Anda di halaman 1dari 27

JURNAL KEDOKTERAN YARSI 20 (3) : 128-142 (2012)

Model Pemberdayaan Masyarakat Dalam Kemampuan


Mengidentifikasi Masalah Kesehatan: Studi Pada Program
Desa Siaga

Community Empowerment Model in the Ability to Identify


Health Problem: A Study on the Village Preparedness
Program
Endang Sutisna Sulaeman, Ravik Karsid, Bhisma Murti, Drajat
Tri Kartono, Rifai Hartanto
Department of Public Health, Faculty of Medicine, Sebelas Maret State University Surakarta,
Indonesia

KATA KUNCI Model pemberdayaan masyarakat; identifikasi masalah kesehatan; keberdayaan


masyarakat
KEYWORDS Community empowerment model; health problem identification; community
forcefulness

ABSTRAK Masalah pemberdayaan masyarakat adalah lemahnya kemampuan meng-


identifikasi masalah kesehatan. Tujuan penelitian adalah mengkaji dan meng-
analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberdayaan masyarakat
dalam kemampuan mengidentifikasi masalah kesehatan, dan merumuskan model
pemberdayaan masyarakat dalam kemampuan mengidentifikasi masalah ke-
sehatan. Penelitian ini menggunakan metode gabungan antara kuantitatif dan
kualitatif. Penelitian kuantitatif berupa penelitian survei dengan analisis jalur,
sedangkan penelitian kualitatif menggunakan studi kasus. Sasaran penelitian
adalah Bidan Pos Kesehatan Desa dan Forum Kesehatan Desa di 30 Desa Siaga.
Hasil penelitian: (1) Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberdayaan
masyarakat dalam kemampuan mengidentifikasi masalah kesehatan meliputi:
tingkat pendidikan, pengetahuan, kesadaran, kepedulian, kebiasaan, kepemimpi-
nan, modal sosial, Survei Mawas Diri, akses informasi kesehatan, peran petugas
kesehatan, dan peran fasilitator kesehatan; (2) Model pemberdayaan masyarakat
dalam kemampuan mengidentifikasi masalah kesehatan terdiri dari unsur-unsur
masukan, proses, dan keluaran. Unsur masukan terdiri dari faktor internal dan
faktor eksternal komunitas. Faktor internal meliputi: tingkat pendidikan, penge-
tahuan, kesadaran, kepedulian, kebiasaan, kepemimpinan, modal sosial, serta
Survei Mawas Diri. Sedangkan faktor ekternal meliputi: akses informasi ke-
sehatan, peran petugas kesehatan, dan peran fasilitator. Sementara itu proses
pemberdayaan masyarakat meliputi proses pendayagunaan dan pemanfaatan
sumber daya di dalam masyarakat serta proses fasilitasi dan dukungan sumber
daya dari luar masyarakat. Keluaran pemberdayaan masyarakat berupa keber-
dayaan masyarakat dalam kemampuan mengidentifikasi masalah kesehatan.

ABSTRACT The weak ability to identify health problem is a problem in community


empowerment. The objective of this research is to study and analyze factors
related to community empowerment in the ability to identify health problem,
129 ENDANG SUTISNA SULAEMAN, RAVIK KARSID, BHISMA MURTI, DRAJAT TRI KARTONO,
RIFAI HARTANTO

and formulating the community empowerment model in health problem


identification ability. The research method used was a combination of
quantitative and qualitative methods. The quantitative research is a survey with
path analysis, while the qualitative research a case study was used. The target of
research was the Midwife of Village Health Post and Village Health Forum in
30 Preparedness Village. The result of research showed (1) factors related to the
community empowerment in the ability to identify health problem were
education level, knowledge, awareness, caring, habit, leadership, social capital,
Community Self Survey (CSS), access to health information, health personnel
role, and health facilitator role; (2) the community empowerment model in the
health problem identification ability consisted of input, process and output
elements. Input element consisted of internal and external community factors.
The internal factor consisted of education level, knowledge, awareness, caring,
habit, leadership, social capital, and Community Self Survey (CSS). Meanwhile
the external factor consisted of access to health information, health personnel
role, and facilitator role. On the other hand, the community empowerment
process encompassed the efficiently resource use and utilization within the
community, and facilitation process and resource support from outside
community. The output of community empowerment constituted the
community forcefullness in the ability of identifying health problems.

Pemberdayaan masyarakat bidang WHO (2008) melakukan reformasi pe-


kesehatan mengemuka sejak dideklarasikan- layanan kesehatan dasar, meliputi (a) refor-
nya Piagam Ottawa (WHO, 1986), yang me- masi cakupan universal (universal coverage
nyatakan perlunya (a) menciptakan lingkung- reforms): menjamin sistem kesehatan ber-
an yang mendukung (create supportive kontribusi pada keadilan kesehatan, kadilan
environments), (b) memungkinkan partisipasi sosial dan pengeluaran, (b) reformasi pem-
masyarakat (enable community participation), berian pelayanan (service delivery reforms):
(c) mengembangkan kemampuan perorangan mereorganisasi pelayanan kesehatan sesuai
dalam kesehatan (develop personal skills for kebutuhan dan harapan rakyat, (c) reformasi
health), (d) menata kembali pelayanan ke- kebijakan publik (public policy reforms): men-
sehatan ke arah pencegahan dan promosi ke- jamin kesehatan komunitas, melalui aksi ke-
sehatan (reorient health services toward preven- sehatan publik yang terintegrasi dengan pe-
tion and health promotion), dan (e) memperkuat layanan kesehatan dasar, menerapkan kerja-
gerakan masyarakat (strengthen community sama lintas sektor dan memperkuat inter-
action). Selanjutnya Konferensi Internasional vensi kesehatan nasional dan transnasional,
Promosi Kesehatan ke-7 di Nairobi, Kenya serta (d) reformasi kepemimpinan (leadership
(WHO, 2009) menegaskan kembali penting- reforms): menempatkan kembali ketidaksepa-
nya pemberdayaan masyarakat, dengan me-
negaskan perlunya: (a) membangun kapasitas
Correspondence:
promosi kesehatan, (b) penguatan sistem Dr. H. Endang Sutisna Sulaeman,. dr. M.Kes. Department of
kesehatan, (c) kemitraan dan kerjasama lintas Public Health, Faculty of Medicine, Sebelas Maret State
University Jalan Ir Sutami No. 16 A Kentingan Surakarta 57126
sektor, (d) pemberdayaan masyarakat, serta Telephone/Facsimile: 0271634004 E-mail:
(e) sadar sehat dan perilaku sehat. sutisnaend_dr@yahoo.com
MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI MASALAH 130
KESEHATAN: STUDI PADA PROGRAM DESA SIAGA

danan kepercayaan pada komando dan Masih sangat banyak penyakit menu-
kontrol pada satu tangan, “cuek” (laisser- lar yang merupakan masalah kesehatan
faire). dan melepaskan pada Negara, melalui masyarakat dengan cakupan program yang
kepemimpinan terbuka, partisipatif, negosiasi masih rendah, seperti cakupan angka pene-
berdasarkan pada kepemimpinan yang me- muan pasien baru TB BTA positif (case
nunjukkan kompleksitas sistem kesehatan detection rate/CDR) masih belum mencapat
kontemporer. Sementara itu, Sistem Kesehat- target CDR paling sedikit 70% dari perkiraan
an Nasional (Departemen Kesehatan, 2009) dan menyembuhkan 85% dari semua pasien
disusun dengan memperhatikan pendekatan tersebut serta mempertahankannya
revitalisasi pelayanan kesehatan dasar, me- (Departemen Kesehatan RI, 2007). Demikian
liputi: (a) cakupan pelayanan kesehatan yang pula masih rendahnya cakupan penemuan
adil dan merata, (b) pemberian pelayanan penderita baru penderita Kusta, Frambusia,
kesehatan yang berpihak kepada rakyat, (c) dan lain-lain, disebabkan karena lemahnya
kebijakan pembangunan nasional, dan (d) kemampuan mengidentifikasi masalah ke-
kepemimpinan kesehatan. sehatan, sehingga terjadi keterlambatan
Masalah pemberdayaan masyarakat dalam upaya pengobatan yang berakibat
adalah lemahnya kemampuan meng- pada keparahan penyakit yang berakibat fatal
identifikasi masalah kesehatan, yang ter- yang mengancam jiwa penderita.
cermin antara lain terjadi keterlambatan Berdasarkan latar belakang tersebut,
dalam mengenal tanda penyakit dan tanda penelitian ini dilakukan untuk mengkaji
bahaya penyakit yang berakibat pada ke- faktor-faktor yang berhubungan dengan
terlambatan dalam mengambil keputusan pemberdayaan masyarakat dalam kemampu-
(decision making) untuk berobat dan/atau an mengidentifikasi masalah kesehatan.
merujuk ke fasilitas kesehatan (Puskesmas Secara lebih spesifik penelitian ini akan
dan Rumah Sakit Kabupaten/Kota). mengkaji dan menganalisis faktor-faktor
Masih tingginya angka kematian ibu yang berhubungan dengan pemberdayaan
(AKI) menurut hasil penelitian Thaddeus dan masyarakat dalam kemampuan mengiden-
Maine (1992 cit. Nelwan, 1998) adalah adanya tifikasi masalah kesehatan, dan merumuskan
tiga keterlambatan, diawali dari keterlambat- model pemberdayaan masyarakat dalam ke-
an mengidentifikasi tanda bahaya dan meng- mampuan mengidentifikasi masalah ke-
ambil keputusan (decision making) untuk me- sehatan.
rujuk ke fasilitas pelayanan rujukan, keter-
lambatan mencapai fasilitas pelayanan BAHAN DAN CARA KERJA
rujukan dan keterlambatan memperoleh
pertolongan yang memadai di fasilitas pe- Desain penelitian yang digunakan
layanan rujukan. Sementara itu terdapat adalah potong-lintang (cross sectional).
budaya masyarakat untuk meminta nasihat Penelitian ini bersifat explanatory study yaitu
kepada anggota keluarga yang dituakan atau berusaha menjelaskan hubungan antar-
tokoh masyarakat yang dipandang sebagai variabel berdasarkan kenyataan empiris dan
sumber rujukan nasihat dan pandangan ke- diberikan penjelasan analisis kualitatif
hidupan. Namun karena keterbatasan penge- (Fraenkel & Wallen, 1993). Metode penelitian
tahuan yang dituakan dan tokoh masyarakat ini menggunakan pendekatan metode
tersebut, maka keputusan berobat dan/atau gabungan (mixed methods) yaitu memadukan
merujuk terlambat diambil. pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pen-
dekatan kuantitatif sebagai penelitian yang
131 ENDANG SUTISNA SULAEMAN, RAVIK KARSID, BHISMA MURTI, DRAJAT TRI KARTONO,
RIFAI HARTANTO

utama, sedangkan pendekatan kualitatif responden Bidan Poskesdes dan Forum


sebagai penunjang (dominant quantitative less Kesehatan Desa/Kelurahan. Pengumpulan
qualitative) (Brannen, 2005; Padgett, 2012). data pada penelitian studi kasus dilakukan
Tiga alasan menggunakan metode gabungan, melalui wawancara mendalam, observasi
yaitu triangulasi, komplementer, dan partisipasi, dan kajian dokumen (Patton, 1987
ekspansi (Caracelli et al., 1997 cit. Padgett, cit. Alsa, 2007). Wawancara mendalam di-
2012). Penelitian kuantitatif dilakukan me- lakukan terhadap 107 informan (n = 107)
lalui penelitian survei, sedangkan penelitian terdiri dari informan masyarakat : 78 orang (n
kualitatif dilakukan dengan studi kasus = 78) dan informan petugas kesehatan: 29
sebagai studi kasus terpancang (embedded orang (n = 29). Observasi partisipatif dilaku-
research) yaitu penelitian studi kasus yang kan di dua Poskesdes, yaitu Poskesdes desa
sudah menentukan fokus penelitian berupa Jatiroyo kecamatan Jatipuro dan kelurahan
variabel utama yang akan dikaji (Yin, 2003). Gayamdompo kecamatan Karanganyar.
Populasi penelitian kuantitatif adalah Kajian dokumen dilakukan terhadap
desa/kelurahan berjumlah 177 desa/ kelura- pedoman, kebijakan, dan hasil kegiatan
han di Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa program pelayanan kesehatan dasar. Analisis
Tengah. Teknik pengambilan sampel dilaku- data kuantitatif terdiri atas analisis univariat,
kan secara disproportionate stratified random bivariat, dan multivariat. Analisis penelitian
sampling dengan mengambil sebanyak 30 studi kasus dilakukan melalui analisis
desa/kelurahan. Populasi penelitian kuali- holistik dan analisis khusus (Yin, 2003).
tatif menurut Spradley (cit. Sutopo, 2002)
menggunakan istilah “social situation” (situasi HASIL
sosial) yang terdiri atas tiga elemen yaitu
tempat, pelaku, dan aktivitas yang ber- 1. Hasil penelitian kuantitatif
interaksi secara sinergis dalam pengembang- a. Analisis univariat: distribusi fre-
an program pelayanan kesehatan dasar. kuensi variabel
Teknik pengambilan sampel menggunakan Persepsi responden menunjukkan
pengambilan sampel secara purposive dan bahwa kemampuan mengidentifikasi
snowball sampling (Patton, 1987 cit. Alsa, 2007). masalah kesehatan adalah sebesar
Data primer diperoleh dari Bidan desa 72,67% (baik), akses informasi kesehat-
Poskesdes, kader/fasilitator kesehatan, an sebesar 82,92% (baik), kepemimpin-
Forum Kesehatan Desa/Kelurahan, serta Tim an sebesar 67,5 % (cukup), dan Survei
Pembina program Desa Siaga tingkat Mawas Diri sebesar 67,22% (cukup).
Kecamatan dan Dinas Kesehatan Kabupaten.
Data sekunder diperoleh melalui penelusuran b. Hasil analisis jalur
hasil-hasil penelitian yang sudah ada, kajian Hasil analisis korelasi antara keempat
pustaka yang relevan, serta pencatatan data variabel eksogen menunjukkan adanya
yang telah dikumpulkan oleh dinas kesehat- satu variabel yang tidak signifikan
an kabupaten, Puskesmas, Posyandu, dan yaitu tingkat pendidikan. Selanjutnya
Poskesdes. dilakukan pengujian hipotesis dengan
Teknik pengumpulan data primer analisis jalur, hasilnya seperti disajikan
pada penelitian kuantitatif dilakukan dengan dalam Tabel 1.
menggunakan kuesioner tertutup, dengan
MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI MASALAH 132
KESEHATAN: STUDI PADA PROGRAM DESA SIAGA

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Analisis Jalur Antara Tingkat Pendidikan, Akses Informasi
Kesehatan, Kepemimpinan, dan SMD dengan Pemberdayaan Masyarakat dalam Kemampuan
Mengidentifikasi Masalah Kesehatan Lokal

Varibel terikat:
Pemberdayaan masyarakat dalam kemampuan
Varibel bebas
mengidentifikasi masalah kesehatan pada
ß nilai p
Tingkat Pendidikan 0,02 0,838
Akses Informasi Kesehatan 0,23 0,049*)
Kepemimpinan 0,33 0,013*)
Survei Mawas Diri 0,32 0,017*)
Keterangan: nilai ß (nilai koefisien jalur/koefisiensi regresi yang distandarisasikan); nilai p = signifikansi. *)

