Anda di halaman 1dari 27

Assesment

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas matakuliah Bimbingan Konseling


pribadi

Dosen pengampu ;
Ade nurzaman,M.A
NIND:

Disusun Oleh :
Siti Nurhalipah (2008)

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH STITNU
AL-FARABI PANGANDARAN
TAHUN AKADEMIK
2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa
membantu dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penulis
tidak akan sanggup menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas pada mata kuliah Bimbingan
Konseling pribadi yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
sumber. Makalah ini disusun oleh penulis dengan berbagai rintangan, baik itu
yang datang dari diri penulis maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:


1. Bapak Ade Nurzaman,M.A, selaku dosen pengampu mata kuliah Bimbingan
Konseling pribadi yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan
makalah ini.
2. Orangtua yang selalu memberikan dukungan baik moral maupun moril.
3. Teman -teman yang ikut serta memberikan bantuan berupa moral.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca, khususnya untuk penulis. Mohon maaf jika makalah ini memiliki
kelebihan dan kekurangan. Penulis mohon untuk saran dan kritiknya. Terima
Kasih.

Parigi, 18,Oktober 2022


Penulis
SITI NURHALIPAH

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL/COVER
KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1
A. Latar belakang.................................................................................................................. 1
B. Rumusan masalah...............................................................................................
C. Tujuan penulisan.................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................

A. Prilaku Altruisme
1. Pengertian Altruisme.........................................................................................
2. Komponen prilaku Altruisme.........................................................................
3. Indikator Prilaku Altruisme............................................................................
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prilaku Altruisme........................
B. Pengertian Prilaku Prososial..........................................................................
C. Sumber Prilaku Prososial.................................................................................
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prilaku Prososial...........................
E. Implikasi Perkembangan Tingkah Laku Sosial Dengan Konseling....

BAB III PENUTUP...........................................................................................................


A. KESIMPULAN......................................................................................................
B. SARAN ..................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa akhir anak–anak merupakan suatu masa perkembangan dimana


anak–anak mengalami sejumlah perubahan–perubahan yang cepat dan
menyiapkan diri untuk memasuki masa remaja serta bergerak memasuki masa
remaja serta bergerak memasuki masa dewasa. Pada masa ini, mereka mulai
sekolah dan kebanyakan anak – anak sudah mempelajari mengenai sesuatu
yang berhubungan dengan manusia, serta mulai mempelajari berbagai
keterampilan praktis. Dunia psikososial anak menjadi semakin kompleks dan
berbeda dengan masa awal anak. Relasi dengan keluarga dan teman sebaya
terus memainkan peranan penting.
Sikap sosial secara umum adalah hubungan antara manusia dengan
manusia yang lain, saling kebergantungan dengan manusia lain dalam berbagai
kehidupan bermasyarakat. Sedang pendapat lain mengatakan interaksi
dikalangan manusia; interaksi adalah komunikasi dengan manusia lain,
hubungan yang menimbulkan perasaan sosial yaitu perasaan yang mengikatkan
individu dengan sesama manusia, perasaan hidup bermasyarakat seperti saling
tolong menolong, saling memberi dan menerima, simpati dan antipati, rasa setia
kawan, dan sebagainya. Sumber tingkah laku prososial terdiri dari 2 bagian
yaitu: Endosentris dan Ekosortis

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Altruisme?


2. Apa komponen prilaku Altruisme?
3. Apa indikator prilaku Altruisme?
4. Apa Faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku Altruisme?
5. Apa Saja Implikasi Perkembangan Tingkah Laku Sosial Dengan
Konseling?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui Pengertian Altruisme


2. Mengetahui Komponen Prilaku Altruisme
3. Mengetahui Indikator Prilaku Altruisme
4. Mengetahui Faktor-Faktor yang mempengaruhi Prilaku Altruisme
5. Mengetahui Implikasi Perkembangan Tingkah laku Sosial Dengan
Konseling
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perilaku Altruisme

Masa akhir anak–anak merupakan suatu masa perkembangan dimana


anak–anak mengalami sejumlah perubahan–perubahan yang cepat dan
menyiapkan diri untuk memasuki masa remaja serta bergerak memasuki masa
remaja serta bergerak memasuki masa dewasa. Pada masa ini, mereka mulai
sekolah dan kebanyakan anak – anak sudah mempelajari mengenai sesuatu
yang berhubungan dengan manusia, serta mulai mempelajari berbagai
keterampilan praktis. Dunia psikososial anak menjadi semakin kompleks dan
berbeda dengan masa awal anak. Relasi dengan keluarga dan teman sebaya
terus memainkan peranan penting.
Sikap sosial secara umum adalah hubungan antara manusia dengan
manusia yang lain, saling kebergantungan dengan manusia lain dalam berbagai
kehidupan bermasyarakat. Sedang pendapat lain mengatakan interaksi
dikalangan manusia; interaksi adalah komunikasi dengan manusia lain,
hubungan yang menimbulkan perasaan sosial yaitu perasaan yang mengikatkan
individu dengan sesama manusia, perasaan hidup bermasyarakat seperti saling
tolong menolong, saling memberi dan menerima, simpati dan antipati, rasa setia
kawan, dan sebagainya. Sumber tingkah laku prososial terdiri dari 2 bagian
yaitu: Endosentris dan Ekosortis

1. Pengertian Altruisme
Altruisme merupakan istilah yang diambil dari kata autrui yang
merupakan Bahasa Spanyol yang mempunyai arti orang lain. Sedangkan
dalam bahasa Latin altruisme berasal dari kata alter yang berarti yang lain
atau lain. Dalam bahasa Inggris altruisme disebut altruism yang berarti
mementingkan kepentingan orang lain. Lebih jelasnya lagi dalam kamus
ilmiah menerangkan bahwa istilah altruisme mempunyai arti suatu
pandangan yang menekankan kewajiban manusia memberikan pengabdian,
rasa cinta, dan tolong-menolong terhadap sesama. Orang yang
mementingkan kepentingan orang lain dari pada kepentingan kepentingan
dirinya disebut altruis. Dan pandangan tentang mementingkan oranglain
disebut altruisme. Sedangkan sifat mengutamakan kepentingan oranglain
disebut altruistis/altruistik.
Jadi perilaku altruisme merupakan suatu sifat suka mempertahankan
juga mengutamakan kepentingan orang lain, cinta kasih yang tidak terbatas
pada sesama manusia, juga merupakan sifat manusia yang berupa dorongan
untuk berbuat jasa dan kebaikan terhadap orang lain. Altruisme merupakan
lawan dari egoisme dan membela sikap melayani tanpa pamrih kepada orang
lain, kesediaan berkorban demi kepentingan orang lain atau masyarakat
serta usaha mengekang keinginan diri demi cinta oranglain.
Menurut Auguste Comte (dalam Sarwono, 2002), altruisme berasal dari
bahasa Perancis, dan mendefinisikan altruisme berasal dari kata “alter” yang
artinya “orang lain”. Secara bahasa altruisme adalah perbuatan yang
berorientasi pada kebaikan orang lain. Auguste Comte juga membedakan
antara perilaku menolong yang altruis dengan perilaku menolong yang
egois. Menurutnya dalam memberikan pertolongan, manusia memiliki dua
motif, yaitu altruis dan egois. Kedua dorongan tersebut sama-sama ditujukan
untuk memberikan pertolongan. perilaku menolong yang egois tujuannya
justru mencari manfaat dari orang yang ditolong. Sedangkan perilaku
menolong altruis yaitu perilaku menolong yang ditujukan semata-mata
untuk kebaikan orang yang ditolong. Altruisme dapat didefinisikan sebagai
hasrat untuk menolong orang lain tanpa memikirkan kepentingan sendiri.
Lebih jelasnya lagi Myers. D.G. (2012), memaparkan bahwa altruisme
merupakan motif untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain tanpa sadar
untuk kepentingan pribadi seseorang. Orang yang altruistis peduli dan mau
membantu meskipun jika tidak ada keuntungan yang ditawarkan atau tidak
ada harapan akan mendapatkan kembali sesuatu. Altruisme adalah kebalikan
dari sifat egois, menolong dengan disertai mengharap keuntungan bukan
termasuk sifat altruis. Hal tersebut karena dengan mengharapkan suatu
timbal balik dari suatu tindakan menolong bukan tindakan yang semata-mata
untuk kebaikan orang yang ditolong melainkan mengharap upah kebaikan
untuk dirinya sendiri. Dengan kata lain tidak semua bentuk perilaku tolong
menolong dapat disebut sebagai altruis, namun perlu melihat motif (niat)
penolong dalam melakukan pertolongan kepada orang lain.
Altruisme menurut Arifin (2015), adalah pertolongan yang diberikan
kepada orang lain secara tulus, ikhlas dan benar-benar murni dari si
penolong tanpa mengharapkan imbalan sedikitpun, dan tidak memberikan
keuntungan apapun kepada diri si penolong dan tindakan ini dilakukan
secara sukarela dan ikhlas yang diberikannya kepada individu maupun
kelompok-kelompok yang membutuhkannya. Selain itu, altruisme dapat
menimbulkan respons positive feeling, seperti rasa kasih sayang dan empati.
Individu yang memiliki perilaku altruis, juga memiliki motivasi yang tinggi
untuk menolong orang lain yang sedang membutuhkan bantuan. Motivasi
altruistrik timbul dari dalam diri individu itu sendiri karena adanya alasan
internal yang ada dalam diri individu dan dapat memunculkan respon
perasaan positif atau positive feeling sehingga dapat memunculkan perilaku
untuk membantu orang lain. Dari beberapa pendapat diatas, dapat
disimpulkan bahwa altruisme adalah perilaku atau motif atau sikap untuk
menolong seseorang yang dilakukan secara ikhlas tanpa mengaharapkan
imbalan apapun (status sosial, materi, timbal balik dan tidak ada maksud-
maksud dari diri dalam penolong yang sifatnya untuk kepentingan diri
sendiri) sehingga tidak ada keuntungan yang didapat dari penolong tersebut
yang tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain dan kebaikan
orang lain.
2. Komponen Perilaku Altruisme
Myers dan Sampson (dalam Wahid, 2008) menyatakan bahwa
seseorang dapat memiliki kecenderungan altruisme bila di dalam dirinya
terkandung komponen-komponen sebagai berikut.
a. Adanya empati, yaitu kemampuan merasakan, memahami dan
peduli terhadap perasaan yang dialami orang lain.
b. Sukarela, yaitu tidak ada keinginan untuk mendapatkan imbalan.
Tindakan ini semata-mata dilakukan untuk kepentingan orang
lain, bahkan rela mengorbankan nilai-nilai kejujuran dan keadilan
yang ada pada dirinya.
c. Keinginan untuk memberi bantuan kepada orang lain yang
membutuhkan meskipun tidak ada orang yang mengetahui
bantuan yang telah diberikannya. Bantuan yang diberikan berupa
materi dan waktu.

Menurut Leed (dalam Wahid, 2008) suatu tindakan dapat disebut


perilaku altruisme apabila memenuhi tiga kriteria sebagai berikut.
a. Tindakan tersebut bukan kepentingan pribadi Perilaku yang
bersifat altruisme mengandung resiko tinggi bagi si pelaku. Pelaku
tidak mengharapkan imbalan materi, nama, kepercayaan, tidak
untuk menghindari kecaman dari orang lain, tidak untuk
memperoleh persahabatan dan keintiman. Tidakan ini semata-
mata ditujukan untuk kepentingan orang lain.
b. Tindakan tersebut dilakukan secara sukarela Sikap sukarela, yaitu
tidak adanya keinginan untuk mendapatkan imbalan apapun
kecuali semata-mata dilakukan untuk kepentingan orang lain.
Kepuasan yang diperoleh dari tindakan suka rela ini adalah semata-
mata ditinjau dari berhasil atau tidaknya bantuan yang dibeikan.
c. Hasilnya baik bagi yang menolong maupun yang ditolong Perilaku
altruisme tersebut sesuai dengan kebutuhan orang yang ditolong
dan si pelaku sendiri memperoleh internal reward atas
tindakannya. Seseorang berusaha memberikan bantuan kepada
orang lain semaksimal mungkin, supaya mendapatkan hasil yang
memuaskan.

3. Indikator Perilaku Altruisme


Menurut Einsberg dan Mussen (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003)
hal-hal yang termasuk dalam aspek perilaku altruisme adalah sebagai
berikut:
a. Sharing (memberi). Individu yang sering berperilaku altruis
biasanya sering memberikan sesuatu bantuan kepada orang lain
yang lebih membutuhkan dari pada dirinya.
b. Cooperative (kerjasama). Individu yang memiliki sifat altruis lebih
senang melakukan suatu pekerjaan secara bersama-sama, karena
mereka berfikir dengan berkerjasama tersebut mereka dapat lebih
bersosialisasi dengan sesama manusia dan dapat mempercepat
pekerjaannya.
c. Donating (menyumbang). Individu yang memiliki sifat altruis
senang memberikan sesuatu atau suatu bantuan kepada orang lain
tanpa mengharapkan imbalan dari orang yang ditolongnya.
d. Helping (menolong). Individu yang memiliki sifat altruis senang
membantu orang lain dan memberikan apa-apa yang berguna
ketika orang lain dalam kesusahan karena hal tersebut dapat
menimbulkan perasaan positif dalam diri si penolong.
e. Honesty (kejujuran). Individu yang memiliki sifat altruis memiliki
suatu sikap yang lurus hati, tulus serta tidak curang, mereka
mengutamakan nilai kejujuran dalam dirinya.
f. Generosity (Kedermawanan). Individu yang memiliki sifat altruis
memiliki sikap dari orang yang suka beramal, suka memberi derma
atau pemurah hati kepada orang lain yang membutuhkan
pertolongannya tanpa mengharapkan imbalan apapun dari orang
yang ditolongnya.

Menurut Cohen (dalam Nashori, 2008) ada tiga ciri-ciri perilaku


altruisme diantaranya:

a. Empati yaitu, kemampuan untuk merasakan perasaan yang dialami


oleh orang lain.
b. Keinginan memberi: yaitu, maksuda hati untuk memenuhi
kebutuhan oranglain.
c. Sukarela: yaitu, apa yang diberikan itu semata-mata untuk orang
lain, tidak ada keinginan untuk memperoleh imbalan.

