Anda di halaman 1dari 45

PENGARUH REWARD DAN PUNISHMENT TERHADAP

KEDISIPLINAN SISWA DI KELAS 10 SEKOLAH MENENGAH


KEJURUAN (SMK) PGRI 13 SURABAYA
SKRIPSI

Oleh :

Alif Firdaus Ramadhan D93215063


Desyana Royi N. U D03215004
Mochammad I’lam Toyiba D93215077
Nawwal Ma’alie D03215079

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
2018
i
ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) penerapan reward dan
punishment di dalam sekolah; (2) kedisiplin siswa; serta (3) pengaruh reward dan
punishment terhadap kedisiplinan siswa di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
PGRI 13 Surabaya. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan
expost facto. Populasi penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas yang berjumlah 50
siswa. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data menggunakan angket dan
didukung dengan studi dokumentasi dan wawancara. Teknik analisis data untuk
mengetahui penerapan reward dan punishment di sekolah dan kedisiplinan siswa
digunakan analisis deskriptif, untuk mengetahui pengaruh penerapan reward dan
punishment terhadap kedisiplinan siswa diolah menggunakan teknik analisis data
regresi linear dengan bantuan SPSS Windows Release 16.

Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut: 1.) SMK PGRI 13 Surabaya


menggunakan metode reward dan punishment, 2.) untuk reward sendiri belum ada
from peneliaan yang pasti, akan tetapi untuk punishment SMK PGRI 13 Surabaya
sudah mempunyai form penilaian yang yang sudah ada dan sudah diterapkan.

Kata Kunci : Reward dan Punishment; kedisiplinan;

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdhulilah penulis penjatkan kehadirat Allah SWT, yang


senantiasa memberikan rahmad serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Penelitihan Kuantitatif yang berjudul ”Pengaruh Reward dan
Punishment terhadap Kedisiplinan siswa di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
PGRI 13 Surabaya”.Adapun tujuan diadakan kegiatan ini adalah untuk
menyelesaikan tugas akhir pada mata kuliah Penelitihan Kolektif.

Dengan terselesainya Laporan Penelitihan Kualitatif ini, penulis tidak lupa


menyapaikan terimakasih kepada :

1. Dra. Mukhlishah A.M, M. Pd( Dosen Penelitian Kolektif )


2. Teman-teman yang senantiasa mengembangkan ide kepada penulis demi
terselesainya Laporan Penelitihan Kuantitatif ini
3. Pihak sekolah yang banyak membantu kami dalam menyelesaikan laporan
penelitian kuantitatif ini.
Penulis menyadari bahwa”tak ada manusia yang sempurna” begitu pula laporan
penelitihan kuantitatif ini yang masih banyak kekurangan, meskipun demikian hal ini
merupakan pengalaman berharga utnuk menuju yang lebih baik. Oleh karena itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan dan pengembangan lebih lanjut.

Akhir kata penulis berharap semoga Laporan Penelitihan Kuantitatif ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca umumnya.

Surabaya, 29Mei 2018

iii
Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul
Abstrak
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitihan
D. Manfaat Penelitihan
BAB II : LANDASAN TEORITIK
A. Deskripsi Teori
B. Kerangka Berpikir
C. Hipotesis Penelitian
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
B. Populasi Penelitian
C. Tempat Dan Waktu Penelitian
D. Variabel Penelitian, Definisi Variabel
E. Teknik Penelitian
F. Instrumen Penelitian
G. Uji Keabsahan Data
H. Teknik Analisis Data
BAB IV : Hasil Penelitian Dan Pembahasan
iv
A. Deskripsi Data
B. Pengujian Hiposkripsi
C. Pembahasan
D. Keterbatasan Penelitian
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Implikasi
C. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Peran pendidikan dalam meningkatkan sumber daya manusia
sangatlah penting, maka masyarakat dengan segala kesadarannya
berusaha untuk menyekolahkan putra putrinya. Hal ini dapat dilihat
pada setiap ajaran baru, pada setiap tahunnya jumlah siswa makin
meningkat seperti yang ada pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
PGRI 13 Surabaya, ini menandakan kesadaran masyarakat akan
pendidikan mulai tumbuh dan berkembang, dan jika dilihat dari segi
historisnya pendidikan dan manusia memang tidak bisa dipisahkan
dalam menjalani kehidupan, baik keluarga, masyarakat maupun bangsa
dan Negara, ini seperti yang tercantum dalam Undang-Undang RI
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara”. 1 Kita melihat pendidikan sekarang ini yang berhubungan
dengan tingkah lakusiswa, terjadi banyak penyimpangan dan tidak
sesuai dengan harapan yang diinginkan. Ini terbukti degan banyaknya
moral akhlak siswa yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan itu
sendiri.

1Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional (Bandung: Citra Umbara, 2003), hlm.3
1
Setiap siswa dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah tidak
akan lepas dari berbagai peraturan dan tata tertib yang diberlakukan di
sekolahnya, dan setiap siswa di tuntut untuk dapat berperilaku sesuai
aturan dan tata tertib yang berlaku di sekolahnya. Namun, banyak
pelanggaran yang dilakukan oleh siswa bahkan terkadang oleh
beberapa siswa pelanggaran bersalah -pelanggaran itu menjadi
kebiasaan yang selalu mereka lakukan tanpa beban dan rasa.
Pelanggaran-pelanggaran tersebut dilakukan oleh siswa tanpa ada rasa
tabu untuk melakukannya karena tidak adanya jiwa dan semangat
disiplin dalam diri siswa. Seharusnya setiap siswa memiliki disiplin
yang baik dalam setiap proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran
tercapai dengan baik. diantara beberapa pelanggaran yang sering
dilakukan siswa misalnya: terlambat, membantah perintah, melalaikan
tugas, berpakaian tidak sesuai, membolos, berisik di kelas, menyontek
saat ulangan hingga perkelahian antar siswa dan sebagainya.

Pencapaian tujuan pendidikan tidak akan maksimal jika tidak


ada kedisiplinan dalam proses pembelajaran, baik kedisiplinan guru,
kepala sekola, staf dan siswa. Menurut Muchdarsyah “disiplin adalah
sikap kejiwaan seseorang atau sekelompok orang yang senantiasa
berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi segala aturan atau
kepetusan yang telah di tetapkan. Dengan kata lain, disiplin berarti
tunduk dan patu terhadap aturan, norma atau tata tertib yang berlaku di
sekolah. Disiplin terkait dengan tata tertib dan ketertiban. Ketertiban
berarti kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan karena
didorong oleh sesuatu yang datangnya dari luardirinya. Sementara itu
disiplin adalah kepatuha yang muncul karena kesadaran dan dorongan

2
dari dalam diri seseorang. Sedangkan tata tertib berarti perangkat
peraturan yang berlaku untuk menciptakan kondisi yang tertib dan
teratur.
Namun pohon kedisiplinan siswa di sekolah-sekolah semakin
rapuh. Hal ini terjadi oleh sebab kurangnya penegakan kedisiplinan
siswa oleh guru dalam proses pembelajaran. Muhibbin Syah
mengungkapkan salah satu fungsi atau peranan guru dalam proses
pembelajaran ialah sebagai manager of instruction , artinya setiap guru
di harapkan pandai-pandai dalam menyelenggarakan dan
mengendalikan seluruh tahapan proses pembelajaran kepada siswa dan
guru harus mampu menciptakan kondisi dan situasi sebaik-baiknya,
sehingga memungkinkan para siswa belajar secara berdaya guna dan
berhasil guna. Oleh karena itu, saatnya pengella sekolah
memprioritaskan tegaknya budaya disipin dikalangan para siswa,
sehingga perilaku dan prestasi siswa semakin membanggakan.
Dengan demikian, sekolah sebagai pranata kontrol harus
menciptakan lingkungan yang disiplin yang mana akan membiasakan
siswa untuk disiplin, ketika siswa terbiasa untuk disiplin, siswa akan
mudah untuk berbuat sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Jika siswa
dibiasakan berbuat baik maka siswa akan mudah untuk berbuat baik,
dan jika siswa dibiarkan untuk berbuat buruk. Sepeti yang diungkapkan
Imam Al-Ghozali dalam Abdullah N. Ulwah mengenai kebiasaan anak,
ia mengatakan “anak adalah amanah bagi orang tuanya. Hatinya yang
suci adalah permata yang sangat mahal harganya. Jika dibiasakan pada
kejahatan dan dibiarkan seperti dibiarkannya binatang, ia akan celaka
dan binasa. Sedang memeliharanya adalah upaya pendidikan dan
mengajari akhlak”. Kemudian seorang penyair dalam Abdullah N.
Ulwan mengungkapkan sebuah syair yang senada dengan Imam Al-

