Anda di halaman 1dari 25

KUMPULAN SOAL ASMA

1. Jelaskan pengaruh kehamilan terhadap penderita asma?


- Terjadi pergeseran respons T helper (Th1) menuju Th2 pada sistem imun
selama kehamilan yang bertujuan untuk untuk melindungi janin dari
immunological rejection, meskipun tidak berhubungan dengan penekanan
imun secara umum pada ibu. Plasenta mengeluarkan sitokin IL4 yang berperan
untuk diferensiasi Th0 menjadi Th2. Sel Th2 menghasilkan sitokin IL-4, IL-5, IL-
6, IL-10, dan IL-13. Sitokin yang dihasilkan oleh Th2 menginduksi eosinofil,
terjadi pembentukan IgG4 dan IgE yang akan meningkatkan produksi antibodi
IgE, maturasi, dan aktivasi limfosit T serta infiltrasi eosinofil. Sel Th2 mensekresi
IL-4 dan IL-13 yang merangsang sel B untuk mensekresi IgE. Interleukin-5
berfungsi merangsang inflamasi eosinofilik sedangkan IL-9 merangsang
proliferasi sel mast.
- Sel otot polos bronkus memproduksi RANTES (regulated on activation normal T
cell expressed and secreted), IL-6, IL-8, surface intercellular adhesion molecule 1
(sICAM-1), dan eotaksin. Mediator inflamasi ini meningkatkan pergerakan, umur
hidup, dan kemotaksis sel imun yang berperan pada perburukan asma.
Mediator inflamasi kemotaktik (kemoatraktan) menyebabkan infiltrasi eosinofil
dan netrofil pada dinding saluran napas sehingga terjadi kerusakan epitel,
hiperresponsivitas otot polos, dan obstruksi saluran napas. Interleukin-8 dan
netrofil berperan pada patologi asma dalam kehamilan yang ditunjukkan dengan
peningkatan sekresi IL-8 oleh sel epitel dan peningkatan jumlah netrofil di
sirkulasi. Interleukin-8 merupakan kemoatraktan dan aktivator utama netrofil
yang menginduksi ikatan netrofil dan migrasi transendotelial, serta merupakan
kemotaktis untuk limfosit T. Peningkatan sICAM-1 terjadi pada plasma
perempuan hamil yang menderita asma, berfungsi mengaktifkan sel imun
sehingga jumlah monosit juga meningkat.
- Perubahan signifikan kadar hormon estrogen dan progesteron selama
kehamilan mempengaruhi kontraktilitas bronkus. Kadar progesteron menurun
dengan tajam segera sebelum persalinan, hal ini akan meningkatkan
kontraktilitas uterus, sedangkan pada otot polos bronkus tidak menunjukkan efek
yang sama. Hormon progesteron diduga bisa menaikkan kadar IL-4 di dinding
saluran napas. Progesteron meningkat 10 kali lipat diantara minggu ke-6 sampai
36, estrogen berupa estradiol meningkat lebih dari 100 kali dan estriol lebih dari
1000 kali dibandingkan saat tidak hamil. Eksaserbasi asma sering terjadi antara
minggu ke-24 dan 36 kehamilan, dan jarang terjadi pada 4 minggu terakhir
ataupun selama persalinan.
Perkembangan sekresi Th2 memerlukan interleukin (IL)-4. Sitokin ini dihasilkan
oleh plasenta untuk mencegah penolakan imunologi janin. Menetapnya Th2
plasenta berhubungan dengan perubahan nutrisi sehingga tidak terbentuk Th1,
hal ini merupakan faktor utama meningkatnya prevalensi penyakit alergi.

2. Apa tujuan penatalaksaan asma pada kehamilan?


Tujuannya adalah kontrol optimal terhadap gejala asma, mencapai fungsi paru yang
normal, menghindari eksaserbasi asma, serta mencegah komplikasi pada ibu dan
janin.

3. Bagaimana penatalaksanaan asma pada kehamilan?


Terapi nonfarmakologi ini meliputi penilaian dan pemantauan, menghindari faktor
pencetus asma, serta edukasi terhadap pasien .
Terapi farmakologi: Obat asma dibagi menjadi pengontrol yang mencegah
manifestasi asma (kortikosteroid inhalasi, long acting 2 agonist inhalasi, leukotriene
modifiers, cromolyn dan teofilin) dan pelega yang meredakan dengan cepat gejala
asma (terutama short acting 2 agonist inhalasi).

4. Jelaskan mekanisme imunologi inflamasi asma?


Sistem imun dibagi menjadi dua yaitu imunitas humoral dan seluler. Imunitas
humoral ditandai oleh produksi dan sekresi antibodi spesifik oleh sel limfosit B
sedangkan seluler diperankan oleh sel limfosit T. Respons imun dimulai dengan
aktivasi sel T oleh antigen melalui sel dendrit yang merupakan sel pengenal antigen
presenting cells (APC). Mekanisme inflamasi oleh sel limfosit T dibagi atas
mekanisme Limfosit T dependent IgE dan Limfosit T non-dependent IgE

Mekanisme Limfosit T – IgE  reaksi tipe cepat

Setelah APC mempresentasikan alergen/ antigen kepada sel limfosit T dengan


bantuan major histocompatibility clas II (MHC kelas II), limfosit T akan membawa
ciri antigen spesifik yang teraktivasi kemudian berdiferensiasi dan berproliferasi.
Limfosit T spesifik (Th2) dan produknya akan mempengaruhi limfosit B dalam
memproduksi imunoglobulin. Interaksi alergen pada limfosit B dengan limfosit T
spesifik alergen akan menyebabkan limfosit B memproduksi IgE spesifik alergen.
Pajanan ulang oleh alergen yang sama akan meningkatkan produksi IgE spesifik.
Imunoglobulin E spesifik akan berikatan dengan sel-sel yang mempunyai reseptor IgE
seperti sel mast, basofil, eosinofil, makrofag dan platelet. Alergen yang berikatan
dengan sel tersebut akan teraktivasi dan berdegranulasi mengeluarkan mediator
proinflamasi berupa histamin, tryptase, tumor necrosing factor (TNF)-α dan vascular
endothelial growth factor (VEGF). Mediator proinflamasi disintesis menjadi
leukotrien, prostaglandin, dan sitokin. Sel mast banyak didapatkan pada saluran
napas terutama di sekitar epitel bronkus, lumen saluran napas, dinding alveolus
dan membran basalis. Sel mast melepaskan berbagai mediator seperti histamin,
prostaglandin D2 (PGD2), LTC4, IL-1, IL-2, IL-3, IL-4, IL-5, GMCSF, interferon
(IFN)-γ dan TNF- Interaksi mediator dengan sel lain akan meningkatkan
permeabilitas vaskular, bronkokonstriksi dan hipersekresi mukus.

5. Mekanisme Limfosit T – Non IgE  reaksi tipe lambat 6-9 jam

Alergen merangsang sel dendritik sehingga disekresi beberapa kemokin antara lain
chemokines ligand (CCL) 17 dan CCL22. Kemokin tersebut berikatan dengan
chemokine receptor (CCR) 4 kemudian menarik sel Th2. Keberadaan sel dendritik
dipertahankan oleh thymic stromal lymphopoietin (TSLP) yang disekresi oleh sel
epitel dan sel mast. Setelah limfosit T teraktivasi dan berdiferensiasi menjadi Th2
maka sel Th2 mensekresi IL-4 dan IL-13 (merangsang sel B untuk mensekresi IgE),
IL-5, dan IL-9. Interleukin-5 berfungsi merangsang inflamasi eosinofilik sedangkan
IL-9 merangsang proliferasi sel mast. Sel epitel saluran napas mensekresi CCL11
yang berikatan dengan CCR3 menyebabkan sekresi eosinofil ke dalam saluran
napas.Sitokin bersama sel inflamasi yang lain akan saling berinteraksi sehingga
terjadi proses inflamasi yang kompleks, degranulasi eosinofil, mengeluarkan
berbagai protein toksik yang merusak epitel saluran napas dan merupakan salah satu
penyebab hiperresponsivitas saluran napas. Eosinofil berhubungan dengan
perkembangan AHR melalui pelepasan protein dasar dan oksigen radikal bebas.
Eosinofil melepaskan mediator leukotriene C4 (LTC4), PAF, radikal bebas
oksigen, MBP, eosinophyl cationic protein (ECP) dan eosinophyl derived
neurotoxin (EDN), eosinophyl peroksidase (EPO) sehingga terjadi kerusakan epitel
saluran napas serta degranulasi basofil dan sel mast. Reaksi tipe lambat
menyebabkan pengerahan dan aktivasi eosinofil, limfosit T clustered differentiated
(CD4+), neutrofil, dan makrofag.

6. Apa tujuan penatalaksaan asma?


- menghilangkan dan mengendalikan gejala asma.
- mencegah eksaserbasi
- meningkatkan dan mempertahankan fungsi paru seoptimal mungkin
- mengupayakan aktivitas normal.
- mencegah keterbatasan aliran udara ireversibel
- mencegah kematian akibat asma.

7. Apa prinsip penatalaksanaan asma?


Prinsip penataksanaan asma adalah:
- medikamentosa (terapi pelega dan pengontrol.) Pelega adalah obat yang
digunakan untuk menghilangkan gejala dan bronkokonstriksi secara cepat pada
saat dibutuhkan. Pengontrol adalah obat yang digunakan untuk menjaga kondisi
asma agar terkontrol yang dipakai setiap hari dalam jangka waktu lama.
- non medikamentosa mencakup
o edukasi
o penilaian klinis berkala oleh dokter maupun pasien sendiri
o identifikasi dan pengendalian faktor pencetus
o pola hidup sehat dengan diet
o olah raga, menghentikan kebiasaan merokok, tidak merokok bagi yang
belum merokok serta kontrol teratur.

8. Apa pengertian fenotip dan endotip asma?


Fenotip penyakit menggambarkan ciri khas klinis suatu penyakit yang bisa diamati
sebelum menghubungkan langsung dengan kondisi patologik yang mendasari.
Fenotip pada asma menggambarkan karakteristik klinis dan morfologi yang unik.
Fenotip memiliki kesesuaian dengan gambaran klinis, pencetus, dan respons
terhadap terapi, tapi tidak selalu berhubungan dengan mekanisme patologis, atau
pengetahuan mendalam tentang mekanisme patologis yang mendasari.
Endotip asma menjelaskan subtipe penyakit berdasarkan mekanisme seluler dan
mekanisme molekuler, termasuk reaktivitas dan perubahan struktural sel di saluran
napas.Pemahaman endotip asma diperlukan untuk mengerti dasar mekanisme asma.
Endotip penyakit menggambarkan subtipe penyakit berdasarkan penjelasan
mekanisme patogenetik intrinsik yang mendasari.

9. Sebutkan apa saja fenotip asma?


- Asma alergik: timbul pada usia anak, 40% berhubungan dengan riwayat pada
pasien atau keluarga dengan penyakit alergi (rhinitis/ eksema/ dermatitis alergi/
alergi makanan). Pada pemeriksaan sputum induksi sebelum pengobatan
biasanya ditemukan inflamasi eosinofil dan respons baik pasca kortikosteroid.
- Asma non alergik: tidak berhubungan dengan alergi. Beberapa orang dewasa
(40 thn). Sel-sel yang ditemukan pada sputum induksi adalah netrofil, eosinofil,
atau hanya beberapa sel2 inflamasi (pausigranulositik). Sering sedikit respons
terhadap kortikosteroid.
- Ama onset lambat: pada usia dewasa sering pada perempuan, muncul pertama
kali pada usia dewasa, cenderung menjadi non alergik, membutuhkan dosis
tinggi kortikosteroid dan refrakter korikosteroid (sulit diterapi dengan
kortikosteroid)..
- Asma keterbatasan aliran udara ireversibel: keterbatasan aliran udara pada
pasien asma lama berkembang memjadi ireversibel, diduga akibat airway
remodelling.
- Asma obesitas. Memiliki gejala pernapasan yang dominan dan terdapat sedikit
sel inflamasi eosinofil.

