Anda di halaman 1dari 22

Large Volume Parenteral

(I.V Infus dan Total Parenteral Nutrition)


A. Pengertian Parenteral Volume Besar
Suatu sediaan steril berupa larutan bebas pirogen sedapat mungkin dibuat isotonis
terhadap darah yang disuntikkan langsung ke dalam vena dalam volume relatif banyak yang
dikemas dalam wadah kapasitas 100-1000 ml. yang digunakan untuk memperbaiki gangguan
elektrolit cairan tubuh yang serius yang menyediakan nutrisi dasar dan digunakan sebagai
pembawa untuk bahan-bahan obat.
B. Syarat-syarat Parenteral Volume Besar
1. Steril
2. Bebas Pirogen
3. Bebas dari bahan pertikulat jernih, karena dapat menyebabkan emboli.
4. Dikemas dalam wadah dosis tunggal
5. Tidak mengadung bahan baktersid karena volume cairan terlalu besar.
6. Isotonis dan isohidris
C. Klasifikasi Parenteral Volume Besar
Secara umum, parenteral volume besar dibagi menjadi 5 jenis diantaranya
1. Cairan Infus
2. Parenteral Total Nutrisi
3. Intravena Antibiotik
4. Analgesik Pasien kontrol
5. Cairan dialisis
6. Larutan Irigasi
D. Tujuan penggunaan infus
Cairan intravena umumnya digunakan untuk sejumlah kondisi klinik. Ini meliputi:
• Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit
• Memperbaiki gangguan dalam cairan
• Bahan untuk menyediakan nutrisi dasar
• Bahan untuk praktek penyediaan nutrisi parenteral total
• Digunakan sebagai pembawa untuk bahan obat lain
E. Contoh Formula I.V Infus
R/ NaCl 0,8
KCl 0,03

1
CaCl2 . 2H2O 0,04 NaCl 0.6
MgCl2 0,02 KCl 0.03
Dekstrosa qs (ad isotonis) CaCl2.2H20 0.01
Aqua pi ad 500 ml Aqua p.i ad 100.0 mL
*dibuat 1000 mL *dibuat 500.0 mL tiap botol
R/ Na laktat 0.31
Fungsi bahan yang digunakan antara lain :
• Sodium ( Natrium/ Na+)
Natrium berfungsi mempertahankan keseimbangan air, pengatur utama volume cairan
ekstraseluler, mempengaruhi volume cairan intraseluler, sebagai hantaran impuls saraf dan
kontraksi otot.
• Potassium ( Kalium/ K+ )
Kalium berfungsi sebagai pengatur aktivitas enzim sel dan komponen dari cairan sel. Berperan
vital pada proses transmisi dari impuls listrik dan kontraksi syaraf, jantung, otot, intestinal,
dan jaringan paru; metabolisme protein dan karbohidrat.
• Calsium ( Kalsium / Ca 2+)
Berfungsi untuk transmisi impuls syaraf dan pembekuan darah, katalisatos kontraksi otot dan
kekuatan kontraksi otot. Dibutuhkan untuk absorpsi vitamin B12 dan kekuatan tulang dan
gigi.
• Magnesium ( Mg2+)
Berfungsi pada aktivitas enzim, metabolisme karbohidrat dan protein.
• Chlorida (Klorida/ Cl-)
Berfungsi mempertahankan tekanan osmotik darah.
• Laktat
Berfungsi sebagai sumber energi yang melalui proses glukoneogenesis untuk menjadi glukosa
• Dekstrosa (Glukosa )
Merupakan karbohidrat yang digunakan sebagai sumber energi dan menjadi pengisotonis pada
formula ini
Perhitungan Tonisitas untuk formula
R/ NaCl 0,8
KCl 0,03
CaCl2 . 2H2O 0,04

2
MgCl2 0,02
Dekstrosa qs (ad isotonis)
Aqua pi ad 500 ml
*dibuat 1000 mL
Larutan yang isotonis yaitu NaCl 0,9% (0,9 gram dalam 100 ml)
Larutan dibuat pada 1000 mL, maka isotonisitasnya :
0,9% x 1000mL =9g
Ekuivalensi isotonisitas bahan dengan NaCl

Kadar NaCl pada formula = 8,524


Bobot NaCl yang harus ditambahkan
= kadar isotonis – kadar NaCl
= ( 9 – 8,524 ) gram
= 0,476 gram
Jadi, 1 gr dekstrosa setara dengan 0,18 gr NaCl, maka 0,476 gram NaCl setara
dengan = (0,476 /0,18) x 1 = 2,644 gram dekstrosa yang harus ditambahkan untuk
menggantikan NaCl 0,476 gram
Cara Pembuatan
1. Skala Laboratorium
Tonisitas formula dihitung, jika masih hipotonis, dihitung banyaknya dekstrosa yang
dibutuhkan untuk menjadi isotonis

