Anda di halaman 1dari 8

Desember 2016 – Maret 2017 [PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF ARTRITIS GOUT]

PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF
ARTRITIS GOUT
Oleh : dr. Rudy Hidayat, SpPD-KR, FINASIM
Divisi Reumatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM

PENDAHULUAN
Artritis pirai (gout) adalah artritis inflamasi yang disebabkan oleh kristalisasi asam
urat di dalam sendi dan memiliki hubungan dengan hiperurisemia.1 Manifestasi klinik
deposisi urat meliputi artritis gout akut (tofi), batu asam urat, dan yang lebih jarang
nefropati gout. Gangguan metabolisme yang mendasari gout adalah hiperurisemia yang
didefinisikan sebagai peningkatan kadar asam urat lebih dari 7 mg/dl pada laki-laki dan
lebih dari 6 mg/dl pada perempuan.2
Gout merupakan penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh dunia.
Prevalensi gout meningkat dari tahun ke tahun, seiring dengan meningkatnya taraf hidup.2
Di Amerika, prevalensi gout meningkat dari 26,4/1000 pada tahun 1988–1994 menjadi
37,6/1000 pada tahun 2007–2010.3

ETIOPATOGENESIS
Awitan serangan gout akut berhubungan dengan perubahan kadar asam urat serum,
meninggi ataupun menurun. Penurunan urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal
monosodium urat (MSU) dari depositnya dalam tofi (crystals shedding). Predileksi untuk
pengendapan kristal MSU pada metatarsofalangeal-1 (MTP-1) berhubungan juga dengan
trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut. Peradangan pada gout akut
adalah akibat penumpukan agen penyebab yaitu kristal MSU pada sendi. Mekanisme
peradangan ini belum diketahui secara pasti, namun diduga berhubungan dengan aktivasi
mediator kimia (sistem komplemen) dan imunitas selular. Pengeluaran berbagai mediator
akan menimbulkan reaksi radang lokal maupun sistemik yang bertujuan untuk menetralisir
dan menghancurkan agen penyebab, serta mencegah perluasan agen penyebab ke jaringan
yang lebih luas.2

FAKTOR RISIKO
Hiperurisemia memiliki peran penting dalam perkembangan penyakit gout. Banyak
penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kadar asam
urat dengan risiko gout.1 Berikut adalah beberapa faktor risiko terjadinya hiperurisemia
dan gout :
1. Faktor demografis (jenis kelamin, usia, dan etnis)
Konsentrasi asam urat pada laki-laki dewasa lebih tinggi 1 mg/dL daripada
perempuan dewasa, hal ini kemungkinan terjadi karena pengeluaran asam urat

Perhimpunan Reumatologi Indonesia | Continuing Medical Education (CME) online 1


Desember 2016 – Maret 2017 [PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF ARTRITIS GOUT]

melalui ginjal di bawah pengaruh estrogen lebih tinggi pada perempuan. Hal ini
menyebabkan laki-laki memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita gout daripada
perempuan, terutama sebelum masa menopause.1 Faktor usia hanya berpengaruh
pada perempuan, dimana kadar asam urat meningkat seiring dengan bertambahnya
usia. Kadar asam urat serum bervariasi pada tiap ras atau etnis, contohnya etnis
Afrika-Amerika memiliki kadar asam urat serum lebih tinggi daripada penduduk
Amerika yang berkulit putih.1
2. Faktor gaya hidup
Gout dapat dikendalikan dengan modifikasi gaya hidup, karena secara
epidemiologis, gaya hidup memiliki peran penting dalam timbulnya gout. Faktor-
faktor yang meningkatkan kadar asam urat serum dan risiko terjadinya gout yaitu :1
- Kegemukan
- Kebiasaan konsumsi makanan tinggi purin seperti daging (terutama
dagberwarna merah) dan makanan laut (seafood), sayuran (contohnya kembang
kol, bayam), oatmeal, dan kacang-kacangan
- minumal beralkohol.
Sedangkan faktor-faktor yang dapat menurunkan kadar asam urat serum serta
menurunkan risiko jangka panjang terjadinya gout :1
- Kopi dan teh yang mengandung kafein
- Vitamin C
Beberapa obat memiliki pengaruh pada kadar asam urat dalam serum dan risiko
terjadinya gout, antara lain aspirin sebagian obat, fenofibrat, diuretik, obat
hormonal untuk wanita, antihipertensi, dan antituberkulosis pirazinamid.1

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik gout terdiri dari 3 (tiga) stadium, yaitu artritis gout akut, gout
interkritikal, dan gout menahun dengan tofi.
1. Stadium artritis gout akut
Gejala khas dari gout akut adalah nyeri, pembengkakan, kemerahan dan nyeri tekan
pada sendi yang terlibat yang dialami maksimal 6-12 jam, timbul dalam waktu
singkat, seringkali terjadi pada malam hari atau pagi hari setelah bangun tidur.4
Biasanya bersifat monoartikuler, dapat disertai gejala sistemik berupa demam,
menggigil dan merasa lelah. Lokasi yang paling sering pada MTP-1 (podagra),
selain itu dapat mengenai sendi lain seperti pergelangan tangan/kaki, lutut dan
siku.2

Perhimpunan Reumatologi Indonesia | Continuing Medical Education (CME) online 2


Desember 2016 – Maret 2017 [PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF ARTRITIS GOUT]

Gambar 1. Gout akut pada MTP-1 (Podagra). Selama serangan, kulit di atas sendi yang mengalami
inflamasi dapat mengalami deskuamasi.5

2. Stadium interkritikal
Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana secara klinik tidak terdapat
gejala-gejala radang akut. Namun pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Hal ini
menunjukkan proses peradangan tetap berlanjut walaupun tanpa keluhan.2 Jika
tidak ditangani dengan baik dapat berlanjut menjadi stadium kronik dengan
pembentukan tofi.

3. Stadium artritis gout kronik


Stadium ini ditandai dengan adanya tofi yang banyak dan biasanya poliartikular.2
Tofi adalah nodul yang dapat teraba, biasanya terdapat di dekat daerah persendian,
dan bagiannya yang berwarna putih terkadang dapat terlihat melalui permukaan
kulit.4 Tofi ini sering pecah dan sulit sembuh dengan obat, kadang dapat timbul
infeksi sekunder. Lokasi tofi yang paling sering pada cuping telinga, MTP-1,
olekranon, tendon Achilles dan jari tangan.2 Jika jumlahnya banyak, tofi dapat
menyebabkan deformitas sendi.4 Pada stadium ini kadang disertai batu saluran
kemih sampai penyakit ginjal menahun.2

Gambar 2. Contoh tofus. Tofus sering ditemukan di telinga (A), siku (bursa olekranon) (B), dan
bantalan jari (C dan D), overlying vascularity (D).5

Perhimpunan Reumatologi Indonesia | Continuing Medical Education (CME) online 3


Desember 2016 – Maret 2017 [PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF ARTRITIS GOUT]

Diagnosis Gout dapat ditegakan dengan menggunakan kriteria yang dikeluarkan oleh ACR
atau EULAR 2016

DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis gout menurut ACR/EULAR 2016.6
Gejala Kategori Skor
Klinis
Pola keterlibatan sendi/bursa selama episode Pergelangan kaki atau telapak kaki 1
simtomatik (monoartikular atau oligoartikular tanpa
keterlibatan sendi MTP-1)
Sendi MTP-1 terlibat dalam episode 2
simtomatik, dapat monoartikular maupun
oligoartikular
Karakteristik episode simtomatik
 Eritema 1 karakteristik 1
 Tidak dapat menahan nyeri akibat 2 karakteristik 2
sentuhan atau penekanan pada sendi 3 karakteristik 3
yang terlibat
 Kesulitan berjalan atau tidak dapat
mempergunakan sendi yang terlibat
Durasi episode simtomatik
 Nyeri < 24 jam
 Resolusi gejala ≤ 14 hari
 Resolusi komplit di antara episode
simtomatik 1 episode tipikal 1
Bukti klinis adanya tofus Episode tipikal rekuren 2
Nodul subkutan yang tampak seperti kapur
di bawah kulit yang transparan, seringkali
dilapisi jaringan vaskuler, lokasi tipikal: Ditemukan tofus 4
sendi, telinga, bursa olekranon, bantalan
jari, tendon (contohnya Achilles)
Laboratoris
Asam urat serum: dinilai dengan metode
urikase
Idealnya dilakukan saat pasien tidak sedang < 4 mg/dL (< 0,24 mmol/L) –4
menerima pengobatan yang menurunkan 6–8 mg/dL (< 0,36 – <0,48 mmol/L) 2
asam urat dan sudah > 4 minggu sejak 8–<10 mg/dL (0,48 – <0,60 mmol/L) 3
timbul episode simtomatik (selama stadium ≥ 10 mg/dL (≥ 0,60 mmol/L) 4
interkritikal)
Analisis cairan sinovial pada sendi atau bursa
yang terlibat
MSU negatif –2
Pencitraan
Bukti deposisi urat pada sendi atau bursa yang Terdapat tanda deposisi urat 4
terlibat: ditemukan double-contour sign
pada ultrasound atau hasil DECT
menunjukkan adanya deposisi urat
Bukti kerusakan sendi yang berhubungan
dengan gout, berdasarkan radiografi
konvensional pada tangan dan/atau kaki Terdapat bukti kerusakan sendi 4
menunjukkan minimal terdapat 1 erosi

Perhimpunan Reumatologi Indonesia | Continuing Medical Education (CME) online 4


Desember 2016 – Maret 2017 [PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF ARTRITIS GOUT]

PENATALAKSANAAN
Secara umum, penanganan gout adalah memberikan edukasi, pengaturan diet, istirahat
sendi, dan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak terjadi kerusakan sendi
ataupun komplikasi lain, misalnya pada ginjal.2 Tatalaksana gout terdiri dari :
1. Tatalaksana non-farmakologi
Tatalaksana non-farmakologi gout meliputi edukasi berupa perubahan gaya hidup
dan diet. Pasien disarankan untuk mengurangi berat badan (untuk pasien obese)
hingga mencapai BMI ideal, latihan fisik, berhenti merokok, dan minum air yang
cukup.7 Rekomendasi ACR mengenai diet untuk pasien gout dibagi menjadi 3
kategori yaitu “avoid atau menghindari”, “limit atau membatasi”, atau “encourage
atau menganjurkan”.
Tabel 1. Rekomendasi diet untuk pasien gout7
Diet yang dihindari Diet yang dikurangi Diet yang dianjurkan
 Makanan tinggi purin  Daging sapi, domba, babi Produk susu yang rendah
(contoh: roti manis, hati,  Makanan laut tinggi purin lemak atau tanpa lemak
ginjal) (contoh: sardin)
 Sirup soda jagung,  Jus dari buah yang manis Sayuran
makanan/minuman lainnya  Gula dapur, minuman dan
yang tinggi fruktosa makanan manis
 Garam dapur
 Konsumsi alkohol berlebih  Alkohol (bir, anggur)
(lebih dari 2 kali sehari untuk semua pasien gout
untuk laki-laki dan lebih
dari1 kali sehari untuk
perempuan)
 Konsumsi alkohol selama
serangan gout, atau gout
yang tidak terkontrol

Pada setiap pasien gout harus dilakukan skrining secara sistematik terhadap
kemungkinan adanya komorbiditas dan faktor risiko kardiovaskular, termasuk
gangguan ginjal, penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke, peripheral artery
disease, obesitas, hiperlipidemia, hipertensi, diabetes serta ada atau tidaknya
kebiasaan merokok. Hal tersebut dilakukan sebagai bagian yang penting dalam
tatalaksana gout.8

2. Tatalaksana farmakologi
Serangan gout akut
Tatalaksana gout bergantung pada kondisi klinis dan karakteristik individual
pasien. Tujuan utama tatalaksana gout adalah menangani serangan akut serta
mengobati dan/atau mencegah perburukan kondisi menjadi gout menahun.4
 Kolkisin
Kolkisin merupakan salah satu obat pilihan untuk serangan gout akut,
loading dose 1 mg dalam 12 jam pertama sejak serangan akut, dapat
diberikan tambahan 0,5 mg setelah 1 jam berikutnya bila nyeri masih

Perhimpunan Reumatologi Indonesia | Continuing Medical Education (CME) online 5


Desember 2016 – Maret 2017 [PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF ARTRITIS GOUT]

