Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

“Human Immunodeficiency Virus (HIV)”

Disusun untuk Melengkapi Tugas Profesi Ners Departemen Medikal

Disusun Oleh :

Anunggal Lulus Waretna


170070301111029

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

“Human Immunodeficiency Virus (HIV)”

Untuk Memenuhi Tugas Individu Pendidikan Profesi Ners

Departemen Medikal Ruang 28 RSSA Malang

Oleh :

Anunggal Lulus Waretna


170070301111029

Telah diperiksa kelengkapannya pada :

Hari :

Tanggal :

Dan dinyatakan memenuhi kompetensi

Mengetahui

Perseptor Akademik, Perseptor Klinik,

( ) ( )

NIP. NIP.
A. HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)
1. Definisi
 HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang melemahkan
sistem kekebalan tubuh atau perlindungan tubuh manusia. Virus inilah yang
menyebabkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) (Brooks, 2004).
 HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu
jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih
tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda
yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh
manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang
seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada
orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500.
Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada
orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan
pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).
 AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti
kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk
melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS
melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya
berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).

2. KLASIFIKASI
Stadium1 :Periode Jendela
 HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibodi terhadap HIV dalam
darah
 Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
 Test HIV belum dapat mendeteksi keberadaan virus ini
 Tahap ini disebut periodejendela, umumnya berkisar 1-6 bulan.
Stadium2 :HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun:
 HIV berkembang biak dalam tubuh
 Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
 Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk
antibodi terhadap HIV
 Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan tubuhnya
(rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih pendek).
Stadium3 :HIV Positif (muncul gejala)
 Sistem kekebalan tubuh semakin turun
 Mulai muncul gejala infeksi opportunistik, misalnya: pembengkakan kelenjar limfa di
seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll
 Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan tubuhnya
Stadium 4 : AIDS
 Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah
 Berbagai penyakit lain (infeksi opportunistik) semakin parah
 Wasting (kehilangan berat badan secara drastis)
 Diare kronis.
Kelas Kriteria
Stadium Klinis 1  Asimtomatik
Asimtomatik.  Limfadenopati generalisata persisten
Total CD4>500
Stadium klinis 2  Penurunan berat badan 10%
Sakit ringan.  ISPA berulang (sinusitis,tonsillitis,otitis media dan
Total CD4:200-499 faringitis)
 Herpes zoster
 Kelitis angularis
Stadium klinis 3  penurunan berat badan >10%
Sakit sedang  Diare kronis >1 bulan
 Kandidiasis oral
 TB paru
 Limfadenopathy generalisata persisten
Stadium klinis 4  HIV wasting syndrome
Sakit berat (AIDS)  Pneumonia
Total CD4 <200  Herpes simpleks > 1 bulan
 Kandidiasis esophagus
 Sarkoma Kaposi
 Toksoplasmosis
 Ensefalopathy HIV
 Meningitis kriptokus
 Mikosis profunda
 Limfoma
 Karsinoma
 isoprosiasis kronis
 Neropathy dan kardiomegalu terkait HIV
3. ETIOLOGI
Penyebabnya adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV).HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut
HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-
2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1.Maka
untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
AIDS disebabkan agent virus HIV yang masuk melalui darah dan semua cairan
tubuh (semen, ludah, sekret vagina, urine, ASI dan air mata). Virus ini masuk kedalam
pembuluh darah kemudian menyerang sel darah putih jenis Lymphosit tepatnya sel T
helper CD 4. penularan HIV / AIDS dapat terjadi melalui cara sebagai berikut :
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Partner seks dari penderita HIV/AIDS.
3. Penerima darah atau produk darah (transfusi) yang tercemar HIV.
4. Penggunaan jarum suntik, tindik, tattoo, pisau cukur, dll yang dapat
menimbulkan luka yang tidak disterilkan secara bersama-sama dipergunakan
dan sebelumnya telah dipakai orang yang terinfeksi HIV. Cara-cara tersebut
dapat menularkan HIV karena terjadi kontak darah.
5. Ibu positif HIV kepada bayi yang dikandungnya. Cara penularan ini dapat terjadi
saat:
a. Antenatal, yaitu melalui plasenta selama bayi dalam kandungan.
b. Intranatal, yaitu saat proses persalinan, dimana bayi terpapar oleh darah
ibu atau cairan vagina
c. Postnatal, yaitu melalui air susu ibu.
4. FAKTOR RESIKO
Dari 49 kasus yang faktor resikonya diketahui, sebanyak 90% penularan melalui
hubungan seksual, yaitu homoseksual 16% dan heteroseksual 74%, sisanya dari
transfusi darah dan jarum suntik. Dari50 kasus yang diketahui pekerjaannya 38% WTS,
20% pekerja swasta, 12% PNS, 10% tenaga kerja luar negri 6% mahasiswa, 16% lain
–lain.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita.
Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
3. Orang yang ketagihan obat intravena
4. Partner seks dari penderita AIDS
5. Melakukan hubungan tanpa perlindungan
6. Laki-laki yang belum tersikumsisi
7. Penerima darah atau produk darah (transfusi).

Cara Penularan
Cara penularan AIDS (Arif, 2000)antara lain sebagai berikut :
a. Lelaki homoseksual atau biseks.
b. Partner seks dari penderita HIV/AIDS.
c. Penggunaan jarum suntik, tindik, tattoo, pisau cukur, dll yang dapat menimbulkan
luka yang tidak disterilkan secara bersama-sama dipergunakan dan sebelumnya
telah dipakai orang yang terinfeksi HIV. Cara-cara tersebut dapat menularkan HIV
karena terjadi kontak darah.
d. Ibu positif HIV kepada bayi yang dikandungnya. Cara penularan ini dapat terjadi
saat:
 Antenatal, yaitu melalui plasenta selama bayi dalam kandungan.
 Intranatal, yaitu saat proses persalinan, dimana bayi terpapar oleh darah ibu
atau cairan vagina
 Postnatal, yaitu melalui air susu ibu.
e. Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual
f. Penerima darah atau produk darah (transfusi) yang tercemar HIV, yaitu:
 Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%
 Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,03%
 Terpapar mukosa yang mengandung HIV,risiko penularan 0,0051%
5. MANIFESTASI KLINIS
Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan
gejala minor (tidak umum terjadi) :
Gejala mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopati
Gejala minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidias orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalis
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) (2008), gejala
klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
a. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi.
Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit
tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak
mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada
orang lain.
b. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih.
Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh,
penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti
pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare,
berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.
c. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir
pada penyakit yang disebut AIDS.

Tabel manifestasi klinik AIDS berdasarkan system organ yang terinfeksi:


Manifestasi-manifestasi klinik AIDS
No Kemungkinan penyebab Kemungkinan efek
1. Manifestasi oral
Lesi-lesi karena: candida, herpes Nyeri oral mengarah pada kesulitan
simpleks, sarcoma kaposi’s; kutil mengunyah dan menelan, penurunan
papilomavirus oral, ginginitis peridontitis masukan cairan dan nutrisi, dehidrasi,
HIV; leukoplakia oral penurunan berat badan dan keletihan,
cacat.
2 Manifestasi neurologic
a. Kompleks dimensia AIDS karena:  Perubahan kepribadian, kerusakan
serangan langsung HIV pada sel-sel kognitif, konsentrasi dan penilaian
syaraf  kerusakan kemampuan motorik
 kelemahan; perlu bantuan dengan
ADL atau tidak mampu melakukan
ADL
 tidak mampu untuk berbicara atau
mengerti
 paresis/plegia
 inkontinensia urin
 menyusahkan pemberi perawatan
 ketidak mapuan untuk mematuhi
regimen medis
 ketidakmampuan untuk bekerja
 isolasi sosial
b. enselofati akut karena Sakit kepala
 reaksi obat-obat terapeutik, Malaise
 takar lajak obat Demam
 hipoksia Paralysis total atau parsial; kehilangan
 hipoglikemi karena pankreatitis kemampuan kognisi, ingatan, penilaian,
akibat obat orientasi atau afek yang sesuai,
 ketidakseimbangan elektrolit penyimpangan sensorik; kejang, koma
 meningitis atau ensefalitis yang dan kematian
diakibatkan oleh cryptococus,
virus herpes simpleks,
sitomegalovirus, mycobacterium
tuberculosis, sifilis, candida,
toxoplasma gondii
 limfoma
 infark serebral akibat vaskulitis,
sifilis meningovaskuler,
hipotensi sistemik, maranik
endokarditis
c. neuropati karena inflamasi Kehilangan control motorik; ataksia,
demielinasi diakibatkan serangan HIV kebas bagian perifer, kesemutan, rasa
langsung, reaksi obat, lesi sarcoma terbakar, depresi refleks,
kaposi’s ketidakmampuan untuk bekerja, isolasi
sosial

3 Manifestasi gastrointestinal
a. diare Penurunan berat badan, anoreksia,
cryptosporidium, isopora belli, Demam; dehidrasi, malabsorpsi(
microsporidum, sitomegalovirus, virus malaise, kelemahan dan keletihan)
herpes simpleks, mycobacterium avium Kehilangan kemampuan utuk
intacelulare, strongiloides stercoides, melakukan funsi social karena
enterovirus, adenovirus, salmonella, ketidakmampuan meninggalkan rumah
shigella, campylobacter, vibrio Inkontinesia
parahaemiliticus, candida, histoplasma
capsulatum, giardia, entamoba
histolytica, pertumbuhan cepat flora
normal, limfoma dan sarcoma kaposi’s
b. hepatitis Anoreksia, mual, muntah, nyeri
mycobacterium avium intacelulare, abdomen, ikterik, demam, malaise,
cryptococus, sitomegalovirus, kemerahan, nyeri persendia,
histoplasma, coccidiomycosis, keletihan(hepatomegali, gagal
microsporidum, virus epsten-barr, virus- hepatic,kematian)
virus hepatitis(A, B, C, D) dan E,
limfoma, sarcoma kaposi’s,
penggunaan obat illegal, penggunaan
alcohol, penggunaan obat golongan
sulfa
c. disfungsi biliari Nyeri abdomen, anoreksia, mual dan
kolangitis akibat sitimegalovirus dan muntah ikterik
cryptosporidium: limfoma dan sarcoma
kaposi’s
d. penyakit anorectal Eliminasi yang sulit dan sakit, nyeri
karena abses dan fistula, ulkus dan rectal, gatal-gatal, diare
inflamasi perianal yang diakibatkan dari
infeksi oleh chlamydia,
lymphogranulum venereum, gonore,
sifilis, shigella, campylobacter, M
tuberculosis, herpes simpleks, candida,
herpes simpleks, sitomegalovirus,
obstruksi candida albicans karena
limfoma sarcoma kaposi’s; kutil
papilomavirus
4 Manifestasi respiratori
Infeksi Napas pendek, batuk, nyeri(hipoksia,
Pneumocytis carinii, mycobacterium intoleransi aktifitas, keletihan; gagal
avium intacelulare, M tuberculosis, respiratori, kematian)
candida , Chlamydia, histoplasma
capsulatum, toxoplasma gondii,
coccidiodes immitis, Cryptococcus
neoforms, sitomegalovirus, virus-virus
influenza, pneumococcus,
strongyloides
limfoma dan sarcoma kaposi’s Napas pendek, batuk, nyeri(hipoksia,
intoleransi aktifitas, keletihan; gagal
respiratori, kematian)
5 Manifestasi dermatologic
Lesi-lesi kulit stafilokokus(bullous Nyeri, gatal-gatal, rasa terbakar, infeksi
impetigo, etkima, folikulitis), sekunder dan sepsis, cacat dan
lesi-lesi virus herpes simpleks (oral, perubahan citra diri
fasial, anal dan vulvovaginal)
herpes zoster
lesi-lesi miobakteri kronik timbul diatas
nodus-noduls limfe atau sebagai
ulserasi atau macula hemoragik
lesi lain berhubungan dengan infeksi
pseudomonas aeruginosa, molluscum
contangiosum, candida albicans, cacing
gelang, Cryptococcus,
sporoticosis(dermatitis yang
disebabkan oleh xerosis reaksi obat
trutama sulfa
lesi dari parasit seperti scabies atau
tuma ; sarcoma kaposi’s, dekubitus,
dan kerusakan integritas kulit akibat
lamanya tekanan dan inkontinens
6 Manifestasi sensorik
a. pandangan kebutaan
sarcoma kaposi’s pada konjugtiva atau
kelopak mata, retinis sitomegalovirus
b. pendengaran Nyeri dan kehilangan pendengaran
otitis eksternal akut dan otitis media;
kehilangan pendengaran yang
berhubungan dengan mielopati,
meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-
reaksi obat

6. PATOFISIOLOGI (TERLAMPIR)

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Tes Serologis
 Rapid test dengan menggunakan reagen SD HIV, Determent, dan Oncoprobe.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan pengamatan visual. Klien dinyatakan
positif HIV apabila hasil dari ketiga tes tersebut reaktif. Tes ini paling sering
digunakan karena paling efektif dan efisien waktu.
 ELISA
Bereaksi dengan antibodi yang ada di dalam serum yang
memperlihatkan warna yang lebih tua jika terdeteksi antibodi virus dalam jumlah
besar. Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas 93% sampai 98% dan
spesifisitas 98% sampai 99%. Pemeriksaan ini dilakukan dua kali untuk
menghindari adanya positif palsu atau negatif palsu yang akan berakibat sangat
fatal. Jika pada kedua pemeriksaan menunjukkan hasil positif, maka dilanjutkan
dengan pemeriksaan yang lebih spesifik yaitu Western Blot. Jika hasilnya negatif
maka dilakukan pemeriksaan ulang 3-6 bulan berikutnya.

Hasil pemeriksaan positif palsu terjadi karena keadaan berikut ini:


- Wanita Multipara
- Wanita hamil
- Individu yang pernah mengalami malaria.
- Individu yang menderita penyakit otoimun tertentu.
- Individu yang menderita beberapa jenis limfoma.
- Pemakai obat-obatan dan jarum intra vena yang digunakan bersama-sama.
- Reaksi spesifk terhadap materi seluler H yang dipakai pada piring kontrol.
- Reaksi silang dengan dinding sel dimana HIV ditumbuhkan.
- Kadang-kadang terjadi pada individu dengan titer antibodi HTLV-1 tinggi.
- Bayi baru lahir yang menunjukkan antibodi maternal sampai usia 18 bulan.
Hasil pemeriksaan negatif palsu dapat terjadi pada keadaan berikut:

- Infeksi HIV dini


- Penyebab yang tidak diketahui.
- Penyakit kanker yang mendasari.
- Pasien yang mendapatkan regimen imunosupresif jangka panjang dan
intensif.
 Western blot
Pemeriksaan ini dilakukan setelah kedua hasil pemeriksaan ELISA
dinyatakan positif, pemeriksaan ini juga dilakukan dua kali dan hanya sedikti
yang memberikan hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil postif palsu jarang,
tapi dapat terjadi pada keadaan berikut ini :

- Reaksi silang dengan konstituen sel normal atau retrovirus manusia lainnya.
- Penyebab-penyebab yang belum dapat dipastikan tapi mungkin ada reaksi
silang terhadap protein virus, dinding sel atau antibodi.
Negatif palsu:

- Penyebab-penyebab yang tidak diketahui.


 PCR (Polymerase Chain Reaction)
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
 P24 ( Protein Pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi.
2. Tes untuk deteksi gangguan sistem imun:
 Limfosit
Penurunan limfosit plasma <1200.
 Leukosit
Hasil yang didapatkan bisa normal atau menurun.
 CD4 menurun <200
 Rasio CD4/CD8
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper (
CD8 ke CD4 ) mengindikasikan supresi imun.
 Albumin
Tes Laboratorium Tujuan Tes Kisaran Normal Interpretasi Hasil;
Implikasi Keperawatan

Jumlah dan Mengukur tingkat 500-1500/ml  <200 atau 14% dari


prosentase CD4+ kesehatan sistem limfosit
imun. Perhitungan >25% limfosit mengindikasikan
ini menentukan (jumlah atau infeksi AIDS.
prosentase CD4+  Prosentase
jumlah CD4+ (sel T
yang kurang dari lebihakurat dari pada
helper) di dalam jumlah, karena
darah. Sel ini jumlah normal, akan
jumlah memiliki
bekerja untuk meningkatkan resiko variasi yang tinggi.
mempertahankan terjadinya infeksi).  Hasil mungkin
respon imun dipengaruhi waktu,
melawan infeksi. tingkat kelelahan dan
stress, tes
Jumlah prosentase
seharusnya
limfosit dilakukan dalam
menggambarkan waktu yang sama
jumlah sel CD4+. (dengan tes yang
sebelumnya) dan
dalam kondisi
terbebas dari infeksi
yang sedang atau
baru saja terjadi.
Sering dimonitoring
setiap tiga bulan.
Tes Antibodi HIV Pemeriksaan darah Negatif  Dalam 18 bulan
(ELISA) untuk mengetahui pertama dari
prosentase dari kehidupan mungkin
antibodi HIV. positif, karena
antibodi dari ibu.
 Penggunaannya
jarang digunakan
dibandingkan tes
viral. Tidak digunakan
untuk memonitor
perkembangan
penyakit.
 Hasil positif palsu
dapat terjadi.
DNA HIV Pemeriksaan darah Tidak terdeteksi  Paling sering
Polymerase Chain untuk mengetahui digunakan untuk
Reaction (PCR) prosentase dari DNA mendeteksi infeksi
Assay HIV di dalam darah. HIV neonatal.
 Mungkin memiliki
hasil positif palsu
sehingga perlu
dilakukan
pengulangan tes
selama masa infant
guna mengkonfirmai
diagnosa.
Viral Load Test Mengukur jumlah Tidak terdeteksi  Jumlah yang lebih
jumlah HIV di darah tinggi menunjukkan
tepi. Dilaporkan jumlah HIV di dalam
dalam satuan jumlah darah lebih banyak.
 Treatmen yang efektif
per milliliter darah.
seharusnya dapat
menurunkan jumlah
HIV atau
menunjukkan hasil
yang tidak terdeteksi.

8. Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ada obat-obatan yang dapat menghilangkan HIV dari dalam
tubuh individu. Ada beberapa kasus yang menyatakan bahwa HIV/AIDS dapat
disembuhkan. Setelah diteliti lebih lanjut, pengobatannya tidak dilakukan dengan
standar medis, tetapi dengan pengobatan alternatif atau pengobatan lainnya. Obat-
obat yang digunakan adalah untuk menahan penyebaran HIV dalam tubuh tetapi tidak
menghilangkan HIV dari dalam tubuh.
Untuk menahan lajunya tahap perkembangan virus beberapa obat yang ada adalah
antiretroviral dan infeksi oportunistik.

Algoritme Penilaian dan Monitor Infeksi Kronis HIV

Waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan dengan seksama karena obat
ARV akan diberikan dalam jangka panjang. Berikut ketentuannya:
a. ARV dimulai pada semua pasien yang telah menunjukkan gejala yang termasuk
dalam kriteria diagnosis AIDS, atau menunjukkan gejala yang sangat berat, tanpa
melihat jumlah limfosit CD4+.
b. ARV dimulai pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ kurang dari 350 sel
/ mm3.
c. ARV dimuali pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ 200 – 350 sel / mm3.
d. ARV dapat dimulai atau ditunda pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+
lebih dari 350 sel / mm3 dan viral load lebih dari 100.000 kopi/ml.
e. ARV tidak dianjurkan dimulai pada pasien dengan limfosit CD4+ lebih dari 350
sel/mm3 dan viral load kurang dari 100.000 kopi/ml.
Keadaan klinik dalam penentuan pemberian terapi ARV (WHO, 2010)

Kombinasi Obat ARV untuk Terapi Inisial (Djourban, 2007)


Kolom A Kolom B
Lamivudin + zidovudin
Lamivudin + didanosin Evafirenz *
Lamivudin + stavudin
Lamivudin + zidovudin
Lamivudin + stavudin Nevirapin
Lamivudin + didanosin
Lamivudin + zidovudin
Lamivudin + stavudin Nelvinafir
Lamivudin + didanosin
* Tidak dianjurkan pada wanita hamil trimester pertama atau wanita yang
berpotensi tinggi untuk hamil.
Catatan:
kombinasi yang sama sekali tidak boleh adalah : zidovudin + stavudin.
Saat ini regimen pengobatan ARV yang dianjurkan WHO adalah kombinasi dari 3
obat ARV.Terdapat beberapa regimen yang dapat dipergunakan, dengan keunggulan
dan kerugianya masing – masing.Kombinasi obat antiretroviral lini pertama yang
umumnya digunakan di Indonesia adalah kombinasi zidovudin (ZDV) / lamivudin (3TC),
dengan nevirapin (NVP).
Pada pasien ini diberikan antibiotik Cotrimoxazole 2x960 mg dan Ceftriaxone 2 x 1
gram iv untuk terapi infeksi oportunistik. Juga diberikan Nystatin drop 4x3cc untuk
mengatasi oral trush. Terapi simptomatis diberikan oksigen 2-4 liter per menit melalui
nasal canule karena pasien mengeluh sesak dan ambroxol 3 x 30 mg po untuk keluhan
batuknya.Terapi suportif diberikan dengan pemberian diet tinggi kalori dan tinggi
protein 2100 kkal/hari. ARV tidak langsung diberikan pada pasien ini, namun ARV
diberikan setelah 25 hari yaitu Stavudin 2 x 1 tablet, Lamivudin 2 x 1 tablet, dan
Efavirenx 2 x 1 tab, yang berupa kombinasi NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase
Inhibitor) dan NNRTI (Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor).
a. Obat antiretroviral adalah obat yang dipergunakan untuk retrovirus seperti HIV
guna menghambat perkembang-biakan virus. Obat-obat antiretrovirus yang
digunakan adalah:
1) Golongan obat anti-HIV pertama adalah nucleoside reverse transcriptase
inhibitor atau NRTI, juga disebut analog nukleosida. Obat golongan ini
menghambat bahan genetik HIV dipakai untuk membuat DNA dari RNA.
Obat dalam golongan ini yang disetujui di AS dan masih dibuat adalah:
 3TC (lamivudine)  ddI (didanosine)
 Abacavir (ABC)  Emtricitabine (FTC)
 AZT (ZDV, zidovudine)  Tenofovir (TDF; analog
 d4T (stavudine) nukleotida)
2) Golongan obat lain menghambat langkah yang sama dalam siklus hidup
HIV, tetapi dengan cara lain. Obat ini disebut non-nucleoside reverse
transcriptase inhibitor atau NNRTI. Empat NNRTI disetujui di AS:
 Delavirdine (DLV)
 Efavirenz (EFV)
 Etravirine (ETV)
 Nevirapine (NVP)
3) Golongan ketiga ARV adalah protease inhibitor (PI). Obat golongan ini
menghambat langkah kesepuluh, yaitu virus baru dipotong menjadi
potongan khusus. Sembilan PI disetujui dan masih dibuat di AS:
 Atazanavir (ATV)
 Darunavir (DRV)
 Fosamprenavir (FPV)
 Indinavir (IDV)
 Lopinavir (LPV)
 Nelfinavir (NFV)
 Ritonavir (RTV)
 Saquinavir (SQV)
4) Golongan ARV keempat adalah entry inhibitor. Obat golongan ini
mencegah pemasukan HIV ke dalam sel dengan menghambat langkah
kedua dari siklus hidupnya. Dua obat golongan ini sudah disetujui di AS:
 Enfuvirtide (T-20)
 Maraviroc (MVC)
5) Golongan ARV terbaru adalah integrase inhibitor (INI). Obat golongan ini
mencegah pemaduan kode genetik HIV dengan kode genetik sel dengan
menghambat langkah kelima dari siklus hidupnya. Obat INI pertama
adalah:
 Raltegravir (RGV)
b. Obat infeksi oportunistik adalah obat yang digunakan untuk penyakit yang
mungkin didapat karena sistem kekebalan tubuh sudah rusak atau lemah.
Sedangkan obat yang bersifat infeksi oportunistik adalah Aerosol
Pentamidine, Ganciclovir, Foscamet.
9. KOMPLIKASI
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologik
a. Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi sosial.
b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit
kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.
d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV).
3. Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma,
dan sarcoma kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia,
demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik,demam atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal
yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri
rectal, gatal-gatal dan diare.
4. Respirasi
a. Pneumonia Pneumocystis (PCP)
Pada umumnya 85% infeksi opportunistik pada AIDS merupakan infeksi
paru-paru PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas
dalam dan demam.
b. Cytomegalo Virus (CMV)
Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada paru-paru
tetapi dapat menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan penyebab
kematian pada 30% penderita AIDS.
c. Mycobacterium Avilum
Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit
disembuhkan.
d. Mycobacterium Tuberculosis
Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi miliar dan cepat
menyebar ke organ lain diluar paru.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies, dan dekubitus dengan efek
nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
6. Sensorik
 Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
 Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.

10. Penularan
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu
penyakit yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang
rentan, tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman (port’d entrée). Virus
HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel Limfosit T dan sel otak
sebagai organ sasarannya.Virus HIV sangat lemah dan mudah mati diluar
tubuh. Sebagai vehikulum yang dapat membawa virus HIV keluar tubuh dan
menularkan kepada orang lain adalah berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh
yang terbukti menularkan diantaranya semen, cairan vagina atau servik dan
darah penderita (Siregar, 2004).
Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga
kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui:
a) Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik homoseksual maupun
heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering
terjadi.Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina.Infeksi
dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada pasangan
seksnya.Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan pasangan seks,
jumlah pasangan seks dan jenis hubungan seks.Pada penelitian Darrow
(1985)ditemukan resiko seropositive untuk zat anti terhadap HIV cenderung
naik pada hubungan seksual yang dilakukan pada pasangan tidak
tetap.Orang yang sering berhubungan seksual dengan berganti pasangan
merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV
(Siregar, 2004).
 Homoseksual di dunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat
promiskuitas homoseksual menderita AIDS, berumur antara 20-40 tahun
dari semua golongan krusial. Cara hubungan seksual anogenetal
merupakan perilaku seksual dengan resiko tinggi bagi penularan HIV,
khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi semen dari
seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan dengan mukosa rektum
yang sangat tipis dan mudah sekali mengalami pertukaran pada saat
berhubungan secara anogenital.
 Heteroseksual di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama
melalui hubungan heteroseksual pada promiskuitas dan penderita
terbanyak adalah kelompok umur seksual aktif baik pria maupun wanita
yang mempunyai banyak pasangan dan berganti-ganti.
b) Transmisi Non Seksual
 Transmisi Parenteral jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik)
yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik
suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-
sama. Disamping dapat juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh
petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara
transmisi parental ini kurang dari 1%. Darah/Produk Darah Transmisi
melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara barat
sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di
negara barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum
ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah
lebih dari 90%.
 Transmisi Transplasental penularan dari ibu yang mengandung HIV
positif ke anak mempunyai resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi
sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air
susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah. (Siregar, 2004)

11. PENCEGAHAN
Untuk mencegah penularan HIV/AIDS, dapat diingat menggunakan
ABCDE, yang terdiri dari:
1. Abstinence, yaitu tidak melakukan hubungan seksual di luar pernikahan
(abstinansia).
2. Be faithful, yaitu tetap setia pada pasangannya, untuk yang sudah
menikah.
3. Condom, gunakan kondom saat melakukan hubungan seksual (melindungi
diri).
4. Don't do drugs, tidak melakukan penyalahgunaan Napza sama sekali.
5. Equipment, berhati-hati terhadap peralatan yang beresiko membuat luka
dan digunakan secara bergantian (bersamaan), misalnya jarum suntik,
pisau cukur, dll.

12. ASUHAN KEPERAWATAN


I. Pengkajian.
1. Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan
obat-obat.
2. Penampilan umum : pucat, kelaparan.
3. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat
malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit
tidur.
4. Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola
hidup, ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.
5. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl,
hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang
memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
6. HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus,
ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia,
epsitaksis.
7. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo,
ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia.
8. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
9. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
10. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu
pernapasan, batuk produktif atau non produktif.
11. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare,
inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
12. Gu : lesi atau eksudat pada genital
13. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

II. Diagnosa keperawatan


1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan
pola hidup yang beresiko.
2. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV,
adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
3. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya
absorbsi zat gizi.
5. Diare berhubungan dengan infeksi GI
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang
keadaan yang orang dicintai.

III. Intervensi Keperawatan


DX 1
Tujuan : Pasien akan bebas infeksi oportunistik dan komplikasinya
Kriteria Hasil : tak ada tanda-tanda infeksi baru, lab tidak ada infeksi oportunis,
tanda vital dalam batas normal, tidak ada luka atau eksudat.
Intervensi Rasional
1. Monitor tanda-tanda infeksi baru. Untuk pengobatan dini
2. gunakan teknik aseptik pada Mencegah pasien terpapar oleh
setiap tindakan invasif. Cuci kuman patogen yang diperoleh di
tangan sebelum meberikan rumah sakit.
tindakan.
3. Anjurkan pasien metoda Mencegah bertambahnya infeksi
mencegah terpapar terhadap
lingkungan yang patogen.
4. Kumpulkan spesimen untuk tes Meyakinkan diagnosis akurat dan
lab sesuai order. pengobatan
5. Atur pemberian antiinfeksi sesuai
order Mempertahankan kadar darah yang
terapeutik

DX 2
Tujuan : Infeksi HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan memperhatikan universal
precautions
Kriteria Hasil : kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV, tidak
terinfeksi patogen lain seperti TBC.
Intervensi Rasional
1. Anjurkan pasien atau orang Pasien dan keluarga mau dan
penting lainnya metode mencegah memerlukan informasikan ini
transmisi HIV dan kuman patogen
lainnya. Mencegah transimisi infeksi HIV ke
2. Gunakan darah dan cairan tubuh orang lain
precaution bial merawat pasien.
Gunakan masker bila perlu.

DX 3
Tujuan : Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan
Kriteria Hasil : bebas dyspnea dan takikardi selama aktivitas.
Intervensi Rasional
1. Monitor respon fisiologis terhadap Respon bervariasi dari hari ke hari
aktivitas
2. Berikan bantuan perawatan yang Mengurangi kebutuhan energi
pasien sendiri tidak mampu
3. Jadwalkan perawatan pasien Ekstra istirahat perlu jika karena
sehingga tidak mengganggu meningkatkan kebutuhan metabolik
isitirahat.

DX 4
Tujuan : Pasien mempunyai intake kalori dan protein yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan metaboliknya
Kriteria Hasil mual dan muntah dikontrol, pasien makan TKTP, serum albumin
dan protein dalam batas n ormal, BB mendekati seperti sebelum sakit.
Intervensi Rasional
1. Monitor kemampuan mengunyah Intake menurun dihubungkan dengan
dan menelan. nyeri tenggorokan dan mulut
2. Monitor BB, intake dan ouput Menentukan data dasar
3. Atur antiemetik sesuai order Mengurangi muntah
4. Rencanakan diet dengan pasien Meyakinkan bahwa makanan sesuai
dan orang penting lainnya. dengan keinginan pasien
DX 5
Tujuan : Pasien merasa nyaman dan mengnontrol direnya
Kriteria Hasil diare, komplikasi minimal dengan kriteria perut lunak, tidak tegang,
feses lunak dan warna normal, kram perut hilang,
Intervensi Rasional
1. Kaji konsistensi dan frekuensi Mendeteksi adanya darah dalam
feses dan adanya darah. feses
2. Auskultasi bunyi usus
3. Atur agen antimotilitas dan Hipermotiliti mumnya dengan diare
psilium (Metamucil) sesuai order Mengurangi motilitas usus, yang
4. Berikan ointment A dan D, vaselin pelan, emperburuk perforasi pada
atau zinc oside intestinal
Untuk menghilangkan distensi

Dx 6
Tujuan : Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem dan
adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya
Kriteria Hasil: pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif
Intervensi Rasional
1. Kaji koping keluarga terhadap sakit Memulai suatu hubungan dalam
pasein dan perawatannya bekerja secara konstruktif dengan
2. Biarkan keluarga mengungkapkana keluarga.
perasaan secara verbal Mereka tak menyadari bahwa
3. Ajarkan kepada keluaraga tentang mereka berbicara secara bebas
penyakit dan transmisinya. Menghilangkan kecemasan tentang
transmisi melalui kontak sederhana
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito.2000.Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6.
Jakarta:EGC.

Doenges at al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta:EGC

Price & Wilson. 1995. Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4.


Jakarta:EGC
Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.
Carpenito.2000.Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6.
Jakarta:EGC.

Nanda. 2005 – 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika.


Mitchell, R.N., Kumar, V. 2007.Penyakit Imunitas. In: Kumar, V., Cotran, R.S.,
Robbins, S.L., ed. Buku Ajar Patologi Robbins Volume 1 Eds.7.Jakarta:
EGC. 113-184.

Murtiastutik, D., 2008. Terapi Anti Retrovirus pada HIV/AIDS. In: Barakbah, J.,
Lumintang, H., Martodihardjo, S., Buku Ajar Infeksi Menular
Seksual.Surabaya: Airlangga University Press. 221-231.

Barakbah, Pohan, Sukanto, Martodihardjo, Agusni, Lumintang, et al,


2007.Acquired Immuno Deficiency Syndrome.Atlas Penyakit Kulit dan
Kelamin.Surabaya: Airlangga University Press.234-239.

Hanum, S. Y. M., 2009. Hubungan Kadar CD4 dengan Infeksi Jamur Superfisialis
pada Penderita HIV di RSUP H.Adam Malik Medan. Medan: Uviversitas
Sumatra Utara.
10 Langkah Replikasi HIV

1. Virus Bebas
2. Peningkatan dan penembusan : virus mengikat pada reseptor CD4 dan
salah satu koreseptor (CCR5 atau CXCR4)
3. Penembusan: virus mengosongkan isinya ke dalam sel CD4
4. Reverse Transcription : RNA (serat tungal) virus diubah menjadi DNA (dua
serat) oleh enzyme reverse transcriptase
5. Pemaduan : DNA virus disatukan dengan DNA sel oleh enzim integrase
6. Transcription : Waktu sel yang terinfeksi menggandakan diri, DNA virus
“dibaca” dan rantai protein yang panjang dibuat
7. Perakitan : rantai protein virus mengelompok
8. Tonjolan : jutaan virus yang belum matang mendesak ke luar sel .enzim
protease mulai mengelola protein dalam virus yang baru terbentuk
9. Virus yang belum matang melepaskan diri dari sel yang terinfeksi
10. Menjadi matang : rantai protein pada bibit virus baru dipotong ooleh enzim
protease menjadi protein tunggal. Protein ini menggabung untuk membentuk
inti virus dan membuat virus yang siap bekerja

Anda mungkin juga menyukai