Menurut Leeds (dalam Taufik, 2012) suatu tindakan dapat disebut


perilaku altruisme apabila memenuhi tiga kriteria sebagai berikut:

a. Tindakan tersebut bukan kepetingan pribadi.


b. Tindakan tersebut dilakukan secara sukarela.
c. Hasilnya baik bagi yang menolong maupun yang ditolong.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Altruisme


Menurut Sarwono (1999), terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi seseorang untuk melakukan tindakan altruisme kepada
orang lain, yaitu sebagai berikut:
a. Pengaruh Situasi (Eksternal) Pengaruh situasi merupakan
pengaruh eksternal yang diperlukan sebagai motivasi untuk
menimbulkan tindakan altruisme pada seseorang, yaitu:
1) Kehadiran orang lain. Faktor yang berpengaruh pada
perilaku menolong atau tindakan menolong orang lain yang
kebetulan berada bersama kita ditempat kejadian. Semakin
banyak orang lain, semakin kecil kecenderungan orang
untuk menolong. Begitu juga sebaliknya, orang yang
sendirian cenderung lebih bersedia menolong.
2) Menolong jika orang lain menolong. Sesuai dengan prinsip
timbal balik dalam teori norma sosial, adanya individu yang
sedang menolong oranglain akan lebih memicu kita untuk
ikut menolong.
3) Desakan waktu. Biasanya orang yang sibuk dan tergesa-gesa
cenderung untuk tidak menolong, sedangkan orang yang
santai lebih besar kemungkinannya untuk memberi
pertolongan kepada yang memerlukan.
4) Kemampuan yang dimiliki. Bila individu merasa mampu
dalam melakukan pertolongan, ia akan cenderung
menolong. Sebaliknya bila seseorang tidak memiliki
kemampuan untuk menolong, ia tidak akan melakukan
perbuatan menolong.
b. Pengaruh dari dalam diri individu (Internal) Pengaruh dari dalam
diri individu sangat berperan dalam perilaku individu dalam
menumbuhkan tindakan altruisme.

Terdapat beberapa pengaruh internal yang menjadi faktor altruisme


pada seseorang, yaitu sebagai berikut:

1) Empati. Empati adalah kontributor afektif yang penting


terhadap altruisme. Empati merupakan tanggapan manusia
yang universal yang dapat diperkuat atau ditekan oleh
pengaruh lingkungan. Manusia memiliki dorongan alamiah
untuk mengesampingkan motif pribadi dalam membantu
dan meringankan penderitaan orang lain.
2) Faktor personal dan situasional. Faktor personal dan
situasional sangat mungkin berpengaruh dalam perilaku
menolong, seseorang lebih suka menolong orang yang
disukainya, memiliki kesamaan dengan dirinya dan
membutuhkan pertolongan, faktor-faktor diluar diri suasana
hati, pencapaian reward pada perilaku sebelumnya dan
pengamatan langsung tentang derajat kebutuhan yang
ditolong.
3) Nilai-nilai agama dan moral. Faktor lain yang mempengaruhi
seseorang untuk menolong sangat tergantung dari
penghayatan terhadap nilai- nilai agama dan moral yang
mendorong seseorang dalam melakukan pertolongan.
4) Norma tanggung jawab sosial. Tanggung jawab sosial (sosial
responsibility norm) adalah keyakinan bahwa seseorang
harus menolong mereka yang membutuhkan pertolongan,
tanpa memperdulikan adanya timbal-balik.
5) Suasana hati. Orang lebih terdorong untuk memberikan
bantuan apabila mereka berada dalam suasana hati yang
baik.
6) Norma timbal balik. Satu kode moral yang bersifat universal
adalah norma timbal balik (reciprocity norm), yaitu bagi
mereka yang telah menolong kita, kita harus membalas
pertolongannya, bukan dengan kejahatan.

B. Pengertian prilaku Prososial


Perilaku prososial dapat diartikan tindakan yang menguntungkan orang
lain tetapi tidak memberikan keuntungan yang nyata bagi orang yang
melakukan tindakan tersebut. Perilaku prososial kadang-kadang dapat
melibatkan risiko di pihak orang yang memberikan bantuan. Istilah-istilah lain,
seperti perilaku menolong, amal kebajikan, dan volunterisme juga digunakan
untuk menggambarkan tentang hal-hal “baik” yang dilakukan orang untuk
memberikan bantuan yang dibutuhkan kepada orang lain.

Tingkah laku prososial adalah tingkah laku sosial positif yang


menguntungkan atau membuat kondisi fisik atau psikis orang lain lebih
baik, yang di lakukan atas dasar sukarela tanpa mengharapkan rewards
eksternal.

Terdapat beberapa pendapat para ahli psikologi tentang prilaku


prososial, diantaranya :

a. Sears dkk (1992) Mendefenisikan bahwa tingkah laku prososial


merupakan tingkah laku yang menguntungkan orang lain.
Menurut sears, tingkah laku prososial meliputi segala bentuk
tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong
orang lain, tanpa memperhatikan motif si penolong.
b. Sri Utari Pidada (1982) Mendefenisikan bahwa pilaku prososial
adalah suatu tingkah laku yang mempunyai suatu akibat atau
konsekuensi positif bagi patner interaksi, selain itu tingkah laku
yang bisa di klasifikasikan sebagai tingkah laku sosial sangat
beragam di mulai dari bentuk yang paling sederhana hingga yang
paling luar biasa.
c. Wispe (1981) Tingkah laku prososial adalah tingkah laku yang
mempunyai konsekuensi sosial positif yaitu menambah kondisi
fisik dan psikis orang lain menjadi lebih baik
d. Brigham (1991) (dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2003: 177)
Menyatakan bahwa wujud tingkah laku prososial meliputi : murah
hati (charity), persahabatan (friendship), kerja sama
(cooperation), menolong (helping), penyelamatan (rescuing) dll.
e. Bar-Tal (1976) Tingkah laku prososial merupakan tingkah laku
yang dilakukan secara sukarela, menguntungkan orang lain tanpa
anti sipasi reward eksternal, dan tindakan prososial ini tidak
dilakukan untuk dirinya sendiri.
f. Lead ( 1978 ) Menyatakan tiga kriteria yang menentukan tingkah
laku prososial (altruistic) yaitu:
1) Tindakan yang bertujuan khusus menguntungkan orang
lain tanpa mengharap reward eksternal
2) Tindakan yang dilakukan dengan sukarela
Tindakan yang menghasilkan hal yang positif

Wrightsman dan Deaux (1981) Mendefinisikan perilaku prososial


sebagai perilaku seseorang yang mempunyai konsekuensi sosial positif yang
ditujukan bagi kesejahteraan orang lain secara fisik maupun psikologis.

Baron dan Byrne (2004: 356) Menyatakan bahwa perilaku prososial


dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima, tetapi tidak
memiliki keuntungan yang jelas bagi pelakunya.

William (dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2003: 177) Membatasi perilaku


prososial secara lebih rinci sebagai perilaku yang memiliki intensi untuk
mengubah keadaan fisik atau psikologis penerima bantuan dari kurang baik
menjadi lebih baik, dalam arti secara material maupun psikologis.

Dari beberapa pendapat di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa


tingkah laku prososial adalah tingkah laku sosial positif yang menguntungkan,
yang ditujukan bagi kesejahteraan orang lain sehingga menjadikan kondisi fisik
dan psikis orang lain menjadi lebih baik, selain itu tindakan prososial dilakukan
atas dasar sukarela tanpa mengharapkan reward eksternal.

C. Sumber Prilaku Prososial


Masa akhir anak–anak merupakan suatu masa perkembangan dimana
anak–anak mengalami sejumlah perubahan–perubahan yang cepat dan
menyiapkan diri untuk memasuki masa remaja serta bergerak memasuki masa
remaja serta bergerak memasuki masa dewasa. Pada masa ini, mereka mulai
sekolah dan kebanyakan anak – anak sudah mempelajari mengenai sesuatu
yang berhubungan dengan manusia, serta mulai mempelajari berbagai
keterampilan praktis. Dunia psikososial anak menjadi semakin kompleks dan
berbeda dengan masa awal anak. Relasi dengan keluarga dan teman sebaya
terus memainkan peranan penting.
Sikap sosial secara umum adalah hubungan antara manusia dengan
manusia yang lain, saling kebergantungan dengan manusia lain dalam berbagai
kehidupan bermasyarakat. Sedang pendapat lain mengatakan interaksi
dikalangan manusia; interaksi adalah komunikasi dengan manusia lain,
hubungan yang menimbulkan perasaan sosial yaitu perasaan yang mengikatkan
individu dengan sesama manusia, perasaan hidup bermasyarakat seperti saling
tolong menolong, saling memberi dan menerima, simpati dan antipati, rasa setia
kawan, dan sebagainya. Sumber tingkah laku prososial terdiri dari 2 bagian
yaitu:
a. Endosentris
Sumber tingkah laku prososial berasal dari dalam diri
seseorang. Sumber endosentris merupakan keinginan untuk
mengubah diri dengan menampilkan self image. Secara
keseluruhan endosentris ini meningkatkan konsep diri (self -
concept), salah satu bentuk konsep diri adalah self-expectation
(harapan diri) yang berbentuk rasa bahagia, kebanggaan, rasa
aman, evaluasi diri yang positif.
Harapan diri muncul karena seseorang hidup di lingkungan
sosial, dimana dalam lingkungan sosial terdapat norma dan
nilai. Norma sosial di peroleh remaja melalui proses sosialisi
yang kemudian di internalisasikan sehingga menjadi bagian
dari diri remaja itu sendiri. Norma yang di internalisasikan
kedalam harapan diri (self-expectation) terdiri dari:
a) Norms of aiding (norma menolong), adalah norma sosial
untuk menolong orang lain yang membutuhkan.
b) Norm of social responssibility, adalah suatu norma sosial
yang dimana seorang individu menolong orang yang
membutuhkan pertolongan walaupun orang yang ditolong
tidak dapat membalas sama sekali.
c) Norm of giving, adalah norma sosial dimana seseorang
menolong dengan sukarela.
d) Norm of justice, adalah suatu norma sosial dimana tingkah
laku menolong didasarioleh norma keadilan yaitu
keseimbangan antar memberi dan menerima.
e) Norm of reciprocity, adalah suatu norma sosial dimana
seorang individu menolong orang lain karena merasa akan
mendapat imbalan.
f) Norm of equity, adalah suatu norma sosial dimana seorang
individu menolong orang lain karena pernah ditolong
sebelumnya.
b. Eksosentris
Eksosentris adalah sumber untuk memperhatikan
lingkungan eksternal yaitu membuat kondisi lebih baik dan
menolong orang lain dari kondisi buruk yang dialami. Orang
yang melakukan tindakan menolong karena mengetahui atau
merasakan kebutuhan, keinginan, dan penderitaan orang lain.
Hal ini dijelaskan oleh Piliavin bahwa tindakan menolong
terjadi karena:
a) Adanya pengamatan terhadap kebutuhan atau
penderitaan orang lain.
b) Adanya pengamatan terhadap penderitaan yang
dirasakan oleh orang lain, sehingga menimbulkan
motivasai untuk menguranginya