Berhubungan secara signifikan

Hasil perhitungan analisis jalur adalah an adalah 40,07%, secara tidak


sebagai berikut: langsung melalui akses informasi
1) Besarnya kontribusi akses infor- kesehatan adalah 7,29%, secara
masi kesehatan secara langsung tidak langsung melalui kepemim-
berhubungan dengan pember- pinan adalah 17,64%, dan kontri-
dayaan masyarakat dalam ke- busi hubungan totalnya sebesar
mampuan mengidentifikasi ma- 65%.
salah kesehatan adalah 29,48%, 4) Besarnya kontribusi akses infor-
secara tidak langsung melalui masi kesehatan, kepemimpinan,
kepemimpinan adalah 10,75%, dan Survei Mawas Diri (SMD)
secara tidak langsung melalui secara simultan langsung ber-
SMD adalah 10,24%, dan kontri- hubungan dengan pemberdayaan
busi hubungan totalnya sebesar masyarakat dalam kemampuan
50,47%. mengidentifikasi masalah kesehat-
2) Besarnya kontribusi kepemimpin- an adalah 53,2%. Sisanya (46,8%)
an secara langsung berhubungan berhubungan dengan faktor-faktor
dengan pemberdayaan masyara- lain, yaitu tingkat pendidikan,
kat dalam kemampuan mengiden- pengetahuan, kesadaran, ke-
tifikasi masalah kesehatan adalah pedulian, kebiasaan, kepemimpin-
41,86%, secara tidak langsung an, modal sosial, peran petugas
melalui akses informasi kesehatan kesehatan, dan peran fasilitator
adalah 7,56%, secara tidak kesehatan.
langsung melalui SMD adalah
17,39%, dan kontribusi hubungan 2. Hasil penelitian studi kasus
totalnya sebesar 66,81%. Faktor-faktor yang berhubungan
3) Besarnya kontribusi Survei Mawas dengan pemberdayaan masyarakat dalam
Diri (SMD) secara langsung ber- kemampuan mengidentifikasi masalah
hubungan dengan pemberdayaan kesehatan berdasarkan studi kasus
masyarakat dalam kemampuan meliputi tingkat pendidikan, pengetahuan,
mengidentifikasi masalah kesehat- kesadaran, kepedulian, kebiasaan, akses
133 ENDANG SUTISNA SULAEMAN, RAVIK KARSID, BHISMA MURTI, DRAJAT TRI KARTONO,
RIFAI HARTANTO

informasi kesehatan, kepemimpinan, “…..Fasilitator program Desa Siaga ber-


modal sosial, SMD, peran petugas peran sebagai pendamping yaitu men-
kesehatan, dan peran fasilitator kesehatan. dampingi proses mengidentifikasi masalah
Berikut kutipan hasil wawancara dengan kesehatan … (Informan 9 Desa Siaga/
beberapa informan: DS3 desa Jatipuro).
“…..Tingkat pendidikan berhubungan ......Pemimpin harus bermasyarakat, mem-
dengan kemampuan mengidentifikasi berikan contoh keteladanan dan turut serta
masalah kesehatan. Warga masyarakat yang dalam mengidentifikasi masalah kesehatan.
berpendidikan tinggi akan mengenal adanya Kepemimpinan Pak Lurah dan aparatur
masalah kesehatan.....” (Informan 3 desa sangat berpengaruh terhadap kemam-
Puskesmas Karanganyar). puan mengidentifikasi masalah kesehat-
“…..Pengetahuan dukun bayi dalam an….” (Informan 7 kelurahan
menolong persalinan, menjadikan ia dapat Gayamdompo).
membantu menolong persalinan…..“ “…..Adanya kekerabatan, kedekatan, dan
(Informan 4 Desa Jatiroyo). saling mengenal antar warga masyarakat
“.....Adanya kesadaran masyarakat yang berhubungan dengan kemampuan meng-
dipicu oleh penyuluhan petugas kesehatan, identifikasi masalah kesehatan. Tetangga
berhubungan dengan kemampuan meng- memberikan saran, nasihat atau informasi
identifikasi masalah kesehatan…..” masalah kesehatan atau penyakit yang
(Informan 1 Puskesmas Jatipuro). diderita oleh tetangganya…..”(Informan 6
“…..Masyarakat yang mempunyai ke- Puskesmas Jatipuro).
pedulian terhadap kesehatan, akan mampu “.…Manfaat melakukan SMD adalah
mengidentifikasi masalah kesehatan…..” meningkatkan kemampuan masyarakat
(Informan 5 Puskesmas Karangnyar). dalam mengidentifikasi masalah. Dengan
“.....Terdapat kebiasaan warga masyarakat SMD masyarakat dapat menyampaikan
desa menjenguk orang sakit. Dengan tradisi masalah kesehatan dan mengenal masalah
menengok orang sakit ini, warga masyara- kesehatan….” (Informan 1 Desa
kat mengenal penyakit dan masalah Jatipuro).
kesehatan yang diderita oleh orang sakit
tersebut….” (Informan 6 Desa Jatiroyo). PEMBAHASAN
“…..Akses informasi kesehatan berhubung-
an dengan kemampuan mengidentifikasi Pemberdayaan didefinisikan oleh
masalah kesehatan. Kalau ada warga WHO (cit. Natbeam et al., 1991) sebagai suatu
masyarakat mengalami kejadian seperti di proses membuat orang mampu me-
TV, misalnya ada unggas mati, masyarakat ningkatkan kontrol lebih besar atas ke-
mampu mengidentifikasi masalah kesehat- putusan dan tindakan yang mempengaruhi
an, langsung melaporkan ke Bidan kesehatan masyarakat, bertujuan untuk
Poskesdes…. “(Informan 5 Puskesmas memobilisasi individu dan kelompok rentan
Jatipuro). dengan memperkuat keterampilan dasar
“……Kemampuan mengidentifiksi masa- hidup mereka dan meningkatkan pengaruh
lah kesehatan lokal pada program Desa mereka pada hal-hal yang mendasari kondisi
Siaga diperoleh dari pendampingan oleh sosial dan ekonomi. Sementara itu,
petugas kesehatan pada saat kunjungan ke pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan
desa….” (Informan 3 Puskesmas menurut Pemerintah RI dan UNICEF (1999)
Jatipuro). adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat
MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI MASALAH 134
KESEHATAN: STUDI PADA PROGRAM DESA SIAGA

non instruktif untuk meningkatkan penge- semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin
tahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah kesehatan.
mampu mengidentifikasi masalah, meren- Sebaliknya, tingkat pendidikan rendah,
canakan, dan melakukan pemecahannya kurang mampu mengidentififkasi masalah
dengan memanfaatkan potensi setempat dan kesehatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan
fasilitas yang ada, baik dari instansi lintas kesimpulan WHO Commission on Social
sektor maupun LSM dan tokoh masyarakat. Determinants of Health (2005 cit. Keleher &
Sementara itu masalah pemberdaya- MacDougall, 2009) bahwa pendidikan dan
an masyarakat menurut Geno (2009) adalah melek huruf mempengaruhi kesehatan.
sebagai berikut: (1) Paradigma sehat sebagai Arnoux et al., (1991 cit. Collins, 2003)
paradigma pembangunan kesehatan yang menetapkan tingkat pendidikan sebagai
menjadi landasan berpikir dan bertindak determinan lingkungan kesehatan. Demikian
telah dirumuskan, namun belum dipahami pula penelitian Gallaway & Bernasek (2004)
dan aplikasikan semua pihak. (2) Pada Era menyimpulkan bahwa pendidikan memberi
Otonomi Daerah, pemerintah daerah orang keterampilan hidup dan membuka
kabupaten/kota memegang kewenangan peluang untuk berpikir dan berkomunikasi
penuh terhadap bidang kesehatan, sehingga dalam mengidentififkasi masalah kesehatan.
dukungan dan peran pemerintah daerah Blau et al., cit. House & Williams (2002)
sangat dominan terhadap jalan tidaknya menyatakan, bahwa kesehatan seseorang
program pelayanan kesehatan dasar. (3) secara individual pertama-tama dipengaruhi
Ditentukan oleh pelayanan kesehatan dasar oleh tingkat dan jenis pendidikan.
seperti Puskesmas, Posyandu, dan Poskes- Selanjutnya pendidikan menjadi pintu masuk
des. Revitalisasi Puskesmas, Posyandu dan untuk memperoleh pekerjaan, kemudian
Poskesdes hanya diartikan dengan pemenu- menghasilkan pendapatan, akhirnya dapat
han fasilitas sarana. Seharusnya revitalisasi mengumpulkan kekayaan yang secara tidak
diarahkan pada bagaimana fungsi pelayanan langsung mempengaruhi kesehatan.
kesehatan dasar berjalan optimal. (4) Peran Sebagian besar informan sepakat
dinas kesehatan kabupaten/kota, rujukan ke bahwa pengetahuan berhubungan dengan
dan dari dinas kesehatan kabupaten/kota kemampuan mengidentifikasi masalah ke-
kurang berjalan, dan dinas kesehatan sehatan. Semakin tinggi pengetahuan, se-
kabupaten/kota lebih banyak melakukan makin tinggi kesadaran akan kesehatan.
tugas-tugas administratif, yang seharusnya Salah satu prinsip dalam pemberdayaan
bertanggung jawab penuh terhadap masyarakat adalah menghargai pengetahun
keberhasilan pembangunan kesehatan secara lokal (valuing local knowledge), artinya pe-
menyeluruh di wilayah kab./kota. (5) ngetahuan dan keahlian lokal menjadi paling
Keterlibatan stakeholders dan masyarakat bernilai dalam memberikan informasi tentang
secara luas. Selama ini keterlibatan masya- pemberdayaan masyarakat, serta penge-
rakat bersifat semu yang lebih berkonotasi tahuan dan keahlian lokal perlu diidentifikasi
kepatuhan daripada partisipasi spontan dan dan diakui, bukan ditempatkan lebih rendah
bukan pemberdayaan masyarakat. dari pengetahuan dari luar. Ife (2002) me-
Dari semua informasi yang diperoleh negaskan bahwa proses pemberdayaan ma-
hampir semua informan sepakat bahwa syarakat adalah mengidentifikasi penge-
tingkat pendidikan berhubungan dengan tahuan lokal dan menakar tingkat keahlian
kemampuan mengidentifikasi masalah lokal.
kesehatan. Informan menyampaikan bahwa
135 ENDANG SUTISNA SULAEMAN, RAVIK KARSID, BHISMA MURTI, DRAJAT TRI KARTONO,
RIFAI HARTANTO

Sanders (1958 cit. Wass, 1997) berpen- sumber daya, nilai-nilai, sejarah, dan jaring-
dapat bahwa pemberdayaan masyarakat an. Holland et al., (1989 cit. Ife, 2002) ber-
dapat dilihat sebagai proses, metode, pro- argumentasi, masyarakat lokal memiliki
gram, dan gerakan. Pemberdayaan ma- pengetahuan, kearifan dan keahlian.
syarakat sebagai proses yaitu serangkaian Kesadaran juga berhubungan dengan
langkah-langkah di luar kebiasaan yang di- kemampuan mengidentifikasi masalah ke-
lakukan dalam membangun pemberdayaan sehatan. Kesadaran memunculkan kepeduli-
masyarakat. Langkah-langkah pemberdayaan an. Masyarakat menyadari bahwa sehat itu
masyarakat terdiri dari: menentukan ke- penting, karena kalau sakit tidak bisa bekerja.
butuhan yang dirasakan, menggunakan ke- Kesadaran muncul dari seringnya diadakan
pemimpinan lokal, menumbuhkan kemam- sosialisasi program kesehatan oleh petugas
puan menolong diri sendiri, dan menindak kesehatan. Mardikanto (2010) menegaskan
lanjuti dengan sebuah lembaga/organisasi bahwa upaya pemeliharaan kesehatan perlu
untuk meneruskan pencapaian tujuan pem- dilakukan melalui penumbuhan kesadaran,
berdayaan masyarakat. Pemberdayaan ma- disamping peningkatan pengetahuan dan
syarakat sebagai metode yaitu cara yang keterampilan. Suhendra (2006) berpendapat
digunakan untuk meningkatkan otonomi dan bahwa kesadaran (awareness) termasuk dalam
kemampuan masyarakat, melalui keikut- aspek pemberdayaan masyarakat.
sertaannya dalam proses pengambilan ke- Kesadaran merupakan unsur dalam manusia
putusan dan pemecahan masalah. Pember- dalam memahami realitas dan bagaimana
dayaan masyarakat sebagai program yaitu cara bertindak atau menyikapi terhadap
program-program yang dalam pelaksanaan- realitas. Manusia memiliki ke-sadaran akan
nya menggunakan metode dan proses dirinya sebagai entitas yang tak terpisahkan
pemberdayaan masyarakat. Sementara itu, dari komunitas sosialnya. Hal ini menuntut
pemberdayaan masyarakat sebagai gerakan seseorang untuk peduli terhadap orang lain,
yaitu landasan kebersamaan dan pember- untuk siap menolong penderitaan orang lain.
dayaan dalam pengembangan masyarakat Peningkatan kesadaran (consciousness raising)
melalui pendekatan filosofi tertentu yang menurut Ife et al., (2002) merupakan bagian
sejalan dengan pelayanan kesehatan dasar. inti dari pemberdayaan masyarakat dan
Taruna (2010) menyebutkan lima merupakan salah satu prinsip dalam
faktor yang menentukan keberhasilan pemberdayaan masyarakat. Masyarakat yang
pemberdayaan masyarakat. Salah satunya sadar menemukan peluang-peluang dan
adalah transfer pengetahuan dan informasi, memanfaatkannya, menemukan sumber-
selain mekanisme berkeputusan bersama, sumber daya yang ada, menjadi semakin
institusi yang semakin kuat, kepemimpinan tajam dalam mengetahui apa yang sedang
dan fasilitasi, serta mekanisme pendanaan. terjadi baik di dalam maupun di luar
Transfer pengetahuan dan informasi artinya masyarakat nya, serta mampu merumuskan
memberi pemahaman melalui penjabaran kebutuhan-kebutuhan dan aspirasinya.
dan penjelasan pengetahuan dan informasi Demikian pula kepedulian, masya-
kepada masyarakat dengan tanpa menge- rakat yang mempunyai kepedulian akan
sampingkan budaya setempat. Goodman et mempunyai kemampuan mengidentififkasi
al., (1998 cit. Rehn et al., 2006) memasukkan masalah kesehatan lokal. Dengan adanya
faktor pengetahuan masyarakat dalam pem- kepedulian masyarakat terhadap program
berdayaan masyarakat, disamping faktor pelayanan kesehatan dasar, maka tanggung
partisipasi, kepemimpinan, keterampilan, jawab program kesehatan tidak hanya di-
MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI MASALAH 136
KESEHATAN: STUDI PADA PROGRAM DESA SIAGA

bebankan kepada pengurus program pe- kesehatan berhubungan dengan sosialisasi,


layanan kesehatan dasar, aparat pemerinta- media massa elektronik (televisi), koran
han desa/kelurahan, dan petugas kesehatan, daerah, radio daerah, dan selebaran, rapat
tetapi juga menjadi tanggung jawab koordinasi kecamatan, dan surveilans ber-
masyarakat, karena program kesehatan itu basis masyarakat. Sejalan dengan itu,
untuk masyarakat. Hal ini sejalan dengan Rootman et al., (2002) cit. Keleher &
hasil penelitian disertasi Pramudho (2009) MacDougall (2009) berpendapat bahwa akses
dengan judul “Pengembangan Instrumen informasi kesehatan meliputi pengetahuan
Pengukuran Kemitraan Desa Siaga di tentang kesehatan dan perawatan kesehatan,
Kabupaten Subang Jawa Barat”. Variabel kemampuan untuk menemukan, memahami,
kemitraan Desa Siaga mengelompok ke menginterpretasikan, dan mengkomunikasi-
dalam empat faktor, antara lain faktor kan informasi kesehatan, kemampuan untuk
manfaat, dengan tujuh variabel, antara lain: meminta perawatan kesehatan yang tepat
meningkatkan kepedulian masyarakat ter- dan membuat keputusan kesehatan secara
hadap masalah kesehatan. Kepedulian ada- kritis.
lah emosi manusia yang muncul akibat pen- Kepemimpinan berhubungan dengan
deritaan orang lain. Lebih kuat daripada kemampuan mengidentifikasi masalah ke-
empati, perasaan ini biasanya memunculkan sehatan. Peran kepemimpinan dalam meng-
usaha mengurangi penderitaan orang lain identifikasi masalah kesehatan adalah (1)
(Wikipedia, 2012). menggugah kesadaran dan semangat masya-
Selanjutnya adanya kebiasaan ma- rakat dalam mengidentifkasi masalah ke-
syarakat berhubungan dengan kemampuan sehatan, (2) memberikan arahan, dorongan
mengidentifikasi masalah kesehatan. Seperti dan bimbingan dalam mengidentifikasi ma-
adanya kebiasaan warga masyarakat me- salah kesehatan, (3) menyebarkan informasi
ngunjungi orang sakit, menjadikan warga kesehatan terkait identifikasi masalah ke-
masyarakat mengenal penyakit dan masalah sehatan lokal, dengan terjun langsung ke
kesehatan yang diderita oleh orang sakit setiap RT, (4) mengatasi hambatan-hambatan,
tersebut. Kebiasaan atau tradisi (Bahasa memberikan jalan keluar, serta memfasilitasi
Latin: traditio, "diteruskan"), dalam pengerti- dan memberi stimulan dana ke setiap dusun
an yang paling sederhana adalah sesuatu dalam mengidentifikasi masalah kesehatan,
yang telah dilakukan untuk sejak lama dan (5) berperan sebagai mediator dan katalisator
menjadi bagian dari kehidupan suatu dalam menjalin kerjasama dengan pihak
kelompok masyarakat. Kebiasaan (folkways) terkait dalam mengidentifikasi masalah ke-
merupakan suatu bentuk perbuatan ber- sehatan, serta (6) pelopor dan teladan dalam
ulang-ulang dengan bentuk yang sama yang mengidentifikasi masalah kesehatan.
dilakukan secara sadar dan mempunyai Brecker (1997) menyimpulkan bahwa
tujuan-tujuan jelas dan dianggap baik dan kepemimpinan bidang pemberdayaan
benar (Wikipedia, 2012). Selanjutnya kebiasa- masyarakat pada abad 21 mensyaratkan
an itu mengkristal menjadi norma sosial yaitu perlunya memfokuskan pada antisipasi
kebiasaan umum yang menjadi patokan perubahan dan mengelolanya secara efektif,
perilaku dalam suatu masyarakat dan serta menerapkan kewirausahaan. Selanjut-
batasan wilayah tertentu. nya Lassey et al., (1976) menegaskan bahwa,
Adanya informasi kesehatan ber- untuk meningkatkan kompetensi kepemim-
hubungan dengan kemampuan mengiden- pinan komunitas, harus difokuskan pada hal-
tifikasi masalah kesehatan. Akses informasi hal berikut: (a) pengambilan keputusan di-
137 ENDANG SUTISNA SULAEMAN, RAVIK KARSID, BHISMA MURTI, DRAJAT TRI KARTONO,
RIFAI HARTANTO

lakukan secara partisipatif, (b) melakukan yang bermanfaat bagi pemenuhan kebutuh-
perencanaan perubahan sosial, mencakup an masyarakat, dan (e) memiliki kemampu-
memperluas partisipasi publik, (c) proses an berkomunikasi secara efektif dengan
perubahan yang direncanakan harus di- masyarakat dan lingkungan sosialnya.
mengerti dan bisa dilaksanakan secara luas Berdasarkan studi kasus terungkap
oleh masyarakat, serta (d) potensi kemam- bahwa modal sosial meliputi dimensi
puan kepemimpinan diperluas pada popu- kognitif, relasional, dan struktural. Dimensi
lasi melalui kecakapan pengetahuan, ke- kognitif meliputi kepercayaan, norma sosial
terampilan, dan pengalaman kepemimpinan. timbal balik, dan merasa memiliki satu sama
Mar’at (1982) berpandangan bahwa lain. Adanya kepercayaan antar anggota
kepemimpinan adalah salah satu kunci ke- keluarga, tetangga, teman kerja, dan warga
berhasilan pemberdayaan masyarakat. Bila masyarakat, serta kepercayaan warga ter-
kepemimpinan itu peduli (care), jujur dan hadap petugas kesehatan dan sarana
tulus hati (honest), bertanggungjawab pelayanan kesehatan dasar yang ada di desa
(accountable), amanah (trurteeship), dan berdampak pada pemanfaatan pelayanan
tanggap (responsible), maka program pem- kesehatan dasar.
berdayaan masyarakat bidang kesehatan Dimensi relasional modal sosial ber-
akan berhasil. Hasil penelitian Sumardjo ada dalam kehidupan sehari-hari masyara-
(2003) menemukan fakta bahwa kepemim- kat, seperti saling berkunjung, simpati dan
pinan lokal yang efektif mengembangkan saling berhubungan antara individu, ke-
kelompok masyarakat setidaknya apabila luarga, tetangga, dan kelompok sehingga
memiliki empat prasyarat yaitu terpercaya, terakumulasi menjadi modal sosial yang
kompeten, komunikatif, dan memiliki dapat memenuhi kebutuhan sosial dan
komitmen kerjasama yang tinggi dalam berpotensi untuk meningkatkan kemampu-
pengembangan kelompok untuk memenuhi an mengidentifikasi masalah kesehatan.
kebutuhan dan kepentingan anggotanya Budaya tolong menolong terlihat sangat kuat
secara berkeadilan. Selanjutnya Sumardjo seperti tampak pada upaya meringankan
(2003) berpendapat bahwa figur pemimpin tetangga dan warga yang kurang mampu
yang efektif adalah apabila mempunyai ketika menderita sakit. Landasan norma atau
prasyarat berikut yaitu (a) memiliki pemaha- nilai sosial yang utama adalah ajaran Agama
man yang baik tentang potensi, kebutuhan Islam dan budaya. Adanya kekerabatan, ke-
dan minat masyarakat, (b) memiliki keber- dekatan, dan saling mengenal antar warga
pihakan pada masyarakat dan berorientasi masyarakat berhubungan dengan kemampu-
pada keadilan, (c) memiliki energi yang an mengidentifikasi ma salah kesehatan.
cukup untuk mewujudkan upaya pemenuh- Teman dekat dan tetangga sering memberi-
an kebutuhan masyarakat. tahukan masalah kesehatan atau penyakit
Sementara itu ciri kepemimpinan yang diderita teman dekatnya atau tetangga-
yang efektif menurut Kartono (2005) adalah nya.
(a) memiliki kejujuran, berhasil meraih Dimensi struktural yaitu adanya per-
kepercayaan masyarakat, (b) memiliki kete- sekutuan dan perkumpulan dalam masyara-
ladanan yang nyata, (c) menerapkan gaya kat, meliputi (1) kepengurusan program Desa
kepemimpinan sesuai situasi masyarakat, (d) Siaga, secara formal sudah dibentuk, ter-
memiliki visi tentang kondisi lingkungan masuk uraian tugas pokok dan fungsi, (2)
sosialnya, yang sangat diyakininya dan organisasi PKK (Pemberdayaan dan Kesejah-
didukung dengan karakter perilaku nyata teraan Keluarga) sebagai organisasi semi-
MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI MASALAH 138
KESEHATAN: STUDI PADA PROGRAM DESA SIAGA

