Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Anemia adalah kelainan dimana jumlah eritrosit didalam
hemoglobin dibawah nilai rata-rata normal. Anemia memiliki banyak
sekali macam yang digolongkan berdasarkan penyebab dari anemia itu
sendiri. Berkurang nya jumlah eritrosit didalam tubuh mengakibatkan
tidak ada yang mengangkut oksigen serta bahan metabolisme tubuh yang
lain. Sehingga banyak komplikasi yang akan terjadi didalam tubuh.
System didalam tubuh merupakan system yang saling berhubungan
sehingga bila terjadi gangguan pada salah satu system maka akan
mempengaruhi kerja system yang lainnya. Keadaan yang terganggu juga
bisa menyebabkan keadaan yang darurat dimana golden period
penyelamatan membutuhkan waktu yang segera adapun juga ada yang
mengancam nyawa. Sehingga penatalaksanaan juga memerlukan tindakan
serta ketrampilan yang professional.
Dari penjabaran diatas maka penulis ingin membuat makalah
kegawatan dengan judul Asuhan Keperawatan Kegawatan Anemia
Hemolitik.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep teori kegawatan anemia hemolitik?
2. Bagaimana asuhan keperawatan kegawatan anemia hemolitik?

1.3. Tujuan Makalah


1. Untuk mengetahui dan memahami konsep teori kegawatan anemia
hemolitik.
2. Untuk mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan
kegawatan anemia hemolitik.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Teori Anemia Hemolitik
2.1.1. Definisi
Anemia hemolitik adalah anemia yang di sebabkan oleh proses
hemolisis, yaitu pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum
waktunya (normal umur eritrosit 100-120 hari).

Anemia hemolitik adalah anemia karena hemolisis, kerusakan


abnormal sel-sel darah merah (sel darah merah), baik di dalam pembuluh
darah (hemolisis intravaskular) atau di tempat lain dalam tubuh
(extravascular).

Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena


terjadinya penghancuran darah sehingga umur dari eritrosit pendek ( umur
eritrosit normalnya 100 sampai 120 hari).

Anemia hemolitik merupakan kondisi dimana jumlah sel darah


merah (HB) berada di bawah nilai normal akibat kerusakan (dekstruksi)
pada eritrosit yang lebih cepat dari pada kemampuan sumsum tulang
mengantinya kembali. Jika terjadi hemolisis (pecahnya sel darah merah)
ringan/sedang dan sumsum tulang masih bisa mengompensasinya, anemia
tidak akan terjadi, keadaan ini disebut anemia terkompensasi. Namun jika
terjadi kerusakan berat dan sumsum tulang tidak mampu menganti
keadaan inilah yang disebut anemia hemolitik.

2.1.2. Etiologi
1. Faktor Intrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit
Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu:
a. Gangguan struktur dinding eritrosit

2
Sferositosis

Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh


kelainan membran eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung
ringan sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala anemianya lebih
menyolok daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada orang dewasa
sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat menimbulkan krisis
aplastik Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang telah
lama menderita kelainan ini. Pada 40-80% penderita sferositosis
ditemukan kolelitiasis.

Ovalositosis (eliptositosis)

Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval


(lonjong). Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira
15-20% saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut hukum
mendel. Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis. Kadang-kadang
ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat
mengurangi proses hemolisis dari penyakit ini.

A-beta lipropoteinemia

Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang


menyebabkan umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan
bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada
dinding sel.

b. Gangguan pembentukan nukleotida

Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya


pada panmielopatia tipe fanconi.

Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim sbb:

1) Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)


2) Defisiensi Glutation reduktase
3) Defisiensi Glutation

3
4) Defisiensi Piruvatkinase
5) Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
6) Defisiensi difosfogliserat mutase
7) Defisiensi Heksokinase
8) Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehydrogenase
c. Hemoglobinopatia

Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari


hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan selanjutnya
konsentrasi HbF akan menurun, sehingga pada umur satu tahun telah
mencapai keadaan yang normal
Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin
ini, yaitu:

Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal).


Misal HbS, HbE dan lain-lain

Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal talasemia
2. Faktor Ekstrinsik :

Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.

a. Akibat reaksi non imunitas : karena bahan kimia / obat


b. Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi
yang dibentuk oleh tubuh sendiri.
c. Infeksi, plasmodium, boriella
2.1.3. Patofisiologi
Hemolisis adalah acara terakhir dipicu oleh sejumlah besar
diperoleh turun-temurun dan gangguan. etiologi dari penghancuran
eritrosit prematur adalah beragam dan dapat disebabkan oleh kondisi
seperti membran intrinsik cacat, abnormal hemoglobin, eritrosit enzimatik
cacat, kekebalan penghancuran eritrosit, mekanis cedera, dan
hypersplenism. Hemolisis dikaitkan dengan pelepasan hemoglobin dan
asam laktat dehidrogenase (LDH). Peningkatan bilirubin tidak langsung
dan urobilinogen berasal dari hemoglobin dilepaskan.

4
Seorang pasien dengan hemolisis ringan mungkin memiliki tingkat
hemoglobin normal jika peningkatan produksi sesuai dengan laju
kerusakan eritrosit. Atau, pasien dengan hemolisis ringan mungkin
mengalami anemia ditandai jika sumsum tulang mereka produksi eritrosit
transiently dimatikan oleh virus (Parvovirus B19) atau infeksi lain,
mengakibatkan kehancuran yang tidak dikompensasi eritrosit (aplastic
krisis hemolitik, di mana penurunan eritrosit terjadi di pasien dengan
hemolisis berkelanjutan). Kelainan bentuk tulang tengkorak dan dapat
terjadi dengan ditandai kenaikan hematopoiesis, perluasan tulang pada
masa bayi, dan gangguan anak usia dini seperti anemia sel sabit atau
talasemia.
a. Mekanisme pemecahan eritrosit ektravaskular
terjadi dalam sel makrofag dan sistem retikuloendotelial terutama
di organ hati, limpa/pankreas dan sumsum tulang. Pemecahan eritrosit
terjadi di dalam sel organ-organ tersebut karena organ-organ tersebut
mengandung enzim heme oxygenase yang berfungsi sebagai enzim
pemecah.
Eritrosit yang lisis akibat kerusakan membran, gangguan
pembentukan hemoglobin dan gangguan metabolisme ini, akan dipecah
menjadi globin dan heme. Globin akan disimpan sebagai cadangan,
sedang heme akan dipecah lagi menjadi besi dan protoforfirin. Besi
disimpan sebagai cadangan. Protoforpirin akan terurai menjadi gas CO
dan bilirubin. Bilirubin dalam darah berikatan dengan albumin akan
membentuk bilirubin indirect (bilirubin I). Bilirubin indirect yang
terkonjugasi di organ hati menjadi bilirubin direct (bilirubin II). Bilirubin
direct diekresikan (disalurkan) ke empedu sehingga meningkatkan
sterkobilinogen (mempengaruhi warna feses) dan urobilinogen
(mempengaruhi warna urin/air seni).
b. Mekanisme pemecahan eritrosit intravaskular
terjadi dalam sirkulasi darah. Eritrosit yang lisis melepaskan HB
bebas ke dalam plasma. Haptoglobin dan hemopektin mengikat HB
bebas tersebut ke sistem retikuloendotelial untuk dibersihkan. Dalam

5
kondisi hemolisis berat, jumlah haptoglobin dan hemopektin mengalami
penurunan, akibatnya Hemoglobin bebas beredar dalam darah
(hemoglobinemia). Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan membuat
hemoglobin dilepaskan ke dalam plasma. Jumlah hemoglobin yang tidak
terakomodasi seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah itulah yang
menyebabkan hemoglobinemia.
Hemoglobin juga dapat melewati glomelurus ginjal sehingga
terjadi hemoglobinuria. Hemoglobin yang terdapat di tubulus ginjal akan
diserap oleh sel-sel epitel, sedang kandungan besi yang terdapat di
dalamnya akan disimpan dalam bentuk hemosiderin. Jika epitel ini
mengalami deskuamasi akan terjadi hemosiderinuria (hemosiderin
hanyut bersama air seni). Hemosiderinuria merupakan tanda hemolisis
intravaskular kronis.
Berkurangnya jumlah eritrosit diperifer juga memicu ginjal
mengeluarkan eritropoetin untuk merangsang eritropoesis di sumsum
tulang. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan retikulosit (sel
eritrosit muda di paksa matang) sehingga mengakibatkan polikromasia.

6
WOC

Faktor Intrinsik : Faktor Ekstrinsik

 Gangguan struktur dinding eritrosit  Bahan kimia / obat


 Gangguan pembentukan nukleotida  Akibat reaksi imunita
 Hemoglobinopatia  Infeksi plasmodium

Eritrosit yang terbentuk Kerusakan dinding


tidak sempurna eritrosit

Destruksi eritrosit
sebelum waktunya

Hemolisis

Anemia Hemolitik

Hb Menurun Destruksi eritrosit yang


Splenomegali
meningkat

dipsneu Suplai O2 kejaringan Distensi lambung


terganggu Hemaglobinemia

 Mual
 Pucat
 Lemas Metabolisme Bilirubin  Nyeri lambung
Pola nafas tidak dan urobilin meningkat
 Lemah
efektif
Anoreksia

MK : Intoleransi
Gangguan filtrasi ginjal
Aktivitas
Intake tidak adekuat
MK : Perubahan perfusi
jaringan Gangguan perfusi ginjal

MK : Nutrisi kurang
dari kebutuhan

7
2.1.4. Manifestasi Klinis
Kadang – kadang Hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat,
menyebabkan krisis hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang di
tandai dengan:
1. Demam
2. Mengigil
3. Nyeri punggung dan lambung
4. Perasaan melayang
5. Penurunan tekana darah yang berarti
Secara mikro dapat menunjukan tanda-tanda yang khas yaitu:
1. Perubahan metabolisme bilirubin dan urobilin yang merupakan hasil
pemecahan eritrosit. Peningkatan zat tersebut akan dapat terlihat pada
hasil ekskresi yaitu urin dan feses.
2. Hemoglobinemia : adanya hemoglobin dalam plasma yang seharusnya
tidak ada karena hemoglobin terikat pada eritrosit. Pemecahan eritrosit
yang berlebihan akan membuat hemoglobin dilepaskan kedalam
plasma. Jumlah hemoglobin yang tidak dapat diakomodasi seluruhnya
oleh sistem keseimbangan darah akan menyebabkan hemoglobinemia.
3. Masa hidup eritrosit memendek karena penghancuran yang berlebih.
4. Retikulositosis : produksi eritrosit yang meningkat sebagai kompensasi
banyaknya eritrosit yang hancur sehingga sel muda seperti retikulosit
banyak ditemukan.
Gejala umum pada anemia adalah nilai kadar HB <7g/dl,
sedang gejala hemolisisnya berupa ikterus (kuning) akibat peningkatan
kadar bilirubin indirect dalam darah, pembengkakan limfa
(splenomegali), pembengkakan organ hati (hepatomegali) dan kandung
batu empedu (kholelitiasis). Tanda dan gejala lebih lanjut sangat
tergantung pada penyakit yang menyertai.

8
2.1.5. Pemeriksaan Penunjang
1. Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat:
1. Bilirubin serum meningkat
2. Urobilinogen urin meningkat, urin kuning pekat
3. Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam
2. Gambaran peningkatan produksi eritrosit
1. Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital
2. hiperplasia eritropoesis sum-sum tulang
3. Gambaran rusaknya eritrosit:
1. morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrom
mikrositer, target cell, sickle cell, sferosit.
2. fragilitas osmosis, otohemolisi
3. umur eritrosit memendek. pemeriksaan terbaik dengan labeling
crom. persentasi aktifikas crom dapat dilihat dan sebanding dengan
umur eritrosit. semakin cepat penurunan aktifikas Cr maka semakin
pendek umur eritrosit
4. pemeriksaan laboratorium
2.1.6. Penatalaksanaan
Lebih dari 200 jenis anemia hemolitik ada, dan tiap jenis memerlukan
perawatan khusus.
1. Terapi transfusi
Hindari transfusi kecuali jika benar-benar diperlukan,
tetapi mereka mungkin penting bagi pasien dengan angina atau
cardiopulmonary terancam status.
Administer dikemas sel darah merah perlahan-lahan untuk
menghindari stres jantung.
Pada anemia hemolitik autoimun (AIHA), jenis pencocokan
dan pencocokan silang mungkin sulit. Gunakan paling tidak
kompatibel transfusi darah jika ditandai.. Risiko hemolisis akut
dari transfusi darah tinggi, tetapi derajat hemolisis tergantung
pada laju infus.. Perlahan-lahan memindahkan darah oleh

9
pemberian unit setengah dikemas sel darah merah untuk
mencegah kehancuran cepat transfusi darah.
Iron overload dari transfusi berulang-ulang untuk anemia
kronis (misalnya, talasemia atau kelainan sel sabit) dapat diobati
dengan terapi khelasi. Tinjauan sistematis baru-baru ini
dibandingkan besi lisan chelator deferasirox dengan lisan dan
chelator deferiprone parenteral tradisional agen,
deferoxamine. 10
2. Menghentikan obat
Discontinue penisilin dan agen-agen lain yang dapat
menyebabkan hemolisis kekebalan tubuh dan obat oksidan seperti
obat sulfa (lihat Diet).
Obat yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan adalah sebagai
berikut
1) Penisilin
2) Sefalotin
3) Ampicillin
4) Methicillin
5) Kina
6) Quinidine
7) Kortikosteroid dapat dilihat pada anemia hemolitik
autoimun.
3. Splenektomi dapat menjadi pilihan pertama pengobatan dalam
beberapa jenis anemia hemolitik, seperti spherocytosis turun-
temurun.Dalam kasus lain, seperti di AIHA, splenektomi
dianjurkan bila langkah-langkah lain telah gagal.Splenektomi
biasanya tidak dianjurkan dalam gangguan hemolitik seperti
anemia hemolitik agglutinin dingin.Diimunisasi terhadap infeksi
dengan organisme dikemas, seperti Haemophilus influenzae dan
Streptococcus pneumoniae, sejauh sebelum prosedur mungkin.
4. Penanganan gawat darurat:

10
Atasi syok, pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit,
perbaiki fungsi ginjal. Jika terjadi penurunan hemoglobin berat
perlu diberi diberi transfusi namun dengan pengawasan ketat.
Transfusi yang diberikan berupa washed red cell untuk mengurangi
beban antibodi. Selain itu juga diberi steroid parenteral dosis tinggi
atau hiperimun untuk menekan aktivitas makrofag.
5. Terapi suportif-simptomatik:
Bertujuan untuk menekan proses hemolisis terutama dilimfa
dengan jalan splenektomi (operasi pengangkatan limfa). Selain itu
perlu juga diberi asam folat 0,15-0,3mg/hari untuk mencegah krisis
megaloblastik.
6. Terapi kausal:
Mengobati penyebab dari hemolisis, namun biasanya
penyakit ini idiopatik (tidak diketahui penyebabnya) dan herediter
(bawaan) sehingga sulit untuk ditangani. Pada thalasemia,
transplantasi sumsum tulang bisa dilakukan.

2.1.7. Komplikasi
1. Tingkat keprahan anemia meningkat.pada pasien penderita hemolysis
intravascular, kekurangan zat besi akibat hemoglobinuria kronis dapat
memperparah anemia yang sudah muncul.
2. Sakit kuning
3. Gagal jantung

11
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Kegawatan Anemia Hemolitik
2.2.1 Pengkajian
1. Premary Survey
a. Airway
a) Tidak ada gangguan jalan nafas dalam anemia hemolitik
b. Breathing
a) Pasien telihat sesak akibat kekurangan suplai o2 pada paru
b) Pasien menggunakan otot bantu nafas
c) Peningkatan frekuensi nafas
d) Tidak ada pembesaran vena jugularis
c. Circulation
a) Pasien bisa terjadi syok akibat berkurangnya suplai darah
b) Terjadi sianosis akibat kekurangan oksigen dalam jaringan
c) Pasien mengalami hipotensi
d. Disability
a) A : kesadaran bisa komposmetis hingga penurunan kesadaran
akibat syok
b) V : pasien mampu berbicara hingga terjadi penurunan
kemapuan verbal
c) P : pasien dengan krisis hemolitik akan mengalami nyeri pada
pinggang akibat terganggunya fungsi ginjal
d) U : pasien masih mampu merespon hingga tidak mampu
merespon
e. Eksposure
a) Membebaskan serta menyediakan lingkungan yang nyaman
bagi klien.
2. Secondary Survey
a. Full Vital Sign
a) TD : hipotensi
b) Nadi : bradikardi
c) Suhu : hipertermi
d) RR : bradipneu

12
e) Saturasi oksgen menunjukan rendah pada syok hemolitik
f) Inweling kateter tidak diperlukan jika pasien tidak mengalami
gangguan perkemihan
g) NGT dipasang jika pasien mengalami kesulitan makan
h) Pemeriksaan Laboratorium menunjukan jumlah eritrosit yang
rendah
b. Give Comfort
Pemberian oksigen pada pasien dengan sesak nafas serta terapi
cairan pada pasien syok.
c. Head to toe
Kepala : tidak ada gangguan
Abdoment : pasien mengalami mual muntah
Ekstermitas :
Pasien mengalami sianosis
Akral teraba dingin
CRT >2 detik
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi d.d dipsneu,
PO2 menurun pusing, sianosis, kesadaran menurun
2. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin
(anemia)

2.2.3 NOC dan NIC


Dx Keperawatan NOC NIC
Gangguan status pernafasan : Terapi Oksigen:
pertukaran gas pertukaran gas 1. Kaji penggunaan bantuan
berhubungan indikator: oksigen
dengan saturasi oksigen (5) 2. Berikan oksigen tambahan
ketidakseimbangan sianosis (5) sesuai dosis yang
perfusi dipsneu saat istirahat(5) dianjurkan
status pernafasan: 3. Monitor aliran oksigen
ventilasi 4. Lakukan perawatan masker

13
indikator: oksigen secara
frekuensi pernafasan (5) komperhensif
suara nafas tambahan Monitor Pernafasan:
(5) 1. Monitor kecepatan, irama
suara perkusi nafas (5) dan kedalaman nafas
2. Monitor suara nafas
tambahan
3. Monitor saturasi oksigen
pada pasien
4. Monitor sekresi pernafasan

Perfusi perifer Perfusi jaringan: Manajemen syok:


tidak efektif b.d perifer 1. monitor tanda-tanda vital
penurunan Indicator: 2. posisikan pasien untuk
konsentrasi Pengisian kapiler jari mendapat perfusi yang
hemoglobin Tekanan darah siastol maksimal
(anemia) Tekanan darah diastole 3. berikan cairan IV sesuai
Muka pucat kebutuhan
4. monitor nilai laboratorium
termasuk eritrosit serta Hb

14
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anemia hemolitik merukan sebuah kegawatan yang disebabkan
oleh rendahnya kadar eritrosit dimana eritrosit mengahncurkan sel
sebelum waktunya. Sehingga jumlah eritrosit dalam sel darah berkurang.
Dalam keadaan kegawatan hal ini dapat memicu berkurangnya transport
oksigen serta bahan lain dalam proses metabolism. Sehingga jaringan
dapat mengalami gangguan perfusi. Dalam keadaan lain, anemia hemolitik
ini juga dapat mengakibatkan syok. Sehingga perlu dilakukan penanganan
segera.
3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan
dikarenakan sumber yang belum terlalu banyak. Akan tetapi penulis
berharap agar makalah ini dapat dijadikan referensi bagi mahasisawa
keperawatan ataupun petugas medis lain dalam penanganan kegawatan
anemia hemolitik. Kami menerima kritik serta saran agar makalah ini bisa
menjadi lebih baik.

15
DAFTAR PUSTAKA
Bruner & Suddarth (2001). Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Tim Pokja DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi
dan Indikator Diagnosik. Jakarta
https://fkuwks2012c.files.wordpress.com/2015/03/kuliah-anemia-
hemolitikhandout.pdf diakses pada tanggal 7 Maret 2018pada pukul 13.00

16

Anda mungkin juga menyukai