Menurut Derlega & Grzelak tingkah laku prososial bisa terjadi karena
adanya penderitaan yang dialami oleh orang lain, pertolongan yang diberikan
tidak mengharapkan reward eksternal. Selain itu prilaku prososial bisa terjadi
karena adanya interpedensi situasi, misalnya seorang suami yang menolong
istri di dapur. Pada dasarnya tingkah laku prososial terjadi karena adanya saling
ketergantungan antara si penolong dengan orang yang ditolong.

D. Faktor-Faktor yang mempengaruhi tingkah laku prososial


Tingkah laku prososial dipandang sebagai tingkah laku yang diperlukan
untuk mempertahankan kehidupan, melalui hal ini manusia menjalankan fungsi
kehidupan sebagai penolong dan yang ditolong.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan tingkah laku
prososial antara lain :
a) Orang Tua
Hubungan antara remaja dengan orang tua menjadi faktor
penentu utama dalam keberhasilan remaja berperilaku prososial
ketika berinteraksi di lingkungan sosial yang lebih luas. Keluarga
yang merupakan kelompok primer bagi remaja, memiliki peran
penting dalam pembentukan dan arahan perilaku remaja.
Hal-hal yang diperoleh dari lingkungan keluarga akan
menentukan cara-cara remaja dalam melakukan interaksi dengan
lingkungan sosial di luar keluarga. Menurut Ahmadi (1988)
keluarga merupakan lingkungan sosial pertama dalam kehidupan
remaja. Remaja belajar memperhatikan keinginan-keinginan orang
lain, belajar bekerjasama, dan menyatakan dirinya sebagai makhluk
sosial.
Cara bertingkah laku, dan sikap orang tua dalam keluarga
akan mempengaruhi suasana interaksi keluarga dan dapat
mengakibatkan ciri-ciri tertentu pada perkembangan kepribadian
remaja, orang tua adalah pemegang peranan penting dalam
pembentukan akhlak dan budi pekerti putra putrinya. Hal tersebut
karena waktu yang dimiliki remaja 75% dihasilkan di lingkungan
keluarga. Mengingat orang tua merupakan faktor penting dalam
pembentukan pribadi remaja maka cara yang digunakan dalam
mengasuh dan membimbing remaja tergantung pada sikap, pribadi
dan kemampuan yang dimiliki oleh orang tua remaja tersebut.

b) Guru
Selain orang tua, sekolah juga mempunyai pengaru yang
sangat besar terhadap perkembangan tingkah laku prososial. Di
sekolah guru dapt melatih dan mengarahkan tingkah laku prososial
anak dengan menggunakan teknik yang efektif.
Misalnya guru dapat menggunakan teknik bermain peran,
teknik ini melatih anak mempelajari situasi dimana tingkah laku
menolong di peroleh dan bagaimana melaksanakan tindakan
menolong tersebut.
Teknik bermain peran mengembangkan sensitivitas terhadap
kebutuhan orang lain dan menambah kemampuan role taking dan
empati. Di sekolah guru mempunyai kesempatan mengarahkan
anak dengan menganalisis cerita dalam bahasan yang berbeda.
c) Teman sebaya
Teman sebaya mempunyai pengaruh terhadap
perkembangan tingkah laku prososial khususnya pada masa
remaja. Ketika usia remaja kelompok ssial menjadi sumber utama
dalam perolehan informasi, teman sebaya dapat memudahkan
perkembangan tingkah laku prososial melalui penguatan,
pemodelan dan pengarahan.
d) Televisi
Selain sebagai hiburan, televisi merupakan sebagai agen
sosial yang penting. Melalui penggunaan muatan prososial, televisi
dapat mempengaruhi pemirsa. Dengan melihat program televisi
anak juga dapat mempelajari tingkah laku yang tepat dalam situasi
tertentu, televisi tidak hanya mengajarkan anak untuk
mempertimbangkan berbagai alternatif tindakan tapi juga anak
juga bisa mengerti dengan kebutuhan orang lain, membentuk
tingkah laku prososial dan memudahkan perkembangan empati.
e) Moral Dan Agama
Perkembangan tingkah laku prososial juga berkaitan erat
dengan aturan agama dan moral. Menurut Sears dkk (1992)
menyatakan bahwa aturan agama dan moral kebanyakan
masyarakat menekankan kewajiban menolong.
Pentingnya lingkungan terletak pada kontinuitas dan
kompleksitas stimulasi sosial dan kognisi yang dihadapkan pada
anak. Untuk tercapainya situasi yang seperti ini, diperlukan
lingkungan rumah tangga dan lingkungan sosial yang memadai dan
mampu menumbuhkan struktur kognitif individu.

