DISUSUN OLEH
1
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh :
Ci Institusi Ci/Preceptor
( ) ( )
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................................I
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................4
A. Latar belakang masalah.................................................................................................4
B. Tujuan ...........................................................................................................................5
C. Manfaat .........................................................................................................................6
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau
marah yang bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain. Gangguan jiwa perilaku
kekerasan dapat terjadi pada setiap orang memiliki tekanan batin yang berupa kebencian
terhadap seseorang. Maka seseorang yang memiliki gangguan jiwa perilaku kekerasan ini
perlu mendapatkan perhatian khususnya dalam perawatan supaya resiko tindakan yang
dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain bisa diperkecil. (Yosep, 2007)
Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah perilaku amuk. Amuk merupakan respon
kemarahan yang palin maladaftif yang ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan
yang kuat disertai hilangnya kontrol, dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan (Keliat, 2010) Tingkah laku amuk dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain model teori importation yang mencerminkan kedudukan klien dalam
membawa atau mengadopsi nilai-nilai tertentu. Model teori yang kedua yaitu model
situasionisme, amuk adalah respon terhadap keunikan, kekuatan dan lingkungan rumah
sakit yang terbatas yang membuat klien merasa tidak berharga dan tidak diperlakukan
secara manusiawi. Model selanjutnya yaitu model interaksi, model ini menguraikan
bagaimana proses interaksi yang terjadi antara klien dan perawat dapat memicu atau
menyebabkan terjadinya tingkah laku amuk. Amuk merupakan respon marah terhadap
adanya stress, cemas, harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa dan ketidakberdayaan.
Respon ini dapat diekspresikan secara internal maupun eksternal.Secara internal dapat
berperilaku yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan secara eksternal dapat berupa
perilaku destruktif 1 agresif. Adapun respon marah diungkapkan melalui 3 cara yaitu
secara verbal, menekan dan menantang. (Keliat, 2010)
World health organization (WHO) Global Campaign for Violence Prevention tahun
2003, menginformasikan bahwa 1,6 juta penduduk dunia kehilangan hidupnya karena
tindak kekerasan dan penyebab utama kematian pada mereka yang berusi antara 15 hingga
44 tahun. Sementara itu, jutan anak-anak di dunia dianiaya dan ditelantarkan oleh orangtua
mereka atau yang seharusnya mengasuh mereka. Terjadi 57.000 kematian karena tindak
kekerasan terhadap anak di bawah usia 15 tahun pada tahun 2000, dan anak berusia 0-4
tahun lebih dari dua kali lebih banyak dari anak berusia 5-14 tahun yang mengalami
kematian. Terdapat 4-6% lansia mengalami penganiayaan di rumah. Defisir kapasitas
mental tau retardasi mental 34%, disfungsi mental misalnya kecemasan, depresi, dan
sebagainya 16,2%, sedang disintegrasi mental atau psikosis 5,8%. (Hamid, 2009) Menurut
Yosep, Keliat, dan Hamid, perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain, ataupun terhadap lingkungan sekitar.
4
RSJ Grhasia merupakan salah satu rumah sakit khusus jiwa yang menggunakan
PPDGJ-III sebagai pedoman dalam penentuan kode diagnosis gangguan jiwa. PPDGJ-III
yang mengacu pada klasifikasi multiaksial yang terdiri dari lima aksis, setiap aksis
memiliki aturan dan ketentuan berbeda dalam pengisiannya. Kelengkapan dan ketepatan
dalam sistem multiaksial memudahkan dalam mengorganisasikan dan
mengkomunikasikan informasi klinis, dan menggambarkan heterogenitas dari individu
yang menampilkan diagnosis yang sama. Dengan kata lain, walaupun banyak pasien
gangguan jiwa yang memiliki diagnosis sama namun tidak menutup kemungkinan setiap
pasien akan mendapatkan penanganan dan penatalaksanaan yang berbeda.
Peran keluarga terhadap proses penyembuhan pasien gangguan jiwa diantaranya
memberikan bantuan utama terhadap pasien gangguan jiwa, pengertian dan pemahaman
tentang berbagai manifestasi gejala-gejala sakit jiwa yang terjadi pada penderita,
membantu dalam aspek administrasi dan finansial yang harus dikeluarkan dalam selama
proses pengobatan penderita, untuk itu yang harus dilakukan keluarga adalah nilai
dukungan dan kesediaan menerima apa yang sedang dialami oleh anggota keluarganya.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis ingin memberikan
asuhan keperawatan jiwa khususnya perilaku kekerasan dengan pelayanan secara holistik
dan komunikasi terapeutik dalam meningkatkan kesejahteraan serta mencapai tujuan yang
diharapkan.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis akan melakukan asuhan
keperawatan dengan judul gangguan jiwa perilaku kekerasan di RSJ GRHSIA dan
mengidentifikasi sulitnya penanganan dari penderita gangguan jiwa dan tingginya angka
kejadian penderita gangguan jiwa yang belum diketahui secara pasti penyebabnya. Maka
dalam hal ini penulis menyajikan asuhan keperawatan dengan masalah utama gangguan
jiwa perilaku kekerasan
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan umum :
Mendapatkan gambaran, mengambil keputusan untuk menerapkan asuhan keperawatan
pada pasien gangguan jiwa sesuai dengan masalah utama gangguan perilaku kekerasan.
2. Tujuan khusus :
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan jiwa perilaku kekerasan
b. Merumuskan dan menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan
perilaku kekerasan.
c. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa perilaku
kekerasan
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa perilaku
kekerasan
e. Melaksanakan penilaian pada klien dengan gangguan jiwa perilaku kekerasan
5
D. MANFAAT
1. Manfaat Teoritis
Hasil penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
pemecahan masalah keperawatan jiwa tentang asuhan keperawatan jiwa perilaku
kekerasan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan masukan yang diperlukan dan pelaksanaan
praktik pelayanan keperawatan pada keperawatan jiwa khususnya.
b. Bagi Instansi Pendidikan Sebagai bahan acuan dalam kegiatan proses belajar
mengajar tentang asuhan keperawatan jiwa khususnya perilaku kekerasan.
c. Bagi Penulis Sebagai sarana dan alat untuk menambah pengetahuan dan
memperoleh pengalaman khususnya di bidang keperwatan jiwa.
d. Bagi Keluarga Sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan tentang perawatan
gangguan jiwa terutama pada anggota keluarga khususnya dengan klien yang
mengalami gangguan jiwa perilaku kekerasan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
1. Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana seseorang pernah atau mempunyai riwayat
melakukan tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain atau
lingkungan baik secara fisik, emosional, seksual dan verbal. (Anonim, RS
Grhasian2006)
2. Perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan
dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol. (Yosep,
2007)
3. Perilaku kekerasan adalah adanya kemungkinan seseorang melakukan tindakan yang
dapat menciderai orang lain dan lingkungan akibat ketidak mampuan mengendalikan
marah secara konstuktif. (CMHN, 2006)
4. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah
yang tidak konstruktif.(Stuart dan Sundeen, 2008).
5. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 2007).
Dari beberapa pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan : bahwa resiko perilaku
kekerasan adalah adanya kemungkinan seseorang melakukan tindakan dalam bentuk
destruktif dan masih terkontrol. (Keliat, 2006)
B. ETIOLOGI
Etiologi resiko perilaku kekerasan pada orang lain dan lingkangan menurut Keliat
(2005) yaitu :
1. Aspek biologi
Respons yang timbul karena kegiatan sistem saraf atonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin, sehingga tekanan darah meningkat, tikikardi, wajah merah, pupil melebar
dan frekuensipengeluaran urin meningkat.
7
2. Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya jengkel, frustasi,
dendam ingin berkelahi, mengamuk, bermusuhan, sakit hati, menyalahkan dan
menuntut.
3. Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman kehidupan individu didapat melalui proses intelektual.
4. Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep, rasa percaya, dan ketergantungan.
5. Aspek spiritual
Kepercayaan nilai dan moral mempengaruhi ungkapan marah individu, aspek tersebut
mempengaruhi hubungan individu dan lingkungan.
Sedangkan etiologi resiko perilaku kekerasan pada orang lain dan lingkungan
menurut Harnawati (2008) antara lain :
1. Psikologis (kejiwaan)
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan prustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau amuk, masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan
ditolak, dihina, dianiaya atau saksi penganiayaan.
