Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Berkurangnya pendengaran adalah penurunan fungsi pendengaran pada salah satu


ataupun kedua telinga. Sedangkan Tuli adalah penurunan fungsi pendengaran yang sangat
berat yang bisa disebabkan oleh suatu masalah mekanis di dalam saluran telinga atau di
dalam telinga tengah yang menghalangi penghantaran suara (penurunan fungsi pendengaran
konduktif). Selain itu disebabkan oleh kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau
jalur saraf pendengaran di otak yang merupakan penurunan fungsi pendengaran
sensorineural (Billy Antony, 2008).

Gangguan pendengaran merupakan defisit sensorik yang paling sering pada populasi
manusia, mempengaruhi lebih dari 250 juta orang di dunia.Di dunia, menurut perkiraan
WHO pada tahun 2005 terdapat 278 juta orang menderita gangguan pendengaran, 75 - 140
juta diantaranya terdapat di Asia Tenggara. Sedangkan pada bayi, terdapat 0,1 – 0,2%
menderita tuli sejak lahir atau setiap 1.000 kelahiran hidup terdapat 1 – 2 bayi yang
menderita tuli. Dari hasil "WHO Multi Center Study" pada tahun 1998, Indonesia termasuk
4 (empat) negara di Asia Tenggara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi (4,6%)
yang dapat menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat.

Ketulian dibagi menjadi dua. Ketulian dibidang konduksi atau disebut tuli konduksi
dimana kelainan terletak antara meatus akustikus eksterna sampai dengan tulang
pendengaran stapes. Tuli di bidang konduksi ini biasanya dapat ditolong baik dengan
pengobatan atau dengan suatu tindakan misalnya pembedahan. Tuli yang lain yaitu tuli
persepsi (sensori neural hearing-loss) dimana letak kelainan mulai dari organ korti di koklea
sampai dengan pusat pendengaran di otak. Tuli persepsi ini biasanya sulit dalam
pengobatannya. Apabila tuli konduksi dan tuli persepsi timbul bersamaan disebut tuli
campuran.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan tuli ?
2. Bagaimana prevalensi dari penyakit tuli ?
3. Bagaimana etiologi dari penyakit tuli ?

1
4. Apa saja klasifikasi dari penyakit tuli ?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit tuli ?
6. Bagaimana patofisiologi dari penyakit tuli ?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit tuli ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan untuk klien dengan penyakit tuli ?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit tuli
2. Untuk mengetahui prevalensi penyakit tuli
3. Untuk mengetahui etiologi penyakit tuli
4. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit tuli
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis penyakit tuli
6. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit tuli
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit tuli
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit tuli

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.2 KONSEP TELINGA


1. Anatomi
Telinga merupakan indra pendengaran, terbagi atas beberapa bagian
seperti: telinga luar,
tengah, dan dalam.

a. Telinga Luar => merupakan bagian paling luar dari telinga.


Terdiri dari :
1) Daun telinga / Pinna/ Aurikula
- merupakan daun kartilago
- fungsinya : menangkap gelombang bunyi dan
menjalarkannya ke kanal auditori eksternal
(lintasan sempit yang panjangnya sekitar 2,5 cm
yang merentang dari aurikula sampai membran
timpani).

2) Membrantimpani (gendang telinga)


- merupakan perbatasan telinga bagian luar dengan tengah. Berbentuk kerucut,
dilapisi kulit pada permukaan eksternal, dilapisi mukosa pada permukaan
internal.

3
- memiliki ketegangan, ukuran, dan ketebalan yang sesuai untuk
menghantarkan gelombang bunyi secara mekanis.
Bagian-bagiannya :
3) Bagian atas atau Pars Flaksid (membran shrapnell), terdiri dari 2 lapisan :
- luar : lanjutan epitel telinga
- dalam : epitel kubus bersilia
- Terdapat bagian yang diseut dengan atik. Ditempat ini terdapat auditus ad
antrum berupa lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum
mastoid.
4) Bagian bawah atau Pars tensa(membran propria), terdiri dari 3 lapisan :
- tengah : terdiri dari serat kolangen dan sedikit serat elastin
- Bayangan penonjolan bagian bawah malleus pada membran timpani disebut
dengan umbo. Dari umbo, bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah
bawah, yaitu pukul 7 pada membran timpani kiri dan pukul 5 pada membran
timpani kanan. Pada membran timpani terdapat 2 serat, sirkuler dan radier.
Serabut inilah yang mengakibatkan adanya refleks cahaya kerucut. Bila
refleks cahaya datar, maka dicurigai ada kelainan pada tuba eustachius.
Membran timpani dibagi atas 4 kuadran untuk menentukan tempat adanya
perforasi :
- atas depan
- atas belakang
- bawah depan
- bawah belakang => tempat dilakukannya miringotomi

b. Telinga Tengah => terletak di rongga berisi udara dalam bagian petrosus (canalis
facialis) tulang temporal
Terdiri dari :
1) Tuba Eustachius
- menghubungkan telinga tengah dengan faring

4
- normalnya tuba ini menutup dan akan terbuka saat menelan, mengunyah, dan
menguap.
- berfungsi sebagai penyeimbang tekanan udara pada kedua sisi membran
timpani.
- Bila tuba membuka => suara akan teredam.
2) Osikel auditori (tulang pendengaran)
- terdiri dari 3 tulang, yaitu : Maleus (martil) , Inkus (anvill), Stapes (sanggurdi)
- MIS.
- berfungsi sebagai penghantar getaran dari membran timpani ke fenesta
vestibule
3) Otot
- bantu mekanisme kompensasi tubuh untuk melawan suara dengan nada tinggi
(peredam bunyi).
- m. stapedius => berkontraksi => stapes jadi kaku => suara dipantulkan
- m. tensor timpani => menegangkan gendang telinga => suara teredam
c. Telinga dalam => berisi cairan dan terletak dalam tulang temporal
Terdiri dari
1) Labirin
Terdiri dari:
- Labirin tulang => ruang berliku
berisi perilimfe (cairan yang serupa
dengan cairan serebrospinal).

2) Terdiri dari 3 bagian:


- Vestibular => bagian sentral labirin tulang yang menghubungkan koklea
dengan saluran semisirkular.
- Saluran semisirkularis
- S. semisirkular anterior(superior) dan posterior mengarah pada bidang vertikal
di setiap sudut kanannya.
- S. semisirkular lateral => terletak horizontal

5
- Koklea => membentuk 2,5 putaran di sekitar inti tulang, mengandung reseptor
pendengaran (cabang N VIII = vestibulokoklear, pemb. darah. Frekuensi
tertinggi berada di bagian depan. Sekat membagi koklea menjadi 3 bagian :
 duktus koklear (skala medial) => bagian labirin membranosa yang
terhubung ke sakulus, berisi cairan endolimfe
 dua bagian labirin tulang yang terletak di atas dan di bawah skala
media => skala vestibuli dan skala timpani => mengandung cairan
perilimfe dan terus memanjang melalui lubang pada apeks koklea yang
disebut helikotrema.
 membran reissner (membran vestibuler) => pisahkan skala media dari
skala vestibuli yang berhubungan dengan fenestra vestibule
 membran basilar => pisahkan skala media dengan skala timpani,
berhubungan dengan fenestra koklear
 skala organ korti=> terletak pada membran basilar, terdiri dari reseptor
yang disebut sel rambut dan sel penunjang. Sel rambut tidak memiliki
akson dan langsung bersinaps dengan ujung saraf koklear

6
- Labirin membranosa => serangkaian tuba berongga dan kantong yang
terletak di dalam labirin tulang berisi cairan endolimfe (cairan yang serupa
dengan cairan intraseluler). Merupakan awal 2 kantong (utrikulus dan sakulus)
yang dihubungkan dengan duktus endolimfe. Setiap duktus mengandung
reseptor untuk ekuilibrium statis ( bagaimana kepala berorientasi terhadap
ruang bergantung gaya grafitasi) dan ekuilibrium dinamis (apakah kepala
bergerak atau diam, berapa kecepatan serta arah gerakan).
Utrikulus terhubung dengan duktus semilunaris
Sakulus terhubung dengan duktus koklear di dalam koklea.
d. Nervus
1) Nervus vestibular
2) Nervus koklear
e. Ekuilibrium dan aparatus vestibular
Aparatus vestibular merupakan istilah yang digunakan untuk utrikulus, sakulus, dan
duktus semisirkularis yang mengandung reseptor untuk ekuilibrium dan
keseimbangan.

7
1) Ekuilibrium Statis
=> kesadaran akan posisi kepala terhadap gaya gravitasi jika tubuh tidak
bergerak. Ini juga merupakan kesadaran untuk merespon perubahan dalam
percepatan linear seperti kecepatan dan arah pergerakan kepala dan garis
tubuh dalam suatu garis lurus.
2) Makula adalah reseptor ekuilibrium statis. Satu makula terletak di dinding
utrikulus dan satu lagi terletak pada sakulus
3) Setiap makula terdapat sel rambut yang mengandung endapan kalsium yang
disebut otolit (otokonia, statokonia).
4) Aktivitas reseptor ditransmisikan ke ujunga saraf vestibular (CN VIII) yang
melilit di sekeliling dasar sel rambut.
5) Ekuilibrium Dinamis => kesadaran akan posisi kepala saat respon gerakan
angular atau rotasi
6) Ampula merupakan reseptor untuk ekuilibrium dinamis. Setiap saluran
semisirkularis mengandung suatu bidang pembesaran, ampula, yang berisi
krista (teridiri dari sel penunjang dan sel rambut menonjol yang membentuk
lapisan gelatin = disebut kupula)
1. Proses pendengaran
a. proses pendengaran manusia pertama dimulai dari daun telinga (auter ear)
yang fungsinya menangkap suara-suara disekitar dan memasukkannya ke
canal / lubang telinga.
b. proses kedua suara yang masuk melalui lubang telinga diterima oleh
gendang telinga yang berakibat bergetarnya 3 tulang pendengaran yaitu
maleus, inkus dan stapes, dan menyalurkan ke rumah siput.
c. proses ketiga didalam rumah siput terdapat hear sell yang bergetar akibat
suara dan getarannya menghasilkan getaran listrik yang dihasilkan dari
nergi kinestik. Sehingga aliran listrik itu menjadikan sinyal yang
menyulurkan ke otak yang dialiri oleh saraf pendengaran untuk
selanjutnya otak yang bekerja mengartikan semua suara –suara yang
masuk.
2. Fisiologi pendengaran
Energi bunyi ditangkap daun telinga dalam bentuk gelombang > getarkan
membran timpani > melewati tulang pendengaran MIS (maleus, inkus, stapes) >
energi diamplifikasi > diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap jorong
sehingga perilimfe pada skala vestibuli bergerak > getaran diteruskan ke

8
membrana reissner yang mendorong endolimfe > timbulkan gerak relatif antara
membran basalis dan membran tektoria > terjadi defleksi stereosilia sel rambut
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan
sel > terjadi depolarisasi rambut > lepaskan neurotransmiter ke dalam sinaps yang
akan timbulkan potensial aksi pada saraf auditorius > lanjut ke nukleus auditorius
> korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

2.2 PENGERTIAN TULI

Kehilangan kemampuan untuk medengar nada frekuensi tinggi terjadi pada usia
pertengahan kehilangan pendengaran yang berhubungan dengan usia ini, disebut
presbikusis, disebabkan karena perubahan telinga dalam yang ireversibel. Lansia sering
tidak mampu mengkuti percakapan karena nada konsonan frekuensi tinggi (huruf F, S,
TH,CH,SH,B,T,P) semuanya terdengar sama. Ketidakmampuan berkomunikasi,
membuat mereka terisolisasi dan menarik diri dari pergaulan sosial bila dicurigai adanya
gangguan pendengaran, maka harus dilakukan kajian telinga dan pendengaran.
Sumbatan serumen / masalah lain yang masih dapat terkoreksi bisa merupakan
penyebab utama kesukaran pendengaran. Alat bantu dengar yang sesuai mungkin
berguna untuk mengurangi deisit pendengaran.

Kehilangan pendengaran menyebabkan lansia berespon tidak sesuai dengan yang


diharapkan, tidak memahami percakapan, dan menghindari interaksi sosial. Perilaku ini
sering disalahgunakan sebagai kebingungan atau “senil”. (Suzanne & Brenda, 2002 hal
180)

2.3 PREVALENSI

Lebih dari 25 juta orang di amerika serikat mengalami ketulian yang bermakna,
termasuk sekitar 5 juta anak usia sekolah dan kira kira 8 juta orang yang berusia lebih
dari 65 tahun.

Kemajuan peralatan diagnostik dan terapiotik sangat meningkatkan kemampuan klinis


dalam mendiagnosis ketulian dan melakukan intervensi secara memuaskan berbagai
tehnik audiologi memungkinkan penapisan ketulian secara akurat segera setelah
kelahiran, dan memudahkan pemberian terapi sejak dini. Saat ini, seorang anak dengan

9
gangguan pendengaran yang ketuliannya terdeteksi sejak awal (lebih sebelum usia 6
bulan) dan di berikan amplifikasi bilateral atau implantasi koklea yang adekuat, dapat
belajar berbicara dan menggunakan sisa pendengarannya untuk belajar.

Perkembangan teknologi alat bantu dengar sangat menguntungkan bagi populasi


lanjut usia. Selain menyebabkan frustasi dan penderitaan ketulian di dapat (acquiret)
pada orang tua dapat menimbulkan implikasi sosio ekonomi pemerintah amerika serikat
memperkirakan pengeluaran tahunan akibat gangguan pendengaran dan kondisi yang
menyertainya adalah sekitar $ 75 milyar. Pada kebanyakan manusia, ketulian
menimbulkan frustasi dan kecacatan serta, menurunkan kemampuan dasar untuk
berkomunikasi. (Frank dan gadi, 2004 hal 91)

2.4 ETIOLOGI

Gangguan pendengaran atau disebut juga dengan tuli adalah penurunan


pendengaran .

Penyebab gangguan pendengaran berdasarkan jenis ketulian atau lokasi adalah :

a. Tuli konduksi
Setiap masalah di telinga luar atau tengah yang mencegah terhantarnya bunyi
dengan tepat dinamakan gangguan pendengaran konduktif. Gangguan pendengaran
konduktif biasanya pada tingkat ringan atau menengah, pada rentang 25
hingga 65 desibel.
Dalam beberapa kejadian, gangguan pendengaran konduktif bersifat sementara.
Pengobatan atau bedah dapat membantu tergantung pada penyebab khusus masalah
pendengaran tersebut. Gangguan pendengaran konduktif juga dapat diatasi dengan
alat bantu dengar atau implan telinga tengah.
1. Liang telinga :
a. Atresia (kongenital), stenosis
b. Benda padat : serumen obturans, benda asing
c. Cairan : air mandi, sekret (push, mukopush)
d. Tumor:polip, granulasi, tumor ganas
2. Membran timpani :
a. Perforasi
b. Ruptur
c. Sikartriks
3. Kavum timpani:

10
a. Radang, dengan akibatnya:
- Otitis media akuta/ kronika
- Rantai osikular yang terputus
- Kolesteatoma
b. Trauma : tumpukan darah
c. Oklusio tuba
b. Tuli sensorineural
Gangguan pendengaran sensorineural disebabkan oleh hilangnya atau rusaknya
sel saraf (sel rambut) dalam rumah siput dan biasanya bersifat permanen. Gangguan
pendengaran sensorineural, yang disebut juga “tuli saraf”, dapat ringan, menengah,
berat atau parah.

Gangguan pendengaran ringan hingga berat sering dapat diatasi dengan alat bantu
dengar atau implan telinga tengah. Sedangkan implan rumah siput seringkali
merupakan solusi atas gangguan pendengaran berat atau parah.
1. Presbikusis
2. Kelainan kongenital, waktu ibu hamil menderita morbili,penyakit virus: influenza
parotitis.
3. Kelainan darah atau pembuluh darah. Anemia , leukimia,hypertensi,dll
4. Avitaminosis B1
5. Intoksikasi obat : steptomisin, kinine , garamycine , dll
6. Infeksi : virus( parotitis) ,meningitis, dll
7. Tumor pada N.VIII
8. Trauma kapitis: kena labirin
9. Trauma akustik : kena labirin
10.Trauma akustik , mercon, bising mesin .
11.Sindromameneire
c. Tuli Campuran atau Mixed Deafness
Gangguan pendengaran campuran merupakan gabungan dari gangguan
pendengaran sensorineural dan konduktif. Gangguan ini disebabkan oleh masalah
baik pada telinga dalam maupun telinga luar atau telinga tengah. Opsi penanganan
mencakup pengobatan, bedah, alat bantu dengar atau implan pendengaran telinga
tengah .
1. Otitis media kronika stadium lanjut , dimana telah terjadi komplikasi labirin
2. Otosklerosis stadium lanjut , dimana telah terjadi perjalanan proses
pembentukan tulang pada labirin.
3. Trauma kapitis, dimana telah terjadi rupture membran timpani dan putusnya
rantai osikule, hematotimpani / graktur ostempral yang merussak koklea.

11
4. Trauma akustik dimana disamping merusak membran timpani dan osikule juga
bunyi yang sangat keras dapat merusak organ corti. (ROSPA HETHARIA & SRI
MULYANI 2011 HAL 43-44)

2.5 KLASIFIKASI

Type Tuli Di Bagi Menjadi 2 Bagian :

Tuli yang di sebabkan oleh kerusakan koklea atau nervus auditorius, yang
biasanya masuk dalam kelas ‘’ tuli syaraf’’ dan kedua yang di sebabkan oleh kerusakan
mekanisme untuk menjalarkan suara ke dalam koklea , yang biasanya di sebut “tuli
konduksi”. Jika koklea dan nervus auditorius rusak, orang tersebut akan mengalami tuli
permanen. Tetapi, jika koklea dan nervus tetap ututh tetapi sistem osikulartimpa-num
telah hancur atau mengalami ankilosis (beku di tempat akibat fibrosis atau kalsifikasi),
gelombang suara masih dapat di konduksikan ke dalam koklea melalui getaran suara
yang di kenai tulang.

Untuk menentukan sifat kelainan pendengaran, di gunakan AUDIOMETER. Alat


ini merupakan earphone yag dihubungkan dengan osilator elektronik yang mampu
memancarkan suara murni dari frekuensi rendah sampai frekuensi tinggi, instrumen
dikalibrasi sehingga tingkat intensitas nol dari suara pada setiap frekuensi adalah
kekerasan yang hampir tidak dapat didengar oleh orang normal, hal ini didasarkan pada
penelitian sebelumnya pada orang-orang normal. Bagaimana pun juga, kontrol volume
kalibrasi dapat meningkatkan atau menurunkan setiap nada suara diatas atau dibawah
tingkat nol. Jika kekerasan nada suara harus ditingkatkan sampai 30 desibel diatas normal
sebelum dapat didengar, orang tersebut dikatakan menderita tuli 30 desibel untuk nada
tertentu.

2.6 MANIFESTASI KLINIS


Penderita penurunan fungsi pendengaran bisa mengalami beberapa atau seluruh gejala
berikut :
 Kesulitan dalam mendengarkan percakapan, terutama jika disekelilingnya berisik
 Terdengar gemuruh atau suara berdenging di telinga (tennitis)
 Kemampuan pendengaran terganggu
 Kemampuan wicara terganggu
 Perkembangan sosial terganggu

12
 Perkembangan kognitif terganggu
 Kelelahan dan iritasi karena penderita berusaha keras untuk bisa mendengar
 Pusing atau gangguan keseimbangan

2.7 PATOFISIOLOGI

Beberapa jenis penurunan kemampuan pendengaran dialami oleh rata-rata


sepertiga individu dewasa yang berusia lebih dari 65 tahun. Walaupun kehilangan
pendengaran merupakan salah satu masalah kesehatan kronis yang paling sering dialami
oleh lansia di Amerika Serikat, tetapi laporan tentang kehilangan tersebut oleh para
profesional, pasien lansia yang mengalami gangguan pendengaran dan keluarga msih
sedikit (ciurlia-guy, cashman, dan lawsen, 1993). Lansia yang melaporkan kesulitan
pendengaran biasanya mengeluhkan kesulitan memahami pembicaraan, terutama suara
wanita dan anak-anak yang bernada tinggi, dan atau kesulitan bercakap-cakap dalam
suatu kelompok besar, terutama jika terdengar suara latar (restoran, resepsi, dll).
Kesepian, depresi, dan atau kecenderungan paranoid dapat terjadi jika seorang yang
mengalami gangguan pendengaran menyadari keterbatasan mereka dan menghindari
situasi yang mengharuskan mereka berinteraksi dengan orang lain (chenitz, stone, dan
salisbury, 1991).

Perubahan pendengaran mulai diketahui pada individu yang berusia rata-rata 40


tahun (schieber, 1992) waktu terjadinya dipengaruhi oleh berbagai faktor selain proses
penuaan : pajanan kebisingan (suara pesawat jet, lalu lintas, senjata api, dan kebisingan
dalam pekerjaan) otitis media atau trauma berulang, obat-obatan ototoksik (obat
aminoglikosida, dll). Kondisi genetik atau penurunan sirkulasi pada struktur vital telinga
bagian dalam (eliopoulos, 1993).

2.8 PEMERIKSAAN KETULIAN


1. Tes suara bisik Caranya ialah dengan membisikkan kata-kata yang dikenal penderita
dimana kata-kata itu mengandung huruf lunak dan huruf desis. Lalu diukur berapa
meter jarak penderita dengan pembisiknya sewaktu penderita dapat mengulangi kata-
kata yang dibisikan dengan benar. Pada orang normal dapat mendengar 80% dari
kata-kata yang dibisikkan pada jarak 6 s/d 10 meter. Apabila kurang dari 5 - 6 meter
berarti ada kekurang pendengaran. Apabila penderita tak dapat mendengarkan
katakata dengan huruf lunak, berarti tuli konduksi. Sebaliknya bila tak dapat
13
mendengar kata-kata dengan huruf desis berarti tuli persepsi. Apabila dengan suara
bisik sudah tidak dapat mendengar dites dengan suara konversasi atau percakapan
biasa. Orang normal dapat mendengar suara konversasi pada jarak 200 meter.
2. Tes Garpu Suara Dengan garpu suara frekuensi 64, 128, 256, 512, 1024, 2048 dan
4096 hz, dibunyikan dengan cara tertentu lalu disuruh mendengarkan pada orang yang
dites. Bila penderita banyak tak mendengar pada frekuensi rendah berarti tuli
konduksi. Bila banyak tak mendengar pada frekuensi tinggi berarti tuli persepsi.
Kemudian dengan garpu suara frekuensi 256 atau 512 hz dilakukan tes-tes Rinne,
Weber dan Schwabach sehingga lebih jelas lagi apakah tuli penderita dibagian
konduksi atau persepsi.
3. Tes dengan Audiometer Hasil dari tes pendengaran dengan audiometer ini digambar
dalam grafik yang disebut audiogram. Apabila pemeriksaan dengan audiometer ini
dilakukan, tes-tes suara bisik dan garpu suara tak banyak diperlukan lagi, sebab hasil
audiogram lebih lengkap. Dengan audiometer dapat dibuat 2 macam audio-gram :
a. Audiogram nada murni (pure tone audiogram)
b. Audiogram bicara (speech audiogram) Dengan audiometer dapat pula dilakukan
tes-tes
c. tes SISI (Short Increment Sensitivity Index), tes Fowler dimana dapat diketahui
bahwa kelainan ada di koklear atau bukan.
d. tes Tone Decay dimana dapat diketahui apakah kelainan dibelakang koklea (retro
cochlear) atau bukan. Kelainan retro coklear ini misalnya ada tumor yang
menekan N VIII Keuntungan pemeriksaan dengan audiometer kecuali dapat
ditentukan dengan lebih tepat lokalisasi kelainan yang menyebabkan ketulian juga
dapat diketahui besarnya ketulian yang diukur dengan satu db (desibel).
4. Tes dengan "Impedance" meter Tes ini paling obyektif dari tes-tes yang terdahulu. Tes
ini hanya memerlukan sedikit kooperasi dari penderita sehingga pada anak-anak di
bawah 5 tahun pun dapat dikerjakan dengan baik. Dengan mengubah-ubah tekanan
pada meatus akustikus ekterna (hang telinga bagian luar) dapat diketahui banyak
tentang keadaan telinga bagian tengah (kavum timpani). Dari pemeriksaan dengan
Impedancemeter dapat diketahui :
a. Apakah kendang telinga (membrana timpani) ada lobang atau tidak.
b. Apakah ada cairan (infeksi) di dalam telinga bagian tengah?
c. Apakah ada gangguan hubungan antara hidung dan telinga bagian tengah yang
melalui tuba Eustachii.
d. Apakah ada perlekatan-perlekatan di telinga bagian tengah akibat suatu radang.

14
e. Apakah rantai tulang-tulang telinga terputus karena kecelakaan (trauma kepala)
atau sebab infeksi.
f. Apakah ada penyakit di tulang telirigastapes (otosklerosis).
g. Berapa besar tekanan pada telinga bagian tengah.

2.9 PENATALAKSANAAN
1. Alat bantu dengar tuli
a. Alat bantu dengar, merupakan alat elektronik yang dioperasikan dengan bateri
yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa
berjalan lancar. Alat bantu dengar terdiri dari sebuah mikrofon untuk menangkap
suara, amplifier untuk meningkatkan volume suara, speaker untuk menghantarkan
suara yang volumenya telah dinaikkan. Alat bantu dengar sangat membantu
proses pendengaran dan pemahaman percakapan pada penderita penurunan fungsi
pendengaran sensorineural.
b. Alat bantu dengar hantaran udara,Alat ini paling banyak digunakan, biasanya
dipasang di dalam saluran telinga dengan sebuah penutup kedap udara atau
sebuah selang kecil yang terbuka.
c. Alat bantu dengar hantaran tulang,Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak
dapat memakai alat bantu dengar hantaran udara, misalnya penderita yang terlahir
tanpa saluran telinga atau jika keluar cairan dari telinganya (otorea). Alat ini
dipasang di kepala biasanya dibelakang telinga dengan bantuan sebuah pita
elastis. Suara dihantarkan melalui tulang tengkorak ke telinga dalam. Beberapa
alat bantu dengar hantaran tulang bisa ditanamkan pada tulang di belakang
telinga.
2. Pencangkokan koklea,Implan / pencangkokan koklea dilakukan pada penderita tuli
berat yang tidak dapat mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar.
Alat ini dicangkokkan di bawah kulit di belakang telinga dan terdiri dari 5 bagian :
 Sebuah microfon untuk menangkap suara dari sekitar
 Sebuah prosesor percakapan yang berfungsi memilih dan mengubah suara yang
tertangkap mikrofon
 Sebuah transmitter dan stimulator / penerima yang berfungsi menerima sinyal
dari prosesor percakapan dan merubahnya menjadi gelombang listrik

15
 Elektroda, berfungsi mengumpulkan gelombang dari stimulator dan
mengirimnya ke otak
 Implan koklea sangat berbeda dengan alat bantu dengar. Alat bantu dengar
berfungsi memperkeras suara, implan koklea menggantikan fungsi dari bagian
telinga yang mengalami kerusakan.
3. Pengobatan
Pada sebagian besar kasus tuli mendadak, penyebab spesifik tidak
dapat diidentifikasi, sehingga penatalaksanaan yang diberika bersifat empiris.
Penatalaksanaan dengan memberikan paduan obat untuk semua kemungkinan
patofisiologi tuli mendadakmencakup kortikosteroid, vasodilator, diuretik, histamin,
plasma ekspander, inhalasi karbogen,calsium channel blocker

2.10 PATHWAY

2.11 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
Riwayat :
 identitas pasien,
 riwayat adanya kelainan nyeri,
 infeksi saluran nafas atas yang berulang,
 riwayat infeksi
 nyeri telinga
 rasa penuh dan penurunan pendengaran
 suhu meningkat
 malaise
 vertigo
 Aktifitas terbatas
 Takut mengahadapi tindakan pembedahan

b. Pemeriksaan fisik
B1(breathing) : infeksi saluran pernafasan atas yang berulang
B2(blood) : tidak ada kelainan pada sistem kardiovaskuler
B3(brain) : pusing, vertigo,nyeri, rasa penuh pada telingga
B4(bladder) : tidak ada kelainan
B5(bowel) : tidak ada kelainan
B6(bone&muskuluskeletal) : malaise, aktivitas terbatas, suhu meningkat

16
c. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan
2. Gangguan sensori / presepsi berhubungan dengan kerusakan pada telingatengah
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri
4. Isolasi sosial berhubungan dengan nyeri, otore
5. Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan
6. Ansietas berhubungan dengan prosedur perubahan status kesehatan dan pengobatan
7. Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri,
hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.
8. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan berkurangnya pendengaran.

d. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : Pasien mengambarkan nyeri dalam keadan minimal atau tidak ada nyeri

Intervensi:
 Kaji nyeri, lokasi,karasteristik, mulai timbul, frekuensi dan intensitas, gunakan
tingkat ukuran nyeri
R/ : untuk mengukur tingkat/kualitas nyeri guna intervensi selanjutnya
 Ajarkan dan bantu dengan alternative teknik pengurangan nyeri (misalnya imajinasi,
musik, relaksasi)
R/ : pengalihan perhatian dapat mengurangi nyeri
 Ubah posisi setiap 2 sampai 4 jam
R/ : posisi yang nyaman dapat membantu mengurangi tingkat nyeri.
 Berikan analgesik jika dipesankan
R/ : analgesic dapat mengurangi nyeri.

2. Gangguan sensori / persepsi berhubungan dengan kerusakan pada telinga tengah


Tujuan : Klien memperlihatkan persepsi pendengaran yang baik
Intervensi:
 Kaji tingkat gangguan persepsi pendengaran klien
R/ : untuk mengukur tingkat pendengaran pasien guna intervensi selanjutnya
 Berbicara pada bagian sisi telinga yang baik
R/ : berbicara pada bagian sisi telinga yang baik dapat membatu klien dalam proses
komunikasi

17
 Bersihkan bagian telinga yang kotor
R/ : telinga yang bersih dapat membantu dalam proses pendengaran yang baik
 Kolaborasi dengan dokter dengan tindakan pembedahan
R/: tindakan pembedahan dapat membatu klien memperoleh pendengaran yang baik

3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan nyeri


Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas dengan baik
Intervensi:
 Kaji tingkat intoleransi klien
R/ : Untuk mengetahui tingkat aktivitas klien guna intervensi selanjutnya
 Bantu klien untuk melakukan aktifitas sehari-hari
R/ : Bantuan terhadap aktifitas klien dapat mempermudah pemenuhan kebutuhan
klien
 Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas yang ringan
R/ : Aktivitas yang ringan dapat membantu mengurangi energy yang keluar
 Libatkan keluarga untuk proses perawatan dan aktivitas klien
R/ : Keluarga memiliki peranan penting dalam aktifitas sehari-hari klien selama
perawatan
 Ajurkan klien untuk istirahat yang cukup
R/ : Istirahat yang cukup dapat mebantu meminimalkan pengeluaran energy.

e. Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat dengan
menyesuaikan terhadap kondisi klien.

f. Evaluasi
1. Pasien mengambarkan nyeri dalam keadan minimal atau tidak ada nyeri
2. Klien memperlihatkan persepsi pendengaran yang baik
3. Klien dapat melakukan aktivitas dengan baik
4. Pola koping klien adekuat
5. Klien dapat mengeti dengan penyakitnya
6. Klien memperlihatkan ekspresi wajah yang ceria

18
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Ketulian dibidang konduksi atau disebut tuli konduksi dimana kelainan terletak
antara meatus akustikus eksterna sampai dengana tulang pendengaran stapes. Tuli di
bidang konduksi ini biasanya dapat ditolong dengan memuaskan, baik dengan
pengobatan atau dengan suatu tindakan misalnya pembedahan.Tuli yang lain yaitu tuli
persepsi (sensori neural hearing-loss) dimana letak kelainan mulai dari organ korti di
koklea sampai dengan pusat pendengaran di otak. Tuli persepsi ini biasanya sulit dalam
pengobatannya. Apabila tuli konduksi dan tuli persepsi timbul bersamaan, disebut tuli
campuran. Untuk mengetahui jenis ketulian diperlukan pemeriksaan pendengaran.

19
DAFTAR PUSTAKA

Maas, Meridean dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Geriatrik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Lucente, Frank dan Gady Har-El. 2004. Ilmu THT. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Guyton dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Smeltzer, Suzanne dan Brenda. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokeran EGC
Hetharia, Rospa dan Sri Mulyani. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan THT. Jakarta:
CV. Trans Info Media

20

Anda mungkin juga menyukai