Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ETIKA

‘’BIJAKSANA’’

Disusun Oleh :

1. Liza Cahyani 15330008


2. Yuli Astriningsih 15330030
3. Achmad Haris Fattan Musani 15330052
4. Winner Paladan Sombolayuk 15330083
5. Andre Wynalda 15330088
6. Nurmala Ambarsari 15330105
7. Muhammad Rifa’i 15330113
8. Dewi Rizki Astuti 15330118
9. Ninda Aprilia 15330119
10. Aryati Mutmainnah 15330121

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA-2016
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan kekuatan dan
ketabahan bagi hamba-Nya.Serta memberi ilmu pengetahuan yang banyak agar kita tidak merasa
kesulitan. Salawat serta salam tidak lupa penulis sanjungkan kepada Nabi Besar Muhammad
SAW, yang telah menyampaikan wahyu-Nya kepada hamba-Nya yang setia sampai akhir zaman.

Makalah ini, disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Etika di Fakultas Farmasi Institut
Sains & Teknologi Nasional.Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mendapat bantuan
dan sumbangan pemikiran, serta dorongan dari berbagai pihak, tetapi tidak luput dari kendala
yang begitu banyak.

Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi penulis,
Amin yarobbal ‘alamin.

Jakarta, 18 November 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................................................................. ii
BAB I ............................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................................... 1
BAB II........................................................................................................................................................... 2
ISI.................................................................................................................................................................. 2
1. Definisi Bijaksana ............................................................................................................................. 2
2. Kriteria Kebijaksanaan...................................................................................................................... 3
3. Sifat Kebijaksanaan .......................................................................................................................... 4
4. Salah satu tokoh yang dapat di jadikan panutan karena kebijaksanaannya ...................................... 4
BAB III ....................................................................................................................................................... 17
PENUTUP .................................................................................................................................................. 17
A. Kesimpulan ..................................................................................................................................... 17
B. Saran ............................................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam kehidupan ini manusia sering menghadapi permasalahan-permasalahan hidup,
baik permasalahan dengan dirinya sendiri maupun dengan lingkungan.Permasalahan yang
dihadapi tersebut berasal dari manusia itu sendiri.Manusialah yang membentuk masalah dan
mereka juga yang menyelesaikannya.

Perilaku dan tindak tutur manusia sangat berpengaruh dalam interaksi dengan lingkungan
sehari-hari.Manusia adalah makhluk sosial, sehingga dia tidak dapat terlepas dari lingkungan
kehidupan di sekitarnya.Dalam berinteraksi dengan lingkungan, manusia menggunakan
peilaku dan tindak tuturnya yang kadang tanpa disadari tindakan dan tutur kata tersebut dapat
menimbulkan masalah atau konflik dengan lingkungan.

Jika muncul permasalahan, maka akan muncul komentar bahwa masalah tersebut dapat
terjadi akibat manusia tidak bijaksana. Banyak hal terjadi di kehidupan ini yang membuat
orang disebut tidak bijaksana.Hal tersebut dapat terjadi pada siapapun baik dari masyarakat
biasa bahkan sampai para pejabat–pejabat negara.Dapat dikatakan dari masyarakat yang
kurang berpendidikan hingga yang mempunyai sederet gelar yang menunjukkan bahwa dia
sangat berpendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah bijaksana itu?
2. Sebutkan kriteria bijaksana
3. Sebutkan sifat bijaksana itu
4. Contoh tokoh yang dapat menjadi panutan karena kebijaksanaannya.

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan
makalah ini adalah untuk mengetahui apakah itu bijaksana, kriteria, dan sifat-sifat bijaksana,
serta contoh tokoh yang dapat di jadikan panutan karena kebijaksanaannya.

1
BAB II

ISI

1. Definisi Bijaksana
Dalam bahasa Inggris terjemahan dari kata bijaksana adalah wise. Jika dilihat dalam
Thesaurus, wise dapat berarti judicious. Kata bijaksana tersebut juga didefinisikan sebagai
selalu menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuannya) dan bisa berarti pandai
dan hati-hati (cermat, teliti, dsb) apabila menghadapi kesulitan dsb. Hampir sama dengan
definisi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, bahwa bijaksana adalah menggunakan akal
pikiran dan pengalamannya. Hal tersebut senada dengan pendapat Juliastri dalam lifestyle.
kompasiana.com, menurut Juliastri bijaksana adalah bertindak sesuai dengan pikiran, akal
sehat sehingga menghasilkan perilaku yang tepat, sesuai dan pas. Biasanya, sebelum
bertindak disertai dengan pemikiran yang cukup matang sehingga tindakan yang dihasilkan
tidak menyimpang dari pemikiran. Perilaku yang tepat juga berasal dari sebuah penilaian
terhadap suatu pemikiran, ucapan dan perbuatan seseorang yang didasarkan pada ruang
lingkup sekitarnya dengan tidak memaksakan kehendak kita pada apa dan siapapun
berdasarkan etika dan hati, sehingga keberadaannya menimbulkan rasa tepa selira terhadap
sesama. Banyak kita jumpai hubungan kekerabatan/silaturahmi atau persaudaraan bisa putus
hanya karena perkataan yang disampaikan dengan tidak bijaksana. Oleh karena itu sebaiknya
kita waspada hati-hati tidak semua kata hati diteruskan ke ujung lisan untuk di sampaikan,
bisa jadi hal itu ternyata berdampak pada dosa dan permusuhan.

