Anda di halaman 1dari 2

Bebas Mental Inlander

“Ya ampun nih cowok ganteng banget, kalo ganteng kaya begini siapa yang nolak.” Kata
salah seorang teman cewek gue.
“Apaan sih? Emang siapa?” sahut gue penasaran.
“Ini ada cowok bule ganteng banget sumpah! Mirip pemain bola tapi gue lupa namanya. Ah
lo liat aja sendiri fotonya nih.” Katanya sambil menunjukkan foto si bule di smartphonenya.
“Hmm.. iya” kata gue singkat.
“Sebenarnya dari dulu gue pengen nikah ama bule, mungkin gak ya? Hahaha” katanya
sambil tertawa.
“Lah kenapa pengennya ama bule?”
“Alasan utama untuk memperbaiki keturunan. Biar anak-anak gue nantinya pada cakep.”
Katanya.

*Saya langsung terdiam.


*Kesal.
*Dan langsung pergi.

Itulah percakapan singkat saya dengan salah seorang teman perempuan saya, anggap saja
namanya Ona (samaran). Wuiih kayak penjual bakso boraks aja pake nama samaran segala.
Sebagai pria pribumi asli, saya merasa terhina usai percakapan tadi. Benar-benar terhina.
Bukan karena Ona berkeinginan menikah dengan pria bule. Juga bukan berarti saya
menyukai Ona. Sebenarnya tidak ada salahnya menikah dengan pria bule. Setiap orang
memiliki hak untuk memilih pendamping hidup. Mau menikah dengan orang Amerika,
Korea, Indonesia, atau Zimbabwe. Tapi alasan Ona memilih pria bule karena ingin
memperbaiki keturunan membuat saya kecewa. Seolah-olah Indonesia adalah gen rusak
dan buruk sehingga tak pantas untuk dinikahi. Mungkin Ona beranggapan jika Ia menikah
dengan pria Indonesia nantinya akan melahirkan anak kurcaci jelek, sedangkan menikah
dengan orang barat (bule) akan melahirkan anak-anak mirip Justin Bieber atau secantik
Ariana Grande. Yang jelas Ona ingin memperbaiki keturunannya kelak.

Mental Inlander. Ya, ternyata teman saya yang bernama Ona memiliki mentalitas inlander.
Apa itu mental inlander? Pada masa penjajahan Belanda, inlander merupakan sebutan
sekaligus ejekan untuk kaum pribumi (orang Indonesia asli) yang berarti kalangan bawah,
kalangan budak, dan selalu terbelakang. Dimana pada masa itu Bangsa Indonesia masih
lemah dan mengalami keterbelakangan sehingga kerap kali dijadikan budak oleh penjajah.
Mental inlander inilah yang hingga saat ini masih terpelihara dengan subur bahkan
tampaknya terus berkembang dengan baik. Namun dimasa sekarang, inlander lebih pantas
diartikan sebagai sikap yang beranggapan bahwa segala sesuatu dari luar (barat) itu baik,
modern, dan maju. Sedangkan budaya negaranya sendiri dinilai buruk, ketinggalan zaman,
primitif, dan selalu terbelakang.

Kita dapat menyaksikan sendiri mentalitas inlander yang melanda anak muda Indonesia,
seperti merubah warna rambut menjadi pirang agar tampak kebarat-baratan. Hal ini tentu
terlihat aneh mengingat warna kulit orang Indonesia yang agak kecoklatan, bukan putih
kemerahan seperti orang barat. Padahal setiap bangsa didunia ini memiliki ciri khas fisik
tersendiri dan menjadi sebuah karakter. Contoh lain yakni berlomba-lomba berfoto dengan
bule dan langsung meng-uploadnya ke jejaring sosial agar dilihat banyak orang. Tak peduli
apakah bule yang diajak berfoto itu adalah seorang pengusaha, kuli, atau pengedar narkoba
di negaranya. Kalau mental inlander merasuki para artis yang terjadi pernikahan dengan
orang barat ujungnya. Sekali lagi, kalau tujuan pernikahan dengan orang barat hanya untuk
memperbaiki keturunan, sungguh disayangkan. Sebab akan menimbulkan pertanyaan,
Apakah gen Indonesia sudah rusak sehingga tak pantas dinikahi?
Mental inlander yang melanda sebagian orang tentu akan berdampak buruk dan akan terus
mengalami keterbelakangan. Tidak dimilikinya rasa percaya diri sebagai sebuah bangsa
merupakan salah satu dampaknya, sehingga selalu menganggap dunia barat itu hebat.
Memang tak dapat dipungkiri bahwa Amerika punya fasilitas yang hebat dibandingkan
Indonesia. Lantas apakah kita akan terus-menerus memuja Amerika sedangkan Indonesia
terus dicela? Ingat, kita punya sesuatu yang luar biasa yang tak dimiliki Amerika. Indonesia
sebagai negara berkembang memang perlu belajar IPTEK dengan negara-negara barat yang
sudah maju, bukan malah mengikuti gaya hidupnya, mengikuti warna rambut, ikut-ikutan
pakai bikini, dan sebagainya. Jadi sudah saatnya kita menjadi bangsa yang percaya diri,
selalu bangga menjadi Indonesia, bangga dengan warna rambut, dan bangga dengan gen
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai