Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH TEKNOLOGI KESEHATAN I

ENDOSKOPI SALURAN CERNA

Dosen pangampu : Ns.Priyanto, S.Kep.,M.Kep.,Sp.KMB

Disusun oleh :

Nama : Alfiatur Rohmah

NIM : 010114A008

Prodi : PSKep A (semester 3)

STIKES NGUDI WALUYO

UNGARAN

2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyusun makalah
respirasi ini dengan tepat waktu. Dalam makalah ini saya akan membahas
mengenai “Endoskopi Saluran Cerna”.

Makalah ini telah saya buat dari berbagai sumber dan beberapa bantuan
dari berbagai pihak untuk menyelesaikan tantangan dan hambatan selama
mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.

Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada


makalah ini. Oleh karena itu saya mengharap kritik dan saran dari pembaca yang
dapat membangun dan menyempurnakan proposal selanjutnya. Akhir kata semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Salatiga, 27 Desember 2015

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemeriksaan endoskopi pada awalnya merupakan pemariksaan


penunjang dalam mendiagnosis kelainan-kelainan organ di dalam tubuh.
Bidang ilmu gastroenterologi dan hepatologi sangat berkembang pesat
dengan ditemukanya alat endoskopi,terlebih dengan ditemukanya alat
endoskopi lentur (flexible endoscope/fiberscope) dan video endoscope
(skop evis).

Dengan ditemukanya skop lentur pandamg samping (side view)


dapat dilakukan pemeriksaan endoscopic retrogade cholangiopancreato
graphy (ERCP) untuk mendiagnosis kelainan bilier dan pada pankreas.
Untuk mendiagnosis kelainan hati, peritoneum, dan rongga abomen
dikembangkan pemeriksaan peritoneoskopi.

Perkembangan mutakhir terbaru, untuk memeriksa kelainan di usus


halus telah ditemukan dan dikembangkan pemeriksaan endoskopi tidak
dengan selang endoskop tetapi dengan capsul yang disebut emdoskop
kapsul.

Dengan pemeriksaan endoskopi ini kelainan-kelainan di saluran


antara lain esofagus, gaster, duodenum, jejunum, ileum, kolon, saluran
bilier, pankreas, dan hati dapat dideteksi lebih mudah dan tepat. Dalam
perkembanganya, selain digunakan untuk diagnostik, alat endoskop juga
dipakai untuk tindakan terapeutik yang dapat dideteksi lebih mudah dan
tepat. Dalam perkembanganya,selain digunakan untuk diagnostikalat
endoskop yaitu skleroterapi atau ligasi varises, hrmostastik perendoskopik
pada perdarahan akut, skleroterapi atau ligasi hemoroid, sfigterotomi
papila viteri, ekstraksi batu bilier perendoskopik waktu ERCP,
pemasangan stent bilier/pankreas watu ERCP, dilatasi stenosis saluran
cerna, dll.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari endoskopi ?
2. Apa saja jenis-jenis endoskopi ?
3. Bagaimana perkembangan atau sejarah endoskopi di luar dan di dalam
negeri ?
4. Bagaimana jenis-jenis pemeriksaan endoskopi ?
5. Apa indikasi dan kontraindikasi endoskopi ?
6. Bagaimana peran perawat dalam menyiapkan pasien endoskopi ?
7. Apa komplikasi dari tindakan endoskopi ?

C. Tujuan
1. Mengatahui pengertian endoskopi.
2. Mengetahui jenis-jenis endoskopi.
3. Mengetahui perkembangan endoskopi di luar dan dalam negeri.
4. Mengetahui jenis-jenis pemeriksaan pemeriksaan endoskopi.
5. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi endoskopi.
6. Mengetahui peran perawat dalam menyiapkan pasien endoskopi.
7. Mengetahui komplikasi dari tindakan endoskopi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Endoskop yaitu suatu alat yang digunakan untuk memeriksa organ


di dalam tubuh manusia visual dengan cara mengintip dengan alat tersebut
(rigid/fiber-skop) atau langsung melihat pada layar monitor (skop Evis),
sehingga kelainan yang ada pada organ tersebut dapat dilihay dengan jelas.

Pemeriksaan endoskopi adalah pemeriksaan penunjang yang


memakai alat endoskop untuk mendiagnosis kelainan-kelainan organ di
dalam tubuh antara lain saluran cerna, saluran kemih, rongga mulut,
rongga abdomen, dan lain-lain.

Esofagoskopi yaitu pemeriksaan endoskopi untuk mendiagnosis


kelainan di esofagus. Gastroskopi yaitu pemeriksaan endoskopi untuk
mendiagnosis kelainan di lambung. Duodenoskopi yaitu pemeriksaan
endoskopi untuk mendiagnosis kelainan di duodenum. Enteroskopi yaitu
pemeriksaan endoskopi untuk mendiagnosis kelainan di usus halus.
Kolonoskopi yaitu pemeriksaan endoskopi untuk mendiagnosis kelainan
di kolon/usus besar. Endoskopi kapsul yaitu pemeriksaan endoskopi
menggunakan endoskop bentuk kapsul untuk mendiagnosis kelainan di
usus halus.
B. Jenis-jenis endoskopi
1. Endoskopi kaku (rigidscope)
2. Endoskopi lentur (fiberscope)
3. Video endoskopi (Evis scope)
4. Endoskop kapsul (capsule endoscope)
C. Sejarah Endoskopi

1. Sejarah di Luar Negeri


a. Periode I (1795-1932)

Yaitu periode endoskop kaku atau straight rigid tube, di


awali sarjana Bozzini tahun 1795.waktu itu endoskop
digunakan untuk memeriksa rectum dan uterus. Sarjana
tersebut membuat suatu alatdari logam dengan diberi
penyinaran lilin. Sinar dari lilin, diganti dengan penyinaran
lampu yang memakai alkohol pada tahun 1853. Tahun 1868,
Kusmaull pertama kali membuat gastroskopidari logam yang
dilengkapi lampu dan kaca yang memantulkan cahaya (straight
rigid grastroscope). Lalu gastroskoptersebut disempurnakan

Endoskopi kaku

oleh Mikulicz pada tahun 1881, dengan membuat lekukan di


ujungnya sebesar 30 derajat, sehingga dapat digunakan untuk
memeriksa isi lambung lebih sempurna dan disebut rigid
elbowed gastroscope. Perkembangan tidak hanya mengenai
bentuk endoskop saja, tetapi penyinaranya. Pada tahun 1906
penyinaran memakai listrik. Ronsenheim mempelopori pertama
kali menggunakan lampu listrik untuk iliminasi gastroskop.
Bevan pada tahun 1868 pertama kali menggunakan endoskopi
untuk mengambil benda-benda asing dan untuk melihat
kelainan di esofagus. Alat endoskop yang digunakan untuk
memeriksa rectum sigmoid pertama kali di kembangkan oleh
Tuttle tahun 1902. Peritoneoskopi pertama kali dikembangkan
oleh Ott pada tahun 1901, dan disebut celioscopy. Ia
menggunakan speculum vagina ke dalam rongga perut melalui
insisi. Cara memeriksa rongga perut diikuti oleh Kelling pada
tahun yang sama dengan menggunakan sistoskop.

b. Periode II (1932-1958)

Pada periode ini Schinder W membuat semiflexible


gastroscpe pertama kali tahun 1932. Alat tersebut semi lentur
dan mempunyai lensa ganda dengan jarak yang sangat pendek.
Pada tahun 1939, Henning membuat modifikasi lensanya, dan
bagian yang kaku dibuat lebih kecil, sehingga memudahkan
pemeriksaan. Erder Palmer pada tahun 1941 membuat
gastroskop dengan diameter 9mm. Pada tahun1948 Benedic
membuat gastroskop yang dilengkapi dengan alat biospi. Yang
melakukan pemotretan pertama kali adalaj Henning dengan
memakai gastroskop shindler dan film hitam putih. Tahun 1948
dilakukan dengan film berwarna oleh Henning dan Keilhack,
Segal & Watskin. Tahun 1950 Uji membuat gastrokamera
dengan menggunakan microfilm yang dapat dimasukkan ke
dalam gastroskop.
c. Periode III
Periode ini deipelopori oleh Hirschowitz yang pertama kali
mendmonstrasikan gastroduodenal fiberscope buatan ACMI.
Berkas-berkas cahaya yang terdapat pada alat tersebut
dipantulkan oleh fibelglass dengan diameter 0,0006 inci atau ±
14U. Di dalam satu budle dengan diameter ± 0,25 inci terdapat
150.000 fiberglass.dengan ditemukanya gastroduodenal
fiberscope Hirschowitz ini, mulai terlihat kemajuan di bidang
endoskopi, karena pemakaianya lebih mudah dan lebih aman.
Pada kongres International Gastroenterologi do
Washingtontahun 1958, telah dilaporkan hasil foto berwarna,
oleh Takasa dan Ashinawa yang menggunakan microfilm
berwarna di gastrokamera. Kemudian Olympus Co dari Jepang
membuat gastrokamera yang digabung dengan fibercope, yang
disebut GTF (1962), dan kemudian menggalami perbaikan dan
disebut GTF (1965). Sejak tahun 1970 di Jepang telah dapat
dilakukan pemeriksaan endoskopi di TV (Television
endoscope), dengan maksud mempermudah pendidikan. Sejak
tahun 1963 olleh ACMI dibuat sigmoidosopiserat optik dengan
panjang 50-60 cm untuk memeriksa sampai kolon transversum,
dan kolonoskop serat optik yang panjangnya 185 cmuntuk
memeriksa daerah sekum. Alat ini pertama kali diperkenalkan
tahun 1968.

Peritoneoskop mengalami banyak perubahan setelah


ditemukanya endoskop serat optik. Pada waktu 5st Asian Pasific
Congress of Gastroenterologi di Singapura 976 telah dilaporkan
dan di pamerkan laparoskop kecil buatan Olympus yang dapat
digunakan untuk memeriksa pasien dibangsal.

Perkembangan lebih lanjut telah dilaporkan penggunaan


video-endoskop pada tahun 1984, yang prinsipnya berbeda
dengan fiberoptic endoscope. Alat ini menggunakan teknologi
mikroelektronic maju untuk menghasilkan endoskopik video-
emage yang besar dan mempunyai resolusi tinggi pada monitor
televisi. Image ini dapat direkam dan dilihat serentak oleh
beberapa tempat, tanpa kehilangan ketajaman karena
pengamatan image. Pada sistem ini ada 3 komponen dasar yang
penting yaitu endoskop mikroelektronik,video-prosesor dan
video monitor. Keuntungan alat ini tidak menggunakan serat
optik yang secara alamiah dapat memburuk, sesuai dengan
umurnya.

Tindakan terapeutik banyak dilakukan di luar negeri mulai


dari pengambilan benda asing, skleroterapi endoskopik (1939
oleh Grafoord dan Frenchner), laser argon (1975 oleh Dawyer
dkk.), polipeptomi kolon (1973 oleh Wolff dan Shinya).
Koch dkk. (1975) melakukan percobaan Endoscpic Retrogade
Spinchterotomy (ERS) pada anjing. Cara ini lalu berkembang
dan dilakukan pada manusiauntuk mengeluarkan batu disaluran
empedu utama atau dimanfaatkan penghisapan cairan empedu.
Selanjutnya sfingterotomi disebut papilotomi endoskopik.
Sejak detemukanya endoskop serat optik, diproduksi juga
enteroskop serat optik yang panjang yang dapat memeriksa
kelainan-kelainan di usus halus. Beberapa senter di Jepang
mengawali pemeriksaan push enteroscopy menggunakan
enteroskop tersebut untuk memeiksa usus halus, yang lalu
diikuti oleh beberapa negara maju lainya. Setelah era video
endoskopi, enteroskopi di[roduksi sesuai sistem video
endoskopi. Akhir-akhir ini di Jepang dibuat lagi enteroskop
memakai balon yang disebut double balloon enteroscope untuk
memeriksa kalainan usus halus.
Sejak tahun 2000 ditemukan dan dikembangkan pemeriksaan
endoskopi kapsul tanpa selang dan tanpa kabel, menggunakan
kapsul endoskop yang digunakan untuk memeriksa kalainan
usus halus.