Bijaksana merupakan suatu cerminan sikap dan perilaku seseorang terhadap sesuatu yang
ia lihat berdasarkan apa yang ada dipikirannya secara tepat dalam situasi dan kondisi seperti
apapun dan bersifat objektif serta mampu mengambil makna/pelajaran penting dari apa yang
dilakukannya. Dengan kata lain, bijaksana berarti mampu mengambil keputusan dengan tepat
baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian bijaksana berarti memahami
keseimbangan. Memahami kejahatan dan kebaikan, memahami kemarahan dan kesabaran,
memahami ketakutan dan keberanian dan memahami orang lain dan diri sendiri, sehingga
dapat mengambil keputusan dengan tepat untuk bertindak atau menyelesaikan masalah.

2
Definisi lain dari bijaksana adalah kemampuan belajar untuk menemukan makna dan
nilai positif dari setiap permasalahan dan pengalaman pahit untuk dijadikan feedback demi
pembaharuan dan perubahan hidup untuk menjadi yang lebih baik lagi. Serta tetap
mengembangkan rasa dan pikiran untuk tidak cepat merasa puas atas suatu keberhasilan.
Dengan demikian tidak seyogyanya jika timbul suatu masalah maka orang akan mencari
“kambing hitam” dari permasalahan tersebut. Namun sebaliknya, orang harus bisa
menemukan makna dan hikmah dari permasalahan sehingga dapat bertindak menjadi lebih
baik.

2. Kriteria Kebijaksanaan
Menurut Baltes dan Staudinger, ada beberapa kriteria dari kebijaksanaan. Kriteria tersebut
dapat dibagi menjadi dua kriteria dasar dan tiga metakriteria. Dua kriteria dasar, yaitu kriteria
yang wajib dimiliki individu untuk menjadi seorang ahli di bidang apapun, meliputi:

1. Memiliki banyak pengetahuan umum (rich factual knowledge), yang meliputi


pengetahuan tentang sifat dasar manusia, perkembangan sepanjang kehidupan, hubungan
antarpribadi, norma-norma yang berlaku di suatu tempat atau budaya, serta perbedaan
individu dalam tahapan perkembangan.
2. Memiliki banyak pengetahuan praktis (rich procedural knowledge), yang meliputi
kemampuan untuk menerapkan pengetahuan faktual ke dalam kehidupan sehari-hari
untuk menyelesaikan berbagai permasalahan hidup, seperti cara menangani konflik
kehidupan.

Tiga kriteria berikutnya disebut metakriteria karena merupakan kriteria khusus yang
harus dimiliki untuk menjadi bijaksana. Adapun ketiga metakriteria tersebut adalah :

1. Memahami konteks rentang kehidupan manusia (lifespan contextualism), yang meliputi


pengetahuan tentang tahapan perkembangan manusia dan berbagai tema-tema kehidupan,
seperti : pendidikan, pekerjaan, kebudayaan, persahabatan, keluarga, dan sebagainya,
serta kaitan antartema tersebut. Pemahaman tersebut juga menyadari banyaknya
perubahan yang terjadi dalam diri individu mulai dari masa bayi sampai usia lanjut.
2. Relativisme atau toleransi nilai (value relativism/tolerance). Kebijaksanaan membuat
manusia menyadari bahwa setiap orang atau budaya menganut nilai-nilai yang berbeda
dari yang dianut dirinya dan mampu menghormati perbedaan tersebut. Namun, perlu
3
diingat juga bahwa kebijaksanaan juga berusaha menyeimbangkan kepentingan diri
sendiri dan orang lain sehingga tidak semua hal dapat ditoleransi.
3. Menyadari serta mampu mengelola ketidakpastian (awareness/management of
uncertainty). Kebijaksanaan membuat manusia menyadari bahwa ada banyak
keterbatasan dalam proses pencernaan informasi yang dimilikinya serta banyaknya
ketidakpastian di dalam kehidupan ini. Kebijaksanaan juga meliputi cara untuk
menghadapi ketidakpastian tersebut.

3. Sifat Kebijaksanaan
Berdasarkan hasil penelitiannya, Baltes menyatakan ada beberapa sifat kebijaksanaan,
yaitu :

 Kebijaksanaan bersifat langka. Jumlah orang yang bijaksana dalam masyarakat


sangatlah langka karena banyaknya kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi
seorang yang bijaksana.
 Keahlian di bidang tertentu terbukti lebih relevan dengan perkembangan
kebijaksanaan dibandingkan faktor usia semata.
 Usia tidak memprediksi kebijaksanaan, namun pengetahuan dasar yang berkontribusi
terhadap kebijaksanaan seperti berbagai crystallized intelligence lainnya tergolong
tinggi di usia lanjut. Individu akan lebih mampu menjadi bijaksana dengan memiliki
pengalaman hidup mengasah wawasan (insight) tentang kondisi kehidupan manusia.
 Kebijaksanaan mencerminkan kombinasi dari kecerdasan, kepribadian, dan gaya
kognitif. Individu yang sering membandingkan dan mengevaluasi permasalahan
relevan dan yang mampu menerima ambiguitas akan lebih mampu menampilkan
kebijaksanaan dibandingkan yang kurang.

4. Salah satu tokoh yang dapat di jadikan panutan karena kebijaksanaannya


a. Biografi Tokoh

Nama Tokoh Umar bin Abdul Aziz

Nama lengkap Abu Hafsh Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin
Hakam bin As bin Umaiyah bin Abd Syams

Nama Lain Tokoh Sang Amir

4
Gelar Umar II dan Al-Hafizh

Lahir Halwan, Mesir 63 H/682 M

Memerintah 717 – 720 M

Meninggal Juli 720 M

Pendahulu Sulaiman bin Abdul al-Malik

Pengganti Yazid bin Abdul al-Malik

Wangsa Banu Abd Syams

Dinasti Umayyah

Ayah Abdul al-Aziz bin Marwan

Ibu Laila Ummi Ashim binti Ashim bin Umar bin Khattab

Istri Fathimah

b. Silsilah

Moyangnya adalah Khalifah Umar bin al-Khattab. Memiliki anak yang bernama
Ashim bin Umar dan menikahkannya dengan seorang perempuan muda dari Bani Hilal
yang cerdas, berakhlak luhur dan sangat setia. Dari perkawinan Ashim bin Umar dengan
perempuan muda tersebut, mereka dikarunia anak perempuan dan diberi nama Laila
Ummi Ashim binti Ashim bin Umar bin Khattab atau Ummu Ashim.

Abdul al-Aziz bin Marwan, seorang gubernur Mesir dan adik dari Khalifah Abdul al-
Malik ini adalah seorang keturunan Bani Umayyah yang bersahaja dan tidak senang
dengan kemewahan. Ia tumbuh dan dibesarkan di Madinah. Ia juga terkenal sebagai
orang yang toleran dan dermawan. Sebelum menjadi seorang gubernur ketika ia pergi
dari Madinah ke Mesir dan menjadi seorang pengusaha disana, ia tertarik dan
terpengaruh dengan budaya dan gaya hidup penduduknya. Ia tertarik pada rumah dan
bangunan mewah di Syiria dan Mesir. Ia pun mulai membangun sejumlah rumah mewah
untuk tempat tinggalnya dan membeli puluhan rumah yang sama dan dibagi-bagikannya
5
kepada putra-putrinya. Ketika wabah penyakit pes melanda penduduk Kairo kuno, Abdul
al-Aziz bin Marwan pindah ke sebuah tempat yang indah dan sejuk, yaitu di kota
Halwan. Berjarak kurang lebih 12 mil dari kota Kairo Kuno. Ketika ingin menikah,
Abdul al-Aziz bin Marwan tidak sembarangan memilih wanita yang akan dijadikan
teman hidupnya. Ia hanya memilih wanita dari keturunan yang baik-baik. Setelah
terkumpul uang sebanyak 400 dinar, ia menyerahkannnya kepada Ummu Ashim, cucu
dari Umar bin al-Khattab sebagai mas kawin. Dari hasil perkawinan tersebut Ummu
Ashim dan Abdul al-Aziz bin Marwan dikarunia 4 orang anak laki-laki, yakni Abu
Bakar, Umar bin Abdul Aziz, Muhammad dan Ashim. Umar bin Abdul Aziz memiliki
kesamaan yang mirip dengan orang tuanya. Dari keduanya ia mewarisi watak ketakwaan
dan kesadaran menegakkan keadilan dan kebenaran. Abdul al-Aziz bin Marwan adalah
tipe seorang ayah yang penuh perhatian dan kasih sayang kepada putra-putranya,
terutama kepada Umar yang sangat ia sayangi.

c. Riwayat kecil

Umar bin Abdul Aziz lahir di Halwan, Mesir 63 H/682 M. Nama lengkapnya adalah
Abu Hafsh Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam bin As bin Umaiyah bin Abd
Syams dan bergelar Umar II. Kelahirannya memberi cahaya bagi kaum muslimin. Beliau
tumbuh dan berkembang di Madinah dalam suasana kemewahan dan kenyamanan hidup.
Dua keturunan terhormat ia sandang, yakni dari pemuka penduduk Madinah dan para
penguasa Damaskus. Penampilan lahiriahnya lebih cenderung pada gaya keluarga
Umayah daripada keluarga al Khattab. Pada waktu kecil, beliau sering berkunjung ke
rumah paman ibunya, yakni Abdullah bin Umar bin Khattab. Tiap kembali dari sana,
beliau sering mengatakan kepada Ibunya, Ummu Ashim bahwa beliau ingin hidup seperti
kakeknya. Ibunya pun mengiyakan bahwa kelak beliau akan hidup seperti kakeknya.

Umar tumbuh menjadi seorang remaja yang sehat rohani dan jasmani. Kulit putih,
wajah lembut dan gagah. Badannya subur dan posturnya sedang-sedang saja. Beliau suka
memakai parfum yang sangat harum. Dimanapun, beliau menjadi pusat perhatian.
Gayanya ketika berjalan enak dipandang dan memikat, sehingga gadis-gadis di Madinah
meniru gaya berjalan Umar bin Abdul Aziz dan menjadi trend dikalangan mereka. Pada
jari tangannya melingkar cincin yang mahal yang diperoleh dari Afrika, pemberian al-
Walid, saudara sepupunya. Disamping itu, Umar bin Abdul Aziz juga gemar berdandan.
6
Karena kegemarannya inilah beliau seringkali terlambat melakukan shalat berjamaah.
Sampai pada suatu hari, seorang gurunya bernama Shaleh bin Kisan menunggunya
dengan kesal di depan pintu masjid untuk melakukan shalat berjamaah, tetapi yang
ditunggu tidak kunjung datang. Tingkah Umar ini dilaporkan gurunya kepada ayahnya di
Mesir melalui surat. Sang ayah mengutus seorang tukang cukur ke Madinah dan
menggunduli rambut Umar, sehingga tidak lagi merepotkan sholatnya. Umar pun rela
dengan keputusan tersebut dan beliau menganggapnya sebagai penebus kesalahannya.
Watak Umar bin Abdul Aziz memang mewarisi watak keras Ibu dan moyangnya, Umar
bin al-Khattab. Tetapi mungkin karena usianya yang masih relatif muda, beliau belum
bisa mengendalikan dengan akal sehat dan sikap bijaksana. Semenjak kecil Umar bin
Abdul Aziz menjejali dirinya dengan nilai-nilai rohani yang luhur. Bergaul dengan ahli
ibadah dan berteman dengan orang-orang zuhud serta berguru kepada mereka, yakni ahli
fiqih dan para ulama.

d. Riwayat pendidikan

Abdul al-Aziz bin Marwan mengirimkan Umar bin Abdul Aziz kepada seorang ulama
paling besar di Madinah, yaitu Shaleh bin Kisan. Umar menekuni hapalan Al Quran
sampai tamat dan juga mempelajari tentang akhlak dan hadist dari Shaleh bin
Kisan. Madinah pada masa itu menjadi pusat pengetahuan dunia Islam dan sangat
berpengaruh dalam membentuk hidupnya kelak dalam pola yang berbeda dengan
Khalifah Umayyah lainnya.

Menurut Ahal (2002), setelah selesai menghapalkan Al Quran dengan sempurna


beliau pun meriwayatkan hadis dari para sahabat dan para tabi’in terkemuka, seperti
Abdullah bin Ja’far, Anas bin Malik, Abu Bakar bin Abdurrahman, Ubaidillah bin
Utbah bin Mas’ud dan lainnya.

Umar bin Abdul Aziz paling banyak meriwayatkan hadis dari Ibnu Utbah dan beliau
menganggapnya sebagai gurunya. Beliau juga sangat menghargai dan menghormati Ibnu
Utbah karena kebijaksanaan, kewibawaan dan keilmuannya. Selain menerima pendidikan
beliau juga meriwayatkan hadist dari kakeknya Abdullah bin Umar, dari ayahnya Abdul
al-Aziz bin Marwan, kemudian dari Amr bin Abu Salmah, dari As-Sa’ib, dari Yusuf bin
Abdullah bin Salam, dari Ubadah bin Shamit, dari Tamim ad-Dari, dari al-Mughirah bin

7
Syu’bah dan masih banyak lagi. Setelah ia meriwayatkan hadist dari sejumlah sahabat
dan tabi’in, selanjutnya Umar bin Abdul Aziz jarang mencari riwayat. Namun,
pengetahuannya tentang seluk beluk hadist sudah cukup luas. Bahkan beliau sudah
mencapai tingkat ijtihad dan mendapatkan gelar Al-Hafizh. Tidak heran jika banyak ahli
fiqih datang kepada beliau untuk menimba ilmu.

Umar bin Abdul Aziz sangat menyenangi syair-syair Arab. Beliau juga menggunakan
bakat seninya untuk tujuan yang luhur dan memanfaatkan masa mudanya untuk hal-hal
yang baik yang tidak keluar dari bingkai hukum Allah. Karena kecintaannya terhadap
seni sastra dan seni suara, suatu hari Umar pernah mengutip kidung-kidung karya al-
Ahdhal di hadapan Khalifah Abdul al-Malik. Beliau juga mengoleksi lagu ciptaan Ibnu
al-Khatim. Umar juga menekuni pelajaran bahasa Arab pada sejumlah ulama dan beliau
mampu menguasainya dengan baik. Umar juga menyarankan kepada pamannya, Abdul
al-Malik bin Marwan agar menyebarkan bahasa Arab ke segenap penjuru dunia. Beliau
juga mempelajari tentang sejarah hidup Ali bin Abi Thalib sehingga beliau menjadi
pembela dan menempatkan Ali sebagai manusia yang paling zuhud terhadap dunia.

e. Kemunculan umar bin abdul aziz

Ketika Abdul al-Aziz meninggal dunia pada tahun 85 H/704 M dan di makamkan di
Mesir, status putra mahkota disandang oleh adik kandungnya sendiri, Abdul al-Malik bin
Marwan. Sepeninggalnya, Abdul al-Malik bin Marwan menobatkan putra-putranya,
yakni al-Walid bin Abdul Malik dan Sulaiman bin Abdul Malik sebagai putra mahkota
kelak. Seharusnya status putra mahkota tersebut disandang oleh putra-putra mendiang
Abdul al-Aziz. Abdul al-Malik bin Marwan memanggil Umar Bin Abdul Aziz ke
Damaskus dan menikahkannya dengan putrinya Fathimah. Saat itu usia Umar kurang
lebih 20 tahun. Abdul al-Malik adalah seorang yang ahli dalam bidang ilmu fiqih, ilmu
agama dan syair. Abdul al-Malik sangat sayang kepada kemenakannya itu. Tidak heran
jika putra-putri Abdul Malik merasa keberatan atas sikap ayahnya terhadap Umar yang
dinilai berlebihan.

Setelah menikah dengan Fathimah, kekayaan Umar bin Abdul Aziz pun tiada tara.
Beliau memiliki banyak tanah, antara lain di Hijaz, Mesir, Syiria, Yaman, dan Bahrain.
Semua kekayaan tersebut merupakan warisan dari ayah dan keluarganya serta pemberian

8
dari keluarga Bani Umayyah. Ketika Umar berusia di atas 20 tahun dimana beliau
dianggap sudah dewasa, memiliki ilmu yang matang, dan sudah pantas menjadi seorang
pemimpin, Abdul al-Malik mengangkatnya sebagai umara (penguasa) di Khanashirah,
sebuah wilayah yang kecil yang tidak jauh dari ibu kota pemerintahan Dinasti Umayyah
yang bertujuan untuk menambah pengalaman dan pengetahuan Umar dalam
bermasyarakat.

f. Menjadi gubernur

Umar Bin Abdul Aziz ditunjuk sebagai Gubernur Madinah bulan Rabi’ul
Awwal tahun 87 H/706 M oleh Khalifah al-Walid bin Abdul Malik atau al-Walid I
(Khalifah ke 6, memerintah tahun 86 H/705 M sampai 97 H/715 M) untuk menggantikan
Hisyam bin Ismail al-Makhzumi. Ketika itu usia Umar adalah 24 tahun. Khalifah al-
Walid I memecat Hisyam karena perbuatan-perbuatannya yang dzalim sehingga
membuat kesengsaraan pada rakyat Madinah. Setibanya di Madinah, dia membentuk
sebuah dewan penasihat yang terdiri atas 10 ulama terkemuka dan terhormat di Madinah,
yakni Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah, Abu Bakar bin Abdurrahman bin al-Haris bin
Hisyam bin Mughirah al-Qarsyi al-Makhzumi, Kharijah bin Zaid bin Tsabit al-Anshari,
Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar ash-Shiddiq, Salim bin Abdullah bin Umar bin al-
Khattab, Urwah bin Zubair, Abu Bakar bin Sulaiman bin Khaitsamah, Abdullah bin
Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amir bin Rabi’ah, dan Said bin al-Musayyab. Tidak
seperti gubernur otokratis lainnya, beliau melaksanakan pemerintahannya dengan
berkonsultasi kepada mereka. Beliau memberi mereka wewenang untuk mengawasi
pemerintahannya. Mereka mendiskusikan berbagai macam masalah yang berkaitan
dengan masalah agama, urusan rakyat dan pemerintah. Beliau juga menganggap mereka
sebagai mitra kerjasama dalam menegakkan kebenaran. Umar juga mempersatukan
pandangan antara umara (penguasa) dengan ulama dalam menyelesaikan
masalah. Langkah ini mendapat penghargaan dari penduduk Madinah yang sebelumnya
menjadi korban kekejaman dan perlakuan tidak adil dibawah Hisyam bin Ismail al-
Makhzumi. Karena itu beliau dicatat sebagai gubernur yang berprestasi dan bereputasi
baik. Selama dua tahun masa jabatannya sebagai Gubernur Madinah, beliau memperluas
jalan-jalan baru dan memperbaiki jalan-jalan lama menuju Madinah. Selain itu, wilayah
kekuasaannya meluas hingga beliau menjadi wali negeri Hijaz. Beliau memperhatikan

9
kemajuan negeri Hijaz. Beliau juga merenovasi Masjid Nabawi atas perintah al-Walid I
untuk diganti dengan bangunan baru yang lebih indah. Umar dipercaya sebagai pengawas
pelaksanaan pembangunan yang dimulai sejak 88 H/ 697 M. Umar juga mengadakan
gerakkan pembangunan di setiap penjuru Hijaz, membuat sumur-sumur serta
mengembalikan harta rakyat kepada fungsi dan kedudukannya yang benar. Beliau juga
membuka pintu-pintu kota untuk rakyat yang mengungsi karena kedzaliman para umara
yang tidak manusiawi serta beliau juga melindungi mereka. Umar berselisih paham
dengan Khalifah al-Walid I sehingga beliau di pecat dari jabatan gubernur. Disebabkan
oleh adanya hasutan Hajjaj bin Yusuf as-Saqafi yang merupakan gubernur dibeberapa
wilayah Kekhalifahan Umayyah yang tidak menyenangi Umar. Tetapi, pada masa
pemerintahan Sulaiman bin Abdul Malik bin Marwan yang merupakan Khalifah ke-7
yang memerintah pada tahun 97 H/715 M-99 H/717 M, beliau di percaya lagi menjabat
sebagai katib (sekretaris).

g. Menjadi khalifah

Umar bin Abdul Aziz adalah khalifah ke-8 Dinasti Umayyah di Damaskus. Beliau
memerintah kurang lebih 3 tahun, yakni pada tahun 717-720 M. Dikenal bijaksana, adil,
jujur dan sederhana. Beliau bergelar Umar II dan disejajarkan dengan Umar bin al-
Khattab, yakni Khalifah kedua al-Khulafaur ‘ar-Rasyidin. Ketika itu saudara laki-
laki Umar bin Abdul Aziz, Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik yang sangat menghormati
Umar Bin Abdul Aziz mengangkatnya sebagai Khalifah penggantinya dan Yazid bin
Abdul Malik di tunjuk sebagai calon Khalifah setelah Umar. Setelah kematian Khalifah
Sulaiman (99 H/717 M), Umar Bin Abdul Aziz dengan enggan menerima kekhalifahan.
Bahkan, Beliau juga meninggalkan semua kesenangan dan kemegahan
Istana. Beliau lebih suka menempati rumah kecil dan menyerahkan istana kerajaan
kepada keluarga Sulaiman. Beliau dinobatkan sebagai khalifah pada hari Jumat setelah
shalat Jumat. Hari itu juga rakyat dapat langsung merasakan perubahan kebijakan
khalifah baru ini.

Zaman pemerintahannya berhasil memulihkan keadaan negaranya dan


mengkondisikan negaranya seperti saat empat khalifah pertama (Khulafaur Rasyidin)
memerintah. Kebijakannya dan kesederhanaan hidupnya pun tak kalah

10
hebat dengan empat khalifah pertama itu. Karena itu banyak ahli sejarah menjuluki beliau
dengan Khulafaur Rasyidin ke-5.

Walaupun menjabat dalam waktu yang relatif singkat, beliau dapat menggunakan
waktu tersebut secara produktif untuk membuat kebijaksanaan dalam berbagai bidang.
Contohnya antara lain sebagai berikut :

 Dalam bidang agama dan pengetahuan. Beliau menghidupkan ajaran Al Quran dan
Sunah Rasulullah SAW seperti pada zaman moyangnya, Umar bin al-Khattab.
Tujuannya adalah guna mengembalikan kemuliaan agama dalam berbagai aspek
kehidupan dan menggunakannya untuk mewarnai kehidupan bermasyarakat. Dialah
khalifah pertama dari Dinasti Umayyah yang melakukan hal ini. Jasanya yang penting
di bidang agama dan pengetahuan yang dapat diwarisi oleh umat islam sekarang
adalah inisiatifnya untuk mengadakan kodifikasi (penyusunan kitab perundangan-
undangan). Adapun faktor pendorongnya adalah beliau khawatir hadist akan lenyap
dan hadist palsu akan bermunculan. Untuk usaha kodifikasi itu beliau memerintahkan
seluruh wali negeri dan ulama hadist untuk mencatat hadist. Semua hadist yang
diperoleh dari berbagai negeri dihimpun dan ditulis oleh ulama besar, Imam
Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri. Beliau juga perhatian terhadap ilmu
lain. Menurut Armando, et.al (2005), Umar bin Abdul Aziz dikabarkan memindahkan
sekolah kedokteran yang ada di Iskandariah (Mesir) ke Antakya (kini di Turki)
dan Harran (Turki).
 Dibidang sosial politik, Umar menerapkan prinsip politik yang menjunjung tinggi
kebenaran dan keadilan. Untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, Umar bin Abdul
Aziz mengirimkan utusan ke berbagai negeri untuk melihat langsung cara kerja para
gubernur yang tidak taat menjalankan agamanya dan bertindak dzalim kepada rakyat.
Beliau langsung memecatnya, seperti memecat Yazid bin Abi Muslim (gubernur
Afrika Utara) dan Salih bin Abdur Rahman (gubernur Irak). Menurut Umar, seorang
hakim harus memenuhi 5 syarat :
 Memiliki pengetahuan tentang apa yang terjadi pada masa lalu
 Menjauhi sifat sombong/tamak
 Bersifat penyantun
 Bekerjasama dengan para cendekiawan

11
 Bebas dari pengaruh penguasa
 Kebijaksanaan lainnya dibidang sosial adalah menghapus kebiasaan rakyat yang
mencela nama Ali bin Abi Thalib dan keturunannya dalam tiap Khutbah jumat, yang
merupakan suatu kebiasaan yang sudah berjalan sejak Mu’awiyah bin Abi Sufyan,
pendiri Dinasti Umayah. Meskipun Mu’awiyah mengakui Ali adalah orang terhormat,
tetapi dikarenakan dorongan nafsu politiknya sehingga memaksanya untuk mencela
Ali bin Abi Thalib. Kebiasaan yang tidak baik ini diganti Umar dengan pembacaan
firman Allah SWT, “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar dapat kamu
mengambil pelajaran.” (Q.S.An-Nahl 16:90). Firman Allah SWT ini sekarang selalu
dibaca Khatib pada akhir khutbah kedua setelah doa.
 Dalam bidang militer, Umar tidak menaruh perhatian untuk membangun angkatan
yang tangguh dan royal, sehingga masa pemerintahannya sepi dari aksi-aksi militer.
Beliau lebih mengutamakan urusan dalam negeri, yaitu meningkatkan taraf hidup
rakyat. Menurutnya, perluasan wilayah kekuasaan sekaligus penyebaran agama islam
tidak harus dengan kekuatan militer, tetapi juga dapat berhasil melalui dakwah amar
maruf dan nahi munkar dengan cara yang bijak dan lemah lembut.
 Dalam bidang ekonomi, beliau membuat berbagai kebijaksanaan yang
melindungi kepentingan rakyat dan meningkatkan kemakmuran mereka. Contoh :
beliau mengurangi beban pajak yang dipungut dari kaum Nasrani, menghentikan
pajak dari umat Islam, membuat peraturan mengenai timbangan dan takaran,
membasmi cukai dan kerja sama, memperbaiki tanah dan pertanian, irigasi,
penggalian sumur-sumur, menyediakan tempat penginapan bagi musafir dan
menyantuni fakir miskin. Selama kepemimpinan Umar, tidak ada lagi masyarakat
yang miskin, melarat, kumuh, bodoh dan tidak punya masa depan. Saking
makmurnya, sampai-sampai ketika para amil zakat berkeliling di perkampungan-
perkampungan Afrika, mereka tidak menemukan seseorang pun yang mau menerima
zakat. Negara benar-benar mengalami surplus. Bahkan utang-utang pribadi dan biaya
pernikahan warga pun ditanggung oleh negara.

12
h. Kelebihan orang shaleh

Umar bin Abdul Aziz adalah seorang berdarah bangsawan, tetapi ia berjiwa
kerakyatan dan berhati rendah. Selain memiliki sifat rendah hati, beliau juga merupakan
orang yang pemaaf dan penyantun. Diceritakan pada suatu ketika setelah beliau baru saja
diangkat menjadi khalifah ia datang ke Masjid dengan pengawal pribadinya. Di masjid ia
kebetulan berjalan ditempat yang agak gelap. Tiba-tiba kakinya menginjak kaki orang
yang sedang tidur. Laki-laki itu pun marah dan dia tidak tahu bahwa yang menginjakkan
kakinya itu adalah seorang khalifah. Laki-laki tersebut mengeluarkan sumpah serapah
kepada beliau. Mendengar beliau dikatakan gila oleh laki-laki tersebut, maka pengawal
khalifah pun menjadi marah dan bergerak memukul laki-laki tersebut. Tetapi Umar bin
Abdul Aziz menyabarkan pengawalnya itu dan berkata,”Orang itu tidak berbuat apa-
apa, dia hanya bertanya apakah aku gila dan aku jawab tidak!.” Kata beliau
menyabarkan pengawalnya itu. Selain itu, Umar bin Abdul Aziz adalah seorang yang
jujur yang dalam hidupnya tidak pernah mengenal kata bohong. Beliau juga tidak mau di
bohongi. “Jika kamu tidak ingin dibohongi, maka janganlah kamu sekali-kali berbohong
kepada orang lain.” Selain tidak pernah berbohong, Umar juga memiliki sifat-sifat yang
terpuji lainnya, yakni zuhud dan wara. Menurut Firdaus (1985), zuhud adalah
meninggalkan keinginan-keinginan nafsu duniawi dalam keadaan kesempatan terbuka
untuk melakukan keinginan duniawi itu. Sedangkan wara’ adalah menjaga dan
menjauhkan diri dari sesuatu perbuatan maksiat dan dosa atau sumber-sumber yang
syubhat (yang diragukan halalnya). Jadi, zuhud dan wara’ itu adalah sifat-sifat yang harus
dimiliki oleh hamba Illahi yang ingin menjadikan dirinya menjadi orang suci dalam hidup
ini. Untuk menjaga dirinya dari pengaruh kedudukan dan pangkat duniawi, beliau
sebenarnya tidak mempunyai ambisi untuk menjadi khalifah. Bahkan beliau sangat
keberatan untuk menjadi seorang khalifah. Beliau juga sederhana baik dalam memakai
kendaraan, pakaian dan makanan. Kalau dahulu ketika ia masih remaja, beliau terkenal
dengan pakaian yang mewah begitu juga halnya dengan makanan dan minuman, sekarang
beliau telah menjadi orang yang amat sederhana. Bayangkanlah, seorang kepala negara
tidak mempunyai pakaian serap untuk dipakainya ketika membaca khutbah. Beliau juga
mencuci pakaiannya sendiri karena tidak mempunyai pembantu dan menunggu dulu
pakaiannya sampai kering dan baru kemudian beliau dapat menggunakannya setelah itu

13
dapat segera pergi ke Masjid. Pakaiannya yang berjumlah 3 macam tersebut tidak sampai
berharga 1 dinar dan bahannya sangat kasar.

i. Riwayat akhir

Menurut Firdaus (1985), Umar bin Abdul Aziz di bunuh oleh racun yang di berikan
oleh lawan politiknya melalui seorang pembantunya yang menghidangkan makanan
untuknya. Kaum Bani Marwan (Umayyah) sangat menaruh dendam pada Khalifah yang
agung ini, karena mereka merasa dirugikan untuk menikmati kekayaan yang mereka
dapat dari kedzalimannya terhadap rakyat dan tidak mau hidup sama rata dan sejajar
dengan rakyat jelata. Karena itu mereka memandang, bahwa Umar bin Abdul Aziz
merupakan penghalang bagi mereka dalam menikmati kehidupan yang mewah dan
penuh dengan foya-foya. Lalu tindakan apa yang diambil oleh Khalifah Umar bin Abdul
Aziz setelah dia termakan racun dan tahu siapa yang tega berbuat seperti itu?

Begitu cepat racun itu bekerja dan merenggut nyawanya. Beliau tidak menghalangi
racun tersebut dengan memakan obat apa pun sehingga beliau pergi untuk selama-
lamanya meninggalkan umat yang dibimbingnya dalam jalan Allah yang di ridhai-Nya.
Umar tidak membunuh orang tersebut. Justru beliau melepaskannya. Sebelum dilepas
oleh Umar, lelaki yang merupakan pelayan Umar ini dipanggil dan beliau pun bertanya,”
Berapa Anda dibayar atas perbuatan yang nekad itu?” lalu lelaki tersebut pun menjawab,
“1000 dinar!”. Kemudian uang tersebut diminta oleh Umar dan disuruhnya pergi lelaki
tersebut. Tetapi uang yang telah dimintanya tersebut tidak diambilnya untuk kepentingan
pribadinya untuk mengobatinya penyakitnya, melainkan diberikan untuk Baitul Mal guna
kepentingan kaum Muslimin. Alangkah tingginya budi luhur beliau itu!

Ketika ajalnya mendekat, Maslamah bin Abdil Malik yang merupakan saudara
sepupunya datang menjenguknya dan bertanya kepada Umar yang terbaring di kasur,
”Wahai Amirul Mukminin! Apakah engkau mengunci mulut anak-anakmu ini dari
hartamu, sehingga dia kelak menjadi miskin? Dan mereka hendaknya mendapat jaminan
untuk kemaslahatan hidup mereka. Sekiranya engkau berwasiat kepada saya atau kepada
teman-teman saya dari keluarga rumah tangga engkau, saya pasti dapat menjamin mereka
Insya Allah.”

14
Dan Umar pun menjawab, ”Saya mewasiatkan kepada mereka, semoga Allah yang
telah menurunkan kitab-Nya menempatkan mereka menjadi orang-orang shaleh”. Sambil
melihat anak-anaknya,” Saya telah memiskinkan anak-anakku dari harta benda.”
Kemudian beliau berbicara pelan dan berkata, ”Saya tidak memberikan kepada mereka
apa-apa yang bukan milik mereka. Tetapi saya tidak menghalang-halangi mereka dari hak
yang mereka miliki. Akan tetapi, saya menitipkan mereka kepada Allah yang menguasai
(menempatkan) orang-orang shaleh. Anak-anakku diantara dua bentuk manusia, yakni
orang-orang yang taat kepada Allah atau orang-orang yang meninggalkan dan
menghilangkan perintah-perintah Allah. Jika mereka menjadi orang-orang shaleh, maka
Allah akan menempatkan (memberikan) kebaikan kepada orang-orang shaleh. Apabila
mereka tidak dapat menjadi orang-orang shaleh, maka saya bukanlah dianugerahkan
dengan harta Allah dengan jalan berbuat kemaksiatan kepada-Nya.”

Pada saat-saat terakhir untuk pergi ke surga-Nya, Umar bin Abdul Aziz sempat
membaca firman Allah , yakni :

“Negeri akhirat (kebahagiaan dan kenikmatan di akhirat) itu, Kami jadikan untuk orang-
orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan
kesudahan (yang baik)(syurga) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (Q.S. Al-
Qashash : 83)

Selama sembilan hari menunggu ajal, tanpa berusaha menyembuhkan dirinya dari
serangan racun tersebut, panggilan dari yang maha kuasa pun datang. Beliau berpulang
ke rahmatullah dalam usia yang masih muda menjelang usianya 40 tahun, pada bulan
Rajab/Juli tahun 101 H/720 M di rumahnya yang sederhana di ibu kota kerajaan Islam,
Damaskus. Setelah beliau wafat, Yazid bin Abdul Malik diangkat menjadi Khalifah
sesuai dengan wasiat dari Khalifah Abdul al-Malik. Konon setelah kekhalifahan Umar
bin Abdul Aziz, kejayaan Bani Umayyah tidak lagi bersinar seperti pada masa
kekhalifahannya dahulu.

j. Kertas dari langit

Ketika itu cuacanya mendung. Islam sedang berkabung. Islam telah kehilangan sosok
figur yang pantas ditiru dan diteladani. Diatas makamnya terjadi sebuah keajaiban yang
membuat para pengantar jenazahnya kagum. Menurut kisah Yusuf bin Mahik, salah
15
seorang yang turut hadir di pemakamannya berkata : “Ketika kami meratakan tanah
diatas kubur Umar bin Abdul Aziz tiba-tiba melayang-layanglah dari langit sehelai
kertas kepada kami yang jatuh tepat pada kuburnya itu. Dalam kertas itu tertulis kalimat
yang berbunyi: “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyanyang. Jaminan keselamatan dari Allah bagi Umar bin Abdul Aziz dari sentuhan
api neraka!”. Darimanakah kertas tersebut berasal? Kertas tersebut datang dari alam
ghaib secara menakjubkan.Sebagai imbalan jasanya yang begitu besar terhadap Allah
SWT

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari berbagai definisi kata bijaksana, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
bijaksana adalah ketepatan berpikir dengan menggunakan akal pikiran untuk mengambil
keputusan dalam memecahkan masalah dalam situasi dan kondisi apapun dan keputusannya
adalah objektif yang bermanfaat buat diri sendiri dan orang lain. Hal ini berarti keputusan
yang diambil tidak boleh merugikan diri sendiri maupun orang lain.

B. Saran
Makalah ini kami buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya. Bagi rekan mahasiswa/i, semoga
makalah ini banyak membantu kita dalam kegiatan perkuliahan, yakni mata kuliah Etika

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Ahal. A. A. S., 2002, Umar Bin Abdul Aziz Negarawan Yang Saleh, Pustaka Firdaus: Jakarta
2. Al-Minsyawi. M. S., 2007, 101 Mutiara Kisah Kezuhudan Umar Bin Abdul Aziz, Abu
Hanifah Publishing: Bogor
3. Armando. N. M., et.al, 2005, Ensiklopedia Islam, ictiar baru van hoeve: Jakarta
4. Firdaus. A. N., 1985, Kepemimpinan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz, Pedoman Ilmu Jaya:
Jakarta
5. Khatthab. A. M., 2007, Profil 70 Sahabat Nabi. Idris. H. N., 2007 (Alih bahasa), Studia
Press: Jakarta Timur
6. Sternberg, R., & Jordan, J. (Eds.) (2005). A Handbook of Wisdom: Psychological
Perspectives. New York: Cambridge University Press.

18

Anda mungkin juga menyukai