Semua bahan dilarutkan dalam aqua panas

pH diatur antara 5-7

3
Sisa aqua ditambahkan sampai volume yang diinginkan

Larutan dimasukkan kedalam botol infus, ditutup dan disegel, lalu disterilisasi dengan
autoclave pada suhu 121C selama 20 menit

Setelah sterilisasi berakhir, botol dikeluarkan dan diberi etiket

Sediaan dievaluasi pH, kebocoran, adanya partikel
2. Skala Industri
Infus diisi dengan metode blow-fill-seal

Sterilisasi final (autoclaving)

Evaluasi (pH, partikel asing, kebocoran, endotoksin/pirogen)

Diberi label yang sesuai
F. Kombinasi Parenteral dengan Obat/Sediaan Obat
Pemberian infuse jarang diberikan sendiri tetapi biasa sebagai pembawa, tetapi biasa
dikombinasikan dengan sediaan parenteral yang mengandung obat. Penambahan obat lain ke
dalam cairan infuse perlu diperhatikan masalah kestabilan dan tak tercampurkannya. Selain
incompabilitasnya, juga masalah presipitan yang dapat mengiritasi vena.
Incompabilitas Intravena
 Incompabilitas Farmakologik, jika 2 atau 3 jenis obat diberikan bersamaan sehingga
menyebabkan antagonis atau memberikan efek sinergis. Antagonis, misalnya
kloramfenikol dan penisilin, penisilin dan kortison. Atau sinergis, seperti ion kalsium
dan digoxin. Hal ini tidak dianjurkan untuk mencampur di infus atau suntik dengan obat
lain: seperti adrenomimetiki, garam natrium ampicillin, Amfoterisin B, Asam askorbat,
Vitamin B, phytomenadione, dipyridamole (kurantil), natrium oksiferriskorbon,
fenotiazina derivatif (chlorpromazine, dan lain-lain.), furosemid, etamsylate, aminofilin
(aminofilin). Zat ini dinyatakan oleh reaktivitas. Interaksi mereka dengan bahan lain
yang mengarah ke inaktivasi.
 Incompabilitas Fisis, terjadi perubahan penampakan larutan larutan seperti perubahan
warna, kekeruhan atau endapan, terbentuk gas, dan lain-lain. Misalnya garam kalsium

4
mengendapkan Natrium Bikarbonat, garam asam seperti Dramamin-HCl akan
mengendap dalam pH alkali.
 Incompabilitas kimiawi, yaitu terjadi degradasi, hidrolisis, oksidasi-reduksi, atau reaksi
kompleks, seperti perubahan suasana asam-basa larutan/sediaan.

G. Pengertian Nutrisi Parenteral Total


Nutrisi parenteral total atau yang lebih dikenal dengan istilah TPN (total parenteral
nutrition) digunakan untuk memberikan dukunagn nutrisi dalam jangka waktu lama bagi
pasien-pasien yang tidak mampu mengkonsumsi makan per oral dan tidak dapat menjalani
pemberian nutrisi enteral. Karena TPN merupakan cara pemberian nutrisi yang mahal,
memerlukan monitoring yang terus menerus dan berpotensi untuk menimbulkan komplikasi
infeksi, metabolic serta mekanis, tindakan ini hanya dilakukan bila cara pemberian nutrisi yang
lain (oral atau enteral) tidak adekuat atau merupakan kontraindikasi sementara dukungan
nutrisi dalam waktu yang lama sangat dibutuhkan

Pertimbangan dalam pemberian TPN:


- Meningkatkan “clinical outcome”
- Meningkatkan status nutrisi penderita
- Memberikan kesempatan untuk melakukan tindakan bedah/tindakan medis lainnya
- Diberikan hanya bila ada indikasi
- Diberikan sesuai dengan kebutuhan penderita
- Diberikan seaman mungkin/bebas komplikasi
- Dibuat komposisi yg semurah mungkin

Perbedaan PPN dan TPN


Peripheral (PPN) Central atau Total (TPN)
Bantuan parenteral jangka pendek (sampai 2 minggu) Untuk penggunaan jangka panjang,

Larutan hipotonik (≤900 mOsm/L) Larutan hipertonik (>900 mOsm/L) dapat menyebabkan
flebitis sehingga harus membatasi osmolalitas larutan TPN

Intravenous Sites :
- PPN diberikan melalui peripheral vena.

5
Intravenous Sites :
- Diberikan melalui central venous,bila konsentrasi > 10% glukosa.
- Subclavian atau internal vena jugularis digunakan dalam waktu singkat sampai < 4minggu. -
Jika > 4 minggu,diperlukan permanent cateter seperti implanted vascular access device.

Energi dan protein disediakan oleh PPN terbatas karena dekstrosa dan asam amino
berkontribusi signifikan terhadap osmolaritas, Elektrolit juga berkontribusi untuk osmolaritas
Dapat menambah larutan yang lebih tinggi osmoralitasnya ke dalam vena sentral.

Indikasi Total Parenteral Nutrisi


1) Malnutrisi berat dengan penurunan berat badan sebesar 10% atau lebih
2) Kelainan saluran cerna: obstruksi, peritonitis, ganguan pencernaan dan absorpsi, fistula
enterokutaneus, muntah-muntah dan diare yang kronis, ileus paralitik yang lama,
enteritis radiasi, reseksi usus halus yang luas serta pancreatitis akut yang berat.
3) Kebutuhan suplementasi jika asupan oral tidak mencukupi pada pasien-pasien kanker
yang menjalani terapi yang agresif (terapi radiasi maupun kemoterapi).
4) Sesudah pembedahan atau cedera, khususnya luka bakar yang luas, fraktur multiple
atau sepsis.
5) Gagal jantung, hati, ginjal yang akut dengan perubahan kebutuhan akan asam amino.
6) Pasien penyakit AIDS (acquired immunodeficiency syndrome)
7) Transplantasi sumsum tulang.

Kontraindikasi Total Parenteral Nutrisi


1. Saluran GI berfungsi dan dapat dilalui
2. Pasien mengambil diet oral
3. Prognosis tidak menjamin dukungan gizi yang agresif (sakit parah)
4. Resiko melebihi manfaat
5. Pasien diharapkan untuk memenuhi kebutuhan dalam waktu 14 hari

Komposisi Total Parenteral Nutrition

TPN ditujukan untuk menyediakan semua nutrisi yang dibutuhkan seperti pada diet
normal. Penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan pasien secara individual. TPN terdiri
dari air, protein, karbohidrat, lemak, elektrolit, trace elements, dan vitamin.

6
1. Air

Kebutuhan air pada dewasa normal adalah 30-35 ml/kg/hari. Pasien dengan kondisi tertentu
seperti diare, muntah, berkeringat, dan demam memerlukan jumlah air yang lebih besar.
Kebutuhan air juga dipengaruhi oleh beberapa penyakit seperti gangguan jantung, saluran
pernafasan, hati, dan ginjal.

2. Energi dan Nitrogen

Kebutuhan energi pada pasien sulit ditentukan dan kemungkinan dapat mencapai 12000
kJ/hari. Kebutuhan energi meningkat pada pasien dengan luka bakar, sepsis, pireksia dan
trauma sehingga pasien perawatan intensif membutuhkan energi dalam jumlah besar.

 § Sumber energi

Glukosa adalah sumber karbohidrat yang paling banyak dipilih. Larutan glukosa pekat
diberikan untuk memenuhi kebutuhan kalori dan diberikan dalam bentuk infus melalui vena
sentral untuk menghindari trombosis. Emulsi lemak menyediakan asam lemak esensial bagi
tubuh dan berguna sebagai pembawa vitamin larut lemak. Intralipid adalah emulsi lipid/water
yang menyediakan sumber energi 4600 kJ/L (10%) atau 8400 kJ/L (20%). Meskipun lipid tidak
lazim digunakan sebagai sumber energi, sebaiknya diberikan setidaknya tiap minggu untuk
mencegah defisiensi asam lemak.

 § Sumber nitrogen

Satu gram nitrogen setara dengan 6,25 gram protein, yang setara dengan 5-6 gram asam
amino. Albumin dibutuhkan jika terjadi hipoalbuminemia yang sering terjadi pada pasien
dalam kondisi sakit kritis.

3. Nutrisi mikro

Elektrolit, vitamin, mineral, dan trace elements penting untuk menyediakan sumber
nutrisi menyeluruh dan mencegah ketidakseimbangan atau defisiensi yang mungkin timbul.

Larutan elektrolit untuk nutrisi parenteral mengandung Na, K, Ca, Mg, Cl, dan asetat
dalam berbagai konsentrasi, atau berupa garam elektrolit tunggal. Larutan asam amino dapat

7
mengandung klorida dan asetat, atau fosfat, dan ada yang mengandung berbagai jenis elektrolit.
Jumlah tiap-tiap elektrolit yang ditambahkan bersifat individual bergantung kebutuhan pasien.

