I. TEMA
Keterampilan klinis pemeriksaan fisik abdomen lanjut
Pemeriksaan rongga mulut adalah daerah diagnosis fisik yang dapat diperoleh melalui evauasi
sistematik jaringan lunak dan keras rongga mulut.
PEMERIKSAAN FISIK
Selalu mulai dengan pemeriksaan ekstra oral kepala dan leher. Pada beberapa kasus, informasi
klinis yang diperoleh sangat berharga dalam menentukan etiologi dan perjalanan penyakit
mulut pada pasien yang mencari perawatan. Sebagai contoh, manifestasi oral utama sindrom
hamartoma adalah adanya papiloma oral multipel.
PEMERIKSAAN EKSTRA ORAL
BIBIR
Pemeriksaan bibir dilakukan dengan mengamati ukuran, bentuk, warna dan tekstur permukaan.
Dipalpasi dengan ibu jari dan telunjuk. Pada bibir sering dijumpai abrasi, fisur, ulserasi atau
crust. Trauma sering menyebabkan memar pada bibir, reaksi alergi juga dapat terlihat. Ditarik
untuk mengetahui konsistensi, adanya massa, dan perubahan warna
Bibir diperiksa secara visual dan palpasi.. Bibir kemudian ditarik ke depan dan inspeksi mukosa
labial.
PEMERIKSAAN INTRA ORAL
1. PIPI DAN BIBIR BAGIAN DALAM
Labial mucosa
Diperiksa dengan menarik pipi dan bibir, akan terlihat mukosa labial, dilanjutkan
dengan memeriksa mukosa bukal, apakah terdapat pembengkakan, warna di kedua sisi,
lesi yang menonjol atau kedalam atau perubahan lain.
buccal mucosa
Glandula sebacea ektopik (Fordyce granulr) ditemukan pada sebagian besar pasien dan
nampak sebagai papula berwarna putih-kekuningan yang terletak bilateral pada mukosa
bukal. Muara glandula parotis (ductus Stensen) dapat ditemukan sebagai massa jaringan
lunak kecil pada mukosa bukal berdekatan dengan molar pertama atas. Saliva
seharusnya mengalir dari saluran tersebut;
2. GINGIVA
Gingiva dapat diperiksa paling mudah dengan cara menutup mulut sebagian dan bibir
diretraksi dengan jari-jari.
Gingiva
Untuk memeriksa pergerakan otot Hypoglosus yaitu dengan cara melihat apakahpasien
dapat mengeluarkan dan memasukkan kembali lidahnya dengan cepat, dan melihat
posisi lidah yang simetris atau tidak. Kemudian saat pasien menjulurkan lidah
dilperhatikan adanya tremor dan atropi papil lidah. Kemudian meminta pasien untuk
berbicara untuk dilihat apakah terjadi kesulitan atau tidak
Untuk memeriksa tonsil, lidah ditekan dengan spatel, lalu pasien berkata ”aahh” dilihat
apakah ada perubahan warna, ulserasi atau pembengkakan.
Permukaan dorsal lidah paling mudah diinspeksi dengan cara menginstruksikan pada
pasien untuk menjulurkan lidah ke arah kaudal (dagu). Atropi permukaan dorsal lidah
dapat disebabkan oleh beberapa hal. Defisiensi nutrisi, telah dikaitkan dengan atrofi
permukaan dorsal lidah; manifestasi oral penyakit mukokutan juga sering menjadi
penyebab yang mendasari. Selain ketidaknyamanan, pasien kadang melaporkan adanya
perubahan sensasi rasa atau kehilangan persepsi rasa sama sekali.
Sisi lateral lidah dapat diperiksa dengan cara menjepit lidah dengan kasa, menarik lidah
dan kemudian memutarnya ke lateral.
4. PALATUM
Untuk melihat langsung bentuk, warna dan lesi pada jaringan lunak dan keras palatum,
kepala pasien direbahkan ke belakang. Pembengkakan, kelainan bentuk dan
konsistensinya dapat diketahui dengan palpasi.
Inspeksi visual langsung palatum durum dapat dicapai dengan cara menggunakan kaca
mulut. Palatum durum, mirip dengan gingiva cekat, dalam keadaan normal berwarna
kurang pink dibandingkan mukosa rongga mulut lainnya karena adanya peningkatan
keratinisasi.
Palatum lunak, mukosanya tidak berkeratin dan berwarna pink-salmon. Dapat diamati
dengan mudah melalui pemeriksaan langsung dengan cara menekan lidah dan
menginstruksikan pasien untuk berkata “Ahhh”.
5. GIGI
Pengamatan gigi secara menyeluruh dapat dilakukan dengan cepat sebelum masing-
masing gigi didiagnosa secara teliti.
9. PALPASI
Selanjutnya pemeriksaan yang kedua dengan cara
Mempalpasi/Menekan-nekan daerah yang akan diperiksa untuk
merasakan ada kelainan seperti pembengkakan dan lain-lain.
Masukkan tongue spatel secara vertikal lalu sentuhkan
tonsil kiri dan kanan untuk menilai mobilitas dan nyeri pada
tonsil.
Cara Pemeriksaan :
Lakukanlah palpasi/penekanan pada tonsil. Menggunakan 2
tongue spatel, spatula pertama digunakan menekan lidah
sehingga faring lebih nampak. Spatula kedua digunakan untuk
menekan tonsil pada bagian lateral dan anterior. Posisi spatula
vertikal, lalu sentuh perlahan bagian tonsil dan paratonsiler. Pada
kasus tumor tonsil akan terfiksasi pada jaringan sekitar sehingga
sulit bergerak. Sedangkan pada kasus infeksi/inflamasi tonsil
akan mobile dan nyeri.
Hasil Pemeriksaan :
Pemisi Pak/Bu, saya akan menekan-nekan untuk mengetahui
adanya pembengkakan atau tidak, lalu bagaimana rasanya
Pak/Bu apakah ada rasa nyeri tekan?
Baik jika tidak ada maka untuk tonsilnya masih normal tidak ada
nyeri tekan ataupun pembengkakan.
Tambahan :
Cara Pemeriksaan Tambahan :
Lakukan palpasi pada lidah dan daerah lantai cavum oris.
Nilai ada tidaknya ulkus, tumor atau peradangan pada
jaringan bagian bawah mulut ( angina ludovici )
Hasil Pemeriksaan Tambahan :
Untuk hasil palpasi pada lidah dan daerah lantai cavum oris
menunjukkan tidak adanya ulkus, tumor ataupun pada jaringan
bagian bawah mulut.
Cara Pemeriksaan Tambahan :
Lakukan palpasi dari luar untuk mencari pembesaran
kelenjar parotis dan subamandibula. Perluas perabaan ke
arah leher untuk mencari peradangan pada limfonodi
regional.
Hasil Pemeriksaan Tambahan :
Dan untuk palpasi dari luar bisa dengan mencari pembesaran
kelenjar parotis dan subamandibula. Serta perluasannya
perabaan ke arah leher untuk mencari adanya peradangan pada
limfonodi regional.
Melakukan rangsangan refleks muntah dengan menyentuh
uvula atau palatum mole.
Silahkan Bapak/Ibu, mohon untuk dirilekskan lidah dalam
mulutnya kita akan melakukan rangsangan refleks muntah
dengan menyentuh uvula atau palatum mole, jadi jika
rangsangan refleks muntah maka itu bagus dan menunjukkan
sesuatu yang normal.
Setelah kita lakukan pemeriksaan rangsang refleks muntah
menunjukkan hal yang positif jadi normal dan hal yang bagus.
Keluarkan tongue spatel secara hati-hati
10. PERKUSI
Dan pemeriksaan yang terakhir dengan cara
Memperkusi/Menketok-ketok daerah yang akan diperiksa untuk
merasakan ada kelainan/gangguan pada organ yang diperiksa.
Lakukan perkusi pada gigi yang dicurigai menderita infeksi
Lakukan perkusi/ketukan. Menggunakan instrumen logam
seperti pinset atau tongue spatel pada dental/gigi yang dicurigai
terdapat lubang atau inspeksi. Nilai penjalaran nyeri dan sifat
nyeri nya.
Permisi, saya akan melakukan pemeriksan perkusi dengan cara
mengetok-ketok jadi ketika terasa nyeri. Apakah ada rasanya
nyeri Pak/Bu?
Baik setelah diperkusi tidak ada rasanya nyeri maka tidak ada
lubang atau infeksi ataupun. Jadi gigi masih normal tidak ada
lubang ataupun infeksi.
B. PEMERIKSAAN ABDOMEN
I. DASAR TEORI
Pada pemeriksaan abdomen diawali dengan inspeksi kemudian dilanjutkan dengan
auskultasi, dimana pada auskultasi dapat ditemukan beberapa informasi yang penting
tentang bowel motility. Lakukanlah auskultasi sebelum melakukan perkusi ataupun
palpasi. Lakukanlah latihan auskultasi sesering mungkin sehingga kita terbiasa dengan
variasi normal dari suara pergerakan usus dan dapat mendeteksi apabila ada kecurigaan
obstruksi atau inflamasi. Letakkanlah diafragma stetoskop pada abdomen pada kuadran
kanan bawah dan dengarkan suara pergerakan usus (peristaltik), perhatikan karakter dan
frekuensinya.Normalnya akan terdengar suara „klik‟ atau „gurgles‟ dengan frekuensi 5
s.d. 12 kali per menit.Pada keadaan obstruksi, dapat terdengar metalic sound. Pada
auskultasi juga dapat terdengar bruits (desah sistolik) yang merupakan suara turbulensi
aliran darah. Titik untuk mendengarkan bruits pembuluh darah diilustrasikan pada
gambar berikut.
Nyeri perut dan tegang, terutama berhubungan dengan spasme muskular, menandakan
kecurigaan inflamasi pada peritoneum parietal. Tentukan lokasi nyeri tersebut seakurat
mungkin. Sebelum palpasi, mintalah pasien untuk batuk dan tentukanlah apakah batuk tersebut
menyebabkan nyeri bertambah. Lalu palpasi secara gentle dengan menggunakan satu jari pada
area yang tegang.
Kemudian perhatikan ‘rebound tenderness’. Tekan jari Anda secara perlahan kemudian
lepaskan tekanan tersebut dengan cepat. Perhatikan reaksi pasien. Tanyakan pasien apakah
nyeri terasa lebih hebat saat penekanan dilakukan atau saat penekanan tersebut dilepaskan.
Kemudian minta pasien untuk menunjukkan di mana nyeri tersebut terasa.
Nyeri yang terjadi atau meningkat saat penekanan dilepaskan dengan cepat disebut ‘rebound
tenderness’ yang merupakan hasil dari pergerakan cepat dari peritoneum yang meradang.
PEMERIKSAAN HEPAR
Oleh karena sebagian besar hepar terletak di bawah costa, maka penilaiannya lebih sulit.
Ukuran dan bentuknya dapat diperkirakan dengan perkusi dan palpasi. Palpasi dapat pula
menilai permukaan, konsistensi, dan ketegangannya.
1. Posisikan pasien dalam keadaan berbaring dan kedua tekuk kedua lutut.
2. Mulai dengan meraba dan melakukan penekanan dengan menggunakan bagian pinggir
dalam palmar dan jari tangan pada abdomen sampai sedalam 4-5 cm dari arah kaudal ke
kranial di bawah arcus costa kanan
3. Lakukan penekanan saat pasien melakukan inspirasi, dan berikan penilaian mengenai
ukuran, pinggir, konsistensi, nyeri
4. Hepatomegali diintepretasikan dengan mengukur pembesaran hepar sampai sekian
sentimeter dibawah arcus costa kanan
PERKUSI
Batas atas hepar dapat ditentukan dengan menemukan pekak hepar dengan melakukan
perkusi pada garis midclavicula kanan, pada saat terdapat perbedaan suara timpani menuju
pekak (telah dipelajari pada CSL abdomen dasar). Batas atas hepar penting untuk
ditentukan terutama pada pasien dengan kecurigaan hepatomegali untuk menyingkirkan
kemungkinan hepatoptosis.
Batas bawah hepar dapat ditentukan dengan melakukan perkusi pada garis midclavicula
kanan, dimulai dari sejajar atas umbilikus (timpani), menuju atas sampai terdengar pekak
hepar.
Gambar 2. Arah perkusi untuk menentukan batas pekak hepar.
Kemudian lakukan penilaian jarak vertikal batas hepar tersebut dalam centimeter. Umumnya,
hepar pria lebih besar dari pada wanita dan hepar orang berpostur tinggi lebih besar
dibandingkan orang berpostur pendek.
Normalnya ukuran hepar terdapat pada gambar berikut
PALPASI
Tempatkan tangan kiri Anda di belakang pasien sejajar dan menyangga costa
11 dan 12 kanan. Minta pasien untuk rileks. Tekan menuju depan untuk memudahkan tangan
kanan Anda meraba hepar.
Tempatkan tangan kanan Anda pada abdomen kanan bawah pasien, lateral dari m. rectus dan
sejajar umbilicus. Minta pasien untuk bernafas dalam, lakukan palpasi ringan dan dengan
menggunakan ujung jari Anda, rasakan batas bawah hepar pasien. Ulangi pemeriksaan dengan
menaikkan tangan kanan Anda menuju arcus costarum. Jika telah teraba, kurangi tekanan Anda
dan lakukan palpasi ringan sehingga Anda dapat merasakan permukaan anterior hepar.
Normalnya hepar lembut, regular, permukaan halus dan berbatas tajam. Pada saat pasien
inspirasi, hepar dapat teraba 3 cm di bawah arcus costarum kanan pada garis midclavicula.
Gambar 4. Teknik melakukan palpasi hepar.
Pada pasien tertentu, misalnya pasien obesitas, pemeriksaan tersebut dapat dilakukan dengan
“Teknik Hooking‟. Anda berdiri sejajar dengan dada kanan pasien, tempatkan kedua tangan di
atas abdomen, di bawah batas bawah pekak hepar. Tekan dengan jari-jari Anda dengan arah
menuju arcus costarum, minta pasien untuk bernafas dalam dan Anda dapat melakukan
pemeriksaan hepar.
PEMERIKSAAN SPLEEN
Jika lien membesar akan ekspansi ke arah anterior, bawah, dan medial sehingga seringkali
mengubah suara timpani pada abdomen dan kolon dengan suara pekak dari organ padat. Lien
dapat teraba di bawah arcus costarum kiri. Perkusi tidak dapat memastikan terdapat
pembesaran lien, namun dapat mendukung kecurigaan. Palpasi dapat memastikan pembesaran
organ tersebut.
PERKUSI
Normal
spleen
Gambar 6. Posisi spleen.
1. Periksa splenic percussion sign dengan melakukan perkusi pada ICS kiri terbawah pada
garis aksila anterior (normalnya timpani). Kemudian minta pasien untuk bernafas dalam dan
perkusi kembali (normalnya tetap timpani)
PALPASI
Tempatkan tangan kiri Anda di belakang pasien sejajar costa kiri bawah dan tekan ke arah
depan. Tempatkan tangan kanan Anda di bawah arcus costarum kiri dan tekan ke arah dalam
untuk menemukan lien. Minta pasien untuk bernafas dalam dan ulangi pemeriksaan. Perhatikan
kontur lien dan ukur jarak antara batas bawah lien dengan arcus costarum kiri. Normalnya,
pada beberapa persen orang dewasa lien batas lien tersebut dapat teraba.
Gambar 8. Teknik palpasi spleen.
Ulangi pemeriksaan dengan pasien berbaring pada sisi sebelah kanan dengan tungkai bawah
fleksi pada sendi pinggul dan lutut. Pada posisi demikian, gravitasi akan memudahkan palpasi
lien.
Pembesaran lien dapat terjadi pada pasien yang menderita penyakit thalasemia, sirosis hepar,
malaria, thypoid dan sebagainya. Jika terdapat pembesaran lien, dapat menggunakan cara
Metode schuffner atau hacket untuk mendeskripsikan pembesaran tersebut. Garis schuffner
merupakan garis imajiner yang ditarik dari arcus costarum kiri melalui umbilicus menuju SIAS
kanan. Garis tersebut dibagi menjadi 8 bagian dengan umbilicus sebagai titik tengah. Garis
hekat merupakan garis imajiner yang ditarik dari arcus costarum kiri menuju SIAS kiri. Garis
tersebut dibagi menjadi 4 bagian dan seringkali digunakan untuk mendeskripsikan pembesaran
lien ke arah vertikal.
Gambar 10. Garis imajiner Schuffner.
a. Posisikan pasien dalam keadaan berbaring dan kedua tekuk kedua lutut.
b. Mulai dengan meraba dan melakukan penekanan dengan menggunakan bagian
pinggir dalam palmar dan jari tangan pada abdomen sampai sedalam 4-5 cm dari
arah kaudal ke kranial di bawah arcus costa kiri
c. Lakukan penekanan saat pasien melakukan inspirasi
d. Metode Hacket diintepretasikan sebagai berikut :
Kelas 0 tak teraba walau dengan inspirasi normal
Kelas 1 teraba di tepi costa dengan inspirasi dalam
Kelas 2 teraba di bawah costa sampai pertengahan putting susu dan umbilicus
Kelas 3 teraba sampai garis horizontal umbilicus
Kelas 4 teraba antara umbilicus dan symphisis pubis
Kelas 5 teraba di luar dan di bawah daerah kelas 4
3. Metode Schuffner, metode ini membagi splenomegali menjadi 8:
a. Posisikan pasien dalam keadaan berbaring dan kedua tekuk kedua lutut.
b. Mulai dengan meraba dan melakukan penekanan dengan menggunakan bagian
pinggir dalam palmar dan jari tangan pada abdomen sampai sedalam 4-5 cm dari
arah SIAS (Spina Iliaca Anterior Superior) ke arah arcus costa kiri
c. Lakukan penekanan saat pasien melakukan inspirasi, dan berikan penilaian
mengenai ukuran, pinggir, konsistensi, nyeri
d. Metode Schuffner membagi splenomegali menjadi 8, dimana pembesaran mulai dari
arcus costa kiri sampai umbilicus adalah Scuffner I – IV dan umbilicus sampai SIAS
adalah Scuffner V – VIII
e. Metode Schuffner diintepretasikan sebagai berikut
i. Tarik garis imajiner (A) yang melalui perpotongan antara linea mid-clavicularis
kiri dengan arcus costa dengan umbilicus
ii. Dengan membagi 4 garis A tersebut maka didapatkan area yang membatasi
Scuffner I-IV
iii. Kemudian tarik garis imajiner kedua (B) yang tegak lurus dengan A, yang melalui
umbilicus, garis ini juga merupakan batas Scuffner VI
iv. Dari B tarik garis imajiner ketiga (C) yang tegak lurus dengan B sampai
berpotongan dengan SIAS
v. Dengan membagi 4 garis C tersebut maka didapatkan area yang membatasi
Scuffner V-VIII
PEMERIKSAAN AORTA
Tekan dalam dari atas abdomen pada sebelah kiri garis tengah (sedikit lateral kiri dari
umbilicus) dan identifikasi pulsasi aorta. Pada orang berusia di atas 50 tahun, usahakan untuk
menilai lebar aorta tersebut dengan menekan abdomen dengan satu tangan pada tiap sisi aorta
(lihat gambar). Normalnya diameter aorta tidak lebih dari 3 cm (rata-rata 2,5 cm).
PEMERIKSAAN ASCITES
Abdomen yang menonjol menimbulkan kecurigaan ascites. Oleh karena cairan mempunyai
karakteristik mengikuti gravitasi, maka udara akan terdorong ke atas. Akan terdapat perubahan
suara perkusi timpani dan dull (pekak).
KEGIATAN/LANGKAH SKOR/NILAI
B. PEMERIKSAAN FISIK 0 1 2
Meminta persetujuan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut guna
memastikan diagnosis
INSPEKSI
Baringkan pasien dengan posisi supine, dengan sumber cahaya
1.
meliputi kaki sampai kepala atau meliputi abdomen
Berdiri disisi kanan pasien, usahakan pemeriksa dapat melihat
2.
abdomen pasien dengan jelas tanpa halangan
Periksa Rambut, Konjungtiva, Sklera dan Kulit.
3. Untuk kulit dilihat apakah terdapat Palmar eritema,
Xanthomatosis, Caput medusa, Spider nevi.
4. Inspeksi kontur abdomen normal atau abnormal.
Lihat apakah ada penampakan abnormal dipermukaan abdomen
seperti : ada distensi (membesar dan tegang berisi udara/ ileus);
asimetris karena adanya massa, pembesaran organ dalam perut;
5.
adanya ascites; jaringan parut; gerakan peristaltik yang jelas
dan stoma; serta gambaran pada umbilikus adanya radang dan
hernia atau tidak.
Mintalah pasien batuk, menarik napas dalam dan lihatlah
6.
permukaan abdomen pasien
AUSKULTASI
1. Penderita diminta rileks dan bernapas normal
AUSKULTASI BISING USUS (GERAK PERISTALTIK)
Letakkan membran atau bel stetoskop (bila kurang jelas) diatas
2. mid-abdomen (umbilikus) atau dibawah umbilikus dan diatas
suprapubik
Dengarkan peristaltik/bising usus (seperti suara bila perut lapar
3. atau melilit), bila tidak segera terdengar, lanjutkan mendengar
selama 5 menit
Tentukan normal atau abnormal berdasarkan timbulnya berapa
4.
kali permenit (normal : 5-30x/menit)
Lakukan evaluasi bising usus pada empat kuadran abdomen
5.
dengan benar
AUSKULTASI HEPATIC RUB/BRUITS
Bising pembuluh darah abnormal yang dapat ditemukan :
- Hepatic rub: diatas dan di kanan umbilikus seperti bunyi
bergerumuh/gesekan telapak tangan yang kuat
-Bruit dari karsinoma pankreas di kiri regio epigastrium dan
splenik friction rub di lateral kiri abdomen, seperti aliran yang
6. melewati celah sempit, periodik sesuai kontraksi sistolik
7. Catat hasil auskultasi
PALPASI
Sebelum palpasi, tangan diusahakan hangat sesuai suhu
1.
ruangan/tubuh
Pasien diminta menekuk kedua lutut dan bernapas dengan mulut
2. terbuka (bila pasien tampak tegang dan abdomen mengeras agar
terjadi relaksasi)
3. Lakukan percakapan dengan pasien sambil melakukan palpasi
Lakukan palpasi dengan lembut menggunakan ujung jari sisi
4.
ulnaris dari telunjuk
Lakukan palpasi ringan dengan tempatkan telapak tangan di
abdomen pelan-pelan, adduksikan jari-jari sambil menekan
5.
lembut masuk ke dinding abdomen kira-kira 1 cm (kuku jari
jangan sampai menusuk dinding abdomen)
6. Lakukan palpasi pada seluruh area abdomen
7. Nilai apakah ada nyeri tekan atau defans muskular
PERKUSI
1. Lakukan perkusi pada ke empat kuadran abdomen
2. Shifting dullness
- Pasien berbaring dalam posisi telentang kemudian
lakukan perkusi abdomen mulai dari daerah mid-
abdomen ke arah lateral dan tentukan batas bunyi
timpani ke redup.
- Minta pasien untuk berbaring ke salah satu posisi lateral lalu
lakukan perkusi kembali dan tentukan batas timpani-redup.
- Ascites (+) bila terjadi perubahan bunyi dari timpani ke
redup pada lokasi yang sama
3. Fluid Wave
- (Pasien berbaring terlentang). Minta pasien/asisten untuk
meletakan sisi ulnar telapak tangannya ditekan ke
pertengahan dinding abdomen sehingga memberikan tekanan.
- Letakkan kedua tangan Anda pada kedua sisi abdomen
pasien.
- Tepuk salah satu sisi abdomen pasien dengan ujung jari Anda
dan rasakan transmisi impuls cairan (gelombang cairan) pada
sisi yang berlawanan.
Keterangan :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan tetapi tidak benar/lengkap/sempurna
2 : Dilakukan dengan benar /lengkap/sempurna
C. PEMERIKSAAN FISIK PADA KASUS APPEDISITIS DAN HERNIA
I. DASAR TEORI
Appendix berasal dari midgut bersama ileum dan colon ascendens. Appendix awalnya berasal
dari caecum, tapi basis appendix secara bertahap berotasi kearah medial menuju valvula
ileocaecalis. Selama proses perkembangan, usus menjalani serangkaian rotasi dengan ujung
caecum akan selalu berakhir pada kuadran kanan bawah abdomen, dan lokasi akhir appendix
ditentukan oleh lokasi caecum.
Appendix umumnya terletak retrocaecal tapi dalam cavum peritoneum, tapi juga dapat
terletak retroperitoneal atau pelvic. Ujung appendix juga dapat ditemukan preileal atau
post ileal. Posisi appendix dapat memberikan pengaruh terhadap manifestasi klinis
appendicitis.
Patofisiologi
Fungsi appendix masih belum diketahui tapi tampaknya berhubungan dengan
proses imunologi.
Diagnosis
1. Manifestasi klinis
Appendisitis awalnya ditandai dengan keluhan nyeri di bagian epigastrium,
yang berpindah ke umbilicus, yang tidak berkurang setelah defekasi atau
flatus, kemudian berpindah ke perut kanan bawah setelah 4 – 6 jam. Nyeri
bertambah jika batuk atau memfleksikan tungkai bawah kanan . Dapat
disertai dengan keluhan mual, muntah, dan diare.
2. Pemeriksaan fisis
a. Demam dan takikardi
b. Nyeri perut kanan bawah
c. Pemeriksaan khusus:
o McBurney
o Blumberg sign
o Psoas sign
o Obturator sign
3. Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin: leukositosis, peningkatan presentasi neutrofil, shift to the left
Urinalisis biasanya normal, dapat membedakan dengan penyebab nyeri akibat
gangguan saluran kemih
Pemeriksaan serum β HCG pada wanita, untuk menyingkirkan kemungkinan
Kehamilan Ektopik Terganggu
4. Pemeriksaan radiologi
Foto polos abdomen tidak menjadi rekomendasi pemeriksaan rutin. Pemeriksaan
ultrasonografi (USG) merupakan salah satu penunjang diagnosis appendicitis. Penegakan
diagnosis appendicitis akut utamanya dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisis, dengan tambahan informasi pemeriksaan laboratorium dan radiologi, untuk
membedakannya dengan diagnosis banding lainnya:
a. Gangguan Gastrointestinal
Gastroenteritis
Meckel’s diverticulitis
Ulkus peptic
Cholecystitis
b. Gangguan Urogenital
Pyelonephritis
Kolik uretra
c. Gangguan ginekologi
Penyakit radang panggul
Kehamilan ektopik
Kista ovarium
Torsio ovarium
Berikut adalah manuver-manuver khusus yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis
apendisitis:
A. Mc Burney’s sign
Ditandai dengan melakukan penekanan terhadap titik McBurney (McBurney's point) yang
terdapat di 2/3 antara umbilikus dan anteriot superior iliac spine (ASIS).
Hasil :
(+) : Bila terdapat nyeri tekan pada McBurney's point.
(–) : Bila tidak ada nyeri tekan.
B. Rovsing's sign
Ditandai dengan melakukan penekanan di beberapa titik dari mulai regio iliaca kiri hingga
regio iliaca kanan dengan arah berlawanan jarum jam.
Hasil :
(+) : Bila terdapat nyeri tekan pada sepanjang titik penekanan yang bisa menjalar hingga
daerah kuadran kanan bawah (kuadran disekitar apendiks)
(–) : Bila tidak ada nyeri tekan.
C. Blumberg's sign
Blumberg's sign biasa disebut juga dengan nyeri rebound atau nyeri lepas. Ditandai dengan
melakukan penekanan perlahan secara tegak lurus di empat kuadran abdomen, lalu
melepaskan penekanan tersebut secara tiba-tiba.
Hasil :
(+) : Bila terdapat nyeri lepas pada sepanjang titik penekanan yang bisa menjalar hingga
daerah kuadran kanan bawah (kuadran disekitar apendiks); sehingga menandakan
adanya apendisitis atau peritonitis.
(–) : Bila tidak ada nyeri lepas.
D. Psoas sign
Dilakukan penarikan otot psoas dengan cara melakukan ekstensi pada paha. Pemeriksaan ini
disebut juga Cope's psoas test atau Obraztsova's sign.
E. Obturator sign
Dilakukan penarikan otot obturator internus dengan cara melakukan rotasi internal
pada caput tulang femur.
Pertama, kaki pasien diangkat dan lututnya di flexikan 90 derajat tegak lurus;
Kedua, tarik kaki pasien ke arah pemeriksa untuk memberikan efek rotasi internal pada
femur.
Hasil :
(+) : Bila timbul nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen saat melakukan manuver.
(–) : Bila tidak ada nyeri saat melakukan manuver.
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui suatu defek atau bagian
lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui
defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut. Semua hernia terjadi
melalu celah lemah atau kelemahan yang potensial pada dinding abdomen yang dicetuskan
oleh peningkatan tekanan intraabdomen yang berulang atau berkelanjutan.
DEFINISI
Hernia adalah suatu penonjolan isi suatu rongga melalui pembukaan yang abnormal atau
kelemahan suatu area dari suatu dinding pada rongga dimana ia terisi secara normal. Hernia
inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis intemus/lateralis menelusuri kanalis
inguinalis dan keluar rongga abdomen melalui anulus inguinalis extema/medialis
KOMPONEN HERNIA
Terdapat 3 komponen yang ada pada hernia yaitu :
1. Kantong hernia (Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua
hernia memiliki kantong, misalnya hernia incisional, hernia adiposa, hernia intertitialis)
2. Isi hernia (usus,omentum, organ intra ataupun ekstraperitoneal)
3. Pintu atau leher hernia (cincin hernia, lokus minoris dinding abdomen)
ETIOLOGI
Penyebab hernia inguinalis adalah :
1. Kelemahan otot dinding abdomen
a. Kelemahan jaringan
b. Adanya daerah yang luas diligamen inguinal
c. Trauma
2. Peningkatan tekann intraabdominal
a. Obesitas
b. Mengangkat benda berat
c. Mengejan atau konstipasi
d. Kehamilan
e. Batuk kronik
DIAGNOSA
1. ANAMNESA
Keluhan biasanya berupa benjolan di lipat paha yang muncul terutama pada waktu
melakukan kegiatan yang dapat menaikkan tekanan intraabdomen seperti mengangkat
barang dan batuk. Benjolan ini hilang pada waktu berbaring. Sering penderita datang
ke dokter atau ke rumah sakit dengan hernia strangulate. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan benjolan lunak di lipat paha di bawah ligamentum inguinale di medial
v.femoralis dan lateral tuberkulum pubikum. Tidak jarang yang lebih jelas adalah
tanda sumbatan usus sedangkan benjolan di lipat paha tidak ditemukan, karena
kecilnya atau penderita gemuk.
PEMERIKSAAN FISIK
(Posisi penderita berdiri atau berbaring)
INSPEKSI
Tampak benjolan dilipatan paha simetris atau asimetris pada posisi berdiri. Apabila tidak
didapatkan benjolan, penderita kita minta untuk melakukan manuver valsava.
Benjolan berbentuk lonjong (HIL) atau bulat (HIM).
Terdapat atau tidaknya tanda-tanda radang. Pada hernia inguinalis biasanya tanda radang (-)
PALPASI
Dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, bila tidak tampak benjolan, penderita
diminta mengejan atau melakukan maneuver valsava.
Tentukan konsistensinya
Lakukan reposisi (bisa masuk atau tidak)
Kompresable umumnya (+)
Untuk membedakan antara hernia inguinalis lateralis dan medialis dapat dilakukan
beberapa macam test (provokasi test)
AUSKULTASI
Ditemukan suara bising usus (diatas benjolan).
PEMERIKSAAN KHUSUS
ZIEMAN’S TEST
Penderita dalam keadaan berdiri atau Bilamana kantong hernia terisi, kita masukkan dulu
kedalam kavum abdomen. Untuk memeriksa bagian kanan digunakan tangan kanan dan
sebaliknya. Test ini dapat dikerjakan pada penderita laki-laki ataupun perempuan.
Dengan jari kedua tangan pemeriksa diletakkan diatas annulus inguinalis intemus ( ± 1,5
cm diatas pertengahan SIAS dan tuberkulum pubikum), jari ketiga diletakkan pada
annulus inguinalis eksternus dan jari keempat pada fossa ovalis. Penderita disuruh
mengejan maka timbul dorongan pada salah satu jari tersebut diatas. Bilamana dorongan
pada jari kedua, berarti hernia inguinalis lateralis, Bila pada jari ketiga berarti hernia
inguinalis medialis dan Bila pada jari keempat berarti hernia femoralis.
Gambar 2. Zieman Test
FINGER TEST
Test ini hanya dilakukan pada penderita laki-laki. Deng an menggunakan jari telunjuk
atau kelingking, skrotum diinvaginasikan menyelusuri annulus ekstemus sampai dapat
mencapai kanalis inguinalis, kemudian penderita disuruh batuk, bilamana ada dorongan
atau tekanan yang timbul pada ujung jari, maka didapatkan hernia inguinalis lateralis,
Bilamana timbul pada samping Jari maka didapatkan suatu hernia inguinalis medialis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk mencari kemungkinan adanya tekanan intra peritonealmeningkat, sebagai penyebab
timbulnya hernia :
Rectal Toucher : BPH, Stenosis Anal, Tumor Recti
Thoraks foto : Batuk kronis, asma, tumor paru
USG abdomen : Asites, tumor abdomen
Genitalia Eksterna : Striktura urethra, phymosis
II.DESKRIPSI KEGIATAN
NO LANGKAH/KEGIATAN SKOR/NILAI
PEMERIKSAAN APPENDISITIS 0 1 2
Persiapan Pasien
Setelah pasien selesai dianamnesis selanjutnya dilakukan
1.
pemeriksaan fisik khusus dengan persiapan.
Persiapan Pasien
• Menjelaskan jenis pemeriksaan appendisitis
• Menjelaskan alasan dan tujuan pemeriksaan
2.
• Menjelaskan langkah-langkah pemeriksaan
• Menjamin kerahasiaan pemeriksaan
• Meminta persetujuan pasien
3. Mencuci tangan
Sebelum pemeriksaan, tangan diusahakan hangat sesuai suhu
4. ruangan/tubuh. Kemudian Mempersilahkan pasien berbaring dan
membuka pakaian bagian abdomen
Lakukan pemeriksaan Mc Burney sign dengan cara menekan
secara perlahan-lahan pada titik Mc Burney menggunakan ujung
5. jari II,III,IV dan V sambil melihat ekspresi pasien dan meminta
pasien memberi tahu jika terasa nyeri. (Hasil positif jika pasien
merasa nyeri pada regio kanan abdomen).
Lakukan pemeriksaan Blumberg sign dengan cara menekan
secara perlahan-lahan pada kuadran kiri bawah abdomen
menggunakan ujung jari II,III,IV dan V kemudian angkat jari
6.
secara tiba-tiba sambil melihat ekspresi pasien dan meminta
pasien memberi tahu jika terasa nyeri.(Hasil positif jika pasien
merasakan nyeri pada regio kanan abdomen).
Lakukan pemeriksaan Psoas sign dengan cara meminta pasien
berbaring ke sebelah kiri kemudian lakukan ekstensi tungkai
7. bawah kanan pasien sambil melihat ekspresi pasien dan meminta
pasien memberi tahu jika terasa nyeri.(Hasil positif jika pasien
merasakan nyeri pada regio kanan abdomen).
Lakukan pemeriksaan Rovsing’s sign dengan cara menekan
secara perlahan-lahan menggunakan ujung jari II,III,IV dan V
8.
mulai regio iliaca kiri hingga regio iliaca kanan dengan arah
berlawanan jarum jam sambil melihat ekspresi pasien dan
meminta pasien memberi tahu jika terasa nyeri. (Hasil positif jika
pasien merasa nyeri pada daerah yang ditekan hingga ke regio
kanan abdomen).
Lakukan pemeriksaan obturator sign dengan cara memfleksikan
paha kanan pasien sambil melakukan rotasi sambil melihat
9. ekspresi pasien dan meminta pasien memberi tahu jika terasa
nyeri.(Hasil positif jika pasien merasakan nyeri pada regio kanan
abdomen).
10. Mencuci tangan
11. Mencatat semua hasil pemeriksaan
12. Mengakhiri pemeriksaan dan mengucapkan terimakasih
NO LANGKAH/KEGIATAN SKOR/NILAI
A. PEMERIKSAAN HERNIA 0 1 2
Persiapan Pasien
Setelah pasien selesai dianamnesis selanjutnya dilakukan
1.
pemeriksaan fisik khusus dengan persiapan.
Persiapan Pasien
• Menjelaskan jenis pemeriksaan hernia
• Menjelaskan alasan dan tujuan pemeriksaan
2.
• Menjelaskan langkah-langkah pemeriksaan
• Menjamin kerahasiaan pemeriksaan
• Meminta persetujuan pasien
3. Mencuci tangan dan memakai handscoen.
INSPEKSI
Meminta pasien berdiri
Menginspeksi daerah inguinal, femoral, lalu mencari
adanya tanda-tanda benjolan
Jika benjolan tidak tampak, Minta pasien melakukan maneuver
valsalva, dengan cara meminta pasien meniup sambil menutup
mulut dan hidungnya sambil amati apakah muncul benjolan
pada daerah inguinal dan femoral atau tidak
Jika tampak benjolan, minta pasien untuk mendorong kembali
benjolan itu dan lihat apakah benjolan dapat dimasukkan atau
tidak. Jika tidak dapat dimasukkan, minta pasien berbaring,
4.
dan ulangi kembali.
Interpretasi :
Jika tampak benjolan yang bergerak dari lateral kemedial di
dalam canalis inguinalis: Hernia inguinalis indirek
Jika tampak benjolan dari profunda ke superficial melalui
lantai inguinal : Hernia inguinalis direk.
Jika tampak benjolan dibawah ligamentum inguinal : hernia
femoralis
Jika tampak benjolan pada scrotum : Hernia scrotalis.
PALPASI
Meminta pasien berbaring, dan letakkan jari kedua pada canalis
5. inguinalis dan minta pasien untuk mengedan atau batuk.
Interpretasi
Positif hernia indirek inguinalis jika teraba massa lunak yang
menyentuh jari.
6. Mencuci tangan
7. Mencatat semua hasil pemeriksaan
Mengakhiri pemeriksaan, memberikan penjelasan dan
8.
mengucapkan terimakasih
Nb : Pada beberapa kasus dimana benjolan bersifat menetap dan terdapat nyeri, disertai
demam, mual, muntah, takikardia dan distensi abdomen, Maka dianjurkan untuk segera
dirujuk/konsultasi untuk bedah emergency.(Hernia Inkarserata)
Keterangan :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan tetapi tidak benar/lengkap/sempurna
2 : Dilakukan dengan benar /lengkap/sempurna
D. PEMERIKSAAN COLOK DUBU
I. DASAR TEORI
Pengertian
Pemeriksaan colok dubur adalah suatu pemeriksaan dengan memasukkan jari telunjuk yang
sudah diberi pelicin ke dalam lubang dubur. Pemeriksaan ini membantu klinisi untuk dapat
menemukan penyakit-penyakit pada perineum, anus, rektum, prostat, dan kandung kemih.
Pada pemeriksaan colok dubur yang dinilai adalah :
1. Keadaan perianal dilihat adanya fistula perianal, skin tag, fissura, tumor anus dan
hemorrhoid.
2. Keadaan perineum apakah meradang atau tidak.
3. Tonus sfingter ani dan refleks bulbo-kavernosus (BCR). Penilaian Sfingter ani
dilakukan dengan cara merasakan adanya jepitan pada sfingter ani pada saat jari
telunjuk dimasukkan lubang anus. Penilaian refleks bulbokavernosus dilakukan
dengan cara merasakan jepitan pada sfingter ani pada jari akibat rangsangan sakit yang
kita berikan pada glans penis atau klitoris
4. Menilai mukosa dan ampulla rekti serta mencari kemungkinan adanya massa didalam
lumen rektum
5. Menilai prostat (penonjolan prostat kearah rektum)
Pemeriksaan ini menimbulkan rasa tidak nyaman dan menyebabkan kontraksi sfingter ani
sehingga dapat menyulitkan pemeriksaan. Oleh karena itu perlu dijelaskan terlebih dahulu
kepada pasien tentang pemeriksaan yang akan dilakukan, agar pasien dapat bekerja
sama dalam pemeriksaan ini.
Indikasi
Rectal toucher merupakan bagian tak terpisahkan dari pemeriksaan fisik abdomen untuk
kasus gastrointestinal, urologi, dan ginekologi. Rectal toucher diindikasikan pada
pasien-pasien dengan penyakit atau keluhan sebagai berikut :
- Perdarahan saluran cerna bagian bawah.
- Hemorrhoid, prolaps rekti.
- Ca Recti, Tumor anus
- Ileus Obstruktif dan ileus paralitik.
- Peritonitis.
- BPH & Ca prostat.
-
Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi mutlak untuk melakukan rectal toucher. Perlu hati-hati saat
melakukan rectal toucher pada :
- Anak-anak karena pemeriksaan dapat menyebabkan vasovagal syncope.
- Prostatitis, dapat menyebarkan infeksi.
- Hemorrhoid interna grade IV
dalam keadaan rileks, lutut ditekuk 60º), pasien terlebih dahulu disuruh berkemih.
Gambar 1. Posisi pemeriksaan colok dubur : a. Posisi litotomi, b. Posisi left lateral
decubitus, c & d. Posisi knee chest, e & f posisi membungkuk
NO LANGKAH/KEGIATAN SKOR/NILAI
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR 0 1 2
Melakukan informed consent dan penjelasan prosedur
1. pemeriksaan
2. Mencuci tangan sesuai WHO
Mintalah pasien untuk buang air kecil, bila tidak dapat,
3.
lakukan kateterisasi.
Pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien dan Atur posisi
pasien dengan posisi lithotomi, kemudian pasang sarung
4.
tangan dan oleskan jari telunjuk yang bersarung tangan
dengan lubricant/jelly.
Lakukan inspeksi pada perineum dengan memisahkan kedua
5. bokong (otot gluteus) dengan tangan kiri. Nilailah kulit
sekitar perineum seperti tanda inflamasi, sinus pilonidal,
fistula ani, prolaps rectum dan hemorrhoid.
Masukkan jari telunjuk secara perlahan ke orificium anal
6. (perineum) dan tekan secara perlahan untuk merelaksasikan
spinkter ani eksterna. Nilai tonus sfingter ani.
Selanjutnya masukkan telunjuk sampai mencapai ampulla
rectum, sambil menilai semua bagian rectum untuk menilai
7. adanya massa atau tekanan pada daerah rectum kemudian
pertahankan bagian ventral telunjuk menghadap ke dinding
anterior rectum.
Lakukan evaluasi terhadap mukosa rekti dengan cara
memutar jari secara sirkuler, apakah mukosa licin atau
berbenjol-benjol, adakah teraba massa tumor atau
penonjolan prostat kearah rektum.
Apabila teraba tumor, maka deskripsikan massa tumor
tersebut : intra atau ekstralumen, letak berapa centi dari
8. anal verge, letak pada anterior/posterior atau sirkuler,
dan konsistensi tumor.
Apabila teraba penonjolan prostat: deskripsikan berapa
cm penonjolan tersebut, konsistensi, permukaan, sulcus
medianus teraba/tidak, pole superior dapat dicapai/tidak,
sensitifitas terhadap tekanan (nyeri atau tidak), mobilitas
atau terfiksasi.
Setelah selesai, keluarkan jari telunjuk dari anus dan periksa
8. handscoen apakah terdapat feses, darah atau lendir? Apabila
terdapat darah apakah berwarna merah atau hitam?
Melepaskan handschoen dan membuang ke tempat sampah
9.
medis
10. Mencuci tangan
11. Melaporkan Hasil pemeriksaan
Keterangan :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan tetapi tidak benar/lengkap/sempurna
2 : Dilakukan dengan benar /lengkap/sempurna
DAFTAR PUSTAKA