Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

ANALISIS

4.1 Penyajian dan Preparasi Fosil.


Setelah proses pengambilan batuan di lapagan telah dilakukan maka tahap
selanjutnya yang perlu dilakukan ialah menyiapkan fosil agar dapat di
determinasi pada saat praktikum. Tahap-tahap pada proses preparasi sangat
penting untuk dilakukan dan tidak boleh satupun dari tahap ini dilewatkan.
Mengingat keberhasilan pengamatan dan penentuan fosil akan menjadi kunci
dari praktikum ini maka proses preparasi harus dilakukan dengan kehati-hatian,
perhatian, kesabaran, dan konsisten.

4.1.1 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang perlu diperisiapkan dalam kegiatan preparasi:
1. Sampel yang telah dihaluskan dan telah diolah
2. Larutan H2O2
3. Ayakan/mesh
4. Ember kecil
5. Kayu pengaduk

4.1.2 Langkah Kerja


Cara yang dilakukan dalam tahap preparasi adalah dengan pertama-tama
sampel yang berupa batuan terlebih dahulu dihancurkan seseui dengan ukuran
buturnya, cara penghancurannya menggunakan kayu atau palu karet. Jika dalam
proses tersebut batuan sulit hancur maka batuan di didihkan dalam air dengan
api kecil hingga batuan dirasa sudah cukup lunak.
Setelah cukup lunak batuan dihancurkan dan dikeringkan, lalu jika telah
kering sampel yang berupa material halus tersebut dimasukkan ke dalam ayakan
yang nantinya akan dipilah berdasarkan ukuran mesh. Teknik pengayakan
menggunakan cara basah dengan air di tuang kedalam ayakan sebagai media
pembawa material yang lolos dari satu ukuran ayakan ke ayakan lainnya.

33
34

Setelah didapat hasil ukuran ayakan yang ingin diteliti (dalam praktikum ini
menggunakan ukuran ayakan 40 dan 60). Maka sampel tadi di taruh dalam suatu
wadah berupa ember lalu dituangkan didalamnya larutan asam peroksida. Asam
ini nantinya akan melarutkan pengotor-pengotor yang tertempel pada fosil
sehingga saat diteliti fosil akan lebih mudah dikenali. Kemudian selanjutnya
sampel tadi diaduk menggunakan pengaduk hingga sampel tadi berasap lalu jika
dirasa cukup sampel dituangkan air hingga cairan asam menjadi netral.
kemudian sampel diangkat dan dijemur dan jika kering siap digunakan.

4.2 Determinasi Fosil


Setelah sampel yang kering maka tahap selanjutnya ialah melaukan proses
determinasi pada laboratorium. Dimana hasil pengamatan ini nantinya
digunakan oleh praktikan sebagai pembelajaran untuk mengenal dan menguji
keterampilannya dalam pengamatan.

4.2.1 Dasar teori


Deteriminasi merupakan tahap akhir dari pekerjaan mikropalentologis di
laboratorium, tetapi juga merupakan tahap awal dari pekerjaan penting
selanjutnya yaitu sintesis. Tujuan determinasi adalah menentukan nama genus
dan spesies mikrofosil yang diamati, dengan obsevasi semua fisik dan
kemampuan optik mikrofosil tersebut. Dalam proses determinasi tidak lepas
kaitannya dengan tahap obeservasi.
Observasi adalah pengamatan morfologi rincian mikrofosil dengan
mempergunakan mikroskop. Setelah semua bahan yang akan dipelajari telah di
persiapkan yang berupa residu batuan, maka bahan siap dipelajari
menggunakan mikroskop. Mikroskop dalam kegiatan pengamatan memiliki
berbagai jenis tergantung tujuan dan keinginan dari pengamat fosil itu sendiri
dalam pengambilan data yang diperlukan. Beberapa contoh mikroskop yang
dapat digunakan dalam proses pengamatan seperti mikroskop binokuler,
mikroskop polarisasi, dan mikroskop elektron (SEM). Dalam praktikum ini
menggunakan mikroskop polarisasi karena ukuran fosil yang dipelajari masih
35

berupa mikro dan belum berupa nanofosil sehingga dalam penggunaannya tidak
perlu menggunakan SEM.
Dalam kegiatan determinasi juga berlangsung juga dua tahap yaitu
penggambaran mikrofosil dan penamaan yang dimana dijelaskan sebagai
berikut:
1. Deskripsi dan Ilustrasi
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada mikrofosil, baik sifat fisik
maupun kenampakan optiknya dapat direkam dalam suatu deskripsi terinci
yang bila perlu dilengkapi dengan gambar ilustrasi ataupun fotografi.
Deskripsi sangat penting karena merupakan dasar untuk mengambil
keputusan tentang penamaan mikrofosil yang bersangkutan.
Sementara itu, gambar dan ilustrasi yang baik harus dapat
menjelaskan berbagai sifat khas tertentu dari mikrofosil itu. Juga, setiap
gambar ilustrasi harus selalu dilengkapi dengan skala ataupun ukuran
perbesarannya.
2. Penamaan
Tahap selanjutnya setelah tahap deskripsi dan ilustrasi adalah
menenrukan nama (determinasi) mikrofosil. Penamaan ini menganut asas
penamaan berganda atau binominal. Sejak Ch. de Linne mengusulkan
penamaan binominal, peraturan penamaan suatu taxon menjadi lebih
teratur, praktis, dan dipakai secara internasional.
Penulisan nama binominal mempergunakan nama Latin yang ditulis
miring tanpa garis bawah, menunjukkan nama genus dari spesies yang
bersangkutan, sedangkan nama kedua seluruhnya huruf kecil,
menunjukkan nama spesien itu sendiri. Pada umumnya, setelah nama
genus-spesies itu, ditambahkan lagi nama orang yang menemukan spesies
tersebut. Selanjutnya, dengan dipisahkan dengan tanda koma dituliskan
tahun publikasi pertama yang membahas spesies tersenut. Contoh :
Globigerina bulloides d’ORBIGNY, 1826 (genus) (spesies) (penemu)
(Thn.Publikasi). Jika nama penemu dituliskan dalam tanda kurung ( ), ini
merupakan bahwa nama spesies tersebut bukan dia yang menemukannya,
36

yang bersangkutan hanya mengatribusikan nama spesies pada genus lain


yang menurutnya lebih tepat. Contohnya : Globotruncana elevata
(BROTZEN), 1934- berarti spesies elevata telah dipublikasikan
sebelumnya oleh orang lain sebagai bagian dari genus Rotalia. Bila
diperlukan, nama subgenus dapat dituliskan di dalam tanda kurung antara
nama genus dan nama spesiesnya. Contohnya : Alveolina (Glomalveolina)
primaera REICHEL, 1936. Untuk penamaan subspesies yang juga
merupakan penamaan trinominal, nama subspesies dituliskan di belakang
nama spesies awal yang telah dipublikasikan sebelumnya. Contohnya :
Globorotalia cerroazulensis COLE, 1928 menjadi Globorotalia
cerrozulensis cunialensis TOUMARKINE & BOLLI, 1970.

4.2.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang diperiapkan dalam proses determinasi adalah:
1 Sampel.
2 Peralatan tulis dan perlengkapan tulis.
3 Kertas determinasi.
4 Pelat fosil.
5 Cawan fosil.
6 Mikroskop polarisasi cahaya.
7 Kuas.
8 Botol tempat fosil berdasarkan ukuran ayakan.

4.2.3 Langkah Kerja


Prosedur kerja dalam determinasi adalah pertama persipakan mikroskop agar
dalam keadaan siap. Lalu tuangkan fosil dari botol berdasarkan ukuran
ayakannya misal ukuran 40 atau 60. Kemudian setelah itu fosil ditepatkan
dibawah lensa objektif mikroskop. Setelah itu fosil siap diamati menggunakan
lensa okuler yang berada diatas lensa objektif. Untuk mempermudah
pengamatan gunakan kuas fungsinya untuk mengambil dan memilah fosil yang
baik untuk diamati.
37

4.2.4 Terlampir

Anda mungkin juga menyukai