10. Bagaimana cara mendiagnosis asma yang belum pernah diterapi?


Tahapan-tahapan dalam mendiagnosis asma adalah:
1. Anamnesis riwayat keluhan respiratorik.
Ditemukan keluhan respiratorik (mengi, sesak napas, rasa berat di dada, batuk)
yang memenuhi kriteria sbb: keluhan respiratorik diatas lebih dari satu, gejala
bervariasi sepanjang waktu dan terdapat variasi intensitas, gejala memburuk
pada malam hari atau saat bangun, gejala dicetus oleh latihan fisik, alergen,
udara dingin, tertawa, gejala muncul atau memburuk akibat infeksi virus.
2. Konfirmasi variabel keterbatasan aliran udara dengan uji faal paru (dengan
salah satu uji dibawah).
- Uji bronkodilator. Peningkatan VEP1 >12% dan > 200 ml dari baseline, 10-
15 menit setelah pemberian albuterol 200-400 mcg (atau dosis ekuivalen
dengan bronkodilator lain) dan lebih bagus bila peningkatan VEP1>15% dan
400 ml.
- Lebih 2 minggu didapatkan hasil pemeriksaan variabilitas harian (APE) >
10%.
- Peningkatan fungsi paru setelah 4 minggu terapi antiinflamasi (VEP1 > 12%
dan 200 ml atau APE > 20% dari baseline) tanpa ada infeksi virus.
- Exercise challenge test positif bila peningkatan VEP1 >10 % dan 200 ml.
- Bronchial challenge test positif bila peningkatan VEP1 >20 % dengan
metakolin atau histamin, atau >15% dengan sakin hipertonik atau manitol.
- Variabilitas meningkat diantara 2 kunjungan dengan peningkatan VEP1 >
12% dan 200 ml dari baseline diluar infeksi virus.
Karakteristik secara klinis yang dapat diamati pada pasien asma.

11. Bagaimana mekanisme terjadinya resistensi kortikosteroid pada asma?


Stimulasi makrofag alveolar mengaktivasi Nuclear Factor-κB (NF-κB) dan faktor
transkripsi lain, kemudian merangsang histone acetyltransferase (HAT), dan terjadi
asetilasi histon diikuti transkripsi gen yang mengkode protein inflamasi. Gen yang
dihasilkan menyandi protein tumour necrosis factor-α (TNF-α), CXCL8 (IL-8) dan
granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF). Glukokortikoid
menghambat proses ini dengan cara berikatan pada glucocorticoid receptors (GR)
dan merekrut histone deacetylase-2 (HDAC2), menghambat asetilasi histon yang
diinduksi NF-κB dan menghentikan gen inflamasi yang teraktifasi. Glukokortikoid
menekan peradangan melalui beberapa mekanisme. Glukokortikoid dosis tinggi
berkerja dengan cara berikatan dengan reseptor glukokotikoid, yaitu glucocorticoid
receptor atau GR. Kompleks ikatan yang terbentuk disebut glukokorticoid receptor
liganded. Kompleks ikatan menyatu dengan molekul coactivator seperti CREB-
binding protein (CBP) , p300/CBP activating factor (pCAF) atau reseptor steroid
coactivator-2 (SRC-2) yang memiliki aktivitas intrinsik histone acetyltransferase
(HAT), menyebabkan asetilasi lysine pada histon. Proses asetilasi mengaktivasi gen-
gen penyandi protein anti-inflamasi, yaitu;secretory leukoprotease inhibitor (SLPI),
mitogen-activated kinase phosphatase-1 (MKP-1), inhibitor NF-kB alpha (IκB-α)
dan glucocortikoid-induced leusin zipper protein (GILZ).

Mekanisme kerja glukokortikoid dosis tinggi

Perekrutan HDAC-2 menyebabkan aktivasi kompleks transkripsi. Hasil transkripsi


menekan bermacam gen inflamasi teraktivasi karena penyakit inflamasi dengan
membalikkan asetilasi histon gen inflamasi teraktivasi. Konsentrasi glukokortikoid
lebih tinggi, GR homodimer berinteraksi dengan daerah pengenalan DNA,
mengaktifkan transkripsi melalui peningkatan asetilasi histon pada gen-gen anti-
inflamasi, dan transkripsi beberapa gen yang terkait efeksamping glukokortikoid.

Penurunan respons terhadap glukokortikoid ditemukan pada pasien PPOK, asma


berat,dan penderita asma yang merokok. Mekanisme resistensi glukokortikoid pada
PPOK, asma berat dan penderita asma yang perokok berkaitan dengan penurunan
HDAC-2. Neutrofil yang teraktivasi menyebabkan stres oksidatif dan akan merusak
aktivitas HDAC2. Penurunan HDAC-2 mengurangi aktivitas dan ekspresi
penghambatan asetilasi gen inflamasi, menyebabkan stres oksidatif atau nitratif,dan
peradangan menjadi resisten terhadap kerja anti-inflamasi glukokortikoid. Hambatan
aktivitas HDAC-2 menyebabkan peningkatan respon inflamasi terhadap aktivasi NF-
κB, mengurangi efek anti-inflamasi glukokortikoid, karena tidak dapat melawan
asetilasi histon.

Mekanisme resistensi terhadap glukokortikoid

12. Apa definisi asma resistensi kortikosteroid?


Asma resisten steroid didefinsikan secara faal paru sebagai kondisi asma dengan
VEP1 naik hanya < 15% setelah 14 hari pengobatan memakai prednison oral
(40mg/kg/hari) dan kenaikan >15% setelah inhalasi salbutamol.

13. Apa yang dimaksud dengan asma berat?


Definisi asma berat (GINA 2011) adalah asma yang memerlukan pengobatan dengan
pengobatan yang lebih tinggi yaitu setidaknya step 4 untuk mencapai kontrol yang
baik, atau tidak tercapainya keadaan kontrol yang baik meskipun menggunakan
pengobatan paling adekuat. Asma yang sulit untuk dikontrol (difficult to control
asthma) menurut GINA tdd beberapa sub-tipe yaitu asma fatal, asma hampir fatal,
asma tergantung steroid, asma resisten steroid, asma sulit untuk dikontrol, asma
terkontrol sangat buruk, brittle asthma, dan asma irreversibel.
14. Apa terapi asma berat?
- Anti Imunoglobulin E >> antibodi monoklonal (omalizumab)
- Bronchial thermoplasty
- antibodi monoklonal khusus.
o antibodi monoklonal anti IL-5 yaitu mepolizumab
o Penghambat reseptor TNF-α yang larut yaitu golimumab
o inhibitor 5-lipoksigenase dan inhibitor FLAP misalnya GSK-2190915
dapat mencegah pembentukan leukotrien-B4, yang mungkin sangat
berperan dalam terjadinya asma neutrofilik.
- Phospodiesterase (PDE)4 inhibitor.

15. Apa definisi atau kriteria asma yang sulit terkontrol (difficult to control asthma)?
Asma yang mendapat terapi pelega ditambah dua atau lebih pengontrol didefinisikan
Kriteria ini juga dipakai dalam menjelaskan kondisi level pengobatan pasien asma
berat.

16. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keparahan asma?


- Faktor genetik
 Polimorfisme gen reseptor β2 (β2-adrenoseptor)
 Polimorfisme C-to-T single nucleotide (C-509T) pada promoter gen TGF-β1
 Polimorfisme gen pengatur MMP-9 dan TIMP-1.
 Mutasi pada regio promoter gen interleukin 4 receptor alpha(IL-4Rα).
 polimorfisme Adisintegrin and metalloprotease 33(ADAM-33)
 Polimorfisme ER22/23EK
- RAS
- Obesitas
- Perokok
- Asma disertai kondisi komorbid lainnya (Rinosinusitis, gastro oesophageal reflux
disease (GERD), gangguan psikologis, dan obstructive sleep apnoea (OSA).

17. Apa pengertian evolusi asma?


Evolusi asma adalah individu pembawa gen rentan atopi dan asma, ketika tumbuh di
lingkungan spesifik di awal kehidupan akan berkembang peradangan saluran napas
tipe limfositik sehingga menjadi asma. Perubahan saluran napas oleh berbagai faktor
( genetik, alergen, virus saluran napas, lingkungan dsb.) akan terjadi perkembangan
proses inflamasi saluran napas menjadi asma.

18. Apa yang dimaksud Brittle Asthma? Jelaskan jenisnya!


Jawab:
Asma dengan variasi diurnal APE > 40%, periode berkelanjutan selama 150 hari
bahkan dengan pengobatan medis maksimal termasuk steroid inhalasi dosis tinggi
(dosis >1500 µg/hari).
Durasi minimum 150 hari dipilih untuk menghindari kesalahan klasifikasi yang
disebabkan peningkatan variabilitas sementara setelah infeksi atau pajanan alergen.
Merupakan fenotip asma spesifik, dibagi menjadi dua sub kelas yaitu tipe 1 dan 2.
Tabel perbedaan brittle asthma tipe 1 dan 2
Karakteristik Tipe 1 Tipe 2
Definisi Variabilitasi APE (variasi diurnal Serangan akut dan tiba-tiba,
> 40% untuk >50% dari periode terjadi kurang dari 3 jam tanpa
minimal 150 hari) pencetus sebelumnya dengan
latar belakang fungsi saluran
napas tampak normal

Faktor risiko Atopi, gangguan imunitas lokal, Pajanan aeroallergen seperti


peningkatan kecenderungan spora jamur, persepsi buruk
terhadap infeksi saluran napas, mengenai penyakit
faktor psikososial
Pasien Perempuan umur 15-55 tahun Setara antara perempuan dan
laki-laki
Morbiditas Tinggi -
Mortalitas - Tinggi
Terapi Steroid oral/inhalasi, Mengendalikan pajanan
bronkodilator inhalasi, alergen, identifikasi pencetus,
mengendalikan pajanan penatalaksanaan mandiri dan
alergen,imunoterapi, menjamin serangan akut
kepatuhan pasien

19. Jelaskan alasan terjadinya resistensi steroid pada asma yang merokok!
Penyebab penurunan sensitivitas steroid kemungkinan multifaktorial yaitu :
1. variasi fenotip sel inflamasi (penurunan eosinofil dan peningkatan netrofil)
2. gangguan respons sitokin (peningkatan produksi sitokin proinflamasi IL-4, IL-8,
dan TNF-α)
3. berkurangnya rasio reseptor glukortikoid α terhadap β.
4. secara farmakokinetik merokok mengurangi availabilitas inhalasi steroid karena
peningkatan permeabilitas mukosa jalan napas, produksi mukus, atau hambatan
deposisi obat pada paru.
20. Bagaimana mekanisme kerja magnesium sebagai bronkodilator?
Magnesium berperan dalam relaksasi otot polos bronkus melalui beberapa mekanism
yaitu:
1. magnesium memblok masuknya kalsium intraseluler, dan mengaktifkan pompa
natrium kalsium otot polos bronkus sehingga jumlah kalsium dalam sel menurun.
2. magnesium dapat menstabilkan sel limfosit T sehingga degranulasi sel mast
dapat terhambat dan jumlah mediator inflamasi menurun.
3. magnesium menghambat eksitabilitas serabut otot dengan menghambat keluaran
asetilkolin pada ujung saraf kolinergik motorik.
4. magnesium merangsang sintesis nitric oxide dan prostasiklin yang berperan
menurunkan keparahan asma.

NB: Kalsium intrasel influx kedalam intrasel menyebabkan translokasi enzim


fosfolipase A2 dari sitosol ke membrane sel (makrofag, netrofil, sel mast) sehingga
menyebabkan pelepasan asam arakidonat dari membrane fosfolipid sel. Enzim
lipooksigenase 5 akan mengubah asam arakidonat menjadi asam 5
hidroperoksiekosatretraenoat yang meruakan precursor lekotrien A4 (LTA4) dengan bantuan
protein FLAP(Five lipooksigenase activating protein). Pembentukan asamarakidonat
menjadi leukotrien terjadi melalui jalur lipooksigenase. Enzim LTC4 hidrolase mengubah
LTA4 yang ada di makrofag dan netrofil menjadi LTB4. Enzim LTC4 sintase akan mengubah
LTA4 menjadi LTC4  LTD4  LTE4.
LTB4: menarik netrofil
Lekotrien sistein (LTC4,LTD4,LTD5): menarik eosinofil
Leukotrien  kontraksi otot polos, sekresi mucus, permeabilitas pembuluh darah, infiltrasi
sel inflamasi.
Asam arakidonat akan diubah menjadi PGG2 oleh enzim siklooksigenase 1 dan 2 (jalur
siklooksigenase). PGG2 terdiri dari PGD2, PGE2, PGF2α, PGI2, dan TXA2.
21. Kapan magnesium diberikan pada asma eksaserbasi?
1. Magnesium sulfat intravena diberikan pada serangan asma dengan VEP1 25-
30% prediksi.
2. pasien anak, dan dewasa yang tidak respons terhadap pengobatan awal serta
pasien anak yang gagal meningkatkan VEP1 diatas 60% prediksi setelah 1
jam perawatan.
22. Cara pemberian magnesium bagaimana?
Dosis pemberian magnesium adalah 2 gram intravena selama lebih dari 20 menit.

23. Kapan pasien asma eksaserbasi akut diidikasikan rawat inap?


Pasien memerlukan rawat inap apabila nilai VEP1 atau APE sebelum pengobatan
< 25% nilai prediksi atau nilai terbaik, atau nilai VEP1 atau APE setelah terapi <
40% nilai prediksi atau nilai terbaik, dan tidak ada perbaikan keadaan gagal napas
setelah terapi asma akut.

24. Bagaimana cara kerja teofilin sebagai bronkodilator?


Mekanisme kerja teofilin secara utama ada dua:
1. menghambat enzim fosfodiesterase nukleotida siklik (PDEs). Penghambatan
terhadap PDEs mengakibatkan akumulasi cAMP dan cGMP yang akhirnya
meningkatkan transduksi sinyal melalui jalur ini. ---- PDEs berperan dalam
mengkatalisir pemecahan siklik AMP (cAMP) menjadi 5’AMP dan GMP menjadi
5’GMP.
2. Antagonis competitor reseptor adenosine. Adenosin bias bekerja sebagai autokoid
dan transmitter dengan banyak aksi biologi, diantaranya menyebabkan
bronkokonstriksipada penderita asma dan peningkatan pelepasan mediator
inflamasi oleh sel mast di paru. Sebagai antagonis reseptor adenosi, teofilin juga
menyebabkan stimulasi pada sistim saraf pusat, tremor, dan diuresis.
NB: 1mg/kg  menaikkan konsentrasi serum 2 mcg/ml
10-15 mcg/ml >> aman

25. Bagaimana mekanisme kerja B2 receptor agonist sebagai bronkodilator?


Bagaimana cara kerja B2 agonist?
1. B2 agonist mengaktivasi B2 adrenergic receptor berikatan dengan protein G
stimulatory dari enzim adenylcyclase sehingga menghasilkan cAMP -------------
cAMP pada paru akan menurunkan kadar kalsium intrasel dengan cara membuka
konduktans saluran kalium sehingga terjadi hiperpolarisasi otot bronkus 
relaksasi otot polos (bronkodilatasi).
2. mengaktivasi protein kinase-------------menginaktivasi myosin light chainkinase
dan mengaktivasi myosin light chain phosphatase  relaksasi otot polos
(bronkodilatas) selain itu fosfatase memiliki efek lain seperti penghambatan
pelepasan mediator oleh mast sel, meningkatkan bersihan mukosilier,
menghambat eksudasi plasma dan edema mukosa.
26. Jelaskan proses imunologi asma?
Pencetus serangan asma misalnya alergen, infeksi dan iritan dapat menginduksi
repons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi tipe cepat dan pada sejumlah kasus
diikuti reaksi lambat. Reaksi fase cepat ditandai dengan aktivasi sel mast. Sel mast
teraktivasi akan mengeluarkan mediator proinflamasi (PDPI 2004). Ig E yang berada
di permukaan sel mast akan berinteraksi dengan antigen dan menyebabkan sel mast
melepaskan granul dan mediator seperti hitamin, sitokin, granulocyte macrophage
colony-stimulating factor (GM-CSF), leukotrienes, heparin, dan beberapa protease
(amin 2012). Mediator proinflamasi akan menginduksi terjadinya kontraksi otot polos
bronkus, sekresi mukus dan dan vasodilatasi (PDPI 2004).

Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada penderita
asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti molekul adhesi,
endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin. Epitel pada asma
sebagian mengalami sheeding. Mekanisme terjadinya masih diperdebatkan tetapi
dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil granule protein, oxygen free-
radical, TNF-alfa, mast-cell proteolytic enzym dan metaloprotease sel epitel (PDPI
2004).

Alergen akan ditangkap dan diproses sel dendritik sebagai antigen presenting cell
(APC) lalu dipresentasikan ke sel T naif . Sel T naif akan aktif melalui reseptor sel T
(T cell receptor/TCR) CD4 yang mengikat APC dengan bantuan major
histocompability complex II (MHC II) (Green 2000). Interleukin-4 akan menginduksi
diferensiasi T helper menjadi Th2 dan membuat sel Th2 menstimulasi sel B mensistesis
IgE (Rosenberg 2007). Sel Th2 mensekresi sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-13, IL-
16 dan GMCSF. IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-
CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup eosinofil.
Eosinofil berperan sebagai efektor dan mensintesis sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5,
IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta mediator lipid antara lain LTC4 dan PAF. Eosinofil juga
mengandung granul protein ialah eosinophil cationic protein (ECP), major basic protein
(MBP), eosinophil peroxidase (EPO) dan eosinophil derived neurotoxin (EDN) yang
toksik terhadap epitel saluran napas. (PDPI 2004).

Gejala dan perubahan fisiologi pada asma disebabkan oleh penyempitan saluran
napas. Penyempitan saluran napas dapat disebabkan oleh kontraksi bronkus, edema
saluran napas, hipersekresi mukus. Inflamasi saluran napas yang terjadi yaitu saat
sel-sel inflamasi mengeluarkan mediator-mediator seperti histamin, leukotrien, kinin,
endotelin, dan prostanoid maka dapat mengakibatkan terjadinya kontraksi otot polos
saluran napas Hipersekresi mukus merupakan akibat dari respons inflamasi pada
jaringan sekretori dan merupakan suatu komponen penting. Hipersekresi mukus
bertambah akibat stimulasi netrofil melalui pelepasan netrofil elastase, sitokin IL-3,
IL-4, IL-9, dan stres oksidatif yang selanjutnya dimediasi oleh EGFR mengakibatkan
hiperplasia mukus dan meningkatnya ekspresi mucin gene MUC5AC. Edema bronkus
dapat disebabkan oleh eksudasi plasma terjadi setelah respons terhadap histamine,
kinin, dan mediator lainnya. Edema bronkus juga disebabkan oleh terjadinya
vasodilatasi vaskuler akibat rangsangan NO, prostaglandin dan histamin ((Barnes
2009).
alergen, infeksi dan iritan

Sel mast Sel epitel Sel dendritik

MHC II
Histamin
Histamin Prostaglandine
Leukotrien Endothelin,
Sel T naif
Kinin Nitric oxide
Prostanoid ROS IL-4

Edema bronkus Sel Th2


Kontraksi otot
saluran napas
IL 4
IL 13 IL 3 GMCSF IL-9
IL 5

Hipersekresi Sel B Sel


mukus Eosinofil
Netrofil mast

Ig E

Netrofil
IL-3, IL-5, IL-6, elastase
GM-CSF, TNF
alfa, granul protein
toksik
27. Bagaimana bila asma yang telah diterapi 3 hari tetapi tidak sembuh?
Tapi obat Adequat
Indikator asma tidak terkontrol
Asma malam, terbangun malam hari karena gejala-gejala asma
Kunjungan ke darurat gawat, ke dokter karena serangan akut
Kebutuhan obat pelega meningkat (bukan akibat infeksi pernapasan, atau
exercise-induced asthma)
Pertimbangkan beberapa hal seperti kekerapan/ frekuensi tanda-tanda (indikator)
tersebut di atas, alasan/ kemungkinan lain, penilaian dokter; maka tetapkan
langkah terapi, apakah perlu ditingkatkan atau tidak.
Alasan / kemungkinan asma tidak terkontrol :
1. Teknik inhalasi : Evaluasi teknik inhalasi penderita
2. Kepatuhan : Tanyakan kapan dan berapa banyak penderita
menggunakan obat-obatan asma
3. Lingkungan : Tanyakan penderita, adakah perubahan di sekitar
lingkungan penderita atau lingkungan tidak terkontrol
4. Konkomitan penyakit saluran napas yang memperberat seperti sinusitis,
bronchitis dan lain-lain
Bila semua baik pertimbangkan alternatif diagnosis lain.

28. Jelaskan klasifikasi derajat eksaserbasi akut asma!

29. Apa itu ACT? Jelaskan! Dan siapa penemu ACT?


ACT (Asthma Control Test) adalah suatu alat untuk menilai derajat control asma
yang tdd 5 pertanyaan dengan cut of point (skor ≤ 19 tidak terkontrol, 20-24
terkonrol sebagian, 25 terkontrol penuh).
Kelebihan: mudah digunakan, mempunyai target numeric, dapat digunakan untuk
menilai respons terapi sesaat maupun jangka panjang.
.
30. Apa saja pertanyaan ACT?
 Dalam 4 minggu terakhir, seberapa sering keluhan asma mengganggu
pekerjaan sehari-hari?
1. Selalu 2. Sering. 3. Kadang 4. Jarang. 5.Tidak pernah
 Dalam 4 minggu terakhir,seberapa sering mengalami sesak napas?
1. >1x/hari 2. 1x/hari 3. 3-6x/minggu 4.1-2x/minggu. 5. Tidak pernah.
 Dalam 4 minggu terakhir,seberapa sering gejala asmamenyebabkan
terbangun pada malam hari atau lebih aawal dari biasanya?
1. ≥4xminggu 2. 2-3x/minggu. 3. 1x/mgg 4. 1-2x. mgg 5. Tdk pernah
 Dalam 4 minggu terakhir, seberapa sering menggunakan obat pelega
inhalasi?
1. ≥3x/hr. 2. 1-2x/hari. 3. 2-3x/minggu. 4.≤2x/minggu. 5.tidak pernah.
 Menurut anda dalam 4 minggu terakhir, bagaimana kondisi asma anda?
1. Tidak terkontrol. 2. Kurang terkontrol. 3.Cukup terkontrol. 4. Terkontrol
baik. 5. Sangat terkontrol.

Apa yang dimaksud dengan variabilitas? Jelaskan!


Variabilitas adalah variasi kondisi asma pada waktu tertentu, seperti
perubahan cuaca, akibat pencetus (allergen, iritan, dll), dalam suatu hari
terjadi variabilitas dengan perburukan pada malam atau dini hari.
Penilaian variabilitasdengan menggunakan nilai APE pagi (sebelum
bronkodilator) setiap hari selama 2 minggu.
Variabilitas (+) Bila variasi diurnal APE > 20% -> kemungkinan asma.
APE malam-APE pagi
Variabilitas harian =
½ (APE malam+APE pagi)

31. Apa yang dimaksud dengan uji provokasi bronkus?

Uji provokasi bronkus adalah uji untuk menilai adanya hiperresponsif saluran napas
(bronkus) dengan menggunakan bahan sperti inhalasi metakolin, histamine, latihan,
eucapnic voluntary hyperventilation, atau inhalasi manitol.

Dua kategori uji bronkus:

1. Uji farmakalogi: metakolin dan histamine


2. Uji nonfarmakologi: salin hipertonis, exercise
Uji provokasi bronkus memiliki nilai sensitivitas cukup tinggi namun memiliki
spesivistas yang rendah.

Uji positif: tidak selalu menandakan asma karena dapat juga positif pada keadaan
seperti dysplasia bronkopulmoner, kistik fibrosis, rhinitis alergika.

Uji negative:dapat menyingkirkan asma pada pasien yang tidak menggunakan terapi
kortikosteroid.

29. Apa tujuan dan indikasi pemeriksaan uji provokasi bronkus?

Tujuan: penegakkan diagnosis asma

Indikasi: pasien asma yang tidak terdiagnosis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan non invasive.

Kontra indikasi: obstruksi saluran napas

30. Terangkan cara pemeriksaan uji provokasi bronkus!

Persiapan:
Bahan: histamine dalam konsentrasi 5%; 2,5%; 0,625%
NaCl 0,9% atau metakolin
Alat: Spirometer, obat bronkodilator (B2 agonis, aminofilin, adrenalin), oksigen.
Prosedur:
- Pasien menjalani pengukuran spirometri pertama
- Pasien diminta membuka mulut lebar-lebar dan NaCl0,9% disemprotkan sebanyak 3-5
kali lalu diisap sampai kedalam paru.
- Ditunggu 1 menit  spirometri 2
- Ulangi kembali spirometri 3 setelah 1 menit kemudian
- Tunggu beberapa saat (1-2 menit) ulangi tindakan 2-4 dengan menggunakan histamine
0,625%
- Lakukan hal yang sama pada konsentrasi histamine 1,25% dan seterusnya sampai
dicapai dosis histamine yang memberikan hasil provokasi positif.
Penilaian :
Positif: bila pada pengukuran VEP1 setelah dilakukan provokasi menggunakan
histamine dengan dosis tertentu terdapat perbedaan sebesar > 20% dibandingkan
VEP1 awal.
Negarif: bila pada pengukuran spirometri setelah dilakukan provokasi dengan
histamine sampai konsentrasi 5% tidak didapatkan perbedaan VEP1 sebesar > 20%
dibandingkan spirometri awal.
Lama tindakan : 30-60 menit
Komplikasi: serangan akut asma.

31. Bagaimana tata laksanan asma akut di UGD?


Penilaian awal Adakah tanda-tanda berikut
Airway Breathing Circulation Mengantuk, bingung, silent chest

Ya Tidak

Rujuk ICU, Terapi bronkodilator Penilaian keadaan klinis beradasrkan


Dan O2, persiapan Intubasi gambaran terburuk

Ringan- sedang Berat


Bicara dengan beberapa kata Bicara kata per kata
Posisi lebih enak duduk dibanding baring Posisi duduk membungkuk
RR meningkat Agitasi
Tidak ada penggunaan otot tambahan Gelisah
HR 100-120 Penggunanaan otot napas tambahan
SO2 90-95% SO2 < 90%
APE > 50% predicted atau best APE ≤ 50%

SABA SABA
Pertimbangkan SAMA SAMA
O2  93-95% O2  93-95%
Kortikosteroid oral Oral/ IV kortikosteroid
Pertimbangkan magnesium IV
Pertimbangkan ICS dosis tinggi

Bila perburukan, tata laksana sebagai derajat berat dan nilai ulang untuk ICU

Nilai perkembangan klinis sesering mungkin


Nilai faal paru
Berlaku untuk setiap pasien 1 jam setelah pengobatan awal

VEP1 atau APE 60-80% VEP1 atau APE < 60%


Dan klinis perbaikan Respons klinis kurang baik
Sedang Berat
Pertimbangkan untuk rawat jalan Lanjutkan pengobatan sda
Penilaian klinis sesering mungkin
32. Apa indikasi pemberian kortikosteroid pada asma akut?
1. Asma eksaserbasi berat
2. Tidak respons dengan pengobatan awal dengan inhalasi SABA/ bronkodilator.
3. Sedang dalam steroid awal.

33. Bagaimana caranya supaya asma terkontrol?


Asma terkontrol dapat dicapai dengan medikamentosa dan non medikamentosa.
Medikamentosa dengan menggunakan obat pengontrol. Non medikamentosa
mencakup edukasi, penilaian klinis berkala oleh dokter maupun pasien sendiri,
identifikasi dan pengendalian faktor pencetus, pola hidup sehat dengan diet, olah
raga, menghentikan kebiasaan merokok, tidak merokok bagi yang belum merokok
serta kontrol teratur.

34. Apa yang dilakukan setelah asma terkontrol tercapai?

Setelah asma terkontrol dapat dipertahankan sekurangnya selama 3-4 bulan, maka
selanjutnya dilakukan penurunan tahap terapi atau dosis dengan cara yaitu:
 Bila menggunakan terapi tunggal dengan glukokortikosteroid inhalasi dosis
sedang atau tinggi maka dosis bisa diturunkan sebesar 50% dari dosis
sebelumnya apabila kondisi terkontrol telah dicapai selama 3 bulan.
 Bila menggunakan terapi tunggal dengan glukokortikosteroid inhalasi dosis
rendah apabila kondisi terkontrol tercapai minimal 3 bulan maka frekuensi
pemberian diturunkan menjadi 1 x/hari.
 Asma terkontrol dengan terapi kombinasi gluokokortikosteroid inhalasi dan
agonis β2 kerja lama inhalasi, maka pilihan terapi sebagai berikut:
a. Dosis glukokortikosteroid diturunkan sebanyak 50% dan dosis β2
agonis kerja lama inhalasi tetap. Dosis glukokortikosteroid diturunkan
lagi sampai tercapai dosis terendah bila kondisi tetap.
b. Frekuensi pemberian dengan dosis dan kombinasi tetap menjadi 1
x/hari.
c. Pemberian agonis β2 kerja lama inhalasi dihentikan dari awal dan
hanya diberikan glukokortikosteroid inhalasi dengan dosis yang sama
dengan dosis kombinasi, kemudian dosis dapat diturunkan 50% apabila
kondisi terkontrol telah dicapai selama 3 bulan.
 Terapi kombinasi glukokortikosteroid dan terapi pengontrol lain selain dengan
agonis β2 kerja lama inhalasi maka dilakukan seperti diatas.
 Terapi pengontrol dihentikan setelah 1 tahun apabila pasien tetap terkontrol
dengan terapi pengontrol dosis terendah.

35. Apa saja sediaan pengontrol? Sebutkan isi dan dosis nya!
Estimasi dosis glukokortikosteroid inhalasi per hari
Obat Dosis rendah Dosis sedang Dosis tinggi (μg/hari)
(μg/hari) (μg/hari)
Beclomethasone 200-500 > 500-1000 > 1000-2000
dipropionate- CFC
Beclomethasone 100-250 > 250-500 > 500-1000
dipropionate-HFA
Budesonide 200-400 > 400-800 > 800-1600
Ciclesonide 80-160 > 160-320 > 320-1280
Flunisonide 500-1000 > 1000-2000 > 2000
Fluticasone 100-250 > 250-500 > 500-1000
propionate
Mometasone furoate 200 ≥ 400 ≥ 800
Triamcinolone 400-1000 > 1000-2000 > 2000
acetonide

β2 agonis kerja lama inhalasi


Onset Durasi
Singkat Lama
Cepat Fenoterol Formoterol
Prokaterol
Salbutamol/Albuterol
Terbutalin
Pirbuterol
Lambat Salmeterol

36. Kapan pasien di follow up dan kapan dosis pengontrol dinaikkan dan
diturunkan?
Dosis pengontrol diturunkan bila asma terkontrol dapat dipertahankan minimal
selama 3-4 bulan dan peningkatan dosis apabila keadaan terkontrol tidak tercapai
dalam waktu 3-4 bulan atau terjadi perburukan keadaan dan gejala.
37. Apa yang terjadi jika alergen masuk pada penderita asma? Jelaskan
patofisiologinya (reaksi cepat dan lambat).
Inflamasi pada asma terdiri dari inflamasi akut dan kronik. Inflamasi akut terdiri dari
reaksi fase cepat dan lambat.
Reaksi fase cepat: bila alergen berikatan dengan IgE (yang menempel pada reseptor
IgE di permukaan sel mast), maka akan terjadi degranulasi sel mast dan sel mast
mengeluarkan beberapa mediator yaitu histamin, protease (preformed mediator),
leukotrien, prostaglandin dan plateled activating factor (PAF) yang menyebabkan
bronkokontriksi, sekresi mukus dan vasodilatasi >>> IgE dependent.
Reaksi fase lambat: antigen mengaktivasi sel eosinofil, limfosit T CD4+,
basofil, neutrofil dan makrofag. Sel T helper-2 (Th2) berperan penting dalam
fase ini. Reaksi fase lambat dapat berlanjut menjadi inflamasi kronik yang lebih
kompleks >>>> non IgE dependent.

38. Bagaimana cara mengetahui asma terkontrol atau tidak?


Menggunakan kriteria asthma control test (ACT).

39. Sebutkan pertanyaan-pertanyaan (parameter) yang terdapat pada ACT!


1. Selama 4 minggu terakhir, berapa kali asma mengganggu pekerjaan sehari-hari di kantor, di sekolah atau di
rumah anda?
(1) Selalu (tiap hari, sewaktu-waktu) (3) kadang-kadang (> 2 x/minggu) (5) Tidak pernah
(2) Sering (hampir tiap hari) (4) Jarang (≤ 2x/minggu)
2. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering anda mengalami sesak napas?
(1) > 1 x/hari (3) 3-6 x/minggu (5) Tidak pernah
(2) 1 x/hari (4) 1-2 x/minggu
3. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering asma (mengi, batuk, sesak napas, nyeri dada atau tertekan di
dada) menyebabkan anda terbangun di malam hari atau bangun lebih awal dari biasanya?
(1) ≥4 x/minggu (3) 1 x/minggu (5) Tidak pernah
(2) 2-3 x/minggu (4) 1-2 x/bulan
4. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering anda menggunakan obat semprot atau obat oral (tablet atau sirup)
untuk melegakan pernapasan?
(1) ≥3 x/hari (3) 2-3 x/minggu (5) Tidak pernah
(2) 1-2 x/hari (4) ≤1 kali/minggu
5. Bagaimana anda menilai tingkat kontrol asma anda selama 4 minggu terakhir ini?
(1) Tidak terkontrol sama sekali (3) Cukup terkontrol (5)Sangat terkontrol
(2) Kurang terkontrol (4) Terkontrol dengan baik
40. Sebutkan klasifikasi terkontrol pada ACT!
Klasifikasi atau tingkat kontrol asma berdasar ACT adalah :
ACT 25: asma terkontrol.
ACT 20-24: asma terkontrol sebagian
ACT ≤ 20: asma tidak terkontrol

41. Cara menilai kontrol asma selain ACT?


Asthma Control Questionaire (ACQ), Childhood Asthma Control Test (C-ACT),
Asthma Theraphy Assessment Questionaire (ATAQ), dan Asthma Control Scoring
System (ACSS).

42. Bagaimana caranya supaya asma terkontrol?


Asma terkontrol dapat dicapai dengan medikamentosa dan non medikamentosa.
Medikamentosa dengan menggunakan obat pengontrol. Non medikamentosa
mencakup edukasi, penilaian klinis berkala oleh dokter maupun pasien sendiri,
identifikasi dan pengendalian faktor pencetus, pola hidup sehat dengan diet, olah
raga, menghentikan kebiasaan merokok, tidak merokok bagi yang belum merokok
serta kontrol teratur.
43.

Anda mungkin juga menyukai