Menurut Staub (1978) terdapat beberapa faktor yang mendasari seseorang


untuk bertindak prososial, yaitu:

a. Self-gain Harapan seseorang untuk memperoleh atau


menghindari kehilangan sesuatu.
b. Personal values and norms Adanya nilai-nilai dan norma sosial
yang diinternalisasi oleh individu selama mengalami sosialisasi
dan sebagian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan dengan
tindakan prososial.
c. Empathy Kemampuan seseorang untuk ikut merasakan
perasaan atau pengalaman orang lain. Kemampuan untuk
empati ini erat kaitanya dengan pengambilalihan peran. Jadi
prasyarat untuk mampu melakukan empati, individu harus
memiliki kemampuan untuk melakukan pengambilan peran.

Ada beberapa faktor personal maupun situasional yang menetukan


tindakan prososial. Ada tiga faktor yang mempengaruhi kemungkinan
terjadinya perilaku prososial, yaitu:

1) karakteristik situasional, seperti situasi yang kabur atau


samar-samar dan jumlah orang yang melihat kejadian.
2) karakteristik orang yang melihat kejadian seperti usia, gender,
ras, kemampuan untuk menolong.
3) karakteristik korban seperti jenis kelamin, ras, daya tarik.

Dengan demikian beberapa faktor yang termasuk dalam faktor


situasional yaitu:

a. Kehadiran Orang Lain


Penelitian yang dilakukan oleh Darley dan Latane kemudian
Darley dan Latane (1969) menunjukkan hasil bahwa orang yang
melihat kejadian darurat akan lebih suka memberikan pertolongan
apabila mereka sendirian daripada bersama orang lain. Sebab
dalam situasi kebersamaan, seseorang akan mengalami kekaburan
tanggung jawab.
c. Pengorbanan yang harus dikeluarkan
Meskipun calon penolong tidak mengalami kekaburan
tanggung jawab, tetapi bila pengorbanan (misalnya; uang, tenaga,
waktu, resiko terluka fisik) diantisipasikan terlalu banyak, maka
kecil kemungkinan baginya untuk bertindak prososial. Biasanya
seseorang akan membandingkan antara besarnya pengorbanan jika
ia menolong dengan besarnya pengorbanan jika ia tidak menolong.
Jika pengorbanan untuk menolong rendah, sedangkan jika
pengorbanan jika tidak menolong tinggi, tindak pertolongan secara
langsung akan terjadi. Jika pengorbanan untuk menolong tinggi dan
pengorbanan jika tidak menolong rendah, ia mungkin akan
menghindari atau meninggalkan situasi darurat itu. Jika keduanya
relatif sama tinggi kemungkinan ia akan melakukan pertolongan
secara tidak langsung, atau mungkin akan melakukan interpretasi
ulang secara kognitif terhadap situasi tersebut. Demikian pula
sebaliknya jika keduanya, baik pengorbanan untuk menolong atau
pun tidak menolong diinterpretasikan sama rendahnya, ia akan
menolong atau tidak tergantung norma-norma yang dipersepsi
dalam situasi itu.

d. Pengalaman dan Suasana Hati.


Seseorang akan lebih suka memberikan pertolongan pada
orang lain, bila sebelumnya mengalami kesuksesan atau hadiah
dengan menolong. Sedang pengalaman gagal akan menguranginya.
Demikian pula orang yang mengalami suasana hati yang gembira
akan lebih suka gembira. Sedangkan dalam suasana hati yang sedih,
orang akan kurang suka memberikan pertolongan.

e. Kejelasan Stimulus
Semakin jelas stimulus dari situasi darurat, akan
meningkatkan kesiapan calon penolong untuk bereaksi. Sebaliknya
situasi darurat yang sifatnya samar-samar akan membingungkan
dirinya dan membuatnya ragu-ragu, sehingga ada kemungkinan
besar ia akan mengurungkan niatnya untuk memberikan
pertolongan.

f. Adanya Norma - Norma Sosial.


Norma sosial yang berkaitan dengan tindakan prososial
adalah resipprokal (timbal balik) dan norma tanggung jawan sosial,
artinya seseorang cenderung memberikan bantuan kepada mereka
yang pernah memberikan bantuan kepadanya sehingga dengan ini
dapat dipertahankan adanya keseimbangan dalam hubungan
interpersonal. Biasanya didalam masyarakat berlaku pula norma
bahwa kita harus menolong orang yang membutuhkan
pertolongan. Masing-masing orang memiliki tanggung jawab sosial
untuk menolong mereka yang lemah.

g. Hubungan Antara Calon Penolong Dengan Si Korban


Makin jelas dan dekat hubungan antara calon penolong
dengan calon penerima bantuan akan memberi dorongan yang
cukup besar pada diri calon penolong untuk lebih cepat dan
bersedia terlibat secara mendalam dalam melakukan tindakan
pertolongan. Kedekatan hubungna ini dapat terjadi karena adanya
pertalian keluarga, kesamaan latar belakang atau ras.

E. Implikasi Perkembangan Tingkah Laku Sosial Dengan Konseling


Beberapa strategi yang dapat digunakan oleh guru pembimbing dalam
upaya membantu peserta didik dalam memperoleh tingkah laku interpersonal
yang efektif :
1) Mengajarkan keterampilan sosial dan strategi pemecahan msalah
sosial
2) Menggunakan strategi pembelajaran ynag kooperatif
3) Meningkatkan kesadaran siswa terhadap efektifitas keterampilan
sosial dengan mencerminkan keterampilan sosial tersebut.
4) Mengajak siswa untuk memikirkan dampak dari prilaku yang
mereka miliki
Dalam hal implikasi perkembangan tingkah laku prososial terhadap
konseling ini juga dapat dikaitkan dengan fungsi-fungsi konseling, selain itu
konselor atau guru pembimbing juga dapat bekerjasama dengan pihak terkait.

Sikap prososial, selayaknya dapat dimiliki oleh setiap kalangan


masyarakat. Sehingga, akan tercipta masyarakata yang damai, sejahtera, dan
aman serta memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
tingkah laku prososial adalah tingkah laku sosial positif yang
menguntungkan, yang ditujukan bagi kesejahteraan orang lain sehingga
menjadikan kondisi fisik dan psikis orang lain menjadi lebih baik, selain itu
tindakan prososial dilakukan atas dasar sukarela tanpa mengharapkan
reward eksternal.
Sumber tingkah laku prososial terdiri dari 2 bagian yaitu: endosentris
dan eksosentris. Pada dasarnya tingkah laku prososial terjadi karena
adanya saling ketergantungan antara si penolong dengan orang yang
ditolong.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan tingkah laku
prososial antara lain : orang tua, guru, teman sebaya, televisi, moral dan
agama

Menurut staub (1978) terdapat beberapa faktor yang mendasari


seseorang untuk bertindak prososial, yaitu: self-gain, personal values and
norms, dan empathy.

Tingkah laku prososial selalu berkembang sesuai perkembangan


manusia, ada 6 tahapan perkembangan tingkah laku prososial yaitu :
compliance & concret, defined reinforcement, compliance, internal initiative
& concret reward, generalized reciprocity, dan altruistic behavior.

Untuk melakukan pengukuran terhadap perilaku prososial dapat


dilihat melalui aspek aspek perilaku prososial. Menurut mussen (1989:
360) aspek-aspek perilaku prososial adalah sebagai berikut: berbagi,
menolong, memberi, dan kerjasama.

Beberapa strategi yang dapat digunakan oleh guru pembimbing dalam


upaya membantu peserta didik dalam memperoleh tingkah laku
interpersonal yang efektif : mengajarkan keterampilan sosial dan strategi
pemecahan masalah sosial, menggunakan strategi pembelajaran yang
kooperatif, meningkatkan kesadaran siswa terhadap efektifitas
keterampilan sosial dengan mencerminkan keterampilan sosial tersebut.
Mengajak siswa untuk memikirkan dampak dari prilaku yang mereka
miliki.

Adapun karakteristik kepribadian yang dapar mendorong tingkah


laku prososial, yakni: empati, komponen kognitif, kebutuhan untuk
disetujui, kepercayaan interpersonal, emosi yang positif, sosialibilitas dan
keramahan, tidak agresif, percaya akan dunia yang adil, tanggung jawab
sosial, locus of control internal, tidak adanya egosentris, generativitas atau
komitmen pada diri sendiri, bukan machiavellian, dan kesediaan untuk
bertindak.
B. SARAN
Sebagai calon guru BK, kita perlu mengetahui tentang pentingnya
penanaman sikap maupun perilaku prososial kepada siswa kita nantinya.
Sehingga, ketika kita telah menjadi guru BK kelak, kita sudah dapat
memberikan pelayanan kepada siswa terkait dengan perilaku prososial ini.
Kepada orang tua, perlu mengajarkan kepada anak – anaknya tentang
pentingnya penanaman moral terkait dengan perilaku prososial ini. Sehingga,
Ia dapat menjadi anggota masyarakat yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Desmita. 2007. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : PT


Remaja Rosdakarya.

Sjarkawi. 2008. Pembentukan kepribadian anak, peran moral,


intelektual, emosional, dan sosial sebagai wujud integritas membanguin jati
diri. Jakarta: Bumi Aksara

L, Zulkifli. 2006. Psikologi perkembangan. Bandung: Rosdakarya

Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai