Laporan Sedimentasi Fix
Laporan Sedimentasi Fix
MODUL : SEDIMENTASI
PEMBIMBING : Emma Hermawati Muhari, Ir., MT
Oleh :
Kelompok : IV (empat)
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
a. Mengurangi kekeruhan air baku
b. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Sedimentasi
Sedimentasi adalah salah satu proses pemisahan padatan dari suatu cairan (slurry) agar
cairan menjadi bening dan bebas dari padatan yang terdapat di dalam cairan tersebut.
Pemisahan padatan dan cairan terjadi berdasarkan perbedaan massa jenis dengan cara
pengendapan. Selain itu, proses pengendapan padatan yang ada dalam cairan juga dipengaruhi
oleh adanya gaya gravitasi.
Proses sedimentasi dapat dilakukan sebelum proses koagulasi dan flokulasi (primary
sedimentation) atau pun setelah proses koagulasi dan flokulasi (secondary sedimentation).
Proses sedimentasi awal (primary sedimentation) dilakukan ketika kekeruhan dari cairan
tinggi sehingga dapat mengurangi beban pada proses koagulasi dan flokulasi, sementara
proses sedimentasi akhir (secondary sedimentation) dilakukan untuk memisahkan cairan
dengan endapan yang terjadi pada proses koagulasi dan flokulasi. Kecepatan pengendapan
padatan yang terdapat di dalam cairan tergantung pada berat jenis, bentuk dan ukuran partikel,
viskositas cairan dan kecepatan aliran cairan dalam bak pengendapan (bak sedimentasi).
Berdasarkan konsentrasi dan kecenderungan partikel berinteraksi, proses sedimentasi
terbagi atas tiga macam, yaitu :
1) Sedimentasi Tipe I (Plain Settling atau Discrete Particle)
Sedimentasi Tipe I merupakan pengendapan partikel tanpa menggunakan koagulan.
Tujuan dari unit ini adalah menurunkan kekeruhan cairan dan digunakan pada grit
chamber. Kecepatan pengendapan dari padatan-padatan diskrit dipengaruhi oleh gravitasi
dan gaya geser.
Banyaknya lumpur
Luas bak pengendapan
Kedalaman bak pengendapan
a) Zona Inlet
Zona inlet mendistribusikan aliran cairan secara merata pada bak
sedimentasi dan menyebarkan kecepatan aliran yang baru masuk. Kontrol hirolis
pada zona inlet adalah salah satu faktor desain yang paling penting. Hal tersebut
disebabkan, apabila terjadi ketidakseimbangan aliran pada zona inlet akan
mengakibatkan aliran mati, turbulensi dan kurangnya stabilitas hirolis secara
menyeluruh pada zona pengendapan.
b) Zona Pengendapan
Zona pengendapan adalah tempat flok/partikel mengalami proses
pengendapan. Penambahan plate settler untuk memodifikasi bak sedimentasi
konvensional terjadi di zona pengendapan pada bak sedimentasi yang berbentuk
persegi panjang.
c) Zona Lumpur
Zona lumpur merupakan tempat akumulasi zat padat hasil pengendapan.
Pada umumnya dasar zona lumpur ini memiliki kemiringan antara 1/200 – 1/300
menuju titik pengumpulan lumpur.
d) Zona Outlet
Zona outlet adalah tempat cairan akan meninggalkan bak sedimentasi. Pada
zona outlet, digunakan pelimpah berupa mercu tajam sehingga menghasilkan
terjunan agar cairan dapat keluar dari bak sedimentasi.
1. Konvensional
Bangunan sedimentasi konvensional merupakan bak sedimentasi sederhana yang
pengendapannya terjadi secara gravitasi dan memanfaatkan panjang bak.
2. Menggunakan Plate Settler
Bak sedimentasi dengan menggunakan Plate Settler bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi pengendapan dari bangunan sedimentasi konvensional. Plate ini memiliki
kemiringan atau sudut terhadap garis horizontal tertentu (45 – 600) yang mengakibatkan
lumpur tidak menumpuk pada plate, akan tetapi jatuh meluncur ke bawah, sehingga flok-
flok akan lebih mudah dipisahkan. Efisiensi pengendapan partikel flokulen dipengaruhi
oleh over flow rate, detention time dan kedalaman dari bak pengendapan.
3. Menggunakan Tube Settler
Bak sedimentasi dengan menggunakan Tube Settler memiliki fungsi yang sama
dengan Plate Settler hanya saja modelnya berbentuk tube. Tube settler ini ada yang
dipasang secara horizontal maupun vertikal dengan kemiringan tertentu terhadap garis
horizontalnya.
4. Mekanis
Bangunan sedimentasi mekanis menggunakan scrapper untuk mempercepat
pengendapan flok-flok yang sudah terbentuk ke dalam ruang lumpur dan sekaligus untuk
pembersihannya. Biasanya digunakan untuk instalasi pengolahan yang besar.
2.3 Plate Settler
Gambar 2.5 Hubungan Vektor Aliran pada Plate Settler dengan Vektor Kecepatan
Pengendapan Partikel
Plate settler dapat dibuat dari jenis bahan yang tidak mudah berserat, semacam
polythylene, kayu, fiber, baja tipis dan sebagainya. Jenis polythylene yang banyak digunakan
adalah berupa plastik yang keras dan tebal. Kelebihan-kelebihan dari penggunaan polythylene
dibandingkan dengan bahan jenis lainnya adalah :
1. Mudah dalam perawatannya, karena dari jenis bahan yang ringan dan tidak berserat.
2. Bahan baku tidak terlalu sulit didapat dipasaran.
3. Lebih lama dapat bertahan untuk tidak dibersihkan karena jenis bahan bakunya sulit
untuk dapat ditumbuhi oleh tanaman sejenis ganggang dan lemut.
4. Tidak mudah pecah dan relatif lebih lama mengalami kerusakkan akibat adanya
penguraian efek mikroba.
2.4 Baku Mutu Air Bersih
Pada proses sedimentasi ini digunakan bak sedimentasi dengan tipe Lamella
Clarifier/Plate Settler. Air sampel yang digunakan adalah air sungai depan POLBAN.
Memasukkan air sampel (22 liter) kedalam tangki koagulasi atas sebelum saluran air
keluar
Memasukkan tawas ke dalam bak koagulasi yang telah berisi air sampel
Menyalakan stopwatch
Menunggu hingga air sampel dalam tangki habis, dan air sudah tidak keluar lagi dari
bak sedimentasi
Memasukkan air sampel (22 liter) kedalam tangki atas sebelum saluran air keluar
Memasukkan tawas ke dalam bak koagulasi yang telah berisi air sampel
Menyalakan stopwatch
Menunggu hingga air sampel dalam tangki habis, dan air sudah tidak keluar lagi dari
bak sedimentasi
35
30
25
20
15
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70
40
30
20
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70
-10
30
25
20
15
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70
250
245
240
235
230
225
0 10 20 30 40 50 60 70
PEMBAHASAN
Proses sedimentasi yang dilakukan berjalan secara batch dengan tujuan mengurangi
padatan tersuspensi dan koloid pada air baku yang diolah. Air baku yang digunakan memiliki nilai
kekeruhan awal 33,56 NTU. Dengan diketahuinya nilai kekeruhan awal, maka akan diperoleh
dosis koagulan dan flokulan yang digunakan.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah diperoleh pada proses pertama, yaitu proses
sedimentasi dengan penambahan koagulan, air baku yang dimasukkan ke dalam bak sedimentasi
cenderung menurun nilai kekeruhannya. Pada waktu 1 menit, nilai kekeruhan air baku lebih besar
dari nilai kekeruhan awal. Hal tersebut disebabkan karena di dalam bak sedimentasi terdapat
pengotor hingga menyebabkan nilai kekeruhan air baku naik menjadi 34,81 NTU. Selanjutnya,
pada waktu 60 menit, nilai kekeruhan air baku naik kembali dari 18,81 NTU menjadi 20,22 NTU.
Pada proses sedimentasi hanya dengan penambahan koagulan, waktu optimum yang diperoleh,
yaitu pada waktu 50 menit karena memiliki nilai efisiensi terbesar, yaitu 43,9511%.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah diperoleh pada proses kedua, yaitu proses
sedimentasi dengan penambahan koagulan dan flokulan, air baku yang dimasukkan ke dalam bak
sedimentasi cenderung menurun nilai kekeruhannya. Nilai kekeruhan awal air baku sebesar 15,43
NTU menurun hingga waktu 20 menit dengan kekeruhan air baku menjadi 6,77 NTU. Namun,
pada waktu 30-60 menit, nilai kekeruhan air baku cenderung naik kembali. Pada proses
sedimentasi dengan penambahan koagulan dan flokulan, waktu optimum yang diperoleh, yaitu
pada waktu 20 menit karena penurunan nilai kekeruhan terbesar sehingga didapatkan nilai efisiensi
sebesar 56,1244%.
Data yang diambil selanjutnya yaitu nilai TDS. Berdasarkan data yang diambil, nilai TDS
mengalami penurunan seiring dengan lamanya waktu proses. Proses pertama dengan penambahan
koagulan, adapun data kenikan nilai TDS pada menit ke 20 dan 40. Hal tersebut diakibatkan
kesalahan praktikan pada saat pengambilan sampel. Pengambilan sampel seharusnya dilakukan
dalam kedalaman yang sama dan tidak terjadi goyangan/guncangan. Pada proses dengan
penambahan koagulan dan flokulan nilai TDS lebih kecil ketimbang proses kesatu. Nilai TDS yang
didapat fluktuatif, hal tersebut diakibatkan volume sampel yang diambilnya pun berbeda, dengan
besarnya laju alir pengambilan sampel menyebabkan fine-flok yang terbentuk terbawa ke aliran
sampel. Ketidaksamaan volume sampel yang diambil karena katup yang ada rusak sehingga tidak
bisa diatur laju alir pengambilan sampel.
Jika dibandingkan dengan baku mutu air bersih, hasil proses pertama (penambahan
koagulan) nilai kekeruhan dan TDS yang diperoleh memenuhi baku mutu air bersih. Dengan waktu
pengendapan optimum selama 50 menit. Pada proses kedua nilai kekeruhan dan TDS yang
didapatpun sesuai dengan persyaratan baku mutu air bersih dengan waktu pengendapan optimum
selama 20 menit.
BAB VI
SIMPULAN
Dari hasil praktikum yang telah dilaksanakan, proses sedimentasi dengan total waktu 60
menit dihasilkan beberapa simpulan berikut ini.
6.1 Penurunan Nilai Kekeruhan
6.1.1 Proses 1 sedimentasi dengan penambahan koagulan yang dilakukan berhasil mengurangi
nilai kekeruhan dari 33,56 NTU menjadi 18,81 NTU dengan efisiensi proses keseluruhan
adalah 43,95%.
6.1.2 Proses 2 sedimentasi dengan penambahan koagulan dan flokulan menurunkan nilai
kekeruhan dari 15,43 NTU menjadi 6,77 NTU dengan efisiensi proses keseluruhan
adalah 56,12%.
Gambar 1. Dosis alum yang dibutuhkan untuk koagulasi optimum dengan variasi kekeruhan
pada air baku serta perbandingannya dengan alum-sodium