PENDAHULUAN
Abses merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang terakumulasi
di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya oleh bakteri atau
parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum
suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah
penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah infeksi kulit dan
Abses adalah suatu infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri / parasit atau
karena adanya benda asing (misalnya luka peluru maupun jarum suntik) dan
mengandung nanah yang merupakan campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel
darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim autolitik.
Terdapat berbagai macam abses sesuai letaknya, seperti abses ginjal, abses
perimandibular, abses submandibular, abses hepar, abses serebri, abses gluteus dan
abses femur. Hal tersebut biasanya terjadi karena kuman masuk ke dalam jaringan yang
perawatan luka abses tersebut. Oleh karena itu dalam penulisan laporan kasus ini akan
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS
Nama : Ny. S
Umur : 48 Tahun
Agama : Islam
No. RM : 32.03.42
2.2 ANAMNESIS
2
glibenklamid dan metformin) , HT + sejak 3 tahun (
Kesadaran : Komposmentis
GCS : 456
N : 116 x/menit
RR : 22 x/menit
Suhu : 36.2 ◦C
Status Generalis
Kepala/Leher : a-/i-/d-/c-
Thorax : Semetris
Pulmo
Percussion : sonor/sonor
3
Cor
Palpasi : dbn
Percussion : dbn
Abdomen
Inspeksi : dbn
Perkusi : timpani,
Auskultasi : BU (+) N
edema (-),
cyanosis (-)
cm , nyeri tekan +
4
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium:
Hematologi:
5
- RDW : 11 % (10-16,5%)
- MPV :4
-HbsAg : Negatif
Gula Darah:
-GDA : 732
Hemoestasis:
-PT : 10.60
-APTT : 36.20
Wanita, 48 tahun
Kemerahan
Nyeri
Riwayat DM
2.6 ASSESMENT
6
2.7 PLANNING TERAPI
MRS
Inj. Ranitidin 2 x 50 mg
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
Keluhan pasien
Vital sign
Kadar GDA
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Abses merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang terakumulasi di
sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya oleh bakteri atau
parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum
suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah
penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses adalah infeksi kulit
rongga di bawah kulit. Kejadian abses bermula dari trauma yang diikuti masuknya
maka akan memicu terbentuknya kapsul fibrous yang juga sering diikuti rupturnya
jaringan. Penanganan yang tertunda akan memicu terbentuknya jaringan ikat pada
dinding abses, jika hal ini terjadi maka ruang abses harus diisi dengan jaringan
pengganti.
B. Etiologi
Abses kulit juga bisa terjadi setelah suatu luka ringan, cedera atau sebagai
komplikasi dari folikulitis atau bisul. Abses kulit bisa timbul di setiap bagian tubuh
Penyebab utama terjadinya abses yaitu adanya benda asing yang diikuti bakteri
8
Pseudomonas, Mycobakteria, Pasteurella multocida, Corinobacteria,
Achinomicetes) dan juga bakteri yang bersifat obligat anaerob (Bakteriodes spp,
berada pada hidung dan kulit dengan rentangan insidens 20-85%, sementara pada
kulit 5-25%, pada rongga mulut 10-35%.19 Bakteri ini bersifat patogen yang
C. Gejala Klinis
Manifestasi klinis pada abses meliputi nyeri lokal, bengkak dan kenaikan suhu tubuh.
Leukositosis juga terjadi pada abses. Sedangkan tanda-tanda infeksi meliputi kemerahan,
bengkak, terlihat jelas, nyeri tekan, kehangatan meningkat disekitar luka, warna merah
jelas pada kulit disekitar luka, pus atau rabas, bau menusuk,menggigil atau demam (lebih dari
37,7 oC
D. Patifisiologi
Anatomi Kulit
1. Epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum,
stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum adalah lapisan kulit yang paling luar
dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya
telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). Stratum lusidum terdapat langsung di bawah
9
lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang
berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak
Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir
kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Stratum
spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-
beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung
glikogen, dan inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin
gepeng bentuknya. Di antara sel-sel stratum spinosun terdapat jembatan-jembatan antar sel
yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Pelekatan antar jembatan-jembatan
ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel
spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak
glikogen.
Stratum germinativum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun vertical pada
perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan
epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mrngalami mitosis dan berfungsi reproduktif.
Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan
protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan lain oleh jembatang
antar sel, dan sel pembentuk melanin atau clear cell yang merupakan sel-sel berwarna muda,
dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes) .
2. Dermis
Lapisan yang terletak dibawah lapisan epidermis adalah lapisan dermis yang jauh lebih tebal
daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan fibrosa padat dengan elemen-
10
elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yakni pars
papilare yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh
darah, dan pars retikulare yaitu bagian bawahnya yang menonjol kea rah subkutan, bagian ini
terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar
lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat
Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut sehingga makin
stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk
3. Subkutis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel
lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir
sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu
dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus
adipose, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi,
pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung
pada lokasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan
penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan (Djuanda, 2003).
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian atas dermis
(pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di dermis
bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars
retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar.
11
Gambar 3.1
Skema kulit
Patofisiologi
Kuman penyakit yang masuk ke dalam tubuh akan menyebabkan kerusakan jaringan dengan cara
mengeluarkan toksin. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis,
kimiawi yang secara spesifik mengawali proses radang atau melepaskan endotoksin
yang ada hubungannya dengan dinding sel. Reaksi hipersensitivitas terjadi bila perubahan
imun yang akan merusak jaringan. Sedangkan agen fisik dan bahan kimiawi yang iritan dan
12
korosif akan menyebabkan kerusakan jaringan. Kematian jaringan merupakan stimulus
Infeksi hanya merupakan salah satu penyebab dari peradangan. Pada peradangan, kemerahan
merupakan tanda pertama yang terlihat pada daerah yang mengalami peradangan akibat dilatasi
arteriol yang mensuplai daerah tersebut akan meningkatkan aliran darah ke mikrosirkulasi
lokal. Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan. Peningkatan suhu bersifat
lokal. Peningkatan suhu dapat terjadi secara sistemik akibat endogen pirogen yang
Pada peradangan terjadi perubahan diameter pembuluh darah sehingga darah mengalir ke
seluruh kapiler, kemudian aliran darah mulai perlahan lagi, sel-sel darah mulai
mengalir mendekati dinding pembuluh darah di daerah zona plasmatik. Keadaan ini
memungkinkan leukosit menempel pada epitel, sebagai langkah awal terjadinya migrasi
leukosit ke dalam ruang ektravaskuler. Lambatnya aliran darah yang mengikuti fase
plasma untuk masuk ke dalam jaringan,sedangkan sel darah tertinggal dalam pembuluh darah
akibat peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan osmotik sehingga terjadi
akumulasi cairan didalam rongga ektravaskuler yang merupakan bagian dari cairan
eksudat yaitu edema. Regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan tekanan pus dalam
rongga abses menyebabkan rasa sakit. Beberapa mediator kimiawi pada radang akut
termasuk bradikinin, prostaglandin dan serotonin akan merangsang dan merusakkan ujung
saraf nyeri sehingga menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor mekanosensitif dan
13
termosensitif sehingga menimbulkan nyeri. Adanya edema akan menyebabkan berkurangnya
gerak jaringan sehingga mengalami penurunan fungsi tubuh yang menyebabkan terganggunya
mobilitas.
Inflamasi terus terjadi selama masih ada pengrusakan jaringan. Bila penyebab kerusakan
jaringan bias diberantas maka debris akan difagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi
resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reaksi sel fagosit kadang berlebihan
sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses atau
bertumpuk di sel jaringan tubuh yang lain membentuk flegmon. Trauma yang hebat, berlebihan,
dan terus menerus menimbulkan reaksi tubuh yang juga berlebihan berupa fagositosis debris
yang diikuti dengan pembentukan jaringan granulasi vaskuler untuk mengganti jaringan
yang rusak.Fase ini disebut fase organisasi. Bila dalam fase ini pengrusakan jaringan berhenti
akan terjadi fase penyembuhan melalui pembentukan jaringan granulasi fibrosa. Tetapi bila
pengrusakan jaringan berlangsung terus, akan terjadi fase inflamasi kronik yang akan sembuh
bila rangsang yang merusak hilang. Abses yang tidak diobati akan pecah dan mengeluarkan pus
kekuningan sehingga terjadi kerusakan integritas kulit. Sedangkan Abses yang diinsisi dapat
14
Infeksi kuman eksotoksin / endotoksin
Mediator
Neutrofil memfagosit kuman Inflamasi release
E. Diagnosis
Diagnosi abses dapat ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada
kemerahan yang terasa nyeri. Untuk keluhan demam biasanya terjadi, namun juga
15
bisa saja tidak terjadi tergantung mekanisme pertahanan tubuh individu. Sedangkan
dari pemeriksaan fisik kita dapatkan peningkatan suhu tubuh, pada status lokalis
kita dapatkan edema kemerahan disertai adanya bintik supuratif. Pada lokasi edema
Untuk pemeriksaan penunjang, bisa kita lihat dari pemeriksaan darah lengkap
selanjutnya. Dari hasil insisi abses, pus dapat diperiksa dan dilakukan kultur.
F. Diagnosis Banding
Selulitis
Osteomielitis
Hideranitis supurativa
Kista epidermal
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan abses itu sendiri prinsip yang digunakan yaitu insisi dan drainase.
Karena insisi dan drainase merupakan perawatan terbaik pada abses tersebut. Insisi
Teknik Operasi
Menjelang operasi
16
Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi.
Tahapan operasi
Desinfeksi menggunakan betadine 10% atau hibitane alkohol 70% 1:1000 atau
alkohol 70%, pada lapangan operasi sesuai dengan lokasi dari abses.
diberi oksigenasi dengan masker atau nasal pronge), dan lakukan komunikasi
Insisi dekompresi dengan anestesi lokal atau kalau terpaksa (penderita tidak
Irisan disesuaikan dengan garis Langer pada tempat yang fluktuasi maksimal
kantung abses dibuka secara tumpul sehingga nanah yang terkumpul disitu
Perawatan Pascabedah
17
Rawat luka dengan kompres larutan garam faali (bukan betadine), sehingga
luka terjaga kebersihannya.
Evaluasi sumber infeksi dan apakah ada diabetes mellitus.
Jangan lupa dianjurkan untuk berobat lanjutan sumber infeksinya.
H. Prognosis
Dengan penanganan yang tepat dan cepat, akan mengurangi resiko komplikasi.
18
BAB IV
PEMBAHASAN
dengan keluhan timbul benjolan di paha sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Benjolan awalnya kecil, lama-kelamaan membesar seperti bola pingpong dan sejak 2
hari ini semakin besar seperti sekarang. Benjolan juga terasa sakit dan semakin sakit
bila benjolan disentuh. Tidak ada keluhan penyerta seperti demam, mual, muntah.
Berdasarkan teori, keluhan yang ditimbulkan oleh abses adalah timbulnya benjolan
yang terasa nyeri akibat dari infeksi bakteri yang menyebabkan penumpukan pus serta
Dari pemeriksaan fisik didapatkan edema berwarna kemerahan dengan bintik supuratif
oleh lapisan granuloma sehingga timbul edema. Akibat adanya infeksi dapat
menyebabkan inflamasi.
berupa peningkatan leukosit. Untuk terapi pada pasien dilakukan insisi dan drainase
abses sesuai dengan teori. Serta pasien diberikan terapi antibiotik. Untuk pusnya
dilakukan kultur.
19
20
BAB V
KESIMPULAN
Abses adalah suatu infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri / parasit atau karena
adanya benda asing dan mengandung nanah yang merupakan campuran dari jaringan
nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim
autolitik.
Pada pasien Ny. S mengeluh timbul benjolan kemerahan dan terasa nyeri pada paha
kanannya. Dari hasi anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis abses
femoralis dextra dan dilakukan tindakan insisi dan drainase abses. Tindakan tersebut
untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih buruk lagi. Untuk selanjutnya pasien
harus merawat luka insisi tersebut agar hasilnya baik dan mencegah infeksi pada luka
tersebut. Pasien juga diharapkan mengontrol kadar glukosa darah, karena dengan tidak
21
DAFTAR PUSTAKA
Keast, D., & Orsted, H. (2007). The basic principles of wound healing. Diakses 26
S. Sjamsuhidayat, Wim De Jong, 1998, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC,
Jakarta
Smeltzer, S.C, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (terjemahan), Edisi 8,
Sudiarto, Ta’adi, & Sudirman. (2005). Efek penggunaan NaCl 0,9% dan bethadin
Underwood, J.C.E, 1999, Buku Ajar Ilmu Bedah (terjemahan), Edisi 4, EGC, Jakarta.
22