Vitamin dibutuhkan tubuh dalam proses metabolisme. Vitamin-vitamin larut air seperti
asam askorbat, vitamin B6, niasin, riboflavin, dan vitamin B12 biasanya tersedia dalam bentuk
injeksi tunggal. Sedangkan vitamin larut lemak, seperti vitamin A, D, E, K dapat ditambahkan
ke dalam formulasi nutrisi parenteral.

Trace elements esensial dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang kecil, yaitu zink, tembaga,
mangan, besi, krom, molibdenum, dan selenium. Trace elements ini berperan sebagai kofaktor
dalam sistem enzim.

4. Bahan tambahan lain

Insulin dibutuhkan bila glukosa hipertonik diberikan terkait insulin endogen yang tidak
memadai atau adanya resistensi insulin.

Parenteral nutrisi total dibagi 2 formula yaitu


1. Larutan TPN 2-in-1 ( Karbohidrat dan Asam Amino )
2. Larutan TPN 3-in-1 ( Karbohidrat , Asam Amino dan Lipid )
Larutan TPN 2-in-1 ( Karbohidrat dan Asam Amino )

Larutan TPN 3-in-1 ( Karbohidrat , Asam Amino dan Lipid )

8
Larutan TPN 3 in 1 ini sering digunakan dengan komposisi :

Contoh Formulasi TPN


Contoh yang ada dipasaran dimana tiap kandungan aqua p.i ad 1000 cc sebagai berikut:
R/ Aminofusin L-600
Asam amino = 50 gram
Karbohidrat = 100 gram
Na+ = 40 mmol
K+ = 30 mmol
Osmolaritas = 1.100 mOsm
R/ Pan Amin G:
Asam amino = 27,2 gram
Karbohidrat = 50 gram
Na+ dan K+ = tidak ada
Osmolaritas = 507 mOs

9
H. Konsep Formulasi LVP
Parameter fisologis
Beberapa komponen penunjang fisologis tubuh dapat diberikan dalam bentuk sediaan
parenteral volume besar seperti kebutuhan tubuh akan air, elektrolit, karbohidrat, asam amino,
vitamin dan mineral.
Faktor fisiologi perlu diperhatikan karena dapat berpengaruh pada formulasi. Tekanan
osmosa atau osmolaritas merupakan faktor fisiologi yang dimana tekanan osmosa adalah
perpindahan pelarut dan zat terlarut melalui membran permeabel yang memisahkan 2 komponen,
dinyatakan dalam osmole per kilogram = osmolarita.
Kasus ini dapat dibuktikan dengan cara menaruh RBC di dalam larutan injeksi natrium
klorida 0,9% dan diamati di bawah mikroskop, apakah ada perubahan RBC secara fisika. Dari
pengamatan tidak terlihat adanya perubahan secara fisika sehingga larutan dinamakan isotonis.
Beberapa terminologi yang sering digunakan dalam menilai tonisitas larutan dapat dilihat pada
Tabel:
Osmolaritas (mosmol/liter) Tonisitas
>350 Hipertonis
329-350 Agak hipertonis
270-328 Isotonis
250-269 Agak hipotonis
0-249 Hipotonis

Tonisitas seperti yang dinyatakan dalam bentuk angka, hanyalah salah satu pertimbangan
karena ada pula masalah lain yang dapat berpengaruh. Sebagai contoh, larutan 1,85% urea adalah
isotonis, akan tetapi sangat tidak sesuai (tidak boleh) diberikan pada kecepatan pemberian infus
normal karena dapat menyebabkan hemolisis yang akan merusak kesetimbangan nitrogen dalam
tubuh. Suatu larutan asam amino yang hipertonis pada 850 m osm/liter diperlukan untuk
memperpanjang hidup dan masalah tonisitas dapat diatasi jika larutan infus diberikan secara
perlahan-lahan ke dalam vena besar di mana tersedia cukup volume darah untuk menjamin
pengenceran. Larutan hiper dan hipotonis dapat digunakan jika diberikan secara perlahan-lahan.

10
Kecepatan perpindahan air ke dalam atau ke luar sistem vaskular ditentukan oleh kecepatan
pemberian, kecepatan difusi solut, dan tonisitas dari larutan.
Parameter fisika-kimia
1. Kelarutan
Pada umumnya obat-obatan yang digunakan untuk membuat sediaan parenteral volume
besar mudah larut.
2. pH
pH perlu diperhatikan mengingat pH yang tidak tepat dapat berpengaruh pada darah. pH
darah normal 7.5-7.45.
3. Pembawa
Umumnya digunakan pembawa air, tetapi dapat juga dipakai emulsi lemak intravena yang
diberikan sendiri atau kombinasi dengan asam amino atau dekstrose. Zat pembawa yang
digunakan dalam sediaan infus yaitu zat yang berbentuk larutan (air) atau yang biasa
digunakan dalam pembuatan sediaan steril adalah aqua pro injeksi untuk melarutkan zat
aktif dan zat tambahan.
Semua komponen dilarutkan, dan hasil larutan air yang diperoleh haruslah jernih
dan biasanya tidak berwarna. Larutan emulsi intravena, yang merupakan suatu LVP yang
dapat diberikan dalam bentuk tersendiri ataupun kombinasi dengan asam amino dan
dekstrosa dan diberikan untuk nutrisi total secara parenteral, adalah kekecualian (ada
batasan ukuran partikel emulsi). Asam amino esensial, fosfolipid telur, gliserin, dan air
untuk injeksi dihomogenisasi untuk menghasilkan emulsi yang stabil dengan ukuran
partikel sekitar 0,05 µm dapat pula diberikan dalam bentuk infus.
4. Cahaya dan suhu
Cahaya dan suhu mempengaruhi kestabilan obat. Contohnya yaitu vitamin yang harus
disimpan dalam wadah terlindung cahaya.
5. Faktor kemasan
Bahan wadah berpengaruh terhadap kestabilan obat parenteral volume besar seperti gelas,
plastik dan tutup karet.

Stabilisasi LVP

11
Untuk bahan penambah seperti dapar, antioksidan, komplekson, jarang ditambahkan pada
sediaan parenteral volume besar. Semua aditif yang ditambahkan hanyalah yang diperlukan saja,
untuk menjaga efektivitas produk dan tidak boleh membahayakan pasien. Beberapa logam seperti
besi, tembaga, atau kalsium yang dapat diikat oleh agen pengkhelat membentuk senyawa larut atau
akan membentuk senyawa yang akan mengendap selama tahap pemurnian, kadang-kadang berada
dalam jumlah yang kecil dalam kompenen larutan LVP. Antioksidan seperti natriumbisulfit atau
natriummetabisulfit, adakalanya ditambahkan untuk melindungi bahan aktif dari kerja oksigen dari
dalam larutan atau ruang udara di bagian atas kontener. Keberadaan oksigen walaupun dalam
jumlah kecil dapat mempercepat pembentukan warna atau penguraian 5% dekstrose dalam Infus
Ringer Laktat atau larutan asam amino. Karena itu, ada kalanya sangat diperlukan menghilangkan
oksigen dari dalam air atau pada ruangan bagian atas kemasan dengan cara mengganti atau
mengalirkan udara inert nitrogen selama proses pembuatan.
I. Kondisi Pasien Yang Mempengaruhi Formulasi LVP
a. Gangguan kardiovaskular dan plumonar dari peningkatan dalam volume cairan sistem
sirkulasi mengikuti pemberian cepat volume cairan dalam jumlah besar .
b. Perkembangan potensial trombophlebitis
c. Kemungkinan infeksi lokal atau sistemik dari kontaminasi larutan atau teknik injeksi septik

J. Pertimbangan Dalam Admixture LVP


a) Jenis-jenis cairan yang dibuat harus lebih banyak dan bahkan bahan tambahan banyak
digunakan melalui intravena daripada melalui subkutan
b) Cairan yang disuntik pada volume besar harus relative lebih cepat
c) Pembuatan cairan dapat segera dicapai efek sistemik
d) Level darah dari obat yang terus menerus disiapkan
e) Harus secara langsung karena untuk membuka vena pada pemberian obat rutin dan mampu
digunakan dalam situasi darurat