2. Sejarah di Da;am Negeri

Perkembangan endoskop di Indinesia hampir mirip dengan


perkembangan di liar negeri, yaitu juga diawali dengan endoskop
kaku.

Endoskop kaku yang pernah di pakai yaitu


rektosigmoisdoskop yang semula banyak dipakai di bidang bedah.
Pada tahun 1958, mempelopori penggunaan laparoskopi di Indonesia.
Endoskop setengah lentur pertama kali pada tahun 1967 digunakan di
Indonesia oleh Simadibrata. Selanjutnay dilaporkan hasil pemeriksaan
gastroskop lentur (Olympus GTFA) oleh Supandiman di Bandung
(tahun 1971). Sajak itu semakin banyak laporan hasil pemakaian
endoskop lentur di Indonesia, apalagi setelah didirikan Perhimpunan
Endoskopi Gastrointestinal Indonesia (PEGI) pada tahun 1974 Pang.

Kolonoskopi lentur digunakan pertama kali sejak Oktober


1973 oleh Hilmy dkk. Tindakan polipektomi endoskopik juga
dilaporkan Hilmy dkk tahun 1978. Skleroterapi endoskopik juga
sudah dikembangkan di Indonesia dilaorkan pertama kali oleh Helmy
dkk.(1984). Pemasangan prostesis esofagus pertama kali dilaporkan
Simadibrata R. Tindakan dilatasi esofagus dengan Savary dilaporkan
oleh Rani AA dan Chudahman Manan dkk. Endoscopic Retrogade
Cholangio Pancreatography (ERCP) diagnostik dan terapeutik
dilaporkan pertama kali oleh Lesman dkk. Terapi laser parendoskopi
dikembangkan pertama kali oleh Daldiyono H. Legasi varises
esofagus dilaporkan oleh Hermono H dan Rani AA. Ligasi ganda
varises esofagus di laorkan oleh Hemono H dan Simadibrata M.
Tindakan Percutaneus Endoscopic Gastronomy (PEG) dilakukan oleh
Hermono H dan Chudahman Manan.

Pemeriksaan usus halus proksimal dan ileum terminal dengan


kolonoskop pediatrik yang dimodifikasi dan kolonoskopi panjang
yang dikembangkan Simadibrata M sejak tahun 1997. Sesuda itu
pemeriksaan enteroskopi (push enteroscopy) untuk pemeriksaan usua
halus secara lengkap muali dilakukan dan dikembangkan Bambang
Handana dkk. di Jakarta. Endoskopi kapsul mulai diperkenalkan dan
dilakukan di Jakarta Indonesia sejak tahun 2004, yang digunakan
untuk memeriksa kelainan-kelainan di usus halus.

D. Jenis Pemeriksaan Endoskopi

1. Jenis pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas

Diagnostik

a. Esofagogastroduodenodkopi dan biopsi.


b. Jejunoskopi dan biopsi.
c. Enteroskopi dan biopsi.
d. Kapsul endoskopi.

Terapautik

a. Skleroterapi dan ligesi varises esofagus.


b. Skleroterapi histroacrylvarises lambung.
c. Henostatik endoskopin perdarahan non varises : adrenalin +
aethoxysclerol, berryplast, electric coagulation, bipolar probe,
endosclips dll.
d. Polipektomi polip eksofagus-gaster-duodenum
e. Endoscopic mucosal resection (EMR).
f. Terapi laser untuk tumor, perdarahan dll.
g. Dilatasi esofagus : dengan busi hurst atau savary-Guillard
h. Pemasangan stent esofagus
i. Pemasangan percutaneus endoscopic gastronomy (PEG)
j. Pemasangan selang makanan/NGT-flocare per endoskopik

2. Jenis pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian bawah

Diagnostik
a. Enteroskopi dan biopsi
b. Kapsul endoskopi
c. Ileo-kolonoskopi dan biopsi
d. Rektosigmoidoskopi & biopsi
e. Anoskopi

Terapeutik

a. Skleroterapi dan ligasi hemoroid


b. Henostatik endoskopin perdarahan non varises : adrenalin +
aethoxysclerol, berryplast, electric coagulation, bipolar probe,
endosclips dll.
c. Polipektomi polip kolon.
d. Endoscopic mucosal resection (EMR)
e. Terapi laser untuk tumor, perdarahan dll.
f. dilatasi struktur/stenosis kolon
g. Pemasangan stent esofagus

3. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)

Diagnosis
Melihat duktus bilier, sistikus, kandung empedu dan duktus
pankreatikus.

Terapeutik
a. Pemasangan stent bilier dan stent pankreas
b. Sfingterotomi atau papilotomi endoskopik
c. Ekstraksi batu atau cacing dari saluran empedu.
d. Pemasangan nasal biliary drainage (NBD).

Peritoneoskopi

a. Diagnostik kelainan peritonium dan hati


b. Untuk mengambil batu kandung empedu dan kolesisektomi
dikembangkan tindakan laparoskopik kalisisektomi yang
memakai peralatan peritoneoskopi tersebut.

E. Indikasi dan Kontraindikasi Endoskopi Saluran Cerna

1. Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas


a. Indikasi
1) Untuk menerangkan perubahan-perubahan radiologis yang
meragukan atau tidak jelas, atau untuk menentukan
dengan lebih pasti/tepat kelainan radiologis yang
didapatkan pada esofagus, lambung, atau duodenum.
2) Pasien dengan gejala menetap (disfagia, nyeri epigastrium,
mutah-muntah) yang pada pemeriksaan radiologis tidak
didapatkan kelainan.
3) Bila pemeriksaan radiologis menunjukan atau dicurigai
suatu kelainan misalnya tukak, keganasan atau obstruksi
pada esofagus, indikasi endoskopi yaitu memastikan lebih
lanjut lesi tersebut dan untuk membuat pemeriksaan
fotografi, biopsi, atau sitologi.
4) Perdarahan akut saluran cerna bagia atas memerlukan
pemeriksaan endoskopi secepatnya dalam waktu 24 jam
untuk mendapatkan diagnosis sumber perdarahan yang
paling tepat.
5) Pemeriksaan endoskopi yang berulang-ulang diperluka
juga untuk memantau penyembuhan tukak yang jinak dan
pada pasien-pasien dengan tukak yang dicurigai
kemungkinan adanya keganasan (deteksi dini kersinoma
lambung).
6) Pada pasien-pasien pasca gastrektomi dengan gejala
keluhan-keluhan saluran cerna bagian atas diperlukan
pemeriksaan endoskopi, karena interprestasi radiologi
biasanya sulit, iregularitas dari lambung dapat dievaluasi
paling baik dengan visualisasi langsung melalui
endoskopi.
7) Kasus sindrom dispepsia dengan usia > 45 tahun atau <45
tahun dengan “tanda bahaya” pemakaian obat anti-
inflamasi non-steroid (OAINS) dan riwayat kanker pada
keluarga. Yang di maksud dengan tanda bahaya yaitu
muntah-muntah hebat, demam, hematemesis,anemia,
ikterus, dan penurunan badan.
8) Prosedur terapeutik seperti polipektomi, pemasangan
selang makanan (nasogastrik tube), dilatasi pada stenosis
esofagus atau aklasia, dll.
b. Kontraindikasi
1) Kontraindikasi absolut :
a) Pasien tidak kooperatif atau menolak prosedur
pemeriksaan tersebut setelah indikasinya dijelaskan
secara penuh.
b) Renjatan berat karena perdarahan dll.
c) Oklusif koroner akut
d) Gagal jantung berat
e) Koma
f) Emfisema dan penyakit paru obstruktif berat

Pada keadaan-keadan tersebut, pemeriksaan endoskopi


harus ditunda dulu sampai keadan penyakitnya membaik.
2) Kontraindikasi relatif
a) Lika korosif pada esofagus, aneurisma aorta, aritmia
jantung berat.
b) Kifoskoliosis berat, divertikulum Zenker, esteofit bear
pada tulang servikal, struma besar. Pada keadaan
tersebut, pemeriksaan endoskopi harus dilakukan
dengan hati-hati dan “halus”.
c) Pasien gagal jantung.
d) Penyakit infeksi akut (misal pneumonia, peritonitis,
kolesistitis).
e) Pasien anemia berat misal karena perdarahan, harus
diberi tranfusi darah terlebih dahulu sampai Hb
sedikitnya 10g/dl.
f) Toksemia pada kehamilan terutama bila diserti
hipertensi berat atau kejang-kejang.
g) Pasien pascabedah abdomen yang baru.
h) Gangguan kesadaran
i) Tumor mediastinum.

2. Pemeriksaan endoskospi kapsul


a. Indikasi
1) Perdarahan saluran cerna atas dan bawah yang disebabkan
kelainan usus halus.
2) Diare kronik yang di sebabkan kalainan usus halus.
b. Kontraindikasi
1) Obstruksi saluran cerna
2) Stenosis/striktur saluran cerna

3. Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian bawah


a. Indikasi
1) Mengevaluasi pada hasil yang didapat pada hasil
pemeriksaan enema barium misal striktur, gangguan
pengisisan (filing defect) menetap.
2) Perdarahan rectum yang tidak dapat diterangkan
penyebabnya. Selain itu bila darah samar positif atau
perdarahan nyata, indikasi mutlak kolonoskopi.
3) Penyakit radang usus besar ( Crihn, kolitis ulserosa, kolitis
mikroskopik).
4) Keganasan dan polip dalam kolon (ditegakkan dengan
biopsi histopalogi).
5) Evaluasi diagnosis keganassan rectum atau kolon yang
dibuat sebelumya.
6) Kolonoskopi pascabedah, evaluasi anastomisis.
7) Surveilens, pada kelompok resiko tinggi (misal pada
kolosos useratif) dan pemantauan sesudah pembuangan
polip atau kanker.
8) Prosedur terapeutik seperti polipektomi,pengambilan benda
asing dan lain-lain.
9) Penelitian penyakit kolon pada pasien dengan anemia yang
tidak dapat diterangkan penyebabnya, penurunan berat
badan, adenokarsinoma metastatik dengan lesi primer yang
kecil.

b. Kontraindikasi
1) Setiap proses peradangan akut dan berat seperti kolitif
ulseratif, penyakit Crohn atau kolitis iskemik, kolotis radiasi,.
Pada keadaan akut dan berat dapat timbul perforasi.
2) Divertikulitis akut dengan gejala-gejala sistemik. Nyeri hebat
pada abdomen, peritonotis (bahaya perforasi).
3) Infark jantung baru dan gangguan kardiopulmoner berat.
4) Kehamilan trisemester pertama, penyakit peradangan
panggul.
5) Penyakit anal atau perianal akut.
6) Dugaan deforasi kolon atau belum lama menjalani operasi
kolon.
7) Aneurisma aorta abdominal atau aneurisma iliaka.
8) Nyeri perut demam, distensi perut dan adanya penurunan
tekanan darah sewaktu pembersihan kolon.

F. Persiapan sebelum tindakan endoskopi

1. Persiapan umum
a. Psikologis
Memberikan penyuluhan atau bimbingan konseling
keperawatan mengenai tujuan, prosedur, dan kemungkinan
yang dapat terjadi agar klien dapat membantu kelancaran
pemeriksaan endoskopi.
b. Administrasi
Mengisi informed consent ditanda tangani oleh klien atau
keluarga. Menjelaskan perihal adminidtrasi.

2. Persiapan khusus
c. Endoskopi saluran cerna bagian atas
1) Puasa tidak makandan minum setidaknya 6 jam
sebelum tindakan pemeriksaan endoskopi.
2) Gigi palsu dan kacamata harus dilepas selama proses
pemeriksaan.
3) Sebelum tindakan endoskopi di semprotxylocain 10%
d. Endiskopi saluran cerna bagian bawah
1) Dua hari sebelum pemeriksaan dianjurkanpuasa rendah
serat (buburkecap/bubur maizena).
2) Minum obat pencahar.
3. Persiapan alat
Standar persiapan alat pada kegiatan endoskopi diagnostik :
a. Skop sesuai kebutuhan ( gastroskopi, duodenoskopi).
b. Suction pump
c. Printer endoskopi dengan kertasnya.
d. Monitor tv
e. Light source
G. Komplikasi

