Laporan Pendahuluan Hiv
Laporan Pendahuluan Hiv
Disusun Oleh :
Oleh :
Hari :
Tanggal :
Mengetahui
( ) ( )
NIP. NIP.
A. HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)
1. Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang melemahkan
sistem kekebalan tubuh atau perlindungan tubuh manusia. Virus inilah yang
menyebabkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) (Brooks, 2004).
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu
jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih
tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda
yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh
manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang
seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada
orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500.
Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada
orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan
pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti
kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk
melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS
melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya
berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).
2. KLASIFIKASI
Stadium1 :Periode Jendela
HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibodi terhadap HIV dalam
darah
Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
Test HIV belum dapat mendeteksi keberadaan virus ini
Tahap ini disebut periodejendela, umumnya berkisar 1-6 bulan.
Stadium2 :HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun:
HIV berkembang biak dalam tubuh
Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk
antibodi terhadap HIV
Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan tubuhnya
(rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih pendek).
Stadium3 :HIV Positif (muncul gejala)
Sistem kekebalan tubuh semakin turun
Mulai muncul gejala infeksi opportunistik, misalnya: pembengkakan kelenjar limfa di
seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll
Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan tubuhnya
Stadium 4 : AIDS
Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah
Berbagai penyakit lain (infeksi opportunistik) semakin parah
Wasting (kehilangan berat badan secara drastis)
Diare kronis.
Kelas Kriteria
Stadium Klinis 1 Asimtomatik
Asimtomatik. Limfadenopati generalisata persisten
Total CD4>500
Stadium klinis 2 Penurunan berat badan 10%
Sakit ringan. ISPA berulang (sinusitis,tonsillitis,otitis media dan
Total CD4:200-499 faringitis)
Herpes zoster
Kelitis angularis
Stadium klinis 3 penurunan berat badan >10%
Sakit sedang Diare kronis >1 bulan
Kandidiasis oral
TB paru
Limfadenopathy generalisata persisten
Stadium klinis 4 HIV wasting syndrome
Sakit berat (AIDS) Pneumonia
Total CD4 <200 Herpes simpleks > 1 bulan
Kandidiasis esophagus
Sarkoma Kaposi
Toksoplasmosis
Ensefalopathy HIV
Meningitis kriptokus
Mikosis profunda
Limfoma
Karsinoma
isoprosiasis kronis
Neropathy dan kardiomegalu terkait HIV
3. ETIOLOGI
Penyebabnya adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV).HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut
HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-
2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1.Maka
untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
AIDS disebabkan agent virus HIV yang masuk melalui darah dan semua cairan
tubuh (semen, ludah, sekret vagina, urine, ASI dan air mata). Virus ini masuk kedalam
pembuluh darah kemudian menyerang sel darah putih jenis Lymphosit tepatnya sel T
helper CD 4. penularan HIV / AIDS dapat terjadi melalui cara sebagai berikut :
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Partner seks dari penderita HIV/AIDS.
3. Penerima darah atau produk darah (transfusi) yang tercemar HIV.
4. Penggunaan jarum suntik, tindik, tattoo, pisau cukur, dll yang dapat
menimbulkan luka yang tidak disterilkan secara bersama-sama dipergunakan
dan sebelumnya telah dipakai orang yang terinfeksi HIV. Cara-cara tersebut
dapat menularkan HIV karena terjadi kontak darah.
5. Ibu positif HIV kepada bayi yang dikandungnya. Cara penularan ini dapat terjadi
saat:
a. Antenatal, yaitu melalui plasenta selama bayi dalam kandungan.
b. Intranatal, yaitu saat proses persalinan, dimana bayi terpapar oleh darah
ibu atau cairan vagina
c. Postnatal, yaitu melalui air susu ibu.
4. FAKTOR RESIKO
Dari 49 kasus yang faktor resikonya diketahui, sebanyak 90% penularan melalui
hubungan seksual, yaitu homoseksual 16% dan heteroseksual 74%, sisanya dari
transfusi darah dan jarum suntik. Dari50 kasus yang diketahui pekerjaannya 38% WTS,
20% pekerja swasta, 12% PNS, 10% tenaga kerja luar negri 6% mahasiswa, 16% lain
–lain.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita.
Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
3. Orang yang ketagihan obat intravena
4. Partner seks dari penderita AIDS
5. Melakukan hubungan tanpa perlindungan
6. Laki-laki yang belum tersikumsisi
7. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
Cara Penularan
Cara penularan AIDS (Arif, 2000)antara lain sebagai berikut :
a. Lelaki homoseksual atau biseks.
b. Partner seks dari penderita HIV/AIDS.
c. Penggunaan jarum suntik, tindik, tattoo, pisau cukur, dll yang dapat menimbulkan
luka yang tidak disterilkan secara bersama-sama dipergunakan dan sebelumnya
telah dipakai orang yang terinfeksi HIV. Cara-cara tersebut dapat menularkan HIV
karena terjadi kontak darah.
d. Ibu positif HIV kepada bayi yang dikandungnya. Cara penularan ini dapat terjadi
saat:
Antenatal, yaitu melalui plasenta selama bayi dalam kandungan.
Intranatal, yaitu saat proses persalinan, dimana bayi terpapar oleh darah ibu
atau cairan vagina
Postnatal, yaitu melalui air susu ibu.
e. Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual
f. Penerima darah atau produk darah (transfusi) yang tercemar HIV, yaitu:
Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%
Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,03%
Terpapar mukosa yang mengandung HIV,risiko penularan 0,0051%
5. MANIFESTASI KLINIS
Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan
gejala minor (tidak umum terjadi) :
Gejala mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopati
Gejala minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidias orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalis
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008), gejala
klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
a. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi.
Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit
tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak
mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada
orang lain.
b. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih.
Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh,
penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti
pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare,
berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.
c. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir
pada penyakit yang disebut AIDS.
3 Manifestasi gastrointestinal
a. diare Penurunan berat badan, anoreksia,
cryptosporidium, isopora belli, Demam; dehidrasi, malabsorpsi(
microsporidum, sitomegalovirus, virus malaise, kelemahan dan keletihan)
herpes simpleks, mycobacterium avium Kehilangan kemampuan utuk
intacelulare, strongiloides stercoides, melakukan funsi social karena
enterovirus, adenovirus, salmonella, ketidakmampuan meninggalkan rumah
shigella, campylobacter, vibrio Inkontinesia
parahaemiliticus, candida, histoplasma
capsulatum, giardia, entamoba
histolytica, pertumbuhan cepat flora
normal, limfoma dan sarcoma kaposi’s
b. hepatitis Anoreksia, mual, muntah, nyeri
mycobacterium avium intacelulare, abdomen, ikterik, demam, malaise,
cryptococus, sitomegalovirus, kemerahan, nyeri persendia,
histoplasma, coccidiomycosis, keletihan(hepatomegali, gagal
microsporidum, virus epsten-barr, virus- hepatic,kematian)
virus hepatitis(A, B, C, D) dan E,
limfoma, sarcoma kaposi’s,
penggunaan obat illegal, penggunaan
alcohol, penggunaan obat golongan
sulfa
c. disfungsi biliari Nyeri abdomen, anoreksia, mual dan
kolangitis akibat sitimegalovirus dan muntah ikterik
cryptosporidium: limfoma dan sarcoma
kaposi’s
d. penyakit anorectal Eliminasi yang sulit dan sakit, nyeri
karena abses dan fistula, ulkus dan rectal, gatal-gatal, diare
inflamasi perianal yang diakibatkan dari
infeksi oleh chlamydia,
lymphogranulum venereum, gonore,
sifilis, shigella, campylobacter, M
tuberculosis, herpes simpleks, candida,
herpes simpleks, sitomegalovirus,
obstruksi candida albicans karena
limfoma sarcoma kaposi’s; kutil
papilomavirus
4 Manifestasi respiratori
Infeksi Napas pendek, batuk, nyeri(hipoksia,
Pneumocytis carinii, mycobacterium intoleransi aktifitas, keletihan; gagal
avium intacelulare, M tuberculosis, respiratori, kematian)
candida , Chlamydia, histoplasma
capsulatum, toxoplasma gondii,
coccidiodes immitis, Cryptococcus
neoforms, sitomegalovirus, virus-virus
influenza, pneumococcus,
strongyloides
limfoma dan sarcoma kaposi’s Napas pendek, batuk, nyeri(hipoksia,
intoleransi aktifitas, keletihan; gagal
respiratori, kematian)
5 Manifestasi dermatologic
Lesi-lesi kulit stafilokokus(bullous Nyeri, gatal-gatal, rasa terbakar, infeksi
impetigo, etkima, folikulitis), sekunder dan sepsis, cacat dan
lesi-lesi virus herpes simpleks (oral, perubahan citra diri
fasial, anal dan vulvovaginal)
herpes zoster
lesi-lesi miobakteri kronik timbul diatas
nodus-noduls limfe atau sebagai
ulserasi atau macula hemoragik
lesi lain berhubungan dengan infeksi
pseudomonas aeruginosa, molluscum
contangiosum, candida albicans, cacing
gelang, Cryptococcus,
sporoticosis(dermatitis yang
disebabkan oleh xerosis reaksi obat
trutama sulfa
lesi dari parasit seperti scabies atau
tuma ; sarcoma kaposi’s, dekubitus,
dan kerusakan integritas kulit akibat
lamanya tekanan dan inkontinens
6 Manifestasi sensorik
a. pandangan kebutaan
sarcoma kaposi’s pada konjugtiva atau
kelopak mata, retinis sitomegalovirus
b. pendengaran Nyeri dan kehilangan pendengaran
otitis eksternal akut dan otitis media;
kehilangan pendengaran yang
berhubungan dengan mielopati,
meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-
reaksi obat
6. PATOFISIOLOGI (TERLAMPIR)
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Tes Serologis
Rapid test dengan menggunakan reagen SD HIV, Determent, dan Oncoprobe.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan pengamatan visual. Klien dinyatakan
positif HIV apabila hasil dari ketiga tes tersebut reaktif. Tes ini paling sering
digunakan karena paling efektif dan efisien waktu.
ELISA
Bereaksi dengan antibodi yang ada di dalam serum yang
memperlihatkan warna yang lebih tua jika terdeteksi antibodi virus dalam jumlah
besar. Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas 93% sampai 98% dan
spesifisitas 98% sampai 99%. Pemeriksaan ini dilakukan dua kali untuk
menghindari adanya positif palsu atau negatif palsu yang akan berakibat sangat
fatal. Jika pada kedua pemeriksaan menunjukkan hasil positif, maka dilanjutkan
dengan pemeriksaan yang lebih spesifik yaitu Western Blot. Jika hasilnya negatif
maka dilakukan pemeriksaan ulang 3-6 bulan berikutnya.
- Reaksi silang dengan konstituen sel normal atau retrovirus manusia lainnya.
- Penyebab-penyebab yang belum dapat dipastikan tapi mungkin ada reaksi
silang terhadap protein virus, dinding sel atau antibodi.
Negatif palsu:
8. Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ada obat-obatan yang dapat menghilangkan HIV dari dalam
tubuh individu. Ada beberapa kasus yang menyatakan bahwa HIV/AIDS dapat
disembuhkan. Setelah diteliti lebih lanjut, pengobatannya tidak dilakukan dengan
standar medis, tetapi dengan pengobatan alternatif atau pengobatan lainnya. Obat-
obat yang digunakan adalah untuk menahan penyebaran HIV dalam tubuh tetapi tidak
menghilangkan HIV dari dalam tubuh.
Untuk menahan lajunya tahap perkembangan virus beberapa obat yang ada adalah
antiretroviral dan infeksi oportunistik.
Waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan dengan seksama karena obat
ARV akan diberikan dalam jangka panjang. Berikut ketentuannya:
a. ARV dimulai pada semua pasien yang telah menunjukkan gejala yang termasuk
dalam kriteria diagnosis AIDS, atau menunjukkan gejala yang sangat berat, tanpa
melihat jumlah limfosit CD4+.
b. ARV dimulai pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ kurang dari 350 sel
/ mm3.
c. ARV dimuali pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ 200 – 350 sel / mm3.
d. ARV dapat dimulai atau ditunda pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+
lebih dari 350 sel / mm3 dan viral load lebih dari 100.000 kopi/ml.
e. ARV tidak dianjurkan dimulai pada pasien dengan limfosit CD4+ lebih dari 350
sel/mm3 dan viral load kurang dari 100.000 kopi/ml.
Keadaan klinik dalam penentuan pemberian terapi ARV (WHO, 2010)
10. Penularan
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu
penyakit yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang
rentan, tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman (port’d entrée). Virus
HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel Limfosit T dan sel otak
sebagai organ sasarannya.Virus HIV sangat lemah dan mudah mati diluar
tubuh. Sebagai vehikulum yang dapat membawa virus HIV keluar tubuh dan
menularkan kepada orang lain adalah berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh
yang terbukti menularkan diantaranya semen, cairan vagina atau servik dan
darah penderita (Siregar, 2004).
Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga
kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui:
a) Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik homoseksual maupun
heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering
terjadi.Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina.Infeksi
dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada pasangan
seksnya.Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan pasangan seks,
jumlah pasangan seks dan jenis hubungan seks.Pada penelitian Darrow
(1985)ditemukan resiko seropositive untuk zat anti terhadap HIV cenderung
naik pada hubungan seksual yang dilakukan pada pasangan tidak
tetap.Orang yang sering berhubungan seksual dengan berganti pasangan
merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV
(Siregar, 2004).
Homoseksual di dunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat
promiskuitas homoseksual menderita AIDS, berumur antara 20-40 tahun
dari semua golongan krusial. Cara hubungan seksual anogenetal
merupakan perilaku seksual dengan resiko tinggi bagi penularan HIV,
khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi semen dari
seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan dengan mukosa rektum
yang sangat tipis dan mudah sekali mengalami pertukaran pada saat
berhubungan secara anogenital.
Heteroseksual di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama
melalui hubungan heteroseksual pada promiskuitas dan penderita
terbanyak adalah kelompok umur seksual aktif baik pria maupun wanita
yang mempunyai banyak pasangan dan berganti-ganti.
b) Transmisi Non Seksual
Transmisi Parenteral jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik)
yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik
suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-
sama. Disamping dapat juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh
petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara
transmisi parental ini kurang dari 1%. Darah/Produk Darah Transmisi
melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara barat
sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di
negara barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum
ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah
lebih dari 90%.
Transmisi Transplasental penularan dari ibu yang mengandung HIV
positif ke anak mempunyai resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi
sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air
susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah. (Siregar, 2004)
11. PENCEGAHAN
Untuk mencegah penularan HIV/AIDS, dapat diingat menggunakan
ABCDE, yang terdiri dari:
1. Abstinence, yaitu tidak melakukan hubungan seksual di luar pernikahan
(abstinansia).
2. Be faithful, yaitu tetap setia pada pasangannya, untuk yang sudah
menikah.
3. Condom, gunakan kondom saat melakukan hubungan seksual (melindungi
diri).
4. Don't do drugs, tidak melakukan penyalahgunaan Napza sama sekali.
5. Equipment, berhati-hati terhadap peralatan yang beresiko membuat luka
dan digunakan secara bergantian (bersamaan), misalnya jarum suntik,
pisau cukur, dll.
DX 2
Tujuan : Infeksi HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan memperhatikan universal
precautions
Kriteria Hasil : kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV, tidak
terinfeksi patogen lain seperti TBC.
Intervensi Rasional
1. Anjurkan pasien atau orang Pasien dan keluarga mau dan
penting lainnya metode mencegah memerlukan informasikan ini
transmisi HIV dan kuman patogen
lainnya. Mencegah transimisi infeksi HIV ke
2. Gunakan darah dan cairan tubuh orang lain
precaution bial merawat pasien.
Gunakan masker bila perlu.
DX 3
Tujuan : Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan
Kriteria Hasil : bebas dyspnea dan takikardi selama aktivitas.
Intervensi Rasional
1. Monitor respon fisiologis terhadap Respon bervariasi dari hari ke hari
aktivitas
2. Berikan bantuan perawatan yang Mengurangi kebutuhan energi
pasien sendiri tidak mampu
3. Jadwalkan perawatan pasien Ekstra istirahat perlu jika karena
sehingga tidak mengganggu meningkatkan kebutuhan metabolik
isitirahat.
DX 4
Tujuan : Pasien mempunyai intake kalori dan protein yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan metaboliknya
Kriteria Hasil mual dan muntah dikontrol, pasien makan TKTP, serum albumin
dan protein dalam batas n ormal, BB mendekati seperti sebelum sakit.
Intervensi Rasional
1. Monitor kemampuan mengunyah Intake menurun dihubungkan dengan
dan menelan. nyeri tenggorokan dan mulut
2. Monitor BB, intake dan ouput Menentukan data dasar
3. Atur antiemetik sesuai order Mengurangi muntah
4. Rencanakan diet dengan pasien Meyakinkan bahwa makanan sesuai
dan orang penting lainnya. dengan keinginan pasien
DX 5
Tujuan : Pasien merasa nyaman dan mengnontrol direnya
Kriteria Hasil diare, komplikasi minimal dengan kriteria perut lunak, tidak tegang,
feses lunak dan warna normal, kram perut hilang,
Intervensi Rasional
1. Kaji konsistensi dan frekuensi Mendeteksi adanya darah dalam
feses dan adanya darah. feses
2. Auskultasi bunyi usus
3. Atur agen antimotilitas dan Hipermotiliti mumnya dengan diare
psilium (Metamucil) sesuai order Mengurangi motilitas usus, yang
4. Berikan ointment A dan D, vaselin pelan, emperburuk perforasi pada
atau zinc oside intestinal
Untuk menghilangkan distensi
Dx 6
Tujuan : Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem dan
adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya
Kriteria Hasil: pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif
Intervensi Rasional
1. Kaji koping keluarga terhadap sakit Memulai suatu hubungan dalam
pasein dan perawatannya bekerja secara konstruktif dengan
2. Biarkan keluarga mengungkapkana keluarga.
perasaan secara verbal Mereka tak menyadari bahwa
3. Ajarkan kepada keluaraga tentang mereka berbicara secara bebas
penyakit dan transmisinya. Menghilangkan kecemasan tentang
transmisi melalui kontak sederhana
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito.2000.Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6.
Jakarta:EGC.
Murtiastutik, D., 2008. Terapi Anti Retrovirus pada HIV/AIDS. In: Barakbah, J.,
Lumintang, H., Martodihardjo, S., Buku Ajar Infeksi Menular
Seksual.Surabaya: Airlangga University Press. 221-231.
Hanum, S. Y. M., 2009. Hubungan Kadar CD4 dengan Infeksi Jamur Superfisialis
pada Penderita HIV di RSUP H.Adam Malik Medan. Medan: Uviversitas
Sumatra Utara.
10 Langkah Replikasi HIV
1. Virus Bebas
2. Peningkatan dan penembusan : virus mengikat pada reseptor CD4 dan
salah satu koreseptor (CCR5 atau CXCR4)
3. Penembusan: virus mengosongkan isinya ke dalam sel CD4
4. Reverse Transcription : RNA (serat tungal) virus diubah menjadi DNA (dua
serat) oleh enzyme reverse transcriptase
5. Pemaduan : DNA virus disatukan dengan DNA sel oleh enzim integrase
6. Transcription : Waktu sel yang terinfeksi menggandakan diri, DNA virus
“dibaca” dan rantai protein yang panjang dibuat
7. Perakitan : rantai protein virus mengelompok
8. Tonjolan : jutaan virus yang belum matang mendesak ke luar sel .enzim
protease mulai mengelola protein dalam virus yang baru terbentuk
9. Virus yang belum matang melepaskan diri dari sel yang terinfeksi
10. Menjadi matang : rantai protein pada bibit virus baru dipotong ooleh enzim
protease menjadi protein tunggal. Protein ini menggabung untuk membentuk
inti virus dan membuat virus yang siap bekerja