
Tahun 2007, dilakukan analisis udara terhadap kandungan gas SO 2, O3, dan Co2 di
Anduring, Pasar Baru, Kampus Universitas Andalas, Depan POLTABES Padang, dan
perumahan Ulu Gadut. Sampel gas diserap dengan menggunakan peralatan impiger
dengan larutan penyerap tetrakloromerkurat (TCM) untuk SO 2, Buffer Kalium Iodida
Netral untuk O3, dan Natrium Oksida (NaOH). Kadar gas ditentukan dengan
spektrofotometer sinar tampak.
Dari hasil analisis didapatkan kandungan gas SO 2 berkisar antara 0,026 – 0,0285
ppm, kandungan O3, berkisar antara 0,000229 – 0,037 ppm, dan kandungan CO 2 berkisar
antara 0,063 – 1,03 ppm. Meskipun demikian, hasil yang didapatkan dari kandungan SO 2,
O3, dan CO2 di lokasi di atas masih berada dibawah standar baku mutu udara ambien
yang dikeluarkan oleh Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup
(Kep.02/Men-KLH/I/1988), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.41 Tahun 1999
tanggal 26 Mei 1999 mengenai Baku Mutu Udara Ambien Nasional dan OSHA
(Occupotional Safety and Health Administration) U.S. (terlampir).
Pengelolaan air limbah rumah tangga di Kota Padang hingga saat ini masih bersifat
individual dengan sistem setempat (onsite system) menggunakan septik tank yang secara
periodik perlu dilakukan penyedotan lumpurnya. Perkiraan jumlah air buangan di
wilayah Kota Padang didasarkan pada kriteria setiap 80% dari kebutuhan air bersih akan
dibuang sebagai air limbah, sehingga total air limbah sekitar 2.306 liter/detik.
Upaya penanganan air limbah domestik di Kota Padang saat ini merupakan upaya
yang masih bertumpu pada peran dan upaya pemerintah. Masyarakat baik secara
individu maupun kelompok, dan juga sektor swasta telah menunjukkan peran dan
keterlibatannya dalam penanganan masalah subsektor ini, namun demikian tingkat
pelaksanaan peran atau keterlibatannya masih relatif minimal. Dalam penanganan sub
sektor air limbah domestik, peran Pemerintah Kota untuk sementara ini dijalankan oleh
institusi:
a. Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP), yang dijalankan oleh Bidang Sanitasi
Pengelolaan Sampah dan Air Limbah
b. Dinas Kesehatan melalui pelaksanaan tugas Seksi Penyehatan Lingkungan dan Seksi
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat.
Hingga saat ini upaya nyata yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Padang
dalam rangka penanganan subsektor air limbah domestik dapat diamati dari upaya
kebijakan yang bersifat strategis, upaya penanganan layanan yang bersifat teknis
operasional, serta upaya pembinaan dan peningkatan kesadaran. Upaya kebijakan yang
terkait dengan penanganan air limbah domestik dilakukan dengan penerbitan dan
penegakkan kebijakan.
Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) menjalankan fungsi sebagai regulator
kebijakan di level teknis dan pelaksana (operator) kegiatan operasional di bidang
pengelolaan air limbah. Dalam pelaksanaan fungsi sebagai regulator teknis, DKP
bertanggungjawab untuk merencanakan dan mengawasi penanggulangan air limbah.
Sementara dalam fungsi sebagai operator dalam hal layanan pengelolaan air limbah DKP
menjalankan tugas untuk:
a. Memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat tentang pengelolaan
dan penanggulangan limbah
b. Memberikan rekomendasi pembuangan air kotor / limbah dalam pendirian industri-
industri, rumah, bengkel-bengkel, dan tempat cuci kendaraan, hotel, rumah sakit
dan lain-lain.
5.2.3 Cakupan Pelayanan
Tahun 2008, DKK menyebutkan bahwa presentase jamban keluarga dari 142.878
jumlah KK (kepala keluarga) adalah 85,26% (121.818 KK). Persentase total untuk
Tabel 5.3 Penggunaan Fasilitas Tempat Buang Air Besar Tahun 2008
Penggunaan Fasilitas Tempat Buang Air Besar (%)
No Kecamatan
Sendiri Bersama Umum Tidak ada
1 Bungus Teluk Kabung 48,4 20,3 1,6 29,6
Gambar 5.3 Penggunaan Fasilitas Tempat Buang Air Besar Tahun 2008
Ditinjau dari tingkat pengelolaannya, air limbah rumah tangga di Kota Padang telah
terolah ± 69,42 % dari total 142.878 jumlah kepala keluarga. Namun tingkat pengelolaan
masing-masing daerah per puskesmas masih tidak merata. Bahkan, daerah Puskesmas
Ambacang Kecamatan Kuranji sama sekali belum mengolah limbah rumah tangganya.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.4 dan Tabel 5.4.
On-site system merupakan suatu sistem dimana penghasil limbah mengolah air
limbahnya secara individu, misalkan dengan menggunakan tangki septik. Untuk
domestik, tempat pembuangan akhir tinja adalah menggunakan tangki septik,
kolam/sawah, sungai/danau/laut, dan sebagian menggunakan lobang tanah. Masyarakat
Kota Padang kebanyakan menggunakan tangki septik sebagai tempat pembuangan akhir
tinja yaitu sebesar 73,6 %. Sedangkan kolam/sawah sebesar 2,8 %, sungai/danau/laut
sebesar 12,1 %, dan lobang tanah sebesar 7,8 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 5.5 dan Gambar 5.6.
Pengelolaan air limbah yang dilakukan di Kota Padang berupa penyedotan lumpur
tinja dari septik tank dan pengolahan lumpur tinja di Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja
(IPLT) yang berlokasi di RW 19 / RT 4 Kelurahan Surau Gadang Nanggalo dengan
kapasitas sebesar 81 m³. Sistem pengolahan di IPLT terdiri dari kolam Imhoff, kolam
Anaerob, kolam Fakultatif , kolam Maturasi dan unit Pengering Lumpur.
Jumlah truk tinja yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Padang saat ini berjumlah 1 unit
dengan kapasitas 2.000 liter. Selain yang dikelola oleh Pemda, terdapat 3 truk
penyedotan tinja yang dikelola oleh pihak swasta. Masing-masing truk dalam sehari rata-
rata dapat melayani 4 kali pengangkutan.
5.2.5 Peran Serta Masyarakat dan Gender dalam Penanganan Air Limbah
Rumah Tangga
Di samping peran pemerintah, peran masyarakat Kota Padang dalam pengelolaan air
limbah domestik juga telah nampak meski dalam skala peran yang terbatas. Peran
tersebut dijalankan oleh masyarakat Kota Padang secara individual ataupun tingkatan
rumah tangga dalam bentuk:
a. Upaya pengadaan atau pembangunan saluran penyaluran air limbah rumah
tangga/domestik seperti sambungan saluran pembuangan air limbah bekas cucian,
mandi dan sebagainya ke saluran/riol;
b. Upaya pengadaan atau pembangunan serta pemanfaatan tangki septic sebagai
sarana penampungan limbah tinja domestik (black water).
Beberapa kegiatan berbasis masyarakat yang telah dan akan dilakukan guna
meningkatkan akses sanitasi diantaranya ialah yang dilakukan oleh LP2M melalui
program jamban dan sumur bergulir yang berlokasi di Kelurahan Koto Lalang dan
Kelurahan Batu Gadang yang bertujuan untuk terwujudnya lingkungan dan perilaku
hidup bersih dan sehat. Selain itu terdapat juga pembangunan MCK++ yang berlokasi di
Purus atas inisiatif bantuan hibah dan pendampingan teknis dari USAID-ESP- (Program
Jasa Lingkungan yang didanai oleh USAID) bekerjasama dengan Pemerintah Kota Padang
dan BORDA.
Upaya masyarakat di tingkat kelompok dalam fungsi pengelolaan air limbah
domestik saat ini juga telah mulai muncul. Upaya ini dapat dilihat dari peran kelompok
masyarakat pada level kelurahan dalam bentuk upaya pembangunan serta pemanfaatan
sarana jamban keluarga meski dalam kondisi yang masih sederhana.
Peran stakeholder lainnya yaitu sektor swasta dalam pengelolaan air limbah
domestik di Kota Padang saat ini baru terwujud dalam bentuk pengelolaan fasilitas
sarana umum MCK milik Pemerintah Kota Padang. Sementara keterlibatan sektor swasta
secara langsung dalam pengelolaan polutan limbah domestik belum terlihat di Kota
Padang.
5.2.6 Permasalahan
Dalam pengelolaan air limbah rumah tangga, ada beberapa permasalahan yang
dihadapi pemerintah Kota Padang, diantaranya adalah:
1. Belum maksimalnya kinerja lembaga penanggungjawab regulasi dan layanan
operasional pengelolaan air limbah:
a. Terbatasnya jumlah anggaran operasional yang tersedia pada DKP dalam
rangka penanganan air limbah rumah tangga. Kondisi ini mempengaruhi kinerja
DKP karena pada dasarnya dalam kondisi dimana pengetahuan dan kesadaran
masyarakat untuk mengelola air limbah rumah tangga/domestik secara benar
belum terbangun, dan fasilitas atau sarana masyarakat untuk pengelolaan air
limbah domestik di Kota Padang masih sangat terbatas, maka tuntutan akan
peran DKP sangatlah besar. Tuntutan dan kebutuhan peran yang besar tersebut
untuk sementara waktu ini belum dapat terjawab sehubungan dengan
terbatasnya anggaran yang ada.
b. Tupoksi DKP telah menempatkan institusi DKP pada dua wilayah fungsi yaitu
fungsi regulasi terkait dengan kewenangan institusi ini sebagai lembaga teknis
daerah, dan fungsi pemberi layanan umum di bidang kebersihan, pertamanan,
yang sebenarnya merupakan ranah kewenangan suatu dinas daerah. Kondisi
masih tergabungnya kedua fungsi tersebut di dalam organisasi DKP telah
menyebabkan DKP berada dalam kondisi beban tupoksi yang terlalu berat
(overload) sehingga mempengaruhi efektivitas kinerja DKP dalam penanganan
air limbah.
c. Belum ada master plan kota untuk pembuangan air limbah rumah tangga.
2. Peran serta masyarakat yang saat ini masih terbatas pada pembangunan dan
pemeliharaan sarana pengelolaan air limbah domestik, dan belum mampu
menjangkau pada upaya aktif untuk mampu mengelola air limbah domestik secara
mandiri terjadi karena beberapa hal diantaranya:
a. Masih terbatasnya pengetahuan, kesadaran dan keterampilan untuk mengelola
air limbah domestik dalam bentuk grey water dan black water secara benar;
b. Pada beberapa wilayah dan kategori masyarakat tertentu kemampuan
masyarakat untuk memiliki sarana pengelolaan air limbah domestik terkendala
oleh keterbatasan finansial atau juga keterbatasan lahan;
dilayani Dinas Pasar; 10,4% ditangani oleh instansi-instansi lain, dan sisanya 2% dikelola
oleh masyarakat.
Jumlah sampah yang dihasilkan penduduk Kota Padang selalu meningkat setiap
tahunnya dengan komposisi jenis sampah yang beragam. Tahun 2008, total timbulan
yang dihasilkan Kota Padang adalah 481,96 ton/hari atau rata-rata 0,56 kg/orang/hari
dengan ekspektasi bahwa 26,92% sampah dihasilkan oleh domestik (rumah tangga),
komersil 5,66%, institusi 1,38%, industri 63,65%, dan pelayanan kota 2,39%. Jumlah total
sampah yang dihasilkan Kota Padang dapat dilihat pada Gambar 5.8 sedangkan timbulan
sampah berdasarkan sumber dapat dilihat pada Gambar 5.9.
Berdasarkan data dari DKK tahun 2008, persentase jumlah penduduk yang memiliki
tempat sampah di rumah tangga cukup tinggi yaitu sekitar 80,24 % dari 142.878 jumlah
KK di Kota Padang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.7 dan Gambar 5.10.
Tabel 5.7 Persentase Jumlah Keluarga yang Memiliki Tempat Sampah Menurut
Puskesmas Tahun 2008
Tempat Sampah
No Kecamatan Puskesmas Jumlah KK
(%)
1 Padang Selatan Seb.Padang 3.627 88,26
Pemancungan 5.097 60,00
Rawang Barat 4.391 63,16
2 Padang Barat Padang Pasir 12.017 84,29
3 Padang Utara Ulak Karang 3.819 85,71
Alai 4.324 86,73
Air Tawar 3.637 73,33
4 Padang Timur Andalas 12.065 87,50
5 Koto Tangah Lubuk Buaya 18.924 91,86
Air Dingin 6.472 56,39
6 Naggalo Nanggalo 8.637 99,14
Lapai 4.445 93,75
7 Kuranji Kuranji 8.813 46,67
Belimbing 10.772 90,00
Ambacang 0 0,00
8 Pauh Pauh 6.413 74,63
9 Lubuk Kilangan Lubuk Kilangan 7.370 78,95
10 Lubuk Begalung Lubuk Begalung 10.798 64,44
Pegambiran 7.135 78,00
11 Bungus Bungus 4.122 72,31
Jumlah (Kota Padang) 142.878 80,24
Sumber : DKK Padang, 2009
Gambar 5.10 Persentase Jumlah Keluarga yang Memiliki Tempat Sampah Menurut
Puskesmas
Tabel 5.8 Sarana dan Prasarana DKP Kota Padang Tahun 2008
Dingin menerima 115.841,430 ton sampah selama 1 (satu) tahun atau sekitar 317,37
ton/hari. Komposisi sampah yang masuk ke LPA yaitu: plastik (50%), sisa sayuran (30%),
kertas (5%), barang bekas elektro (5%), bekas bangunan (5%), dan lain-lain (5%).
Sampah yang masuk sebagian diolah (kompos) dan sisanya diurug menggunakan
sistem open dumping. Jumlah sampah yang dikompos baru mencapai 1 – 1,5 ton/bulan.
Pengomposan menggunakan sistem windrow composting yang menghabiskan waktu 45
hari sampai kompos matang. Hasil kompos ini akan digunakan untuk taman kota.
Saat ini, pemerintah Kota Padang berencana mengubah sistem pengolahan sampah
dari open dumping menjadi sanitary landfill. Sekarang, di LPA Air Dingin telah dibangun 7
(tujuh) buah kolam lindi yang terdiri dari 2 buah bak anaerob, 2 buah bak fakultatif, 2
buah bak maturasi, dan 1 buah bak kontrol. Selain itu, LPA Air Dingin juga telah
dilengkapi dengan sumur monitoring yang terletak di bagian depan dan bagian LPA yang
aktif. Untuk menangkap gas yang dihasilkan sampah, di LPA Air Dingin telah dipasang
pipa penangkap gas.
Di LPA Air Dingin tersedia fasilitas yang menunjang kelancaran operasional LPA.
Untuk lebih jelasnya, fasilitas-fasilitas tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.9.
Batang Tabing, Batang Balimbiang, Batang Panjalinan, Batang Kuranji, Saluran Lolong,
Banjir Kanal, Batang Arau, dan Batang Jirak, dengan luas total 3.986 Ha.
Panjang
No Drainase Lokasi Konstruksi
(m)
/tanah
27 Saluran Teknologi Jl.Aper – Btg.Kandis 1.000 Permanen
28 Saluran Aru Jl.By Pass – Banjir Kanal 1.200 Permanen
29 Saluran Berok Raya Berok – Jmbt.Kurao Pagang 1.000 Permanen
30 Saluran Pasar Pagi Jmbt.Jl.Juanda – Banjir Kanal 500 Permanen
31 Saluran Jalan Jakarta Jl.Khatib Sulaiman – Psr.Ulak Karang 750 Permanen
32 Saluran Kuala Nyiur Jl.Rel K.A – Jl.Adinegoro – S.Muara 1.250 Tanah
Penjalinan /Permanen
33 Saluran Singgalang Jl.Rel K.A – Jl.Adinegoro – Kampus 650 Tanah
Muhammadiyah
34 Saluran Arang Prahu Jl.Rel K.A – Jl.Adinegoro – Kampus 800 Tanah
Muhammadiyah
35 Saluran Rimbo Jariang Perum Mutiara Biru – Btg Kandis 2.000 Tanah
36 Saluran Bungo Tanjung Jl.By Pass – Jembt.Brimob Pd.Sarai 3.000 Tanah
37 Saluran Rumah Potong Jl.Anak Air – Btg.Kandis 1.500 Tanah
Hewan Lubuk Buaya
38 Saluran IKIP Sal.Linggar Jati – Btg.Muara 3.000 Permanen
/tanah
39 Saluran Jl. Padang By Pass Jembt.Bandar Purus – Baitul Rahma 2.700 Permanen
40 Saluran Dadok Tunggul Jl.Hercules – Btg.Muara 1.500 Permanen
Hitam
41 Saluran Kampung Koto Sawah Liat – Btg.Kuranji 2.000 Tanah
42 Saluran Kayu Kalek Jl.Adinegoro 3.000 Tanah
Jumlah 49.275
B Drainase Sekunder
1 Saluran Imam Bonjol Jl.S.Pangan – Pertemuan Bdr.Ranah 1.300 Permanen
2 Saluran Ranah Bdr.Jati – Blk.Pondok 900 Permanen
3 Saluran Tanah Konsi Blk.Pondok – Btg.Arau 800 Permanen
4 Saluran bdr.Pulau Air Bdr.Ranah – Btg.Arau 900 Permanen
5 Saluran Sawahan Bjr.Kanal – Bdr.Jati 1.350 Permanen
6 Saluran Jl.Proklamasi Sipm.Jl.Sudirman – Simp.Bdr.Jati 1.100 Permanen
7 Saluran Sawahan Dalam Jl.Dr.Wahidin – Bdr.Jati 600 Permanen
8 Saluran Rawang Jl.Ps.Baru – Bdr.Olo 400 Permanen
9 Saluran Belakang Simp.Pagar Gubernur – Bdr.Jati 325 Permanen
Gubernur
10 Saluran Padang Besi Jl.Kartini – Bdr.Purus 350 Permanen
11 Saluran Cokroaminoto Jl.Bdr.P.Karam – Simp.Nipah 1.400 Permanen
12 Saluran Kampung Sebelah Simpang Enam – Jl.Nipah 650 Permanen
13 Saluran Nipah Jl.Cokroaminoto – Kali Mati 400 Permanen
14 Saluran Pulau Air Jl.A.R.Hakim – Btg.Arau 550 Permanen
15 Saluran Ganting Jl.Ganting – Bdr.Jati 300 Permanen
16 Saluran Parak Sigoro (Pdg Jl.St.Syahril – Btg.Arau 500 Permanen
Selatan)
17 Saluran Andalas Simp.Anduring – Bjr.Kanal 2.000 Permanen
18 Saluran Padang Baru Jl.Lampasi – bjr.Kanal 600 Permanen
19 Saluran Gajah Mada Sekolah PGA – Btg.Kuranji 1.600 Permanen
Panjang
No Drainase Lokasi Konstruksi
(m)
20 Saluran Jhoni Anwar Jl.Jhoni Anwar – Btg.Kuranji 1.000 Permanen
21 Saluran Tunggul Hitam Jl.Tunggul itam – Btg.Kuranji 600 Permanen
22 Saluran Mahakam Jl.Raden Saleh – Bjr.Kanal 550 Permanen
23 Saluran Parak Gadang Jl.Sutomo – Btg.Arau/Air Camar 1.000 Tanah
24 Saluran Parak Pisang Jl.Sisingamangaraja – Btg.Arau 400 Tanah
/Permanen
25 Saluran Seberang Pdg Jl.St.Syahril – Btg.Arau 1.000 Permanen
Utara I
26 Saluran Anak Jati Rel.K.Api – Drainase Primer Jati 1.000 Tanah
27 Saluran Ujung Gurun Jl.Kismangunsarkoro – Saluran Unes 1.200 Permanen
28 Saluran Unes Jl.A.Yani – Purus V 1.000 Permanen
29 Saluran Kismangunsarkoro Jl.P.Kemerdekaan – Jl.U.gurun 1.000 Permanen
30 Saluran Parak Ino Jl.Dr.Wahiddin – Drainase Primer 800 Permanen
Jati
31 Saluran Aru Simp.Lubeg – Bjr.Kanal 2.220 Permanen
32 Saluran Rawang Jambak I SMA 5 – Drainase Jati 800 Tanah
Jati
33 Saluran Rawang Jambak II Rel K.Api – Drainase Jati 800 Tanah
Jumlah 29.395
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum, 2009
Di samping itu perubahan tata guna lahan di luar kawasan pusat kota yang tidak
didukung perencanaan drainase yang terintegrasi dengan jaringan yang telah ada ikut
menyebabkan menurunnya tingkat pelayanan jaringan drainase yang ada di wilayah Kota
Padang. Areal tangkapan drainase dapat dilihat pada Tabel 5.12.
Area layanan pengelolaan drainase oleh DKP mencakup drainase lingkungan dan 5
(lima) buah banjir kanal dengan total panjang 24.850 m. Untuk lebih jelasnya area
layanan DKP dapat dilihat pada Tabel 5.11.
Dalam pengelolaan drainase, masyarakat Kota Padang sudah ikut berpartisipasi. Hal
ini dapat dilihat dari:
1. Menyumbang tanah untuk dijadikan drainase tanpa ganti rugi;
2. Gotong royong ditingkat kelurahan untuk membersihkan drainase;
3. Melakukan penyuluhan-penyuluhan;
4. Pembuatan kolam ikan di saluran drainase dengan membuat tanggul-tanggul tanpa
menghambat aliran drainase. Hasilnya, saluran drainase menjadi bersih sehingga
DPU tidak perlu membersihkan saluran drainase itu lagi.
5.4.6 Permasalahan
Permasalahan utama pengelolaan drainase di Kota Padang adalah:
1. Banjir disebabkan oleh banyaknya pipa-pipa PDAM, Telkom, dan lain-lain sehingga
sampah menyangkut di pipa-pipa tersebut;
2. Beda elevasi Kota Padang dengan permukaan laut terlalu kecil (± 1 m) sehingga
drainase di Kota Padang sangat dipengaruhi oleh pasang air laut;
3. Saluran drainase banyak yang tidak efektif karena banyak yang tidak terbentuk atau
terputus menuju samudera/muara;
4. Dimensi drainase kurang efektif karena bermasalah dalam pembebasan lahan;
5. Pembangunan perumahan tidak mengindahkan lebar efektif drainase;
6. Dinas tata ruang dan tata bangunan hanya sebatas membri izin pendirian bangunan
tanpa memperhatikan drainase;
7. Bak kontrol eksisting sekarang berukuran 1 m x 1,1 m dengan dimensi penutup 0,5
m x 0,6 m sehingga mudah diangkat-angkat yang mengakibatkan aliran drainase
terganggu;
8. Alokasi dana untuk operasional dan pemeliharaan masih sangat minim sehingga
menghambat penanganan masalah drainase;
9. Drainase di Kota Padang tidak hanya diperuntukkan sebagai penyaluran air hujan
namun juga sebagai saluran pembuangan air limbah. Hal ini menyebabkan drainase
dan lingkungan sekitarnya menjadi kotor.
teridentifikasi bahwa untuk ketersediaan air bersih di Kota Padang bersumber dari
PDAM, sumur bor pompa listrik/tangan, sumur dangkal, mata air, dan sungai/danau.
Sumber air yang berasal dari PDAM pada umumnya telah menjangkau hampir seluruh
bagian kota. Persentase jumlah keluarga yang memiliki akses air bersih di Kota Padang
dapat dilihat pada Tabel 5.14.
Tabel 5.13 Jumlah Langganan PDAM Menurut Jenis Langganan Tahun 2007
Jumlah Pelanggan
No Jenis Langganan
(unit)
1 Kelompok I A 571
(Hidran umum, MCK umum, WC umum, terminal air, dan tempat
ibadah)
2 Kelompok I B 421
(Hidran umum, MCK umum, WC umum, terminal air, dan tempat
ibadah)
3 Kelompok II A 6.205
(Yayasan sosial, panti asuhan, dan badan sosial lainnya)
4 Kelompok II B 16.079
(Rumah tangga A, sekolah negeri, rumah sakit, laboratorium &
sanatorium, pemerintahan dan instansi pemerintah A)
5 Kelompok II C 34.279
(Rumah tangga C)
6 Kelompok II D 6.822
(Rumah tangga D)
7 Kelompok III A 102
(Rumah tangga B, sekolah swasta (SD – SLTA)
8 Kelompok III B 281
(Rumah tangga C, kios, industri rumah tangga, instansi pemerintah
B, kolam renang milik pemerintah)
9 Kelompok IV A 2.842
(Rumah tangga D, real estate, kedutaan, konsulat asing, dan instansi
pemerintah C)
10 Kelompok IV B 379
(Niaga kecil, industri kecil, dan lembaga swasta non komersil)
11 Kelompok IV C 129
(Niaga besar dan industri besar)
12 Kelompok V 2
(Khusus pelabuhan laut dan sungai, PLN dan gas unit produksi,
telekomunikasi unit sentral otomat)
Sumber : Badan Pusat Statistik Padang, 2008
5.5.5 Permasalahan
Permasalahan utama yang dihadapi oleh PDAM Kota Padang adalah besarnya
kehilangan air. Pada tahun 2007, persentase kehilangan air adalah 42,17 %. Angka ini
menurun dibandingkan tahun 2006, tetapi jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat
kehilangan air tahun 1997 sampai tahun 2005.
limbah industri, penanganan limbah medis, dan kampanye Pola Hidup Bersih Sehat
(PHBS).
Pengelolaan limbah cair diatur dengan Perda No.3 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang mengatur tentang batas mutu
limbah yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan/badan air. Pelaksanaan Perda
tersebut pada dasarnya dibawah pengawasan Dinas Perindustrian dan Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda).
Industri besar (tenaga kerja > 100 orang) melakukan pengolahan sendiri terhadap
limbah yang mereka hasilkan sesuai dengan standar karakteristik limbah yang
diperbolehkan dibuang ke lingkungan. Industri sedang (tenaga kerja 20 – 99 orang) baru
sebahagian yang telah memiliki sarana pengolahan limbah dan mengikuti standar baku
mutu pengolahan limbah. Sedangkan industri kecil (tenaga kerja 5 – 19 orang) dan
industri rumah tangga (tenaga kerja < 5 orang) masih belum menangani limbahnya
secara aman dan kebanyakan membuang limbahnya ke saluran atau badan air. Hal inilah
yang berpotensi sangat besar untuk mencemari lingkungan. Jenis industri penghasil
limbah di Kota Padang dapat dilihat pada Tabel 5.16.
Industri Sedang
1 Alfindo Industri : rotan Furniture
2 Alysis Industri : rotan Furniture
Jasa : perdagangan dan jasa
3 Bumi Ramayana Indah, CV Perdagangan dan jasa kontraktor
kontraktor
4 Christine Hakim Industri : Makanan Makanan Ringan (180 Ton)
5 Kinabalu Glass Industri : Kaca Kaca Gravier (200 Buah)
Industri : Kayu Gergajian dan
6 Kosima Arta CV.
Kayu Olahan
Industri : Kayu Gergajian dan
7 Nan Gombang CV.
Kayu Olahan
PT. Matahari Graha Fantasi Jasa Rekreasi (permainan/
8 Jasa: Hiburan
(PMA) hiburan keluarga)
9 PT. Nasional VI Perkebunan Karet Crumb Rubber
Industri Pengolahan Rempah
10 PT. Natraco Spices Indonesia Industri : Rempah-rempah
Rempah
Industri : Kayu Gergajian dan
11 Sumbar Kembang Agung PT.
Kayu Olahan
Industri : Kayu Gergajian dan
12 Torimon PT.
Kayu Olahan
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2009
Keputusan Dirjen P2M dan PLP No.HK.00.06.6.44 tahun 1993 tentang Persyaratan
dan Petunjuk Teknis Tata Cara Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit;
Keputusan Menteri KLH No.58/Men LH/XII/1995 tentang baku mutu limbah cair
rumah sakit.
Di Kota Padang khususnya di Rumah Sakit M.Djamil dan Rumah Sakit Yos Sudarso,
telah dilakukan pengelolaan terhadap limbah medis yang dihasilkan. Sumber limbah cair
yang diolah berasal dari ruang perawatan, OK, laboratorium, radiologi, kebidanan, IGD,
dapur, laundry, kamar jenazah, dan lain-lain. Sedangkan rumah sakit lain serta
puskesmas-puskesmas yang ada di Kota Padang, mengirimkan limbah medisnya ke
instalasi pengolahan limbah medis yang ada di kedua rumah sakit tersebut (Rumah Sakit
M.Djamil dan Rumah Sakit Yos Sudarso) untuk diolah. Hasil pengolahan limbah medis
tersebut di laporkan ke DKK dan Bapedalda setiap bulannya.
Peralatan atau fasilitas yang digunakan dalam pengolahan limbah antara lain:
Jaringan perpipaan air limbah: saluran harus tertutup, kedap air, dan harus mengalir
dengan lancar;
Bak kontrol/manhole untuk mempermudah pengontrolan air limbah;
Unit pengolahan limbah cair lengkap dengan perlengkapan desinfeksi;
Alat pengukur debit/flow meter.
Tata cara/prosedur pengolahan yang dilakukan di Rumah Sakit M.Djamil adalah
sebagai berikut:
1. Pengaliran dan pengumpulan limbah cair dari sumbernya;
2. Pre treatment (pengolahan pendahuluan) pada ruang tertentu seperti instalasi gizi,
laundry, dan radiologi;
3. Monitoring bak kontrol, bak penampung, dan jaringan perpipaan;
4. Proses pengolahan limbah cair di unit pengolahan;
5. Pemeriksaan hasil pengolahan limbah cair harus sesuai dengan baku mutu limbah
cair;
6. Pembuangan hasil pengolahan dialirkan ke badan air.
PHBS rumah tangga adalah upaya pemberdayaan anggota rumah tangga agar tahu,
mau dan mampu mempraktekkan PHBS serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di
masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:
1. Cuci tangan pakai sabun
2. Penggunaan air bersih
3. Menggunakan jamban sehat
4. Rumah bebas jentik nyamuk
5. Tidak merokok
6. Penimbangan bayi dan balita
Secara umum, sejak 5 (lima) tahun terakhir kondisi APBD Kota Padang mengalami
perubahan. Dari sisi total maupun alokasi juga tidak mengalami perubahan yang drastis.
Persentase anggaran untuk layanan publik, khususnya sanitasi sangat terbatas, berkisar
antara 1 – 2 % saja dari total pengeluaran. APBD realisasi selama (2004 - 2008) relatif
naik, meskipun demikian pos - pos pelayanan publik mendapat alokasi yang cenderung
tetap. Total APBD sisi penerimaan masih di dominasi oleh dana perimbangan, disusul
dana PAD. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.18.
Pendapatan Kota Padang dari sektor sanitasi, berasal dari Retribusi Jasa Usaha
Kakus, Retribusi Kakus umum dan Retribusi Penyediaan Penyedotan Kakus. Pendapatan
daerah dari retribusi sektor sanitasi dapat dilihat pada Tabel 5.17.
APBD sisi pengeluaran terlihat di dominasi belanja daerah khususnya belanja tidak
langsung dan belanja langsung untuk pos pengawai. Pola seperti ini berlangsung sejak
2004-2008 berjalan secara rutin, hampir tidak memiliki penekanan yang spesifik pada
pos tertentu. Pengeluaran belanja sanitasi Pemerintah Kota Padang dari tahun 2005
sampai 2008 diberikan prioritas kepada Dinas PU/CK/TR/KP. Pada kondisi tahun 2005
Dinas PU/CK/TR/KP menguasai sebesar 81,6% untuk seluruh belanja sanitasi tersebut.
Sedangkan pada tahun 2008 yang lalu, belanja sanitasi Kota Padang masih dikuasai oleh
Dinas PU/TRTB/DKP sebesar 83,00%. Hal ini karena sanitasi memang merupakan tugas
pokok dan fungsi dari SKPD Dinas PU.
5.7.3 Permasalahan
Sebagai daerah yang rendah potensi sumber daya alam dan ekonomi, sumber
pendapatan Pemerintah Kota Padang dari pendapatan asli daerah sangat terbatas.
Pemerintah Kota Padang masih sangat tergantung pada dana dari pemerintah pusat.
Jumlah pendapatan asli daerah menjadi persoalan yang sangat penting bagi sumber-
sumber pendapatan daerah di masa yang akan datang.
Dari Tabel 5.18 terlihat bahwa kontribusi dana perimbangan cenderung meningkat,
pada tahun 2006, kontribusinya sebesar 83,86%, pada tahun 2007 menurun sebesar
80,56% dan tahun 2008 menjadi sebesar 79,08%. Dalam jumlah nominal pendapatan
daerah dari dana perimbangan mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Sementara pendapatan dari Pendapatan Asli Daerah cenderung meningkat dalam jumlah
nominal namun kontribusinya terhadap pendapatan cenderung menurun, pada tahun
2006 kontribusinya sebesar 13,94%, pada tahun 2007 turun menjadi 13,11% dan tahun
2008 menjadi 12,89%.
Pendapatan asli daerah dari pajak daerah dalam tiga tahun terakhir mengalami
peningkatan secara nominal, namun secara riil mengalami penurunan karena
kenaikannya lebih rendah dari tingkat inflasi dan kontribusinya terhadap pendapatan
juga cenderung menurun, pada tahun 2006 kontribusinya sebesar 64,52%, pada tahun
2007 sebesar 65,31%, dan pada tahun 2008 menjadi 64,75%. Sedangkan dari retribusi
daerah kontribusinya terhadap pendapatan juga mengalami tren penurunan, pada tahun
2006 kontribusinya sebesar 21,69%, pada tahun 2007 sebesar 20,68% dan pada tahun
2008 sebesar 21,08%. Sedangkan dalam jumlah nominal pendapatan asli daerah dari
retribusi daerah cenderung tetap. Pendapatan daerah dari lain-lain pendapatan yang sah
kontribusinya juga cenderung menurun, pada tahun 2006 kontribusinya sebesar 2,19%,
pada tahun 2007 naik menjadi 6,33%, dan tahun 2008 menjadi 7,61%.
Dari data APBD selama 5 (lima) tahun terakhir dari sisi pendapatan dapat
dikemukakan permasalahan Pendapatan Daerah Kota Padang sebagai berikut :
1. Penerimaan PAD mengalami peningkatan secara nominal, namun secara riil
mengalami penurunan dan laju perkembangannya masih relatif rendah.
2. Proporsi pendapatan PAD dari total pendapatan Pemerintah Kota Padang
cenderung turun.
3. Pendapatan dari Dana Perimbangan mengalami peningkatan secara
signifikan baik secara nominal maupun dari segi proporsinya terhadap jumlah
pendapatan.
4. Kontribusi BUMD masih rendah dalam pembentukan sumber pendapatan.
5. Sumber pendapatan pemerintah Kota Padang masih bertumpu pada
pendapatan konvensional.
C LAIN-LAIN
15.505.862.000 2,19 51.423.864.437,87 6,33 69.955.966.144 7,61
PENDAPATAN YG SYAH
Bantuan dana
15.505.862.000 100,00 0,00 0,00 0,00 0,00
kontijensi
Hibah 0,00 0,00 7.066.910.000 13,74 7.500.000.000 10,72
Dana Darurat 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Dana bagi hasil pajak
dari Propinsi&Pemda 0,00 0,00 23.429.896.325,87 45,56 32.132.938.766 45,93
lain
Dana penyesuaian dan
0,00 0,00 10.089.679.400 19,62 5.399.448.000 7,72
otonomi khusus
Bantuan keuangan dari
Propinsi atau Pemda 0,00 0,00 10.837.378.712 21,07 24.923.579.378 35,63
lainnya
812.262.484.866,6 919.727.331.553,7
706.853.959.165
JUMLAH PENDAPATAN 2 7
Sumber : APBD Kota Padang, 2009
untuk membayar cicilan dan bunga sehingga tidak memberatkan pemerintah daerah
di kemudian hari.
4. Peningkatan Efisiensi Penggunaan Keuangan Daerah
Peningkatan kemampuan keuangan daerah juga dilakukan melalui efisiensi
pemanfaatan keuangan daerah, hal ini dilakukan dengan menetapkan standar harga
dan standar analisa belanja dalam penyusunan anggaran.
5. Peningkatan Kerjasama dengan Pihak Swasta.
Upaya ini dilakukan melalui kerjasama dengan pihak swasta dalam membangun
sarana dan prasarana umum dengan prinsip saling menguntungkan. Dengan adanya
kerjasama dengan pihak swasta beberapa keuntungan yang akan diperoleh antara
lain; dapat memiliki suatu fasilitas tanpa mengeluarkan dana selain aset yang telah
dimiliki dan selama masa pengelolaan akan memperoleh penerimaan ( royalti) tanpa
menanggung resiko.
Secara khusus beberapa langkah yang telah dilakukan antara lain :
1. Penyederhanaan sistem dan prosedur administrasi pemungutan pajak dan retribusi
daerah;
2. Law enforcement dalam upaya membangun ketaatan wajib pajak dan wajib retribusi
daerah;
3. Peningkatan pengendalian dan pengawasan atas pemungutan pendapatan asli daerah
untuk terciptanya efektifitas dan efisiensi yang dibarengi dengan peningkatan
kualitas, kemudahan, ketepatan dan kecepatan pelayanan dengan biaya murah;
4. Peningkatan penerimaan bagian laba/deviden atas penyertaan modal atau investasi
daerah lainnya yang ditempuh melalui inventarisasi dan menata serta mengevaluasi
nilai kekayaan daerah yang dipisahkan baik dalam bentuk uang maupun barang
sebagai penyertaan modal (investasi daerah);
5. Mendayagunakan kekayaan daerah yang belum dipisahkan dan belum dimanfaatkan
untuk dikelola atau dikerjasamakan pihak ketiga sehingga menghasilkan pendapatan;
6. Proyeksi Kemampuan Keuangan Daerah (dapat dilihat pada Tabel 5.19 dan 5.20).