2. Perilaku reinforcement (penguatan / dukungan)
Yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering meng-observasi kekerasan
dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu menghadapi
perilaku kekerasan.
3. Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif / agresif) dan control sosial yang
tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan akan menciptakan seolah-olah perilaku
diterima (permissive).
4. Bioneurobiologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem persarafan diotak turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan.
8
C. FAKTOR PREDISPOSISI
Teori biologik
1. Neorogik faktor, beragam komponen dari sistem saraf seperti siap neurotrans, mitter,
dendritaxon terminalis, mempunyai peran mefasilitasi atau menghambat rangsangan
dan pasan-pesan yang akan mempengaruhi sifat agresif.
2. Genetic faktor, adanya factor gen yang diturunkan oleh orang tua, menjadi potensi
perilaku agresif.
3. Cycardian rhytm (irama sirkadian tubuh), memegang peranan pada individu.
4. Biochemistry faktor (faktor biokimia tubuh) seperti neurotransmitter diotak (epi-
nephrin, norepinephrin, dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam
penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh, adanya stimulus dari
luar tubuh yang dianggap mengancam atau membahayakan dan di hantar melalui
neurotransmitter keotak langsung meresponsnya melalui serabut efferent.
5. Brain Area disorder, gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, sindrom otak
organik, tumor otak, trauma otak penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat
berpengaruh dalam berperilaku agresif dan tindak kekerasan.
D. FAKTOR PRESIPITASI
Faktor presipitasi dapat bersumber dari internal maupun eksternal, yang terdiri dari :
a. Faktor social budaya
Stress dan marah akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga, persiapan
dengan orang yang penting.
b. Faktor biologis
Intensitas marah yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan
mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya resiko perilaku kekerasan.
E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan resiko perilaku kekerasan pada
orang lain dan lingkungan antara lain (Harnawati, 2008) :
1. Muka merah
2. Pandangan tajam
3. Otot tegang
4. Nada suara tinggi
5. Berdebat dan sering pula klien memaksakan kehendak
6. Memukul jika tidak senang
9
F. RENTANG RESPON MARAH
Marah atau rasa setuju yang ditanyakan atau diungkapkan tanpa menyakiti orang
lainakan memberikan kelegaan pada individu dan tidak akan menimbulkan masalah.
Adapun rentang respons marah menurut Stuart (2007) adalah :
1. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain
atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
2. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan.
3. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
dialami.
4. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh
individu.
5. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol
diri.
G. POHON MASALAH
Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain, Lingkungan
Perilaku Kekerasan
10
H. PROSES TERJADINYA MARAH
Stress , cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus
dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan
perasaan tidak menyenangkan dan terancam, kecemasan dapat menimbulkan kemarahan.
Respons terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu :
1. Mengungkapkan secara verbal
2. Menekan
3. Menantang
Kemarahan diawali oleh adanya sressor berasal dari internal atau eksternal.Sressor
internal seperti penykit hormonal, dendam dan kesal.Sedangkan sressor eksternal bisa
berasal dari ledakan, cacian, makian, hilangnya benda berharga, tertipu atau penggusuran,
bencana dan sebagaimana. Hal tersebut akan mengakibatkan kehilangan atau gangguan
pada sistem individu (disruption dan loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana
seseorang individu memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan
tersebut (personal meaning).
I. MEKANISME KOPING
Menurut Stuart, (2007). Sumber koping individual harus dikaji dengan
pemahaman tentang pengaruh gangguan otak pada perilaku.
Mekanisme koping yaitu perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi pasien
dari pengalaman yang menakutkan hubungan dengan respons mal adaptif meliputi :
1. Regresi, berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi
ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk aktivitas hidup sehari-hari.
2. Proyeksi, sebagai upaya untuk menjelaskan keracunan resepsi.
3. Isolasi : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien dengan resiko perilaku kekerasan menurut Maramis
(2007) dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain, yaitu :
1. Farmakoterapi
Klien tidak begitu terpengaruh menjadi lebih koopratif. Apabila sarangan baru
pertama kali maka gejala akan menghilang. Dosis dipertahankan 1 bulan lagi, bila
serangan lebih dari 1 kali obat diberi terus 1-2 bulan.
