Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan

1. Dapat membuat kurva standar etanol-air dalam persen (%) mol.

2. Dapat mengetahui konsentrasi umpan/feed (% mol), destilat (% mol) dan bottom

(% mol).

3. Dapat menghitung neraca massa komponen dan neraca massa total.

4. Dapat mengetahui membuat kurva kestimbangan uap cairan.

5. Menghitung refluks minimum (RM).

6. Menghitung neraca panas pada proses pengembunan untuk menghitung laju alir

minimal air pendingin.

7. Menghitung jumlah tray secara teori dan bandingkan dengan alat.

1.2 Dasar Teori

1.2.1 Larutan

Larutan dapat didefinisikan sebagai campuran homogen dari dua zat atau

lebih yang terdispersi sebagai molekul atau pun ion yang komposisinya

dapat bervariasi. Disebut homogen karena komposisi dari larutan begitu seragam

(satu fasa) sehingga tidak dapat diamati bagian-bagian komponen penyusunnya

meskipun dengan mikroskop ultra. Suatu larutan terdiri dari dua komponen
yang penting. Biasanya salah satu komponen yang mengandung jumlah zat

terbanyak disebut pelarut (solven). Sedangkan komponen lainnya yang mengandung

jumlah zat sedikit disebut zat terlarut (solute).

Pada umumnya larutan yang dimaksud adalah campuran yang berbentuk cair,

meskipun ada juga yang berfasa gas maupun padat. Larutan yang berbentuk gas

adalah udara yang merupakan campuran dari berbagai jenis gas seperti nitrogen dan

oksigen. Sedangkan yang berbentuk padat adalah emas 22 karat yang merupakan

campuran homogen dari emas dengan perak atau logam lain. Karena fasa larutan

dapat berbentuk padat, cair, dan gas, berarti ada sembilan kemungkinan jenis larutan.

Diantara jenis-jenis larutan ini yang penting adalah larutan gas dalam cair, cair dalam

cair, dan padat dalam cair (Yazid, 2005).

1.2.2 Etanol

Etanol atau etil alkohol, merupakan cairan yang tidak berwarna, larut dalam

air, eter, aseton, benzen dan semua pelarut organik serta memiliki bau khas alkohol.

Etanol dapat dipandang sebagai turunan dari etana, C2H6, Dengan salah satu atom H

digantikan dengan gugus hidroksil. Gugus hidroksil akan membangkitkan polaritas

pada molekul dan menimbulkan ikatan hidrogen antara molekul. Sifat-sifat kimia dan

fisik etanol sangat tergantung pada gugus hidroksil. Studi spektroskopi inflamerah

menunjukan bahwa keadaan cair, ikatan-ikatan hidrogen terbentuk karena tarik

menarik antara hidrogen-hidroksil satu molekul dengan oksigen-hidroksil dari


molekul yang lain. Ikatan hidrogen mengakibatkan etanol cair sebagian besar

terdimerisasi. Dalam keadaan uap, molekul-mollekul etanol bertabiat monomeric.

Pada tekanan > 0,114 bar (11,5 kPa) etanol dan air dapat membentuk larutan

azeotrop. Pada keadaan atmosferik (1 atm) campuran ini terdiri dari etanol 95,57%

(massa) atau 97,3% (volume) atau 89,43% (mol), dan air 4,43% (massa) atau 2,7%

(volume) atau 10,57% (mol). Pada kondisi ini larutan mendidih pada temperatur

78,15o C (Logsdon, 1994)

a. Kegunaan Etanol

Etanol banyak digunakan sebagai pelarut, germisida, minuman, bahan anti

beku, bahan bakar, dan senyawa antara untuk sintesis senyawa-senyawa organik

lainnya. Etanol sebagai pelarut banyak digunakan dalam industri farmasi, kosmetika,

dan resin maupun laboratorium. Di Indonesia, industri minuman maupun pengguna

terbesar etanol, disusul berturut oleh industri asam asetat, industri farmasi, kosmetika,

rumah sakit dan industri lainnya. Sebagai bahan baku, etanol digunakan untuk

pembuatan senyawa asetaldehit, butadiena, dietil eter, etil asetat, asam asetat, dan

sebagainya.

Penggunaan etanol sebagai bahan bakar, mempunyai prospek yang cerah.

Etanol dapat digolongkan sebagai bahan yang dapat diperbarukan, karena dapat

dibuat dari bahan baku yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Etanol murni (100%)

dapat digunakan sebagai cairan pencampur pada bensin. Etanol mempunyai angka

oktan yang cukup tinggi, sehingga dapat digunakan untuk menaikan angka oktan

(Bailey, 1996).
1.2.3 Densitas

Densitas adalah kuantitas konsentrasi zat dan dinyatakan dalam massa

persatuan volume. Nilai massa jenis dipengaruhi oleh temperatur. Semakin tinggi

temperatur, kerapatan suatu zat semakin rendah karena molekul-molekul yang saling

berikatan akan terlepas. Kenaikan temperatur menyebabkan volume suatu zat

bertambah, sehingga massa jenis dan volume suatu zat memiliki hubungan yang

berbanding terbalik. Secara matematika massa jenis dinyatakan dengan persamaan

berikut (Tripler, 1996) :


𝑚
ρ= ……………………… Pers. (1.2.3)
𝑉

keterangan:

ρ = massa jenis air (kg/m3)

m = massa benda (kg)

V = volume benda (m3)

1.2.4 Distilasi

Distilasi merupakan salah satu cara untuk memisahkan komponen dalam

larutan yang berbentuk cair atau gas dengan mendasarkan pada perbedaan titik didih

komponen yang ada di dalamnya. Dasar dari pemisahan dengan distilasi adalah jika

suatu campuran komponen diuapkan maka komposisi pada fase uap akan berbeda

dengan fase cairnya. Untuk komponen yang memiliki titik didih lebih rendah maka

akan didapatkan komposisi yang cenderung lebih besar pada fase uapnya, uap ini
diembunkan dan dididihkan kembali secara bertingkat–tingkat maka akan diperoleh

komposisi yang semakin murni pada salah satu komponen. Pada beberapa campuran

komponen, untuk komposisi, suhu dan tekanan tertentu tidak memenuhi

kecenderungan tersebut, artinya jika campuran tersebut dididihkan maka komposisi

fase uapnya akan memiliki komposisi yang sama dengan fase cairnya, keadaan ini

disebut kondisi azeotrop, sehingga campuran pada kondisi ini tidak dapat dipisahkan

dengan cara distilasi biasa (Abassato, 2007).

Gambar 1.2 Alat distilasi sederhana

a. Macam-Macam Distilasi

Ada beberapa jenis distilasi yang akan dibahas disini, yaitu distilasi

sederhana, distilasi fraksionasi, distilasi uap, dan distilasi vakum. Selain itu ada pula

distilasi ekstraktif dan distilasi azeotropic homogenous, distilasi dengan

menggunakan garam berion, distilasi pressure-swing, serta distilasi reaktif. Berikut

macam-macam distilasi (Prisca , 2014) :


a. Distilasi Sederhana

Pada distilasi sederhana, dasar pemisahannya adalah perbedaan titik didih

yang jauhatau dengan salah satu komponen bersifat volatil.Jika campuran dipanaskan

maka komponen yang titik didihnya lebih rendah akan menguap lebih dulu. Selain

perbedaan titik didih, juga perbedaan kevolatilan, yaitu kecenderungan sebuah

substansi untuk menjadi gas. Distilasi ini dilakukan pada tekanan atmosfer. Aplikasi

distilasi sederhana digunakan untuk memisahkan campuran air dan alkohol.

b. Distilasi Fraksionisasi

Fungsi distilasi fraksionasi adalah memisahkan komponen-komponen cair,

dua atau lebih, dari suatu larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Distilasi ini

juga dapat digunakan untuk campuran dengan perbedaan titik didih kurang dari 20 °C

dan bekerja pada tekanan atmosfer atau dengan tekanan rendah. Aplikasi dari distilasi

jenis ini digunakan pada industri minyak mentah, untuk memisahkan komponen-

komponen dalam minyak mentah.

Perbedaan distilasi fraksionasi dan distilasi sederhana adalah adanya kolom

fraksionasi. Dikolom ini terjadi pemanasan secara bertahap dengan suhu yang

berbeda-beda pada setiap platnya. Pemanasan yang berbeda-beda ini bertujuan untuk

pemurnian distilat yang lebih dari plat-plat di bawahnya. Semakin ke atas, semakin

tidak volatil cairannya.

c. Distilasi Uap

Distilasi uap digunakan pada campuran senyawa-senyawa yang memiliki titik

didih mencapai 200 °C atau lebih. Distilasi uap dapat menguapkan senyawa-senyawa
ini dengan suhu mendekati 100 °C dalam tekanan atmosfer dengan menggunakan uap

atau air mendidih. Sifat yang fundamental dari distilasi uap adalah dapat mendistilasi

campuran senyawa di bawah titik didih dari masing-masing senyawa campurannya.

Selain itu distilasi uap dapat digunakan untuk campuran yang tidak larut dalam air di

semua temperatur, tapi dapat didistilasi dengan air. Aplikasi dari distilasi uap adalah

untuk mengekstrak beberapa produk alam seperti minyak eucalyptus dari eucalyptus,

minyak sitrus dari lemon atau jeruk, dan untuk ekstraksi minyak parfum dari

tumbuhan. Campuran dipanaskan melalui uap air yang dialirkan ke dalam campuran

dan mungkin ditambah juga dengan pemanasan. Uap dari campuran akan naik ke atas

menuju ke kondensor dan akhirnya masuk ke labu distilat.

d. Distilasi Vakum

Distilasi vakum biasanya digunakan jika senyawa yang ingin didistilasi tidak

stabil. Dengan pengertian dapat terdekomposisi sebelum atau mendekati titik

didihnya atau campuran yang memiliki titik didih di atas 150 °C. Metode distilasi ini

tidak dapat digunakan pada pelarut dengan titik didih yang rendah jika kondensornya

menggunakan air dingin, karena komponen yang menguap tidak dapat

dikondensasioleh air. Untuk mengurangi tekanan digunakan pompa vakum atau

aspirator. Aspirator berfungsi sebagai penurun tekanan pada system distilasi ini.

e. Distilasi Ekstraktif

Distilasi ekstraktif adalah gabungan dari metode distilasi dan metode

ekstraksi. Metode ekstraksi terjadi melalui pelarutan senyawa target pada pelarut

yang dapat memisahkan berdasarkan tipe molekul, dan dilain pihak metode distilasi
terjadi dengan pendidihan dan perubahan fase komponen menjadi gas. Walaupun

demikian, tipe distilasi ini tidak terlalu menguntungkan sehingga jarang digunakan

untuk pemisahan analitik.

Distilasi ekstraktif mirip dengan distilasi azeotropik dalam hal penambahan

senyawa lain untuk mempermudah proses pemisahan. Dalam hal ini entrainer disebut

juga pelarut yang melakukan ekstraksi karena senyawa yang ditargetkan dapat larut

dengan baik dalam pelarut yang dipilih. Pelarut yang diberikan dimaksudkan untuk

mengubah volatilitas relatif salah satu komponen dan mengubah titik didih campuran.

Namun, berbeda dengan distilasi azeotropik, pelarut atau entrainer ini sebaiknya

sangat tidak volatil dan mempunyai interaksi spesifik dengan salah satu dari

komponen campuran, dengan kata lain, pelarut sanggup melarutkan senyawa

komponen dengan baik. Dengan demikian, campuran yang menyatu dengan entrainer

ini akan menempati labu distilasi di bagian bawah karena massa jenis lebih besar

sehingga mudah dipisahkan.

f. Distilasi Azeotropik

Tipe distilasi semacam ini biasa digunakan untuk campuran azeotropik di

mana komponen campuran yang dipanaskan bersama-sama membentuk titik

azeotropik karena sifat kimia yang berbeda dari komponen-komponen yang ada

dalam campuran. Dengan demikian, pemisahan bertahap dengan cara distilasi biasa

tidak menguntungkan. Biasanya hal ini diatasi dengan menambahkan sebuah senyawa

lain yang akan mengubah volatilitas relatif dari senyawa-senyawa dalam campuran

agar mudah dipisahkan. Senyawa-senyawa aditif ini biasa disebut sebagai "entrainer"
yang berupa senyawa-senyawa yang mengubah "sisa" dari proses distilasi pada

komposisi tertentu.
BAB II

METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan

2.1.1 Alat

a. Gelas kimia 5000 ml

b. Gelas kimia 100 ml

c. Gelas ukur 100 ml

d. Piknometer

e. Neraca

f. Termometer

g. Buret

h. Labu ukur 50 ml

2.1.2 Bahan

a. Etanol

b. Aquadest

2.2 Prosedur Percobaan

1. Membuat Kurva Standar Etanol-Air :


a. buatlah campuran Metanol-air 20%, 40%, 60%, 80% dan tentukan berat

jenisnya

b. Buat grafik antara, % campuran ( sumbu X) dengan densitas (sumbu Y)

2. Operasi Distilasi

a. Melepaskan Flask dari unit destilasi dan membersihkannya

b. Membuat campuran etanol –air 20% sebanyak 3000 ml

c. Memasukan ke dalam flask pada unit destilasi

d. Menyalakan pompa air pendingin

e. Menyalakan panel indikator suhu

f. Menyalakan pemanas dan stirrer

g. Mencatat temperature saat tetesan pertama destilat

h. Menggambil dan mengukur densitas secara periodik

i. Mencatat jumlah total destilat yang menetes, Mematikan pemanas dan

menunggu sampai temperature menurun ke suhu lingkungan

j. Setelah temperature normal di suhu lingkungan, mematikan pompa air.


BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Percobaan

Tabel 3.1 Kurva standar densitas etanol – air

Konsentrasi Konsentrasi Densitas

(%Volume) (%Mol) (g/mL)

0 1,3969 1,0323

20 8,9014 0,9960

40 19,3526 0,9643

60 34,1363 0,9263

80 56,9741 0,8735

96 88,4261 0,8179
Tabel 3.2 Data Operasi

T (menit) T Flask T Top Panas T air T air Destilat Densitas

(°C) Column laten pendingin pendingin (mL) (g/mL)

(°C) (kJ/kg) masuk keluar

(°C) (°C)

10 97 50 1000,4 26 40 376 0,9284

20 101 50 1000,4 24 40 295 0,9538

30 102 44 1007,3 32 42 175 0,9678

40 103 40 1011,9 32 40 86 0,9731

50 104 36 1015,52 36 40 50 0,9794

60 - 36 1015,52 36 40 30 0,9715

Tabel 3.3 Data Feed, Destilat dan Bottom

Volume (mL) Densitas (g/mL) Konsentrasi

(%mol)

Feed 3000 0,9960 9,4167

Destilat 1012 0,9484 29,2500

Bottom 1981 1,0235 -2,0417

Tabel 3.4 Neraca Massa

Neraca massa komponen Neraca massa total

Masuk Keluar Masuk Keluar


Feed 1348,7832 - 2988.0 -

Destilat - 852,3813 - 959,7808

Bottom - 0 - 2027,5355

1348,7832 852,3813 2988,0 2987,3343

Tabel 3.5 Laju Alir Air Pendingin

T m destilat Panas laten Q etanol m air

(menit) (g/menit) (J/g) (J/menit) pendingin

(g/menit)

10 34,90784 1000,4 34921,76 1332,513

20 28,1371 1000,4 28148,35 940,002

30 16,9365 1007,3 17060,14 910,548

40 8,3687 1011,9 8468,29 565,094

50 4,8970 1015,52 4973,00 663,411

60 2,9145 1015,52 2959,73 394,836

Laju alir pendingin rata – rata 801,069


3.2 Pembahasan

Pada percobaan kali ini, larutan etanol-air 20% akan dipisahkan berdasarkan

titik didihnya dengan menggunakan metode destilasi tray column secara batch.

Destilasi tray column merupakan salah satu metode pemisahan zat dimana pemisahan

zat tersebut didasarkan pada titik didihnya. Alat ini berupa bejana vertikal dimana

cairan dan gas dikontakkan melalui plate-plate yang disebut sebagai tray. Fungsi dari

penggunaan tray adalah untuk memperbesar kontak antara cairan dan gas sehingga

komponen dapat dipisahkan sesuai dengan rapat jenisnya, dalam bentuk gas atau

cairan. Larutan etanol-air 20% sendiri merupakan zat yang dapat dipisahkan melalui

metode ini. Etanol-air memiliki perbedaan titik didih yang cukup besar dimana etanol

mendidih pada temperatur 78ºC sedangkan air mendidih pada temperatur 100ºC pada

tekanan 1 atm.

Mula-mula percobaan dilakukan dengan membuat kurva standar larutan

etanol-air. Kurva standar merupakan standar dari sampel tertentu yang dapat

digunakan sebagai pedoman ataupun acuan untuk sampel tersebut pada percobaan.

Pembuatan kurva standar bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi

larutan dengan densitasnya sehingga konsentrasi sampel nantinya yang berupa distilat

dan bottom dapat diketahui. Dari kurva standar, dapat dilihat bahwa semakin tinggi

konsentrasi dari etanol maka densitas dari larutan tersebut akan semakin mendekati

sekitar densitas etanol teoritis (0,7893 g/mL). Sebaliknya, dapat dilihat juga bahwa
semakin rendah konsentrasi dari etanol maka densitas dari larutan tersebut akan

semakin mendekati sekitar densitas air.

1.2000
y = -0.0024x + 1.0186
R² = 0.979
1.0000
Densitas (g/mL)

0.8000

0.6000

0.4000

0.2000

0.0000
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Konsentrasi (%mol)

Gambar 3.1 Kurva Kalibrasi Larutan Etanol-Air

Konsentrasi dari feed, bottom, dan distilat dapat diketahui dari adanya kurva

standar. Dengan memplot densitas yang didapat dengan kurva standar yang ada, maka

konsentrasi masing masing titik dapat diketahui. Didapat konsentrasi feed, bottom,

dan distilat masing-masing adalah 9,1467 % mol, 29,250 % mol, dan -2,042 % mol.

Konsentrasi feed berada pada konsentrasi larutan etanol-air 20% karena memang

larutan yang digunakan sebagai umpan dalan proses destilasi. Konsentrasi bottom

berada dibawah 0 pada dasarnya tidak mungkin, namun hal ini dapat terjadi karena

adanya potensi error dalam pengukuran densitas yang dilakukan sehingga antara

pengukuran larutan sampel dan standar tidak terjadi kesesuaian. Konsentrasi distilat

berada pada konsentrasi larutan etanol-air 42,605 % vol, dimana seharusnya distilat

merupakan etanol murni karena merupakan hasil pemurnian dari proses distilasi.
Namun, hal ini menandakan bahwa distilat yang ada masih mengandung cukup

banyak air. Adanya kontaminan air pada distilat ini dapat disebabkan karena pada

saat pengoperasian, temperatur flask cenderung sangat tinggi yakni berada pada

sekitar titik didih air dikarenakan heater yang bermasalah dan tidak bisa diatur

temperaturnya. Hal ini menyebabkan zat yang teruapkan bukan hanya etanol saja,

melainkan juga sebagian air ikut teruapkan ke dalam penampung distilat. Akibatnya

produk yang dihasilkan dari proses destilasi ini belum sepenuhnya murni etanol

dikarenakan adanya kontaminan air tersebut.

Jika dilihat dari perhitungan neraca massa total dan komponennya,, terlihat

juga hasil yang sama. Massa feed, bottom, dan distilat masing-masing adalah

2988,000 g, 2027,535 g, dan 959,780 g. Dengan massa komponen etanol pada feed,

bottom, dan distilat masing-masing adalah 1348,783 g, 0 g, dan 852, 381 g. Dimana

pada bottom tidak terdapat lagi etanol karena semua etanol sudah menguap.

Perhitungan kesetimbangan uap cair dilakukan untuk menentukan komposisi

fasauap dan fasa cair suatu campuran yang berada dalam keadaan setimbang. Titik

azeotrop dapat diketahui dengan adanya kurva kesetimbangan. Azeotrop sendiri

adalah campuran dari dua atau lebih cairan dalam sedemikian rupa sehingga

komponen yang tidak dapat diubah dengan distilasi sederhana dimana larutan etanol-

air termasuk dalam kategori itu. Titik azeotrop terletak pada perpotongan antara garis

kesetimbangan dan garis operasi yaitu pada titik 0.94:0.94. Titik azeotrop ini dapat

ditingkatkan untuk mendapatkan etanol yang lebih murni yakni dengan

ditambahkannya karbon aktif/zeolit/molecular sieve. Bahan-bahan tersebut


mempunyai molekul dengan rongga yang sangat kecil dan sangat banyak sehingga

dapat menyerap molekul air yang lebih kecil daripada molekul alkohol.

1.2

1
fraksi uap etanol - air

0.8

0.6 Garis operasi


0.4
Garis
0.2 kesetimbangan
etanol - air
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
fraksi cair etanol - air

Gambar 3.2 Kurva Kesetimbangan Uap Cair Larutan Etanol-Air

Selayaknya alat destilasi lain, destilator tray column juga memiliki kondensor

yang berfungsi sebagai tempat perpindahan panas antara larutan dengan pendingin.

Media pendingin yang digunakan dalam percobaan ini air yang digunakan untuk

menurunkan temp

eratur zat yang teruapkan (etanol) sehingga berubah dari fase uap menjadi fase

cair dan tertampung di distilat. Pada destilasi tray column, akan terdapat 2 jenis panas

yaitu panas sensibel dan panas laten. Panas sensibel terjadi pada bagian luar pipa

kondensor dimana terjadi perpindahan panas secara konduksi dari pipa kecil bagian

dalam yg dialiri fluida panas ke pipa kecil bagian luar yang berkontak dengan fluida

dingin (air) yang kemudian panas mengalir secara konveksi ke seluruh bagian air.

Perpindahan panas ini ditandai dengan naiknya temperatur media pendingin (air)
seperti pada menit ke-20, temperatur masuk sebesar 24ºC, meningkat hingga 16ºC

pada temperatur keluaran menjadi 40ºC. Perpindahan panas ini hanya menyebabkan

peningkatan temperatur saja pada media. Sedangkan panas laten terjadi pada pipa

bagian dalam dimana zat yang teruapkan mengalir. Terjadi perubahan fase distilat

dari fase gas menjadi fase cair akibat perpindahan panas yang terjadi secara konveksi

pada bagian luar pipa kecil yang berkontak dengan air ke bagian dalam pipa kecil

yang berkontak dengan zat yang teruapkan yang kemudian berpindah secara konveksi

ke seluruh bagian fluida sehingga menyebabkan perubahan fase dari fase gas ke fase

cair dan tertampung sebagai distilat. Panas yang ditransfer memiliki besar yang sama

dengan panas yang diterima. Pada distilat energi tersebut digunakan untuk mengubah

fase sedangkan pada media pendingin digunakan untuk menaikkan temperatur. Pada

data terlihat, semakin lama waktu, maka perpindahan panas yang terjadi semakin

menurun. Ini dikarenakan semakin lama waktu, volume zat yang teruapkan semakin

sedikit sehingga energi yang diperlukan untuk mengubah fase pun akan semakin

berkurang. Akibatnya volume air pendingin pun semakin sedikit yang diperlukan

dibandingkan pada saat awal operasi. Hal ini juga ditandai dengan massa distilat yang

semakin menurun seiring waktu.

Dari kurva kesetimbangan yang ada, dapat diketahui jumlah tray minimum.

Jumlah tray minimum ini merupakan jumlah tray yang dibutuhkan sehingga dapat

menghasilkam etanol dengan fraksi mol sebesar 0.881. Pada percobaan ini tidak

digunakan refluks untuk pengoptimalan operasi. Dari percobaan yang dilakukan,

didapatkan jumlah tray minimum adalah 5. Dimana feed masuk pada tray ke-3.
1.2

1
fraksi uap etanol - air

0.8

0.6 Garis operasi


0.4
Garis
0.2 kesetimbangan
etanol - air
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
fraksi cair etanol - air

Gambar 3.3 Jumlah Tray Minimum Alat (Secara Teoritis)


BAB IV

PENUTUP

Dari percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

1. Semakin tinggi konsentrasi dari etanol maka densitas dari larutan tersebut

akan semakin mendekati sekitar densitas etanol teoritis. Sebaliknya, semakin

rendah konsentrasi dari etanol maka densitas dari larutan tersebut akan

semakin mendekati sekitar densitas air.

2. Konsentrasi feed, bottom, dan distilat pada percobaan ini masing-masing

adalah 9,1467 % mol, 29,250 % mol, dan -2,042 % mol.

3. Massa feed, bottom, dan distilat masing-masing adalah 2988,000 g, 2027,535

g, dan 959,780 g. Dengan massa komponen etanol pada feed, bottom, dan

distilat masing-masing adalah 1348,783 g, 0 g, dan 852, 381 g.

4. Titik azeotrop yang didapat dari kurva kesetimbangan uap-cair terletak pada

perpotongan antara garis kesetimbangan dan garis operasi yaitu pada titik

0.94:0.94.

5. Pada destilasi tray column, akan terdapat 2 jenis panas yaitu panas sensibel

dan panas laten yang semakin menurun setiap waktu.

6. Jumlah tray minimum pada alat adalah 5 dimana feed masuk pada tray ke-3.
DAFTAR RUJUKAN

Abbassato, Tony Irwanto & Eko Aris Budiarto. (2007). Efisiensi Kolom Sieve Tray

pada Destilasi yang Mengandung Tiga Komponen (Aceton-Alkohol-Air).

Jurnal Nasional. 978-979.

Bailey, B.K.,(1996). Performance of Ethanol as a Transportation Fuel dalam Hand

Book on Bioethanol : Production and utilization, editor C.E., Wayman, Taylor

& Francis, Washington.

Eistein Yazid, 2005, Kimia Fisika Untuk Paramedis, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Logsdon, J.E., 1994, “Ethanol”, editor J.I Kroschwitz dan M.H. Grant, John Wiley &

Sons inc., edisi 4, Vol. 9.

Prisca, Violetta Effendi & Simon Bambang Widjanarko. (2014). Distilasi dan

Karakterisasi Minyak Atsiri Rimpang Jeringau. Jurnal Pangan dan

Agroindustri. Vol.2, No.2. 1-8.

Tipler, P.A. 1996. Fisika Untuk Sains dan Teknik Jilid 2. Erlangga. Jakarta
LAMPIRAN

A. PERHITUNGAN KURVA STANDAR ETANOL-AIR (%MOL)

1. DENSITAS ETANOL-AIR 0%

Massa pikno kosong = 12,5717 g

Massa pikno + isi = 17,7329 g

Volume pikno = 5 mL

ρ = (Massa pikno + isi) - (Massa pikno kosong)

Volume Pikno

= (17,7329 g - 12,5717 g)

5 mL

= 1,0323 g/mL

2. % VOLUME MENJADI % MOL

Basis : 50 mL larutan etanol 20%

Volume Etanol = 10 mL

Volume air = 40 mL

Massa Larutan = volume larutan x densitas larutan

= 50 mL x 0,9960 g/mL
= 49,8 g

Massa air = volume air x densitas air(28°C)

= 40 mL x 0,996232 g/mL

= 39,8492 g

Mol Air = massaAir


BM

= 39,8492 g = 2,2138 gmol


18 g / gmol

Massa Etanol = massa larutan – massa air

= 49,8 g – 39,8492 g

= 9,9507 g

Mol Etanol = massaEthanol


BM

= 9,9507 g = 0,2163 gmol


46 g / gmol

%Mol = molEthanol
x100%
molEthanol  molAir

= 0,2163
x100%
0,2163  2,3138

= 8,9014%
B. PERHITUNGAN KONSENTRASI UMPAN, DESTILAT DAN BOTTOM

(% MOL)

1. UMPAN/FEED

Regresi Kurva standar

y = -0,0024x + 1,0186

x = % mol etanol-air

y = densitas

densitas umpan/feed = 0,9960 g/mL

y  1,0186
x =
 0.0024

0,9960  1,0186
=
 0.0024

= 9,4167%

2. DESTILAT

Regresi Kurva standar

y = -0,0024x + 1,0186

x = % mol etanol-air
y = densitas

densitas destilat = 0,9484 g/mL

y  1,0186
x =
 0.0024

0,9484  1,0186
=
 0.0024

= 29,2500%

3. BOTTOM

y = -0,0024x + 1,0186

x = % mol etanol-air

y = densitas

densitas bottom = 1,0235 g/mL

y  1,0186
x =
 0.0024

1,0235  1,0186
=
 0.0024

= -2,0417%
C. NERACA MASSA TOTAL

1. MASSA UMPAN/FEED

Feed = densitas x volume

= 0,996 g/mL x 3000 mL

= 2988,0 g

2. MASSA DESTILAT

Destilat = densitas x volume

= 0,9484 g/mL x 1012 mL

= 959,7808 g

3. BOTTOM

Bottom = densitas x volume

= 1,0235 g/mL x 1981 mL

= 2027,5535 g

4. NERACA MASSA TOTAL

F =D+B

2988,0 g = 959,7808 g + 2027,5535 g

2988,0 g = 2987,3343 g
D. NERACA MASSA KOMPONEN ETANOL TOTAL

1. FRAKSI MASSA FEED

molEthanolxBMEthanol
Xf 
(molEthanolxBMEthanol)  (molAirxBmAir )

9,4167 x46
Xf  = 0,4514
(9,4167 x46)  (29,2500 x18)

2. FRAKSI MASSA DESTILAT

molEthanolxBMEthanol
Xd 
(molEthanolxBMEthanol)  (molAirxBmAir )

29,2500 x 46
Xd  = 0,8881
(29,2500 x 46)  (9,4167 x18)

3. FRAKSI MASSA BOTTOM

molEthanolxBMEthanol
Xb 
(molEthanolxBMEthanol)  (molAirxBmAir )

0 x46
Xb  =0
(0 x46)  (100% x18)
4. NERACA MASSA TOTAL KOMPONEN ETANOL

F.xf = D.xd + B.xb

2988.00x 0,4514 = (959,7808 x 0,8881) + (2027,5535 x 0)

1348,7832 = 852,3813

E. NERACA PANAS

Untuk t = 10 menit

Massa etanol = volume destilat (mL) x Densitas(g/mL)

= 376 mL x 0,9284 g/mL

= 349,0784 g

MassaEthanol 349,0784 g
Laju alir massa etanol =   34,9078 g / menit
waktu 10menit

𝜆 = 1000,4 J/g

Tin = 26oC

Tout = 40oC

Tout

 cpdT
Tin

40
=  33,46  0,688.102 T  0,7604.105 T 2  3,59.109 T 3dT
26
= 471,7343 J/gmol

𝑇𝑜𝑢𝑡
Massa etanol x λ = mol air ∫𝑇𝑖𝑛 𝑐𝑝 𝑑𝑇

34,9078 g/menit x 1000,4 J/g = mol air x 471,7343 J/gmol

g J
34,9078 x1000,4
menit g gmol
molAir   74,0285
J menit
471,7343
gmol

Laju alir massa air = mol air x BM

= 74,0285 gmol/menit x 18 g/gmol

= 1332,513 g/menit

Laju alir massa air rata-rata =

1332,513  940,002  910,548  565,094  663,411  394,836


6

= 801,069 g/menit

Anda mungkin juga menyukai