dirasakan.8 Untuk mencegah kembalinya serangan akut, kolkisin diberikan


0,5 mg setiap 12 jam atau dapat dinaikan sesuai rekomendasi ACR sampai
3x0,5mg sehari, sementara BSR merekomendasikan hingga maximal 2 mg
per hari. Untuk nyeri yang tidak perbaikan dengan pemberian kolkisin,
dapat dipertimbangkan memberikan kombinasi dengan obat anti-inflamasi
lainnya. Pemberian kolkisin harus memperhatikan efek samping yang
ditimbulkannya antara lain diare dan muntah yang dapat hilang tanpa
diobati.4 Kolkisin tidak boleh diberikan pada pasien dengan gangguan ginjal
berat dan pada pasien yang sedang dalam pengobatan menggunakan
siklosporin, eritromisin, klaritromisin dan disulfiram.4,8
 Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS)
OAINS dapat diberikan pada pasien yang mengalami serangan gout akut.
Untuk pasien yang memiliki kontraindikasi gastrointestinal atau intoleransi
terhadap OAINS dapat diberikan OAINS golongan inhibitor COX-2.4 Bila
perlu, penggunaannya dapat dikombinasikan dengan golongan proton pump
inhibitor (PPI). Sama seperti kolkisin, OAINS juga tidak boleh diberikan
pada pasien dengan gangguan ginjal.8
 Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik dapat diberikan secara oral dan injeksi
intraartikular. Kortikosteroid oral dengan dosis yang ekuivalen dengan
prednisolon 30-35 mg/hari selama 3-5 hari.8 Terapi dapat dimulai dengan
prednisolon oral dengan dosis 0,5 mg/kg per hari selama 5-10 hari atau full
dose selama 2-5 hari, kemudian dosis diturunkan sedikit demi sedikit
selama 7-10 hari sampai selesai.7 Penggunaan obat golongan glukokortikoid
dapat menyebabkan fenomena rebound, sehingga perlu pemberian kolkisin
dengan dosis 0,5-1,5 mg/hari sebagai profilaksis.4
Aspirasi cairan sendi dan injeksi kortikosteroid intraartikular dinilai
cukup efektif dalam tatalaksana gout terutama jika sendi yang terlibat
adalah sendi besar dan untuk meminimalisir efek sistemik dari obat oral.
Injeksi kortikosteroid intraartikular dapat dikombinasikan dengan
kortikosteroid oral, kolikisin atau OAINS.4
 Penghambat interleukin-1 (IL-1)
Pada pasien yang sering mengalami serangan dan memiliki kontraindikasi
maupun tidak menunjukkan respon terhadap kolkisin, OAINS dan
kortikosteroid (oral maupun injeksi), dapat diberikan penghambat IL-1.

Terapi Obat Penurun Asam Urat


Karena hiperurisemia adalah kondisi yang mendasari gout, maka diperlukan urate-
lowering therapy (ULT) yang bertujuan untuk menurunkan kadar asam urat serum
yang pada akhirnya akan melarutkan deposit kristal asam urat dan mengendalikan
gout.4 Indikasi pemberian ULT, antara lain:7,9

Perhimpunan Reumatologi Indonesia | Continuing Medical Education (CME) online 6


Desember 2016 – Maret 2017 [PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF ARTRITIS GOUT]

- Terdapat tofus atau tofi berdasarkan pemeriksaan klinis ataupun pencitraan


- Serangan arthritis gout akut sering (≥ 2 kali per tahun)
- Gagal ginjal kronik stadium 2 atau lebih
- Riwayat urolitiasis

Target terapi hiperurisemia pada pasien gout adalah kadar asam urat serum kurang
dari 6 mg/dL. Target kadar asam urat yang lebih rendah (<5mg/dl) juga disarankan
hingga tanda dan gejala gout dapat teratasi sepenuhnya, seperti hilangnya tofus,
baik saat pemeriksaan visual maupun palpasi (evidence B).7
Belum terdapat kesepakatan mengenai kapan memulai ULT. Bila terapi dimulai
lebih awal, maka proses pelarutan kristal asam urat juga akan semakin cepat.
Namun tidak disarankan memulai terapi ULT saat serangan sedang berlangsung.
Sebaliknya, bila sedang dalam terapi ULT kemudian timbul serangan, ULT juga
tidak perlu diberhentikan. Dosis obat yang digunakan dalam ULT diawali dengan
dosis terendah, kemudian ditingkatkan secara progresif sampai target kadar asam
urat serum tercapai.
Terdapat 3 golongan obat-obatan yang digunakan dalam ULT antara lain
golongan inhibitor xantin oksidase, golongan obat urikosurik dan golongan
urikase.4
 Golongan xantin oksidase
Golongan ini merupakan pilihan utama, contohnya allopurinol dan
Febuxostat. Golongan ini bekerja dengan menghambat sintesis asam urat.4
Allopurinol diberikan dengan dosis awal tidak lebih dari 100 mg/hari untuk
semua pasien, dan dimulai dari 50 mg/hari untuk pasien gagal ginjal kronis
stadium 4 dan 5. Dosis dapat dinaikkan menjadi 300 mg/hari meskipun
terdapat gangguan ginjal, dengan syarat pasien diberi edukasi dan dimonitor
toksisitas obatnya (pruritus, ruam, peningkatan enzim hepar).7
 Golongan urikosurik
Golongan ini contohnya probenesid, sulfinpyrazone, dan benzbromarone,
dapat digunakan sebagai alternatif selain allopurinol. Probenesid merupakan
obat urikosurik lini pertama dan diberikan secara monoterapi, tidak boleh
diberikan pada pasien dengan creatinine clearance < 50 ml/menit dan
riwayat urolitiasis; dapat diberikan bersama dengan fenofibrat dan losartan
yang secara klinis memiliki efek urikosurik.7
 Golongan urikase
Golongan obat urikase dapat mengikis deposit urat lebih cepat daripada obat
lain daripada obat lain yang sudah tersedia. Contoh golongan urikase adalah
rasburicase dan pegylated urikase, terutama digunakan pada kasus gout
berat dan gout refrakter.4
 Obat lain

Perhimpunan Reumatologi Indonesia | Continuing Medical Education (CME) online 7


Desember 2016 – Maret 2017 [PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF ARTRITIS GOUT]

Losartan, golongan inhibitor pompa kalsium, statin, dan klofibrat memiliki


efek urikosurik dan menurunkan kadar asam urat serum. Obat-obat tersebut
dapat menjadi terapi adjuvant dalam tatalaksana pasien gout.4

ULT seringkali memicu mobilisasi kristal urat dari depositnya, sehingga


menyebabkan serangan akut. Hal ini menjadi alasan bagi pasien untuk berhenti
mengkonsumsi obat-obatan ULT secara teratur. Untuk mengatasinya, dapat
dilakukan profilaksis dengan pemberian kolkisin dengan dosis 0,5-1,5 mg/hari.
Profilaksis sebaiknya dilakukan selama 6 bulan pertama ULT. Untuk pasien yang
intoleran terhadap kolkisin dosis rendah, dapat diberi NSAID dosis rendah, atau
steroid dosis rendah setara dengan prednisone/prednisolone ≤10mg/hari.4,7

DAFTAR PUSTAKA
1. Choi HK. Epidemiology of Gout. In: Hochberg MC, et al., editors. Rheumatology. 6th ed.
Philadelphia: Elsevier; 2015. P.1549-53.
2. Tehupeiory ES. Artritis pirai (artritis gout). In: Setiati S, et al., editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: InternaPublishing; 2014.
3. Roddy E, Choi H. Epidemiology of Gout. Rheum Dis Clin North Am 2014;40(2):155-75.
Doi: 10.1016/j.rdc.2014.01.001. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4119792/
4. Bardin T, Schiavon F, Punzi L. Crystal Arthropathies. In: Bijlsma JWJ, et al., editors.
EULAR textbook on rheumatic diseases. 2nd ed. London: BMJ; 2015. P.344-57.
5. Dieppe PA, Bacon PA, Bamji AN, Watt I. Atlas of clinical rheumatology. Philadelphia:
Gower; 1986. P.18.4.
6. Neogi T, Jansen TLTA, Dalbeth N, Fransen J, Schumacher HR, Berendsen D, et al. 2015
Gout classification criteria: an Americal College of Rheumatology/European League
Against Rheumatism collaborative initiative. Arthritis Rheum 2015;67(10):2557-68. Doi:
10.1002/art.39254. Available from:
http://www.rheumatology.org/Portals/0/Files/2015%20Gout%20Classification%20criteria.
pdf.
7. Khanna D, Fitzgerald JD, Khanna PP, Bae S, Singh MK, Neogi T, et al. 2012 American
college of rheumatology guidelines for management of gout. Part 1: Systematic
nonpharmacologic and pharmacologic therapeutic approaches to hyperuricemia. Arthritis
Care Res 2012;64(10):1431-46.
8. Richette P, Doherty M, Pascual E, Barskova, Becce F, Castaneda-Sanabria J, et al. 2016
updated EULAR evidence-based recommendations for the management of gout. Ann
Rheum DIS 2016;0:1-14. Doi:10.1136/annrheumdis-2016-209707.
9. Khanna D, Khanna PP, Fitzgerald JD, Singh MK, Bae S, Neogi T. 2012 American College
of Rheumatology Guidelines for Management of Gout. Part 2: Therapy and
Antiinflammatory Prophylaxis of Acute Gouty Arthritis. Arthritis Care & Research 2012;
64 (10): p 1447–1461. DOI 10.1002/acr.21773

Perhimpunan Reumatologi Indonesia | Continuing Medical Education (CME) online 8

Anda mungkin juga menyukai