formal yang bertujuan mengaktifkan peran Manfaat SMD terungkap dalam studi
perempuan dalam proses pemberdayaan kasus sebagai berikut yaitu (1) masyarakat
keluarga. Keberadaan PKK sebagai jejaring dapat menyampaikan masalah kesehatan, (2)
masyarakat telah berperan dalam meng- masyarakat dapat mengenal masalah kesehat-
identifikasi masalah kesehatan. PKK memiliki an dan mempunyai keberanian untuk me-
struktur berjenjang mulai tingkat RT, tingkat nyampaikan masalah kesehatan, (3) dapat
RW/Lingkungan, dan desa/kelurahan, (3) mengidentifikasi masalah kesehatan di setiap
paguyuban Rukun Tetangga-Rukun Warga, dusun, (4) masyarakat menjadi mengetahui
dibentuk untuk melakukan komunikasi harus berbuat apa, (5) masyarakat mampu
antara warga, dengan mengadakan pertemu- mengidentifikasi kebutuhan kesehatan.
an rutin untuk mengidentifikasi masalah Pelaksanaan SMD bisa diintegrasikan dengan
kemasyarakatan, termasuk masalah kesehat- Musyawarah Perencanaan Pembangunan
an. Setiap keputusan termasuk kesehatan (Musrenbang) yang dilaksanakan setiap
diambil melalui musyawarah mufakat, (4) tahun secara berjenjang dari tingkat dusun,
Lembaga Swadaya Masyarakat, melakukan desa/kelurahan sampai ke tingkat
penggalangan sumber daya masyarakat. kabupaten. Dalam Masyarakat Perencanaan
Dana yang terkumpul digunakan untuk Pembangunan (Musrenbang) juga dilakukan
kegiatan pemberdayaan masyarakat bidang identifikasi masalah. Terdapat dua model
kesehatan. SMD yaitu model kuesioner dan model
Menurut Hawe & Shiell (2000) modal simulasi dan pada umumnya masyarakat
sosial berhubungan dengan kemampuan memilih menggunakan model simulasi.
mengidentifikasi masalah kesehatan, antara SMD sebagai metode yang diguna-
lain: adanya pertukaran informasi (exchange kan untuk evaluasi internal dan mawas diri
information), yaitu tetangga kadang-kadang adalah cara yang tampak sederhana namun
memberikan saran satu sama lain, mem- bermanfaat untuk mengikutsertakan warga
berikan tip (nasihat) atau informasi lain yang masyarakat dan menangkap ide-ide yang
lebih berharga untuk mendapatkan pelayan- berbeda dalam kelompok masyarakat.
an kesehatan. Kawachi et al., (1997) menegas- Menurut Stanfield (2002) cit. Kasmel &
kan bahwa modal sosial dapat mempenga- Andersen (2011) metode membangun kon-
ruhi kesehatan seperti halnya determinan sensus seperti SMD meningkatkan kepeduli-
sosial dan lingkungan. Penelitian Hawe & an, tekad warga masyarakat untuk melaku-
Shiell (2000) dan Yuasa et al., (2007) mem- kan transformasi, memungkinkan warga
buktikan bahwa adanya modal sosial melalui untuk menghormati dan memahami sudut
jaringan sosial dan komunitas berdampak pandang dan pengalaman setiap warga
pada kualitas perlindungan kesehatan. masyarakat. Selain itu, metode SMD sebagai
Kawachi et al. (1997) cit. Sampson & Morenoff lokakarya konsensus sangat transparan, me-
(2000) melaporkan bahwa tingkat ketidakper- layani, melindungi kepentingan dan meng-
cayaan menunjukkan hubungan yang kuat ungkap keprihatinan warga ma-syarakat.
dengan angka kematian sesuai umur (r = Inklusifitas SMD memungkinkan warga
0,79, p < 0,001). Tingkat keper-cayaan yang masyarakat dan kelompok untuk memiliki
rendah berhubungan dengan angka tertinggi tingkat kesadaran yang tinggi dalam
dari sebagian terbesar penyebab kematian kaitannya dengan keputusan yang diambil
utama, termasuk penyakit jantung koroner dalam mengidentifikasi masalah kesehatan.
dan stroke.
139 ENDANG SUTISNA SULAEMAN, RAVIK KARSID, BHISMA MURTI, DRAJAT TRI KARTONO,
RIFAI HARTANTO

Terungkap melalui studi kasus ada- fasilitator dalam proses pemberdayaan


nya peranan petugas kesehatan, mulai dari masyarakat adalah untuk meningkatkan
kepala dinas kesehatan kabupaten/kota, kapasitas individu, entitas, dan jejaring,
kepala Puskesmas dan staf Puskesmas serta terhimpun dalam satu kata “edfikasi”, me-
bidan Poskesdes dalam kemampuan meng- rupakan akronim edukasi, diseminasi infor-
identifikasi masalah kesehatan. Adapun masi/inovasi, fasilitasi, konsultasi, supervisi,
peran petugas kesehatan dalam meningkat- pemantauan, dan evaluasi. Disamping itu
kan kemampuan mengidentifikasi masalah pula, perlu menerapkan prinsip “berbagi
kesehatan adalah melakukan pendekatan pengetahuan”, fasilitator membawa penge-
kepada pemangku kepentingan dan masya- tahuan dan kearifan tertentu.
rakat agar mereka menjadi sadar akan Hasanuddin (2010) memaparkan per-
permasalahan yang dihadapi di desanya, anan fasilitator sebagai (1) katalis yaitu men-
serta bangkit niat dan tekad untuk mencari dorong timbulnya perasaan tidak puas di
solusinya. Disamping itu juga memantau dan masyarakat mengenai hasil pembangun-an
membina pelaksanaan SMD sebagai wahana (kesehatan) yang sudah ada; (2) penemu
untuk mengidentifikasi masalah kesehatan, solusi yaitu memberikan kejelasan gagasan
serta melakukan pendampingan yang ber- pembangunan yang diajukan kepada sasa-
peran sebagai fasilitator. ran perubahan; (3) pendamping yaitu men-
Sementara itu peran fasilitator me- dampingi proses penentuan solusi per-
nurut sebagian besar informan diakui sangat masalahan sebagai aplikasi inovasi pem-
menentukan dalam proses pemberdayaan bangunan; (4) perantara yaitu mempersatu-
masyarakat. Peran fasilitator adalah men- kan antara dua kepentingan (pembuat ke-
ciptakan suasana dialogis dengan masyarakat bijakan dan sasaran pembangunan) dengan
untuk menumbuhkembangkan, menggerak- membuat keputusan terbaik; (5) motivator
kan, serta memelihara partisipasi masyarakat. yaitu memberikan dorongan; dan (5) mem-
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Rogers fasilitasi proses pemberdayaan masyarakat.
(1995) yang menyatakan bahwa kunci ke-
berhasilan fasilitator adalah: (a) kemauan dan SIMPULAN
kemampuan untuk menjalin hubungan
secara langsung maupun tidak langsung Berdasarkan hasil analisis data dan
dengan penerima manfaat, (b) kemauan dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai
kemampuan fasilitator untuk menjadi per- berikut: (1) Faktor-faktor yang berhubungan
antara antara sumber-sumber inovasi (lemba- dengan pemberdayaan masyarakat dalam
ga keilmuan, penelitian) dengan pemerintah, kemampuan mengidentifikasi masalah ke-
lembaga pengembangan pembangunan dan sehatan adalah meliputi tingkat pendidikan,
masyarakat, serta (c) kemauan dan kemam- pengetahuan, kesadaran, kepedulian, ke-
puan fasilitator untuk menyesuaikan kegiat- biasaan, kepemimpinan, modal sosial, SMD,
an yang dilakukan dengan kebutuhan yang akses informasi kesehatan, peran petugas
dirasakan masyarakat. kesehatan, dan peran fasilitator kesehatan; (2)
Menurut Lippit et al., (1958) dalam Model pemberdayaan masyarakat dalam
Mardikanto (2009) peran fasilitator adalah kemampuan mengidentifikasi masalah ke-
untuk mempengaruhi proses pengambilan sehatan terdiri dari unsur-unsur masukan,
keputusan yang dilakukan oleh masyarakat proses, dan keluaran. Unsur masukan terdiri
untuk mengadopsi inovasi. Selanjutnya dari faktor internal dan faktor eksternal
Mardikanto (2009) berpendapat bahwa peran komunitas. Faktor internal meliputi tingkat
MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI MASALAH 140
KESEHATAN: STUDI PADA PROGRAM DESA SIAGA

pendidikan, pengetahuan, kesadaran, ke- Ketiga, untuk Pemerintah Daerah


pedulian, kebiasaan, kepemimpinan, modal yaitu (a) Pemerintah daerah kabupaten/kota
sosial, serta SMD, sedangkan faktor ekternal perlu memberikan dukungan kebijakan,
meliputi akses informasi kesehatan, peran sarana dan dana untuk pengembangan
petugas kesehatan, dan peran fasilitator. program pelayanan kesehatan dasar; (b)
Proses pemberdayaan masyarakat meliputi Perlu adanya upaya memperkuat peranan
proses pendayagunaan dan pemanfaatan pemerintah daerah dan jajarannya hingga
sumber daya di dalam masyarakat serta kepala desa/lurah, ketua RW dan RT dalam
proses fasilitasi dan dukungan sumber daya pengembangan program pelayanan keseha-
dari luar masyarakat. Keluaran pemberdaya- tan dasar; (c) Perlunya menerbitkan Per-
an masyarakat berupa keberdayaan masyara- aturan Daerah (Perda) tentang program
kat dalam kemampuan mengidentifikasi pelayanan kesehatan dasar.
masalah kesehatan. Keempat, untuk Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yaitu (a) Perlunya me-
SARAN ningkatkan kemampuan manajerial program
pelayanan kesehatan dasar, serta mereorgani-
Berdasarkan hasil penelitian, maka sasi dan merevitalisasi Tim Pembina program
disarankan Pertama, untuk program pelaya- pelayanan kesehatan dasar; (b) Perlunya
nan kesehatan dasar yaitu (a) Pengem- merekrut dan melatih fasilitator program
bangan program pelayanan kesehatan dasar kesehatan, serta melakukan pelatihan
seyogyanya dilakukan dengan pendekatan program pelayanan kesehatan dasar bagi
sistem meliputi unsur-unsur masukan, petugas puskesmas dan kader; (c) Perlunya
proses, dan keluaran; (b) Perlu mengubah menyediakan anggaran dan sumber daya
paradigma pengelolaan program pelayanan bagi pengembangan dan pelestarian program
kesehatan dasar dari “pendekatan top-down pelayanan kesehatan dasar; (d) Perlunya
menjadi pendekatan bottom up”. menyusun SOP pelayanan kesehatan dasar;
Kedua, untuk Kementerian Kesehatan dan (e) Perlunya melakukan pembinaan
yaitu (a) Upaya pemberdayaan masyarakat fungsi puskesmas sebagai pusat pemberdaya-
seyogyanya menjadi bagian integral dari an masyarakat.
pembangunan daerah dan dilaksanakan Kelima, untuk Puskesmas yaitu (a)
secara terpadu oleh pemerintahan desa dan Perlunya memperkuat fungsi puskesmas
kelurahan; (b) Kebijakan yang terkait dengan sebagai pusat pemberdayaan masyarakat
pemberdayaan masyarakat perlu diintegrasi- bidang kesehatan, dan mengarusutamakan
kan dan dikoordinasikan dengan kementeri- program pemberdayaan masyarakat bidang
an terkait di tingkat pusat dalam kerangka kesehatan pada upaya kesehatan wajib
mengembangkan dan memperkuat otonomi puskesmas; (b) Perlunya menumbuh-
daerah dan memperkuat kapasitas peme- kembangkan komitmen dan kerjasama tim di
rintahan desa/kelurahan; (c) Perlunya me- tingkat Puskesmas, kecamatan dan desa
lakukan sosialisasi dari setiap kebijakan baru dalam program pelayanan kesehatan dasar;
kepada instansi tingkat pusat yang terkait (c) Perlunya melakukan penyegaran program
dan pemerintah daerah; (c) Perlunya mem- pelayanan kesehatan dasar kepada petugas
perkuat fungsi puskesmas sebagai pusat Puskesmas dan Forum Fasilitator Desa/
pemberdayaan masyarakat dengan memper- Kelurahan; (d) Perlunya menyusun rencana
jelas fungsi pembinaan puskesmas yang ter- program pelayanan kesehatan dasar secara
cantum dalam struktur organisasi Kemenkes. lintas program dan lintas sektor; (e) Perlunya
141 ENDANG SUTISNA SULAEMAN, RAVIK KARSID, BHISMA MURTI, DRAJAT TRI KARTONO,
RIFAI HARTANTO

meningkatkan kemampuan manajerial pro- Ucapan terimakasih


gram pelayanan kesehatan dasar, serta mere- Kami mengucapkan terima kasih
organisasi dan merevitalisasi Tim Pembina kepada Ketua Lembaga Penelitian dan
program pelayanan kesehatan dasar kecamat- Pengabdian Kepada Masyarakat serta
an dan Puskesmas; (f) Perlunya melakukan Direktur Pascasarjana Universitas Sebelas
pemantauan, penilaian dan pembimbingan Maret yang telah mendanai penelitian Hibah
program pelayanan kesehatan dasar secara Pascasarjana serta kepada dr. Cucuk Heru
teratur dan lestari serta diumpan balikkan; Kusumo, M. Kes, Kepala Dinas Kesehatan
dan (g) Perlunya mengintensifkan sosialisasi Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa
program pelayanan kesehatan dasar kepada Tengah yang telah memberikan kesempatan
masyarakat. sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
Keenam, untuk pemerintahan desa/
kelurahan yaitu (a) Perlunya memperkuat KEPUSTAKAAN
keberadaan dan fungsi pelayanan kesehatan
dasar di kantor desa/kelurahan, dengan Alsa A 2007. Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif Serta
Kombinasinya Dalam Penelitin Psikologi Satu
menjadikan pelayanan kesehatan dasar
Uraian Singkat dan Contoh Berbagai Tipe
sebagai UKBM dan bukan perpanjangan Penelitian. Cetakan III. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Puskesmas, serta menerbitkan Peraturan Brannen Y 2005. Memadu Metode Penelitian Kualitatif
Desa (Perdes) tentang program pelayanan dan Kuantitatif. Cetakan VI. Yogyakarta: Pustaka
kesehatan dasar; (b) Perlunya mengalokasi- Pelajar.
Brecker DJ 1997. Managing Health Promotion Programs
kan belanja desa dari Anggaran Dana Desa Leadership Skills for the 21 st Century. United State
(ADD) untuk mendanai kegiatan dan of America: Aspen Publishers
program pelayanan kesehatan dasar; (c) Collins T 2003. Models of Health: pervasive, persuasive
Perlunya mengkoordinasikan pendaya- and politically charged, pp.62-68 dalam Sidell M,
Jones L, Katz J, Paberdy A and Douglas J (Eds.).
gunaan dan pemanfaatan sumber daya di
Debate and Dilemmas in Promoting. Second Edition.
dalam masyarakat dan dari luar masyarakat Palgrave MacMillan. New York
untuk pengembangan program pelayanan Departemen Kesehatan RI 2009. Sistem Kesehatan
kesehatan dasar; (d) Perlunya mengkoor- Nasional. Jakarta.
dinasikan gerakan masyarakat untuk ber- ____________________ 2002. Paradigma Sehat Menuju
Indonesia Sehat, Jakarta.
partisipasi dalam pengembangan program ____________________ 2007. Pedoman Nasional
pelayanan kesehatan dasar. Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2 Cetakan
Ketujuh, untuk peneliti lain (a) Me- pertama. Jakarta.
lakukan penelitian tentang metode bagai- Fraenkel JR and Wallen NE 1993. How To Design And
Evaluate Research in Education. Second Edition.
mana menumbuhkan kemampuan meng-
New York. McGraw-Hill Inc.
identifikasi masalah kesehatan; (b) Melaku- Gallaway JH and Bernasek A 2004. Literacy and
kan penelitian untuk mengkaji pember- women's empowerment in Indonesia: implications
dayaan masyarakat bidang kesehatan pada for policy. Journal of Economic Issues/June. Diunduh
lingkup yang lebih spesifik seperti keluarga 7 Agustus 2010.
Geno RP 2009. Faktor Sukses Menuju Desa Siaga.
dan perorangan serta untuk program ke- Diunduh 3 Maret 2010.
sehatan tertentu; (c) Melakukan penelitian Hawe P and Shiell A 2000. Social Capital and Health
tentang pemberdayaan masyarakat bidang Promotion, pp. 40-47. Dalam Sidell, M, Jones, L,
kesehatan dengan mengukur unsur-unsur Katz, J, Peberdy, A and Douglas, J, (Eds.) Debates and
Dilemmas in Promoting Health. Second Edition. The
masukan, proses, dan keluaran dalam
Open University. Palgrave Mac Millan.
kerangka pendekatan sistem.
MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM KEMAMPUAN MENGIDENTIFIKASI MASALAH 142
KESEHATAN: STUDI PADA PROGRAM DESA SIAGA

Hasanuddin TB 2010. Dasar-dasar Penyuluhan Pramudho PAK 2009. Pengembangan Instrumen


Pembanguan. Parcasarjana Universitas Sebelas Pengukuran Kemitraan Desa Siaga di Kabupaten
Maret. Subang Jawa Barat. Jakarta: Program Studi Ilmu
House JS and Williams DR 2002. Understanding and Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Reducing Socioeconomic and Racial/Ethnic Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok.
Disparities in Health. Pp 81-116. dalam Syme, S.L Rehn NS, Øvretveit J, Laamanen R et al 2006.
and L.G. Reeder (Eds.) Promoting Health Intervention Determinants of health promotion action:
Strategies From Social and Behvioral Research. Third comparative analysis of local voluntary associations
Printing. National Academy Press. Washington, DC in four municipalities in Finland. Health Promotion
United State of America. International, Vol. 21 No. 4. Diunduh 6 Nopember
Ife J 2002. Community Development: Community- 2011.
Based Alternatives in on Age of Globalisation. Rogers EM 1999. Diffusion of Innovations. Third
Australia : Pearson Education Australia. Edition. The Free Press. London: Collier Macmillan
Kasmel A and Andersen PT 2011. Measurement of Publishers.
Community Empowerment in Three Community Sampson RJ dan Morenoff JD 2000. Public Health and
Programs in Rapla (Estonia). International Journal of Safety in Context: Lesson from Community-Level
Environmental Research and Public Health 8, 799-817. Theory on Social Capital. Pp 366-385. dalam Syme,
Diunduh 7 Agustus 2010. S.L and L.G. Reeder (eds.) Promoting Health
Kartono K 2005. Pemimpin dan Kepemimpinan, Intervention Strategies From Social and Behvioral
Apakah Kepemimpinan Abnormal itu?. Cetakan Research. Third Printing. Washington, DC United
Ketigabelas. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. State of America: National Academy Press.
Kawachi I, Kennedy BP, Lochner K et al 1997. Social Sutopo HS 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar
Capital, Income Inequality and Mortality. American teori dan terapannya dalam penelitian. Surakarta:
Journal of Public Health; 87:1491-98. Diunduh 7 UNS Press.
Agustus 2010. Suhendra K 2006. Peranan Birokrasi dalam
Keleher H dan MacDougall C 2009. Understanding Pemberdayaan Masyarakat. Cetakan kesatu.
Health A Determinants Approach. 2nd Edition. Bandung: Alfabeta.
Australia dan New Zealand: Oxford University Sumardjo 2003. Kepemimpinan dan Pengembangan
Press. Kelembagaan Pedesaan: Kasus Kelembagaan
Lassey WR dan Fernandez RR 1976. Leadership and Ketahanan Pangan hal 151-169 dalam Yustina, I dan
Community Development. Pp. 346-347. dalam Sudradjat, A (Eds). Membentuk Pola Perilaku Manusia
Leadership and Social Change. California. University Pembangunan. Bogor: IPB Press.
Associate, Inc. Taruna T 2010. Designs of Community Development
Mar’at 1982. Pemimpin dan Kepemimpinan. Cetakan Planning. Surakarta: Parcasarjana Universitas
Pertama. Jakarta. Ghalia Indonesia Sebelas Maret.
Mardikanto T 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Wass A 1997. Promoting Health The Primary Health
Cetakan Pertama. Surakarta: UNS Press. Care Approach. Sydney: Harcourt Brace &
___________ 2010. Model-Model Pemberdayaan Company.
Masyarakat. Cetakan I. Surakarta: Kerjasama Wikipedia www.id.. wikipedia. org. Diunduh 5
Fakultas Pertanian UNS dengan UPT Penerbitan Desember 2012.
dan Percetakan UNS (UNS Press). WHO 1986. The Ottawa Charter for Health Promotion.
Natbeam D, Haglund B, Farley P et al 1991. Youth Health World Health Organization. Genewa.
Promotion. London: Forbes Publication Lts. _____ 2008. Primary Health Care Now More Than Ever.
Nelwan I 1998. Kerangka Pikir Untuk Upaya The World Health Report .
Mempercepat Penurunan Angka Kematian Ibu di Yin RK 2003. Case Study Research: Design and
Jawa Barat. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Methods. Third Edition. London: Sage Publication.
Padgett DK 2012. Qualitative and Mixed Methods in Yuasa M, De Sa RF, Pincovsky S et al 2007. Emergence
Public Health. London: Sage Publication Asia Model of Social and Human Capital and Its
Pacific Pte. Ltd. Application to the Healthy Municipalities Project in
Pemerintah RI dan UNICEF 1999. Panduan Umum Northeast Brazil. Health Promotion International. Vol.
Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan Ibu 22 No. 4. Diunduh Agustus 2011.
dan Anak. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai