Soal Asma PDF
Soal Asma PDF
Alergen merangsang sel dendritik sehingga disekresi beberapa kemokin antara lain
chemokines ligand (CCL) 17 dan CCL22. Kemokin tersebut berikatan dengan
chemokine receptor (CCR) 4 kemudian menarik sel Th2. Keberadaan sel dendritik
dipertahankan oleh thymic stromal lymphopoietin (TSLP) yang disekresi oleh sel
epitel dan sel mast. Setelah limfosit T teraktivasi dan berdiferensiasi menjadi Th2
maka sel Th2 mensekresi IL-4 dan IL-13 (merangsang sel B untuk mensekresi IgE),
IL-5, dan IL-9. Interleukin-5 berfungsi merangsang inflamasi eosinofilik sedangkan
IL-9 merangsang proliferasi sel mast. Sel epitel saluran napas mensekresi CCL11
yang berikatan dengan CCR3 menyebabkan sekresi eosinofil ke dalam saluran
napas.Sitokin bersama sel inflamasi yang lain akan saling berinteraksi sehingga
terjadi proses inflamasi yang kompleks, degranulasi eosinofil, mengeluarkan
berbagai protein toksik yang merusak epitel saluran napas dan merupakan salah satu
penyebab hiperresponsivitas saluran napas. Eosinofil berhubungan dengan
perkembangan AHR melalui pelepasan protein dasar dan oksigen radikal bebas.
Eosinofil melepaskan mediator leukotriene C4 (LTC4), PAF, radikal bebas
oksigen, MBP, eosinophyl cationic protein (ECP) dan eosinophyl derived
neurotoxin (EDN), eosinophyl peroksidase (EPO) sehingga terjadi kerusakan epitel
saluran napas serta degranulasi basofil dan sel mast. Reaksi tipe lambat
menyebabkan pengerahan dan aktivasi eosinofil, limfosit T clustered differentiated
(CD4+), neutrofil, dan makrofag.
15. Apa definisi atau kriteria asma yang sulit terkontrol (difficult to control asthma)?
Asma yang mendapat terapi pelega ditambah dua atau lebih pengontrol didefinisikan
Kriteria ini juga dipakai dalam menjelaskan kondisi level pengobatan pasien asma
berat.
19. Jelaskan alasan terjadinya resistensi steroid pada asma yang merokok!
Penyebab penurunan sensitivitas steroid kemungkinan multifaktorial yaitu :
1. variasi fenotip sel inflamasi (penurunan eosinofil dan peningkatan netrofil)
2. gangguan respons sitokin (peningkatan produksi sitokin proinflamasi IL-4, IL-8,
dan TNF-α)
3. berkurangnya rasio reseptor glukortikoid α terhadap β.
4. secara farmakokinetik merokok mengurangi availabilitas inhalasi steroid karena
peningkatan permeabilitas mukosa jalan napas, produksi mukus, atau hambatan
deposisi obat pada paru.
20. Bagaimana mekanisme kerja magnesium sebagai bronkodilator?
Magnesium berperan dalam relaksasi otot polos bronkus melalui beberapa mekanism
yaitu:
1. magnesium memblok masuknya kalsium intraseluler, dan mengaktifkan pompa
natrium kalsium otot polos bronkus sehingga jumlah kalsium dalam sel menurun.
2. magnesium dapat menstabilkan sel limfosit T sehingga degranulasi sel mast
dapat terhambat dan jumlah mediator inflamasi menurun.
3. magnesium menghambat eksitabilitas serabut otot dengan menghambat keluaran
asetilkolin pada ujung saraf kolinergik motorik.
4. magnesium merangsang sintesis nitric oxide dan prostasiklin yang berperan
menurunkan keparahan asma.
Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada penderita
asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti molekul adhesi,
endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin. Epitel pada asma
sebagian mengalami sheeding. Mekanisme terjadinya masih diperdebatkan tetapi
dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil granule protein, oxygen free-
radical, TNF-alfa, mast-cell proteolytic enzym dan metaloprotease sel epitel (PDPI
2004).
Alergen akan ditangkap dan diproses sel dendritik sebagai antigen presenting cell
(APC) lalu dipresentasikan ke sel T naif . Sel T naif akan aktif melalui reseptor sel T
(T cell receptor/TCR) CD4 yang mengikat APC dengan bantuan major
histocompability complex II (MHC II) (Green 2000). Interleukin-4 akan menginduksi
diferensiasi T helper menjadi Th2 dan membuat sel Th2 menstimulasi sel B mensistesis
IgE (Rosenberg 2007). Sel Th2 mensekresi sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-13, IL-
16 dan GMCSF. IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-
CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.
Eosinofil berperan sebagai efektor dan mensintesis sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5,
IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta mediator lipid antara lain LTC4 dan PAF. Eosinofil juga
mengandung granul protein ialah eosinophil cationic protein (ECP), major basic protein
(MBP), eosinophil peroxidase (EPO) dan eosinophil derived neurotoxin (EDN) yang
toksik terhadap epitel saluran napas. (PDPI 2004).
Gejala dan perubahan fisiologi pada asma disebabkan oleh penyempitan saluran
napas. Penyempitan saluran napas dapat disebabkan oleh kontraksi bronkus, edema
saluran napas, hipersekresi mukus. Inflamasi saluran napas yang terjadi yaitu saat
sel-sel inflamasi mengeluarkan mediator-mediator seperti histamin, leukotrien, kinin,
endotelin, dan prostanoid maka dapat mengakibatkan terjadinya kontraksi otot polos
saluran napas Hipersekresi mukus merupakan akibat dari respons inflamasi pada
jaringan sekretori dan merupakan suatu komponen penting. Hipersekresi mukus
bertambah akibat stimulasi netrofil melalui pelepasan netrofil elastase, sitokin IL-3,
IL-4, IL-9, dan stres oksidatif yang selanjutnya dimediasi oleh EGFR mengakibatkan
hiperplasia mukus dan meningkatnya ekspresi mucin gene MUC5AC. Edema bronkus
dapat disebabkan oleh eksudasi plasma terjadi setelah respons terhadap histamine,
kinin, dan mediator lainnya. Edema bronkus juga disebabkan oleh terjadinya
vasodilatasi vaskuler akibat rangsangan NO, prostaglandin dan histamin ((Barnes
2009).
alergen, infeksi dan iritan
MHC II
Histamin
Histamin Prostaglandine
Leukotrien Endothelin,
Sel T naif
Kinin Nitric oxide
Prostanoid ROS IL-4
Ig E
Netrofil
IL-3, IL-5, IL-6, elastase
GM-CSF, TNF
alfa, granul protein
toksik
27. Bagaimana bila asma yang telah diterapi 3 hari tetapi tidak sembuh?
Tapi obat Adequat
Indikator asma tidak terkontrol
Asma malam, terbangun malam hari karena gejala-gejala asma
Kunjungan ke darurat gawat, ke dokter karena serangan akut
Kebutuhan obat pelega meningkat (bukan akibat infeksi pernapasan, atau
exercise-induced asthma)
Pertimbangkan beberapa hal seperti kekerapan/ frekuensi tanda-tanda (indikator)
tersebut di atas, alasan/ kemungkinan lain, penilaian dokter; maka tetapkan
langkah terapi, apakah perlu ditingkatkan atau tidak.
Alasan / kemungkinan asma tidak terkontrol :
1. Teknik inhalasi : Evaluasi teknik inhalasi penderita
2. Kepatuhan : Tanyakan kapan dan berapa banyak penderita
menggunakan obat-obatan asma
3. Lingkungan : Tanyakan penderita, adakah perubahan di sekitar
lingkungan penderita atau lingkungan tidak terkontrol
4. Konkomitan penyakit saluran napas yang memperberat seperti sinusitis,
bronchitis dan lain-lain
Bila semua baik pertimbangkan alternatif diagnosis lain.
Uji provokasi bronkus adalah uji untuk menilai adanya hiperresponsif saluran napas
(bronkus) dengan menggunakan bahan sperti inhalasi metakolin, histamine, latihan,
eucapnic voluntary hyperventilation, atau inhalasi manitol.
Uji positif: tidak selalu menandakan asma karena dapat juga positif pada keadaan
seperti dysplasia bronkopulmoner, kistik fibrosis, rhinitis alergika.
Uji negative:dapat menyingkirkan asma pada pasien yang tidak menggunakan terapi
kortikosteroid.
Indikasi: pasien asma yang tidak terdiagnosis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan non invasive.
Persiapan:
Bahan: histamine dalam konsentrasi 5%; 2,5%; 0,625%
NaCl 0,9% atau metakolin
Alat: Spirometer, obat bronkodilator (B2 agonis, aminofilin, adrenalin), oksigen.
Prosedur:
- Pasien menjalani pengukuran spirometri pertama
- Pasien diminta membuka mulut lebar-lebar dan NaCl0,9% disemprotkan sebanyak 3-5
kali lalu diisap sampai kedalam paru.
- Ditunggu 1 menit spirometri 2
- Ulangi kembali spirometri 3 setelah 1 menit kemudian
- Tunggu beberapa saat (1-2 menit) ulangi tindakan 2-4 dengan menggunakan histamine
0,625%
- Lakukan hal yang sama pada konsentrasi histamine 1,25% dan seterusnya sampai
dicapai dosis histamine yang memberikan hasil provokasi positif.
Penilaian :
Positif: bila pada pengukuran VEP1 setelah dilakukan provokasi menggunakan
histamine dengan dosis tertentu terdapat perbedaan sebesar > 20% dibandingkan
VEP1 awal.