3
Ghozali mengenai kebiasaan anak, ia mengatakan “Anak akan tumbuh
pada apa yang dibiasakan ayahnya kepadanya, ia tidak dapat tunduk
oleh akal, akan tetapi kebiasaanlah yang dapat menundukkannya”.
Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa betapa
pentingnya pembiasaan bagi siswa, salah satunya pembiasaan untuk
bersikap disiplin, pendidik dan pihak sekolah harus membiasakan
siswa untuk bersikap disiplin, baik dalam proses pembelajaran dan di
luar pembelajaran. Disiplin diri dilakukan karena kesadaran bahwa
prestasi tidak bisa diraih tanpa kerja keras dan perilaku yang baik.
prestasi dicapai bukan semata bermodal kecerdasan, namun melalui
disiplin yang tinggi dalam belajar dan melakukan sesuatu.
Orang tua mempunyai harapan besar kepada sekolah utuk
mendidik anak mereka agar berperilaku baik dan berprestasi. Mungkin
memang banyak siswa yang berhasil meraih medali tingkat
internasional, namun itu tidak mencerminkan mutu dan prestasi pada
siswa pada umumnya. Dibandingkan siswa yang berhasil meraih
prestasi internasional justru lebih banyak siswa yang minim prestasi
bahkan memiliki perilaku yang menyimpang. Oleh karena itu, siswa
sejak awal harus dikenalkan dengan lingkungan sekolah yang
menghargai dan menjunjung tinggi kedisiplinan. Sekolah harus bisa
meyakinkan siswa bahwa berperilaku baik dan berprestasi cemerlang
hanya bisa diraih dengan kedisiplinan tinggi para siswa. Tanpa
kedisiplinan, fungsi sekolah akan susah untuk produktif dan potensi
siswa akan terkubur,bahkan akan banyak siswa yang akan terlibat
masalah. Hanya sedikit sekolah yang berhasi menjalakan kedisilinan
yang baik, faktanya banyak siswa gemar merokok dan siswa tawuran.
Semua itu cerminan dar perilaku tidak disiplin. Jika demikian yang

4
terjadi, sekolah sulit menjadi tenpat munculnya generasi yang
berperilaku baik dan berprestasi.
Untuk menanggulangi masalah-masalah yang mungkin terjadi
karena kurangnya kedisiplinan siswa dalam seluruh proses
pembelajaran di sekolah maka perlu dilakukan upaya-upaya oleh
pendidik dan pihak sekolah dalam upaya mendisiplinkan siswa,
sehingga mereka memiliki perilaku yang baik dan berprestasi. Ini
memang bukan usaha yang mudah, selain juga membutuhkan waktu
waktu yang tidak singkat. Membentuk pribadi siswa agar dewasa
dalam setiap perilaku dan selalu senderung pada pencapaian prestasi,
membutuhkan kesungguhan dalam setiap upaya yang dilakukan,baik
sistemik maupun teladan nyata dari lingungan.
Pemberian reward dan punishment merupakan salaha satu
upayaa yang dapat diterapkan di sekolah untuk menjalankan
kedisiplinan dalam bentuk peraturan-peraturan sekolah yang telah
disepakati melalui rapat dan musyawarah dewan guru. Apabila
peraturan-peraturan itu dijalankan dengan baik dan teratur, maka akan
membantu mencapai tujuan intruksional pengajaran itu sendiri. Reward
(ganjaran) merupakan hal yang menggembirakan bagi anak, dan dapat
menjadi pendorong atau motivasi bagi belajarnya murid. 2 Sedangkan
Punishment (hukuman) adalah usaha edukatif untuk memperbaiki dan
mengarahkan siswa kea rah yang benar, bukan praktik hukuman dan
3
siksaan yang memasung kreatifitas. Banyak bentuk pelaksanaan
pemberian reward dan punishmen yang dapat diberikan kepada siswa,
bentuk reward yang dapat diberikan diantaranya adalah pujian, hadiah,
pengormatan dan sebagainya. Sedangkan bentuk punishment yang

2 Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1973),
hlm.147
3
Malik Fajar, Holistika Pemikiran Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo, 2005), hlm. 202
5
dapat diberikan diantaranya yang bersifat preventif misalnya peraturan,
ancaman, larangan, dan sebagainya.
Reward dan punishment yang diberikan bisa menjadi penguat
dan motivasi bagi siswa dalam proses belajarnya. Dengan demikian
siswa akan terdorong dan memiliki kemauan untuk bertindak lebih baik
lagi. Sehingga dalam pelaksanaannya akan selalu ada masalahdan
hambatan yang membuat tujuan dari penerapan reward dan punishment
tidak tercapai bahkan justru bisa mengakibatkan siswa menjadi lebih
buruk. Masalah-masalah tersebut bisa berupa kurang konsisten dalam
pelaksanaannya, kurangnya tindakan nyata dari konsekuensi atas
pelanggaran terhadap peraturan yang telah disepakati, sikap pilih kasih
dari penghukum, kecemburuahn sosial dan sebagainya
Berpijak dari latar belakang tersebut, maka perlu diadakan
penelitian pendidikan untuk membuktikan sejauh mana pengaruh
reward (penghargaan) dan punishment (hukuman) dalam dalam
mendisiplinkan siswa khususnya di Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) PGRI 13 Surabaya, maka dalam hal ini peneliti mengangkat
topik: “Pengaruh Reward dan Punishment terhadap Kedisiplinan Siswa
di Kelas 10 di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) PGRI 13 Surabaya.

6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, dapat dirumuskan
masalah utama yaitu :
1. Bagaimana kedisiplinan siswa di Sekolah Menegah Kejuruan
( SMK) PGRI 13 Surabaya ?
2. Bagaimana pelaksanaan reward dan punishment di Sekolah
Menegah Kejuruan ( SMK) PGRI 13 Surabaya ?
3. Bagaimana pengaruh sistem reward dan punishment
mempengaruhi kedidsiplinan siswa Sekolah Menegah Kejuruan
( SMK) PGRI 13 Surabaya ?

C. Tujuan penelitian
Berdasarkan uraian rumusan masalah tersebut, dapat dirumuskan
tujuan penelitian diantaranya adalah :
1. Untuk mengetahui kedisiplinan siswa di Sekolah Menegah
Kejuruan ( SMK) PGRI 13 Surabaya.
2. Untuk mrngetahui pelaksanaan reward dan punishment di
Sekolah Menegah Kejuruan ( SMK) PGRI 13 Surabaya.
4. Untuk mengetahui pengaruh sistem reward dan punishment
mempengaruhi kedidsiplinan siswa Sekolah Menegah Kejuruan
( SMK) PGRI 13 Surabaya

D. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna berbagai pihak


baik secara teoritis maupun secara praktis.

7
1. Manfaat teoris

Peneletian ini mengkaji tentang pengaruh reward


dan punishment terhadap kedisiplinan siswa di kelas 10 di
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) PGRI 13 Surabaya.
Pada dasarnya pemberian penghargaan dan hukuman dalam
hal kedisplinan siswa ini sangatlah berpengaruh dan
mempengaruhi, serta saling terkait satu sama lainnya. Dan
dalam menggunakan beberapa pendekatan kita dapat
mengetahui perubahan yang dialami oleh siswa dalam
tingkah laku, sikap dan perilaku. Dan kita pun dapat
mengukur tingkat efektifitas dan efisiensi dari pendekatan
tersebut terhadap kedisilinan dan peningkatan belajar siswa
SMK PGRI 13 Surabaya. Lebih-lebih lagi diharapkan
melalui penelitian ini diharapkan guru mampu
mmeingkatkan motivasi belajar dan memperkaya wawasan
ilmu pengetahuan mengenai pelaksanaan reward dan
punishment

2. Manfaat praktis
Secara praktis hasil penelitian ini bermanfaat memberikan
masukan:

1. Bagi SMK PGRI 13 Surabaya, untuk dijadikan bahan


pertimbangan dalam meningkatkan kedisiplinan para
siswanya dengan menggunkaan metode reward dan
punishment

8
2. Bagi para guru, diharapkan menjadi motivasi dan
menjadi masukan mengenai pelaksanaan reward dan
punishment
3. Bagi para kepustakaan, diharapkan dapat menjadi karya
tulis ilmiah untuk menambah koleksi pustaka bagi para
pendidik khususnya, dan masyarakat.

4. Bagi para peneliti, hasil temuan ini dijadikan sebagai


bahan penelitian lanjutan sekaligus juga sebagai bahan
referensi untuk melakukan studi penelitian yang sama.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Pustaka
1. Konsep Disiplin
Pengertian Kedisiplinan
Kedisiplinan berasal dari kata “disiplin” yang mendapt awalan “ke” dan akhiran “an”
yang merupakan konviks verbal yang berarti keadaan. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) “disiplin adalah tata tertib (di sekolah, kemiliteran, dsb); juga
diartikan ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib)”.4

Menurut Masykur Arif Rahman, “disiplin berasal dari Bahasa Inggris


“discipline” yang mengandung beberapa arti, diantaranya adalah pengendalian diri,
membentuk karakter yang bermoral, memperbaiki dengan sangsi, serta kumpulan
beberapa tata tertib untuk mengatur tingkah laku”.5

Sementara itu, menurut Muchdarsyah “disiplin adalah sikap mental yang


tercermin dalam perbuatan atau tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat
berupa kepatuhan atau ketaatan (obedience) teradap peraturanperaturan dan
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan baik ole pemerintah atau etik, norma dan kaidah
yang berlaku dalam masyarakat untuk tujuan tertentu”. 6 Selanjutnya Alisuf Sabri
mengemukakan bahwa “disiplin adalah adanya kesediaan untuk mematuhi ketentuan/
peraturan-peraturan yang berlaku”.7

4
Redaksi Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama, 2008) h. v
;900333
5
Arif Rahaman, Kesalahan-Kesalahan Fatal Paling Sering Dilakukan Guru dalam Kegiatan Belajar
Mengajar, (Yogjakarta Diva Press, 2011), h. 64
6
Muchdarsyah Sinungan, Produktifitas : Apa dan Bagaimana, Cet. 9, (Jakarta : Bumi Aksara, 2014), h.
135
7
Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, Cet. 1, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005), h. 54
10
Jadi, aspek terpenting dari disiplin adalah ketaatan dan kepatuhan terhadap aturan-
aturan dan kesadaran menjalankan tata tertib dan ketentuan11untuk mencapai tujuan
yang diharapkan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
disiplin adalah suatu keadaan sikap ketaatan dan kepatuhan pada peraturan, norma
atau tata tertib, yang dilakukan secara sadar sebagai proses pengendalian diri untuk
mencapai standar yang tepat dan tujuan yang diharapkan.

2. Unsur-Unsur Disiplin

Bila disiplin diharapkan mampu mendidik anak untuk berperilaku sesuai


dengan standar yang ditetapkan kelompok sosial masyarakat, menurut Elizabet B.
Hurlock “disiplin harus mempunyai empat unsur pokok, jika salah satu dari keempat
unsur pokok itu hilang maka akan menyebabkan sikap yang tidak menguntungkan
pada anak dan perilaku yang tidak akan sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini
karena masing-masing unsur pokok itu sangat berperan dalam perkembangan moral”.8
Keempat unsur pokok tersebut adalah sebagai berikut:
a. Peraturan

Pokok pertama dalam disiplin adalah peraturan, peraturan adalah pola yang
ditetapkan untuk tingkah laku. Pola tersebut mungkin ditetapkan orang tua, guru atau
teman bermain. Tujuannya adalah membekali anak dengan pedoman perilaku yang
disetujui dalam situasi tertentu. Misalnya peraturan sekolah, peraturan ini mengatakan
pada anak apa yang harus dilakukan, apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak
boleh dilakukan sewaktu berada di dalam kelas, koridor sekolah, ruang makan
sekolah, kamar kecil atau lapangan bermain sekolah. Demikian juga dengan peraturan
di rumah yang mengajarkan anak apa yang harus, apa yang boleh dan apa yang tidak
boleh dilakukan di rumah, atau dalam hubungan dengan keluarga.

8
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, ter. Med Meitasari Tjandrasa, ( Jakarta : Erlangga, 1990),
h. 84
11
b. Hukuman

Pokok kedua dalam disiplin adalah hukuman, hukuman berasal dari bahasa
latin yaitu punire, yang berarti menjatuhkan hukuman pada seseorang karena
melakukan kesalahan, perlawanan atau pelangggaran sebagai ganjaran atau balasan.
Walaupun tidak dikatakan secara jelas, tersirat bahwa kesalahan, perlawanan atau
pelanggaran ini disengaja, dalam arti bahwa orang itu mengetahui bahwa perbuatan
itu salah tetapi tetap melakukannya.

c. Penghargaan

Pokok ketiga dari disiplin adalah penggunaan penghargaan, istilah


“penghargaan” memiliki arti tiap bentuk penghargaan untuk suatu hasil yang baik.
Penghargaan tidak perlu berbentuk materi, tetapi dapat berupa kata-kata pujian,
senyuman atau tepukan di bahu/ punggung. Penghargaan yang diberikan menyusul
hasil yang telah dicapai, oleh sebab itu penghargaan berbeda dengan suapan, yang
merupakan suatu janji akan imbalan yang digunakan untuk membuat orang berbuat
sesuatu. Oleh sebab itu, suapan terutama diberikan sebelum tindakan dan bukan
sesudah tindakan seperti halnya penghargaan.

d. Konsistensi

Pokok keempat disiplin adalah konsistensi, konsistensi berarti tingkat


keseragaman atau stabilitas. Konsistensi tidak sama dengan ketetapan, yang berarti
tidak adanya perubahan. Sebaliknya, konsistensi artinya ialah kecenderungan menuju
kesamaan. Bila disiplin itu konstan, tidak akan ada perubahan untuk menghadapi
kebutuhan yang berubah. Sebaliknya, konsistensi memungkinkan orang menghadapi
kebutuhan perkembangan yang berubah pada waktu yang bersamaan, cukup
mempertahankan ragaman agar anak tidak akan bingung mengenai apa yang
diharapkan dari mereka. Konsistensi harus mejadi ciri semua aspek atau unsur pokok
disiplin, harus ada konsistensi dalam peraturan yang digunakan sebagai pedoman
perilaku, konsistensi dalam hukuman yang dberikan pada mereka yang tidak
12
menyesuaikan pada standar, dan konsistensi penghargaan bagi mereka yang bisa
menyesuaikan.9

2. Indikator-Indikator Kedisiplinan

Dalam mengukur tingkat disiplin belajar siswa diperlukan indicator-


indikator, indikator-indikator tersebut dapat kita ketahui dengan melihat jenis
kedisiplinan. Menurut Moenir “ada dua jenis disiplin yang sangat dominan
yakni disiplin dalam hal waktu dan disiplin hal kerja dan disiplin dalam hal
perbuatan” 10 , indicator-indikator yang dapat digunakan untuk meningkatkan
disiplin belajar siswa berdasarkan ketentuan disipin waktu dan disiplin
perbuatan yaitu:
a. Disiplin waktu, meliputi:

1) Tepat waktu dalam belajar, mencakup datang dan pulang sekolah


tepat waktu.

2) Tidak meninggalkan kelas/ membolos.

3) Menyelesaikan tugas sesuai waktu yang ditetapkan.

4) Dan sebagainya.
b. Disiplin Perbuatan, meliputi:

1) Patuh dan tidak melanggar peraturan yang berlaku.

2) Tidak malas dalam belajar.

3) Tidak menyuruh orang lain mengerjakan tugasnya.

4) Tidak suka berbohong

9
Ibid, h. 81-91
10
H.A.S Monier, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, Cet. 10 (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), h.
95
13
5) Tingkah laku menyenangkan, mencakup tidak mencontek, tidak
membuat keributan dan tidak mengganggu orang lain yang sedang
belajar.
6) Dan sebagainya.

4. Kedisiplinan dalam Islam

Islam mengajarkan kepada umatnya supaya hidup disiplin yaitu dengan


bekerja keras, bersungguh-sungguh, jujur, hidup teratur, menggunakan dan
memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya untuk memperoleh kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat. Nabi Muhammad Saw. Bersabda mengenai memanfaatkan waktu
dengan sebaik-baiknya:

( )Artinya : “Dari Ibnu Umar Ra., ia berkata: “Rasulullah Saw. Memegang pundakku,
lalu bersabda: Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau
pengembara. Lalu Ibnu Umar Ra. Berkata: “jika engkau di waktu sore, maka
janganlah kau menunggu pagi, dan jika engkau diwaktu pagi, maka janganlah
menunggu waktu sore dan pergunakanlah waktu sehatmu sebelum waktu sakitmu dan
waktu hidupmu sebelum matimu”. (HR.Buhari)

Disiplin merupakan pangkal dari suatu keberhasilan, supaya hidup teratur


hendaknya kita pandai-pandai merencanakan dan memanfaatkan waktu serta
mengatur waktu dengan sebaik-baiknya, sehingga dapat melaksanakan pekerjaan dan
menjalankan kewajiban sesuai dengan waktu yang ditetapkan dan pada akhirnya dapat
mencapai hasil yang memuaskan. Sebaliknya, jika kita tidak mengguanakan waktu
secara teratur bahkan mengabaikannya maka kita akan mendapat kerugian.

Menurut Quraisy Shihab “uraian Surah di atas adalah tentang waktu dan
pentingnya memanfaatkan serta mengisinya dengan aktifitas positif, baik untuk diri
sendiri maupun orang lain. Surat ini mengingatkan tentang pentingnya menggunakan
waktu dengan sebaik mungkin. Imam Syafi’i: “Seandainya umat Islam memikirkan
14
kandungan surah ini (Al-Ashr), niscaya (petunjuk-petunjuknya) sudah mencukupi
mereka”.11

Seorang siswa hendaknya memiliki perilaku disiplin, baik disiplin dalam


waktu belajar maupun disiplin dalam kegiatan-kegiatan lain. Karena belajar
memerlukan aktifitas yang teratur, dilaksanakan setahap demi setahap, oleh karena itu,
diperlukan sikap disiplin dari seorang siswa sehingga pada akhirnya apa yang dicita-
citakan dapat terwujud dengan baik.

Penjelasan di atas menunjukan adanya tuntutan perilaku disiplin yaitu


dengan cara melaksanakan tugas pembelajaran secara teratur, memanfaatkan waktu
dengan sebaik-baiknya dan mentaati peraturan yang ditetapkan oleh pihak lembaga
pendidikan (sekolah). Hal ini harus diperhatikan secara ketat melalui tingkat demi
tingkat, dan peraturan sekolah harus ditegakkan dengan baik oleh setiap guru dan
siswa.

3. Konsep Reward (Penghargaan)


Reward
a. Pengertian Reward Secara Etimologi “reward berasal dari Bahasa Inggris yang
berarti penghargaan atau hadiah”. 12 Selain itu “reward juga berarti tanda jasa;
hadiah, imbalan, ganjaran”. 13
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
“penghargaan adalah perbuatan (hal dsb) menghargai; pengormatan”.14
Secara terminologi, pengertian reward dapat kita liat dari pendapat beberapa ahli.
Elizabeth B. Hurlock mengatakan “reward berarti tiap bentuk penghargaan untuk
hasil yang baik, penghargaan tersebut tidak perlu berbentuk materi, tetapi dapat
berupa kata-kata pujian, senyuman atau tepukan punggung”.15

11
Quraisy Shihab, Al-Qur’an dan Maknanya, Cet. 1, ( Ciputat : Lentera Hati, 2010), h.57
12
Jhon M. Echols Kamus Bahasa Indonesia-Inggris, hal. 165
13
Ahmad mulyadi,dkk, kamus pengayaan Bahasa Inggris, hal.607
14
Redaksi pusat bahasa depdiknas.op, cit, hal.483
15
Elizabeth B. Hurlock, Op, Cit, hal 90
15
Alisuf Sabri menyatakan bahwa “penghargaan adalah ganjaran yang akan
diberikan kepada anak-anak yang menunjukan prestasi atau hasil pendidikan
yang baik, baik dari segi prestasi kepribadian (kelakuan, kerajinan dan
sebagainya) maupun baik dalam prestasi belajarnya”. Sementara itu, Armai Arief
mengartikan “ganjaran adalah hadiah terhadap perilaku baik dari anak didik
dalam proses pendidikan”.
Menurut Ngalim Purwanto Reward adalah salah satu alat pendidikan sebagai
alat untuk mendidik anak-anak supaya anak dapat merasa senang karena
perbuatannya atau pekerjaannya mendapatkan penghargaan. Umumnya, anak
mengetahui bahwa pekerjaan atau perbuatannya yang menyebabkan ia mendapat
ganjaran itu baik. Selanjutnya, pendidik bermaksud juga supaya dengan ganjaran
itu anak menjadi lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau mempertinggi
prestasi yang telah dapat dicapainya. Dengan kata lain, anak menjadi lebih keras
kemauannya untuk bekerja atau berbuat yang lebih baik lagi.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimppulkan bahwa reward (ganjaran)
adalah segala sesuatu yang berupa penghargaan yang menyenangkan perasaan
yang diberikan kepada siswa karena mendapat hasil baik dalam proses
pendidikannya dengan tujuan agar senantiasa melakukan pekerjaan yang baik dan
terpuji.Dalam agama islam juga mengenal reward, ini terbukti dengan
ditemukannya banyak kata ganjaran atau pahala dalam Al-Qur’an, khususnya
ketika kitab suci ini berbicara tentang apa yang diterima oleh seseorang baik di
dunia maupun di akhirat dari amal perbuatannya. pahala adalah bentuk
penghargaan yang diberikan oleh Allah SWT kepada hamba-Nya yang telah
mengerjakan perintah-Nya..
Dapat dipahami bahwa masalah pahala diakui keberadaanya dalam rangka
pembinaan umat. Ganjaran atau pahala diberikan kepada orang-orang yang
beriman disertai dengan amal baik dan akhlak mulia yang menunjukan prestasi
yang tinggi dalam bidang kebaikan. Dengan demikian, keberadaan ganjaran

16
diakui dalam islam dan digunakan dalam rangka pembinaan umat manusia
melalui kegiatan pendidikan. Ganjaran ini diberlakukan kepada sasaran yang
lebih bersifat khusus, ganjaran untuk orang yang patuh dan menunjukkan
perbuatan atau perilaku yang baik.
2. Macam-Macam Reward
Untuk menentukan ganjaran macam apakah yang baik diberikan kepada anak
merupakan hal yang sangat sulit. Ganjaran sebagai alat pendidikan banyak sekali
macamnya, diantaranya :
a. Guru mengangguk-angguk tanda senang dan membenarkan sesuatu jawaban
yang diberikan oleh seorang anak.
b. Guru memberikan kata-kata yang menggembirakan (pujian) seperti, “Rupanya
sudah baik pula tulisanmu, man. Kalau kamu terus berlatih tentu akan lebih baik
lagi”.
c. Pekerjaan dapat juga menjadi suatu ganjaran. Contoh, “Engkau akan segera
saya beri soal yang lebih sukar sedikit , Ali, karena yang nomor 3 ini rupanya
agak terlalu baik engkau kerjakan”.
d. Ganjaran yang ditunjukan kepada seluruh kelas sering sangat perlu. Misalnya,
“karena saya lihat kalian telah bekerja dengan baik dan lekas selesai, sekarang
saya (bapak guru) akan mengisahkan sebuah cerita yang bagus sekali”. Ganjaran
untuk seluruh kelas dapat juga berupa bernyanyi atau pergi berdamwisata.
e. Ganjaran dapat juga berupa benda-benda yang menyenangkan dan berguna
bagi anak-anak. Misalnya pensil, buku tulis, gula-gula atau makanan lain. Tetapi
dalam hal ini guru harus sangat berhati-hati dan bijaksana sebab dengan benda-
benda itu mudah benar ganjaran berubah menjadi “upah” bagi murid-murid16.
Selanjutnya Armai Arif mengemukakan beberapa cara untuk memberikan
ganjaran, antara lain:
1. Pujian yang indah, diberikan agar anak lebih bersemangat dalam belajar.

16
Ngalim Purwanto, Op. Cit, hal. 183
17
2. Imbalan materi/hadiah, karena tidak sedikit anak yang termotivasi dengan
pemberian hadiah.
3. Doa, misalnya “Semoga Allah Swt. Menambah kebaikan kepadamu”
4. Tanda penghargaan, hal ini sekaligus menjadi kenang-kenangan bagi murid
atas prestasi yang diperolehnya.
5. Wasiat kepada orang tua, maksudnya melaporkan segala sesuatu yang
berkenaan dengan kebaikan siswa disekolah kepada orang tuanya dirumah17.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa reward dapat berupa isyarat tubuh,
kata-kata puian, pekerjaan/tantangan, benda-benda, seni, drama, wisata dan
sebagainya. Selai itu macam-macam reward (ganjaran) secara garis besar menurut
Alisuf Sabri dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
a. Pujian
Pujian adalah satu bentuk ganjaran yang paling mudah dilakukan, karena hanya
berupa kata-kata seperti baik sekali, baik, bagus atau dapat berupa kata-kata yang
bersifat sugestif “lain kali hasilnya pasti akan lebih bagus lagi” dan sebagainya.
b. Penghormatan
Reward (ganjaran) yang berupa penghormatan ini dapat dibentuk dua macam
pula. Pertama, berbentuk semacam penobatan, yaitu anak yang mendapat
ganjaran mendapatkan kehormatan diumumkan dan ditampilakn dihadapan
teman-temannya sekelas atau sesekolah. Kedua, penghormatan yang berbentuk
pemberian kekuasaan/kesempatan untuk melakukan sesuatu, misalnya kepada
anak yang berhasil menyelesaikan tugas/PR yang sulit, disuruh mengerjakannya
dipapan tulis supaya dilihst teman-temannya.
c. Hadiah
Hadiah ialah reward (ganjaran) yang diberikan dalam bentuk barang, dapat
berupa barang atau alat-alat keperluan sekolah seperti : pensil, buku tulis, pulpen,
penggaris dan sebagainya atau dapat berbentuk barang-barang yang lain seperti:

17
Armai Arief,Op. Cit, hal.127-128
18
kaos, baju, handuk, alat permainan dan sebagainya. Ganjaran dalam barang ini
sering mendatangkan pengaruh negative dalam belajar yaitu anak belajar bukan
karena ingi mengejar pengetahuan, tetapi semata-mata karena ingin mendapatkan
hadiah, akibatnya apabila dalam belajar tidak memperoleh hadiah maka anak
menjadi malas belajarnya.
d. Tanda Penghargaan
Tanda penghargaan adalah bentuk reward yang bukan dalam bentuk barang tetapi
surat keterangan atau sertifikat sebagai symbol tanda penghargaan yang diberikan
atas prestasi yang dicapai oleh anak didik. Tanda penghargaan ini sering disebut
reward simbolis. Pada umumnya Reward simbolis ini besar sekali pengaruhnya
terhadap kehidupan pribadi anak sehingga dapat menjadi pendorong bagi
perkembangan anak selanjutnya18.
Dari berbagai macam reward yang dijelaskan diatas pendidik dapat menggunakan
berbagai macam reward dalam penerapannya. Penggunaan reward tersebut
disesuaikan dengan karakter siswa atau disesuaikan dengan situasi dan kondisi,
baik kondisi siswa maupun kondisi pendidik atau pihak situasi dan kondisi, baik
kondisi siswa maupun kondisi pendidik atau pihak yang memberikan reward.
Selain dari hal-hal tersebut ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
memberikan reward.

3. Syarat-Syarat dalam memberika Reward


Jika kita perhatikan apa yang diuraikan tentang maksut ganjaran, bila mana
dan siapa yang perlu mendapatkan ganjaran, serta ganjaran- ganjaran macam
apakah yang baik diberikan kepada seseorang, ternyata dalam mberikan ganjaran
bukanlah soal yang mudah dan sembarangan. Menurut Ngalim Purwanto ada
beberapa syarat yang perlu diperhatikan oleh pendidik, yaitu:

18
Alisufi Sabri, Op, Cit. hal. 60-61
19
a. Untuk memberikan ganjaran yang pedagogis perlu sekali guru mengenal betul-
betul murid-muridnya dan tau menghargai dengan tepat. Ganjaran dan
penghargaan yang salah dan tidak tepat dapat membawa akibat yang tidak
diinginkan.
b. Ganjaran yang diberikan oleh seorang anak janganlah hendak menimbulkan
rasa cemburu atau iri hati bagi anak yang lain yang merasa pekerjaannya merasa
lebih baik, tetapi tidak mendapatkan ganjaran.
c. Memberikan ganjaran hendaknya hemat, tertalu kerap atau terus menerus
memberi ganjaran dan penghargaan akan menjadi hilang arti ganjaran tersebut
sebagai alat pendidikan.
d. Janganlah memberi ganjaran dengan menjanjikan lebih dahulu sebelum anak-
anak menunjukan prestasi kerjanya apalagi bagi ganjaran yang diberikan kepada
seluruh kelas. Ganjaran yang telah dijanjikan dahulu akan membawa kesukaran-
kesukaran bagi beberapa orang anak yang kurang pandai.
e. Pendidik harus berhati-hati memberikan ganjaran, jangan sampai ganjaran
yang diberikan kepada anak-anak diterimanya sebagai upah dari jerih payah yang
telah dilakukannya19.
Berdasarkan syarat-syarat yang telah dijelaskan, dalam memberikan reward
seorang guru dan pihak sekolah hendaknya dapat mengetahui siapa yang berhak
mendapatkan reward dan siapa yang tidak berhak mendapatkannya, seorang guru
dan pihak sekolah harus selalu ingat akan maksud dari pemberian reward itu.
Seorang siswa yang pada suatu ketika menunjukan hasil lebih baik dari biasanya,
mungkin sangat baik diberikan reward. Dalam memberikan reward seorang guru
dan pihak sekolah hendaknya bijaksana, jangan smapai reward menimbulkan iri
hati pada siswa yang lain yang merasa dirinya lebih pandai, tetapi tidak
mendapatkan reward.

19
Ngalim Purwanto, Op. Cit, hal. 184
20
4. Tujuan Pemberian Reward
Dalam pelaksanaannya pembelajaran setiap memiliki tujuan atau maksut,
begitupun dalam pemberian reward kepada siswa.
Menurut Ngalim Purwanto reward atau ganjaran adalah salah satu alat
pendidikan. Jadi dengan sendirinya ganjaran itu bertujuan untuk mendidik anak-
anak supaya dapat merasa senang karena perbuatan atau pekerjaannya mendapat
penghargaan. Selanjutnya dengan ganjaran itu pendidik supaya anak menjadi
lebih giat lagi usahanya untuk memperbaiki atau mempertinggi prestasi yang
telah dicapainya. Jadi, pemberian reward bertjuan untuk membentuk kata hati dan
kemampuan yang lebih baik dan lebih keras pada anak20.
Selanjutnya hampir senada dengan pendapat Ngalim P. Alisuf Sabri
mengemukakan bahwa “reward atau ganjaran diberikan bertujuan sebagai
penguatan positif agar anak didik dapat memperkuat usahanya sehingga dapat
mempertahnkan dan meningkatkan prestasi yang telah dicapai”21.
Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa reward dan ganjaran diberikan
dengan tujuan sebagai berikut:
a. Ganjaran diberikan untuk mendidik anak supaya anak mengetahui bahwa
perbuatan baiknya akan mendatangkan kebaikan untuk dirinya.
b. Ganjaran diberikan untuk memberikan penguatan positif agar anak dapat
meningkatkan usahanya untuk menjadi lebih baik.
5.Pendapat tentang Reward
Pemberian reward sebagai alat pendidikan memiliki berbegai dampak bagi siswa
sehingga para ahli pendidikan berbeda pendapat terhadap peberian reward sebagai
alat pendidikan, menurut Ngalim P. setidaknya ada tiga pendapat mengenai hal
tersebut, yaitu:

20
Ibid, hal. 182
21
Alisuf Sabri, Op. Cit, hal 60
21
a. Sebagaian ahli pendidikan menujui dan menganggap penting ganjaran
(reward) sebagai alat pendidikan, ganjaran tersebut dipakai sebagai alat untuk
membentuk kata hari anak-anak.
Kau Philamtropijn, umpamanya sangat menyetujui dan banyak memakai ganjaran
itu sebagai alat satu-satunya alat yang bak disekolahnya.
b. Sebagai ahli pendidikan tidak suka sama sekali menggunakan ganjaran itu,
karena bagi mereka ganjaran itu dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat
pada murid. Menurut mereka pendidik anak-anak supaya mengerjakan dan
berbuat baik dengan tidak mengahrapkan pujian atau memang kewajibannya.
c. Pendapat ketiga ini terletak diantara kedua pendapat yang bertentangan
tersebut diatas. Sebagai seorang pendidik hendaknya menginfasi bahwa yang
dididik adalah sholeh/sholehah. Dari meraka berjumlah dapat dituntut suapaya
meraka mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk atas kemauan dan
keinsyafannya sendiri, perasaan kewajiban mereka masih belum sempurna,
bahkan pada siswa yang masih kecil boleh belum ada. Untuk itu, maka pujian dan
reward (ganjaran) sangat diperlukan pula dan berguna bagi pembentukan kata
hati dan kemauan22.
Dari berbagai pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam menggunakan
ganjaran sebagai alat pendidikan. Penggunannya harus disesuaikan dengan
kondisi dan keadaan. Pemberian ganjaran tidak boleh terlalu sering dan tidak
boleh tidak sama sekali.

22
Ngalim Purwanto, Op. Cit, hal. 184-185
22
4. Konsep Punishment (Hukuman)
a. Pengertian Punishment
“Punishment berasal dari bahasa inggris yang berarti hukuman”. 23
“hukuman adalah sangsi dan sebagainya yang dikenakan kepada orang
yang melanggarundang-undang, aturan dan sebagainya”. Kemudain alisuf
sabri mengartikan “punishment (hukuman) adalah tindakan pendidikan
yang secara adar diberikan kepada anak didik yang melakukan suatu
kesalahan, agar anak didik tersebut menyadari kesalahannya dan berjanji
dalam hatinya untuk tidak mengulanginya”.

Sementara menurut Ngalim Purwanto “Punishment (hukuman)


adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh
seseorang (orang tua, guru, dan sebagainya) sesudah terjadi suatu
pelanggaran, kejahatan atau kesalahan”.

Dari beberapa pendapat diatas, peneliti dapat menarik kesimppulan


bahwa punishment (hukuman) adalah suatu perbuatan yang kurang
menyenangkan, yang berupa penderitaan yang diberikan kepada siswa
secara sadar dan sengaja dengan tujuan untuk mendidik, sehingga siswa
sadar hatinya untuk tidak mengulangi kesalahannya.

b. Macam-Macam Punishment

1. Punishment (hukuman) preventif yaitu hukuman yang dilakukan


dengan maksud agar tidak atau jangan terjadi pelanggaran. Hukuman
ini bermaksud untuk mencegah jangan sampai terjadi pelanggaran
sehingga hal itu dilakukannya sebelum pelanggaran itu dilakukan.
,isalnya seseorang dimasukkan atau ditahan di dalam penjara (selama
menantikan keputusan hakim); karena perkara tersebut ia ditahan
(preventif) dalam penjara.

23
Andreas Halim, Kamus Lengkap 5 milyar; Inggris-Indonesia, (Surabaya: sulita jaya), hal.199
23
2. Punishment (hukuman) represif yaitu hukuman yang dilakukan oleh
karena adanya pelanggaran. Oleh adanya dosa yang diperbuat jadi
human ini ddilakukan setelah terjadi pelanggaran atau kesalahan.

Punishment preventif adalah bentuk pencegahan, diantaranya


aturan atau tata tertib, larangan, perintah, ancaman, dan sebagainya.
Punishment represif diantaranya berbentuk hukuman, peringatan,
teguran, dan sebagainya
Selanjutnya, Ngalim P. Mengutip William Stem juga membedakan
tiga macam punishment (hukuman) yang disesuaikan dengan tingkant
perkembangan anak-anak yang menerima punishment (hukuman)
tersebut, yaitu:
a) punishment (hukuman) Asosiatif
Umumnya, orang mengasosiasikan punishment (hukuman) dan
kejahatan atau pelanggaran, antarapenderitaan yang diakibatkan
oleh punishment (hukuman) dengan perbuatan pelanggaran yang
dilakukan. Untuk menyingkirkan perasaan tidak enak itu, biasanya
orang atau anak menjauhi perbuatan yang tidak baik atau yang
dilarang.
b) punishment (hukuman) Logis
Punishment (hukuman) ini dipergunakan terhadap anak-anak yang
telah agak benar. Dengan punishment (hukuman) ini, anak
mengerti bahwa punishment (hukuman) itu adalah akibat yang
logis dan pekerjaan atau perbuatan tidak baik atau dilarang.
c) punishment (hukuman) Normatif adalah punishment (hukuman)
yang bermaksud memperbaiki moral anak-anak. Punishment
(hukuman) ini dilakukan terhadap pelanggaran-pelanggaran

24
mengenai norma-norma etika, seperti berdusta, menipu, dan
mencuri. Jadi, punishment (hukuman) normative dangat erat
d) hubungan dalam pembentukan watak anak-anak. Dengan hukuman
ini, pendidik berusaha mempengaruhi kata hati anak, menginsafkan
anak terhadap perbuatannya yang salah, dan memperkuat
kemauannya untuk selalu berbuat baik dan menghindari kejahatan.
Sedangkan menurut Alisuf Sabri, bentuk-bentuk punishment
(hukuman) diantarannya:
a) Punishment badan, yaitu yang dikenakan terhadap badan seperti
pukulan
b) Punishment perasaan, yaitu hukuman yang diberikan dengan
sasarannya adalah perasaan siswa. Seperti ejekan bagi yang
melanggar, dipermalukan, dan dimaki;
c) Punishment intelektual, yaitu diberikan kegiatan tertentu sebagai
punishment dengan pertimbangan kegiatan tersebut dapat
membawanya kearah perbaikan. Seperti memberi tugas tambahan
c. Syarat-Syarat dalaam memberikan Punishmment
Selain memberikan reward, seorang pendidik atau pihak sekolah
mempunyai kebebasan untuk menghukum siswanya yang melanggar
peraturan. Tapi pencapaian punishment (hukuman) sebagai alat
pendidikan tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang, silakukan
menurut kehendak seseorang. Karena sudah ada peraturan yang
mengenai pemberian punishment (hukuman) pada siswa. Punishment
yang diterapkan untuk memperbaiki kelakuan dan moral anak bukan
untuk mengancam para siswa demi kepentingan pribadi seorang guru.
Selain itu lebih bersifat mendidik, tidak juga menimbulkan kebencian
yang berlebihan. Ngalim P. mengemukakan syarat-syarat khusus yang

25
harus diperhatikan guru dan pihak sekolah dalam memberikan
punishment (hukuman) kepada siswa, yaitu:
1) Tiap-tiap hukuman hendaklah dapat dipertanggungjawabkan.
Ini berate bahwa hukuman itu tidak boleh dilakukan dengan
sewenang-wenang/ biarpun dalam hal ini seorang guru atau
orang tua agak bebas menetapkan hukuman mana yang akan
diberikan kepada anak didiknya, tetapi dalam pada itu terikat
oleh rasa kasih saying terhadap anak-anak, oleh peraturan
hukum dan oleh batas-batas yang ditentukan oleh pendapat
umum.
2) Hukuman itu sedapat-dapatnya bersifat memperbaiki. Yang
berarti bahwa ia harus mempunyai nilai mendidik (normatif)
bagi si terhukum memperbaiki kelakuan dan moral anak-anak.
3) Hukuman tidak boleh bersifat ancaman atau pembalasan
dendam yang berdifat perseorangan. Hukuman yang demikian
tidak memungkinkan adanya hubungan baik antara si pendidik
dan yang dididik
4) Jangan menghukum pada waktu kita sedang marah. Sebab, jika
demikian, kemungkinan besar hukuman itu tidak adil dan
terlalu berat
5) Tiap-tiap hukuman harus diberikan dengan sadar dan sudah
diperhitungkan atau dipertimbangkan terlebih dahulu
6) Bagi si terhukum (siswa), hukuman itu hendaklah dapat
dirasakan sendiri sebagai kedukaan atau penderitaan yang
sebenarnya. Karena hukuman itu, anak merasa menyesal dan
merasa bahwa untuk sementara waktu ia kehilangan kasih
saying pendidiknya.

26
7) Jangan melakukan hukuman badan sebab pada hakikatnya
hukuman badan itu dilarang oleh Negara, tidak sesuai dengan
peri kemanusiaan, dan merupakan penganiayaan terhadap
sesame makhluk. Lagipula, hukuman badan tidak meyakinkan
kita adanya perbaikan pada si terhukum, tetapi sebaliknya
hanya menimbulkan dendam atau sikap suka melawan
8) Hukuman tidak boleh sampai merusak hubungan baik antara si
pendidik dan anak didiknya. Untuk ini, perlulah hukuman yang
diberikan itu dapat diengerti dan dipahami oleh anak. Anak
dalam hatinya menerima hukuman itu dan merasa keadilan
hukuman itu. Anak hendaknya memahami hukuman itu adalah
akibat sewajarnya dari pelanggaran yang telah diperbuatnya.
Anak itu mengerti bahwa hukuman itu bergantung pada
pendidik, tetapi sepadan dengan beratnya kesalahan
9) Sehubungan dengan butir ke-8 diatas, maka perlulah adanya
kesanggupan memberi maaf si pendidik, sesdah menjatuhkan
hukuman dan setelah anak itu menginsafi kesalahannya.
Dengan kata lain, pendidik hendaknya dapat mengusahakan
pulihnya kembali hubungan baik dengan anak didiknya.dengan
demikian, dapat terhindar perasaan atau sakit hati yang
mungkin timbul pada anak24
Menurut Ngalim P. mengutip pendapat Prof. Gunning, Khonstam
dan Scheler “hukuman itu tiada lain adalah untuk mengasuh kata hati atau
membangkitkan kata hati “. Oleh karena itu, setiap hukuman harus bersifat
mendidik dan bertujuan utuk membuahkan hasil yang baik, yakni
kesadaran siswa untuk mengulangi kesalahannya.

d. Tujuan pemberian Punishment

24
Ngalim purwanto, Op.CIt, hal. 191-192
27
Setiap hal yang dilakukan atau diprogramkan seorang atau suatu
kelompok pasti memiliki tujuan, termasuk dalam memberikan
punishment (hukuman) kepada siswa, Alisuf Sabri mengemukakan ada
beberapa tujuan pemberian punishment yaitu sebagai berikut:
1.) Memperbaiki kesalahan atau perbuatan anak didik
2.) Mengganti kerugian akibat perbuatan anak didik
3.) Melindungi masyarakat atau orang lain agar tidak
menerima perbuatan yang salah
4.) Menjadikan anak didik takut mengulangi perbuatan
yang salah

Sementara itu Ngalim P. menyatakan bahwa tujuan orang


mmberikan hukuman itu sangat berkaitan dengan pendaat orang-orang
mengenai teori punishment (hukuman), yaitu:

1.) Teori pembalasan


Teori ini yang tertua, menurut teori ini, teori ini
hukuman diberikan sebagai pembalasan dendam
terhadap pelanggaran yang telah dilakukan seseorang.
Tentu saja teori ini tidak boleh dipakai dalam
pendidikan di sekolah.
2.) Teori perbaikan
Menurut tori ini, hukuman diadakan untuk membasmi
kejahatan. Jadi asumsi ini ialah untuk memperbaiki si
pelanggar agar jangan berbuat kesalahan semcam itu
lagi.
3.) Teori perlindungan
Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk melindungi
masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang tidak wajar.
Dengan adanya hukuman ini, masyarakat dapat
28
dilindungi dari kejahatan-kejahatan yang telah
dilakukan oleh si pelanggar
4.) Teori ganti kerugian
Menurut teori ini, hukuman diadakan untuk
menggantikan kerugian-kerugian yang tekah diderita
akibat kejahatan atau pelanggaran itu. Hukuman ini
banyak dilakukan dalam masyarakat atau
pemerintahan. Dalam proses pendidikan, teori ini
masih belum cukup, sebab dengan punishment
(hukuman) semacam itu anak mungkin menjadi tidak
merasa bersalah atau berdosa karena kesalahannya itu
telah terbayar dengan punishment (hukuman)
5.) Teori menakut-nakuti
Menurut teori ini, punishment (hukuman) diadakan
untuk mnimbulkan perasaan takut kepada si pelanggar
akan akibat perbuatannya yang melanggar itu sehingga
ia akan selalu takut melakukan perbuatan itu dan mau
meninggalkannya.

Dari uraian diatas, dapat dikatakan bahwa tujuan hukuman ialah


untuk mencegah, memperbaiki tabiat dan tingkah laku, dan memberikan
kesadaran kepada anak didik agar memahami kesalahannyadan
memperbaiki kesalahannya sehingga tidak mengulanginya dikemudian hari
serta untuk mendidik anak didik kearah yang lebih baik.

B. Kerangka Berpikir
Pelaksanaan reward dan punishment sangat pnting guna mendukung
jalannya roda pembelajaran di sekolah agar tertib dan teratur, sehingga dapat
mencapai tujuan pembelajaran dan visi dari sekolah. Salah satu fungsi reward
29
dan punishmentadalah sebagai motivasi bagi siswa dalam mendisiplinkan
dirinya.
Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa penghargaan atau ganjaran
menunjukkan balasan terhadap perbuatan baik yang dilakukan di dunia ini,
dan hukuman menunjukkan balasan terhadap perbuatan buruk yang dilakukan
di dunia ini, balasan tersebut bisa diberikan di dunia ini maupun di akhirat
kelak. Hal tersebut tertuang dalam Al-Qur’an surat Fussilat ayat 46 dan Az-
Zalzalah ayat 7 dan 8:
Kedua ayat Al-Qur’an diatas merupakan contoh dari ayat-ayat yang
menjelaskan reward dan punishmentdalam islam, setiap yang diperbuat
seseorang pastilah akan mendapatkan akibat dari apa yang dikerjakannya,
akibat itu dapat berupa akibat baik maupun akibat buruk. Jika perbuatan itu
baik, maka akan mendapat balasan yang baik pula (reward), dan jika
perbuatan itu buruk maka balasan yang didapatkan akan buruk pula
Pelaksanaan reward dan punishment itu sendiri dapat dilaksanakan dengan
berbagai cara,dari yang paling mudah seperti senyuman, pijian, sikap baik,
dan sebagainya, hingga yag berbiaya seperti piagam penghargaan, benda,
makanan, wisata, dan sebagainya
Dengan adanya reward dan punishment di sekolah hendaknya siswa akan
terus tertolong untuk terus berubah dan berkembang menjadi lebih baik lagi,
tertama dalam hal kedisiplinan siswa dalam pembelajaran. Karena dengan
kedisiplinan yang baik maka hasil elajar yang didapat pun akan baik.
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian dan kerangka berpikir di atas, hipotesis tindakan dalam
penelitian ini adalah “pemberian reward dan punishmentdapat memengaruhi
kedisiplinan siswa.