Penyulit atau komplikasi yang dapat timbul jika dilakukan tindakan


endoskopi meliputi :
1. Adanya reaksi terhadap obat-obatan (misalnya koma karena
diazepam, gangguan pernapasan),
2. Pneumonia aspirasi
3. Perforasi
4. Perdarahan
5. Gangguan kardiopulmoner
6. Penularan infeksi
7. Instrument impaction

H. Peran Perawat Pada Tindakan Endoskopi

Tindakan endoskopi dilakukan oleh tim yang terdiri dari dokter dan
perawat. Perawat ahli endoskopi merupakan perawat ahli/spesialis yang
bertujuan untuk memberikan perawatan yang optimal, yang berarti
meningkatkan kualitas hidup pasien yang menjalani prosedur endoskopi
diagnostic maupun terapeutik. Harmoni ini bisa dicapai dengan berperan
sebagai salah satu anggota tim endoskopi yang melakukan asuhan
keperawatan berdasarkan kode etik profesi keperawatan, dimana
kebutuhan pasien merupakan fokus perhatian utama. Di mana perawat
sebagai anggota tim mempunyai peran sebagai berikut :
1. Pemberi konseling
Konseling yang diberikan perawat endoskopi meliputi
persiapan psikis, penjelasan persiapan fisik pasien, penjelasan
gambaran 4 tindakan, orientasi ruangan dan alat-alat di ruangan
endoskopi. Konseling di berikan kepada pasien dan juga keluarga
(Priyanto, 2009). Peran keluarga sangat penting dalam tahap-tahap
perawatan kesehatan, mulai dari tahapan peningkatan kesehatan,
pencegahan, pengobatan, sampai dengan rehabilitasi. Dukungan
sosial dan psikologis sangat diperlukan oleh setiap individu di
dalam setiap siklus kehidupan, dukungan keluarga akan semakin
dibutuhkan pada saat seseorang sedang menghadapi masalah atau
sakit, disinilah peran anggota keluarga diperlukan untuk menjalani
masa-masa sulit dengan cepat (Efendi, 2009 h. 180-181). Salah
satu dukungan keluarga yang dapat di berikan yakni dengan
melalui perhatian secara emosi, diekspresikan melalui kasih sayang
dan motivasi anggota keluarga yang sakit agar terus berusaha
mencapai kesembuhan (Taylor, etal (1997) dalam Ratna, 2010).
2. Motivator
Motivasi adalah proses psikologis yang dapat menjelaskan
perilaku seseorang. Motivasi merupakan dorongan dan kekuatan
dalam diri seseorang untuk melakukan tujuan tertentu yang ingin
dicapainya. Adanya keinginan dan kebutuhan pada diri individu,
memotivasi individu tersebut memenuhinya (Uno, 2008). Upaya
pasien untuk menjalani prosedur endoskopi dengan baik akan
tercapai manakala individu termotivasi untuk mencari kebutuhan
pada tahap yang lebih tinggi, sehingga individu akan mempunyai
tahap yang lebih tinggi, sehingga individu akan mempunyai
kemampuan dalam memecahkan masalah (Maslow (1968) dalam
Tamher, 2009, h. 8 ).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemeriksaan endoskopi merupakan pemeriksaan penunjang yang


penting dalam menegakkan diagnosis penyakit gastrointestinal,bilier, dan
hati. Pemeriksaan endoskopi harus selalu dipandang sebgai cabang ilmu
kedokteran yang akan berkembang terus.
DAFTAR PUSTAKA

Kee,Joyce. 1997. Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik


dengan Implikasi Keperawatan. Jakarta : ECG

Priyanto,Agus. 2008. Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta : Salemba Medika

https://books.google.co.id/books?id=iAgY9vp4604C&pg=PA15&dq=endos
kopi&hl=id&redir_esc=y#v=onepage&q=endoskopi&f=false

Anda mungkin juga menyukai