K. Faktor Yang Mempengaruhi Dalam Sistem Produksi LVP


1. Viskositas

12
Viskositas sangat berpengaruh karena jika sediaan infus terlalu kental maka akan susah
menetes, distribusi obat dalam darah akan lambat, sehingga ketercapaian efek terapi yang
diinginkan akan lambat pula .
2. Kelarutan
Kebanyakan solut yang digunakan dalam larutan LVP sangat larut dibandingkan dengan
konsentrasi terapeutik yang diperlukan. Jadi, masalah kelarutan jarang menimbulkan masalah
dalam formulasi, dan begitu sudah berada dalam larutan, komponen formulasi masih akan tetap
berada dalam bentuk terlarut pada kondisi penyimpanan dan penanganan normal. Akan tetapi, ada
laporan tentang terjadinya kristalisasi dalam larutan yang sangat pekat seperti manitol. Hal ini
disebabkan oleh terjadinya penurunan kelarutan jika botol infus didinginkan, dan kristal akan
segera terlarut kembali jika botol dihangatkan. Kelarutan manitol adalah 13 gram per 100 mL air
pada suhu 14°C, dan pada leaftlet kemasan untuk larutan perlu diberi catatan/ peringatan bahwa
bila larutan melebihi 15% kemungkinan akan menunjukkan tendensi kristalisasi.
3. Pengontrolan pH
Pengontrolan pH sangat penting ditinjau dari segi: efek pada tubuh jika obat infus
diberikan; efek terhadap stabilitas produk; efek pada sistem kontener-penutup; dan kemungkinan
penguraian pada obat yang ditambahkan (dicampurkan). pH serum darah biasanya adalah 7,35 –
7,45 dan efek langsung larutan infus yang diberikan secara intravena di luar rentang pH ini
tergantung pada kapasitas dapar larutan dan jumlah asam lemah atau basa yang merupakan bagian
dari formulasi.
Larutan diencerkan dengan cepat oleh aliran darah, dan sistem dapar tubuh dapat menjaga
pH yang tepat apabila diberikan larutan LVP dengan pH tinggi atau pH rendah. Hal tersebut tidak
selalu mudah, terutama jika larutan didapar. Masalah yang perlu pula diperhatikan adalah daya
tahan dinding vena terhadap aliran larutan yang belum diencerkan. Hal tersebut dapat
menyebabkan terjadinya iritasi oleh larutan dengan pH tinggi atau pH rendah terhadap dinding
vena. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa adakalanya lokasi infusi perlu dipindah-pindah
selama terapi iv jangka panjang. Larutan dengan nilai pH mendekati atau lebih dari 7,0
mempercepat serangan terhadap gelas (botol infus) dan karena itu harus dikemas dalam botol gelas
tipe 1.
4. Kerapatan

13
Kerapatan berpengaruh terhadap ukuran partikel bahan obat. Dalam sediaan LVP ukuran
partikel harus kecil karena sediaan infus pemberiannya langsung ke dalam vena.

5. Tekanan Uap
Tekanan uap berkaitan dengan suhu dan cahaya. Suhu dan cahaya mempengaruhi
kestabilan obat sehingga dalam hal penyimpanan obat sangat diperhatikan karakteristik dari obat
atau bahan obat yang akan disimpan

L. Bahan Aditif Yang Diperlukan Dalam Formulasi LVP


1. Pengawet
Pengawet dalam sediaan steril biasanya digunakan untuk mengawetkan sediaan tersebut.
Akan tetapi untuk sediaan infus dosis tunggal kemungkinan terjadinya kontaminasi mikroba sangat
kecil dan tidak perlu menggunakan pengawet.
2. Pengisotonis
Tonisitas sediaan = % NaCl sudah termasuk di dalam batas toleransi normal tubuh yaitu
0,7 – 1,5 %. Maka iritasi tubuh dan konsekuensi hipotonis atau lisis sel-sel jaringan tubuh tidak
terjadi. NaCl digunakan sebagai larutan pengisotonis agar sediaan infus setara dengan 0,9% larutan
NaCl atau glukosa, dimana larutan tersebut mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan cairan
tubuh. Pengisotonis lain yang bisa digunakan ialah glukosa, gliserin dan KCl.

14
SMALL VOLUME PARENTERAL (SVP)

1. Definisi

Sediaan small volume parenteral adalah suatu sediaan parenteral yang

dibuat dalam volume kecil dengan pembarian obat melalui suntikan dibawah atau

melalui satu atau lebih lapisan kulit atau selaput lendir. Volumenya bisa kurang

dari 10 ml.

2. Keuntungan dan kerugian

Secara umum sediaan parenteral mempunyai kuntungan dan kerugian sebagai

berikut:

Keuntungan injeksi

1. Respon fisiologis yang cepat dapat dicapai segera bila diperlukan, yang

menjadi pertimbangan utama dalam kondisi klinik seperti gagal jantung, asma,

shok.

2. Terapi parenteral diperlukan untuk obat-obat yang tidak efektif secara oral atau

yang dapat dirusak oleh saluran pencernaan, seperti insulin, hormon dan

antibiotik.

3. Obat-obat untuk pasien yang tidak bisa di ajak bekerja sama, mual atau tidak

sadar harus diberikan secara injeksi.

4. Bila memungkinkan, terapi parenteral memberikan kontrol obat dari ahli karena

pasien harus kembali untuk pengobatan selanjutnya. Juga dalam beberapa

kasus, pasien tidak dapat menerima obat secara oral.

5. Penggunaan parenteral dapat menghasilkan efek lokal untuk obat bila

diinginkan seperti pada gigi dan anestesi.

15
6. Dalam kasus simana dinginkan aksi obat yang diperpanjang, bentuk parenteral

tersedia, termasuk injeksi steroid periode panjang secara intra-artikular dan

penggunaan penisilin periode panjang secara i.m.

7. Terapi parenteral dapat memperbaiki kerusakan serius pada keseimbangan

cairan dan elektrolit.

8. Bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total diharapkan dapat

dipenuhi melalui rute parenteral.

9. Aksi obat biasanya lebih cepat.

10. Seluruh dosis obat digunakan.

11. Beberapa obat, seperti insulin dan heparin, secara lengkap tidak aktif ketika

diberikan secara oral, dan harus diberikan secara parenteral.

12. Beberapa obat mengiritasi ketika diberikan secara oral, tetapi dapat ditoleransi

ketika diberikan secara intravena, misalnya larutan kuat dektrosa.

13. Jika pasien dalam keadaan hidrasi atau shok, pemberian intravena dapat

menyelamatkan hidupnya.

Kerugian Injeksi

a. Bentuk sediaan harus diberikan oleh orang yang terlatih dan membutuhkan

waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pemberian rute lain.

b. Pada pemberian parenteral dibutuhkan ketelitian yang cukup untuk

pengerjaan secara aseptik dari beberapa rasa sakit tidak dapat dihindari.

c. Obat yang diberikan secara parenteral menjadi sulit untuk mengembalikan

efek fisiologisnya.

16
d. Yang terakhir, karena pada pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan

parenteral lebih mahal dibandingkan metode rute yang lain.

e. Beberapa rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak disukai oleh pasien,

terutama bila sulit untuk mendapatkan vena yang cocok untuk pemakaian

i.v.

f. Dalam beberapa kasus, dokter dan perawat dibutuhkan untuk mengatur

dosis.

g. Sekali digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika

pasien hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis setelah penggunaan,

efeknya sulit untuk dikembalikan lagi.

h. Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab

udara atau mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya

dapat berupa reaksi phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan.

3. Prinsip yang dipertimbangkan dalam SVP

1. Rute pemberian,

a. Intradermal

Istilah intradermal (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti lipis dan

"dermis" yang berarti sensitif, lapisan pembuluh darah dalam kulit. Ketika

sisi anatominya mempunyai derajat pembuluh darah tinggi, pembuluh

darah betul-betul kecil. Makanya penyerapan dari injeksi disini lambat

dan dibatasi dengan efek sistemik yang dapat dibandingkan karena

absorpsinya terbatas, maka penggunaannya biasa untuk aksi lokal

17
dalam kulit untuk obat yang sensitif atau untuk menentukan sensitivitas

terhadap mikroorganisme.

b. Intramuskular

Istilah intramuskular (IM) digunakan untuk injeksi ke dalam obat. Rute

intramuskular menyiapkan kecepatan aksi onset sedikit lebih normal

daripada rute intravena, tetapi lebih besar daripada rute subkutan.

c. Intravena

Istilah intravena (IV) berarti injeksi ke dalam vena. Ketika tidak ada

absorpsi, puncak konsentrasi dalam darah terjadi dengan segera, dan

efek yang diinginkan dari obat diperoleh hampir sekejap.

d. Subkutan

e. Subkutan (SC) atau injeksi hipodermik diberikan di bawah kulit.

Parenteral diberikan dengan rute ini mempunyai perbandingan aksi onset

lambat dengan absorpsi sedikit daripada yang diberikan dengan IV atau

IM.

f. Rute intra-arterial

disuntikkan langsung ke dalam arteri, digunakan untuk rute intravena

ketika aksi segera diinginkan dalam daerah perifer tubuh.

g. Intrakardial

disuntikkan langsung ke dalam jantung, digunakan ketika kehidupan

terancam dalam keadaan darurat seperti gagal jantung.

h. Intraserebral

18
injeksi ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal

sebagaimana penggunaan fenol dalam pengobatan trigeminal

neuroligia.

i. Intraspinal

Injeksi ke dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi tinggi dari obat

dalam daerah lokal. Untuk pengobatan penyakit neoplastik seperti

leukemia.

j. Intraperitoneal dan intrapleural

Merupakan rute yang digunakan untuk pemberian berupa vaksin rabies.

Rute ini juga digunakan untuk pemberian larutan dialisis ginjal.

k. Intra-artikular

Injeksi yang digunakan untuk memasukkan bahan-bahan seperti obat

antiinflamasi secara langsung ke dalam sendi yang rusak atau teriritasi.

l. Intrasisternal dan peridual

Injeksi ke dalam sisterna intracranial dan durameter pada urat spinal.

