Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN KOLELITIASIS

I. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. DEFINISI

Kolelitiasis adalah pembentukan batu empedu yang biasanya terbentuk


dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan
empedu (Brunner & Suddarth, 2001).
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu
kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak dan
fosfolipid (Price & Wilson, 2005).

B. ETIOLOGI

Etiologi batu empedu masih belum diketahui sepenuhnya, akan tetapi,


tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme
yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis
empedu dan infeksi kandung empedu.
Kondisi klinis yang dikaitkan dengan semakin meningkatnya insiden batu
empedu adalah diabetes, sirosis hati, pangkreatitis, kanker kandung
empedu dan penyakit/reseksi ileum. faktor lainnya adalah obesitas,
multipararitas, pertambahan usia, jenis kelamin perempuan dan ingesti
segera makanan yang mengandung kalori rendah/lemak rendah (puasa).

C. KLASIFIKASI

Pada umumnya batu empedu dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :


1. Tipe kolesterol.
2. Tipe pigmen empedu.
3. Tipe campuran.

Batu kolesterol terjadi akibat gangguan hati yang mengekskresikan


kolesterol berlebihan hingga kadarnya diatas nilai kritis ke larutan
kolesterol dalam empedu.
Tipe pigmen biasanya akibat proses hemolitik atau investasi E. Coli ke
dalam empedu yang dapat mengubah bilirubin diglukuronida menjadi
bilirubin bebas yang mungkin dapat menjadi Kristal kalsium bilirubin.

D. PATOFISIOLOGI

Kolelitiasis (Batu empedu)


Tersusun dari pigmen Tersusun dari kolesterol
Proses hemolitik/ Batu pigmen Batu Kolesterol Akibat gangguan
Investasi E. Coli hati

Mengubah bilirubin akibat pigmen yang tak sintesis as. empedu ekskresi
kolesterol diglukosonida terkonjugasi mengadakan & pe sintesis
meningkat
pengendapan dalam hati
Bilirubin bebas Batu Supersaturasi getah empedu oleh empedu
Kristal kalsium Terutama pada ps. Mengendap
Bilirubin sirosis hepatis,
hemolisis & infeksi Batu
percabangan bilier

Predisposisi batu empedu

Sebagai iritan

Peradangan dalam kandung empedu


E. MANIFESTASI KLINIS

Batu empedu dapat mengalami 2 jenis gejala :


1. Gejala yang disebabkan oleh penyakit pada kandung empedu itu
sendiri.
2. Gejala yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu
empedu.

Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis

1. Rasa Nyeri dan Kolik Bilier


Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi & akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan
mungkin teraba massa padat pada abdomen.
Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen
kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung/bahu kanan ; rasa nyeri
ini biasanya disertai dengan mual dan muntah.

2. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu : getah empedu yang tidak lagi
dibawa ke dalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan
empedu ini membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning.

3. Perubahan Warna Urin & Feses


Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna
sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan
tampak kelabu dan biasanya pekat (clay-colored).

4. Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorbsi vitamin A, D, E & K
yang larut dalam lemak. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu
pembekuan darah yang normal.

F. DIAGNOSIS
Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan radiologi (ultrasonografi &
tomografi computer).

G. KOMPLIKASI

Komplikasi yang penting adalah terjadinya kolesistitis akut & kronik,


koledokolitrasis & pankreatitis, yang lebih jarang ialah kolangitis, abses
hati, sirosis bilier & ikterus obstruktif.

H. PENATALAKSANAAN

1. Konservatif
a. Diet rendah lemak.
b. Obat-obatan antikolinergik-antispasmodik.
c. Analgesik.
d. Antibiotik, bila disertai kolesistitis.
e. Asam empedu (as. kenodeoksikolat) 6,75-4,5 gr/hr, diberikan dalam
waktu lama, dikatakan dapat menghilangkan batu empedu, terutama batu
kolesterol. Asam ini mengubah empedu yang mengandung banyak
kolesterol (lithogenic bile) menjadi empedu dengan komposisi normal.
Dapat juga untuk pencegahan, namun efek toksiknya banyak, kadamg-
kadang diare.

2. Kolesistektomi
Dengan kolesistektomi, pasien tetap dapat hidup normal, namun seperti
biasa. Umumnya dilakukan pada pasien dengan kolik bilier atau diabetes.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : kelemahan.
Tanda : geilsah.

2. Sirkulasi
Gejala/Tanda : takikardia, berkeringat.

3. Eliminasi
Gejala : perubahan warna urine & feses.
Tanda : distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas, urine
gelap, pekat, feses warna tanah liat, steatorea.

4. Makanan/Cairan
Gejala : anoreksia, mual/muntah, tidak toleran terhadap lemak &
makanan pembentukan gas, regurgitasi berulang, nyeri epigastrium, tidak
dapat makan, flatus, dyspepsia.
Tanda : kegemukan, adanya penurunan berat badan.
5. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau
bahu kanan, kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan, nyeri
mulai tiba-tiba & biasanya memuncak dalam 30 menit.
Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas
ditekan, tanda Murphy positif.

6. Pernapasan
Tanda : peningkatan frekuensi pernapasan, penapasan tertekan ditandai
oleh napas pendek, dangkal.

7. Keamanan
Tanda : demam, menggigil, ikterik, dan kulit berkeringat & gatal (pruritus),
kecendrungan perdarahan (kekurangan vit. K).

8. Penyuluhan dan Pembelajaran


Gejala : kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu, adanya
kehamilan/melahirkan ; riwayat DM, penyakit inflamasi usus, diskrasias
darah.

9. Pemeriksaan Diagnostik
- Darah lengkap : Leukositis sedang (akut).
- Billirubin & amilase serum : meningkat.
- Enzim hati serum-AST (SGOT) : ALT (SGOT), LDH : agak meningkat,
alkalin fosfat & S-nukleotidase, ditandai pe obstruksi bilier.
- Kadar protombin : menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus
menurunkan absorpsi vit. K.
- Ultrasound : menyatakan kalkuli & distensi empedu/duktus empedu.
- Kolangiopankreatografi retrograd endoskopik : memperlihatkan
percabangan bilier dengan kanulasi duktus koledukus melalui duodenum.
- Kolangiografi transhepatik perkutaneus : pembedaan gambaran dengan
fluoroskopi antara penyakit kandung empedu & kanker pangkreas.
- CT-Scan : dapat menyatakan kista kandung empedu.
- Scan hati : menunjukkan obstruksi percabangan bilier.

10. Prioritas Keperawatan


1. Menghilangkan nyeri & meningkatkan istirahat.
2. Mempertahankan keseimbangan cairan & elektrolit.
3. Mencegah komplikasi.
4. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis.

11. Tujuan Pemulangan


1. Nyeri hilang.
2. Homeostasis meningkat.
3. Komplikasi dicegah/minimal.
4. Proses penyakit, prognosis & program pengobatan dipahami.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN & INTERVENSI

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen cedera biologis :


obstruksi/spasme duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.
Hasil yang diharapkan : - Melaporkan nyeri hilang.
- Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan
sesuai indikasi untuk situasi individual.

Intervensi :
- Observasi dan catat lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri
(menetap, hilang timbul, kolik).
Rasional : membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan
informasi tentang kemajuan/perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi dan
keefektifan intervensi.

- Catat respon terhadap obat, dan laporkan pada dokter bila nyeri hilang.
Rasional : nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin dapat
menunjukkan terjadinya komplikasi/kebutuhan terhadap intervensi lebih
lanjut.

- Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang nyaman.


Rasional : tirah baring pada posisi fowler rendah menurunkan tekanan
intra abdomen, namun pasien akan melakukan posisi yang
menghilangkan nyeri secara alamiah.

- Control suhu lingkungan.


Rasional : dingin pada sekitar ruangan membantu meminimalkan
ketidaknyamanan kulit.

- Dorong menggunakan tehnik relaksasi, contoh : bimbingan imajinasi,


visualisasi, latihan nafas dalam, berikan aktivitas senggang.
Rasional : meningkatkan istirahat, memusatkan kembali perhatian, dapat
meningkatkan koping.

- Sediakan waktu untuk mendengar dan mempertahankan kontak dengan


pasien sering.
Rasional : membantu dalam menghilangkan cemas dan memusatkan
kembali perhatian yang dapat menghilangkan nyeri.

- Berikan obat sesuai indikasi.


Rasional : menghilangkan reflex spasme/kontraksi otot halus dan
membantu dalam manajemen nyeri.
2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan melalui pengisapan gaster berlebihan : muntah,
distensi, dan hipermotilitas gaster.
Hasil yang diharapkan : - Menunjukkan keseimbangan cairan adekuat
dibuktikan oleh tanda vital stabil.
- Membrane mukosa lembab.
- Turgor kulit baik.
- Pengisian kapiler baik.
- Secara individu mengeluarkan urin cukup dan tak ada muntah.

Intervensi :
- Pertahankan masukan dan haluaran akurat, perhatikan haluaran kurang
dari masukan, peningkatan berat jenis urin, nadi perifer, dan pengisian
kapiler.
Rasional : memberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi
dan kebutuhan penggantian.

- Awasi tanda/gejala peningkatan/berlanjutnya mual/muntah, kram


abdomen, kelemahan, kejang, kejang ringan, kecepatan jantung tak
teratur, parestesia, hipoaktif, atau tak adanya bising usus, depresi
pernapasan.
Rasional : muntah berkepanjangan, aspirasi gaster, dan pembatasan
pemasukan oral dapat menimbulkan deficit natrium, kalium, dan klorida.

- Hindarkan dari lingkungan yang berbau.


Rasional : menurunkan rangsangan pada pusat muntah.

- Lakukan kebersihan oral dengan pencuci mulut ; berikan minyak.


Rasional : menurunkan kekeringan membrane mukosa, menurunkan
risiko perdarahan oral.

- Gunakan jarum kecil untuk injeksi dan melakukan tekanan pada bekas
suntikan lebih lama dari biasanya.
Rasional : menurunkan trauma, risiko perdarahan/pembentukan
hematom.

- Kaji perdarahan yang tak biasanya, contoh perdarahan terus-menerus


pada sisi injeksi, mimisan, perdarahan gusi, ekimosis, ptekie,
hematemesis/melena.
Rasional : protombin darah menurun dan waktu koagulasi memanjang
bila aliran empedu terhambat, meningkatkan risiko
perdarahan/hemoragik.

- Pertahankan pasien puasa sesuai keperluan.


Rasional : menurunkan sekresi dan motilitas gaster.

3. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan anoreksia.
Hasil yang diharapkan : - Melaporkan mual/muntah hilang.
- Menunjukkan kemajuan mencapai berat badan atau mempertahankan
berat badan individu yang tepat.
Intervensi :
- Hitung masukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai
minimal.
Rasional : mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan nutrisi, berfokus pada
masalah membuat suasana negative dan mempengaruhi masukan.

- Timbang sesuai indikasi.


Rasional : mengevaluasi keefektifan rencana diet.

- Konsul tentang kesukaan/ketidaksukaan pasien, makanan yang


menyebabkan distress, dan jadwal makan yang disukai.
Rasional : melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien
memiliki rasa kontrol dan mendorong untuka makan.

- Berikan suasana menyenangkan pada saat makan, hilangkan


rangsangan berbau.
Rasional : untuk meningkatkan nafsu makan/menurunkan mual.

- Berikan kebersihan oral sebelum makan.


Rasional : mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.

- Ambulasi dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.


Rasional : membantu dalam mengeluarkan flatus, penurunan distensi
abdomen, mempengaruhi penyembuhan dan rasa sehat dan menurunkan
kemungkinan masalah sekunder sehubungan dengan imobilisasi.

- Konsul dengan ahli diet/tim pendukung nutrisi sesuai indikasi.


Rasional : berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi individual melalui
rute yang paling tepat.

4. Kurang Pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan


berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
Hasil yang diharapkan :
- Menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan, prognosis.
- Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program
pengobatan.

Intervensi :
- Berikan penjelasan/alasan tes dan persiapannya.
Rasional : informasi menurunkan cemas, dan rangsangan simpatis.

- Kaji ulang proses penyakit/prognosis, diskusikan perawatan dan


pengobatan, dorong pertanyaan, ekspresikan masalah.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat
membuat pilihan berdasarkan informasi. Komunikasi efektif dan dukungan
turunkan cemas dan tingkatkan penyembuhan.

- Diskusikan program penurunan berat badan bila diindikasikan.


Rasional : kegemukan adalah fakor risiko yang dihubungkan dengan
kolesistitis, dan penurunan berat badan menguntungkan dalam
manajemen medik terhadap kondisi kronis.

- Anjurkan pasien untuk menghindari makanan/minuman tinggi lemak


(contoh : susu segar, es krim, mentega, makanan gorengan, kacang
polong, bawang, minuman karbonat), atau zat iritan gaster (contoh :
makanan pedas, kafein, sitrun).
Rasional : mencegah/membatasi terulangnya serangan kandung empedu.
CHOLECISTITYS

A. Definisi
Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang menrupakan inflamasi akut
dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas
badan. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker, 2001).
Kolesistitis Akut adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya
merupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam duktus sistikus, yang secara
tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa (www.medicastore.com).
Kolesistitis Kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu,
yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat
(www.medicastore.com).
Cholesistektomy adalah bedah pengangkatan kandung empedu (biasanya untuk
relief batu empedu sakit) (Dictionary: WordNet).

B. Etiologi
Sekitar 95% penderita peradangan kandung empedu akut, memiliki batu empedu.∂
Kadang suatu infeksi bakteri menyebabkan terjadinya peradangan.
Kolesistitis akut tanpa batu merupakan penyakit yang serius dan cenderung
timbul setelah terjadinya: - cedera,
- pembedahan
- luka bakar
- sepsis (infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh)
- penyakit-penyakit yang parah (terutama penderita yang menerima makanan lewat
infus dalam jangka waktu yang lama).
Sebelum secsara tiba-tiba merasakan nyeri yang luar biasa di perut bagian
atas, penderita biasanya tidak menunjukan tanda-tanda penyakit kandung empedu.
Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis akut,
yang menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu dan penciutan
kandung empedu.Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu menampung empedu.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya meningkat
pada usia diatas 40 tahun.
Faktor resiko terjadinya kolesistitis kronis adalah adanya riwayat
kolesistitis akut sebelumnya (www.medicastore.com).
C. Patofisiologi
Kandung empedu memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cairan empedu dan
memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan
elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel
hati.
Pada individu normal, cairan empedu mengalir ke kandung empedu pada saat
katup Oddi tertutup. Dalam kandung empedu, cairan empedu dipekatkan dengan
mengabsorpsi air. Derajat pemekatannya diperlihatkan oleh peningkatan konsentrasi
zat-zat padat. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan
supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut.
Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis
empedu, dapat menyebabkan infeksi kandung empedu (www.mamashealth.com).

D. Gejala
Timbulnya gejala bisa dipicu oleh makan makanan berlemak. Gejala bisa berupa:
- Tanda awal dari peradangan kandung empedu biasanya berupa nyeri di perut kanan
bagian atas.
- Nyeri bertambah hebat bila penderita menarik nafas dalam dan sering menjalar ke
bahu kanan.
- Biasanya terdapat mual dan muntah.
- Nyeri tekan perut
- Dalam beberapa jam, otot-otot perut sebelah kanan menjadi kaku.
- Pada mulanya, timbul demam ringan, yang semakin lama cenderung meninggi.
- Serangan nyeri berkurang dalam 2-3 hari dan kemudian menghilang dalam 1 minggu.
- Gangguan pencernaan menahun
- Nyeri perut yang tidak jelas (samar-samar)
- Sendawa.

E. KOMPLIKASI
Demam tinggi, menggigil, peningkatan jumlah leukosit dan berhentinya gerakan∅
usus (ileus) dapat menunjukkan terjadinya abses, gangren atau perforasi kandung
empedu.
Serangan yang disertai jaundice (sakit kuning) atau arus balik dari empedu ke∅
dalam hati menunjukkan bahwa saluran empedu telah tersumbat sebagian oleh batu
empedu atau oleh peradangan.
Jika pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan kadar enzim amilase, mungkin∅
telah terjadi peradangan pankreas (pankreatitis) yang disebabkan oleh penyumbatan
batu empedu pada saluran pankreas (duktus pankreatikus).

F. Pemeriksaan penunjang
- CT scan perut
- Kolesistogram oral
- USG perut.
- blood tests (looking for elevated white blood cells)

G. Penatalaksanaan medis
- Pengobatan yang biasa dilakukan adalah pembedahan.
- Kolesistektomi bisa dilakukan melalui pembedahan perut maupun melalui
laparoskopi.
- Penderita yang memiliki resiko pembedahan tinggi karena keadaan medis lainnya,
dianjurkan untuk menjalani diet rendah lemak dan menurunkan berat badan.
- Bisa diberikan antasid dan obat-obat antikolinergik.

MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh (Boedihartono, 1994).
Pengkajian pasien Post operatif (Doenges, 1999) adalah meliputi :
1). Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular
perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan
trombus).
2). Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress
multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ;
stimulasi simpatis.
3). Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/
ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa
yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi
4). Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
5). Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ;
Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan
penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat
keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat
penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat
mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
6). Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi,
kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic,
dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau
tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan
rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal,
yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga
potensial bagi penarikan diri pasca operasi).

B. Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien post Operatif meliputi :


1. Pola nafas, tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular, ketidakseimbangan
perseptual/kognitif, peningkatan ekspansi paru, obstruksi trakeobronkial.
2. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan kimia misalnya penggunaan
obat-obat farmasi, hipoksia ; lingkungan terapeutik yang terbatas misalnya
stimulus sensori yang berlebihan ; stress fisiologis.
3. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap berhubungan dengan pembatasan
pemasukkan cairan tubuh secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak
normal, pengeluaran integritas pembuluh darah.
4. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integrittas
otot, trauma muskuloskletal, munculnya saluran dan selang (Doenges,1999).

C. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI


Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono,
1994).
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi ,1995).
Intervensi keperawatan pada pasien post Operatif (Doenges, 1999) meliputi :
DP 1 :
Tujuan : menetapkan pola napas yang normal/efektif dan bebas dari sianosis atau
tanda-tanda hipoksia lainnya.
Kriteria hasil : tidak ada perubahan pada frekuensi dan kedalaman pernapasan.
INTERVENSI
- Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hiperekstensi rahang,
aliran udara faringeal oral.
R : mencegah obstruksi jalan napas.
- Auskultasi suara napas. Dengarkan ada/tidaknya suara napas.
R : kurangnya suara napas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mukus atau
lidah dan dapat dibenahi dengan mengubah posisi ataupun pengisapan.
- Observasi frekuensi dan kedalaman pernapasan, pemakaian otot-otot bantu
pernapasan, perluasan rongga dada, retraksi atau pernapasan cuping hidung,
warna kulit, dan aliran udara.
R : dilakukan untuk memastikan efektivitas pernapasan sehingga upaya
memperbaikinya dapat segerra dilakukan.
- Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan
dan jenis pembedahan.
R : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aaspirasi dari
muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian
bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.
- Lakukan latihan gerak sesegera mungkin pada pasien yang reaktif dan lanjutkan
pada periode pascaoperasi.
R : ventilasi dalam yang aktif membuka alveolus, mengeluarkan sekresi,
meningkatkan pengangkutan oksigen, membuang gas anastesi ; batuk membantu
mengeluarkan sekresi dari sistem pernapasan.
- Lakukan pengisapan lendir jika diperlukan.
R : obstruksi jalan napas dapat terjadi karena adanya darah atau mukus dalam
tenggorok atau trakhea.
- Kolaborasi, pemberian oksigen sesuai kebutuhan.
R : dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen yang
akan diikat oleh Hb yang menggantikan tempat gas anastesi dan mendorong
pengeluaran gas terssebut melalui zat-zat inhalasi.

DP 2:
Tujuan : meningkatkan tingkat kesadaran.
Kriteria hasil : pasien mampu mengenali keterbatasan diri dan mencari sumber
bantuan sesuai kebutuhan.
INTERVENSI
- Orientasikan kembali pasien secara terus menerus setelah keluar dari pengaruh
anastesi ; nyatakan bahwa operasi telah selesai dilakukan.
R : karena pasien telah meningkat kesadarannya, maka dukungan dan jaminan akan
membantu menghilangkan ansietas.
- Bicara pada pasien dengan suara yang jelaas dan normal tanpa membentak, sadar
penuh akan apa yang diucapkan.
R : tidak dapat ditentukan kapan pasien akan sadar penuh, namun sensori
pendengaran merupakan kemampuan yang pertama kali akan pulih.
- Evaluasi sensasi/pergerakkan ekstremitas dan batang tenggorok yang sesuai.
R : pengembalian fungsi setelah dilakukan blok saraf spinal atau lokal yang
bergantung pada jenis atau jumlah obat yang digunakan dan lamanya prosedur
dilakukan.
- Gunakan bantalan pada tepi tempat tidur, lakukan pengikatan jika diperlukan.
R : berikan keamanan bagi pasien selama tahap darurat, mencegah terjadinya
cedera pada kepala dan ekstremitas bila pasien melakukan perlawanan selama
masa disorientasi.
- Periksa aliran infus, selang endotrakeal, kateter, bila dipasang dan pastikan
kepatenannya.
R : pada pasien yang mengalami disorientasi, mungkin akan terjadi bendungan
pada aliran infus dan sistem pengeluaran lainnya, terlepas, atau tertekuk.
- Pertahankan lingkungan yang tenang dan nyaman.
R : stimulus eksternal mungkin menyebabkan abrasi psikis ketika terjadi
disosiasi obat-obatan anastesi yang telah diberikan.

DP 3 :
Tujuan : keseimbangan cairan tubuh adekuat.
Kriteria hasil : tidak ada ada tanda-tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil,
kualitas denyut nadi baik, turgor kulit normal, membran mukosa
lembab dan pengeluaran urine yang sesuai).
INTERVENSI
- Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. Tinjau ulang catatan intra operasi.
R : dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran
cairan/kebutuhan penggantian dan pilihan-pilihan yang mempengaruhi
intervensi.
- Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan.
R : mungkin akan terjadi penurunan ataupun penghilangan setelaha prosedur pada
sistem genitourinarius dan atau struktur yang berdekatan mengindikasikan
malfungsi ataupun obstruksi sistem urinarius.
- Pantau tanda-tanda vital.
R : hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan kekurangan
kekurangan cairan.
- Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernapasan
dan jenis pembedahan.
R : elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aaspirasi dari
muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian
bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.
- Periksa pembalut, alat drain pada interval reguler. Kaji luka untuk terjadinya
pembengkakan.
R : perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hipovolemia/hemoragi.
- Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.
R : kulit yang dingin/lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan
sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan tambahan.
- Kolaborasi, berikan cairan parenteral, produksi darah dan atau plasma ekspander
sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperluakan.
R : gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu
penggangtian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi,
misalnya ketidak seimbangan.

DP 4:
Tujuan : pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.
Kriteria hasil : pasien tampak rileks, dapat beristirahat/tidur dan melakukan
pergerakkan yang berarti sesuai toleransi.
INTERVENSI
- Evaluasi rasa sakit seccara reguler, catat karakteristik, lokasi dan
intensiitas (0-10).
R : sediakan informasi mengenai kebutuhan/efektivitas intervensi.
- Catat munculnya rasa cemas/takut dan hubungkan dengan lingkungan dan persiapan
untuk prosedur.
R : perhatikan hal-hal yang tidak diketahui dan/atau persiapan inadekuat
misalnya apendikstomi darurat) dapat memperburuk persepsi pasien akan rasa
sakit.
- Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardia, hipertensi dan peningkatan
pernapasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit.
R : dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.
- Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.
R : pahami penyebab ketidaknyamanan, sediakan jaminan emosional.
- Lakukan reposisi sesuai petunjuk, misalnya semi – Fowler ; miring.
R : mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi semi –
Fowler dapat mengurangi tegangan otot abdominal dan otot pungguung
artritis, sedangkan miring mengurangi tekanan dorsal.
- Observasi efek analgetik.
R : respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik, dan mungkin menimbulkan
efek-efek sinergistik dengan zat-zat anastesi.
- Kolaborasi, pemberian analgetik IV sesuai kebutuhan.
R : analgetik IV akan dengan segera mencapai pusat rasa saki, menimbulkan
penghilang yang lebih efektif dengan obat dosis kecil.

B. EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan
atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien post Operatif meliputi : 5
1. Menetapkan pola napas yang normal/efektif dan bebas dari sianosis atau tanda-
tanda hipoksia lainnya.
2. Meningkatkan tingkat kesadaran.
3. Keseimbangan cairan tubuh adekuat.
4. Pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.

DAFTAR REFERENSI :
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC.
http://arifs45.multiply.com/journal/item/8
http://kamus.landak.com/cari/cholecystectomy
http://www.mamashealth.com/stomach/cholecy.asp
Kolelitiasis (Gall bladder Stone)

DEFENISI
Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis
dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu.Batu kandung empedu
merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang
terbentuk di dalam kandung empedu

KLASIFIKASI
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan
atas 3 (tiga) golongan :
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%kolester ol
2. Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-
bilirubinat sebagai komponen utama.
3. Batu pigmen hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa
zat hitam yang tak terekstraksi.
EPIDEMIOLOGI
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang dewasa dan
usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan angka di
negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara
diagnosis dengan ultrasonografi.

FAKTOR RESIKO
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin
banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
1. Jenis Kelamin. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap
peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.Kehamilan, yang menigkatkan
kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil
kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen)dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung
empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
2. Usia. Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan orang degan usia yang lebih muda.
3. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko
lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar
kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta
mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
4. Makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah
operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan
dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
5. Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih
besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
6. Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih
sedikit berkontraksi.
7. Penyakit usus halus. Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah
crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
8. Nutrisi intravena jangka lama. Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung
empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang
melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam
kandung empedu.

PATOFISIOLOGI
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan
pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu campuran. Lebih dari 90%
batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu
campuran (batu yang mengandung 20-50%kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu
jenis pigmen, yang manamengandung <20 kolesterol. Faktor yang mempengaruhi
pembentukan batu antaralain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan
kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung
empedu.Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk
di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid
membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi
(supersaturated) oleh substansi berpengaruh(kolesterol, kalsium, bilirubin), akan
berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang yang
terbentuk terbak dalam kandung empedu,kemuadian lama-kelamaan kristal tersubut
bertambah ukuran,beragregasi,
melebur dan membetuk batu. Faktor motilitas kandung empedu, biliary stasis, dan
kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu empedu empedu.
a. Batu kolesterol
Untuk terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :
- Supersaturasi kolesterol
- Hipomotilitas kandung empedu
- Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
Khusus mengenai nukleasi cepat, sekarang telah terbukti bahwa empedu pasien
dengankolelitiasis mempunyai zat yang mempercepat waktu nukleasi kolesterol
(promotor) sedangkan empedu orang normal mengandung zat yang menghalangi
terjadinya nukleasi.
b. Batu kalsium bilirunat (pigmen cokelat)
Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu.
Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur,operasi bilier, dan
infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-
glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasimenjadi bilirubin bebas dan
asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak
larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi
bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini
terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
c. Batu pigmen hitam
Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan
hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat
polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu
pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril.
Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus koledokus melalui duktus
sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat
menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial ataupun komplit sehingga
menimbulkan gejala kolik bilier. Pasase berulang batu empedu melalui duktus sistikus
yang sempit dapat menimbulkan iritasi dan perlukaan sehingga dapat menimbulkan
peradangan dinding duktus dan striktur. Apabila batu berhenti di dalam duktus sistikus
dikarenakan diameter batu yang terlalu besar atau pun karena adanya striktur, batu akan
tetap berada di sana sebagai batu duktus sistikus.
Kolelitiasis asimtomatis biasanya diketahui secra kebetulan, sewaktu pemeriksaan
ultrasonografi, foto polos abdomen, atau perabaan saat operasi. Pada pemeriksaan fisik
atau laboratorium biasanya tidak ditemukan kelainan.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
1. Asimtomatik
2. Obstruksi duktus sistikus
3. Kolik bilier
4. Kolesistitis akut
5. Kolesistitis kronis
- Hidrop kandung empedu
- Empiema kandung empedu
- Fistel kolesistoenterik
- Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan mengakibatkan/
menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung
empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus,batu dapat menetap ataupun dapat
terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan
dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema,
biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum),
dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus
dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat
mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan
dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung
empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.Batu kandung empedu dapat
maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini
dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang
dapat menyebabkan kolik.Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat

terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.


—-Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel
kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pad bagian
tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.

DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asintomatis. Keluhan yang
mungkin timbul adalah dispepdia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan
berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang
mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam
kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul
tiba-tiba.
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai
mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri
berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri
menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.
2. Pemeriksaan Fisik
1. Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi,seperti
kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema
kandung empedu, atau pangkretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan
punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif
apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung
empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti
menarik nafas.
2. Batu saluran empedu
Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba
hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3
mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan
timbul ikterus klinis.
3. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada
pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.
Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat
penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin
disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan
mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi
serangan akut.
2. Pemeriksaan radiologis
Foto polos Abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya
sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu
yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto
polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops,
kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringanlunak di kuadran kanan atas yang
menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.
- Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun
ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal
karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu
yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh
udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung
empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.
- Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah,
sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung
jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik,
muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena
pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan
kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.

PENATALAKSANAAN
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-
timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan
berlemak. Pilihan penatalaksanaak antara lain :
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis
simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus
biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur
ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik
biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut.
Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan
prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus
koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional
adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien
dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang
belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden
komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering
selama kolesistektomi laparaskopi.
3. Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah angka
kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan
manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam
xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnnya batu secara
engkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan,kekambuhan batu tejadi pada 50%
pasien.
4. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (metil-ter-butil-
eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah
terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini
invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5
tahun).
5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pad saat ini
memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
6. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat
tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien
yang sakitnya kritis.

Anda mungkin juga menyukai