Anda di halaman 1dari 18

 

EVAKUASI MEDIS DARAT


TBMM Panacea

1. PENDAHULUAN
Mobilisasi/evakuasi adalah upaya memindahan korban dari lokasi kejadian menuju ke
tempat yang aman, sampai akhirnya korban mendapatkan perawatan dan pengobatan.
Teknik mobilisasi yang benar dan efektif penting untuk dikuasai penolong agar korban
segera mendapat perawatan dan pengobatan di rumah sakit, tanpa memperburuk
keadaan korban atau menambah cedera baru.

2. KLASIFIKASI
Mobilisasi dapat diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan urgensinya, yaitu:
2.1. Emergency move
Tindakan yang dilakukan sebelum assessment/penilaian dan ketika bantuan
belum datang, di mana saat itu ada potensi bahaya dan penolong serta korban
harus dipindahkan ke tempat aman untuk menghindari bahaya atau kematian.
Ringkasnya, karakteristik emergency move yaitu cepat, tanpa dilakukan
stabilisasi spinal, dan ada potensi bahaya bagi korban maupun penolong.
Berikut adalah indikasi keadaan dilakukannya emergency move:
a. Munculnya api, ledakan, dan material berbahaya
b. Ketidakmampuan untuk melindungi pasien dari bahaya
c. Kesulitan untuk menilai kondisi korban dikarenakan posisi atau lokasi
korban

2.2. Urgent move


Tindakan pemindahan korban yang harus dilakukan secepatnya supaya
korban mendapatkan pengobatan dan perawatan lebih lanjut. Indikasi untuk
melakukan urgent move adalah jika korban perlu penanganan segera karena
kondisinya memburuk (seperti perubahan status mental, syok, dan penurunan
kesadaran). Selama proses pemindahan, penolong harus waspada terhadap
cedera spinal sehingga dapat dilakukan stabilisasi spinal terlebih dahulu

 
 

2.3. Non-urgent move


Tindakan yang dilakukan jika keadaan tidak mengancam kehidupan korban
dan korban stabil. Pada kondisi ini, mobilisasi dapat dilakukan setelah ada alat
atau ambulance. Tetap pastikan korban tidak mengalami cedera spinal.

3. PERENCANAAN MOBILISASI
3.1. Kenyamanan dan kondisi
Kenyamanan dan kondisi cedera harus menjadi pertimbangan utama dalam
memindahkan korban. Ada dua hal penting yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Pindahkan barang-barang yang bisa membahayakan korban. Bila tidak
memungkinkan, lakukan usaha memindahkan korban. Jangan
memindahkan korban seorang diri bila ada orang lain yang dapat
membantu.
b. Agar cedera korban tidak bertambah parah, tunggu sampai tenaga
terlatih datang karena penanganan yang tidak tepat dapat memperparah
cedera. Jangan coba angkat dan turunkan korban jika tidak dapat
mengendalikannya.

3.2. Pemilihan teknik mobilisasi


Harus sesuai dengan kondisi cedera, jumlah tenaga penolong, ukuran tubuh
korban, dan rute yang akan dilewati.

3.3. Pemilihan rute


Bila memungkinkan carilah rute dengan jarak terdekat dan rintangan minimal.
Kejadian nyeri punggung merupakan hal yang sering dikeluhkan EMT
(Emergency Medical Technician) akibat teknik mobilisasi yang salah1.
Sehingga penolong perlu memahami mekanika tubuh yang merupakan cara
paling efisien dan aman saat memobilisasi korban untuk mengurangi
kemungkinan cedera.

                                                                                                                       
1
 Collopy,  et  al.  2014.  Preventing  Back  Injuries  in  EMS.  EMSWorld.  
http://www.emsworld.com/article/11373351/back-­‐injuries-­‐and-­‐protection  diakses  pada  12  November  2016

 
 

a. Gunakan kaki sebagai tumpuan untuk mengangkat, bengkokkan lutut


untuk menopang berat korban
b. Posisikan kedua kaki dengan nyaman dan sedikit merengang
c. Letakkan beban serapat mungkin dengan tubuh penolong
d. Hindari membengkokkan punggung (tegakkan punggung sejajar
dengan telinga)
e. Utamakan menarik korban daripada mendorong, punggung tetap lurus
f. Selalu mulai dari posisi seimbang dan tetap jaga keseimbangan

Komunikasi dan koordinasi antarpenolong perlu dilakukan agar gerakan


serentak sehingga tidak menambah cedera pada korban;
a. Pikirkan kesulitan memindahkan sebelum mencobanya
b. Rencanakan pergerakan sebelum mengangkat
c. Perbaiki posisi dan angkat secara bertahap
d. Lakukan gerakan secara menyeluruh, serentak dan upayakan agar
bagian tubuh saling menopang

4. SYARAT KORBAN DAPAT DIMOBILISASI


Kecuali pada emergency move, berikut syarat-syarat korban boleh dimobilisasi;
a. Penilaian awal sudah dilakukan lengkap dan monitor terus keadaan
umum korban
b. Denyut nadi serta napas korban stabil dan dalam batas normal
c. Luka dan perdarahan yang ada sudah terkontrol
d. Patah tulang yang ada sudah tertangani dan diimobilisasi
e. Rute aman

 
 

5. METODE-METODE MOBILISASI
5.1. One-rescuer methods
Cara memosisikan korban yang tidak Teknik:
sadar untuk berdiri 1. Posisikan korban dalam posisi pronasi
a. Metode Reguler 2. Penolong berdiri membawahi korban
3. Masukkan tangan ke bawah dada korban,
kemudian kedua tangan saling mengunci
4. Angkat korban sambil mulai berjalan
mundur hingga lutut korban lurus dan kakinya
menapak
5. Jalan maju dan posisikan korban dalam
posisi berdiri dengan sedikit condong ke
belakang agar lutut tetap lurus
6. Jika lutut belum lurus ulang step 4 dan 5
7. Pegang salah satu pergelangan tangan
korban dan angkat lengannya. Gunakan tangan
penolong yang lain untuk menjaga korban
tetap dalam posisi berdiri
8. Penolong pindah ke depan korban melewati
bawah lengan korban, turunkan tangan korban,
kemudian penolong memegang pinggang
korban dengan kedua tangan

9. Penolong memosisikan kakinya di antara


kaki korban untuk melebarkan kaki korban
agar posisi berdirinya lebih stabil

 
 

1. Posisikan korban dalam posisi pronasi


b. Metode Alternatif
2. Penolong berlutut (pada 1 lutut) di depan
kepala korban
3. Letakkan tangan melewati bawah ketiak
hingga punggung korban
4. Penolong berdiri sambil mengangkat korban
hingga korban dalam posisi berlutut
5. Perlu diingat: jaga selalu kepala korban agar
tidak hiperekstensi
6. Tangan penolong turun hingga di atas
pinggang korban, kunci tangan, dan berdirikan
korban hingga lututnya lurus
7. Tangan korban turun hingga pinggang
korban dan posisikan badan korban agak
condong ke belakang untuk menjaga lutut
tetap lurus
8. Penolong memosisikan kakinya di antara
kaki korban untuk melebarkan kaki korban
agar posisi berdirinya lebih stabil

c. Human Crutch Metode ini dilakukan untuk korban yang


sadar dan lukanya tidak terlalu serius (dapat
berjalan dengan dipapah).
Prosedur: penolong berdiri di samping bagian
yang sakit (kecuali pada cedera ekstremitas
atas), lingkarkan tangan penolong pada
pinggang korban, kalungkan lengan korban
pada leher penolong, lalu genggam
pergelangan tangan korban dengan tangan
lain. Kaki korban yang sakit ditumpukan pada
kaki penolong, lalu jalan secara perlahan
mengikuti langkah korban.
Human crutch bisa juga dimodifikasi untuk

