STERIL
Oleh:
Rukiana 14670034
Jauhar Maknun S.R. 14670035
Fadhila Isma H. 14670036
Nirma Thalida Z. 14670041
Muhajir Kurniawan 14670043
Santia irawati 14670058
Mubarak Yahya 16670078
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2017
I. TUJUAN
1. Mempelajari cara pembuatan sediaan steril volume besar beserta cara
sterilisasinya
2. Mempelajari cara perhitungan isotonis
3. Membuat sediaan yang bebas dari pirogen
II. PRAFORMULASI
1. Tinjauan Farmakologi
1) Farmakologi Kalium Klorida
Kalium klorida adalah obat suplemen mineral dengan fungsi untuk
mengobati atau mencegah jumlah kalium yang rendah dalam darah. Tingkat
normal kalium dalam darah sangat penting. Kalium atau juga dikenal
sebagai potassium membantu sel, ginjal, jantung, otot, dan saraf Anda
berfungsi dengan baik. Kebanyakan orang mendapatkan cukup kalium
dengan makan makanan seimbang. Beberapa kondisi yang dapat
menurunkan kadar kalium dalam tubuh Anda termasuk diare berat yang
berkepanjangan dan muntah, masalah hormon seperti hyperaldosteronism,
atau pengobatan dengan “pil air” / diuretik.
2) Dosis
a. Dosis Dewasa Biasa untuk Hipokalemia
Parenteral: 40-100 mEq Kalium Klorida untuk injeksi yang diencerkan
dalam jumlah dan jenis larutan yang tepat untuk intravena infus sekali
pada tingkat yang tidak melebihi 10 sampai 40 mEq / jam.
b. Dosis Dewasa biasa untuk Pencegahan Hipokalemia
Parenteral:10 sampai 40 mEq Kalium Klorida untuk injeksi diencerkan
dalam jumlah dan jenis larutan yang tepat untuk intravena infus sekali
pada tingkat yang tidak melebihi 40 mEq / jam.
c. Dosis Anak-anak biasa untuk Hipokalemia
Bayi dan Anak-anak: Infus IV intermiten (harus diencerkan sebelum
penggunaan): 0,5-1 mEq / kg / dosis (dosis maksimum: 40 mEq) untuk
diinfus pada 0,3-0,5 mEq / kg / jam (maksimum dosis / tingkat: 1 mEq
/ kg / jam ); kemudian diulang sesuai kebutuhan berdasarkan hasik
laboratorium yang diperoleh; deplesi parah atau kehilangan yang
berkelanjutan mungkin memerlukan lebih dari 200% dari kebutuhan
harian yang normal.
d. Dosis anak-anak biasa untuk Pencegahan Hipokalemia
Dosis IV pada anak harus dimasukkan ke dalam cairan pemeliharaan
IV. Penggunaan intermiten kalium IV harus disediakan untuk situasi
deplesi parah. Pemantauan EKG terus menerus harus dilakukan untuk
dosis intermiten yang lebih besar dari 0,5 mEq / kg / jam.
3) Efek Samping
Dapatkan bantuan medis darurat jika Anda memiliki tanda-tanda
reaksi alergi ini: mual, muntah, berkeringat, gatal-gatal, gatal, kesulitan
bernapas, pembengkakan wajah, bibir, lidah, atau tenggorokan, atau merasa
seperti Anda akan pingsan.
Hentikan menggunakan Kalium Klorida dan hubungi dokter Anda
jika Anda memiliki salah satu dari efek samping yang serius berikut ini:
a. Kebingungan, kecemasan, perasaan seperti Anda akan pingsan
b. Detak jantung tidak merata
c. Haus yang ekstrem, peningkatan buang air kecil
d. Ketidaknyamanan pada kaki
e. Kelemahan otot atau perasaan lemas
f. Mati rasa atau perasaan geli di tangan atau kaki, atau sekitar mulut Anda
g. Sakit perut yang parah, diare terus menerus atau muntah
h. Tinja hitam atau tinja berdarah
i. Batuk darah atau muntah yang terlihat seperti bubuk kopi
Efek samping yang tidak begitu serius mungkin termasuk:
a. Mual ringan atau sakit perut
b. Diare ringan sesekali
c. Sedikit kesemutan di tangan atau kaki
d. Adanya tablet Kalium Klorida dalam tinja Anda
4) Interaksi
Hipokalemia tidak seharusnya diobati dengan pemberian garam
kalium dan diuretik kalium, misalnya, spironolactone, triamterene, atau
amilorid, karena pemberian secara serentak produk-produk ini dapat
menghasilkan hiperkalemia berat.
Interaksi dengan Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor.
Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor (misalnya, kaptopril,
enalapril) akan menghasilkan beberapa retensi kalium dengan menghambat
produksi aldosteron. Suplemen kalium harus diberikan kepada pasien yang
menerima ACE inhibitor hanya dengan pengawasan yang ketat.
5) Kontaindikasi
Pasien dengan konsentrasi kalium plasma lebih dari 5 mmol/liter
KCL merupakan garam kalium yang paling banyak digunakan. Hal ini
disebabkan karena hypochloramic alkalosis yang sering berhubungan
dengan hipoglikemia dapat diatasi dengan ion klorida dari senyawa ini
(sweetman, 2002).
2) Glukosa (FI IV hal. 300, Martindale 28 hal. 50, DI hal. 1427, Excipient hal.
154)
j. Pemerian : Serbuk putih, bentuk kristal, rasa manis
k. Kelarutan : Larut dalam air, sangat mudah larut dalam air
mendidih, agak sukar larut dalam etanol 95% mendidih
l. E NaCl : 0,16 ( Sprowls hal: 187)
m. Konsentrasi : 2,5-11,5% untuk IV (DI 2003 hal 2505). 0,5-0,8g/kg/jam
(DI hal 1427-1429). Untuk hipoglikemia 20-50 ml (konsentrasi 50%)
n. Osmolaritas : 5,51% w/v larutan air sudah isotonis dengan serum
o. Stabilitas : Stabil dalam bentuk larutan, dekstrosa stabil dalam keadaan
penyimpanan yang kering, dengan pemanasan tinggi dapat
menyebabkan reduksi pH dan karamelisasi dalam larutan
p. OTT : Sianokobalamin, kanamisin SO4, novobiosin Na dan wafarin
Na,Eritromisin, Vit B komplek ( martindale 28 hal: 21)
q. Sterilisasi : autoklaf
r. PH : 3,5 – 6,5 (dalam 20%w/v larutan air)
s. Efek samping : Larutan glukosa hipertonik dapat menyebabkan sakit
pada tempat pemberian (lokal), tromboklebitise, larutan glukose untuk
infus dapat menyebabkan gangguan cairan dan elektrolit termasuk
edema, hipokalemia, hipopostemia, hipomagnesia.
t. Kontraindikasi : Pada pasien anuria, intrakranial atau intraspiral
hemorage
u. Titik lebur : 83OC
v. Penggunaan : Larutan glukosa bersifat iso somotik dengan darah pada
konsentrasi 5,05% (glukosa anhidrat) dan 5,51% (glukosa monohidrat).
Larutan glukosa 5% sering digunakan pada kondisi kekurangan cairan.
Larutan glukosa lebih dari 5% bersifat hiper osmotik dan biasa
digunakan sebagai sumber karbohidrat (martindale : 1946)
III. FORMULASI
a. Permasalahan dan penyelesaian
Sediaan tidak boleh mengandung pirogen
Penyelesaian :menggunakan aqua steril bebas pirogen sebagai pelarut, tidak
didiamkan pada udara terbuka lebih dari 4 jam dengan suhu 220 C,
menggunakan norit (carbo-adsorben) untuk menghilangkan pirogen.
Pemberian carbo-adsorben dapat menyerapbahan yang termasuk zat organik
Penyelesaian :menambahkan bahan yang berserap dengan jumlah yang kira-
kira sama, misalnya glukosa 95%.
Sediaan harus dibebaskan dari carbo-adsorben
Penyelesaian :carbo-adsorben diaktifkan dengan pemanasan 70-800 C
(pemanasan stabilpada ± 100 C), saring dengan kertas saring rangkap dua.
Filtrate dipanaskan dan saring kembali dengan kertas saring pertama. Filtrate
tidak dipanaskan dan saring kembali dengan selapis kertas saring.
Perhitungan isotonis dengan menggunakan glukosa sebagai pengganti NaCl
R/ KCL 0,38%
Glukosa q.s
HCl 0,1 N ad pH 5-6
Norit 0,1%
Aqua Steril bebas pyrogen ad 100 ml
= 5.73 gram
Glukosa yang diserap norit = 5,73 + 35/100 x 0,15 =5,73 g + 0,0525 g
=5,7825 g
Volume infus = v’ + 50 ml = 100 ml + 50 ml =150 ml
d. Cara Sterilisasi
Sediaan infus KCl 0,38% disterilisai dengan metode filtrasi ataumenggunakna
autoklav pada suhu 115° C selama 30 menit
2. Bahan
a. KCL
b. Glukosa
c. HCl 0,1 N
d. Norit
e. Aqua steril bebas pirogen
V. PELAKSANAAN
Berikut adalah prosedur kerja dalam melaksanakan praktikum ini
Menyetarakan timbangan 15
Disaring dengan kertas saring yang baru satu lapis, filtrate ditampung
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dibuat sediaan infus KCl 0,38% isotonis cum glukosa
sebanyak 100 ml. Infus adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen
dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, dan disuntikkan langsung ke dalan
vena dalam volume relatif banyak. Infus intravena kalium klorida digunakan untuk
mengatasi hipokalemia berat dan bila asupan kalium per oral tidak memadai.
Adapun bahan yang diperlukan untuk membuat infus KCl ini yaitu KCl, glukosa,
norit dan aquades. Dalam sediaan infus ini digunakan norit yang bertujuan untuk
menyerap pirogen. Norit juga digunakan untuk menyerap bahan-bahan pengotor yang
mungkin ada dalam sediaan infuse. Dengan pengocokkan menggunakan karbon 1%
selama 15 menit, pirogen dapat dihilangkan.
Dalam sediaan infus ini digunakan glukosa sebagai pengisotonis yang bertujuan
agar tekanan osmosis cairan infuse yang masuk kedalam tubuh sama dengan tekanan
osmosis tubuh. Dalam sediaan ini digunakan juga aqua bebas pirogen sebagai
pembawa atau pelarut pada sediaan. Tujuannya yaitu sebagai pelarut dan pembawa
karena bahan-bahan larut dalam air. Sehingga infuse intravena kalium klorida dan
glukosa digunakan untuk mengatasi hypokalemia berat dan pengosongan kalium, bila
asupan kalium peroral tidak memadai (IONI,335)
Adapun langkah kerja dalam pembuatan infus ini yaitu pertama-tama disiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan kemudian dilakukan penimbangan bahan yang
akan digunakan yakni KCl sebanyak 0,57 g, glukosa sebanyak 5,78 g dan norit
sebanyak 0, 15 g . Setelah ditimbang Selanjutnya dibuat cairan infus dengan cara
melarutkan KCl dengan aquades bebas pirogen dalam beaker glass, disisi lain glukosa
juga dilarutkan dengan aquades bebas pirogen dalam beaker glass yang berbeda.
Setelah keduanya larut maka kedua larutan tersebut dicampur menjadi satu dan
dihomogenkan. Setelah itu larutan dimasukkan kedalam volume ukur dan ditambahkan
aquades bebas pirogen sampai 120 ml, aduk hingga homogen.
Kemudian larutan diukur pH nya dengan pH meter, jika larutan masih basa bisa
ditambah dengan HCl sedikit demi sedikit sambil dicek Ph nya. pH yang didapatkan
harus sesui dengan keadaan tubuh yaitu sekitar 6. Jika Ph terlalu asam maka glukosa
akan menjadi karamel dan jika pH terlalu asam maka akan mengiritasi atau merusak
sel karena terjadi ketidak seimbangan elektrolit. Tujuan utama dari pengaturan pH
dalam sediaan infus ini adalah untuk mempertinggi stabilitas obat, misalnya perubahan
warna, efek terapi utama obat, menghindari kemungkinan terjadinya reaksi dari obat
tersebut, sehingga obat tersebut memiliki aktivitas dan potensi. Selain itu untuk
mencegah terjadinya rangsangan atau rasa sakit ketika disuntikkan. pH yang terlalu
tinggi akan menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan pH yang terlalu rendah akan
mengganggu kenyamanan dalam penggunaan obat, yaitu sakit jika disuntikkan. Namun
dalam pembuatan infus KCl ini tidak dilakukan pengukuran pH karena tidak
tersedianya pH meter sehinga tidak mengetahui berapa besar pH larutan yang sudah
dibuat serta tidak ada proses penambahan HCl .
Setelah pengukuran pH barulah larutan tersebut ditambah dengan aquades
sampai 150 ml. Pada pembuatan infus ini sebenarnya hanya membuat sediaan sebanyak
100 ml tetapi dilebihkan 50 ml karena hal tersebut sesuai dengan persyartan pembuatan
sediaan infus yaitu volume yang dibuat adalah volume yang diinginkan ditambahkan
50 ml. Sementara volume yang dimasukkan kekemasan adalah 102 ml. Hal ini sesuai
dengan persyaratan FI IV dimana untuk cairan encer dengan volume lebih dari 50 ml
ditambahkan 2% dari sediaan yang tertera pada etiket. Hal ini untuk memberi toleransi
kehilangan volume selama proses pemindahan sediaan kedalam kemasan.
Proses penyaringan
Setelah larutan infus disaring sebanyak tiga kali, kemudian larutan dimasukkan
kedalam botol infus dan ditutup dengan penutup karet hingga rapat kemudian di
steriliasasi dengan autoklav pada suhu 115 °C selama 30 menit. Namun pada
praktikum ini tidak dilakukan sterilisasi karena adanya keterbatasan alat dan waktu.
V. KESIMPULAN
1. Sediaan steril infus KCL 0,38% diindikasikan untuk teapi kekurangan kalium atau
hipokalemia.
2. Sediaan steril infus KCL 0,38% haus memiliki sifat steril, isotonis bebas pirogen dan
mikrooganisme bening.
DAFTAR PUSTAKA
MIMS.2016.KaliumKlorida.http://mims.com/Indonesia/Home/GatewaySubscription/
?generic=Kalium+Klorida. Diakses 20 november 2017
Reynolds, 1992. Martindale The Complete Drug Reference, 28th ed. The
PharmaceuticalPress, London.
Sweetman, S., 2009. Martindale The Complete Drug Reference, 36th ed.
Pharmaceutical Press, London.