Anda di halaman 1dari 4

TOKOH-TOKOH LINGUISTIK, TOKOH-TOKOH SASTRA

SALAM DARI DERRIDA, JACQUES

LELAKI tua berambut perak itu menunduk dan


mengatupkan bibirnya. Dan ruang dua kali tiga meter
dengan terang sekadarnya itu pun senyap, seolah
mencoba mengakrabi suasana hati penghuninya. Aku
duduk di hadapan, terpaku memandangnya. Begitu
segera sepi menyergap lelaki itu. Mata-nya yang keras
namun damai mengabarkan satu keteguhan, juga
kesendirian. Ingatanku memanggil Hemingway, The Old Man and the Sea. “Monsieur Jacques,
Je dois parti,” kataku sambil beranjak.
Lelaki tua itu tersentak kecil. Senyumnya menyembul, mahal dan hangat. “N’hesitez pas de me
contacter,” salamnya seraya menyodorkan tangan. Telapaknya hangat. Seperti ingin menyambut
siapa saja. Siapa saja yang memuji, memuja, memaki, dan mendakwa, atau sekadar ingin ajar
kenal dengannya. Dan kutinggalkan kantor kecil di salah satu sudut lantai lima gedung Ecole des
Hautes Etudes en Science Sociales (EHESS) dengan potret sephia di kepalaku, dengan lelaki
berambut perak itu segera tenggelam di gundukan kertas dan buku. (lebih…)

EUGENE A. NIDA

Eugene A. Nida ialah salah satu ahli penerjemahan paling dikenal


di dunia. Berbagai karyanya (baik buku maupun karya
terjemahannya; alkitab) telah banyak diterbitkan diseluruh dunia,
termasuk di Indonesia. Berikut sekilas tentang Eugene Nida,
seorang penerjemah professional, dengan segala
kesederhananaanya.
Eugene A. Nida merupakan salah seorang dari beberapa yang berjasa dalam revolusi
penerjemahan Alkitab sehingga mencapai apa yang dicapai sekarang. Ia muncul sebagai perintis
dan ahli dalam pengembangan teori dan praxis (proses pengaplikasian teori dalam praktik).

Lahir pada 11 November 1914, di Oklahoma City, Oklahoma, Eugene Nida dan keluarganya
pindah ke Long Beach, California ketika ia berumur lima tahun. Ia mulai mempelajari bahasa
Latin di bangku SMA dan tidak sabar untuk mampu menjadi misionaris yang tugasnya
menerjemahkan Alkitab. Keinginannya itu semakin dekat untuk menjadi kenyataan saat ia
meraih gelar kesarjanaan dalam bidang bahasa Yunani pada tahun 1963 dari University of
California di Los Angeles dengan menyandang predikat “summa cum laude”. Setelah itu, ia
melanjutkan studinya ke Summer Institute of Linguistics (SIL) dan menemukan karya-karya ahli
bahasa seperti Edward Sapir dan Leonard Bloomfield. Nida kemudian meraih gelar doktoral
dalam bidang Perjanjian Baru berbahasa Yunani di University of Southern California. Pada
tahun 1941, ia mulai mencoba merengkuh gelar Ph.D. dalam bidang ilmu bahasa di University of
Michigan. Ia menyelesaikan studinya itu dua tahun kemudian. Disertasinya, “A Synopsis of
English Syntax”, pada saat itu adalah sebuah analisa pertama yang menganalisa bahasa Inggris
secara menyeluruh menurut teori “konstituen langsung” (immediate constituent). (lebih…)

FERDINAND DE SAUSSURE
1. Latar Belakang de Saussure

Ferdinand de Saussure lahir di Genewa pada tanggal 26


November 1857 dari keluarga Protestan Perancis
(Huguenot) yang ber-emigrasi dari daerah Lorraine
ketika perang agama pada akhir abad ke-16.

Sejak kecil, Saussure memang sudah tertarik dalam


bidang bahasa. Pada tahun 1870, ia masuk Institut Martine, di Paris. Dua tahun kemudian (1872),
ia menulis “Essai sur les langues” yang ia persembahkan untuk ahli linguistik pujaan hatinya
(yang menolong dia untuk masuk ke Institut Martine, Paris), yakni Pictet. Pada tahun 1874 ia
belajar fisika dan kimia di universitas Genewa (sesuai tradisi keluarganya), namun 18 bulan
kemudian, ia mulai belajar bahasa sansekerta di Berlin. Rupanya, Saussure semakin tertarik pada
studi bahasa, maka pada 1876-1878 ia belajar bahasa di Leipzig; dan pada tahun 1878-1879 di
Berlin. Di perguruan tinggi ini, ia belajar dari tokoh besar linguistik, yakni Brugmann dan
Hübschmann.
Ketika masih mahasiswa, ia telah membaca karya ahli linguistik Amerika, William Dwight
Whitney yang membahas tentang The Life and Growth of Language: and outline of Linguistic
Science (1875); buku ini sangat mempengaruhi teori linguistiknya di kemudian hari. Pada tahun
1878, Saussure menulis buku tentang Mémoire sur le systéme primitif des voyelles dans les
langues indo-européennes (Catatan Tentang Sistem Vokal Purba Dalam Bahasa-bahasa Indo-
Eropa). Pada tahun 1880 ia mendapat gelar doktor (dengan prestasi gemilang: summa cum laude)
dari universitas Leipzig dengan disertasi: De l’emploi du génetif absolu en sanscrit (Kasus
Genetivus Dalam Bahasa Sansekerta) dan pada tahun yang sama, ia berangkat ke Paris. (lebih…)

NOAM CHOMSKY
Bahasa merupakan ciri utama yang membedakan manusia
dengan makhluk lainnya. Menurut Komaruddin Hidayat,
proses berbahasa melibatkan sejumlah saraf dalam otak yang
meramu kata-kata agar dapat dipahami publik.

Dengan ini, berbahasa juga dapat dipahami sebagai proses


berpikir. Karena itulah, menjadikan bahasa sebagai objek
kajian merupakan pilihan menarik. Dalam literatur linguistik
dinyatakan bahwa sejak Plato hingga akhir abad ke-19 kajian kebahasaan bersifat diakronik. Saat
itu hubungan genetik pada tiap-tiap bahasa dicari ketersambungannya.

Kehadiran Ferdinand de Saussure, dengan karya monumentalnya Course in General Linguistic,


membawa perubahan pada kecenderungan itu. Sejak itu, terjadi peralihan arah pada kajian
linguistik, dari kajian diakronik menuju sinkronik, dengan penelitian struktural-gramatikal
menjadi titik tekannya. Pemikiran inilah yang menjadi titik tolak munculnya aliran
strukturalisme dalam bahasa. (lebih…)

DR. HAQSHENAS, PAKAR LINGUISTIK IRAN


Jumat, 30 April lalu, masyarakat intelektual dan
sastrawan Iran berduka dengan wafatnya, Dr.
Ali Mohammad Haqshenas, pakar liguistik,
penulis kamus, dan penterjemah kontemporer
kenamaan Iran. Ia sangat dikenal dengan baik
oleh masyarakat sastra dan budaya Iran. Laku
cendikianya bahkan selalu menjadi buah bibir di kalangan rekan sejawat dan mahasiswanya.

Hidup sesaat
selaksa relung di dalamnya
sesak penuh oleh hingar bingarnya umur
di sebuah jalan
yang setiap langkahnya adalah kematian lain
kita mesti waspada
Jika masa itu telah usai
Maka pergilah sudah
Pergi
Saat bertutur tentang kehidupan pribadinya, Dr Haqshenas berkata, “Sejujurnya, kehidupan saya
bukanlah cerita yang menarik. Karena tak ada yang patut untuk diceritakan. Kehidupan seorang
akademis, seorang guru, yang terbentuk dari rutinitas hidup yang jauh dari hingar bingar pesta,
ramainya perjamuan tamu, asyiknya perjalanan, serunya tontonan bioskop, ataupun indahnya
mengunjungi suatu tempat istimewa. Sebaliknya, kehidupan saya dipenuhi dengan buku-buku
yang sudah terbaca, kertas-kertas yang sudah menghitam penuh dengan goresan, kitab-kitab
yang sudah terterjemahkan atau pun tulisan dan sebangsanya”.

Anda mungkin juga menyukai