 
 

dua penolong.

d. Drag Carry/Clothes Drag/ Shoulder Dilakukan pada korban yang ditemukan


Pull dengan posisi telentang atau duduk. Kepala
korban tersokong selama mobilisasi. Namun
penolong harus memfleksikan pinggang dan
lutut, sehingga tidak nyaman jika jangka
waktu lama.
Prosedur: letakkan tangan di bawah bahu
korban (atau melewati ketiak) dan genggam
baju di setiap sisi, sokong kepala di antara
lengan bawah penolong. Kemudian tarik
korban secara perlahan ke tempat aman
dengan memfleksikan lutut dan pinggang,
usahakan arah tarikan lurus.
e. Blanket Drag/Blanket Pull Digunakan untuk korban sadar maupun tidak
sadar. Lantai dalam kondisi licin dan bebas
hambatan. Tidak untuk pasien cedera servikal
dan fraktur pada ektremitas atas serta
scapulae. Tujuan dialasi selimut/matras adalah
mengurangi gesekan jadi penolong lebih
mudah memobilisasi korban.
Prosedur: taruh selimut/matras di bawah tubuh
korban. Korban diletakkan dengan posisi
kepala kurang lebih 70 cm dari ujung atas
selimut. Balut tubuh korban dengan bagian
sisa selimut. Cara penarikan seperti pada drag
carry.
f. Firefighter’s Drag Metode untuk memobilisasi korban melalui
lorong sempit. Pastikan lantai/tanah rata, tidak
ada hambatan. Jangan dilakukan pada korban
yang diduga mengalami cedera kepala/spinal,
fraktur ekstremitas atas maupun scapulae.
Prosedur: tangan korban diikat dan

 
 

digantungkan di leher penolong. Cegah kepala


korban agar tidak terseret di tanah dengan
menggantungkannya.
g. Removal Downstairs Jangan dilakukan pada korban yang diduga
mengalami cedera kepala/spinal atau patah
tulang. Gunakan matras sebagai alas korban
jika tersedia.

h. Firefighter’s Carry Teknik ini digunakan untuk mobilisasi jarak


jauh. Dibutuhkan penolong yang kuat, bisa
juga dibantu asisten. Prosedur:
1. Kaitkan kedua siku di bawah ketiak
korban
2. Angkat korban secara perlahan dengan
kedua lengan untuk menopang berat korban
3. Gunakan tangan yang dominan untuk
memfiksasi korban (dalam gambar, tangan
dominan adalah tangan kanan). Lalu,
gunakan tangan kiri untuk mengenggam
tangan kanan korban, kemudian gantungkan
tangan korban pada bahu
4. Posisikan punggung tegak untuk
meletakkan korban di atas bahu, kemudian
selimuti bagian belakang lutut korban
dengan tangan kanan
5. Naikkan dan angkat paha korban
setinggi bahu kanan penolong. Penolong
memegang lutut serta tangan kanan korban
dengan tangan kanannya.

 
 

i. Pick-a- Back/Piggy Back Carry Jika cedera pada korban membuat firefighter’s
carry tidak mungkin untuk dilakukan, teknik
ini menjadi alternatifnya.
Jangan diaplikasikan pada pasien yang tidak
sadar, luka lengan, serta korban yang lebih
berat daripada penolong.
Prosedur: penolong berjongkok membelakangi
korban, minta korban mengalungkan
lengannya ke leher penolong. Angkat korban
secara perlahan, tangan penolong menyangga
korban pada paha. Usahakan agar punggung
penolong tetap lurus.
j. Cradle Carry/One Person Lift Dilakukan pada korban yang sadar dengan
berat lebih ringan dari penolong serta hanya
mengalami cedera minimal. Biasanya untuk
korban anak-anak.
Prosedur: penolong jongkok atau melutut
disampingkorban, satu lengan ditempatkan di
bawah paha korban dan lengan lainnya
melingkari punggung. Korban dipegang
dengan mantap dan didekapkan ke tubuh,
penolong berdiri dengan meluruskan lutut dan
pinggul.
Cradle carry dapat dimodifikasi jika ada dua
penolong, yaitu two handed seat carry, three
handed seat carry, atau four handed seat
carry.
k. Pack-strap Carry Ketika firefighter carry tidak aman digunakan,
metode ini lebih disarankan untuk jarak jauh
daripada cradle carry. Dapat dilakukan pada
korban yang tidak sadar.
Prosedur:
1. Letakkan kedua lengan korban melewati

 
 

pundak penolong
2. Silangkan dan pegang pergelangan tangan
korban
3. Tarik lengan korban mendekati dada
penolong
4. Lutut dan pinggang agak difleksikan
5. Seimbangkan berat korban di pinggang
5.2. Two-rescuer methods
a. Chair Lift Mobilisasi dengan kursi bisa digunakan untuk
korban sadar maupun tidak, tanpa cedera
kepala/spinal. Metode ini bagus untuk
mobilisasi korban melalui
tangga/turunan/naikan.
Prosedur:
1. Dudukkan korban di kursi (gunakan
kursi yang kuat, bukan kursi lipat atau kursi
plastik)
2. Penolong yang dekat kepala korban
memegang bagian belakang kursi, penolong
di depan memegang kaki kursi
3. Jika korban sadar, mintalah untuk
bersedekap. Jika tidak sadar, ikat kedua
tangan korban di depan dadanya sebagai
proteksi.
4. Angkat kursi dengan komando dari
penolong yang dekat dengan kepala,
miringkan sedikit kursi ke belakang.
b. Two-handed Seat Carry Metode ini digunakan untuk mobilisasi jarak
jauh. Korban dapat sadar maupun tidak, tetapi
tidak dapat berjalan atau menopang tubuh
bagian atas. Posisikan tangan seperti pada
gambar. Jika memungkinkan, gunakan sarung
tangan untuk melindungi tangan penolong dari

 
 

kuku penolong lain.


Prosedur:
a. Angkat korban dengan kedua penolong
berjongkok di sisi kanan dan kiri korban.
b. Kedua penolong meletakkan tangan di
belakang bahu dan lutut korban (seperti
pada gambar).
c. Penolong memegang pergelangan tangan
penolong lainnya.
d. Setelah yakin kuat, dari posisi jongkok,
penolong berdiri dengan komando dari
salah satu.
e. Korban menghadap ke depan (ke arah
tujuan).
c. Three-handed Seat Carry Prosedur hampir sama pada two handed seat
carry. Perbedaannya adalah satu penolong
menggunakan kedua tangannya untuk alas.

d. Four-handed Seat Carry Untuk mobilisasi pasien sadar dengan tangan


dan lengan sebagai penopang.

e. Fore and Aft Carry Sangat cocok untuk mobilisasi korban yang
tidak sadar.
Prosedur:
Korban dalam posisi duduk. Penolong satu
berada di antara kedua paha korban
menghadap depan sambil memegang bagian
bawah lutut korban. Penolong dua berada di

 
 

belakang memegang korban dari ketiak.


Pengangkatan korban dilakukan berbarengan
atau dapat pula bergiliran dari
penolong belakang diikuti penolong depan
dengan jeda sementara.
Agar tidak mengganggu, kedua pergelangan
tangan korban dapat diikat di depan dada.
Penolong yang berada di depan korban dapat
memunggungi maupun menghadap korban.
Usahakan penolong yang lebih tinggi berada
pada bagian kepala korban.
Modifikasi dapat dilakukan dengan
mengangkat pada kedua pergelangan kaki
dengan satu tangan, sehingga akan
memudahkan penolong ketika perlu membuka
pintu, dll.

5.3. Multi-rescuer methods


a. Hammock Carry Metode ini bisa digunakan oleh tiga penolong
atau lebih. Anggota yang paling kuat berada di
sisi dengan jumlah penolong yang paling
sedikit (jika jumlah ganjil).
Prosedur:
1. Lewatkan tangan di bawah korban, lalu
pegang pergelangan tangan penolong yang
berlawanan.
2. Penolong di ujung-ujung hanya
berpegangan pada salah satu pergelangan
tangan penolong di hadapannya. Tangan
yang bebas digunakan untuk mendukung
kepala korban (untuk penolong di dekat

 
 

kepala) dan kaki/lengan korban (untuk


penolong di dekat kaki).
3. Dengan komando penolong yang paling
dekat dengan kepala korban, penolong
kemudian mengangkat korban setinggi lutut
(masih berjongkok, lutut pada kaki yang
dominan untuk menopang korban).
Kemudian, posisi pegangan pada
pergelangan tangan diubah ke bagian atas
lengan bawah.
4. Penolong mengangkat korban setinggi
pinggang sembari berdiri.
5. Mobilisasi dimulai dan pertahankan posisi
korban agar tetap sesuai aksis punggungnya.

5.4. Metode evakuasi dengan alat


Metode untuk memindahkan korban
ke alat:
a. Untuk memindahkan korban ke Minimal dilakukan oleh 3 penolong.
alat yang letaknya lebih tinggi
daripada tubuh korban Teknik: posisi penolong (minimal 2) jongkok
dan bertumpu pada satu lutut di samping
korban. Tangan penolong dilewatkan bagian
bawah tubuh korban. Kemudian dengan aba-
aba, korban diangkat dan agak diletakkan di
lutut penolong dengan posisi seperti dipeluk.
Penolong ketiga bertugas
mendorong/memosisikan tandu di tempat awal
korban berbaring.

 
 

b. Untuk memindahkan korban ke Pada kasus cedera spinal, digunakan teknik


alat yang dapat menyesuaikan logroll dengan tujuan memindahkan korban
dengan posisi korban (pada kasus tanpa menggerakkan vertebra atau istilah
cedera spinal) : logroll lainnya adalah inline immobilisation (posisi
leher dan batang badan harus segaris, amankan
leher dengen neck collar atau yang sejenis
(sandal bag), jika tidak tersedia dapat
diamankan dengan dipegang).
Selain untuk mempermudah proses
memindahkan korban ke alat (karena alat yang
menyesuaikan posisi korban), logroll juga
digunakan untuk memeriksa bagian bawah
tubuh korban.
Minimal dilakukan oleh 3 penolong.

Teknik:
Jika dilakukan oleh empat penolong;
1. Satu penolong memfiksasi kepala-leher dan
koordinasi roll
2. Dua penolong membalikan dada, panggul,
dan anggota gerak ke satu sisi. Posisi tangan
bisa lurus maupun disilang antarpenolong.
3. Satu penolong terakhir memosisikan alat di
belakang punggung korban.
c. The Scoop Stretcher Tidak digunakan untuk mobilisasi pada cedera
spinal. Dapat digunakan untuk mobilisasi pada
lorong/tempat sempit. Ada dua cara
penggunaan:
1. Seperti pada gambar
2. Stretcher dipisahkan menjadi dua
bagian, kemudian pasien di-logroll ke salah
satu sisi, the scoop stretcher ditempatkan
sepanjang aksis pasien. Proses ini diulang

 
 

untuk sisi satunya.


Bagian yang sempit merupakan bagian untuk
kaki. Panjang scoop stretcher dapat
disesuaikan dengan tinggi korban.
d. Long Spinal Board Long spinal board digunakan pada korban
dengan cedera spinal. Metode ini dikerjakan
sekurang-kurangnya oleh tiga penolong.
Teknik: setelah dilakukan logroll, spinal
board ditempelkan ke punggung korban.
Kemudian kembalikan korban keposisi semula
dengan menggunakan spinal board sebagai
tumpuan punggung.

e. Tandu Improvisasi
ü Dari baju/jaket

ü Dari selimut/ponco

 
 

6. PEDOMAN PENGANGKUTAN BEREGU


MENGGUNAKAN TANDU
Dalam sebuah operasi penolongan, kita sering ditugaskan sebagai satu regu. Untuk
menyeragamkan sikap dan tindakan dalam pelaksanaan pertolongan pertama dalam
pengangkutan beregu, perlu diperhatikan pedoman pelaksanaan angkutan beregu:
a. Idealnya, tiap regu terdiri dari lima anggota dengan satu ketua,
b. Posisi korban saat diangkut adalah berbaring di atas tandu atau posisi
lain sesuai kondisi dan indikasi korban dengan kaki menghadap ke
depan, kecuali saat:
ü melewati pagar/tembok penghalang
ü memasukkan korban ke ambulans
ü melewati gorong-gorong
ü naik tebing (jalan naik)
ü melewati jalan sempit dengan angkutan tanpa alat
ü melewati sungai yang arah arusnya berlawanan

c. Saat berjalan sebaiknya langkah penolong disamakan sehingga teratur


dan ritmis. Untuk itu, dalam mengawali setiap perjalanan langkah
harus seragam dan bersamaan. Para anggota harus mengetahui aba-aba
yang akan digunakan (tanah-lutut-pinggang-bahu atau tanah-
pinggang, dll).

arah jalan

 
 

NB : Keterangan gambar di atas: (mobilisasi korban pada daerah


yang datar)
- Penolong 1 bertugas sebagai pengecek rute dan penunjuk jalan
- Penolong 4 sebagai ketua yang memberi komando kepada
penolong 2, 3, dan 5
- Penolong 6 bertugas membawakan barang bawaan korban dan
penolong lainnya.

Untuk korban cedera spinal, diperlukan teknik khusus untuk imobilisasi dan mobilisasinya
seperti yang telah dijelaskan di atas. Perlu dicurigai cedera spinal jika;
ü Terdapat cedera supraclavicula
ü Terdapar multiple trauma
ü Pernapasan paradoksal

 
 

ü Korban jatuh dari ketinggian dan kecelakaan dengan kecepatan


tinggi
ü Kelumpuhan anggota gerak

 
 

DAFTAR PUSTAKA

BPP Diklat PTBMMKI. 2016. Kurikulum Pendidikan dan Latihan PTBMMKI


Collopy, et al. 2014. Preventing Back Injuries in EMS. EMS World.
http://www.emsworld.com/article/11373351/back-injuries-and-protection diakses pada 12
November 2016
Lifting and Moving Patients dalam http://emt-training.org/lifting-moving.php

Limmer, et al. 2009. Emergency Care 11th Edition. New Jersey: Pearson Education Inc.
https://www.triton.edu/uploadedFiles/Content/Current_Students/Departments/Academic/S
chool_of_Health_Careers_and_Public_Service_Programs/Emergency_Medical_Technolo
gy/William_Justiz_B.S.,_NREMT-P/EMS_131/EMS_131_Chapter_5.pdf diakses pada 12
November 2016
Medical Training Resources
http://www.medtrng.com/cls2000a/lesson_16_transport_a_casualty.htm,
http://www.medtrng.com/cls/lesson_15_2.htm
Natural Disaster Organization. Disaster Rescue - Australian Emergency Manual dalam
http://www.nzdl.org/gsdlmod?e=d-00000-00---off-0aedl--00-0----0-10-0---0---0direct-10--
-4-------0-1l--11-en-50---20-about---00-0-1-00-0--4----0-0-11-10-0utfZz-8-
00&a=d&c=aedl&cl=CL1.1&d=HASH01df7e8d840f67b4d60dc01b.9 diakses pada 13
November 2016
University of South California. CERT Lifts and Carries dalam
https://adminopsnet.usc.edu/sites/default/files/all_departments/FireSafetyEmergPlanning/C
ERTLiftsandCarries.pdf

Anda mungkin juga menyukai