Anda di halaman 1dari 137

1

UMUM
1. PENDAHULUAN

Proses pengelasan adalah proses penyambungan bahan (logan atau bukan) dengan
pemanasan, yang dalam industri banyak dilakukan untuk menyambung logam pada
pekerjaan-pekerjaan konstruksi bangunan gedung, konstruksi jembatan, konstruksi
bangunan kapal, konstruksi tangki penyimpanan, konstruksi pemipaan, konstruksi ketel
uap dan bejana bertekanan, konstruksi mesin, dsb.

Agar mampu menahan tegangan yang timbul dalam penggunaannya, hasil pengelasan
harus bermutu yang memenuhi persyaratan tertentu, baik pada pengelasan konstruksi
baru maupun pengelasan dalam pemeliharaan (reparasi).

Untuk menghasilkan lasan (weldment) yang memenuhi persyaratan tertentu, proses


pengelasan harus mengikuti suatu ketentuan peraturan (code) atau standar tertentu,
agar dapat dihasilkan lasan dengan mutu yang diinginkan. Oleh karenanya para
pelaksana pengelasan harus menguasai pengetahuan tentang pengelasan, yang
meliputi pengetahuan tentang bahan induk (base material), bahan las (welding
consumable), desain sambungan berlas, teknologi proses pengelasan, variabel-variabel
dan parameter-parameter pengelasan, inspeksi pengelasan, dsb.

Dalam pemilihan (penentuan) jenis proses yang tepat (cocok) untuk dipakai pada suatu
pengelasan, dibutuhkan penguasaan akan pengetahuan tentang proses pengelasan.
Demikian halnya para Inspektur Las yang bertugas memastikan tentang kesesuaian
proses pengelasan terhadap spesifikasi prosedur tertentu, tidak akan dapat bekerja
tanpa pengetahuan tentang proses pengelasan.

Jika pada suatu pelaksanaan pengelasan disyaratkan bahwa hasilnya harus meme- nuhi
ketentuan suatu standar, maka setiap tahapan pelaksanaan pekerjaan harus mengikuti
ketentuan yang disyaratkan.
Sebelum pengelasan, yang merupakan persiapan pengelasan, desain harus mengacu
pada ketentuan standar yang ditentukan. Harus disiapkan suatu Spesifikasi Prosedur
Pengelasan (WPS) yang berkualifikasi (PQR).
Pada waktu pengelasan, prosedur harus sesuai dengan WPS yang disahkan
(approved WPS).
Setelah pengelasan, lasan harus diperiksa menurut ketentuan yang berlaku.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
2

1. DEFINISI DAN TERMINOLOGI

Proses pengelasan (welding proscess) ialah suatu proses penyambungan bahan (logam
atau bukan) yang menghasilkan suatu gabungan (coalescence) dari bahan-bahan yang
disambung dengan memanaskan sampai uhu tertentu dengan menggunakan atau tanpa
tekanan atau debgan tekanan saja. Dan dengan atau tanpa apenggunaan bahan
pengisi.

Panas yang dipergunakan dalam proses pengelasan dapat dipeoleh dari berbagai cara,
dan dari mana diperoleh panas dan bagaimana cara memperolehnya dipakai dasar
dalam pengelompokan jenis-jenis proses pengelasan: secara mekanis (misalnya Las
Gesek), proses kimia (misalnya Las Termit), energi listrik (misalnya Las Busur Listrik),
pembakaran bahan bakar (misalnya Las Oksi Asetilin).

 Mengelas (welding)
Suatu proses penyambungan benda (bahan) yang dipakai dalam membuat las
(welds)

 Las (welds)
Gabungan (coalescence) setempat dari logam-logam atau bukan logam yang
dihasilkan baik dengan memanaskan logam tersebut sampai suhu tertentu dengan
mengunakan tekanan atau tanpa, atau dengan tekanan saja, dan dengan atau tanpa
memakai bahan pengisi.

Gb. U-1 : LAS

 Las Akar
 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
3

Las yang dibuat pada tembusan lasan (las)

Gb. U-2 : LAS AKAR

 Lasan (Weldment)
Suatu rakitan yang bagian-bagian komponennya disambung dengan pengelasan.

Gb. U-3 : LASAN

 Manik Las (weld bead)


Deposit las yang dihasilkan dari suatu jalan pengelasan (a pass)
 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
4

GB. U-4 : MANIK LAS

 Logam las (weld metal)


Bagian dari las (weld) yang telah tercairkan pada waktu pengelasan

GB. U-5 : LOGAM LAS

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
5

3 PENGELOMPOKAN JENIS-JENIS PROSES PENGELASAN

Mengelas, menyambung logam dengan penyatuan/penggabungan (coalescence)


permukaan-permukaan yang bertemu dengan pemanasan dan/atau dengan penekanan
dapat dikelompokan berdasarkan jenis sumber panas yang dipakai (7 kelompok)
berdasarkan tingkat tingginya suhu pada proses pemanasan (4 kelompok).

3.1. Pengelompokan Berdasarkan Jenis Sumber Panas


 Energi Listrik sebagai sumber panas.

 Api Bahan Bakar Gas (BBG) sebagai sumber panas.


(Fuel-gas Flame as a source of heating)

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
6

 Electron Beam sebagai sumber panas, EBW (Electron Beam Welding).

 Reaksi Kimia sebagai sumber panas, TW (Thermit Welding).

 Suara sebagai sumber tenaga, USW (Ultrasounic Welding)

 Sinar sebagai sumber panas, LBW (Laser Beam Welding)

 Energi Mekanikal sebagai sumber panas, FRW (Friction Welding).

3.2. Pengelompokan Berdasarkan Tingkat Tingginya Suhu dalam Proses

Masih banyak lagi cara-cara pengelompokan proses pengelasan ini, misalnya “AWS
master chart of welding and allied processes”

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
7

4. PERSIAPAN PENGELASAN
Dalam pekerjaan pengelasan dikelompokkan dalam 3 tahap pekerjaan, sebelum
pengelasan, pada waktu pengelasan dan setelah pengelasan (before, during and after
welding)
Pekerjaan sebelum pengelasan meliputi;
Mempersiapkan desain sambungan (welded Joint design)
Mempersiapkan bahan atau logam induk dan bahan las (Base Material & Consumable)
Mempersiapkan Spesifikasi Prosedur Pengelasan, (WPS & PQR)
Mempersiapkan sisi-sisi alur.
Mempersiapkan juru atau operator las dan peralatan las (mesin las, alat-alat bantu, dll).

Yang harus diperhatikan selama pengelasan adalah;


 Perakitan /ereksi (Assembling / Erection)
 Pengaturan parameter pengelasan
 Posisi pengelasan (Welding position)

 Perlakuan panas (Heat treatment)

 Teknik pengelasan (Welding Technique).

Yang perlu / harus dilakukan setelah pengelasan ialah pemeriksaan / pengujian mutu
hasil pengelasan.

4.1. Desain Sambungan Berlas

Suatu lasan adalah suatu rakitan yang kompunen-komponennya disambung dengan


pengelasan, jadi lasan semua yang dilas, misalnya kapal laut, pencakar langit, bodi
mobil, frame sepada motor, atau poci kopi, yang semua itu harus di desain sebagai
lasan.
Cara yang paling ekonomis dalam membuat desain dilakukan dengan sepuluh butir
pertimbangan sebagai berikut:
 Seluruh persyaratan pelayanan dari produk
 Jenis-jenis dari pembebanan dan metoda dari kalkulasi tegangan yang akurat
 Batas tegangan kerja yang diijinkan
 Syarat-syarat mekanikal danfisikal dari bahan induk yang dipakai
 Kemampuan proses pengelasan yang dipakai dan syarat-syarat deposit las
 Jenis sambung dan jenis las
 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
8

 Metoda fabrikasi yang dimungkinkan; keuntungan dan masalah-masalah yang


potensial dan biaya
 Biaya pengelasan jika menggunakan bermacam2 proses dan prosedur
 Penampilan desain las yang singkat dan jelas dengan symbol-simbol pengelasan
 Teknik inspeksi dan spesifikasi mutu

Butir-butir tersebut dikelompokkan dalam;


 Desain konstruksi
 Analisis tegangan
 Jenis-jenis proses yang dipakai
 Distorsi
 Standar yang terkait.

4.1.1
Desain Konstruksi
Berdasakan bentuk konstruksi dikenal 5 jenis sambungan berlas sbb.:

 Sambungan Temu ( Butt Joint )

 Sambungan Tumpang (Lap Joint)

 Sambungan Pojok/Sudut (Corner Joint)

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
9

 Sambungan T (Tee Joint)

 Sambungan Sisi (Edge Joint)

Gb.U-6 : JENIS-JENIS SAMBUNGAN

Dalam penyambungan pipa (pipe connection) dikenal jenis-jenis sambungan berlas

berbentuk T, K dan Y (T-K-Y Joint).

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
10

Gb.U-7 : JENIS-JENIS SAMBUNGAN PIPA

4.1.2. Analisis Tegangan

Untuk menganalisis tegangan-tegangan yang ada dalam lasan lebih baik lazimnya
dilakukan dengan mengklasifikasi jenis-jenis beban yang bekerja dan dari sini
ditentukan jenis-jenis tegangan dalam konstruksi.
Lima jenis beban pada logam adalah;
 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
11

 Beban tarik (tension load)

 Beban tekan (compression load)

 Beban lengkung (bending load)

 Beban punter (Torsion load)

 Beban geser (Shear load)

A : Beban Tarik B : Beban Tekan

Mwt hal 493

C : Beban Lengkung D : Beban Puntir

Mwt hal 493


 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
12

E : Beban Geser
GB.U-7 : JENIS-JENIS BEBAN

Dari jenis-jenis tegangan yang ada dan atas pertimbangan-pertimbangan tertentu


dibedakan delapan jenis las ;
 las beralur (groove weld)

 las fillet (fillet weld)

 las sumbat atau kunci (plug or slot weld)

 las titik (spot or projection weld)

 las penebalan (surfacing weld)

 las lawan (backing weld)


 flange weld,
 seam weld.

Mwt hal 500

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
13

Gb.U-8 : JENIS-JENIS LAS


Dua jenis las yang utama ialah las fillet dan las beralur

4.1.3. Jenis-jenis Proses


Tergantung dari jenis proses yang akan dipakai maka desain sambungan berlas
harus disesuaikan, dan jenis proses dipilih atas beberapa pertimbangan, misalnya ;
- ketentuan standar, - bahan induk, - ekonomis, - lokasi pengelasan, -
kesediaan / kemampuan, -posisi pengelasan.
Beberapa jenis proses akan dibahas lebih lanjut.

4.1.4. Distorsi
Distorsi yang sering terjadi karena adanya pengembangan dan pengerutan akibat
pemanasan dalam proses pengelasan dapat dieliminasi dengan desain sambungan
tertentu

4.1.5. Ketentuan Standar


Untuk konstruksi-konstruksi yang harus berkualifiksi, ketel uap dan bejana

bertekanan, tangki penyimpanan dan sejenisnya, ada standar atau aturan (code)
yang mengatur tentang desain sambungan berlas yang dipakai.

4.2. Persiapan Bahan Induk dan Bahan Las

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
14

Bahan induk dan bahan las (filler material) harus berkesusaian. Atas ketentuan
standar atau kebutuhan tertentu logam induk lebib dulu ditentukan, logam pengisi
(elektroda) akan disesuaikan.
Dalam hal suatu konstruksi harus memenuhi lebih dari satu fungsi, sering dibuat
dengan mengkombinasi jenis logam induk, misalnya bejana bertekan yang harus
tahan asam, dapat kontruksi dengan baja karbon yang diberi lapisan baja tahan karat

(austenitis) dengan proses surfacing)

4.3. Persiapan Prosedur Pengelasan

Untuk menjamin bahwa mutu hasil pengelasan memenuhi suatu persyaratan mutu
tertentu pengelasan harus dilaksanakan sesuai dengan suatu prosedur pengelasan

yang berkualifikasi (QWP = Qualified Welding Procedure). Jika dikehendaki hasil


pengelasan yang bermutu tinggi dengan las atau lasan yang khusus (spesifik), maka
prosedur pengelasan harus di uji atau dikualifikasi, sehingga prosedur ditunjang
(didukung) dengan hasil-hasil uji yang dicatat dalam Catatan Kualifikasi Prosedur

( PQR = Procedure Qualificasion Record ), yaitu prosedur yang lazim disebut


Spesifikasi Prosedur Pengelasan (WPS = Welding Prosecedure Specification ).
Tergantung dari lasatau lasan yangdiinginkan, berdasarkan suatu standar atau “
“code” tertentu setiap prosedur pengelasan memuat elemen-elemen , variabel-
variabel dan faktor-faktor yang berbeda.
“code” dan spesifikasi yang berbeda mempunyai persyaratan untuk suatu suatu
prosedur pengelasan yang berbeda, namunn padaa umumnya prosedur pengelasan
terdiri dari tiga baian yangpokoksbb.:
 Suatu penjelasan tertulis yang mendetail tentang agaimana las harus dibuat,
 Gambar atau sket yang menunjukkan desain sambngan las dan kondisinya,
untuk membuat setiap “pass” atau manik las.
 Catatan hasil uji dari las yang dihasilkan .

Ada dua kelompok variabel, yaitu variabel yang esensi ( wajib) dan non esensi ( tidak
wajib ) . Yang dimaksud dengan variabel esensi ialah faktor-faktor ysng harus dicatat
dan jika diganti harus diuji lagi dan dikualifikasi ulang. SedangKan variabel yang non
esensi biasanya kurang begitu penting dan boleh diganti dalan batas yang berlaku dan
perosedur tidak perlu dikualifikasi uleng.
Variabel-variabel yang esensi:
 Jenis proses pengelasan dan variasinya.
 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
15

 Metoda penggunaan proses.


 Jenis logam induk, variasi dan komposisi.
 Geometri logam induk (ketebalan).
 Kebutuhan logam induk akan “preheating” atau “post heating”
 Posisi pengelasan.
 Logam pengisi dan bahan-bahan lain yang dibutuhkan dalam membuat las.
 Jenis sambungan dan lasnya .
 Variabel-variabel operasional.
 Teknik mengelas.

Variabel-variabel yang tidak esensi :


 Progres majunya proses.
 Ukuran elektroda atau kawat pengisi.
 Beberapa detail dari sambungan las.
 Penggunaan dan jenis dari penahan las.
 Polaritas arus pengelasan.

4.4. Persiapan Sisi-sisi Permukaan Alur.

Berdasarkan desain sambungan las perlu dipersiapkan sisi-sisi permukaan alur yang
akan disambung (dilas) dengan pemotongan.
Dua kelompok cara pemotongan ialah:
 Pemotongan dingin:
= prnggergajian
= penyekrapan atau pembubutan, dan
= penggerindaan.
 Pemotongan panas ( thermal cutting ) :

= dengan busur api listrik ( plasma arc cutting )

= dengan sinar elektron ( electron beam cutting )


= dengan api gas bahan bakar ( oxy fuel-gas flame cutting )
= kombinasi antara busur listrik dan oksigen ( oxy arc cutting )
= dll.
Pada “thermal cutting“ perlu diperhatikan bahwa logam yang terpanaskan akan
mengalami perubahan struktur mikronya pada zona terpengaruh panas (HAZ) dan zona

tertemper (tempered zone) maupun zona yang tertransformasi ( transformation zone ).


 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
16

Untuk membuat las beralur, berdasarkan ketebalan pelat logam induk atau jenis proses
yangakan dipakai maupun posisi pengelasannya, ada 7 jenis bentuk persiapan alur
pengeasan:
 alur segi empat ( square groove),
 alur V
 alur miring ( bevel )
 alur U
 alur J
 alur V terbuka (flare V ) dan

 alur miring terbuka ( flare bevel ).

( Lihat ganbar U – 9 )

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
17

Gb. U – 9 : JENIS-JENIS ALUR

5. PELAKSANAAN PENGELASAN
Dalam pelaksanaan pengelasaan ini pembahasan akan meliputi tentang :
 Perakitan (assembling or erection )
 Energi panas
 Posisi pengelaasan
 Perlakuan panas ( heat treatment )

 Teknik pengelasan ( Welding technique )


 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
18

5.1 P e r a k i t a n
Sebagai pedoman dalam merakit sambungan las ialah desain yang tercantum
dalam WPS.
Perakitan sambungan las harus dilakukan oleh juru rakit ( fitter ) yang

berpengalaman dan berkualifikasi. Rakitan kiikat dengan las kancing ( tack weld )

atau menggunakan alat pengikat ( Jigs or Device ).


Rakitan yang diikat dengan las kancing hsrus dikerjakan oleh juru las yang
berkualifikasi’ karena las kancingakan merupakan bagian dari lasan . Rakitan yang
diikat atau dipegang dengan “jig” dilas di luar lasan atau alur, namun jika las ini
kemudian harus dilepas/ dibongkar tidak diizinkan merusak permukaan logam
induknya.
Ada beberapa istilah pokok/dasar yang dipakai untuk menjelaskan tentang konstruksi
dari las, yang dibagi dalam dua kategori yaitu las beralur dan las fillet.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
19

7 4

1
3
2

6
5

1. LOGAM INDUK : Logam yang dilas.


2. GARIS IKATAN (Bond line ) : Pertemuan dari logam las dan logam induk.
3. DALAMNYA FUSI : Kedalaman fusi di logam induk.
4. MUKA LAS ; Permukaan las yang kelihatan dari arah juru las.
5. KAKI LAS FILLET ; Panjang dai akar las ke kaki las.
6. AKAR LAS ; Titik terdalam dari penetrasi yang terpakai dalam las fillet.
7. “HROAT’’ LAS FILLET ; jarak terpendek dari akar las ke permukaan las.
8. ‘TOE’ LAS FILLET ; Pertemuan antara bidang permukaan las denga logam induk.

Gb. U – 10 : SKEMATIS POTONGAN LAS FILLET

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
20

6
1 2

1. ELA AKAR LAS ; Celah antara bagian yang disambung pada akar sambungan.
2. MUKA AKAR ; Permukaan alur yang berada paada akar sambungan.
3. MUKA ALUR ; Permukaan alur.
4. SUDUT KEMIRINGAN ; sudut kemiringan dari suatu sisi yang akan disambung
terhadap bidang tegak pada permukaan datar.
5. SUDUT ALUR ; Jumlah dari sudut kemiringan.
6. TEBAL PELAT ; Tebal dari pelat yang akan dilas.

Gb. U – 11 : SKEMATIS POTONGAN LAS BERALUR

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
21

Dalan membuat lasan perlu adanya kombinasi antara jenis sambungan dan jenis las.
Dalam membuat sambungan las tidak semua jenis las dapat dikombinasi dengan semua
jenis sambungan.
TABEL U – 1 : HUBUNGAN ANTARA JENIS LAS DAN JENIS SAMBUNGAN.
Lima Jenis Sambungan Dasar Las
Jenis Las ______________________________________________________
Temu Sudut Tee Tumpang Sisi
_________________________________________________________________________
Fillet Khusus x x x x
Plug/Slot - - x x -
Spot/Projection - - Khusus x -
Seam - Khusus Khusus x -
Square Groove x x x - x
Alur V x x - - x
Alur Miring x x x x x
Alur U x x - - x
Alur J x x x x x
Alur V terbuka x x - - -
Alur Miring Terbuka x x x x -
Las Lawan x x x - -
Flange Edge - - - - x
Flange Corner - x - - -
Las Penebalan - - - - -

Catatan : x = Dapat dibuat


- = Tidak mungkin

5.2. E n e r g i P a n a s
Dalam pengelompokan jenis-jenis proses pengelasan telah dibahas tentang 7 jenis
sumber panas yang dipakai dalam proses pengeasan.
Tidak semua energi panas dari jenis proses dapat dihitung/diketahui secara teoritis.
Energi panas yang bersumber dari reaksikimia ( kalori ) dan dari energi listrik yang
diubah menjadi energi panas ( Joule) mudah dihitung secara teoritis.
Dalam praktek, tidak semua energi panas yang timbul dapat dipergunakan
seluruhnya untuk mencairkan logan dalam pengelasan, yang disebabkan adanya
 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
22

konduktifitas panas (thermal conductivity) kepada media yang melingkungi (udara


sekeliling dan logam induknya sendiri. Mengelas pada ruangan yang bersuhu dingin
atau udara terbuka dengan tiupan angin yang besar akan mengalami kerugian energi
yang lebih besar. Energi panas yang berasal dari sumber energi hanya 20 – 75%
dapat dipergunakan dalama pencairan logam. Besarnya prosentasi tersebut akan
bervariasi, tergantung jenis prosesnya, prosedur pengelasannya, jenis logamminduk
yang dipakai, geometri sambungan las dsb. Untuk proses SMAW 70 – 85%, dengan
proses busur karbon hanya 50 – 70%, sedangkan dengan proses SAW sampai 80
-90% dari energi panas yang dibangkitkan dapat dipergunakan untuk mencaitkan
logan las.
Dalam menganalisis akibat dari panas pada las, sambungan las atau lasan,perlu
dipertimbangkan adanya hal-hal sbb.:
 Lajunya pemanasan
 Suhu maksimum yangingin dicapai
 Lamanya waktu padasuatu suhu
 Lajuny pendinginan.

5.2.1 Laju Pemanasan.


Tergantung dari faktor-faktor sbb.:
 Ukuran dan intensitas dari sumber panas
 Ke-efisienan perpindahan panas ke logam induk
 Pemanfaatan panaas dalam membuat las
 Maasa logam induk
 Geometri sambungan
 Konduktifitas panas.

Setiap logam mempunyai kondktifitas panas yang berbeda-beda, misalnya : jika


tembaga = 1, baja karbon hanya 0,12 – 0,17 ( tergantung dari kadar karbonnya ),
baja mangan hanya 0,04.
Kurva lajunya pemanasan panas yang terserap sangat berbeda-beda untuk setiap
jenis proses yang berbeda.

5.2.2 Suhu Maksimum


Setiap logam induk yang mempunyai suhu lebur yang berbeda, membutuhkan suhu
maksimum dalam proses yang berbeda-beda juga. Agar dicapai suhu maksimum
yang dibutuhkan, ketergantungannya seperti pada laju pemanasannya.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
23

Setiap proses mempunyai sumber panas yang berbeda. Pada proses pengelasn
yang memakai sumber panas yang bersuhu sangat tinggi, seperti “Electron Beam”,
“Laser Beam” dan Plasma, dapat menaikkan suhu pengelasan cepat sekali; kenaikka
suhu yang cepat ini sangat baik untuk proses pemotongan
5.2.3 Lamanya Waktu Pada Suhu
Panas jenis (specific heat ) ialah panas ( sejumlah kalor ) yang dibutuhkan oleh
suat jenis loga seberat 1 gram untuk menaikkan suhu 1oC. Untuk mencapai suhu
yang sama, dengan masa yang sama, dan intensitas sumber panas yang sama pula,
logam dengan panas jenis lebih tinggi, akan membutuhkan waktu lebih lama
ketimbang logam dengan panas jenis lebih kecil.

5.2.4 Laju Pendinginan.


Yang dimaksud laju pendinginan ialah laju perubahan suhu logam las dan logam
yang berdekatan, dari suhu pengelasan ke suhu ruangan. Yang berhubungan
dengan laju pendinginan ini ialah tentang perpindahan panan, kehilangan pana dan
konduktifitas panas.
Faktor-faktor yang dapat memperkecil lajunya pendinginan ialah dengan menaikkan
masukan panas atahu atau memperkecil kehilangan panas.

5.3 Posisi Pengelasan


Jenis-jenis posisi pengelasan dibedakan dalam posisi pengelasan pada pelat dan
pada pipa dengan jenis las beralur dan las fillet:
 Pada pelat dengan las beralur: * datar ( flat = F = 1G); * horizontal ( H = 2G ); *
vertikal (V = 3G); dan * atas kepala ( OH = 4G)
 Pada pelat dengan las fillet : * datar ( flat = F =1F ); * horizontal ( H = 2F ); +
vertikal ( V = 3F ); dan * atas kepala (OH = 4F ).
 Pada pipa dengan las beralur; * datar pada pipa horizontal (pipa diputar ) = 1G; *
horizontal pada pipa vertikal = 2G; * pada pipa horizontaltetap (fixed) = 5G; * pada
pipa miring 45 o tetap (fixed) = 6G; dan 6GR (hanya untuk ujian).
 Pada pipa dengan las fillet ; * datar (1F) pada sambungan tumpang pipa berdiri
miring 45 o (sumbunya) dan pipa diputar; * horizontal (2F) pada sambungan
tumpang pipa ( pipa luar di bawah) berdiri tegak (berputan/diputar); * atas kepala
(4F) pada pipa sambungan tumpang ( pipa luar di atas ) berdiri tegak; * pada pipa
sambungan tumpang horizontal tetap.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
24

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
25

Gb. U – 12 : POSISI PENGELASAN PADA PELAT

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
26

Gb. U – 13 : POSISI PENGELASAN PADA PIPA

Pengelompokan Posisi Pengelasan .


Batas-batas posisi yang berubah dari posisi datar ke posisi vertikal dan posisi vertikal
berubah ke posisi atas kepala ditentukan oleh besarnya sudut inklinasi, yaitu sudut yang
dibentuk oleh sumbu las dengan garis proyeksinya pada bidang datar.
Batas posisi yang berubah dari posisi datar ke posisi horizontal dan dari posisi horizontal
keposisi atas kepala ditentukan oleh besarnya sudut rotasi, yaitu sudut putaran sumbu
las, garis tegak lurus sumbu las yang dimulai dengan 0o pada bidang vertikal ke bawah.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
27

Gb. U – 14 : BATAS-BATAS POSISI PADA PENGELASAN BERALUR.

Gb. U – 15 ; BATAS-BATAS POSISI PADA PENGELASAN FILLET

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
28

5.4. Perlakuan Panas. (Heat treatment)


Karena pemanasan dan pendinginan, logam akan mengalami perubahan struktur
mikronya. Perubahan struktur mikro ini tergantung dari tingginya suhu pemanasan,
lamanya waktu pemanasan daan pendinginan, maupun komposisi dari logamnya. Hal ini
banyak diuraikan dalam pembahasan tentang metalurgi las, yang berkaitan dengan

Diagram Transformasi Waktu-Suhu ( TTT= Time-Temperature Transformaion)

dan Diagram Transformasi Pendingian-Kontinyu (CCT = Continuous Cooling

Transformation ).
Terdapat banyak dampak yang merugikan akibat dari tingginya pemanasan pada
pengelasan. Beberapa keruan di antaranya ialah:
 Tegangan sisa yang besar dari suatu pemanasan setempat menyebabkan tegangan-
tegangan pengerutan yang bermacam-macam, yang dapat menyebabkan
pembengkokan dan distorsi.
 Pengurangan kekenyalan atau penurunan kekerasan pada zona terpengaruh panas
( HAZ ) yang dapat menyebabkan retak.
 Kemunduran dari keuletan ( toughness ) sambungan, terutama pada HAZ.
 Kehilangan dari kekuatan pada HAZ dari pekerjaan yang terkeraskan dan tertuakan

( quenced ) dan material yang tertemper.

Dua kelompok perlakuan panas dalam pengelasan ialah : pemanasan awal

(preheating) dan pemanasan pasca pengelasan (post weld heat treatmen =

PWHT ).

5.4.1 Pemanasan Awal ( Preheating )


Pemanasan awal dari sambungan yang akan dilas adalah suatu cara yang efektif
yang biasa dipakai untuk mrngurangi :
 laju pendinginan dari las daan HAZ
 besarnya distorsi dan pengerutan
 masukan energi busur yang diperlukan untuk mendeposit las.

Dua hal pertama tersebut di atas adalah faktor yang esensi (baku) untuk
mencegah terjadinya retakan pada baja yang mampu keras. Yang terakhir sering

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
29

diperlukan untuk mengelas logam-logam tebal dan logam yang konduktifitas


panasnya tinggi, misalnya tembaga dan alumunium.
Pada pengelasan baja karbon tinggi 1080, dengan pemanasan awal yang cukup
dapat menghasilkan struktur mikro perlitis yang bebas retakan pada HAZ,
sedangkan jika tanpa pemanasan awal akan dihasilkan struktur martensitis yang
getas (brittle) pada HAZ.
Suhu pemanasan awal dapat ditentukan menurut :
 ASME Boiler Code (Sec. IX ) dll.
 Dihitung karbonekevalensinya.
 Dilihat pada letertur.
 Dari kurva diagram CCT.

%Mn %Ni %Mo %Cr %Cu


CE = %C + ------------- + ---------------- + -------------- + ------------ + ---------------
6 15 4 4 13

CE < 0,45% : “optional preheating”


0,60 > CE > 0,45 : 200 - 400 F
CE > 0,60% : 400 - 700 F
Baja dengan karbon ekivalen lebih kecil dari 0,45% disebut baja yang mempunyai

sifat mampu las (weldability) yang baik.

Dalam praktek penggunaan pengelasan, sulit untuk memprediksi tingkat


pengurangan distorsi dan tegangan sisa, karena tergantung pada banyak hal
(variabel), termasuk besarnya penahanan tegangan, suhu pemanasan awal,
masukan panas, dan geometri sambungannya.

5.4.2. Suhu Antar “Pass”


Dalam perlakuan panas juga perlu memperhatikan tentang suhu las pada waktu
akan melanjutkan pendepositanpada “pass” berikutnya, terutama pengelasan
dengan logam induk yang harus dipanaskan awal, suhu antar “pass” tidak boleh
lebih rendah dari suhu pemanasan awal, namun pada saat suhu masih terlalu tinggi
juga tidak dperkenankan untuk untuk langsung dilas berikutnya, karena suhu yang
terlalu tinggi akan memperbesar daerah HAZ.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
30

5.4.3 Perlakuan Pana Pasca Pengelasan (PWHT = Post Weld Heat Treatment)
Perlakuan panas juga harus dilakukan pada waktu pasca pengelasan, yang
dimaksudkan untuk pelepasan tegangan, penstabilan ukuran, menahan korosi
tegangan, dan sering juga dimaksudkan untuk memperbaiki kekenyalan dan sifat-
sifat mekanisnya.
Perlakuan panas pasca las yang sangat umum untuk baja adalah agak mengkritisi
tentang pembebasan tegangan, penormalan, penuaan, dan penemperan.
Pembebasan tegangan (stess relieving) adalah perlakuan panas yang paling sering
dipergunakan untuk pengurangi tegangan pengelasan sisa dalam las yang berat,
yang ditahan dan dapat mempengaruhi timbulnya retakan.
Dua metoda perlakuan panas pasca las ialah dengan langsung mengatur suhu sesat
pengelasan selesai tanpa menunggu dingin sampai suhu ruangan, dan yang lain
ialah dengan memanaskan kembali lasan yang sudah dingin, sampai suhu tertentu,
kemudian mendinginkan kembali degan laju pendinginan tertentu, sesuai dengan
ketentuan yang ada.
Pemanasan kembali lasan dalam PWHT ini dapat dilakukan dengan api oksigen gas-
bahan bakar, elemen pemanaas listrik, dan dalam dapur pemanas, tergantung dari
bentuk dan volume benda kerjanya.

5.5 Teknik Pengelasan (Welding Technique)


5.5.1.Terminologi
Yang dimaksud dengan teknik mengelas di sini ialah prosedur atau cara
pelaksanaan pengelasan secara detail yang harus diikuti oleh juru las atau
operator pengelasan.
 Kecepatan mengelas (Travel Speed)
Kecepatan majunya proses, atau sejumlah panjang tertentu yang dapat
dihasilkan dalam lama waktu tertentu, mis. cm/menit.
 Kecepatan Pengumpanan (Feeding Speed)
Kecepatan majunya elektroda terumpan, yang diukur dalam panjang
tersentu selama waktu tertentu, mis. cm/menit.
 Laju Peleburan. (Melting Rate ).
Kecepatan elektroda dapat dicairkan dalam waktu tertentu, mis. cm/menit.
 Laju Pendepositan. (Deposition Rate )
Sejumlah berat deposit las yang dapat dihasilkan dalam suatu waktu
tetentu, mis. gram/menit.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
31

Urutan Pengelasan (Welding Sequence)


Urutan membuat las dalam lasan,
Urutan Pendepositan (Deposition Sequence)
Urutan dalam penambahan logam las yang dideposit.

5.5.2 P e n y a l a a n dan P e m a d a m a n B u s u r
Pada proses SMAW busur listrik dapat dinyalakan dengan dua cara, dengan

memukulkan (picking) atau dengan menggoreskan ujung elektroda (scratshing)

ke benda kerja. (Gambar U - 16).

GAMBAR U -16 : CARA-CARA PENYALAAN DAN PEMADAMAN BUSUR PADA SMAW

Penyalaan dan Pemadaman Busur Pada Proses Berpelindung Gas.


 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
32

Pada saat tombol ditekan, terlebih dahulu gas pelindung harus mengalir, kemudian
busur baru menyala. Namun pada saatmemadamkan, busur harus terlebih dahulu
padam, baru gas berhenti kemudian. Oleh karena itu juru las harus memposisikan
“torch” sedemikian rupa. Sehingga pada waktu proses berjalan gas harus sudah
ada dan pada saat busur pada dan logam masih relatif panas gas pelindung harus
masih ada.
Pada proses PAW/PAC, busur yang dibangkitkan di dalam nozel dengan yang
timbul di antara elektroda dan logam induk maupun dengan dinding nozel, dibuat
suatu rangkaian pembangkit frekuesi tinggi sesaat, khusus untuk mulai
pengelasan.

5.5.3 Orienasi dan Manipulasi Arah Api.


Penegelasan yang berjalan maju searah dengan arah api disebut pengelasan maju

(forehand welding), dan yang berjalan berlawanan dengan arah api disebut

pengelasan mundur ( backhand welding).


Pada proses OFW arah api sama dengan arah nozel (blow pipe), dan pada proses-
proses las busur api listrik ditentukan oleh posisi elektroda yang mebangkitkan

busur. (Gb. U-17).

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
33

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
34

GAMBAR U -17 ; ARAH PENGELASAAN PADA PROSES OFW


Pada pengelasan las beralur pada pelat dengan proses SMAW, dengan elektroda
yang tegak lurus pada bidang datar logam induk, dipakai sebagai pedoman sudut

kerja (work angle) = 0, sudut dorong (push angle) = 0, dan sudut seret ( drag

angle) = 0.
Jika api diputar dengan sumbu las sebagai sumbu putar, maka terbentuklah sudut
kerja. Sudut dorong dan sudut seret adalah sudut antara garis tegak lurus sumbu las
dengan elektroda pada bidang kerja, yaitu bidang di mana terletak sumbu las dan
elektroda. Sudut dorong terbentuk bila dilakukan pengelasan arah maju dan sudut

seret terjadi bila dilakukan pengelasa arah mundur. ( Gambar U – 18 )

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
35

GAMBAR U – 18 ; ORIENTASI POSISI ELEKTRODA PADA PROSES SMAW.


Pada proses GMAW/FCAW karena besarnya “torch” yang menutup alur pengelasan,
arah pengelasan dilaksanakan dengan arah maju.
Pada proses OFW arah nozel dipakai sebagai pedoman penentuan sudut kerja, sudut
dorong dan sudut seret.

Gerakan atau Ayunan Elektroda


Pada proses SMAW, tergantung dari jenis posisi pengelasan yang dibuat ada beberapa

jenis gerakan elektroda. (Ganbar U -19 ).

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
36

GAMBAG U – 19 : JENIS-JENIS AYUNAN PADA PROSES SMAW.

6 DISKONTINUITAS PADA LAS (Welding Discontinuities)

Yang dimaksud dengan diskontinuitas pada las atau lasan ialah ketidak sempurnaan

pada hasil pengelasan, Diskontinuitas ini akan disebut cacat (defect) jika ukurannya
telah melebihi batas boleh atau penerimaan.
Diskontinuitas ini dikelompokkan dalam 4 kelompok sbb.:
 Persyaratan dimensional atau desain
 Persyaratan las (weld)

 Sifat mekanis dan kimiawi logam las (weld)

 Perubahan pada logam induk (base metal).

6.1 D i s k o n t i n u i t a s D i m e n s i o n a l.
Distorsi
Terjadi karena adanya pengembangan dan pengerutan yang tidak merata akibat
adanya pemanasan dan pendinginan kembali.
Ketidak setangkupan. (Misalignment)
Terjadi karena ketidak telitian dalam perakitan waktu persiapan

GAMBAR U – 20 ; KETIDAK SETANGKUPAN

Pengisian yang Kurang ( Under fill)


Permukaan las muka atau las akar di bawah permukaan logam induk.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
37

GANBAR U – 21 ; PENGISIAN YANG KURANG

Bentuk Las yang Salah.

GAMBAR U - 22 ; BENTUK LAS YANG SALAH

Overlap :
- kecembungan ( convexity )

- kecekungan ( concvity )

6.2. D e s k o n t i n u i t a s D a l a m L a s
Porositas
- Porositas tersebar tak merata ( unformly scatered porosity )
- Positas linier
 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
38

- Porositas silindris ( piping & warm hole )


- Porositas permukaan.

Inklusi
- Inklusi terak ( slag inclusion )

- Inklusi metalik ( metalic inclusion )

- Inklusi non metalik ( nonmetalic inclusion )

Kurang berfusi ( incomplete fusion )

GAMBAR U - 23 ; KURANG BERFUSI (incomplete fusion )

Penetrasi sambungan yang kurang (inadequate joint penetration )


Penyebab:
Muka akar terlalu besar (root face )

Celah akar terlalu kecil (root opening )


Sudut alur ( V ) terlalu kecil
Elektro da tidak sesuai ( jenis & ukuran )
Kecepatan mengelaas terlalu tinggi
Intensitas panas rendah ( arus kecil)

Takikan ( undercut )
Penyebab :
Arah api yang tidak tepat
Masukan panas telalu besar

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
39

Magnetic arc blow

Retakan logam las (Cracks)


Jenis-jenis retakan :
- Menurut arahnya : melintang las dan memanjang las
- Menurut letaknya : retak kawah ( crater cracks ), retak “throat”, retak “toe”, dan

retak akar ( root cracks)

- Menurut orses terjadinya : retak dingin (cold cracks ), dan retak panas (hot

cracks ).

Penyebab retakan :
Pemanasan dan pendinginan dalam pengelasan yang tidak tepat ( sesuai ) .

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
40

I
PROSES PENGELASAN
OKSI-GAS BAHAN BAKAR

1. U M U M
Definisi
Oksi-Gas Bahan Bakar ialah suatu kelompok proses-proses pengelasan yang
menghasilkan sambungan dengan memanaskan logam/bahan dengan api oksi-gas
bahan bakar dengan atau tanpa penekanan dan dengan atau tanpa penggunaan
bahan pengisi.
Api oksi-gas bahan bakar dihasilkan dengan mebakar gas bahan bakar dan
penambahan oksigen sehingga menghasilkan suhu yang tinggi yang cukup untuk
mengelas atau memotong logam.
Proses ini ialah proses yang paling tua dikenal, yang sampai kini masih banyak
digunakan. Proses yang sangat sederhana, lincah dan relatif murah biayanya .
Untuk pengelasasn dioperasikan secara manual. Untuk pemotongan , selain
secara manual, dapat dikombinasikan dengan peralatan yang semi otomatis
maupun otomatis bahkan dapat diprogram terkomputerisasi.
Salah satu kelemahan dari proses ini ialah lambat dioperasikan.

Aplikasi
 Pengelasan berfusi (Fusion Welding )

 Pengelasann tekan (Pressure Welding )

 Pembrazingan dan pematrian (Brazing & Soldering )


 Pemotongan:
- pembentukan sisi-sisi persiapan (beveling )
- penggojingan
- pelubangan
 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
41

- pembersihan
- dll.
 Pemanasan
- Pemanasan awal (preheating)
- Pemanasan pasca apengelasan (PWHT)
- Pelurusan / perataan.
- Dll.

1.3 Terminologi
 OC (OXYGEN CUTTING )
Kelompok pemotongan yang menggunakan reaksi antara oksigen dan logam

induk yang terjadi pada sutu suhu tertentu (ignation temperature ), untuk
mencair dan memisahkan logan cair yang dipotong.

 OFC (OXY-FUEL GAS CUTTING )


Pemotongan dengan api oksigen dan gas bahan bakar.

 OFC-A (OAC = OXY ACETYLENE CUTTING )

Panas awal ( preheating temperature ) dalam proses pemotongan ini


diperoleh dari pembakan gas asetilin dengan oksigen.

 OFC-H (OHC = OXY-HYDROGEN CUTTING )


Panas awal pada proses pemotongan ini diperoleh dari pembakaran gas
hidrogen dan oksigen.

 OFC-N (OXY-NATURAL GAS CUTTING )


Panas awal diperoleh dari pembakaran gas alam dengan oksigen.

 OFC-P ( OXY-PROPANE CUTTING )


Panas awal diperoleh dari pembakaran gas propan dengan oksigen.

 OAW ( OXY-ACETYLENE WELDING )


Panas dalam pengelasan diperoleh dari pembakaran gan asetilin dengan
oksigen.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
42

 OHW ( OXY-HYDROGEN WELDING )


Panas dalam pengelasan diperoleh dari pembakaran gas hidrogen.

2. GAS
Pada proses ini, selain gas bahan bakar, dipakai oksigen, yang selain dipakai sebagai
campuran gas bahan bakar, juga sebagai unsur reaksi yang menghasilkan kalori yang

cukup tinggi. (Reaksi exotermis dalam pemotongan dengan oksigen ).

Oksigen
Disimbolkan denga O2
Bobot isi 1,43 kg/m3 (0o C, 101,3 kPa )
2.1.1 Sifat-sifat :
 tak berwarna, tak berbau, tak berasa, dan tak beracun
 1,1 kali lebih berat dari pada udara
 tak terbakar tetapi dapat membantu pembakaran
 dipasarkan dalam berbagai kemurnian :
- untuk keperluan medis = 99,9%
- untuk pemotongan = 99,0%
- untuk pengelasan = 98.9%
Pengoksidasi tinggi, pereaksi yang kuat terhadap bahan yang mudah terbakar dan
dapat menyebabkab api dan ledakan, oleh karenanya tabung oksigen bertekanan

harus dijauhkan dari pelumas (greas & oil).


2.1.2 Pembuatan
 pemisahan dari udara
 udara atmosfer terdiri dari :
- O2 = 21% volume
- N2 = 78% volume
- gas-gas mulia = 1%

2.2 Gas Bahan Bakar


2.2.1 Jenis-jenis Gas Bahan Bakar
* Methane (CH4)
* Acetylene (C2H2)
* Ethylene (C2H4)
 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
43

* Methylacetylene (C3H4)
* Propylene (C3H6)
* Hydrogen (H2)

2.2.2 Syarat-syarat untuk Gas Bahan Bakar


* Intensitas balak tinggi
* Kecepatan bakar tinggi
* Nlai kalori tinggi
* Lain-lain:
- suhu api tunggi
- dapat mengimbangi suhu udara
- aman dalama pemakaian
- ekonomis dalam pemakaian.

2.3 Gas Asetilin


* simbol C2H2
* Bobot isi 1,17 kg/cm3 (0oC, 101,3 kPa )

2.3.1 Sifat-sifat ;
 Tidak berwarna dan tidak beracun, mudah terbakar dengan oksigen bercahaya
 Dengan perbandingan yang sama dalam campuran dengan oksigen,
mempunyai intensitas panas yang lebih tiggi dari pada dengan gas-gas bahan
bakar lainnya.
 Gas asetilin mempunya “range” rawan meledak dalam konsentrasi di udara
yang paling panjang dari pada dengan gas-gas bahan bakar yang lain. (1.2 –
82%)

Penyimpanan
Gas asetilin sangat rawan meledak pada tekanan di atas 2 bar, namun karena
sangat mudah dilarutkan dalam aseton, gas ini disimpan dengan dilarutkan
dalam aseton. Dalam tekanan 1 bar pada 15o C asetilin dapat dilarutkan
sebanyak 25 liter dalam aseton 1 liter.

3. REGULATOR
 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
44

Fungsi.
Untuk mengatur agar dapat dikeluarkan sejumlah gas tertentu (volume) selama waktu
tertentu.
Ada dua jenis regulator :
 Yang langsung dapat dibaca, berapa volume gas yang dapat dieluarkan selama
durasi waktu tertentu (m3/menit ). Regulator jenis ini dipakai untuk mengatur laju

aliran (flow rate) gas pelindung dalam proses pengelasan berpelindung gas. ( Gas

Shielded Arc Welding).


 Yang hanya dapat diketahui berapa tinggi tekanan yang dapat dikeluarkan. Jenis ini
adalah yang dipakai dalam proses pengelasan Oksi-Gas Bahan Bakar. Jumlah gas
yang diperlukan untuk proses diatur kemudian, menggunakan katup-katup pada

kepala bakar (Torch).


Untuk mengetahui tinggi rendahnya tekanan, pada setiap regulator dilengkapi
dengan manometer, sebuah untuk mengetahui tekanan gas dalam botol, dan sebuah
lagi untuk mengetahui besarnya gas yang dkeluarkan. Konstruksi regulator dibuat
sedemian rupa, sehingga tekanan yang dikeluarkan tetap, sekalipun tekanan di
dalam botol berubah (turun).
( Lihat gambar I – 1)

4. KEPALA BAKAR (Torch)


Fungsi
 Mencamour gas baha bakar dengan oksigen, pada perbandingan tertentu.
 Mengatur perbandingan jumlah gas yang akan dibakar, sesuai dengan kebutuhan
energi panas tertentu .

Jenis
Ada dua jenis kepala bakar :
 Kepala bakar untuk menglas (Gb. I – 2 )
 Kepala bakar untuk memotong (Gb. ! – 3 )

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
45

GAMBAR I – 1 : REGULATOR

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
46

GAMBAR I – 2 ; KEPALA BAKAR PENGELASAN

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
47

GANBAR I – 3 ; KEPALA BAKAR UNTUK PEMOTONGAN

5. API OKSI ASETILIN ( Oxy-Acetylene Flame)


Gas asetilin banyak dipakai dalam proses pengelasan maupun proses-proses lainnya,

karena asetilin mempunyai nilai kalor ( calorific value) yang paling tinggi dari jenis-jenis
gas bahan bakar,
Panas diperoleh dari pembakaran campuran asetilin dengan oksigen, yang intensitas
panasnya tergantung dari nilai kalor campurannya, dan kecepatan alir dalam
pengoperasiannya.

Intensitas panas = Nilai kalori x Kecepatan bakar

Intensitas panas : Cal/m2.se. atau btu/f2.sec. atau Joule /m2

Nilai kalori : Cal/m3 atau btu/m3

Kecepatan bakar : m/sec atau f/sec

Prinsip Kerja
Pada saat katup asetilin dibuka, diberi api pemantik, tanpa membuka katup oksigen,
maka asetilin hanya mendapat oksigen dalam campuran dari udara. Dengan kecepatan
alir yang hanya kecil saja api berwarna kuning, intensitas panasnya kecil, dan
menghasilkan banyak jelaga.
Setelah katup oksigen dibuka, maka akan terjadi pembakaran gas campuran dengan
oksigen dari botol. Tergantung dari komposisinya campuran antara asetili : oksigen

maka dibedakan tiga jenis nyala api : - api netral ( neutral flme), - api karburasi

(carburizing flame ), dan – api oksidasi (oxydation flame )

5.1 Api Netral


Pembakan campuran gas asetilin dengan oksigen secara total dapat digambarkan
dalam persamaan reaksi kimia sbb.:

2 C2H2 + 5 O2  4 CO2 + 2H2 ( 1 )

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
48

Ketika campuran asetilin : oksigen (dari botol) = 1 : 1, api disebut api netral.

2 C2H2 + 2 O2 (botol)  4 CO + 2 H2 (2)

4 CO + 2H2 + 3 O2 (Udara)  2 CO2 + 2 H2O (3)

Kerucut luar reaksi (3)

Kerucut dalam reaksi (2)

GAMBAR I – 4 ; API NETRAL

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
49

5.2 Api Karburasi

Jika asetilin dalam campuran lebih besar jumlahnya dari pada oksigen yang berasal
dari botol, maka akan terjadi api karburasi, dengan tahapan reaksi kimia sbb.:

2 C2H2 + O2 (botol)  2 CO + 2 H2 + C2H2 (sisa) (4)

C2H2 (sisa) + O2 (udara)  2 CO + H2 (5)

4 CO + 2 H2 + 3 O2 (udara)  4 CO2 + 2 H2O (6)

Kerucut luar, reaksi (6)

Kerucut antara, reaksi (5)

Kerucut dalam, reaksi (4)

GAMBAR I – 5 ; API KARBURASI

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
50

5.3 Api Oksidasi


Jika oksigen dari botol lebih besar jumlahnya daripada gas asetilin, maka akan
terjadi api oksidasi dengan tahapan reaksi kimia sbb.:

2 C2H2 + 3 O2 (botol)  4 CO + 2 H2 + O2 (sisa) (7)

4 CO + 2 H2 + 2 O2(sisa+udara)  4 CO2 + 2 H 2O (8)

Kerucut luar, reaksi (8)

Kerucut dalam, reaksi (7)

GAMBAR I-6: API OKSIDASI

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
51

6. PEMOTONGAN DENGAN API OKSIASETILIN


(Oxy-Acetylene Cutting = OFC-A)
6.1.Prinsip Kerja Proses.
Pada proses pemotongan ini panas diperoleh dari pembakaran campuran gas asetilin
dengan oksigen dan kalori yang timbul dari reaksi kimia reaksi isotermis antara
logam induk dan oksigen.
Reaksi tersebut pada suatu tingkat suhu tertentu yang disebut suhu nyala oksigen

(ignation temperature), yang untuk setiap jenis logam berbeda-beda tingginya, dan
bisa terjadi lebih rendah atau lebih tinggi dari suhu lebur logam itu sendiri. Untuk baja
karbon, semakin tinggi kadar karbonnya akan semakin tinggi suhu nyalanya, namun
suhu lebur logamnya akan semakin rendah.

2Fe + O2  FeO + panas ( 63.800 kal l.k 267 kJ )


3 Fe + 2 O2  Fe3 O4 + panas (267.800 kal l.k 1.120 kJ)
2Fe + 3/2O2 Fe2O3 + panas (196.800 kal l.k 825 kJ)

6.2 Mampu Potong (Cutability)


Yang dimaksud dengan mampu potong suatu logam ialah sifat dari suatu jenis logam
yang dapat dipotong dengan suatu jenis proses dengan hasil yang baik.
Tidak semua jenis logam mempunyai mampu potong yang baik jika dipotong dengan
proses OFC-A (OAC= Oxy-Acetylene Cutting). Logam yang mempunyai mampu
potong baik dengan proses OFC harus memenuhi syarat-syarat sbb.:
 Suhu lebur logam yang dipotong harus lebih tnggi dari suhu nyalanya. Logam
yang mempunyai suhu lebur di bawah suhu nyalanya akan mencair terlebih
dahulu sebelum reaksi antara logam dengan oksigen terjadi.
 Suhu lebur oksida logam yang dipotong harus lebih rendah dari suhu
nyalanya . Logam yang suhu lebur oksidanya lebih tinggi dari suhu hasil
reaksi akan sulit untuk dipotong. Baja paduan chrom tinggi adanya oksida
chrom (Cr2O3) yang suhu leburnya 2000 oC, atau oksida alumuium (Al2O3)
dengan suhu lebur 2050 oC sulit untuk dipotong.
 Koefisien konduktifitas panas logam yang dipotong tidak boleh tinggi.
 Leburan oksida harus cukup encer.
 Unsur-unsur paduan tidak boleh tinggi (C, Cr, Si, Mo, dan W

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
52

TABEL I – 1 : SUHU LEBUR BEBERAPA LOGAM DAN OKSIDA LOGAM

No. Logam dan Oksida Logam Suhu Lebur oC

1. Besi 1.535
2. Baja karbon rendah 1.500
3. Baja karbon tinggi 1.300 – 1.400
4. Besi tuang kelabu 1.200
5. FeO 1.370
6. Fe2O3 1.565
7. Fe3O4 1.527
8. Tembaga 1.083
9. Brass 850-900
10. Tin Bronze 850-950
11. CuO 1.236
12. Alumunium 56
13. Al3O3 2.020-2050
14. Zinc 419
15. ZnO 1.800

6.3 Fungsi Api Pemanasan Awal (Preheating Flame)


Fungsi api pemanasan awal pada pemotogan dengan api oksi asetilin ialah :
 Untuk menaikkan suhu logam yang dipotong sampai suhu nyala oksigen
 Menambah energi panas ke benda kerja untuk mempertahankan reaksi
pemotongan.
 Melindungi kemurnian oksigen potong terhadap pengaruh atmosfer.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
53

 Membersihkan kotoran-kotoran ringan pada permukaan baja sebelah atas seperti


karat, “scale”, cat maupun kotoran lainnya yang dapat menghambat proses
pemotongan.

7. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN OFC


7.1 Kelebihan
Beberapa kelebihan/keunggulan dari proses pemotongan dengan Oksi-Gas Bahan
Bakar ialah :
 Baja pada umumnya lebih cepat dipotong dengan proses OFC dari pada
proses pemesinan
 Bentuk-bentuk bagian dan oleh karena ketebalannya, yang menyebabkan sulit
untuk dipotong dengan pemesinan dapat dilayani secara ekonomis dengan
proses OFC.
 Biaya dasar peralatan proses secara normal relatif lebih rendah dari pada
peralatan pemesinan.
 Peralatan OFC manual sangat lincah dioperasikan, mudah dipindah-pindah.
 Arah pemotongan dapat dengan cepat dan mudah diubah pada radius operasi
yang relatif kecil.
 Benda kerja yang besar/berat tidak harus dibawa, atau digerakkan.
 Posisi benda kerja dan posisi pemotongan tidak perlu berubah-ubah.

7.2 Kekurangan
 Poleransi ukuran kurang teliti dari pada denganpemesinan.
 Proses OFC dibakukan terbatas secara komersial untuk memotong baja dan
besi tuang, walaupun logam-logam oksida lain seperti titanium juga dapat
dipotong.
 Api potong dan cairan logam panas yang terjadi dapat menimbulkan api dan
bahaya kebakaran pada lokasi, dan bahaya terhadap operator.
 Pembakaran gas dan oksidasi logam membutuhkan pengontrolan gas beracun
yang sesuai dan ventilasi yang cukup.
 Baja yang dapat diperkeras membutuhkan panas awal dan perlakuan panas
pasca potong untuk mengontrol struktur metalurginya.

8. MUTU HASIL POTONG

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
54

8.1 Penilaian Mutu


Mutu hasil potong dengan proses OFC yang dapat diterima, tergantung dari persyaratan
tugas pekerjaan. Apabila bahan potongan yang dipakai dalam fabrikasi tidak akan
diproses lagi permukaan potongnya dengan proses lain (pemesinan), mutu permukaan
potong yang dinilai akan meliputi hal-hal sbb. :
 ukuran dari bentuk potongan. Sudut yang tepat dari permukaan potong dengan
permukaan yang berbatasan.
 Kedataran permukaan potong.
 Ketajaman dari potongan yang terkena panas awal.
 Toleransi
 Terbawanya terak yanag melekat.
 Cacat-cacat permukaan potong, seperti retakan, dan kantong-kantong ( kekasaran
permukaan ).

82. Variabel Yang Mempengaruhi Mutu.


Mutu permukaan potong tegantung dari banyak variabel yang berarti, antara lain :
 Jenis dari baja yang dipotong.
 Ketebalan bahan.
 Mutu baja ( adanya segregasi, inklinasi dll.)
 Kondisi daripermukaan baja
 Intensitaas api pemanas awal dan perbandngan antara oksigen dan gas bahan
bakar untuk pemanasan awal.
 Ukuran dan bentuk dari lubang oksigen potong.
 Kemurnian oksigen potong.
 Laju alir (flow rate) oksigen potong
 Kelurusan dan kerataan ujung poros dari nozel.
 Kecepatan potong.

8.3. Pengaruh Metalurgis


Akibat pemanasan yang tinggi dalam pemotongan, timbul zona terpegaruh panas

( HAZ = Heat Affected Zone ) yang mengalami perubahan struktur metalurginya.

Struktur ini tergantung dari pola/laju pendnginan setelah pemanasan (cooling rate).
Dalam dangkalnya HAZ tergantung dari besar kecilnya masukan panas yang diterima.
Untuk pemotongan logam yang relatif tipis, hanya memerlukan masukan panas yang
kecil saja, sehingga HAZ-nya relatif kecil. ( Tabel I-2)
 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
55

TABEL I –2 ; PERKIRAAN KEDALAMAN HAZ DALAM BAJA DENGAN PROSES OFC


________________________________________________________________________
Kedalaman, mm
Tebal, mm ______________________________________________________
Baja karbon rendah Baja karbon tinggi

Di bawah 13 di bawah 0,8 0,8


13 o,8 0,8 – 1,6
152 3,2 3,2 – 6,4

Strktur mikro yang terjadi tergantung dari kadar karbon, dan paduan-paduan lainnya, dan
juga laju pendinginannya.
Dengan OFC, terutama pada OFC-A nyala api asetilin yang membebaskan karbon akan
terikat pada sisi potong saat proses terjadi.
Jenis baja, selain kadar karbon unsur-unsur paduan juga mempengaruhi mampu
potongnya. Beberapa unsur paduan ada yanag mempunyai tendensi sukar untuk dipotong
dengan proses OFC atau akan naik kekerasannya pada sisi potong, (Tabel I – 3 )
Pada ASME Boiler and Pressure Vesel Code tidak dibolehkan membuat pesiapan alur
dengan OFC untk baja dengan karbon lebih tinggi dari 0,35% tanpa dimesin.

TABEL I – 3 : DAMPAK UNSUR-UNSUR PADUAN PADA HAMBATAN DARI BAJA YANG


DIPOTONG DENGAN OFC

Unsur Dampak dari unsur pada OFC

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
56

Karbon Baja smpai 0,25 % karbon dapat dengan mudah dipotong, namun
baja dengan karbon lebih tinggi harus dengan pemanasan awa,
untuk mencegah terjadinya pengerasan atau retakan pada sisi
potong
Mangan Baja dengan kadar 24% mangan dan 1,5% karbon sukar dipotong,
dan agar dapat hasil yang baik perlu pemanasan awal
Silikon Silikon dalam jumlah yang normal tak berpengaruh
Chrom Baja dengan kadar 5% chrom dapat dipotong tanpa kesulitan asal
permukaannya bersih. Baja dengan chrom lebih tinggi misalnya
10% Cr sukar dipotong karena chrom berfungsi sebagai “Oxidation
Resistance Material” dan hasil, potongnya kasar bila dipergunakan
proses OFC-A biasa. Biasanya dipakai api karburasi dan
menggunakan serbuk besi atau flux.
Nikel Baja dengan kadar nikel sampai 3% masih mungkin dipotong
dengan proses OFC biasa. Dengan injeksi flux atau puder besi
dengan kadar nikel sampai 7% masih menghasilkan potongan yang
memuaskan. Juga dapat dipakai untuk memotong stailess steel (18-
8sampai 35-15) masih dapat dihasilkan potongan yang baik.
Molibdin Pengaruhnya seperti chrom. Baja molibdin-tungsten tinggi hanya
dapat dipotong dengan tekdin khusus.
Tungsten Paduan biasa sampai 14% tungsten dapat dipotong degan cepat,
tetapi jika lebih tiggi akan menjadi lebih suit, dengan batas l.k 20%.
Tembaga Dalam jumlah sampai 2%, tembaga tidak berpengaruh.
Alumunium Sampai jumlah relatif besar (10%) tiidak banyak berpengaruh
Posfor Dalam jumlah yang ditolelir dalam baja tidak berpengaruh
Sulfur Dalam jumlah kecil tidak berpengaruh, namun dalam jumlah yang
lebih besar perlu diwaspadai, terutama gas beracun dari
dioksidanya (SO2)

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
57

II
PROSES PENGELASAN
BUSUR LISTRIK ELEKTRODA TERBUNGKUS
(SMAW = SHIELDED METAL ARC WELDING ; MNA = MANUAK METAL ARC

WELDING)

1. U M U M
Pada Proses SMAW pabnas diperoleh dari energi listrik yang diubah menjadi energi
panas dengan mebangkitkan busur listrik yang bersuhu tinggi di antara ujung elektroda
dan logam induk. Pada proses ini elektroda selain sebagai pembangkit busur juga

dipakai sebagai logam pengisi (filler metal) , disebut elektroda termupan, yang
terbungkus dengan flux. Logam inti dan flux akan mencair bersama-sama pada kawah
las.
Flux yang terbakar dan terurai menimbulkan gas, yang berfungsi untuk melindungi : -
ujung elektroda, - busur listrik, dan – daerah sekeliling kawah las, terhadap kontaminasi
atmosfer. Perlindungan kawah las ini disermpurnakan oleh flux cair atau terak. Gb.II – 1

2. PRINSIP KERJA
Rangkaian listrik dari proses ini terdiri dari bagian-bagian yang meliputi :
 Sumber tenaga listrik atau mesin las (power source).
 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
58

 Kabel-kabel (electrode lead & work lead)

 Penjepit elektroda (electrode holder)

 Penjepit logam induk ground clamp)


 Logam induk, dan
 Elektroda terbungkus. ( Gb. II – 2 )

Gb.II – 1 : FONDAMENTAL OPERASI SMAW

TEGANGAN MESIN

TEGANGAN RUGI (2)

TEGANGAN RUGI (3)

TEGANGAN RUGI (1)

TEGANGAN RUGI (4)

TEGANGAN BUSUR
TEGANGAN RUGI (5)

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
59

TEGANGAN BUSUR = TEGANGAN MESIN - JUMLAH TEGANGAN RUGI (1+2+3+4+5)

Gb. II – 2 ; RANGKAIAN LISTRIK SMAW

Busur listrik dinyalakan dengan menggores pendek logan induk menggunakan ujung
elektroda atau mengetukkan pelan-pelan ke logam induk, dilanjutkan dengan :
 menjaga jarak elektroda ke logam induk, yang akan merupakan panjang busur
pengelasan.
 Mengontrol posisi elektro (mengarahkan)
 Mengatur kecepatan majunya proses travel speed)
Busur yang timbul di antara elektroda dan logam induk, yang bersuhu di atas 9000 oF
(5000 oC) mencairkan permukaan logam induk setempat dan ujung elektroda yang
kemudian pindah ke kawah las mendilusi logam induk cair, bersama-sama membeku
mebentuk logam las.

3. MESIN LAS (Power Source / Power Supply )


Banyak jenis dan ukuran mesin las yang dipakai pada proses SMAW .
Jika dipakai jenis arus bolak-balik, masukan listrik yang bertegangan masih relatif tinggi
perlu ditransformasikan ke tegangan yang aman pakai dengan transformator listrik. ( 16
– 40 volt )
Jika arus searah yang dipakai, dapat diperoleh dengan menggunakan unit perata arus,

(transformer rectifier ), atau motor generator yang menghasilkan langsung arus rata.
Pada mesin las berarus DC dimungkinkan untuk dipergunakan dalam dua jenis polaritas,
yaitu polaritas lurus (DCSP = DCEN ) dan polaritas balik ( DCRP = DCEP ).

Jenis Arus Keluaran


Baik arus bolak-balik (AC) maupunn arus rata )AC, boleh/dapat dipakai pada proses
SMAW, tergantung dari jenis aru yang diinginkan, dan elektroda yang dipakai.
Masing-masing jenis arus mempunya kelebihan dan kekurangan, yang perlu
dipertimangkan pada waktu memilih untuk keperluan pengelasan tertentu.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis mesin las ialah :
 Penurunan tegangan (voltage drop ) : AC lebih kecil dari pada DC
 Arus rendah : DC lebih stabil

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
60

 Penyalaan busur : DC lebih mudah.


 Panjang busur : Untuk busur pendek dengan DC lebih mudah.
 “Arc Blow” : AC lebih baik.
 Posisi pengelasan : Posisi vertikal dan atas kepala yang mebutuhkan arus relatf
rendah lebih mudah dengan DC. Jenis elektroda yang dapat dipakai dengan baik
untuk semua posisi dapat dipakai dngan AC.
 Ketebalan logam induk : DC dapat dikai untuk semua ketebaalan logam. AC
tidak stabil dengan arus rendah untuk pengelasn pelat yang tipis.

Keluaran Arus Konstan


Proses SMAW yang dioperasikan secara manual ini disyaratkan dengan penggunakan
mesin las dengan keluaran arus konstan. Keluaran arus konstan ditentukan dari

kharakteristik volt-amper yang melengkung ke bawah (drooping volt-ampere

characteristic). Tegangan dalam kisaran (range) tertentu yang menurun akan


menurunkan arus.
Dipilih keluran arus konstan karena perubahan kecil pada panjang busur tidak akan
membawa dampak yang berarti pada arus keluaran dan laju pendepositan . (Gb. II – 3
a).

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
61

Gb. II - 3 a : KURVA UNTUK MESIN LAS ARUS KONSTAN DAN TEGANGAN


KONSTAN

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
62

A. Rakaian terbuka: Tegangan maksimum (tegangan mesin), arus minimum


( nol)

B. Panjang busur normal: Tegangana optimal, arus


optimal

C. Hubung pendek: Tegangan minimum ( nol ), arus maksiimum

Gb. II – 3b ; KURVA VOLT-AMPERE PADA KELUARAN ARUS DENGAN SUATU


PEMBEBANAN DALAM TEGANGAN BUSUR

Faktor-faktor Pertimbangan dalam Pemilihan Mesin Las


 Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan mesin las iala :
 Tenaga (energi) masukan yang tersedia
 Ruangan yang tersedia
 Kemampuan dana
 Lokasi operasi
 Tenaga untuk memelihara yang tersedia.
 Kisaran arus yang dibutuhkan ( range )
 Jenis arus keluaran yang dibutuhkan.

Pengaruh Polaritas Pada Penetrasi


Pada busur karbon, suatu busur yang stabil dapat dicapai apabila karbon bermuatan
negatif.
Dalam kondisi ini l.k 1/3 panas timbul pada kutub negatif (katoda), yaitu elektroda, dan
l.k 2/3 panas timbul pada kutub positif (anoda), yaitu benda kerja.
Pada busur pengelasan elktroda terumpan, elektroda mencair, dan logam cair itu akan
menyeberangi busur. Panjang busur yang seragan dipertahankan di antara elektroda

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
63

dan logam induk dengan mengumpankan elektroda ke busur secepat ia mencair.


Suasana busur mempunyai dampak yang besar pada pola panas yang maksimum.
Pada proses SMAW suasana busur tergantung pada komposisi pembungkus
elektrodanya. Biasanya panas yang maksimum terjadi pada kutup negatif (katoda).
Polaritas lurus, DCSP dengan elektroda E-6012, elektrodanya bermuatan negatif
(DCEN), laju peleburannya tingg dann penetrasinya dangkal. Jika polaritas balik
(DCRP) dipakai pada elektroda E-6010 (DCEP), panas kamsimum masih pada kutub
negatif (katoda), tetapi sekarang logam induk, yang dapatmembuat penetrasi yang
dalam. (Gb. II-4)

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
64

Gb. II – 4 : BUSUR ARUS SEARAH LOGAM TERBUNGKUS

Dengan elektroda logam yang telanjang, panas maksimum terjadi pada kutub positif
(anoda).
Oleh karenanya elektroda yang telanjang dioperasikan pada polaritas lurus, DCSP =
DCEN, panas maksimum akan terjadi pada logam induk ( anoda ), agar penetrasinya
cukup.

4. KELEBIHAN DAN KETERBATASAN PROSES SMAW


Proses SMAW adalah salah satu dari proses-proses yang banyak dipakai, terutama
untuk membuat lasan-lasan yang pendek dalam produksi, misalnya untuk pekerjaan
pemeliharaan dan reparasi, dan juga untuk pekerjaan konstruksi di lapangan.

4.1 Keunggulan/kelebihan proses


 Peralatan sederhana, tidak mahal dan mudah dipindahkan.
 Elektroda yang terbungkus flux dapat mengisi sebagai logam pengisi, dan
sekaligus menyediakan pelindung terhadap pengaruh kontaminasi udara luar.
 Tidak dibutuhkan gas pelindung dan serbuk flux.
 Tidak terlalu sensitif terhadap tiupan angin seperti proses yang berpelindung gas.
 Dapat dioperasikan di ruangan yang sempit & sulit
 Proses dapat dipakai untuk semua jenis logam dan paduan yang umum.

4.2 Keterbatasan
 Logam-logam yanag rendah suhu leburnya seperti timbal, timah dan
seng tidak cocok dilas karena masukan panas cukup tinggi.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
65

 Tidak cocok untuk logam-logam yang reaktif seperti titanium, tantalum,


zirkonium dan colombium, karena pelindung terhadp kontaminasi
oksigen tidk cukup.
 Elektroda yang menjadi pendek selama proses (setelah terbakar) akan
menaikkan arus sampai melebihi batas, dan memanaskan elektroda
sampai merusakkan pembungkusnya.
 Siklus kerja juru las kecil.

5. ELEKTRODA TERBUNGKUS.
Pembahasan tentang elektroda terbungkus, terpisah dari proses ini akan meliputi
bagaimana cara pembuatannya, spesifasinya, bagaimana harus diperlakukan dan
contoh-contoh cara penggunaannya.

III
PROSES PENGELASAN
BUSUR LISTRIK TERENDAM
( SAW = SUBMERGED ARC WELDING )

1. U M U M
Proses ini termasuk proses pengelasan busur api listrik elektroda terumpan, dengan
pelindung serbuk flux.
Proses yang semakin banyak dipakai dalam industri ini selain karena mutu hasil las yang
cukup baik, kecepatan produksinya juga cukup tinggi. Meskipun baru dua posisi
pengelasan yang dapat dilayani dengan proses ini, yaitu datar (1G) dan horizontal (2G),
namun banyak juga dipergunakan dalam ereksi konstruksi-konstruksi kapal dan
pembuatan tangki penyimpan dilapangan.
Dengan menggunakan elektroda yang berbentuk strip (pita logam ),banyak dipergunakan

untuk pengelasan pelapisan permukaan (surfacing).


 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
66

Dalam pengoperasiannya, walaupun tidak dibutuhkan juru las yang berketerampilan


seperti pada proses SMAW, namum operator las juga harus berkualifikasi, karena banyak
parameter yang perlu dipersiapkan dengan ketelitian tertentu.

2. PRINSIP KERJA
Pada proses ini busur listrik yang memanaskan logam induk, flux da ujung elektroda tejadi
di elektroda dan logam induk, di dbawah rendaman flux. Seperti halnya proses-proses
elektroda terumpan lainnya, elektroda selain berfungsi sebagai pembangkit busur listrik
juga akan tercairkan menjadi logam pengisi.
Flux yang terbakar menjadi terak cair yang mengambang di atas kawah las cair, dan
menimbulkan gas. Proses ini dlindungi oleh terak cair, gas dan sisa flux yang tidak
mencair.
Oleh karenanya proses ini tidak dipengaruhi oleh tiupan angin yang mungkin terjadi
dipermukaan.
Pada proses ini pengumpanan elektroda terjadi secara terus menerus, dilakukan secara
mekanis dengan rol-rol pengumpan yang dapat diatur kecepatannya sesuai dengana

keinginan, yang merupakan kecepatan pengumpanan (Feeding Speed) . Kecepatan

majunya proses (travel speed) dapat dilakukan dengan prosesnya yang bergerak maju
atau logam kerjanya yang bergerak.
Variabel-variabel pengoperasian ini diatur pada panel pengatur. (Gb. III – 1)

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
67

GAMBAR III – 1 ; SKEMATIS PROSES SAW


3. KELEBIHANN DAN KEKURANGAN
3.1. Kelebihan
 Sambungan dapat dipersiapkan dengan alur V yang dangkal, sehingga tidak terlalu
banyak memerlukan logam pengisi, bahkan sering tidak diperlukan alur.
 Karena proses terjadi di bawah timbunan flux, maka tidak ada percikan logam
(spatter) dan sinar busur yang keluar.
 Kecepatan pengelasan tinggi, baik untuk pengelasan pelat datar, silinder maupun

pipa, bahkan baik sekali untk pendepositan/pelapisan permukaan (surfacing)


 Flux yang bekerja sebagai pembersih dan deoksidator untuk menghilangkan
kontaminan yang tidak diinginkan berada pada kawah las cair, dan dapat
menghasilkan las yang baik . Jika diinginkan flux dapat dipakai sebagai penambah
unsur paduan pada las.
 Pada pengelasan baja karbon rendah dapat dipergunakan elektroda yang tidak
mahal, yang biasanya dilapisi dengan tembaga tipis agar tidak berkarat dalam
penyimpanan.
 Pengelasan dapat dilakukan pada tempat terbuka, dengan tiupan angin yang
kencang,
 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
68

 Dapat dihasilkan las degan rendah hidrogen.

3.2 Kekurangan/keterbatasan
 Proses sedikit rumit, karena selain diperlukan flux dan penahan flux, juga
diperlukan “fixtures” lainnya, dan penahan cairan.
 Flux dapat mengkontaminasi, yang dapat menyebabkan terjadinya
ketaksempurnaan.
 Untuk dapat menghasilkan lasan yang baik logam induk harus homogen, dan
bebas dari scale maupun kontaminan-kontaminan lainnya.
 Untuk pengelasan berlapis banyak, yang memerlukan pembersihan terak yang
baik sering mengalami kesulitan.
 Bahan induk dengan ketebalan kurang dari 5 mm sulit dilas dengan proses ini,
walaupun dengan menggunakan backing.
 Posisi pengelasan yang dapat dilakukanmasih terbatas pada posisi datar dan
horizontal.

4 MESIN LAS
Jenis mesin las apa yang harus dipilih untuk suatu sistem pada SAW sangat berperan
dalam operasinya proses.
Proses SAW dapat menggunakan mesin las arus rata maupun arus bolak-balik, dengan
kharakteristik tegangan konstan (CC). Proses yang dioperasikan secara kontinyu ini

membutuhkan siklus kerja (duty sicle) 100%.


Perangkat untuk pengumpan kawat elektroda dalam SAW menggunakan dua jenis

sistem untuk mengontrol laju pengumpanannya, yaitu sistem peka-tegangan (voltage-

sensitive system) dengan mesin las arus konstan (CC) dan sistem kecepatan-

konstan (constant-speed system) dengan mesin las tegangan-konstan (CV).

 Sistem Peka-Tegangan.
Sistem dengan arus konstan ini disediakan untuk pengelasan dengan kawat
diameter besar, dengan kepadatan arus kecil (kurang dari 38.000 A/in2)

 Sistem Kecepatan-Konstan.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
69

Sistem dengan tegangan-konstan ini baik untuk pengelasan berkecepatan tinggi,


dengan kepadatan arus yang besar ( di atas 38.000 A/in2)

5 LOGAM INDUK
Tidak semua logam dan paduan cocok dilas dengan proses SAW , oleh karenanya ada
tiga kelompok bahan induk berdasarkan mampu lasnya :
 Logam yang sangat cocok
 Logam yang kurang cocok
 Logam yang tidak cocok

Logam Induk yang Sangat Cocok


Logam yang sangat cocok dengan menggunakan proses SAW ialah baja karbon rendah
bukan paduan, dengan kadar karbon tidak lebih dari 0.30%, fosfor dan belerang masing-
masing tidak lebih dari 0,05%
Baja karbon menengah dan baja konstruksi paduan rendah dapat juga dilas dengan
proses SAW, namun harus dengan perlakuan khusus (preheating dan post heating), dan
dengan menggunakan kawat dan flux yang khusus juga.
Baja tahan karat, baja karbon mampu keras , baja paduan rendah tegangan tinggi
mampu keras juga dapat dilas degan proses SAW dengan prosedur tersendiri.

Logam Induk Yang Kurang Cocok.


yang dapat dilas dengan SAW namun dengan proseslain akan menghasilkan las yang
lebih baik, misalnya HAZ lebih dngkal. Dengan SAW sulit untuk mendapatkan sifat
Proses ini kurang cocok untuk pengelasan beberapa jenis loga, seperti logan dan
paduan mekanis tertentu. Yang termasuk kelompok ii ialah baja knstruksi karbon rendah
tegangan tinggi, bvaja karbon tinggi, tembaga dan paduan-paduan tembaga.

Logan Unduk Yang Tidak Cocok


Besi tuang, baja karboh tingg, dan “maraging steel” tidak dapat dilas dengan proses
SAW karena dengan masukan panas yang tinggi akan menghasilkan panas yang tidak
tertahan.
Paduan-paduan alumunium dan magnesium juga tidak dapat dilas dengan proses SAW
karena belum diketemukan flux yang cocok, Timbal dan seng tidak dapat dilas dengan
proses ini karena suhu lebur logam-logam tersebut relatif sangat rendah.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
70

6 “CONSUMABLE” PENGELASAN

6.1. Elektroda
Kawat elektroda pejal untuk SAW diperdagangkan dalam berbagai ukuran dari
diameter 1,5 - 6,0 mm dan berbentuk tubular dengan ukuran diameter dari 2,0 – 3,0
mm.
Elektroda diproduksi dalam berbagai komposisi paduan ferrous, dari baja karbon tak
berpaduan samapi baja paduan tinggi.
Kawat baja karbon tak berpaduan, digulung menjadi “drum”, dalam berbagai berat
tergantung dari pembuatnya.
Permukaan elektroda harus cukup halus dan rata, agar tidak terjadi kemacetan dalam
pengumpanan. Untuk baja karbon rendah yang bukan paduan dilindungi dalam
pengimpanannya dengan berlapiskan tembaga tipis.

6.2 Flux
Flux yang dipakai pada proses SAW ini berbentuk puder yang berbutir-butir dengan
gradasi tertentu, terdiri dari bahan-bahan mineral yang dapat terbakar , berisi oksida-
oksida mangan, silikon, titanium, alumunium, kalsium, zirkonium, magnesium, dan
senyawa-senyawa lainnya sepert kalsium florida. Mereka akan terbakar oleh busur api
listrik dan dalam keadaan cair melindungi logam las cair terhadap pengaruh atmosfere.
Flux diklasifikasi dalam AWS sebagai dasar persyaratan mekanis dari deposit las.
Flux yang berbentuk butiran-butiran harus dapat mengalir dengan bebas melalui
saluran pengumpan flux, dengan keran penutup dan nozel yang berukuran tertentu.
Ada standar yang mengatur tentang ukuran flux ini, namun jika dikehendaki antara
pemakai dan pembuat dapat diadakan kesepakatan tentang gradasinya.
Gradasi flux ini antara 8x48 mesh sampai 6x325 mesh, yang artinya sbb. :
angka 8 menunjukkan bahwa flux yang diayak dengan pengayak yang mempunyai
lubang sebanyak 8 buah dalam ukuran panjang 1” hanya 90 – 95 % saja yang boleh
lolos, dan angka 48 dan 325 menyatakn bahwa flux kemudian diayak dengan
pengayak yang mempunyai lubang sebangak 48 atau 325 buah untuk ukuran panjang
1”, hanya 2 – 5% saja yang boleh lolos. Bobot Jenis maupun suhu cair flux harus lebih
rendah dari bobot jenis dan suhu cair logam induknya.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
71

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
72

GAMBAR II – 2 : SISTEM KLASIFIKASI AWS UNTK FLUX

TABEL III – 1 : KLASIFIKASI PERSYARATAN FLUX

ARUS YANG DISARANKAN UNTUK UKURAN FLUX TERTENTU :

Ukuran Flux Arus, Amp.

8x48 – 14x48 – 12x65 – 10x150 sampai 1100


12x250 600 – 1100
12x200 600 – 1750
20x200 , 35x200 600 – 1750 (lebih)

7 VARIABEL PENGOPERASIAN
Jika ditentukan bahwa las harus bermutu baik dan laju produksi tinggi, maka variabel-
variabel yang baku harus diikuti ialah :
 Arus listrik (Ampere )
 Jenis flux dan elektroda
 Tegangan pengelasan (busur)

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
73

 Kecepatan pengelasan
 Ukuran elektroda
 “Extension” elektroda dan
 Lebar dan tebal lapisan flux.

7.1 Arus Listrik


Baik arus rata maupun arus bolak-balik dapat dipergunakan pada SAW dengan hasil
yang baik , namun masing-masing mempunyai kekhususan, tergantung dari variabel-
variabel lainnya akan menghasilkan bentuk las dan penetrasi yang berbeda-beda.
Dengan satu ukuran diameter elektroda dapat dipergunakan dalam berbagai variasi
arus, atau dengan arus yang sama dapat dipakai beberapa jenis ukuran diameter
elektroda. Jika dipakai elektroda lebih kecil penetrasi (fusi) akan menjadi lebih dalam
namun lebar las (weld bead) akan lebih sempit, dengan suatu resiko akan terjadi
kebocoran kawa (burn through) (Gb. III – 2). Jika dengan diameter yang sama arus
diperbesar, maka laju pendepositannya akan naik. (Gb. III – 3 ).

GAMBAG III – 2 : DAMPAK PERUBAHAN ARUS TERHADAP PENETRASI DAN


KONFIGURASI PADA PROSES SAW.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
74

GAMBAR III – 3 : DAMPAK PERUBAHAN ARUS TERHADAP LAJU PENDEPOSITAN


PADA PROSES SAW

7.2 Tegangan Busur


Tegangan busur pengelasan akan menentukan juga fusi dan bentuk dari
lreinforcementnya.
Semakin besar tegangan busur akan semakin lebar mermukaan las (bead) dan lebih
rata, memerlukan flux yang lebih banyak, namun penetrasi akan relatif berkurang.
( Gb.III – 4 )

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
75

GAMBAR III - 4 : PENGARUH TEGANGAN PADA PROSES SAW TERHADAP


PENETRASI DAN BENTUK LAS.

7.3 Kecepatan Pengelasan


Kecepatan pengelasan akan mempengaruhi selain jumlah deposit pada suatu titik
juga menentukan metalurgi las.
Untuk las lapis tunggal pada fillet maupun beralur , kecepatan pengelasan akan
menaikkan panjang lasan secara langsung, namun kecepatan pengelasan tidak
akan dapat menaikkan laju pendepositan. Kecepatan pengelasan akan
mempengaruhi masukan panas pada suatu titik, semakin rendah kecepatan akan
semakin tinggi masukan panasnya, oleh karenanya kecepatan yang tinggi akan
mengurangi jumlah deposit las maupun logam pada sutu titik (okasi). (Gb. III – 5 )

GAMBAR iii – 5 : PENGARUH KECEPATAN PENGELASA TERHADAP LEBAR LAS,


PENETRASI DAN KONFIGURASI LAS.

7.3 Diameter Elektroda

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
76

Mengubah ukuran diameter elektroda tanpa mengubah variabel lainnya, berarti

mengubah kepadatan arus (arc density), yang juga mengubah tekanan busur.
Dengan elektroda yang lebih kecil penetrasi akan lebih dalam dan lebar las semakin
kecil. (Gb. III – 6 )

GAMBAR iii – 6 : DAMPAK DARI PERUBAHAN UKURAN DIAMETER ELEKTRODA PADA


PENETRASI DAN LEBAR LAS

7.4 Ketebalan Lapisan Flux


Ketebalan la[pisan flux akan mempengaruhi bentuk las dan kedalaman penetrasi
hasil las. (Gb. III-6 )

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
77

GAMBAR iii – 7 : DAMPAK DARI KETEBALAN LAPISAN FLUX PADA PENETRASI DAN
BENTUK LAS

7.5 “Extension” dari Elektroda. (Electrode Stick Out)


Yang dimaksud dengan “electrode extension” atau “electrode stick out “ ialah
elektroda yang telah keluar dari ujung “contact tube “
Semakin panjang “electrode extension” akan semakin naik suhunya, yang berarti
akan menaikkan laju pendepositan yang disebabkan karena adanya kenaikan suhu
akibat dari naiknya resistansi pada kawat. Namun pada peristiwa ini tegangan busur
akan berkurang.

8 PROSEDUR PENGELASAN

Dengan proses ini, pada awal dan akhir pekerjaan sering terjadi diskontinuitas pada
hasil pengelasan. Untuk menghindari hal tersebut, pengelasan dimulai dan diakhiri di
luar pekerjaan, yang berarti dibuat/dipasangkan tambahan yang dipersiapkan sesuai
dengan pekerjaannya.
Pada proses ini, karena adanya masukan panas yang cukup tinggi dan cairan logam
yang cukup banyak, maka sering terjadi kebocoran cairan ke bawah las. Untuk
mengatasi kebocoran itu dipergunakan penyangga cairan (backing), yang jenis dan
bentuknya bermacam-macam,tergantung dari kepentingannya.
Macam-macam penyangga :
 Penyangga yang tidaka mencair ( non fusible backing)
 Penyangga dari flux.
 Penyangga dengan las akar ( root pass backing )

 Penyangga dengan las. (Weld backing )

 Penyangga dengan logam yang turut mencair (fusible metali backing)

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
78

GAMBAR III – 8 : PENYANGGA YANG TURUT MENCAIR

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
79

GAMBAR III – 9 : PENYAGGA DARI FLUX

GAMBAR III-10 : PENYENGGA DENGAN LAS AKAR

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
80

DENGAN PROSES SAW

DENGAN PROSES SAW

GAMBAR III- 11 : PENYANGGA DENGAN LAS

GAMBAR III-12: PENYANGGA YANG TIDAK MENCAIR

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
81

IV
PROSES PENGELASASN
BUSUR LOGAM GAS
GMAW = GAS METAL ARC WELDING

MIG = METAL INERT GAS

MAG = METAL ACTIVE GAS

1. U M U M
Proses GMAW ialah salah satu jenis proses pengelasan yang menggunakan busur api
listrik sebagai sumber panas untuk mencairkan logan dan gas sebagai pelindung proses.
Selain untuk membangkitkan busur elektroda juga berfungsi sebagai bahan pengisi
(umpan) oleh karenanya termasuk las busur listrik elektroda terumpan.
Jika gas pelindung yang dipakai adalah gas mulia (inert gas ) , argon misalnya, proses
sering disebut MIG. Pada proses yang menggunakan gas campuran, batas sebutan MIG
ialah pada penggunaan gas mulia 85% atau lebih. Proses ini dapat dimodifikasi dengan

penambahan flux pada elektrodanya, yaitu flux yang magnetis (magnetized flux) atau

flux yang diberikan sebagai inti elektroda ( (flux cored wire), dan proses disebut FCAW

( Flux Cored Arc Welding )


Proses ini dipilih atas beberapa pertimbangan, antara lain :
Kelebihan/keuntungan:
 Kecepatan pengumpanannya tinggi, yang berarti juga pendepositannya, karena
mengguanakan sistem pengumpanan yang berkesinambungan (kontinyu)
 Proses yang tidak meggunakan flux tidak ada resiko adanya inklusi terak pada
lasnya.
 Dapat dioperasikan secara otomatis maupun semi-otomatis, dalam semua posisi,
lebih lincah ketimbang SAW,
 Efisiensi pendepositan tinggi, 92-98% (SMAW hanya 60-70%).

Kekurangan/keterbatasan.
 Peralatan lebih rumit dan lebih mahal biayanya (SMAW lebih murah)

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
82

 Peralatan kurang lincah untuk dioperasikan ( tidak mudah dipindah)


 Torch menutup benda kerja,
 Pelindung proses dari gas kurang dapata menahan tiupan angin ketimbang SMAW
atau SAW.

2. PRINSIP KERJA
Pada proses GMAW seperti pada proses-proses las busur listrik lainnya, Busur listrik
yang terjadi di antara elektroda dan logam intuk akan mecairkan logam induk setempat
dan ujung elektroda, bercampur membentuk logam las cair. (Gb.IV – 1)
Untuk melindungi logam las cair terhadap pengaruh atmosfer dipergunajkan gas
pelindung yang disemburkan melalui nozel yang terdapat pada ujung torch, yang diatur

laju alirnya (flow rate) sesuai dengan ketentuan kebutuhan tertentu. Sebagai gas
pelindung dipergunakan gas argon, CO2, atau campuran argon + CO2.
Pengumpanan dilaksanakan secara terus menerus (kontinyu), yang dilakukan dengan
suatu mekanisme pengumpan yang dapat diatur kecepatannya.

Variabel yang baku harus diikuti dalam pengoperasian ialah :


 Ketentuan tentang para meter listrik.
 Ketentuan tentang kecepatan pengelasan dan kecepatan pengumpanan.
 Ketentuan tentang laju alir gas pelindung.

Posisi pengelasan
GMAW dapat dioperasikan pada semua posisi seperti pada SMAW ( SAW hanya datar
dan horizontal)

Polaritas listrik
GMAW banyak dioperasikan dengan arus rata polaritas balik ( DCRP = DCEP ), karena
dengan polaritas ini akan dihasilkan busur yang stabil, perpindahan logam yang halus,
rendah percikan, permukaan las yang rata dan penetrasi yang dalam.

Berdasarkan besar kecilnya arus dan jenis gas yang dipakai, maka terjadilahn
perbedaan cara perpindahan logam cair dari elektroda ke logam induk, yang dibedakan
sbb. :
 Perpindahan secara “spray arc”
 “Globular Metal Transfer “ dan
 “Short Circuiting Metal Transfer “
 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
83

____________
Note:

ASM, METALS HANDBOOK Ninth Edition - GAS METAL ARC WELDING - hal 153-154.

Polarity. Most GMAW applications require the use of direct current eltctrode
positive (DCRP), which also reffered to as reverse polarity. This type of
electrical connection provide a stable arc, smooth metal transfer, relatively
low spatter loss, and good weld-bead charachteristic for the entire
range of welding current used.

Direct current electrode negative(DCEN), which is also reffer to mas staight


polarity, is seldon used, because the arc can become very unstable and erratic
even though the electrode melting rate is higher than that achieved with
DCEP.
Penetration is is lower with DCEN than with DCEP

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
84

GAMBAR IV – 1 SKEMATIS PROSES GMAW

Sistem Perpindahan Logam Semburan ( Spray Arc Metal Transfer System)


Dengan menggunakan arus yang tinggi dan pelindung gas argon atau kaya akan
argon perpindahan logam dari ujung elektroda ke kawah las akan berupa semburan
butiran-butiran logam cair .
Butir-butir ini berdiameter lebih kecil dari diameter elektroda yang dipakai. Pada
sistem perpindahan logam ini terjadi pada suhu yang tinggi, sehingga laju
pendepositannya juga tinggi dan penetrasi yang maksimal.
Untuk pengelasan baja dengan menggunakan sistem ini dibatasi untuk posisi datar
dan horizontal saja.
Arus minimum dengan proses ini disebut arus transisi, yang besarnya tidak selalu
sama, tegantung dari besar kecilnya diameter elektroda yang dipakai. (Tabel IV – 2)

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
85

GAMBAGN IV – 2 : CARA-CARA PERPINDAHAN LOGAM PADA GMAW

TABEL IV : ARUS TRANSISI MINIMUM UNTUK ELEKTRODA YANG BERBEDA-BEDA

“Globular Metal Transfer System”


Jika pada sistem “spray Arc” arus diturunkan smpai di bawah arus transisi, maka
perpindahan logam secara semburan tidak terjadi lagi, butir-butir logam cair akan
lebih besar diameternya, dan akan berpindah karena bobotnya, karena adanya
grfitasi

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
86

. Hal ini akan merupakan kesulitan untuk mengelas posisi selain posisi datar. Untuk
memungkinkan agar bola-bola logam cair ini pindah ke arah lain selain hanya
menetes, maka ditambahkan arus pulsa (Ip) selain arus dasar (Io), yang
frekwensinya antara 50 – 100 Hz, sebagai pendorong bola-bola logam cair. Dengan
adanya arus pulsa dan arus dasar dibawah arus transisi ini akan dimungkinkan untuk
pegelasan logam tipis maun tebal pada posisi selain datar.

GAMBAR IV – 3 : PERPINDAHAN LOGAM SECARA GLOBULAR DENGAN ARUS


PULSA

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
87

2.3 “Short Circuit Metal Transfer System”


Jika pada proses Globular Metal Transfer arus dasarnya diturunkan lagi, maka
pencairan ujung elektroda oleh busur yang timbul akan lebih lambah lagi. Dengan
kecepatan maju pengumpanan yang sama, sebelum ujung elektroda menyentuh
kawah las , bola logam yang berada diujung kawat las belum mau berpindah, dan
akan berpindah setelah menyentuh kawah las. (Gb. IV – 4 )
Setelah ujung elektroda menyinggung kawah las (2), arus akan mulai naik sampai
keadaan (4). Setelah itu terputuslah hubungan dan pada keadaan (5) dan (6) busur
akan mencairkan ujung elektroda lagi pada siklus berikutnya hingga kondisi (1) dan
seterusnya.

GAMBAR IV – 4 : PERPINDAHAN LOGAM DENGAN CARA HUBUNG PENDEK

3. VARIABEL-VARIABEL PROSES
Vaiabel-variabel yang baku harus di atur dalam setiap pelakansanaan proses ialah :
 Arus pengelasan ( selalu diatur bersama kecepatan pengumpanan)
 Polaritas listrik.
 Tegangan busur (berkaitan dengan panjang busur)
 Kecepatan pengelasan
 “extension of electrode “
 Orientasi elektroda

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
88

 Diameter elektroda
 Komposisi gas dan laju alirnya.

3.1 Arus Pengelasan


Arus pengelasan akan sangat mempengaruhi :
 kharakter las,
 laju pendepositan,
 bentuk dan unkuran las, dan
 penetrasi.
Laju pendepositan akan naik dengan kenaikan arus. Kenaikan arus juga akan
menambah kedalaman penetrasi, dan lebarnya maniklas. Dengan kenaikann arus
yang akan menaikkan laju pendopipositan perlu diimbangi dengan kenaikan
kecepatan pengumpanan, oleh sebab itu kecepatan pengumpanan akan selalu linier
dengan kenaikan arus.

3.2 Polaritas Arus


Pada GMAW sangat disyaratkan penggunaan arus rata polaritas balik (DCRP =
DCEP) , karena dengan polaritas ini arus akan :
 stabil,
 perindahan logam halus,
 percikan logam las cair kecil,
 sifat mekanis logam las baik, dan
 penetrasi cukup dalam.

3.3 Tegangan Busur


Pada GMAW, jika tidak ada kerugian tegangan karena adanya kontak yang kurang
baik pada penjepitan logam induk, variasi tegangan busur dalam pengelasan terjadi
karena perubahan panjang dari elektroda yang keluar (“electrode extension” atau
“electrode stick out”).
Perubahan tegangan yang melebihi batas tertentu ; misalnya tegangan terlalu tinggi,
akan menyebabkan porositas, banyak “spatter” dan terjadinya takik-takik. Tegangan
yang terlalu rendah akan mempersempit manik las namun penetrasi dalam.

3.4 Kecepatan Pengelasan.


Penetrasi maksimum akan terjadi pada kecepatan pengelasan yang optimal.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
89

Jika kecepatan penelasan diturunkan, akan menaikkan jumlah logam deposit


pengisi persatuan panjang. Jika Kecepatan pengelasan dinaikkan, maka panas yang
dipindahkan pada setiap titik akan berjurang, dan akan mengurangi pencairan logam
induk, membatasi penetrasi, dan mengurangi lebar manik las, dan ada tendensi
terjadinya takik las.

3.5 Elektroda Keluar ( Electrode Extension = Electrode Stick Out )

Jika elektroda yang keluar ini semakin panjang, maka akan menaikkan resistansi
listrik dan suhunya. Oleh karena itu untuk mencairkan elektroda pada laju kecepatan
yang diberikan panas busur akan lebih sedikit.
Elektroda keluar yang terlalu panjang akan menyebabkan logam las dideposit
dengan panas busur yang lebih rendah. Ini akan menghasilkan bentuk manik las
yang kurang baik.
Elektroda keluar yang terlalu panjang akan mebuat busur kurang stabil, namun
dengan elektroda keluar yang lebih panjang akan menaikkan laju pendepositan.
Elektroda keluar yang baik l.k 6 – 12 mm untuk Short Circuit Metal Transfer, dan
sistem yang lain l.k 12 – 25 mm.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
90

GAMBAR IV – 4 : ELEKTRODA KELUAR (ELECTRODE EXTENSION) UNTUK GMAW

GAMBAR IV - 5 : DAMPAK DARI ELEKTRODA KELUAR PADA LAJU PENDEPOSITAN

3.6 Ukuan Diameter Elektroda.


Laju peleburan elektroda dan dalamnya penetrasi adalah fungsi dari kepadan arus.
Jika kedua elektroda dioperasikan pada arus yang sama, elektroda yang lebih kecil
akana mempunyai laju peleburan yang lebih tinggi.
Dasar pertimbangan dalam memilih ukuran diameter elektroda ialah :
 Ketebalan logam induk

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
91

 Kedalaman penetrasi
 Bentuk manik las
 Laju pendepositan yang diinginkan
 Posisi pengelasan dan
 Biaya.

3.7 Posisi (orientasi) Elektroda


Posisi elektroda akan mempengaruhi bentuk manik las dan penetrasi.

4. PERLENGKAPAN
Proses GMAW dioperasikan baik sacara Semiotomatis (manual ) maupun secara
otomatis (mesinal). Peralan dasar untuk setiap proses GMAW adalah sbb. :
 MesIn Las
 Pegangan elektroda (Torch/Gun)
 Unit Pengumpan Elektroda
 Pengalir gas dan Regulator
 Kabel-kabel dan Selang ( udara/air)
 Sistem sirkulasi air/udara
 Penggulung elektroda.

4.1 Mesin Las


Mesin las yang banyak dipakai ialah mesin las yang menghasilkan arus rata (DC),
jarang dipergunakan dengan arus bolak-balik (AC). Kharakreristik arus keluaran ialah
tegangan –konstan.
Karena proses ini dioperasikan secara terus menerus, maka siklus pembebanannya
harus 100%.

4.2 Pemegang Elektroda (Torch/Gun)


Ada dua jenis pemegang elektroda, ialah yang dioperasikan secara manual
(semiotomatis) dan yang dioperasikan secara mesinal (otomatis), yang kedua-
duanya harus mempunyai komponen-komponen sbb. :
 “Contact tube “

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
92

 Nozel gas pelindung


 Pipa penyalur elektroda
 Selang air atau udara
 Kabel-kabel
 Stop-kontak pengonttrol

GAMBAR IV – 6 : PENAMPANG PEMEGANG ELEKTRODA GMAW

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
93

GAMBAR IV – 7 : PEMEGANG ELEKTRODA GMAW UNTUK OPERASI MANUAL


BERPENDINGIN AIR

4.3 Unit Pengumpan Elektroda.


Ada tiga sistem pengumpan elektroda pada GMAW Iialah : sistem dorong, sistem tarik
dan gabungan dorong dan tarik.
Sistem dorong, unit pengumpan dikonstruksi bersatu dengan mesin las. Sistem ni
mempunyai kelemahan, sering terjadinya kemacetan yang disebabkan oleh tidak
lancarnya aliran.
Sistem tarik, unit dipasang berdekatan dengan pemegang elektroda, akan menjadi
kurang lincah untuk pengoperasin manual, sedangkan sistem ini diperlukan pada
kondisi unit mesin las tidak dapat didekatkan pada benda kerja.
Sistem tarik-dorong, dikonstruksi untuk mengatasi kelemahan dari sistem dorong dan
kekurangan sistem tarik, dan untuk lokasi benda kerja yang jaraknya cukup jauh dari
unti mesin las.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
94

GAMBAR IV – 8 : UNIT PENGUMPAN ELEKTRODA SISTEM DORONG.

5. ELEKTRODA
Elektroda pada umumnya berupa kawat yang dikemas dalam gulungan, dengan
diameter 0.9 – 1,6 mm, namun sering juga dipakai ukuran 0,5 dan 3,2 mm. Kecepatan
pengumpanan pada umumnya antara 4 – 34 cm/detik dan kadang-kadang jika
diperlukan sampai 59cm/detik.

Klasifikasi menurut AWS.


TABEL IV – 1 : KLASIFIKASI AWS MENURUT JENIS LOGAMNYA.

TABEL IV – 2 : KOMPOSISI KIMIA DAN SYARAT MEKANIS ELEKTRODA BAJA


KARBON

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
95

6. GAS PELINDUNG
Tujuan utama penggunaan gas pelindung pada proses GMAW ialah untuk melindungi
logam las cair dan zona terpengaruh panas (HAZ) terhadap oksidasi dan kontaminasi
lain dari atmosfer. Logam yang reaktif seperti titanium memerlukan perlindungan pada
permukaan logam induk yang lebih luas .
Semula gas yang dipakai untuk pelindung ini ialah gas mulia, argon dan helium, dan dari
penggunaan gas mulia inilah timbul nama MIG (Metal Inert Gas), tetapi sekarang CO2
 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
96

dapat dipakai secara luas , dan juga campuran antara oksigen dan CO2 dengan gas
mulia. Oleh karenanya selain sebutan MIG lebih luas dengan sebutan GMAW bahkan
ada juga yang menggunakan sebutan Proses Las Busur CO2.
Penggunaan gas pelindung dalam laju alir tertentu akan membawa pengaruh pada :
 Kharakteristik busur
 Bentuk perpindahan logam
 Penetrasi dan bentuk manik las
 Kecepatan pengelasan
 Tendensi terjadinya takik
 Pembersihan (Cleaning action )
 Sifat mekanis logam las.

Keuntungan dari penggunaan suatu jenis gas atau campuran gas pada suatu jenis
logam induk dengan sistem perpindahan logam tertentu dapat dilihat pada tabel IV – 3
dan IV – 4.

TABEL IV–3 : GAS PELINDUNG GMAW UNTUK SISTEM “SHORT CIRCUIT METAL
TRANSFER”

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
97

TABEL IV – 4 : GAS PELINDUNG GMAW UNTUK SISTEM “SPRAY ARC TRANSFER


6.1 Gas Argon
Kemurnian gas argon untuk pengelasan 99,995%. Jika kurang dari itu akan didapat
hasil yang tidak baik. Gas ini ialah gas mulia beratom tunggal (satu atom permolekul)
yang tidak terurai pada logam cair. Argon yang lebih berat 38% dai pada udara akan
menguntungkan jika dipakai pada pengelasan dengan posisi datar dan horizontal pada
sambungan sambungan sudut.
Walaupun argon murni dapat dipakai untuk pengelasan semua logam, namun tidak
umum untuk pengelasan baja karbon, karena dengan gas campuran, argon sebagai
basis lebih disukai.
Penggunaan argon dengan arus rata berpolaritas balik (DCRP) pada pengelasan baja
karbon sederhana sering menghasilkan las yang bertakik di sepanjang sisi manik las.
Hasil pengelasan dengan pelindung gas argon akan berbeda dengan gas lain, baik
mengenai bentuk permukaan lasnya maupun penetrasinya (Gb. IV – 9 )

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
98

GAMBAR IV – 9 : BENTUK LAS DENGAN GAS PELINDUNG YANG BERBEDA.

6.2 Gas Helium


Gas helium ini juga termasuk gas mulia beratom tunggal, tetapi karena lebih ringan
dari pada argon , maka untuk keperluan pengelasan yang sama akan memerlukan
jumlah gas yang lebih besar dari pada argon,
Helium mempunyai konduktifitas panas yang lebih besar dari pada argon. Untuk setiap
pemberian arus dan panjang busur tertentu, tegangann busurnya lebih tinggi jika
menggunakan gas helium dari pada dengan gas argon. Pada setiap pemberian arus
yang dilindungi dengan gas helium akan menhasilkan panas yang lebih tinggi dari
pada jika dilindungi dengan gas argon. Oleh karena itu gas helium lebih disukai untuk
pengelasan logam-logam yang mempunyai konduktifitas panas tinggi seperti paduan-
paduan alumunium dan tembaga.

6.3 Gas Karbondioksida (CO2)


Gas-gas yang sangat reaktif tidak dapat diguanakan sendiri (tanpa dicampur ) untuk
pelindungi pengelasan.
Gas CO2 dapat dipakai secara meluas sebagai gas pelindungi tunggal atau sebagai
komponen dalam campuran, yang dapat memperbaiki kerjanya busur dan perpindahan
logam. Pemakaian CO2 dalam pengelasan telah meluas untuk pengelasan-
pengelasan baja dengan menggunakan sistem “short circuiting transfer “
Gas pelindung CO2 ini dapat memberi kecepatan pengelasan dan penetrasi yang
baik. Karena harga lebih murah dari pada argon, maka pemakaian CO2 banyak
disukai.
CO2 akan terurai menjadi karbon monoksida (CO) dan oksigen pada suhu busur,
menghasilkan efek oksidasi , yang lebih kurang sama dengan kalau penggunakan gas
mulia = 8 – 10% oksigen. Dalam mencegah terjadinya efek oksidasi ini, deposit las
yang mulus dan bebas porositas dapat dicapai dengan pelindung gas karbon dioksida
jika kawat elektroda pereduksi digunakan dengan sistem perpindahan “globular”

6.4 Gas Campuran


Keuntungan dari dua gas atau lebih sering dapat dipergunakan dengan campuran.
Umumnya campuran meliputi argon dengan helium , argon dengan oksigen dan
karbon dioksida dengan oksigen.
 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
99

Walaupun gas-gas mulia murni mampu melindungi logam pada setiap suhu, mereka
tidak semua baik untuk penggunaan dalam semua proses pengelasan. Dengan
mengontrol jumlah gas yang reaktive, dan dengan mencampurkan gas mulia murni,
aktivitas busur akan lebih baik, dan perpindahan logam dapat ditentukan tanpa
menurunkan derajat efektifitas gas pelindung.
Penambahan oksigen atau karbon doksida pada gas-gas mulia membantu
menstabilkan busur, menaikkan pemindahan logam lebih baik, dan membatasi
terjadinya percikan logam las. Percikan las dapat dibatasi dengan menjaga busur
pendek yang seragam panjangnya.

V
PROSES PENGELASA
BUSUR BERINTI FLUX
(Flux Cored Arc Welding = FCAW )

1. U M U M
Proses ini termasuk dalam kelompok pengelasan busur api listrik elektroda terumpan.
Sebagai pelindung proses dipergunakan flux yang terbakar seperti pada proses SMAW
dan SAW, namun berbeda dengan SMAW karena flux tidak membungkus elektroda
tetapi sebagai inti lektroda; seperti SAW dan GMAW karena pengupanan elektroda
dilakukan secara terus menerus, dan untuk jenis elektroda dan kepentingan tertentu
masih dipergunakan juga gas pelindung tambahan.
Proses peleburan logam terjadi karena adanya busur api listrik yang terjadi di antara
elektroda dan logam induk. Flux yang merupakan inti dari elektroda yang berbentuk
tubular, terbakar menjadi gas dan terak cair (slag), akan melindungi proses terhadap
kontaminasi dari atmosfer.
Proses yang menggunakan gas pelindung tambahan dioperasikan seperti pada proses
GMAW dengan mesin las seperti yang dipakai untuk GMAW hanya berbeda pada
mekanisme pengumpanan elektroda, karena elektroda yang berbentuk tubular dengan
flux sebagai inti akan menjadi rusak jika dijepit oleh rol-rol pengumpan GMAW yang
 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
100

elektrodanya dari logam pejal, oleh sebab itu rol-rol pendorong pada FCAW dibuat
beralur. (Gb. V – 4 )
Kecepatan pengelasan untuk menghasilkan logam las, akan lebih tinggi dibandngkan
dengan SMAW, namun dengan GMAW dan SAW dapat dikatakan sama.

2. VARIABEL-VARIABEL PENGOPERASIAN
Keperluan peralatan-peralatan yang baku untuk proses ini sama dengan peralatan-
peralatan pada proses GMAW :
 Mesin Las
 Kotak Pengatur /pengontrol Sistem
 Unit Pengumpan Elektroda
 Pemegang Elektroda.
 Kabel-kabel Penghubung
 Sistem pengatur aliran gas (untuk yang menggunakan gas )

2.1 Mesin Las


Pada proses FCAW ini jarang dipergunakan penggunaan mesin las berarus bolak-
balik (AC).
Arus rata (AC) yang dipakai pada proses ini dapat diperoleh dengan menggunakan

perata arus (rectifier), motor generator, atau “engine-driven generator”, dan biasanya
menggunakan polaritas balik (DCEP) dan polaritas lurus (DCEN) hanya dipergunakan
untuk keperluan tertentu/terbatas.
Dua jenis kharakteristik sumber tenaga yang dikeluarkan mesin las, yaitu jenis arus
konsntan (biasa dipakai pada SMAW ) dan jenis tegangan konstan (biasa dipakai pada
GMAW) dapat dipakai pada proses FCAW , tergantung dari keperluannya.
Jika jenis arus konstan dipakai pada proses ini, perlu diimbangi dengan suatu “Arc
voltage-sensing”pada sistem pengumpanan kawat elektroda.
Mesin las tegangan konstan ialah jenis yang sangat sering dipakai pada proses ini,
dipakai hanya untuk proses-proses busur perinti flux umpan kontinyu.
Kawat elektroda yang diumpankan dengan arus pada laju tertentu, akan secara
otomatis mendorong sejumlah arus dari mesin las tegangan konstan yang diperlukan
yang dibutuhkan untuk menjaga tegangan busur yang semula diset (ditetapkan).
Jika laju pengumpan elektroda dinaikkan, arus akan naik dan oleh karenanya laju
pendepositan akan naik juga. Gb. V – 2 menunjukkan korelasi anatara laju
pengumpan elektroda dan arus pengelasan untuk empat ukuran elektroda berinti flux.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
101

GAMBAR V – 2 : HUNGAN ANTARA LAJU PENGUMPAN ELEKTRODA DAN ARUS.


2.2 Panel Pengantur (Control System )
Pada panel pengatur ditempatkan rangkaian-rangkaian yang akan mengatur
parameter peengelasan, seperti kecepatan pengelasan (travel Speed), kecepatan
pengumpanan, tinggi rendahnya arus, tegangan.
Panel pengatur ini dapat didesain menyatu dengan sumber tenaga atau terpisah.

Unit Pengumpan Elektroda


Yang paling sering dipakai untuk kedua metoda dalam proses FCAW ialah mesin las
tegangan-konstan, oleh karena diperlukan sistem pengumpanan elektroda yang
konstan pula.
Untuk kedua metoda pengelasan tersebut secara umum memakai sistem
pengumpanan kelektroda jenis dorong, karena tiga alasan sebagai berikut :
 Ukuran diameter kawat elektroda relatif besar, diameter terkecil 0,9 mm dan yang
umum dipakai diameter tercekecil ialah 1,2 mm.
 Semua elektroda yang dibuat dari baja dan kaku, pengumpanan dengan
pengumpan jenis dorong
 Karena pengumpanan dengan jenis dorong ini mekanisme pengumpan tidak perlu
diletakkan pada pemegang elektroda, sehingga pemegang elektroda akan
ringan.

Pada sistem pengumpan elektroda jenis dorong, lektroda yang ditarik dari gulungan
didorong melalui saluran elektoda yang fleksibel, ke pemegang elektroda dan
kemudian ke busur. Laju pengmpananyang konstan sangat disarankan untuk sistem
tegangan-konstan namun laju pengumpanan ini harus mampu diatur untuk
menentukan arus pengelasan yang diperlukan.
 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
102

Pengumpan berol empat dapat dilihat pada gambar V – 3.


Pada sistem pengumpan tersebut semua rol diputar (mendorong), karena ada
beberapa jenis sistem pendorong yang lain, yang hanya terdiri dari dua rol, dan ada
juga hanya satu rol saja yang berputar sedang yang lainnya hanya menekan.
Desain mekanis pengumpan ini harus menjamin bahwa kecepatan rol dan
penekanannya dapat bervariasi dan rol-rol diusahan untuk dapat diganti dengan
mudah. Oleh karena bentuk elektorda yang tubular dan berinti flux, elektroda akan
mudah rusak dalam pengumpanan, maka didesain bermacam-macam rol, yaitu rol
beralur V yang dikasarkan, rol beralur dengan gigi dan rol yang cekung ( Gb. V – 4 ).

Pemegang Elektroda
Pemegang el;ektroda untuk pengelasaan dengan gas pelindung tambahan sama
dengan yang dipakai dalam proses pengelasan busur logam gas (GMAW). Untuk
metoda yang tidak menggunakan gas tambahan sebagai pelindung digunakan
dengan jenis yang digunakan dengan gas pelindung tambahan, dengan tanpa
menghubungakan saluran gasnya (Gb. V – 5).

GAMBAR V – 3 : GAMBAR V – 4 :
PENGUMPAN BERODA EMPAT BEBERAPA JENIS RO0L BERALUR

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
103

GAMBAR V – 5 : PEMEGANG ELEKTRODA PADA FCAW SEMITOTOMATIC DAN


OTOMATIC.

Kawat Elektroda Berinti Flux


Kawat lektroda berinti flux ini terdiri dari baja karbon rentah yang berupa pembunkus
flux atau bahan paduan. (gb. V – 6 ).
Elektroda ini dibuat dengan sangat khusus, teliti dan presisi. Baja karbon strip
dibentuk U , diisi dengan flux; bentuk U kemudian ditutup, dan dirol hingga berbentuk
elektrodaa berinti flux.
Elektroda berinti flux ini diklasifikasi menurut AWS A5.20 - . . yang edintik dengan
ASME SFA A5 - . .

Gas Pelindung Tambahan


Gas Pelindung tambahan yang dipakai dalam proses FCAW dapat
disamakan dengan yang dipakai pada proses GMAW , yaitu campuran gas argon +
CO2 (75% + 25% ), CAMPURAN ATRGON + O2 ( 98% + 2% ), tetapi CO2 hampir
selalu dipergunakan sendiri.
Kharakteristik CO2.
Pada suhu ruang gas karbon dioksida kering termasuk gas gas yang tidak aktif,
sekalipun dalam kontak langsung dengan logam ; tetapi pada suhu tinggi dari busur
pengelasan dia akan terurai sbb.

CO2  2CO + O2

Oksigen yang bebas tersebuat akan mengoksidasi unsur logam. Besi yang cair
akaan bereaksi dengan CO2 mmembentuk oksida besi dan Co sbb. :

Fe + CO2  FeO + CO

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
104

Laju alir CO2 sebagai gas pelindung pada proses FCAW untuk semua pengelasan
tidak kurang dari 30 Cu.ft per jam.
Untuk pengelasan di luar yang tiupan anginnya cukup mengganggu pelindung gas,
harus diusahakan penghalang angin dan laju alirnya dinaikkan sampai 50 Cu.ft per
jam.

Kemurnian CO2
sebesar 0,0066% atau 66 part per million ( 66ppm). Untuk keperluan pengelasan
FCAW ini diperlukan gas CO2 mutu pengelasan. Kemurnian gas CO2 ini diukur dari
prosen kebasahannya, yang ditentukan pada suhu 40 oF (-40 oC)
Yaitu

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
105

GAMBAR V – 6 : BEBERAPA JENIS BENTUK ELEKTRODA BERINTI FLUX

3. APLIKASI DAN PARAMETER PENGELASAN


Instalasi Peralatan
Peralatan penunjang yang diperlukan untuk pengelasan busur berinti flux ini sama
dengan peraalatan yang diperlukan pada proses pengelasan busur logam gas
(GMAW). Jika tidak dipakai gas pelindung tambahan, peralatan akan lebih
sederhana. Peralatan ini dapat dibuat dari secara portable yang lengkap sampai
yang besar, yang bermekanisme tinggi, maupun yang terpasang tetap.

Laju Pendepositan
Sebegaimana halnya pada proses-proses pengelasanyang lain, laju pendepositan
pada proses pengelasan berinti flux juga tergantung pada arus pengelasan dan
diameter elektrodanya. Pada gambar V – 7 dapat dilihat hubungan antara besar
kecilnya arus dan laju pendepositan dari 4 jenis ukuran elektroda yang berbeda-
beda.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
106

GAMBAG V – 7 : HUBUNGAN ANTARA ARUS PENgELASAN DAN DIAMETER


ELEKTRODA DENGAN LAJU PENDEPOSITAN

Pengaruh Variabel Pengoperasian


Variabel-variabel pengoperasian prinsip 7yang harus dikontrol adalah :
 pengelasan Tegangan busur
 Arus pengelasan
 Kecepatan
 elektroda (electrode stick out)
 Kecepatan pengumpanan dan
 Keluaran

Tegangan Busur
Pengaruh dari perubahan-perubahan tegangan busur ialah :
 takik-takik
 Kenaikkan tegangan busur akan lebih meratakan muka las dan melebarkan
manik las
 Penurunan tegangan busur akan menyebabkan manik las menjadi cembung
berbentuk seperti tali
 Tegangan yang sangat rendah akan menyebabkan elektroda tidak meleleh
pada loga. Tegangan busur yang kelebihan akan menghasilkan ”spatter”,
porositas berat. Elektroda akan menyelam dalam cairan las dan menumbur
logan induk yang tidak mencair di dasar kawah las.
 Dengan arus dan tegangan yang lebih tinggi dapat dipakai tanpa menyebabkan
porositas. Menggunakan tegangan setinggi mungkin (dengan tanpa
menyebabkan porositas) akan menhasilkan suatu bentuk las yang sangat
memuaskan untuk semua pemakaian.

Arus Pengelasan
Variasi arus pengelasan akan mempunyai pengaruh sebagai yang diuraikan di
bawah apabila tegangan busur, kecepataan pengelasan dan pengumpanan serta
elektroda keluar tetap :

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
107

 Arus & kecepatan pengumpanan yang kelebihan akan menghasilkan manik las
yang cembung (pemborosan elektroda), dan bentuk lasnya kurang baik
 Kenaikan arus & kecepatan pengumpanan akan menaikkan laju pendepositan,
laju peleburan dan penetrasi lebih dalam.
 Dengan arus & kecepatan pengunpanan yang terlalu rendah perpindahan
logam akan menetes akan menyulitkan dalam menjaga manik las yang
seragam.
 Kenaikan arus yang diimbangi dengan kenaikan tegangan maksimum dapat
dipakai tanpa menyebabkan porositas.

Kecepatan Pengelasan
Variasi kecepatan pengelasan mempunyai pengaruh yang besar terhadap hal-hal
seperti diuraikan di bawah, apabila tegangan busur, arus pengelasan & kecepatan
pengumpanan, dan elektroda keluar tetap :
 Pencekyungan manik las, bibir las tyang tidak rata, penetrasi yang dangkal
dihasilkan dari kecepataan pengelasan yang terlalu tinggi.
 Kecepatana pengelasan yang terlalu rendah akan menghasilkan inklusi terak dan
manik las tidak rata.

Elektroda Keluar (Electrode Stick Out)


Ialah panjang elektrodaa yang sudah keluar dati “contact tube”, diukur dari ujung tip
sampai ujung elektroda. Apabila tegangan busur, arus pengelasan & kecepatan
pengumpanan dan kecepatan pengelasan tetap, maka variasi besar kecilnya elektroda
keluar akan sebagai berikut :
 Penambahan elektroda keluar akan menurunkan arus pengelasan, dan sebaliknya.
 Jika elektroda keluar dinaikkan, tegangan busur akan menjadi rendah. Tegangan
busur yang lebih rendah ini akan menaikkan kecembungan manik las dan
mengurangi kemungkinan terjadinya porositas.
 Jika elektroda keluar terlalu pajang akan menyebabkan spatter dan arus tidak
stabil.
 Elektroda keluar yang pendek memberi penetrasi lebih besar dari pada elektroda
keluar yang panjang.
 Jika ektroda keluar terlalu pendek atan membentuk spatter di dalam nozel dan
akan menyumbat.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
108

VI
PROSES PENGELASAN
BUSUR TUNGSTEN GAS
GAS TUNGSTEN ARC WELDING = GTAW

TUNGSTEN INERT GAS = TIG

1. U M U M
GTAW atau TIG adalah proses pengelasan busur api listrik elektroda tidak terumpan,
dentanmenggunakan gaas mulia sebagai pelindung proses.
Pada proses inji sering tidak diperlukan penambahan lodgam pengisi, yaitu bila pada
sambungan sudah cukup dengan meleburkan dua bagian logam induknya saja. Bila
diperlukan logam pengisi, logam pengisi ditanbahkan berupa batangan (rod) yang dilebur
pada busur bersama dengan logam induk.
Karena elektroda hanya berfungsi sebagai pembangkit busur, akan semakin baik jika
elektroda lebih tahan terhadap suhu, oleh sebab itu di sini dipilih wolfram sebagai bahan
elektroda, karena suhu leburnya yang cukup tinggi.
Proses pengelasan ini sangat lincah untuk dioperasikan pada semua posisi, dan dapat
dipakai untuk pelat-pelat yang tipis, (0,13 mm ). Dengana menggunakan proses ini dapat
dilas banyak jenis logam dan paduan-paduannya, meliputi baja karbon dan Stainless Steel
, paduan tahan panas (refractory metals), paduan alumunium, paduan berilium, paduan

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
109

tembaga, paduan magnesium, paduannikel, paduaana titanium, dan paduan zirkonium.


Tetapi logam yang mempunyaisuhu lebur rendah seperti timbal dan seng sukar dlas
denganproses ini.
Pengelasan secara manual lebih lincah dari pada metoda otomatis, dan banyak
dipergunakan dengan dikombinasi dengan proses-proses lainnya, karena kecepatannya
yang rendah. Untuk penyambungana pelat yang tebal dengan penetrasi penuh, GTAW
dipakai untuk pengelasan las akarnya, kemudian untuk pass-pass pengisian dan lainnya
dengan proses lain yang lebih cepat.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
110

GAMBAR VI – 1 : SKEMATIS PROSES PENGELASAN GTAW

2 KELEBIHAN DAN KETERBATAS PROSES GTAW


2.1 Kelebihan.
Kelebihan-kelebihan proses GTAW dari pada proses proses lainnya ialah :
 Kemampuan untuk dapat mengelas segala jenis logam
dan paduan-paduan; namun demikian biasanya tidak dipakai untuk logam yang
bersuhu lebur rendah, seperti timah dan timbal.
 Kemampuannya untuk mengelas loam-logam yang
membentuk oksida yang tahan panas seeperti alumunium dan magnesium dan
juga logam-logam yang reaktif.
 Tidak ada terak
 Tidak ada percikan las.
 Tidak selalu membutuhkan logam pengisi.
 Kemampuannya untuk mengelas logam-logam yang tipis.
 Arus dan kawah lah dapat dilihat
 Dll.

2.2 Keterbatasannya
 Kecepataan pengelasan rendah.
 Laju pendepositan renndah.
 Adanya kemungkinankontaminasi dari elektroda.
 Perlu pelindung busur dari tiupan terhadap gas pelindung.
 Dll.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
111

3. PRINSIP KERJA
Pada proses GTAW peleburan logam terjadi karena panas yang dihasilkan oleh busur
listrik antara elektroda dan logam induk.
Busur listrik dhasilkan denga menggunakan elektroda wolfram atau paduan wolfram
pada rangkaian arus searah maupun bolak-balik dan arus bolak-balik yang dilengkapi
dengan pembangkit frekwensi tinggi. Untuk melindungim pengaruh atmosfer pada
daerah las yang dipanaskan, logam cair dan elektroda, dipergunakan gas mulia sebagai
pelindung yang dialirkan melalui nozel.
Proses GTAW dapat dioperasikan secara manual atau secara otomatis.

3.1 Pengelasan Dengan arus Searah


Pengelasan dengan arus searah dapat dilaksanakan dengan polaritas lurus (DCSP =
DCEN) maupun polaritas balik (DCRP = DCEP).

Dalam polaritas lurus, elektron dari elektroda yang menuju logan induk akan
menumbur logam induk dengan kecepatan yang tinggi, akan menyebabkan logam
induk menjadi lebih panas dari pada elektrodanya.
Pada polaritas balik, aliran elektron akan menuju ke elektroda, sehingga
elektrodanya akan menjadi terlalu panas, yang menyebabkan penetrasi menjadi
kurang dalam dari pada polaritas lurus. (Gb. VI – 2 )

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
112

GAMBAR VI – 2 : PENGARUH POLARITAS PADA PENETRASI

Pada DCRP, tembakan-tembaakan ion-ion positif pada logam induk akan


membersihkan oksida-oksida pada permukaan logam induk ( cleaning action ),
mengupas oksida-oksida yang mempunyai suhu lebur tinggi. Dengan lepasnya
lapisan oksida tersebut loan akan menjadi mudah dilas. Polaritas ini dipakai pada
peengelasan alumunium.

3.2 Pengelasan Dengan Arus Bolak-balik


Arus bolak-balik secara teoritis merupakan kombinasi dari DCSP DAN DCRP,
muatan positif dan negatif berbalik secara periodik 50 kali setiap detik.
Dengan arus bolak-balik penembusan tidak terlalu dalam maupun dangkal, di
antara DCSP dan DCRP.Secara teoritis arus AC merupakan kombinasi DCSP dan
DCRP, tetapi kenyataannya besarnya arus dari kedua arah tidak sama, karena
adanya lapisan oksida, karat, kotoran-kotoran dan lain-lain yanag merupakan
penghambat arus. Akibatnya terjadi ketidak seimbangan antara besarnya arus
yang mengalir. Arus listrik mudah mengalir pada kolaritas lurus (DCSP = DCEN) ,
sedangkan pada polaritas balik (DCRP = DCEP) penghantaran arus lebih sukar.
Hal ini terjadi karena adanya oksida dan karat di permukaan logam induk yang
merupakan penghantar listrik yang kurang baik.
Akibat dari keadaan tersebut ialah terjadinya ketidak seimbangan gelombang arus
dan bahkan samapi terjadi “ partial rectification” maupun “complete rectification”,
tergantung dari dari jenis lapisan oksidanya maupun kotoran-kotoran lainnya.
Untuk mengatasi kekurangan ini dirancang mesin las arus bolak-balik berfrewensi
tinggi (High Frequency Alternating Current ). Dengan frekwensi tinggi ion-ion gas
akan membantu memudahkan pengaliran listrik pada saat polaritas balik.

4. PERALATAN PENGELASAN
 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
113

4.1 TORCH
Torch adalah satu peralatan yang penting pada proses GTAW, berfungsi sebagai
pemegang elektroda, menghubungkan elektroda ke rangkaian listrik, dan
mengarahkan aliran gas pelindung ke sasarannya. Karena torch ini akan menjadi
panas dalam pemakaiannya, maka dibuatkan konstruksi pendingin, dapat
berpendingin air atau gas.

Jenis-jenis Nozel
Beberapa jenis nozel yang dipakai pada proses GTAW dibuat dari keramik, logam
(didinginkan dengan radiasi dan gas pelindung , atau berpendingin air), kwarsa
lumer, nozel berpelindung ganda.
Pabrik pembuat nozel membuat nomor ukuran dengan angka 4, 5, 6, 7, 8 dan
seterusnya yang menyatakan per-16-an inchi ( ../16” ) besarnya diameter lubang
dalam; nozel No.6 mempunyai diameter lubang dalam 6/16” (9,6 mm).
Pemilihan ukuran nozel berdasarkan ukuran diameter elektroda yang dipakai, yaitu
4 – 6 kali diameter elektroda.

4.2 Elektroda
Bahan yang dipakai untuk elektroda ini ialah tungsten atau peduan tungsten,
karena logam ini mempunyai sushu lebur tinggi (3410 oC atau 6170 oF.
Ukuran & toleransi, komposisikimia, identifikasi dan klasifikasi elektroda diatur
dalam AWS Spec A5.12.

TABEL VI–1: BEBERAPA KETENTUAN TENTANG ELEKTRODA TUNGSTEN UNTUK


GTAW

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
114

5. GAS PELINDUNG DAN LOGAM PENGISI


5.1 Gas Pelindung
Penggunaan gas pelindung pada proses GTAW dimaksudkan untuk melindungi
daerah las, elektrodaa dan ujung bahan pengisidari pengeruh atmosfer.
Jenis-jenis gas yang dipakai :
 Gas argon
 Gas helium
 Campuran argon dan helium
 Campuran argon dan hidrogen
Berat atom argon 40 dan berat atom helium 4, maka helium relatif sangat ringan jika
dibandingkan dengan argon, sehingga dalam pemakaian helium akan lebih banyak
yaitu 2,5 sampai 3 kali berat argon.

TABEL VI – 2 : JENIS ARUS, ELEKTRODA DAN GAS PELINDUNG YANG DISARANKAN


UNTUK PENGELASAN BERBAGAI MACAM LOGAM

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
115

5.2 Logam Pengisi


Dalam pemilihan logam pengisi yang menjadi pertimbangan utama ialah jenis
logam induk yang akan dilas, dan faktor-faktor lain seperti : - persyaratan mekanis
dan fisis yang diperlukan, - desain sambungan, dan - bentuk bagian yang ajan
dilas.
Untuk berbagai kebutuhan logam pengisi yang spesifikasinya berbeda-beda dapat
dilihat pada spesifikasi AWS .

TABEL VI – 3 : SPESIFIKSI AWS UNTUK LOGAM PENGISI YANG BAIK PADA GTAW

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
116

6. PENGELASAN
6.1 Penyalaan dan Pemadaman Busur
Ada dua cara penyalaan busur, ialah pada ACHF dan pada peggunaan arus DC.
Dengan ACHF dilakukan hanya dengan mendekatkan elektroda ke logam induk, busur
akan menyala tanpa menyinggungkan elektroda ke blogam induk.
Umtuk proses yang menggunakan arus DC penyalaan dilakukan dengan menyinggungkan
ujung elektroda ke logam induk, kemudian menariknya sampai jarak tertentu sehingga
timbul busur.

6.2 Gerakan Torch dan Logam Pengisi


Stelahnterjadi busur, torch ditahan pada posisi 75o terhadap permukaan logam induk.
Logam induk dipanaskan terlebih dulu dengan melingkar-lingkarkan torch sampai terjadi
cairan las. Jarak elektroda ke logam induk diusahakan l.k 3 mm. Kemudian torch
digerakkan ke arah pengelasan, dengan halus dan pelan-pelan maju dengan kecepatan
yang teratur agar didapat permukaan las yang rata.
Logam pengisi akan ditambahkan dengan sudut 15o, ditempelkan pada sisi cairan las.
Logam pengisi ditarik kembali, torch bergerak kembali ke belakang cairan las.mikian
diulang-ulang saampai selesai pengelasan.
Untuk pengelasaan dengan posisi vertikal, posisi torch tegak lurus logam induk, dengan
arah pengelasan ke bawah ( vertical down)

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
117

GAMBAR VI - 3 : POSISI TORCH DAN ELEKTRODA PADA GTAW MANUAL

VII
PROSES PENGELASAN
BUSUR PLASMA
PLASMA ARC WELDING = PAW

1. UMUM
Proses peengelasan busur plasma termasuk jenis proses pengelasan elektroda tidak
terumpan. Busur sebagai sumber panas dibangkitkan di antara elektroda dan logam
induk atau elektroda dan dinding nozel. Sebagai pelindung proses pada pengelasan ini
ialah gas yang dialirkan melalui nozel. Selain sebagai pelindung, gas juga berperan
dalam proses timbulnya panas yang dipakai untuk mencairkan logam.
Busur api listrik yang terarah (constricted arc), yang terjadi di antara ujung elektroda dan
logam induk atau dinding nozel, berada pada lingkungan gas. Busur ini menguraikan gas
menjadi elektro-elektron bebas, ion-ion bermuatan positif dan atom-atom netral, yang
disebut plasma bersuhu tinggi. Oleh sebab itu, sesungguhnya plasma ini juga terjadi
pada proses-proses lain yang menggunakan gas pelindung, seperti GTAW. Perbedaan
plasma dengan proses GTAW ialah bahwa pada proses PAW/PAC plasma yang terjadi
diarahkan melalui lubang “orifice”, sehingga diperoleh suhu yang tinggi. Tergantung dari
bentuknya nozel, busur plasma dipakai selain untuk mengelas juga untuk memotong.

2. PRINSIP KERJA
Busur plasma yang dibangkitkan dengan dua cara pada proses ini dibedakan dalam dua
sistem yaitu sistem “Transferred Arc” dan “Non-transferred Arc”. (Gb.VII – 2 )
 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
118

Sistem “Transferred Arc”


Pada sistem ini busur dibangkitkan di antara ujung elektroda dan logam induk.
Pada sistem ini elektroda bermuatan negatif dan logam induk positif , yang dikenal
dengan istilah polaritas lurus (DCSP = DCEN ).Sistem ini banyak dipakai untuk
pengelasan, karena dengan sistem dan polsritas ini paanas lebih banyak pada
logam induk.

Sistem “Non-transferred Arc”


Pada sistem ini busur dibngkitkan di antara ujung elektroda dan dinding nozel,
berada di dalam “orifice” kemudian panas yang timbul akan melalui kolom busur
menuju ke logam induk. Pada sistem ini, logam induk bukan merupakan bagian
dari rangkaian listrik, sehingga sistem ini dapat untuk memotong bahan yang tidak
konduktif.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
119

GAMBAR VII – 1 : TERMINILOGI TORCH BUSUR PLASMA

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
120

GAMBAR VII – 2 : PERBANDINGAN DARI PROSES GTAW DAN PAW.

GAMBAR VII – 3 : BENTUK BUSUR PLASMA “TRANSFERED” DAN “NON-


TRANSFERED”

Dipakai pada proses ini ialah gas argon dan elektrodanya seperti yang dipakai pada
GTAW (tungsten). Busur yang terjadi dan gas yang terurai terkonsentrasi, keluar
melalui lubang yang sempit, dan terbentuklah kolom busur yang bersuhu tinggi.
Jika panas ini akan dipakai untuk mengelas, sebagai pelindung dialirkan gas lain
melalui lubang di luar kolom busur sebagaimana pada proses berpelindung gas
lainnya.

3. VARIABEL DAN APLIKASI PENGELASAN


 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
121

Proses PAW ini dapat dioperasikan dengan arus kecil, lebih rendah dari pada proses
GTAW, dengan kestabilanusur yang masih baik, namun dapat juga dipakai dengan
arus yang tinggi.
Mesin las busur plasma dibuat dengan batas arus antara 0,1 – 500 Amp.

3.1 Mesin Las


Mesin las yang dipakai untuk proses PAW ini ialah mesin las arus searah dengan
polaritas lurus, dengan khrakter arus tetap, dengan tegangan terbuka antara 65 –
80 Volt . Karena ujung elektroda berada di dalam orifice, maka untuk penyalaan
busur ini tidak akan mungkin dilakukan dengan menyinggungkan ujung elektroda
ke logam induk, seperti pada proses GTAW. Untuk mengatasi ini dibuat suatu
rangkaian khusus, yang disebut “Pilot Arc Power Supply” yang dihubungkan ke
elektroda dan badan orifice dari tembaga, atau dengan “High Frequency
Generator .

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
122

GAMBAR VII – 4 : DESAIN TORCH HEAD MANUAL

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
123

3.2 Elektroda
Sebagai elektroda tidak terumpan, untukpengelasan usur plasma ini
elektroda dibuat dari bahan tungsten dengan kemurnian 99,5%
dengan paduan dengan thorium atau zirconium.
Ukuran diameter elektroda antara 0,01 - ¼ inch dengan panjang
antara 3 – 4 inch.

3.3 Torch
Torch untuk pengelasan ini lebih rumit darri pada torch unjtuk
pengelasan GTAW, Gambar VII – 4 menunjukkan desain torch heat
GTAW . yang dpakai secara manual. Pada torch tersebut dapat
dilihat dua saluran gas yang berbeda yaitu gas untuk palsma dan
gas sebagai pelindung.

3.4 Pengaturan Suhu


Suhu yang dihasilkan pada prose PAW antara 10.000 – 24.000 oK.
Dapat diatur dengan
 Mengubah arus
 Mengubah ukuran orifice
 Mengubah komposisi gas
 Mengubah debit gas.

3.5 Aplikasi
Proses peengelasa busur plasma ini dapat dioperasikan secara
manual maupun secara otomatis, Logam-logm yang dapat dilas
dengan proses ini ialah baja karbon, baja paduan, baja tahan karat,
baja paduan tahan suhu tinggi, paduan tembaga, paduan nikel dan
paduan titanium.
Logam yang tidak dapat dilas dengan proses inialah : logam yang
mempunyai titik cair relatif rendah,seperti alumunium dan
sebagainya.
Proses ini banyak dpakai untuk logam-logam tipis, kkarena
kestabilan busur yang masih baik pada arus yang rendah.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
124

Untuk pelat-pelat yang tebal (lebih dari 6 mm ) dapat juga dilas


namun dari segi biaya tidak ekonomis, maka banayak dilakukan
dengan cara kombinasi.

Keuntungan proses dibanding dengan GTAW :


 Pemusatan energi lebih tinggi
 Kestabilan busur lebih baik, terutama untuk arus rendah.
 Kandungan panas lebih tinggi.
 Plasma mempunyai velosity lebih tinggi.
 Kurang sensitif terhadap panjang busur.
 Kontaminasi tungsten terbatas.
 Pengelasan tembusan tidak memerlukan pelat penyangga
karena dapat dilakukan dengan sistem lubang kunci.
Kekurangan-kekurangan proses PAW
 Biaya untuk investasi mesin tinggi.
 Umur badan orifice pendek (boros).
 Memerlukan juru las dengan tingkat pengetahuan lebih tinggi.
 Pe4nggunaan gas lebih banyak.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
125

GAMBAR VII – 5 : BEBERAPA CONTOH BENTUK ORIFICE,

VIII
PROSES PENGELASAN
RESISTANSI LISTRIK
ELECTRIC RESISTANCE WELDING = ERW

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
126

1. U M U M
Semua jenis proses pengelasan resistansi listrik berdasarkan pada prinsip bahwa bila arus
listrik dialirkan melalui logam, tahanan logam terhadap aliran listrik ini akan memanaskan
logam. Dengan menggunakan arus yang tinggi akan menghasiklkan suhu yang tinggi pula,
dan karena suhu tinggi ini maka menyebabkan logam berfusi dan terjadilah pengelasan.
Berdasarkan beberapa keperluan yang dibutuhkan dengan proses ini maka banyak istilah-
istilah yangdipakai untukmenamai proses ini :
 Spot welding
 Shot welding
 Gun welding
 Flash welding
 Stud welding
 Spike welding
 Upet welding
 Press welding
 Dll

Proses ini mempuyai beberapa kelebihan antara lain ialah cepat dapat dilaksanakan ,
pembengkokan kecil. Poses dapat dikontrol dengan teliti, dan lasan bisa seragam.

2. PRINSIP KERJA.
Bila arus listrik dilewatkan melalui dua keping logam dengan disinggungkan, tahan listrik
yang cukup tinggi setempat akan membangkitkan atau meghasilkan suhu yang tiggi. Jika
arus yang dipergunakan cukup tinggi maka logam akan menjadi plastis, kemudian akan
mencair. Kedua permukaan logam yang menjadi plastis atau cair tersebut ditekan satu sama
lain, sehingga kepingan-kepingan tersebut akan berfusi menjadi satu.

Mesin las resistansi ini bekerja berdasarkan pengoperasian transformator listrik arus bolak-
balik. Dalam rangkaian ini dperlukan arus yang tinggi, dengan tegangan yang kecil saja, oleh

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
127

karenanya kumparan primer pada transformator akan banyak sekali, sedangkan kumparan
sekundernya cukup satu saja.

3. VARIABEL DAN APLIKASI PENGELASAN


Dalam pelaksanaan/penggunaan pengelasan resistansi listrik ini ada 4 hal yang perlu
diperhatian ialah:
 Besar kecilnya arus listrik
 Tinggi rendahnya penekanan
 Lamanya waktu penekanan
 Luasanya singgungan elektroda.

Arus Listrik
Untuk mendapatkan arus yang cukup dapat memanaskan logam hingga palstis atau cair
( biasanya cukup plastis saja) perlu adanya peralaatannyang dapat untuk mengatur besar
kecilnya arus pada mesin las proses ini.

Tinggi Rendahnya Penekanan


Untuk dapat menekan logam yamh dlas secukupnya, maka elektroda harus cukup kuat.
Tekanan terhadap logam dalam peengelasan ini disebut Tekanan Pegelsana.

Lama Waktu Penekanan


Bila logam telah plastis, maka arus diputus, dan dilakukan penekanan dengan tekantempa,
dan dalam waktu yang singkat lasan akan solid.
Untuk keperluan ini dibedakan 4 jenis maktu :
 Waktu peengelasan
 Waktu penekanan
 Waktu penahan
 Waktu putus.

Waktu pengelasan ialah lamanya waktu arus mengalir.


Waktu penekanan ialah lamanya waktu logam ditempa dan dilas dengan tekan tempa.
Waktu penahan ialah perioda selama pendinginan berlangsung
Waktu putus ialah waktu semenjak pelepasan elektroda dari benda kerja sampau sikuls
pengelasan berikutnya.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
128

Ukuran logam lasan ditentukan oleh luasnya permukaan elektroda yang bersinggungan
dengan benda kerja.

Elektroda dibuat dari logam yang donduktifitas listriknya tinggi dan tahan aus, misalnya tembaga dan
paduan berilium. Ukuran elektroda ini dipertinbangkan menurut ukuran loga yang kan dilas (tebalnya),
arus yang kana dipakai, waktu dan tekanan yang disarankan.

IX BRAZING DAN SOLDERING


1. UMUM
1.1 Definisi dan terminology
 Brazing ( pembrazingan atau mem-braze ): adalah jenis pengelasan atau mengelas
tidak berfusi, kelompok proses-proses pengelasan yang menghasilkan sambungan
 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
129

dengan pemanasan sampai suhu tertentu dan dengan menggunakan logam pengisi
0
yang mempunyai suhu cair di atas 450 C dan di bawah suhu pengerasan logam
induk. Logam pengisi akan tersebar di antara kedua permukaan sambungan yang
sempit secara kapiler. Apabila suhu cair logam pengisinya di bawah 450 0 C, menurut
AWS disebut soldering (penyolderan/pematrian atau me-nyolder/mematri).

L0GAM PENGISI
(SOLDER)

LOGAM INDUK

GAMBAR IX – 1 : Sambungan berbraze

 Braze welding : adalah proses pembrazingan yang peletakan logan pengisinya tidak
denngan peristiwa kapiler.

 Braze: adalah produk dari brazing.

 Brazement: adalah rakitan yang bagian komponen-komponennya disambung dengan


brazing.
 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
130

 Brazer :ialah orang yang melakukan pembrazingan secara manual atau semi-otomatis.

 Solder : ialah logam pengisi yang dipakai dalam proses penyolderan. Jika dalam proses
pembrazingan disebut Brazing filer metal.

 Brazing Operator: ialah operator yang melakukan pembrazingan secara otomatis atau
dengan mesin.

1.2 Kegunaan/manfaat
 Logam dari paduan yang berbeda dapat disambung dengan baik

 Lembaran logam yang tipis dapat disambung.

 Logam yang berbeda ketebalannya dapt disambung.

 Dapat dipergunakan untuk menyambung logam yang tidak boleh berubah ukuran
maupun struktur mikronya oleh karena pemanasan.

 Karena penggunaan suhu yang relatif tidak tinggi dapat mencegah terjadinya deformasi.

 Permukaan sambungan tidak perlu pengerjaan kemudian, karena logam pengisi masuk
diantara kedua permukaan yanag disambung.
 Semua logam dapat disambung, termasuk tembaga dan alumunium.

1.3 Klasifikasi sambungan berbraze (brazed joint)

1.3.1. Dibedakan menurut suhu proses atau kekerasan logam


pengisinya:
 Solf soldering (penyolderan suhu rendah) , tidak olebih dari 450o C
 Hard solering ( Brazing ), di atas 450o C sampai 900o C

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
131

1.3.2 . Dibedakan menurut bentuk sambungannya:


 Sambungan brazing/soldering terbuka (temu, miring, bertingkat, dan tumpang),
 Braze welding (pengelasan braze),
 Pembrazingan deposit

TEMU TERBUKA MIRING TERBUKA

TUMPANG TERBUKA
BERTINGKAT TERBUKA

PEMBRAZINGAN DEPOSIT
PENGELASAN BRAZE

GAMBAR IX – 2 : BENTUK-BENTUK SABUNGAN


.1.3.3 Dibedakan menurut metoda pembrazingsn/penyolderan:
 Bit soldering, penyolderan untuk pelat tipis dan suhu rendah.
 Flame brazing (torch Brazing)
 Furnace brazing
 Dip brazing/soldering
 Induction brazing
 Resistance brazing,
 Solt bath brazing

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
132

1.3.4 Dibedakan menurut caranya memberikan logam pengisi


 Pembrazingan/penyolderan dengan peletakan logam pengisi (put on solder )
 Pembrazingan/penyolderan dengan mendepositkan logam pengisi (deposit solder)
 Pembrazingan tenggelam ( Dip Brazing/soldering)

2. PROSEDUR PEMBRAZINGAN

2.1 Prinsip-prinsip dasar pembrazingn/penyolderan :


 Pemilihan jenis flux : pilih kombinasi antara logam pengisi dan flux yang
sesuai dengan logam induknya.
 Pembersihan permukaan
 Perakitan: pengaturan cerlah antara kedua permukaan yang berhadapan
sekecil mungkin tetapi masih memungkinkan terjadinya peristiwa kapiler.
 Pemanasaan: naikkan suhu sesuai dengan kebutuhan
 Pengaturan waktu pembrazingan/penyolderan: waktu pemanasan
diusahakan sesingkat mungkin, sesuai dengan kebutuhan, untuk menghindari
terjadinya pemansan lebih (overheating).

2.2 Prosedur kerja pembrazingan/penyolderan:


 Pembersihan permukaan : permukaan yang akan disambung dibersihkan dengan
digosok dan atau dengan larutan kimia.
 Pemberian flux: oleskan pasta flux pada permukaan yang akan dibraze.
 Perakitan: konstruksi dirakit dengan celah kedua permukaan yang akan dibraze
secukupnya.
 Pemanasan flux: flux dipanaskan sampai suhu tertentu hingga mencair . Cairan
flux akan membersihkan oksida dipermukaan dan secara kapiler akan masuk
kecelah dan menhgusir udara.
 Pemanasan lanjut: setelah suhu kerja dicapai, batang pengisi yang juga telah
berlapis flux disedntuhkan pada bagian yang akan dibraze . Batang logam pengisi
akan mencair secara kapiler akan masuk ke celah danaa mengusir flux.
 Pendinginan: benda kerja didinginkan.
 Pembersihan; sisa-sisa flux dibersihkan.
 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
133

NO WETTING WETTING

1 = peristiwa kapiler 2 = zona difusi

GAMBAR IX – 3 : PERISTIWA DALAM PEMBRAZINGAN

3. FUNGSI FLUX DALAM PROSES.


 Mencegah terjadinya oksidasi oleh karena adanya udara.
 Meniadakan udara dipermukaan yang dibraze.
 Menghilangkan udara dari celah yang dibraze.
 Meningkatkan kemampuan (promote) pencairan logam pengisi.
 Meningkatkan kemampuan ”wetting action”
 Flux mengindikasi suhu kerja
 Flaux mencegah terjadinya oksida dari logam pengisi.

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
134

X PENGELASAN THERMIT
Pengelasan Thermit ialah suatu proses yang menghasilkan gabungan (sammbungan ) logam
dengan memanaskannya dengan logam cair yang panas sekali yang berasal dari suatu reaksi
”aluminothermic’ antara suatu oksida logam dengan aluminium dengan atau tanpa tekanan.

MeO + R  Me + RO
Metal Oxide + Aluminum  Aluminum Oxide + Metal + Heat

3Fe3O4 + 8Al - 9Fe + 4Al2O3 + 3088O C (719,3


Kcal)
3FeO + 2Al - 3Fe + Al2O3 + 2500OC (187,1
Kcal)
Fe2O3 + 2Al - 2Fe + Al2O3 + 2960OC (181,5
Kcal)
3CuO + 2Al - 3Cu + Al2O3 + 4865OC (275,3
Kcal)
3Cu2O + 2Al - 6Cu + Al2O3 + 3138OC (260,3
Kcal)
3NiO + 2Al - 3Ni + Al 2O3 + 3171OC (206,6
Kcal)
Cr2O3 + 2Al - 2Cr + Al2O3 + 2977OC (546,5
Kcal)
3MnO + 2Al - 3Mn + Al2O3 + 2427OC (403 Kcal)
3MnO2 + 4Al - 3Mn + Al2O3 + 2771OC (1041 Kcal)

Fe2O3 + 2Al - Al2O3 + Fe + 850 KJ

1000g (aluminothermic compound) - 476g slag + 524g iron


+ heat
 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi
 Proses
135

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
136

Kerucut luar, reaksi (3)

Kerucut dalam (inner core) reaksi (2)


Bersinar terang

Kerucut dalam reaksi (4)

Selubung luatr, reaksi (6)

Kerucut antara (acetylene feather =


carburizing zone ), reaksi (5)

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses
137

Selubung luar, reaksi (8)

Kerucut dalam, reaksi (7)

 Teknologi Pengelasan oleh : AC. Suhardi


 Proses

Anda mungkin juga menyukai