A. Mikroskop Stereo
1
4. Aturlah jarak ke dua lensa okuler sehingga cocok bersama jarak kedua mata.
Jika telah sesuai, lapangan optik dapat terlihat berbentuk bulat.
5. Dengan ke dua mata, objek diamati lewat lensa okuler. Fokuskan objek
bersama memutar sekrup pengarah.
6. Setelah selesai bekerja, bersìkan meja sediaan, selanjutnya simpan mikroskop
tersebut dalam kotaknya berasal dari dan kuncilah.
B. Mikroskop Binokuler
Mikroskop cahaya atau dikenal juga dengan nama "Compound light microscope"
adalah sebuah mikroskop yang menggunakan cahaya lampu sebagai pengganti cahaya
matahari sebagaimana yang digunakan pada mikroskop konvensional. Pada mikroskop
konvensional, sumber cahaya masih berasal dari sinar matahari yang dipantulkan dengan
suatu cermin datar ataupun cekung yang terdapat di bawah kondensor. Cermin ini akan
mengarahkan cahaya dari luar kedalam kondensor.
2
"apertura" yaitu suatu ukuran daya pisah suatu lensa objektif yang akan menentukan
daya pisah spesimen, sehingga mampu menunjukkan struktur renik yang berdekatan
sebagai dua benda yang terpisah.
Lensa okuler, adalah lensa mikroskop yang terdapat di bagian ujung atas tabung
berdekatan dengan mata pengamat, dan berfungsi untuk memperbesar bayangan yang
dihasilkan oleh lensa objektif berkisar antara 4 hingga 25 kali.
Lensa kondensor, adalah lensa yang berfungsi guna mendukung terciptanya
pencahayaan pada objek yang akan dilihat sehingga dengan pengaturan yang tepat
maka akan diperoleh daya pisah maksimal.
Gamb
ar Mikroskop Binokuler
3
PENDAHULUAN
Test Foraminifera
Skelet Radiolaria
Shell Ostracoda
Coonodonta
Bryozoa
Test Diatomea
Flagellata
Polen
Dinoflagellata
Fosil mikro dibedakan dari fosil makro karena ukuran dari fosil-fosilnya
(kurang dari 5 mm) membutuhkan cara khusus dalam hal
pengumpulan/pengambilan sampel, pengolahan serta determinasi (analisis
laboratorium).
1. Jumlah fosil mikro yang terdapat jauh lebih besar daripada fosil makro
sehingga bisa dianalisis dengan cara statistik
4
2. Ukuran kecil dan terdapat dalam jumlah besar dan tersebar merata hingga
apabila diambil satu fragmen kecil pun jumlah fosilnya sudah cukup
banyak.
KEGUNAAN FORAMINIFERA
5
Foraminifera memiliki faktor variabilitas yang luas, jumlah banyak, serta
evolusi yang cepat sehingga sangat baik sebagai indikator biostratigrafi. Sejumlah
genus atau spesiesnya sensitif
6
FORAMINIFERA PLANKTONIK
SUSUNAN KAMAR
1. Planispiral
7
mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar, lalu ditarik garis yang memotong
kamar satu, kamar nomor dua dan kamar terakhir. Selanjutnya hitung jumlah
kamarnya.
BENTUK TEST
8
Tabular Bifurcating Radiate Arborescent Irregular
BENTUK KAMAR
9
Hemispherical Angular Angular Radial Claved
Rhomboid Conical Elongate
10
APERTURE
• Globigerina sp.
• Globorotalia sp.
- PAI Equatorial
• Hastigerina sp.
• Catapsydrax sp.