30
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu metode penelitian
yang banyak menuntut menggunakan angka , mulai dari pengumpulan data,
penafsiran data tersebut serta penampilan dari hasilnya. Selain itu juga
menggunakan metode deskriptif untuk menjabarkan dan menggambarkan
secara spesifik setiap point dari penelitian, selanjutnya metode analisa data
yang digunakan adalah regresi linier berganda, yaitu analisis tentang hubungan
antara satu dependent variabel atau variabel terikat dengan dua atau lebih
independet variabel atau variabel bebas

B. Populasi Penelitian
C. Tempat dan Waktu Penelitian.
Penelitian yang berjudul “Pengaruh Reward dan Punishment terhadap
Kedisiplinan Siswa Di Kelas 10 Di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
PGRI 13 Surabaya” ini dilakukan dalam kurun waktu dua minggu pada bulan
April 2018, bertempat di ruangan guru Bimbingan Konseling (BK), Sekolah
Menengah Kejuruhan (SMK) PGRI 13 Surabaya.
D. Variabel PenelitianDefinisi Operasionalisasi Variabel

E. Tehnik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini, pengumpulan data menggunakan tiga teknik
yaitu angket/kuesioner, dokumen, serta wawancara tidak terstruktur. Untuk
lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut:

31
1. Angket
Penelitian ini akan menggunakan angket tertutup. Angket
tertutup digunakan untuk mengetahui kemampuan manajerial kepala
sekolah dan kinerja guru.

Pertanyaan/ Nomer
No Indikator Jumlah
Pernyataan Soal
KEDISIPLINAN
Tidak terlambat, tidak membolos,
1 Disiplin Waktu 11, 14,
menyerahkan tugas tepat waktu. 3
21
Mengetahui peraturan,
mengerjakan tugas, berpakaian
Disiplin 12, 13,
2 rapih, tidak membuat gaduh, tidak 15, 16,
Perbuatan 17, 18,
makan ketika belajar, tidak bermain 9
19, 20,
handphone ketika belajar, hormat. 22

REWARD/PENGHARGAAN
memberi nilai bagus, memberi
3 Hadiah 1, 2, 3,
hadiah 5, 9 5

PUNISHMENT/HUKUMAN
Hukuman Menyampaikan peraturan,
4 4
Preventif menempelkan peraturan. 1
Menegur, memberi hukuman,
Hukuman memberi reaksi kecewa, meberi
5 6, 7, 8,
Refresif tugas tambahan, memanggil orang 10 4
tua siswa.

2. Studi Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mencari data yang berupa catatan, foto,
dokumen, sebagai pelengkap data primer.
32
3. Wawancara Tidak Terstruktur
Wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara yang bebas
di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah
tersusun secara sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan datanya.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa dalam wawancara tidak terstruktur,
peneliti belum mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh,
sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan
oleh responden. Dengan demikian dalam penelitian ini, peneliti
menyaring informasi yang diceritakan oleh responden, dan informasi
yang sesuai dengan kajian yang diteliti, akan dianalisis sesuai
bagiannya untuk melengkapi hasil penelitian yang diperoleh.

F. Instrumen Penelitian

1. Instrumen yang Digunakan


Istrumen merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan
oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data agar kegiatan
tersebut menjadi sistematis dan dipermudah (mendefinisikan
instrumen sebagai suatu alat yang digunakan untuk mengukur
fenomena alam maupun sosial yang diamati. Berdasarkan definisi
tersebut maka dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan
adalah kuesioner atau angket, dokumentasi, serta rambu-rambu
wawancara tidak terstruktur.

2. Kisi-Kisi Instrumen
Dalam melakukan penelitian, seorang peneliti harus
menggunakan sebuah alat ukur yang baik, yang biasanya disebut
dengan instrumen penelitian. Instrumen penelitian sendiri adalah
suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun
sosial yang diamati Agar dalam penyusunan instrumen dapat

33
dilakukan dengan mudah dan tepat, maka perlu disusun kisi-kisi
instrumen penelitian

BAB IV
Hasil Penelitian Dan Pembahasan

A. Deskripsi Data
No. Kelas L P Jumlah
1 NN 18 30 48

35
Jumlah siswa 30
berdasarkan jenis 25

kelamin 20
15
10
5
37% Laki-laki
0
63% Perempuan Jumlah siswa berdasarkan jenis
kelamin

Laki-laki Perempuan

B. Pengujian Hiposkripsi

C. Pembahasan

D. Keterbatasan Penelitian

34
Dalam penelitian ini peniliti tidak melakukan cross chek dengan kepala
sekolah, sehingga tidak diketahui apakah kinerja guru yang yang
diungkapkan oleh guru sesuai dengan pelaksanaannya. Informasi yang didapat
kebanyakan menggunakan angket tertutup, serta wawancara yang dilakukan
juga belum dapat dikenakan pada seluruh responden penelitian dan kegiatan
pembelajaran, sehingga informasi yang diperoleh masih terbatas, oleh sebab
itu dalam penelitian ini sebenarnya perlu dilengkapi dengan metode
wawancara secara mendalam untuk lebih mengungkap data yang lebih
spesifik.

35
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Implikasi
C. Saran

36
Daftar Pustaka

37
LAMPIRA

38
Rangkuman Wawancara
a. Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah

Guru SDN Margorejo VI Surabaya


“Kepala sekolah dalam hal pengelolaan dana pendidikan yang ada
di sekolah ini yaitu melibatkan dan menunjuk beberapa orang baik
guru maupun tenaga administrasi untuk ikut membantu dalam
rangka mensukseskan MBS di sekolah ini. Bendahara yang
dimaksud adalah bendahara BOS, bendahara sekolah yang
mengurusi gaji, bendahara Komite yang terkait dengan sumbangan
wali atau orang tua siswa, dan sebagainya”
“ dalam hal pengelolaan anggran disekolah ini kepala sekolah selalu
memberikan rincian pelaksanaan anggaran di rapat-rapat yang
dilakasnakan setiap bulan”
“saya selama mengajar di sekolah ini selalu di tempatkan oleh
bapak kepala sekolah sesuai dengan kemampuan saya, pertama
kali saya masuk sebagai guru di sd ini saya di tempatkan sebagai
kelas satu, dan berikutnya apabila saya mau dipindah tugaskan ke
kelas yang lebih tinggi bapak kepala sekolah menanyakan
kesanggupan saya terlebih dahulu”.
“bapak kepala sekolah selalu mempertanyakan kesanggupan para
guru di sd ini untuk di tempatkan di kelas berapa dia akan
mengajar, biasanya dalam pembagian tugas ini para guru
dikumpulkan untuk di adakan rapat bersama”.
“Untuk mengetahui permasalahan yang terjadi disekolah ini,
kepala sekolah selalu mengadakan rapat setiap 2 minggu sekali,
kami para guru disitu diberi kesempatan untuk mengutarakan
permasalahan selama pembelajaran berlangsung dalam 2 minggu
dan hasil dari rapat tersebut biasanya kepala sekolah langsung
mengevaluasi dari proses pembelajaran yang telah dilakukan oleh
para guru sesuai dengan masukan dari para guru”
“Untuk mengevaluasi kegiatan pembeljaran di sekolah ini
biasanya kepala sekolah selalu mengadakan rapat setiap akhir
bulan,dalam rapat tersebut biasanya membahas tentang program
sekolah yang dilaksanakan, kesulitan setiap guru dalam
melaksanakan tugas-tugasnya, serta masalah-masalah yang bersifat
insental”.

“Hasil rapat yang telah dilakukan oleh guru dan kepala sekolah di
catat oleh notulen dan diberiikan kepada kepala sekolah sebagai
bahan pertimbangan kepala sekolah dalam mengambil kebijakan
kedepanya.”
“Kepala sekolah dalam mengambil sebuah keputusan di sekolah
ini sebelumnya selalu mengadakan rapat terlebih dahulu dengan
para guru, untuk mengetahui permasalahanya yang ada”.
b. Hasil Wawancara Tentang Kinerja Guru

Guru SDN SDN Margorejo VI Surabaya


“Di sekolah kami semua guru diwajibkan untuk mengikuti karya
akedemik untuk meningkatkan kinerja kami sebagai guru,hal itu
selalu dipantau oleh kepala sekolah”.
“Dalam hal meningkatkan kemampuan kinerja guru di sekolah kami
setiap guru di himbau oleh kepala sekolah untuk mengikuti karya
akademik seperti KKG/MGMP.
“Setiap guru yang beprestasi di sekolah kami kepala sekolah selalu
memberikan penghargaan kepada guru yang beprestasi, sehingga
membuat kami sebagai guru selalu bermotivasi untuk menjadi lebih
baik lagi dalam mengajar”.

Anda mungkin juga menyukai