Negarif: bila pada pengukuran spirometri setelah dilakukan provokasi dengan
histamine sampai konsentrasi 5% tidak didapatkan perbedaan VEP1 sebesar > 20%
dibandingkan spirometri awal.
Lama tindakan : 30-60 menit
Komplikasi: serangan akut asma.
Ya Tidak
SABA SABA
Pertimbangkan SAMA SAMA
O2 93-95% O2 93-95%
Kortikosteroid oral Oral/ IV kortikosteroid
Pertimbangkan magnesium IV
Pertimbangkan ICS dosis tinggi
Bila perburukan, tata laksana sebagai derajat berat dan nilai ulang untuk ICU
Setelah asma terkontrol dapat dipertahankan sekurangnya selama 3-4 bulan, maka
selanjutnya dilakukan penurunan tahap terapi atau dosis dengan cara yaitu:
Bila menggunakan terapi tunggal dengan glukokortikosteroid inhalasi dosis
sedang atau tinggi maka dosis bisa diturunkan sebesar 50% dari dosis
sebelumnya apabila kondisi terkontrol telah dicapai selama 3 bulan.
Bila menggunakan terapi tunggal dengan glukokortikosteroid inhalasi dosis
rendah apabila kondisi terkontrol tercapai minimal 3 bulan maka frekuensi
pemberian diturunkan menjadi 1 x/hari.
Asma terkontrol dengan terapi kombinasi gluokokortikosteroid inhalasi dan
agonis β2 kerja lama inhalasi, maka pilihan terapi sebagai berikut:
a. Dosis glukokortikosteroid diturunkan sebanyak 50% dan dosis β2
agonis kerja lama inhalasi tetap. Dosis glukokortikosteroid diturunkan
lagi sampai tercapai dosis terendah bila kondisi tetap.
b. Frekuensi pemberian dengan dosis dan kombinasi tetap menjadi 1
x/hari.
c. Pemberian agonis β2 kerja lama inhalasi dihentikan dari awal dan
hanya diberikan glukokortikosteroid inhalasi dengan dosis yang sama
dengan dosis kombinasi, kemudian dosis dapat diturunkan 50% apabila
kondisi terkontrol telah dicapai selama 3 bulan.
Terapi kombinasi glukokortikosteroid dan terapi pengontrol lain selain dengan
agonis β2 kerja lama inhalasi maka dilakukan seperti diatas.
Terapi pengontrol dihentikan setelah 1 tahun apabila pasien tetap terkontrol
dengan terapi pengontrol dosis terendah.
35. Apa saja sediaan pengontrol? Sebutkan isi dan dosis nya!
Estimasi dosis glukokortikosteroid inhalasi per hari
Obat Dosis rendah Dosis sedang Dosis tinggi (μg/hari)
(μg/hari) (μg/hari)
Beclomethasone 200-500 > 500-1000 > 1000-2000
dipropionate- CFC
Beclomethasone 100-250 > 250-500 > 500-1000
dipropionate-HFA
Budesonide 200-400 > 400-800 > 800-1600
Ciclesonide 80-160 > 160-320 > 320-1280
Flunisonide 500-1000 > 1000-2000 > 2000
Fluticasone 100-250 > 250-500 > 500-1000
propionate
Mometasone furoate 200 ≥ 400 ≥ 800
Triamcinolone 400-1000 > 1000-2000 > 2000
acetonide
36. Kapan pasien di follow up dan kapan dosis pengontrol dinaikkan dan
diturunkan?
Dosis pengontrol diturunkan bila asma terkontrol dapat dipertahankan minimal
selama 3-4 bulan dan peningkatan dosis apabila keadaan terkontrol tidak tercapai
dalam waktu 3-4 bulan atau terjadi perburukan keadaan dan gejala.
37. Apa yang terjadi jika alergen masuk pada penderita asma? Jelaskan
patofisiologinya (reaksi cepat dan lambat).
Inflamasi pada asma terdiri dari inflamasi akut dan kronik. Inflamasi akut terdiri dari
reaksi fase cepat dan lambat.
Reaksi fase cepat: bila alergen berikatan dengan IgE (yang menempel pada reseptor
IgE di permukaan sel mast), maka akan terjadi degranulasi sel mast dan sel mast
mengeluarkan beberapa mediator yaitu histamin, protease (preformed mediator),
leukotrien, prostaglandin dan plateled activating factor (PAF) yang menyebabkan
bronkokontriksi, sekresi mukus dan vasodilatasi >>> IgE dependent.
Reaksi fase lambat: antigen mengaktivasi sel eosinofil, limfosit T CD4+,
basofil, neutrofil dan makrofag. Sel T helper-2 (Th2) berperan penting dalam
fase ini. Reaksi fase lambat dapat berlanjut menjadi inflamasi kronik yang lebih
kompleks >>>> non IgE dependent.