11
2. Psikotherapy
Psikotherapy yang dapat membantu klien adalah terapi suportif individu atau
kelompok serta bimbingan yang peraktis.Seharusnya ditantang atau dibantah secara
langsung.Perawat berusaha agar secara langsung atau berharap kliaen kembali ke
realita.
3. Terapi kelompok
Suatu terapi yang dilakukan atas sekelompok penderita bersama-sama dengan jalan
diskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seseorang therapist yang
membangkitkan motivasi bagi kemajuan kognitif dan efektif.
d. Spiritual
Kemahakuasaan, keragu-raguan, tidak bermoral, kebajikan / kebenaran diri dan
kreativitas terhambat karena tidak dapat dipilih secara rasional.
e. Intelektual
Mendominasi, sakarme, berdebat dan meremehkan.
Data pengkajian lain yaitu :
1. Faktor predisposisi
Terjadinya gangguan orientasi realitas dipengaruhi oleh multi faktor baik internal
maupun eksternal yang terdiri dari :
a. Faktor perkembangan
Hambatan dalam perkembangan akan menggangu hubungan interpersonal yang
dapat meningkatkan stress dan marah yang dapat berakhir dengan resiko perilaku
12
kekerasan, pasien mungkin menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi
itelektual dan emosi tidak efektif.
b. Faktor sosial budaya
Berbagai faktor bermasyarakat yang membuat seseorang disingkirkan atau
kesepian, yang selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat seperti
resiko perilaku kekerasan.
c. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis peran ganda atau peran yang
bertentangan dapat menimbulkan marah.
d. Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien resiko perilaku kekerasan.
Dapat ditemukan atropi otak, pembesaran ventrikel perubahan besar dalam
bentuk sel kortikal dan limbic
e. Faktor genetik.
Umumnya ditemukan pada pasien resiko perilaku kekerasan. Resiko perilaku
kekerasan ditemukan cukup tinggi pada keluarga yang anggota keluarganya ada
yang menderita resiko perilaku kekerasan, dan akan lebih tinggi jika kedua orang
tua pernah mengalami perilaku kekerasan.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari internal maupun eksternal, yang terdiri
dari :
c. Faktor social budaya
Stress dan marah akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga,
persiapan dengan orang yang penting.
d. Faktor biologis
Intensitas marah yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan
mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya resiko perilaku kekerasan.
e. Perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan berkaitan
dengan perubahan : proses piker, efektif, persepsi, motorik, dan sosial.
13
2. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang muncul :
a. Resiko menciderai diri,orang laindanlingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan/amuk
b. gangguan konsep diri harga diri rendah
c. Mekanisme koping tidak efektif
3. Rencana Keperawatan
SP II
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengontrol
14
PK dengan cara verbal
3. Menganjurkan pasien
memasukan ke dalam jadwal
kegiatan harian
SP III
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2. Melatih pasien mengontrol
PK dengan cara spiritual
3. Menganjurkan pasien
memasukan ke dalam jadwal
kegiatan harian
SP IV
1. Mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien
2. Menjelaskan cara mengontrol
PK dengan minum obat
3. Menganjurkan pasien
memasukan ke dalam jadwal
kegiatan harian
SP Keluarga
SP I
1. Mendiskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian PK,
tanda dan gejala, serta proses
terjadinya PK
3. Menjelaskan cara merawat
pasien dengan PK
SP II
1. Melatih keluarga
15
memperaktekkan cara erawat
pasien dengan PK
2. Melatih keluarga melakukan
cara merawat lansung kepada
pasien PK
SP III
1. Membantu keluarga membuat
jadwal aktivitas dirumah
termasuk minum obat.
2. Menjelaskan foloww up
pasien setelah pulang
2 Gangguan konsep Setelah dilakukan tindakan SP Pasien
diri : harga diri keperawatan selama SP I
rendah prawatan dibangsal 1. Mengidentifikasi kemampuan
diharapkan pasien dan aspek positif yang
memiliki konsep diri yang dimiliki pasien
positif dengan kriteria 2. Membantu pasien menilai
hasil: kemampuanm pasien yang
1. Klien dapat membina masih dapat digunakan
hubungan saling 3. Membantu pasien memilih
percaya dengan kegiatan yang akan dilatih
perawat sesuai dengan kemampuan
pasien
2. Klien dapat 4. Melatih pasien sesuai
mengidentifikasi kemampuan yang dipilih
kemampuan yang 5. Membberi pujian yang wajar
dimiliki teradap keberhasilan pasien
3. Klien dapat 6. Menganjurkan pasien
merencanakan kegiatan memasukan dalam kegiatan
yang sesuai dengan harian pasien
kemampuan yang SP II
dimiliki 1. Mengevaluasi jadwal
4. Klien dapat melakukan kegiatan harian pasien
16
kegiatan sesuai dengan 2. Melatih kemampuan kedua
rencana yang dibuat 3. Menganjurkan pasien
memasukan kedalam jadwal
kegiatan harian pasien
SP Keluarga
1. Mendiskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian tanda
dan gejala harga diri rendah
yang dialami pasien beserta
prosesnya
3. Menjelaskan cara merawat
pasien harga diri rendah
SP II
1. Melatih keluarga
mempraktekkan cara merawat
pasien dengan harga diri
rendah
2. Melatih keluarga melakukan
cara merawat lansung kepada
pasien harga diri rendah
SP III
1. Membantu keluarga membuat
jadwal aktivitas dirumah
termasuk minum obat.
2. Menjelaskan foloww up
pasien setelah pulang
3 Mekanisme Setelah dilakukan tindakan 1. Amati penyebab tidak
koping tidak keperawatan selama efektifnya penaggulanagn
efektif perawatan dibangsal seperti konsep diri yang
17
dengan Kriteria hasil: memecahkan masalah,
kurangnya dukungan, atau
1. Mengungkapkan
perubahan yang ada dalam
kemampuan untuk
hidup.
menaggulangi dan
2. Amati kekuatan seperti
meminta bantuan jika
kemampuan untuk
perlu
menceritakan kenyataan dan
2. Mempertahankan bebas
mengenali sumber tekanan
dari perilaku yang
3. Monitor risiko
destruktif pada diri
membahayakan diri atau
sendiri maupun orang
orang lain dan tangani secara
lain
tepat
3. Mengkomunikasikan
4. Bantu pasien menentukan
kebutuhan dan
tujuan yang realistis dan
berunding dengan
mengenali ketrampilan dan
orang lain untuk
pengetahuan pribadi
memenuhi kebutuhan
5. Gunakan komunikasi
empatik, dan dorong
pasien/keluarga untuk
mengungkapkan ketakutan,
mengekspresikan emosi, dan
menetapkan tujuan
6. Anjurkan pasien untuk
membuat pilihan dan ikut
serta dalam perencanaan
perawatan dan aktivitas yang
terjadwal
7. Berikan aktivitas fisik dan
mental yang tidak melebihi
kemampuan pasien (misal
bacaan, televisi, radio,
ukiran, tamasya, bioskop,
makan keluar, perkumpulan
18
sosial, latihan, olahraga,
permainan)
8. ika memiliki kemampuan
fisik, anjurkan latihan
aerobik yang sedang
9. Berikan informasi perihal
perawatan sebelum
perawatan diberikan
10. Diskusikan tentang
kemampuan pasien
mengubah su\ituasi atau
kebutuhan untuk menerima
situasi
11. Gunakan pendengaran dan
penerimaan aktif dalam
membantu pasien
mengekspresikan emosi
seperti mengangis, bersalah
dll
12. Dorong pasien untuk
menggambarkan tekanan
yang dihadapi sebelumnya
dan mekanisme
penganggulangan yang
digunakan
13. Anjurkan penggunaan
relaksasi perilaku kognitif
(misal terapi musik,guided
imagery)
19
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
20
III. ALASAN MASUK
±3 hari sebelum masuk rumah sakit klien dirumah bingung, agresif, labil, gelisah dan
tidak dapat mengontrol diri. Klien juga marah - marah pada orang di
sekelilingnya.Kemudian oleh keluarga, klien dibawa ke RSJ Grhasia DIY untuk
kembali di rawat inap.Klien mengatakan dia sudah sering di rawat di RSJ Grahasia DIY
dan ini bukan yang pertama kali klien mondok melainkan sudah 11 kali.
IV. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Klien mengatakan sudah 11 kali di rawat di rumah sakit jiwa.
2. Klien Tidak mau kontrol, dan putus obat
V. PEMERIKSAAN FISIK
a. Tanda – tanda Vital :
1. Tekanan darah : 110 / 80 mmHg
2. Nadi : 78 x/menit
3. Suhu badan : 36.4 0C
4. Respirasi : 23 x/menit
b. Ukuran
1. Tinggi Badan : 168 cm
2. Berat badan : 70 Kg
3. Kondisi Fisik
Klien mengatakan kondisi tubuhnya saat ini baik – baik saja dan tidak ada
keluhan fisik.
VI. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
A B
21
Keterangan :
A : Orang tua ayah klien : Perempuan
B : orang tua ibu klien : Laki-Laki
C : Ayah klien : Garis Keturunan
D : Ibu klien : Pasien
2. Konsep diri
a) Gambaran Diri
Klien memandang terhadap dirinya ada bagian tubuh yang paling istimewa atau
yang paling disukainya adalah bagian wajah, karena klien merasa wajahnya
tampan.
b) Identitas diri
Klien mempersepsikan dirinya sebagai laki – laki dewasa dan belum menikah dan
klien anak ke dua dari lima bersaudara.
c) Peran
Klien mengatakan bahwa dalam keluarganya adalah anak yang di sayang
dilingkungan masyarakat. klien juga aktif mengikuti kegiatan kemasyarakatan
seperti gotong royong, pengajian, pemuda dll.
d) Ideal diri
Klien mengatakan menerima statusnya sebagai seorang anak, dan ingin cepat
pulang dan bebas biar bisa bekerja dan menjadi orang kaya.
e) Harga diri
Klien mengatakan hubungan yang paling dekat, di sayang dan dapat di
percaya adalah ayah dan adiknya.
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti
Klien mengatakan mengatakan mempunyai orang yang berarti yaitu ayah dan
adiknya, Didalam keluarganya ayah dan adik adalah orang yang dipercaya oleh
klien.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat
Klien mengatakan dalam masyarakat klien sering mengikuti kegiatan
gotong royong, pengajian, setelah dirumah sakit klien juga mengikuti kegiatan
sosial seperti bersosialisasi dengan teman-teman satu bangsalnya.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Kien mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain,
setelah di rumah sakit klien sempat bertengkar dengan teman sebangsalnya.
22
4. Spiritual
Klien mengatakan beragama islam dan klien mengatakan saat di rumah tidak rutin
beribadah dan saat di rumah sakit klien tidak beribadah.
23
12. Kemampuan Penilaian
Klien mampu menilai suatu masalah dan dapat mengambil keputusan sesuai tingkat
atau mana yang lebih baik untuk dikerjakan pertama kali.
13. Daya Tilik Diri
Klien mampu mengenali penyakitnya dan tidak mengingkari terhadap penyakitnya
karena klien mampu menjelaskan mengapa klien bisa seperti ini dan penyebab
mengapa klien bisa sakit jiwa seperti ini.
24
X. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
1. Masalah dengan dukungan kelompok (-)
2. Masalah berhubungan dengan lingkungan (-)
3. Masalah dengan Pendidikan (-)
4. Masalah dengan pekerjaan (Klien susah untuk mendapatkan kerja gangguan jiwa yang di
alaminya).
5. Masalah dengan ekonomi (kebutuhan klien di penuhi oleh keluarganya)
25
XIII. ANALISA DATA
No Data Masalah
1. DS : Resiko perilaku kekerasan
Klien mengatakan tidak bisa tidur, mondar mandir,
berbicara terus menerus
Klien mengatakan jengkel dan marah jika
keinginanya tidak terpenuhi, saat marah atau jengkel
pasien teriak/ bersuara dengan nada tinggi.
DO :
Tatapan mata klien tajam saat berbicara
Klien berbicara dengan nada tinggi
Klien mudah tersinggung dengan kata – kata
temannya
2. DS : Waham
Klien mengatakan kalau klien mempunyai anak dan
anaknya itu berupa naga putih dan naga merah
Klien mengatakan pernah menjadi seorang tentara
dan bekerja sebagai Angkatan Udara
klien juga mengatakan pernah menjadi seorang polisi
militer
26
DO :
Klien berbicara terlalu berlebihan seperti klien
mempunyai anak naga putih dan naga merah
27
XIV.INTERVENSI
28
1. Anjurkan klien
TUK 3 : Kriteria hasil mengungkapkan apa yang
1. klien dapat a. klien dapat dialami dan dirasakan saat
mengidentifikasi tanda dan mengungkapkan perasaan marah/ jengkel
gejala perilaku kekerasan. saat marah/jengkel 2. Observasi tanda dan gejala
b. klien dapat menyimpulkan perilaku kekerasan pada
tanda dan gejala jengkel/kesal klien.
yang dialaminya
TUK 4: Kriteria hasil 1. anjurkan klien untuk
1. Klien dapat a. klien dapat mengungkapkan perilaku
mengindentifikasikan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
perilaku kekerasan yang kekerasan yang biasa dilakukan klien
biasa dialami dilakukan 17 (verbal,pada orang
b. klien dapat bermain peran lain,pada lingkungan dan
sesuai perilaku kekerasan diri sendiri.
yang diasa dilakukan 2. bantu klien bermain peran
sesuai dengan perilaku
kekerasan yang biasa
dilakukan
TUK 5: Kriteria hasil 1. Bicarakan akibat dari cara
1. Klien dapat a. Klien dapat menjelaskan yang dilakukan klien
mengindentifikasi akibat akibat dari cara yang 2. Bersama klien
perilaku kekerasan digunakan klien menyimpulkan akibat dari
cara yang dilakukan oleh
29
klien
3. Tanyakan kepada klien
“apakah ia ingin
mempelajari cara baru
yang sehat.
TUK 6: Kriteria hasil 1. Diskusikan kegiatan fisik
1. Klien dapat 1) Klien dapat menyebutkan yang biasa dilakukan klien
mendemontrasikan cara contoh pencegahan perilaku 2. Beri pujian atas kegiatan
fisik untuk mencegah kekerasan secara fisik: fisik klien yang biasa
perilaku kekerasan a. Tarik nafas dalam digunakan
b. Pukul kasur atau bantal
TUK 7: Kriteria hasil 1. Diskusikan cara bicara
1. Klien dapat a. Klien dapat menyebutkan yang baik dengan klien
mendemontrasikan cara cara bicara verbal yang baik 2. Beri contoh bicara yang
sosial untuk mencegah dalam mencegah perilaku baik
perilaku kekerasan kekerasan 18 3. Meminta klien mengikuti
b. klien dapat contoh cara bicara yang
mendemontrasikan cara baik
verbal yang baik 4. Minta klien mengulangi
sendiri
5. Beri pujian atas
keberhasilan klien.
30
XV.IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
31
4.membimbing pasien memasukkan O:klien kooperatif, Klien mampu
dalam jadwal kegiatan harian mendemonstrasikan cara fisik I( tarik nafas
dalam) .
A:dapat terkontrol PK dengan tarik nafas
dalam
P: lanjutkan intervensi SP2
- bimbing klien dalam memasukkan
teknik kontrol marah ke jadwal kegiatan
harian
- ajarkan teknik kontrol marah dengan
fisik 2 (pukul batal )
32
27/6/2018 SP III S : klien mengatakan masih ingat Alan,arif
10.00 WIB 1. 1. Memvalidasi masalah cara control marah yang sudah diajarkan dodi,hendy
2. melatih kontrol PK dengan cara (tarik nafas dalam dan pukul bantal), klien
verbal mengatakan sudah sering berdo’a dan
3.membimbing pasien memasukkan shalat di RSJ
dalam jadwal kegiatan harian O: klien tampak senang, kontak mata baik,
klien bersedia membicarakan dengan baik
– baik ketika marah
A: SP III tercapai
P: lanjutkan SP IV (dengan cara spiritual)
33
3. 3. membimbing pasien memasukkan A: dapat menggunakan obat secara teratur
dalam jadwal kegiatan harian P: pertahankan kondisi pasien
4.
4
4f4.melatih pasien menggunakan sistem
dukungan kelompok
34
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, B.A, (2008) Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC
Stuart GW, Sundeen, (2008) Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book
35