BRONKIEKTASIS
Oleh :
PRESEPTOR :
RSUP DR M. DJAMIL
PADANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Bronkiektasis merupakan suatu penyakit saluran napas yang bersifat kronik dan
permanen yang ditandai dengan pelebaran dan kerusakan pada bronkus ireversibel
bronkus. Selain pneumonia, infeksi lain, seperti batuk rejan (pertusis) atau
mengawali biasanya berat, bronkiektasis juga dapat terjadi dengan infeksi minimal.
Individu dengan sistem kekebalan tubuh yang tidak memadai berisiko tinggi terhadap
infeksi bronkial kronis, yang dapat merusak saluran pernapasan dan mengarah pada
kondisi bronkiektasis.4
Insiden bronkiektasis pada populasi tidak diketahui secara luas karena gejala yang
Prevalensi terjadi peningjktan pada usia lebih dari 74 tahun yaitu 272/1000.000.5,6
Apapun penyebab bronkiektasis, penyakit ini akanmembuat pasien menjadi
rentan terhadap infeksi bronkial dan respons inflamasi yang menyebabkan kerusakan
paru progresif. Mengingat sifat penyakit ini proses progresif dan kronis serta
strategi pengelolaan yang lebih efektif dan menerapkannya agar diagnosis penyakit
merupakan salah satu masalah kesehatan dengan kategori 3A. Hal tersebut
mewajibkan setiap dokter umum mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan
terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat, menentukan rujukan
yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya, serta menindaklanjuti sesudah
pasien kembali dari rujukan. Oleh karena itu, perlu pembahasan lebih lanjut
mengenai masalah penegakan diagnosis cepat dan tepat yang berhubungan dengan
1.2 Tujuan
bronkiektasis sesuai dengan standar yang harus dikuasai oleh dokter umum menurut
Metode penulisan pada laporan kasus ini adalah tinjauan pustaka yang
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Bronkiektasis merupakan suatu penyakit saluran napas yang bersifat kronik
dan permanen yang ditandai dengan pelebaran dan kerusakan pada bronkus
kegagalan fungsi ini mengakibatkan bakteri dan partikel terkumpul sehingga lebih
banyak sekresi dan inflamasi yang semakin memperparah kerusakan jalan napas
1. Setempat (localized), yaitu di lobus bawah, lobus tengah kanan atau lingual,
benda asing, tumor atau penekanan dari luar. Bronkiektasi bagian lobus atas
karena gejala yang bervariasi dan diagnosis jarang ditegakkan. 4,6Pada zaman
antibiotik.6
Penggunanaan High Resolution Computed Tomography saat ini
bronkus. Selain pneumonia, infeksi lain, seperti batuk rejan (pertusis) atau
minimal. Individu dengan sistem kekebalan tubuh yang tidak memadai berisiko
tinggi terhadap infeksi bronkial kronis, yang dapat merusak saluran pernapasan
pasien akan mengalami kerusakan epitel bronkus sebagai akibat dari inflamasi.
kistik dengan kerusakan jaringan disekitarnya. Hal ini selanjutnya, akan mengganggu
fungsi clearance dari mukosiliar yang mengakibatkan retensi sekresi. Pada akhrinya,
retensi dari sekresi ini akan menarik kuman-kuman untuk berkolonisasi dengan
a. Penyebab postinfectious
● Pertusis
● Tuberkulosis
● Mikobakteri atipikal.5
b. Penyebab Kongenital
sinusitis. Apabila ketiga keadaan ini terjadi secara bersamaan, keadaan ini disebut
Penyebab kongenital yang baru-baru ini ditemukan adalah mutasi gen ENaC,
yang berakibat pada kelainan kanal natrium di epitel. Hiperaktif kanal natrium ini
Memicu gangguan homeostasis pada garam dan air dari mukosa respirasi.5
literaturmelaporkan tingkat kejadian antara 30% dan 50%. Pasien inilebih sering
menderita dyspnea dan menunjukkan fungsi paru yang buruk. Pada pemeriksaan CT
Pada anak-anak, aspirasi benda asing ke saluran napas bawah merupakan lesi
obstruksi yang paling umum dan paling sering terjadi yang mengaibatkan
benda asing meskipun hal ini jarang terjadi. Aspirasi pada orang dewasa biasanya
penurunan berat badan, bronkospasme, dyspnea, dan gangguan kinerja fisik juga
sering ditemukan. Sputum pada penderita bronkiektasis terdiri dariyaitu lapisan atas
berbusa, lapisan tengah mukus dan liquid, dan lapisan dasar purulent yang merupakan
patognomonis, tapi hal ini tidak selalu terjadi. Beberapa pasien Bebas dari gejala
Eksaserbasi didefinisikan sebagai adanya empat atau lebih gejala yang tercantum
dalam gambar2.1. Hilangnya fungsi paru pada non perokok dengan Bronkiektasis
Pada pemeriksaan fisik paru, hasil yang didapatkan tergantung pada derajat
tidak akan menunjukkan kelainan. Pada keadaan berat dapat terjadi ronki pada bagian
yang terkena. Jari tabuh sering ditemukan pada pasien bronkiektasis yang telah
berlangsung lama.2,3
1.5 Diagnosis
napas berulang yang bergantian dengan periode asimtomatik atau dengan produksi
dicurigai bila tidak riwayat paparan asap tembaka. Sputum mungkin berdarah atau
terjadi hemoptisis berulang. Selain itu, dapat ditemukan hiperresponsif bronkial dan
sesak napas dalam kaitannya dengankeparahan keterlibatan fungsi paru, dapat juga
ditemuka pleuritic chest pain jika terdapat keterlibatan dari pleura visceral kelemahan
dan penurunan berat badan. Sinusitis mungkin ada, terutama jika terdapat cystic
ditemukancrackles, ronki, dan / atau wheezing. Dalam tahap lanjut, pada pasien dapat
gambaran bayangan yang disebut tram-line shadows atau honey comb appearance.
Jika pasien dengan gejala klinis yang sesuai dengan bronkiektasis, tetapi foto parunya
High Resolution Computed Tomography. Perlu dilakukan uji spirometry ataupun peak
flow meters untuk mengetahui apakah terdapat obstruksi saluran napas. Uji keringat
dilakukan untuk mendeteksi apakah terdapat fibrosis kistik. Tes sakarin dilakukan
1.6 Penatalaksanaan
bronkiektasis adalah:5
3. Penatalaksanaan infeksi
Penatalaksanaan etiologi
sekresi dahak dengan cara drainase postural serta mencegah terjadinya infeksi. Upaya
drainase dahak tergantung pada jumlah dahak yang di produksi, tetapi sebaiknya
dilakukan paling tidak dua kali sehari, yaitu pada saat bangun tidur di pagi hari dan
pada saat akan tidur malam. Sering diperlukan penggetaran dinding dada agar dahak
antibiotik kolonisasi awal kecuali pada pasien fibrosis kistik dengan bronkiektasis,
dimana patogen yang dimaksud adalah spesies Pseudomonas. Tujuan dari pemberian
oral dan terapi antibiotic inhalasi (tobramycin) dapat diberikan selama tiga minggu.
Pengobatan alternatif lainnya adalah pemberian duaantibiotik intravena selama 14
sampai 21 hari, diikuti dengan inhalasi antibiotik selama tiga sampai 12 bulan (Tabel
4). Meskipun tidak ada studi tentang etiologi lainnya, tetapi tetap direkomendasikan
Operasi
diindikasikan untuk tujuan paliatif bila ada yang hemoptisi berat dengan embolisasi
antibiotik.
1.7 Komplikasi
1. Hemoptysis
2. Amyloidosis
3. Gagal napas
BAB III
LAPORAN KASUS
2.1 Anamnesis
Nama : Ny. J
No RM : 993099
Alamat : Padang
Agama : Islam
NIK : Ny. M
Status : Menikah
oleh Spesialis Paru dan Spesialis Jantung, karena tidak ada perbaikan
Sesak sudah dirasakan lebih kurang sejak 3 bulan yang lalu. Pasien
obat Berotec dan Symbicort, dalam 3 bulan ini sudah 3 kali dirawat.
- Batuk meningkat sejak 4 hari yang lalu, tidak berdahak, bersifat
hilang timbul.
- Batuk berdarah (-).
- Nyeri dada (-).
- Demam (-). Riwayat demam (+) 3 hari yang lalu, tidak tinggi dan
tidak menggigil.
- Keringat malam (+)
- Penurunan nafsu makan (+)
- Penurunan BB (+) tapi tidak jelas berapa kg
- Mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-).
- BAB dan BAK tidak ada kelainan.
Pasien seorang petani dan tidak merokok. Aktivitas harian pasien sedang – berat.
Kesadaran : CMC
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 360C
Pernafasan : 25 x/menit
Jantung
Paru depan
Paru belakang
Perut
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (-)
Perkusi : timpani
Hb : 12,3 g/dl
Leukosit : 4.190/mm3
Trombosit : 143.000/mm3
Ht : 39%
PCO2 : 95
PO2 : 120
HCO3 : 61,4
Hipokalemia, Hipoalbuminemia.
gambaran infiltrat di apex paru kanan dan kiri, tampak multicavitas pada paru bagian
basal paru kanan dan kiri dengan daerah radiolusen yang multiple menyerupai sarang
+ Hipoalbuminemia
- Bronkitis Kronik
- PPOK
2.6 Tindakan Pengobatan
- Injeksi Ceftriaxone 1x 2 g
- Injeksi Furosemid 2 x 20 mg
- Nebu Combivent 6 x 1
13/10/2017
14/10/2017
S/ - Sesak napas (+)
Batuk berdahak (+)
Nyeri dada (-)
Demam (-)
Pasien gelisah
O/ KU: sedang, Kes: CMC, TD: 130/70, Nd: 80x/mnt, Nf: 22x/mnt, T: Af
Paru: Aus: suara napas ekspirasi memanjang minimal, wh(-). Rh(+).
A/ Bronkiektasis sekunder e.c susp. TB paru + CPC + hipokalemi +
hipoalbuminemia (post koreksi)
P/ - O2 lpm
IVFD Asering + drip Aminophilin 1 amp 12 jam/kolf
Inj. Ceftriaxone 2 2 gr
Inj. Levofloxacine 1 750 mg
Inj. Methyl Prednisolon 2 125 mg
Inj. Furosemid 2 20 mg
Combivent 6 1
Ramipril 3 12.5 mg
15/11/2017
S/ - Sesak napas (+)
Batuk (+)
Demam (-)
O/ - KU: sedang, Kes: CMC, TD: 110/70 mmHg, Nd 96x/mnt, Nf 20x/mnt, T:
Af
Paru: SN ekspirasi memanjang, wh(-), rh(+)
A/ Bronkiektasis sekunder e.c susp. TB paru + CPC + hipokalemia +
hipoalbuminemia
P/ O2 NRM 10 lpm
IVFD Asering + drip Aminophilin 1 amp
Ceftriaxone inj. 2 2 gr
Levofloxacine 1 750 mg
Methyl prednisolone 12 mg 2 1
Furosemide inj. 2 20 gr
Ramipril 3 12.5 mg
16/10/2017
S/ - Sesak napas (+)
Batuk (+)
Demam (-)
O/ KU: sedang, Kes: CMC, TD: 120/70, Nd: 90x/mnt, Nf: 25x/mnt, T: Af
Paru: SN ekspirasi memanjang, rh (-), wh (-)
A/ Bronkiektasis sekunder e.c susp. TB paru + CPC + hipokalemia +
hipoalbuminemia
P/ - O2 10 lpm
IVFD Asering + drip Aminophilin + 1 amp/12 jam
Inj. Ceftriaxone 2 2 gr
Inj. Levofloxacine 1 750 mg
Inj. Methyl prednisolone 2 125 mg
Inj. Furosemide 1 1 amp
Combivent 6 1 dd
Ramipril 1 12.5 mg
BAB IV
DISKUSI
Seorang pasien berusia 60 tahun rujukan dari RSUD Sawahlunto dengan keluhan
utama sesak napas meningkat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas
tidak menciut. Sesak tidak dipengaruhi cuaca, emosi dan makanan. Sesak meningkat
bila pasien batuk. Sesak tidak berhubungan dengan aktivitas. Akibat sesak tersebut,
pasien dirawat di RSUD Sawahlunto oleh Spesialis Paru dan Spesialis Jantung,
karena tidak ada perbaikan pasien dirujuk ke RSUP Dr.M.Djamil untuk tatalaksana
lebih lanjut. Sesak sudah dirasakan lebih kurang sejak 3 bulan yang lalu. Pasien biasa
kontrol ke Spesialis Paru dan Spesialis Jantung, mendapatkan obat Berotec dan
Symbicort, dalam 3 bulan ini sudah 3 kali dirawat. Batuk meningkat sejak 4 hari yang
lalu, dahak sulit dikeluarkan, bersifat hilang timbul. Batuk berdarah, nyeri dada, dan
demam tidak ada. Riwayat demam ada 3 hari yang lalu, tidak tinggi dan tidak
menggigil. Pasien mengaku ada berkeringat malam. Terdapat penurunan nafsu makan
Riwayat minum OAT tidak ada pada pasien ini. Pasien beserta keluarga tidak
memiliki riwayat asma, penyakit DM tipe II, hipertensi, dan penyakit jantung serta
Dari keluhan di atas, dapat dicurigai pasien mengalami obstruksi pada saluran
napas sehingga muncul gejala berupa sesak napas. Obstruksi saluran napas dapat
kasus ini, selain sesak napas, ditemukan pula keluhan berupa batuk kering yang lama.
Bronkiektasis yang terjadi pada pasien ini kemungkinan disebabkan oleh infeksi yang
berulang dan peradangan kronik, hal ini merujuk pada data bahwa pasien
jalan napas tetap terbuka dengan cara menyingkirkan hasil sekresi lendir yang
menumpuk pada jalan napas. Batuk merupakan gejala yang paling sering ditemukan
Pemeriksaan fisik pada pasien ini menunjukkan nafas 25 kali/menit, dinding dada
kiri dan kanan simetris, pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris. Pada
palpasi, ditemukan fremitus kiri dan kanan sama. Pada pemeriksaan perkusi
ditemukan sonor pada paru kiri dan kanan.. Auskultasi didapatkan suara napas kiri
dan kanan paru dengan ekspirasi memanjang serta adanya rhonki, tidak ada
wheezing.
3,4 g/dl, pCO2 95, pO2 120, HCO3 61,4. Kesan pemeriksaan labor berupa asidosis
pemeriksaan rontgen toraks tampak adanya gambaran infiltrat di apex paru kanan dan
kiri, tampak multicavitas pada paru bagian basal paru kanan dan kiri dengan daerah
Disimpulkan kesan foto rontgen toraks adalah bronkiektasis dan tuberkulosis paru.
Hipoalbuminemia.
Terapi yang diberikan pada pasien adalah O210 liter / menit via NRM, IVFD
Levofloxacin 1x 750 mg, Injeksi Metilprednisolon 2 x 125 mg, Injeksi Nairet 3 x 0,3
antibiotik yang tujuan untuk memusnahkan kuman yang nantinya akan memperparah
kondisi infeksi yang terjadi, dimana pada pasien ini juga telah diberikan antibiotik.
Pada pasien ini, karena hasil kultur sputum belum ada, maka dari itu digunakan
antibiotic empiris berupa ceftriaxon. Pemberian aminophilin yaitu untuk
Furosemid sebagai diuretik dan Ramipril yang merupakan ACE inhibitor diberikan
kepada pasien karena terdapat cor pulmonale. Nebu Combivent yang berisi
ipratropium bromide dan salbutamol membantu untuk meredakan gejala sesak napas
pada pasien.
Daftar Pustaka
1. Bellelli G, Chalmers JD, Sotgiu G, Dore S, McDonell MJ, Goeminne PC, et al.
Characterization of bronchiectasis in the elderly. Respiratory Medicine.2016;
119: 13-19.
2. Djojodibroto RD. Respirologi. Jakarta:EGC, 2014; 111-114
3. Vandrell M, Gracia J, Olveira C, Martinez MA, Giron R, Maiz L et al.
Diagnosis and Treatment of Bronchiectasis. Arch Bronconeumol.
2008;44(11):629-40
4. Weycker D, Edelsberg J, Oster G, Tino G. Prevalance and economic burden of
bronchiectasis. Clin Pulm Med. 2005;12:205-209
5. Rademacher J, Welte T. Bronchiectasis-Diagnosis and Treatment (review
article). Deutsches Ärzteblatt International | Dtsch Arztebl Int. 2011; 108(48):
809–15.
6. Pasteur MC, Bilton D, Hill AT. British thoracic society guidline for non-CF
bronchiectasis. Thorax. 2010;65:1-58.