11
HIASAN atau ORNAMEN
PADA UMBILICIUS
Deeply Umbilicus Open Umbilicus Umbilicus Ventral Umbo
PADA APERTURE
Flap Tooth Lip/Rim Bulla Tegilla
PADA PERI-PERI
12
PADA SUTURE
Bridge Limbate
KOMPOSISI TEST
a. Chitin / tektin
b. Aglutinin dan Arenaceous
c. Siliceous (misal: Milliolidae)
d. Calcareous / gampingan
Kompleks
Granular
Hialin
13
Porselen
a. Family Globigerinidae
Family globigerinidae terdiri dari beberapa genus antara lain:
- Genus Cribohantkenina
Ciri-ciri morphologi sama dengan hantkenina tetapi kamar akhir sangat
gemuk dan mempunyai “CRISRATE” yang terletak pada plular
apertural face. Contoh: Cribrohantkenina bermudesi
Cribohantkenina bermudesi
- Genus Hastigerina
Ciri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test
biumbilicate, susunan kamar planispiral involute atau “Loosely
Coiled”. Aperture berbentuk parabola, terbuka lebar dan terletak pada
apertural face. Contoh: Hastigerina aequilateralis.
Hastigerina aequilateralis
14
- Genus Clavigerinella
Dengan ciri-ciri morphologi dinding test hyaline. Bentuk test pipih
panjang, susunankamar involute, “radial elongate” atau “clavate”.
Contoh: Clavigerinella jarvisi
Clavigerinella
- Genus Pseudohastigerina
Ciri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test
biumbilicate, susunankamar planispiral involute atau “Loosely
Coiled”. Aperture terbuka lebar, berbentuk parabol dan terletak pada
apertureal face. Genus ini dipisahkan dari Hastigerina karena testnya
yang lebih pipih.
Pseudohastigerina
- Genus Cassigerinella
Ciri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline. Susunan kamar pada
permulaan planispiral dan seterusnya tersusun secara biserial. Aperture
berbentuk parabol dan terletak didasar apertural face. Contoh:
Cassigerinella chipolensis
Cassigerinella chipolensis
15
b. Famili Globorotaliidae
Famili ini dapat dibagi menjadi beberapa genus yaitu:
- Genus Globorotalia
Ciri-ciri morphologi dengan test hyaline, bentuk test biconvex, bentuk
kamarsubglobular, atau “angular conical”. Aparture memanjangdari
umbilicus ke pinggir test.
Globorotalia ungulata
- Genus Truncorotaloides
Ciri-ciri morphologi bentuk test truncate, bentuk kamarangular
truncate. Susunan kamar umbilical convex trochospiral dengan deeply
umbilicus. Aperture terbuka lebar yang memanjang dari umbilicus ke
pinggir test. Ciri-ciri khasnya dari genus ini ialah terdapatnya sutural
supplementary aperture dan dinding test yang kasar (seperti berduri)
yang pada genus globorotalia hal ini tidak akan dijumpai. Subgenus ini
tidak dibahas lebih lanjut, karena terdapat pada lapisan tua Eosen
Tengah. Contoh: Truncorotaloides rahri
c. Family Globigeriniidae
Famili ini dapat dibagi menjadi beberapa genus yaitu:
- Genus Globigerina
Ciri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test speroical,
bentuk kamar globural, susunan kamar trochospiral. Aperture terbuka
lebar dengan bentuk parabol dan terletak pada umbilicus. Aperture ini
disebut umbilical aperture.
Globigerina bulloides
16
- Genus Globigerinoides
Ciri-ciri morphologi sama dengan Globigerina tetapi mempunyai
supplementaryaperture, dengan demikian dapat dikatakan bahwa
globigerinoides ini adalahGlobigerina yang mempunyai supplementary
aperture. Contohnya: Globigerinoides primordius.
Globigerinoides primordius
- Genus globoquadina
Ciri-ciri morphologi dinding test hyaline, bentuk test spherical, bentuk
kamar globural, dan susunan kamar trochoid. Aperture terbuka lebar
dan terletak padaumbilicus dengan segi empat yang kadang-
kadang empunyai bibir. Contohya: Globoquadrina alrispira
- Genus Globorotaloides
Ciri-ciri morphologi sama dengan genus Globorotalia tetapi
umbilicusnya tertutup oleh Bulla (bentuk segi enam yang tertutup).
Globorotaloides quadrocameratus
- Genus Pulleniatina
Ciri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test spherical,
bentuk kamar globural, susunan kamar trochospiral terpuntir. Aperture
terbuka lebar memanjang dari umbilicus ke arah dorsal dan terletak di
dasar apertural face. Contohnya: Pulleniatina obliquiloculate (N19 –
N23).
17
Pulleniatina obliquiloculate
- Genus Sphaeroidinella
Ciri-ciri morphologi bentuk test spherical atau oval, bentuk kamar
globural dengan jumlah kamar tiga buah . Aperture terbuka lebar dan
memanjang didasar sutura. Pada dorsal terdapat supplementary
aperture. Spaeroidinella dehiscens Test trochospiral, equatorial peri-
peri lobulate sangat ramping, sumbu peri-peri membulat. Dinding
berlubang kasar, permukaan licin.
Sphaeroidinella dehiscens
- Genus Sphaeroidinellopsis
Ciri-ciri morphologi sama dengan genus Spaeroidinella tetapi tidak
mempunyai supplementary aperture, dengan demikian dapat dikatakan
bahwa Spaeroidiniellopsis itu adalah Spearoidinella yang tidak
mempunyai supplementary aperture.
Sphaeroidinellopsis subdehiscens
- Genus Orbulina
Ciri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline dan bentuk test
spherical, serta aperture tidak kelihatan (small opening). Aperture ini
18
adalah akibat dari terselumbungnya seluruh kamar-kamar sebelumnya
oleh kamar terakhir. Beberapa speies yang termasuk pada genus ini
beserta gambar. Contoh: Orbulina universa
Orbulina universa
- Genus Biorbulina
Ciri-ciri morphologi sama dengan genus orbulina, tetapi terdapat dua
kamar.
- Genus Praeorbulina
Ciri-ciri morphologi bentuk test spherical atau agak lonjong. Bentuk
lonjong ini diakibatkan oleh kamar-kamar terakhir yang
menyelumbungi kamar-kamar sebelumnya. Aperture utama tidak
terlihat lagi, yang terlihat hanya supplementary aperture saja yang
berbentuk strip-strip.
- Genus Candeina
Ciri-ciri morphologi dinding test hyaline, bentuk test spherical, bentuk
kamar globural. Jumlah kamar tiga buah dan di sepanjang sutura
terdapat sutural supplementary aperture. Contohnya: Candeina nitida
- Genus Globigerinatheca
Ciri-ciri morphologi dinding test hyaline, bentuk test spherical, dan
bentuk kamar globular. Susunan kamar pada permulaan trochospiral
dan kemudian berangkuman (embracing). Umbilicus tertutup dan
terdapat secondary aperture yang berbentuk parabol dan kadangkadang
tertutup bulla.
- Genus Globigerinita
Ciri-ciri morphologi sama dengan genus globigerina tetapi dengan
bulla.
19
- Genus Globigerinatella
Ciri-ciri morphologi bentuk test spherical, susunan kamar pada
permulaan trochospiral dan kemudian berangkuman. Umbilicus samar-
samar karena tertutup bulla. Terdapat sutural secondary aperture
bullae dengan infralaminal aperture.
Globigerinatella
- Genus Catapsydrax
Ciri-ciri morphologi bentuk test spherical, susunan kamar trochospiral.
Memiliki hiasan pada aperture yaitu berupa “bulla” pada
catapsydrax dissimilis dan “tegilla” pada catapsydrax stainforthi.
Dengan memiliki accessory aperture yaitu “infralaminal accessory
aperture” pada tepi hiasan aperturenya. Contohnya: Catapsydrax
dissimilis
Catapsydrax dissimilis
20
FORAMINIFERA BENTONIK
Foraminifera bentonik merupakan jenis foraminifera yang hidup dengan
cara menambatkan diri dengan menggunakan vegile atau sesile serta hidup di
dasar laut pada kedalaman tertentu.
Foraminifera bentonik dapat pula hidup pada kedalaman-kedalaman tertentu
yakni sebagai berikut.
Hidup pada kedalaman antara 0-100 meter (litoral)
Hidup pada kedalaman antara 0-200 meter (neritik)
Hidup pada kedalaman200-2000 meter (bathyal)
Hidup pada kedalaman >2000 meter (abysal)
Fosil bentonik juga dapat digunakan dalam memecahkan masalah geologi
antara lain sebagai berikut.
1. Sebagai fosil petunjuk
2. Digunakan dalam pengkorelasian batuan
3. Penentuan lingkungan pengendapan pada lapisan batuan
SUSUNAN KAMAR
1. Monothalamus Test
Merupakan susunan dan bentuk akhir kamar-kamar foram bentonik hanya
terdiri dari satu macam kamar. Bentuk test dari monothalamus yang telah
diketahui ada 5 macam yaitu:
a. Tabular/Tabug: Hyperamina
21
d. Kombinasi tabular dan
globular: Rectocornuspira
2. Polythalamus Test
Merupakan susunan bentuk akhir kamar-kamar foram yang terdiri dari lebih
satu kamar (biasanya jumlah kamar banyak).
Macam-macam bentuk polythalamus test:
22
e. Bentuk Uniserial, test terbentuk dalam satu susunan kamar-kamar yang
menimbulkan bermacam bentuk pula yaitu sebagai berikut
Uniserial berleher: Uvigerina
Uniserial equitant
23
Uniserial terputar, terdiri dari beberapa bentuk yaitu
– Planispiral: Cornuspira
Bentuk Biserial, yaitu test yang tersusun atas dua baris susunan kamar.
Contohnya Textularia
24
Triserial, test yang tersusun oleh 3 baris susunan kamar. Contohnya
Bullimina, Verneulina
25
Kombinasi coiled-biserial. Contohnya Spiroplectammina
BENTUK TEST
Seluruh ordo foraminifera memiliki cangkang yang dinamakan test, kecuali pada
beberapa bentuk primitif. Test foraminifera memiiki satu atau lebih kamar. Kamar
yang pertama kali terbentuk berbentuk bulat dengan satu aperture atau lubang
mulut. Selanjutnya tersusun kamar-kamar dari yang berbentuk batang atau tabung
(tabular), bulat, ovate, hingga bentuk yang lain-lainnya.
26
Cancellate Discoidal Biumbilicate Biconvex Flaring
27
BENTUK KAMAR
APERTURE
28
Cancellate Axial Costae Spiral Costae
PADA UMBILICIUS
PADA APERTURE
Flape Tooth Lip/Rim Bulla Tegilla
PADA PERI-PERI
Keel Spine
PADA SUTURE
KOMPOSISI TEST
a. Chitin / tektin
b. Aglutin dan Arenaceous
29
c. Siliceous (mis: Milliolidae)
d. Calcareous / gampingan
Kompleks
Granular
Hyalin
Porselen
30
Lagena sp
Nodosariasp
31
- Apertur interiomarginal, slit like
Usia: Cretaceous-Resen
Heterolepa sp
Pseudorotalia sp
32
Lenticulina sp
Operculina sp
33
Amphistegina sp
Textularia sp
34
Usia: Cretaceous Atas-Resen
Bolivina sp
Uvigerina sp
35
Spiroloculina sp
Quinqueloculina sp
36
NANNOFOSIL
1. Pengertian Nannofossils
Nannofossil merupakan salah satu mikrofosil yang penting dalam studi
biostratigrafi. Nannofossil merupakan sisa dari coccolitophore atau organisme
bersel satu yang bersifat eukariotik (algae) yang hidup di laut. Algae merupakan
tumbuhan yang sangat membutuhkan sinar matahari untuk berfotosintetis
sehingga merupakan organisme yang hidup terapung di dekat permukaan
(planktonik).
Nannofossil umumnya memiliki ukuran kurang dari 30µm dan biasanya
antara 5-10 µm untuk individu coccolith. Nannofossil merupakan indicator umur
sedimen yang paling tepat untuk batuan sedimen laut mulai dari umur Jura –
Resen karena evolusi yang cepat dan distribusi geografis yang luas. Kemunculan
awal dan kemunculan akhir untuk spesies Nannofossil biasanya terjadi pada
horizon yang sama secara global dan akurasi dari umur sedimennya ± 1 juta
tahun.
2. Coccolith Morphology
37
38
Gambar 1.1 Morfologi coccolith
3. Fungsi Coccolith
Meskipun telah banyak pendapat mengenai fungsi coccolith, namun belum
ada penjelaan yang pasti. Coccolith menjadi pelindung dinding sel yang halus dari
kerusakan, baik disebabkan oleh bakteri, virus ataupun karena proses kimia.
Namun belum ada bukti yang jelas bahwa coccolith merupakan pertahanan yang
efektif dari kerusakan-kerusakan tersebut.
a. Kelebihan
Pengawetan yang baik karena berukuran kecil sehingga tidak
terlalu terpengaruh pada proses mekanik sedimentasi.
Penyebaran geografis yang luas, hidup di zona fotik di hampir
semua lingkungan laut.
Jumlah yang sangat banyak, nanofosil dapat ditemukan dalam
batuan sedimen yang sedikit.
b. Kekurangan
39
Sangat terpengaruh factor CCD (Carbonat Compensation Depth)
sehingga tidak terawetkan dengan baik di laut lebih dalam.
Karena berukuran sangat kecil sangat mudah untuk terjadi
kontaminasi dalam proses preparasi.
Gambar 1.2 (I) Syraeosphaera pulchra (2,3) Emiliania huxleyi (4) Prediseosphaera
ponticula (5) Calyptrolithophora papill (6) Calyptrosphaera oblonga (7) Syraeolithus eatill
(8) Anfraews youngii (9) 'Braarudosphaera bigelowii (10) Discoaster sureulus
(II) Mieula coneava; dan (12) Triquetrorhabdulus rugosus.
40
CARA PENGAMBILAN SAMPEL
1. Pemetaan Geologi
Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan pendataan informasi-
informasi geologi permukaan dan menghasilkan suatu bentuk laporan berupa peta
geologi yang dapat memberikan gambaran mengenai penyebaran dan susunan
batuan (lapisan batuan), serta memuat informasi gejala-gejala struktur geologi
yang mungkin mempengaruhi pola penyebaran batuan pada daerah tersebut.
Secara umum, pekerjaan pemetaan geologi lapangan mencakup observasi
dan pengamatan singkapan batuan pada lintasan yang dilalui, mengukur
kedudukan batuan, mengukur unsur struktur geologi, pengambilan sampel batuan,
membuat catatan pada buku lapangan dan memplot data geologi hasil pengukuran
keatas peta topografi (peta dasar).
2. Pengambilan Sampel
Sampling atau pengambilan contoh/sampel adalah dasar daripada suatu
pekerjaan geologi. Yang disebut sampling adalah suatu proses untuk mendapatkan
sebahagian hasil dari suatu massa yang besar dan cukup representatif untuk
mewakili massa asli. Adapun secara spesifik, sampel dapat dikatakan sebagai
sekumpulan material yang dapat mewakili jenis batuan, formasi, atau badan bijih
(endapan) dalam arti kualitatif dan kuantitatif dengan pemerian (deskripsi)
termasuk lokasi dan komposisi dari batuan, formasi, atau badan bijih (endapan)
tersebut. Proses pengambilan sampel tersebut disebut sampling (pemercontohan).
3. Lintasan (traverse)
Dalam melakukan pemetaan geologi yang sistematis, dibutuhkan
lintasan-lintasan pengamatan yang dapat mencakup seluruh daerah pemetaan.
Perencanaan lintasan tersebut sebaiknya dilakukan setelah gambaran umum
seperti kondisi geologi regional dan geomorfologi daerah diketahui, agar lintasan
yang direncanakan tersebut efektif dan representatif.
Pada prinsipnya, lintasan-lintasan yang dibuat pada aliran-aliran sungai
atau jalur-jalur kikisan yang memotong arah umum perlapisan, dengan tujuan
dapat memperoleh variasi litologi (batuan). Kadang-kadang juga diperlukan
lintasan-lintasan yang searah dengan jurus umum perlapisan dengan tujuan dapat
mengetahui kemenerusan lapisan. Secara umum lintasan (traverse) pemetaan ada
2 (dua), yaitu lintasan terbuka dan lintasan tertutup. Lintasan terbuka mempunyai
titik awal dan titik akhir yang tidak sama, sedangkan lintasan tertutup bersifat
loop (titik awal dan titik akhir sama).
Namun yang penting diperhatikan, informasi-informasi yang diperoleh
dari lintasan-lintasan yang dibuat dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan
korelasi (interpretasi) batas satuan-satuan litologi.
Selain itu, ada juga metode pemetaan yang dikenal sebagai lintasan
kompas dan pengukuran penampang stratigrafi. Lintasan kompas (measured
section) dilakukan dengan tujuan membuat penampang (topografi dan litologi) di
41
sepanjang lintasan. Sedangkan pengukuran penampang stratigrafi dilakukan untuk
mengetahui ketebalan, struktur perlapisan, variasi satuan litologi, atau mineralisasi
dengan detail (rinci). Umumnya pengukuran penampang stratigrafi dilakukan
pada salah satu lintasan kompas yang dianggap paling lengkap memuat informasi
litologi keseluruhan wilayah.
4. Measuring Section
Measuring section (penampang terukur) dilakukan dengan tujuan:
- Mendapatkan dan mempelajari secara detail dan mendalam hubungan
stratigrafi antar satuan batuan apakah hubunganya selaras atau tidak
selaras serta urut-urutan sedimentasi dalam arah vertical secara detail
untuk menginterpretasikan lingkungan pengendapan.
- Mendapatkan ketebalan yang detail dari tiap-tiap satuan stratigrafi.
- Mendapatkan data batuan atau litologi secara detail dan utuh dari urutan-
urutan perlapisan dari lapisan yang paling muda ke lapisan yang lebih tua
dari suatu satuan stratigrafi
Teknis Pengukuran
Untuk metode yang digunakan untuk mengukur penampang stratigrafi
banyak caranya. Tetapi, salah satu cara yang paling umum dan mudah digunakan
di lapangan adalah measurement dengan memakai pita ukur (meteran) dan
kompas. Sebisa mungkin untuk pengukuran tebal agar arah pengukuran tegak
lurus pada jurus perlapisan, Sehingga koreksi-koreksi yang rumit dapat dihindari
42
Sebelum melakukan penelitian mikrofosil adapun tahap-tahap persiapan
yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Sampling
Sampling adalah proses pengambilan sampel dari lapangan. Jika untuk
fosil mikro maka yang diambil adalah contoh batuan. Batuan yang diambil
haruslah batuan yang masih dalam keadan insitu, yaitu batuan yang masih
ditempatnya. Pengambilan sampel batuan di lapangan hendaknya dengan
memperhatikan tujuan yang akan dicapai. Untuk mendapatkan sampel yang baik
diperhatikan interval jarak tertentu terutama untuk menyusun biostratigrafi. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel dilapangan,
yaitu :
1. Jenis batuan
2. Metode sampling
3. Jenis sampel
4. Jenis Batuan
Fosil mikro pada umumnya dapat dijumpai pada batuan berfraksi halus.
Namun perlu diingat bahwa jenis-jenis fosil tertentu hanya dapat dijumpai pada
batuan-batuan tertentu. Kesalahan pengambilan sampel berakibat pada tidak
dijumpai fosil yang diinginkan. Fosil foraminifera kecil dapat dijumpai pada
batuan napal, kalsilutit, kalkarenit halus, batupasir karbonatan halus. Fosil
Foraminifera besar, dapat dijumpai pada Kalkarenit, dan Boundstone
2. Metode Sampling
Beberapa prosedur sampling pada berbagai tipe sekuen sedimentasi dapat
dilakukan seperti berikut ini :
a. Splot sampling dalah dengan interval tertentu, merupakan metoda terbaik
untuk penampang yang tebal dengan jenis litologi yang seragam, seperti pada
lapisan serpih tebal, batu gamping dan batulanau. Pada metoda ini dapat
ditambahkan dengan “channel sample” (parit sampel) sepanjang ± 30 cm
pada setiap interval 1,5 meter.
b. Channel Sampling (sampel paritan) Dapat dilakukan pada penampang
lintasan yang pendek (3-5 m) pada suatu litologi yang seragam. Atau pada
perselingan batuan yang cepat, channel sample dilakukan pada setiap
perubahan unit litologi. Splot Sampling juga dilakukan pada lapisan serpih
yang tipis atau sisipan lempung pada batupasir atau batu gamping, juga pada
serpih dengan lensa tipis batugamping
Kriteria-kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel batuan, yaitu :
1. Memilih sampel batuan insitu dan bukan berasal dari talus, karena
dikhawatirkan fosilnya sudah terdisplaced atau tidak insitu.
43
2. Batuan yang berukuran butir halus lebih memungkinkan mengandung fosil,
karena batuan yang berbutir kasar tidak dapat mengawetkan fosil. Batuan yang
dapat mengawetkan fosil antara lain batulempung (claystone), batuserpih
(shalestone), batunapal (marlstone), batutufa napalan (marly tuffstone),
batugamping bioklastik, batugamping dengan campuran batupasir sangat halus.
3. Batuan yang lunak akan memudahkan dalam proses pemisahan fosil.
4. Jika endapan turbidite diambil pada endapan berbutir halus, yang
diperkirakan merupakan endapan suspensi yang juga mencerminkan kondisi
normal.
5. Jenis Sampel
Langkah-langkah proses pencucian batuan adalah sebagai berikut :
1. Batuan sedimen ditumbuk dengan palu karet atau palu kayu hingga
berukuran dengan diameter 3-6 mm.
2. Larutkan dalam larutan H2O2 (hydrogen peroksida) 50% diaduk dan
dipanaskan.
3. Diamkan sampai butiran batuan tersebut terlepas semua (24 jam) jika fosil
masih nampak kotor dapat dilakukan dengan perendaman menggunakan
air sabun, lalu dibilas dengan air sampai bersih.
4. Keringkan dengan terik matahari dan fosil siap untuk diayak.
5. Pemisahan fosil
Cara memisahkan fosil-fosil dari kotoran adalah dengan menggunakan jarum
dari cawan tempat contoh batuan, untuk memudahkan dalam pengambilan
fosilnya perlu disediakan air (jarum dicelupkan ke air terlebih dahulu sebelum
pengambilan), pada saat pengambilan fosil dari pengotor harus dilakukan dengan
hati-hati, karena apabila pada saat pengambilannya tidak hatihati maka fosil
tersebut bias jatuh dan bias juga pecah, sehingga tidak bisa untuk dilanjutkan
pendeskripsiannya.
44
DAFTAR PUSTAKA
Bolli, H.M., Saunders, J.B., & Perch-Nielsen, K., 1985. Plankton Stratigraphy.
Boltovskoy, E. & Wright, R., 1976. Recent Foraminifera ; Rd. W. Junk b.v.
Publishers.
45