Keduanya merupakan cara yang sulit dilakukan, dengan keadaan kritis

untuk injeksi.

m. Intrakutan (i.c)

Injeksi yang dimasukkan secara langsung ke dalam epidermis di bawah

stratum corneum. Rute ini digunakan untuk memberi volume kecil (0,1-

0,5 ml) bahan-bahan diagnostik atau vaksin.

n. Intratekal

19
Larutan yang digunakan untuk menginduksi spinal atau anestesi lumbar

oleh larutan injeksi ke dalam ruang subarachnoid. Cairan serebrospinal

biasanya diam pada mulanya untuk mencegah peningkatan volume

cairan dan pengaruh tekanan dalam serabut saraf spinal. Volume 1-2 ml

biasa digunakan. Berat jenis dari larutan dapat diatur untuk membuat

anestesi untuk bergerak atau turun dalam kanal spinal, sesuai keadaan

tubuh pasien

4.Tiga pertimbangan dalam rute pemberian SVP adalah :

 Volume

Rute pemberian parenteral memiliki batas volume maksimal yang tidak boleh melebihi

dalam pemberiannya. Contohnya : untuk intravena : 10 ml, intraspinal : 0,2 ml,

intramuscular : 3 ml dan subkutan : 2 ml.

 Pembawa

a. Pembawa air

b. Pembawa nonair dan campuran

o Minyak nabati : Minyak jagung, Minyak biji kapas, Minyak kacang, Minyak wijen

o Pelarut bercampur air : Gliserin, Etil alcohol, Propilen glikol, Polietilenglikol 300.

 Isotonis

Larutan parenteral yang mempunyai konsentrasi dan tekanan osmosisnya sama dengan

cairan dalam tubuh.

 Hipertonis

Larutan parenteral yang mempunyai konsentrasi dan tekanan osmosisnya tinggi

dibandingkan dengan cairan dalam tubuh. Dan Bersifat reversibel

20
 Hipotonis

Larutan parenteral yang mempunyai konsentrasi dan tekanan osmosisnya rendah

dibandingkan dengan cairan dalam tubuh. Dan Bersifat irreversibel.

Beberapa pertimbangan dalam isotonis yaitu :

Mengurangi toksisitas

Mengurangi rasa nyeri

Mencegah hemolisis darah

2. Pembawa

Pembawa yang biasa digunakan dalam sediaan parenteral adalah :

a. Pembawa air (biasa digunakan untuk intravena)

b. Pembawa nonair (biasa digunakan intramuscular dan subcutan) dan campuran

(biasa digunakan juga untuk intravena)

Minyak nabati : Minyak jagung, Minyak biji kapas, Minyak kacang, Minyak wijen

Pelarut bercampur air : Gliserin, Etil alcohol, Propilen glikol, Polietilenglikol 300.

3. Zat tambahan

a. Antioksidan : Garam-garam sulfurdioksida, termasuk bisulfit, metasulfit dan

sulfit adalah yang paling umum digunakan sebagai antioksidan. Selain itu

digunakan :Asam askorbat, Sistein, Monotiogliseril, Tokoferol.

b. Bahan antimikroba atau pengawet : Benzalkonium klorida, Benzil alcohol,

Klorobutanol, Metakreosol, Timerosol, Butil p-hidroksibenzoat, Metil p-

hidroksibenzoat, Propil p-hidroksibenzoat, Fenol.

c. Buffer : Asetat, Sitrat, Fosfat.

d. Bahan pengkhelat : Garam etilendiamintetraasetat (EDTA).

21
e. Gas inert : Nitrogen dan Argon.

f. Bahan penambah kelarutan (Kosolven) : Etil alcohol, Gliserin, Polietilen glikol,

Propilen glikol, Lecithin

g. Surfaktan : Polioksietilen dan Sorbitan monooleat.

h. Bahan pengisotonis : Dekstrosa dan NaCl

i. Bahan pelindung : Dekstrosa, Laktosa, Maltosa dan Albumin serum man usia.

j. Bahan penyerbuk : Laktosa, Manitol, Sorbitol, Gliserin.

4. Sifat khusus parenteral

a. Bebas dari mikroorganisme, steril atau dibuat dari bahan-bahan steril di bawah

kondisi yang kurang akan adanya kombinasi mikroorganisme (proses aseptik).

b. Bahan-bahan bebas dari endotoksin bakteri dan bahan pirogenik lainnya.

c. Bahan-bahan yang bebas dari bahan asing dari luar yang tidak larut.

d. Sterilitas

e. Bebas dari bahan partikulat

f. Bebas dari Pirogen

g. Kestabilan

h. Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah.

Yang mampu menambah kelarutan

a. Kosolven

b. Solubilizer

c. Bentuk garam dari senyawa tersebut

22

Anda mungkin juga menyukai