Anda di halaman 1dari 12

Inseminasi Buatan

19 Dec 2007 Kategori: Reproduksi 35 Komentar

Inseminasi buatan adalah proses bantuan reproduksi di mana sperma disuntikkan dengan kateter
ke dalam vagina (intracervical insemination) atau rahim (intrauterine insemination) pada saat
calon ibu mengalami ovulasi. Proses inseminasi buatan berlangsung singkat dan terasa seperti
pemeriksaan papsmear. Dalam dua minggu, keberadaan janin sudah bisa dicek dengan tes
kehamilan. Bila gagal, prosesnya bisa diulang beberapa kali sampai berhasil. (Umumnya bila
setelah 3-6 siklus tidak juga berhasil, dokter akan merekomendasikan metode bantuan reproduksi
lainnya)

Untuk meningkatkan peluang keberhasilan–seperti halnya pada proses bayi tabung–calon ibu
yang akan menjalani inseminasi buatan dirangsang kesuburannya dengan hormon dan obat-
obatan lainnya. Pemberian rangsangan ini dimulai pada awal siklus menstruasi agar pada saat
ovulasi indung telur menghasilkan beberapa telur yang matang (dalam keadaan normal, hanya
satu telur yang dilepaskan per ovulasi). Sperma yang diinjeksi melalui kateter juga diproses
terlebih dahulu agar terseleksi dan terkonsentrasi, sehingga kualitasnya baik dan jumlahnya
cukup.

Inseminasi buatan bisa membantu kehamilan bila:

 Istri memiliki alergi sperma


 Suami memiliki jumlah sperma sedikit atau kurang gesit
 Sebab-sebab lain yang tidak dapat diketahui

Untuk keterangan lebih lanjut dapat hubungi atau datang langsung ke Klinik
Infertilitas Graha Amerta RS. dr. Soetomo
Jl. Mayjen Prof dr. Soetomo No. 6-8 Surabaya
PAda hari kerja ( senin- jumat ) jam 08.00-13.00
No. Telp : 031-70906307

RS Bunda Jakarta/Bunda International Clinic Lt 1


Jalan Teuku Cik Ditiro 12
Jakarta Pusat
Indonesia
Telp 021 3192 2005 (hunting)
Pendaftaran ext 810/811
Nurse Desk ext 818/848
Kamar Operasi ext 160/166
Kamar Bersalin ext 155
Emergency ext 115

Jam Praktek
Setiap Hari Senin-Sabtu Sesuai dengan perjanjian

RS Bunda Margonda
Jl Margonda Raya
Pondok Cina – Beji,
Depok Jawa Barat
Indonesia

Telp. 021- 7889 0551


Hari Kamis dan Sabtu
Mengenal Inseminasi Buatan
Terbit 04 March 2010 Komentar 33 Komentar Kategori: Kehamilan & Kelahiran

Banyak pasangan suami istri yang belum dikaruniai buah hati menggunakan
berbagai cara untuk mendapatkan kehamilan. Mulai dari pengobatan dokter, hingga herbal. Salah
satu metode kedokteran yang paling populer untuk membantu mempercepat proses kehamilan
adalah dengan proses inseminasi buatan.

Secara sederhana, inseminasi buatan berarti proses penempatan sperma dalam organ reproduksi
wanita dengan tujuan untuk mendapatkan kehamilan. Inseminasi harus dilakukan pada masa
paling subur dari seorang wanita, yakni sekitar 24-48 jam sebelum ovulasi terjadi.

Inseminasi buatan yang paling populer digunakan adalah IUI atau intrauterine insemination.
IUI merupakan proses fertility treatment yang melibatkan air mani yang dicuci dan kemudian
mentransfer air mani tersebut ke dalam rahim wanita dengan menggunakan jarum suntik khusus.
Cara ini merupakan cara yang paling umum dan biasanya berhasil.

Tapi, selain IUI, ada juga beberapa proses inseminasi lain yang perlu kita ketahui:

Intravaginal Insemination (IVI)

IVI adalah jenis inseminasi yang paling sederhana, dan melibatkan penempatan sperma ke dalam
vagina wanita. Idealnya, sperma harus ditempatkan sedekat mungkin dengan leher rahim.
Metode inseminasi ini dapat digunakan bila menggunakan sperma donor, dan ketika tidak ada
masalah dengan kesuburan wanita. Namun, tingkat keberhasilan IVI tidak sesukses IUI, dan ini
merupakan proses inseminasi yang tidak umum.

Intracervical Insemination (ICI)

Dengan proses ICI, sperma ditempatkan secara langsung di dalam leher rahim. Sperma tidak
perlu dicuci, seperti dengan IUI, karena air mani tidak langsung ditempatkan di dalam rahim. ICI
lebih umum daripada IVI, tapi masih belum sebaik IUI dari prosentase keberhasilannya. Dan
lagi, biaya inseminasi dengan ICI biasanya lebih rendah daripada IUI karena sperma tidak perlu
dicuci.

Intratubal Insemination (ITI)


Proses ITI merupakan penempatan sperma yang tidak dicuci langsung ke tuba fallopi seorang
wanita. Sperma dapat dipindahkan ke tabung melalui kateter khusus yang berlangsung melalui
leher rahim, naik melalui rahim, dan masuk ke saluran tuba. Metode lainnya dari ITI adalah
dengan operasi laparoskopi.

Sayangnya, inseminasi melalui ITI memiliki resiko lebih besar untuk infeksi dan trauma, dan ada
perdebatan dikalangan ahli tentang kefektifannya daripada IUI biasa. Karena sifatnya invasif,
biaya ITI lebih tinggi, dan tingkat keberhasilannya tidak pasti.

Dengan adanya proses inseminasi ini, banyak pasangan yang akhirnya berhasil memiliki buah
hati. Namun, sering kali kemajuan teknologi ini disalahgunakan. Yang paling populer adalah
dengan adanya donor sperma, terutama bagi kalangan lesbian atau penganut kebebasan hidup.

Dalam Islam, tidak diperkenankan menggunakan proses inseminasi ini dengan menggunakan
sperma orang lain, kecuali sperma milik suaminya yang sah. Atau sebaliknya, tidak
diperkenankan menanamkan sperma pada rahim wanita yang bukan istrinya secara sah. Wallahu
a’lam.

Inseminasi
Monday, 20 June 2011 23:34 | Written by dr. Ivan Sini | |

Salah satu upaya pasangan dalam meningkatkan angka keberhasilan kehamilan adalah dengan
upaya INSEMINASI INTRA UTERINA. Upaya ini merupakan teknik yang sederhana yang
dengan mudah dapat dilakukan pada siklus haid wanita terutama pada masa subur. Indikasi
utama untuk program inseminasi ini adalah :

 Masalahspermaringan (oligo/astheno/teratozoospermiaringan)
• Masalahkekentalanmulutrahim
• Masalahdisfungsiseksual
• Masalahpasangandenganjarakjauh
• Masalahkegagalanterapipenyuburberulang
• Unexplained Infertility

Syarat untuk inseminasi ini adalah minimal jumlah sperma prewashed 10 juta/cc, salah satu
saluran telur minimal harus terbuka (patent). Inseminasi ini umumnya dimulai dengan proses
pematangan sel telur dengan pemberian obat baik minum maupun suntikan hormon. Tujuannya
adalah siklus dengan jumlah dan ukuran yang lebih dari biasanya perbulan.

Protokol umumnya bervariasi diantara klinisi dan kondisimedis. Pemantauan telur umumnya
dilakukan melalui USG transvaginal. Kadang-kadang tes hormone untuk menentukan
kematangan telur perlu dilakukan Pada saat telur telah mencapai ukuran yang ideal dan dinding
selaput rahim juga telah mencapai tebal yang cukup, pasien akan diminta untuk melakukan
penyuntikan obat pemecah telur.

Dua hari setelah itu inseminasi akan dilakukan. Sebagai opsi tambahan inseminasi dapat diulangi
sebanyak 2x dalam masa subur. Ini tergantung pada kondisi klinis. Umumnya proses ini hanya
meningkatkan angka keberhasilan sedikit sehingga ini bukan merupakan hal yang rutin
dilakukan.

Saat inseminasi suami akan diminta untuk memberikan sampel sperma yang umumnya melalui
proses masturbasi pada pagi hari. Sperma akan dicuci dengan proses sentifugasi selama beberapa
jam. Setelah siap sperma akan dimasukkan ke dalam kateter untuk dipindahkan kedalam rongga
rahim. Proses ini umumnya tidak memakan waktu yang lama dan tidak terlalu sulit.

Kendala yang umumnya terjadia dalah akses kateter yang terkadang sempit. Setelah dimasukkan
pasien akan diminta untuk terlentang selama 15 menit dan diperbolehkan pulang. Angka
keberhasilan inseminasi sangat bervariasi terutama tergantung usia wanita dan jumlah sperma
yang tersedia paska sentrifugasi. Angka ini berkisar sekitar 5-15%. Angka ini akan meningkat
dengan pengulangan siklus. Angka kumulatif akan berkisar sekitar 40% setelah 3 kali
pengulangan.

Biaya terkait dengan program umumnya berkisar sekitar Rp2 juta untuk sekali inseminasi diluar
dari obat dan pemeriksaan. Umunya pasien diharapkan mempersiapkan budget sekitar Rp5 juta.

Bayi Tabung dari Sudut Pandang Hukum Perdata Indonesia


Latar Belakang Munculnya Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)

Pelayanan terhadap bayi tabung dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah fertilisasi-in-vitro yang
memiliki pengertian sebagai berikut : Fertilisasi-in-vitro adalah pembuahan sel telur oleh sel sperma di
dalam tabung petri yang dilakukan oleh petugas medis. Inseminasi buatan pada manusia sebagai suatu
teknologi reproduksi berupa teknik menempatkan sperma di dalam vagina wanita, pertama kali berhasil
dipraktekkan pada tahun 1970. Awal berkembangnya inseminasi buatan bermula dari ditemukannya
teknik pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan hidup lama bila dibungkus dalam gliserol yang
dibenamkan dalam cairan nitrogen pada temperatur -321 derajat Fahrenheit.

Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan untuk menolong pasangan suami istri yang tidak
mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba falopii istrinya mengalami kerusakan yang
permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan dimana kemudian program ini diterapkan pula
pada pasutri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang menyebabkan tidak dimungkinkan untuk
memperoleh keturunan.

Otto Soemarwoto dalam bukunya “Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global”, dengan tambahan
dan keterangan dari Drs. Muhammad Djumhana, S.H., menyatakan bahwa bayi tabung pada satu pihak
merupakan hikmah. Ia dapat membantu pasangan suami istri yang subur tetapi karena suatu gangguan
pada organ reproduksi, mereka tidak dapat mempunyai anak. Dalam kasus ini, sel telur istri dan sperma
suami dipertemukan di luar tubuh dan zigot yang terjadi ditanam dalam kandungan istri. Dalam hal ini
kiranya tidak ada pendapat pro dan kontra terhadap bayi yang lahir karena merupakan keturunan
genetik suami dan istri.
Akan tetapi seiring perkembangannya, mulai timbul persoalan dimana semula program ini dapat
diterima oleh semua pihak karena tujuannya yang “mulia” menjadi pertentangan. Banyak pihak yang
kontra dan pihak yang pro. Pihak yang pro dengan program ini sebagian besar berasal dari dunia
kedokteran dan mereka yang kontra berasal dari kalangan alim ulama. Tulisan ini tidak akan membahas
mengenai pro kontra yang ada tetapi akan membahas mengenai aspek hukum perdata yang
menekankan pada status hukum dari si anak dan segala akibat yang mengikutinya.

Proses Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)

Dalam melakukan fertilisasi-in-virto transfer embrio dilakukan dalam tujuh tingkatan dasar yang
dilakukan oleh petugas medis, yaitu :
1. Istri diberi obat pemicu ovulasi yang berfungsi untuk merangsang indung telur mengeluarkan sel telur
yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru dihentikan setelah sel-sel telurnya matang.
2. Pematangan sel-sel telur sipantau setiap hari melalui pemeriksaan darah Istri dan pemeriksaan
ultrasonografi.
3. Pengambilan sel telur dilakukan dengan penusukan jarum (pungsi) melalui vagina dengan tuntunan
ultrasonografi.
4. Setelah dikeluarkan beberapa sel telur, kemudian sel telur tersebut dibuahi dengan sel sperma
suaminya yang telah diproses sebelumnya dan dipilih yang terbaik.
5. Sel telur dan sperma yang sudah dipertemukan di dalam tabung petri kemudian dibiakkan di dalam
lemari pengeram. Pemantauan dilakukan 18-20 jam kemudian dan keesokan harinya diharapkan sudah
terjadi pembuahan sel
6. Embrio yang berada dalam tingkat pembelahan sel ini. Kemudian diimplantasikan ke dalam rahim
istri. Pada periode ini tinggal menunggu terjadinya kehamilan.
7. Jika dalam waktu 14 hari setelah embrio diimplantasikan tidak terjadi menstruasi, dilakukan
pemeriksaan air kemih untuk kehamilan, dan seminggu kemudian dipastikan dengan pemeriksaan
ultrasonografi.

Permasalahan Hukum Perdata yang Timbul Dalam Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)

Inseminasi buatan menjadi permasalahan hukum dan etis moral bila sperma/sel telur datang dari
pasangan keluarga yang sah dalam hubungan pernikahan. Hal ini pun dapat menjadi masalah bila yang
menjadi bahan pembuahan tersebut diambil dari orang yang telah meninggal dunia. Permasalahan yang
timbul antara lain adalah :
1. Bagaimanakah status keperdataan dari bayi yang dilahirkan melalui proses inseminasi buatan?
2. Bagaimanakah hubungan perdata bayi tersebut dengan orang tua biologisnya? Apakah ia mempunyai
hak mewaris?
3. Bagaimanakah hubungan perdata bayi tersebut dengan surogate mother-nya (dalam kasus terjadi
penyewaan rahim) dan orang tua biologisnya? Darimanakah ia memiliki hak mewaris?

Tinjauan dari Segi Hukum Perdata Terhadap Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)
Jika benihnya berasal dari Suami Istri
· Jika benihnya berasal dari Suami Istri, dilakukan proses fertilisasi-in-vitro transfer embrio dan
diimplantasikan ke dalam rahim Istri maka anak tersebut baik secara biologis ataupun yuridis
mempunyai satus sebagai anak sah (keturunan genetik) dari pasangan tersebut. Akibatnya memiliki
hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya.
· Jika ketika embrio diimplantasikan ke dalam rahim ibunya di saat ibunya telah bercerai dari suaminya
maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari perceraian mempunyai status sebagai anak sah dari pasangan
tersebut. Namun jika dilahirkan setelah masa 300 hari, maka anak itu bukan anak sah bekas suami
ibunya dan tidak memiliki hubungan keperdataan apapun dengan bekas suami ibunya. Dasar hukum ps.
255 KUHPer.
· Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami, maka secara yuridis status anak
itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang mempunyai benih. Dasar hukum ps.
42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer. Dalam hal ini Suami dari Istri penghamil dapat menyangkal anak
tersebut sebagai anak sah-nya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA. (Biasanya
dilakukan perjanjian antara kedua pasangan tersebut dan perjanjian semacam itu dinilai sah secara
perdata barat, sesuai dengan ps. 1320 dan 1338 KUHPer.)

Jika salah satu benihnya berasal dari donor

· Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi-in-vitro transfer embrio dengan
persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi dengan Sperma dari donor di dalam tabung
petri dan setelah terjadi pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan memiliki
status anak sah dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya sepanjang si Suami
tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah atau tes DNA. Dasar hukum ps. 250
KUHPer.
· Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak yang dilahirkan
merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250
KUHPer.

Jika semua benihnya dari donor

· Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat pada perkawinan, tapi embrio
diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang terikat dalam perkawinan maka anak yang lahir
mempunyai status anak sah dari pasangan Suami Istri tersebut karena dilahirkan oleh seorang
perempuan yang terikat dalam perkawinan yang sah.
· Jika diimplantasikan ke dalam rahim seorang gadis maka anak tersebut memiliki status sebagai anak
luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat perkawinan secara sah dan pada hakekatnya anak
tersebut bukan pula anaknya secara biologis kecuali sel telur berasal darinya. Jika sel telur berasal
darinya maka anak tersebut sah secara yuridis dan biologis sebagai anaknya.

Dari tinjauan yuridis menurut hukum perdata barat di Indonesia terhadap kemungkinan yang terjadi
dalam program fertilisasi-in-vitro transfer embrio ditemukan beberapa kaidah hukum yang sudah tidak
relevan dan tidak dapat meng-cover kebutuhan yang ada serta sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan yang ada khususnya mengenai status sahnya anak yang lahir dan pemusnahan kelebihan
embrio yang diimplantasikan ke dalam rahim ibunya. Secara khusus, permasalahan mengenai inseminasi
buatan dengan bahan inseminasi berasal dari orang yang sudah meninggal dunia, hingga saat ini belum
ada penyelesaiannya di Indonesia. Perlu segera dibentuk peraturan perundang-undangan yang secara
khusus mengatur penerapan teknologi fertilisasi-in-vitro transfer embrio ini pada manusia mengenai
hal-hal apakah yang dapat dibenarkan dan hal-hal apakah yang dilarang.

Kasus Inseminasi Buatan di Amerika Serikat


Mary Beth Whitehead sebagai ibu pengganti (surrogate mother) yang berprofesi sebagai pekerja
kehamilan dari pasangan William dan Elizabeth Stern pada akhir tugasnya memutuskan untuk
mempertahankan anak yang dilahirkannya itu. Timbul sengketa diantara mereka yang kemudian oleh
Pengadilan New Jersey, ditetapkan bahwa anak itu diserahkan dalam perlindungan ayah biologisnya,
sementara Mrs. Mary Beth Whitehead (ibu pengganti) diberi hak untuk mengunjungi anak tersebut.

Negara Lain
Negara yang memberlakukan hukum islam sebagai hukum negaranya, tidak diperbolehkan dilakukannya
inseminasi buatan dengan donor dan dan sewa rahim. Negara Swiss melarang pula dilakukannya
inseminasi buatan dengan donor. Sedangkan Lybia dalam perubahan hukum pidananya tanggal 7
Desember 1972 melarang semua bentuk inseminasi buatan. Larangan terhadap inseminasi buatan
dengan sperma suami didasarkan pada premis bahwa hal itu sama dengan usaha untuk mengubah
rancangan ciptaan Tuhan.

Diposkan oleh Ronald Halim di 03.45 1 komentar: Link ke posting ini

Jumat, 16 November 2007


Some Causes of Infertility in Woman
There are many factors that will relate how a woman develops infertility. While it is prevalent among
Americans, no data can truly present the actual intensity or prevalence of this condition.

Infertility is definitely not a physical disease. Unlike simpler conditions like flu or the more complex ones
such as those of cancer, symptoms of infertility are not focused on the obvious signs.

In fact, a woman need not undergo a series of comprehensive tests and examinations before she can
truly be diagnosed of infertility. The same goes with men only differing in one thing, male infertility is
much more difficult to be spotted unless obvious presentations of erectile dysfunction are seen.

Pelvic Inflammatory Disease or PID

This is presumed to be the most common cause of infertility. This arises from internal infections that are
caused by bacteria penetrating into the internal reproductive organs of a female. The typical organs
affected are those surrounding the pelvic area but when aggravated, infections may also radiate into the
neighboring intestines. Infertility associated with PID is definite if the portion affected is the fallopian
tube, a condition that is medically termed as salpingitis.

Endometriosis

According to data gathered from medical literature, nearly 30% of all infertility cases in women is
covered by this condition. This is characterized with the presence of the endometrial tissue in parts
other than the uterus. This tissue is the one women discharge during menstrual cycle.

Having this condition however does not actually suggest the likelihood of being unable to conceive. But
it may largely contribute to the development of the disease

Polycystic Ovarian Syndrome

This is the condition characterized by the over-production of androgens in the female's system. This
occurrence will drive the lowering in the release of other hormones such as Follicle Stimulating
Hormone and Luteinizing Hormone which will eventually caused the stoppage of mature egg production.

Early Menopause or Premature Ovarian Failure

This is the premature depletion of follicles in women during ages prior to her 40th years. This is
characterized by long periods of irregular menstrual flow. This condition is very much comparable with
true menopause since both impede a woman to produce eggs.

Idiopathic Hypogonadotropic Hypogonadism

This is rarely the case among infertile women. This is identified when there is 'no' production of LH and
FSH. Thus, the impossibility of developing egg cells. There are actually no physical symptoms that will
help conclude the presence of this condition. Most cases of Idiopathic Hypogonadotropic Hypogonadism
fall under unknown infertility cases.

By Low Jeremy

Diposkan oleh Ronald Halim di 22.30 6 komentar: Link ke posting ini

Perokok punya Bayi Tabung Sehat?


Rokok berkaitan erat dengan kemampuan reproduksi. Salah satunya, adalah kemampuan seorang pria
untuk menghasilkan sperma yang berkualitas. Berbagai penelitian membuktikan bahwa rokok bisa
menurunkan kualitas sperma. Ini sangat masuk akal mengingat dalam sebatang rokok terdapat sekitar
4.000 partikel kimia yang berbahaya bagi tubuh alias beracun.
Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa racun dalam rokok ini bisa masuk ke testis, sehingga
mengganggu perkembangan sperma. Partikel tersebut masuk ke darah dan semen. "Kondisi pada
sperma akibat rokok itu bisa dilihat dari jumlah spermanya yang berkurang, gerakannya menjadi lambat,
dan bentuknya menjadi jelek," jelas embriologis dari Klinik Infertilitas Permata Hati RS Dr Sardjito, dr Ita
Fauzia Hanoum, MCE.
Ada penelitian yang bisa membuktikan kalaupun bentuk sperma tidak bermasalah, kemudian
gerakannya tidak terlalu berpengaruh, jumlahnya juga tidak terlalu turun, tetapi DNA-nya rusak. Jadi,
kata dia, sekarang yang menjadi perhatian para perokok, terutama perokok berat, adalah kemungkinan
tidak punya anak.
Penelitian yang mengemukakan bahwa rokok dapat mempengaruhi kualitas sel DNA sperma pria banyak
membuat papa pria tersebut memilih jalur bayi tabung dalam hal memperoleh keturunan, tapi lewat
proses bayi tabung-pun, DNA sel sperma yang sudah rusak akan tetap mempengaruhi proses kelahiran
bayi tabung.
Kerusakan DNA itu bisa mempengaruhi banyak hal, bisa yang minor sampai ke mayor.
"Angka keguguran menjadi tinggi. Kalau ayah dan ibunya merokok, kontribusinya menjadi dua, tetapi
kalau ibunya tidak merokok, angka kegugurannya karena DNA ayahnya rusak," tandasnya. Parahnya lagi,
kalau si ibu tidak mengalami keguguran dan anak lahir hidup, anaknya mungkin ada kecacatan tertentu.
"Apalagi bila si isteri usainya sudah lanjut, suami merokok, angka kecacatan anaknya akan semakin
tinggi," jelasnya.
Di Klinik Permata Hati belum dilakukan penelitian tentang hubungan laki-laki yang ikut program bayi
tabung dengan perilaku merokok, tetapi mereka selalu ditanya apakah mereka merokok atau tidak.
Disarankan pula kepada para suami perokok yang ikut program bayi tabung agar tidak merokok.
''Memang ada yang mempertimbangkan hal itu, tetapi sebagian besar menganggap tidak ada
pengaruhnya dan tidak peduli. Mereka tetap merokok. Padahal pendidikan mereka menengah ke atas,''
ungkap Ita. Dari hasil penelitian juga didapatkan bahwa suami perokok kemampuan untuk menghamili
isterinya lebih lambat daripada suami yang tidak merokok. Kalaupun sang istri bisa hamil, masalah lain
akan menanti di depan mata. Maka dari itu cara bayi tabung pun tetap tidak akan memberikan hasil
yang baik jika anda tetap merokok.

Diposkan oleh Ronald Halim di 22.04 Tidak ada komentar: Link ke posting ini

Bayi Tabung Lebih Pintar?


Penelitian pertama terhadap anak-anak usia delapan tahun dari hasil pembuahan melalui metode
intracytoplasmic sperm injection (ICSI) atau bayi tabung menunjukkan bahwa mereka rata-rata memiliki
tingkat intelegensi yang lebih baik daripada anak-anak hasil reproduksi normal. Hal tersebut menolak
anggapan bahwa teknik tersebut tidak seaman metode in vitro vertilization (IVF) standar yang biasa
dipakai untuk menghasilkan bayi tabung.

ICSI dilakukan dengan menyuntikkan sperma secara langsung ke dalam sel telur, berbeda dengan IVF
standar yang hanya meletakkan sperma sedekat mungkin dengan sel telur, tanpa disuntikkan, agar
dapat melakukan pembuahan secara alami.

Beberapa penelitian pendahuluan yang dilakukan sejak 1998 melaporkan bahwa anak-anak hasil bayi
tabung/ICSI usia satu tahun terlambat berkembang dibandingkan anak-anak yang normal. Sehingga
keamanan teknik tersebut sempat diragukan. Tapi, penelitian yang lebih lama terhadap anak usia lima
tahun, tidak ditemukan perbedaan tingkat perkembangan yang signifikan.

Baru-baru ini, tim yang dipimpin Lize Leunens dari Free University of Brussels (VUB) di Belgia
membandingkan antara tingkat intelegensi dan kemampuan motorik terhadap 151 anak hasil bayi
tabung usia delapan tahun dengan 153 anak hasil pembuahan normal.

Hasilnya, tidak ada perbedaan dalam kemampuan motorik dan anak-anak ICSI memiliki nilai tes
intelegensi yang lebih tinggi daripada yang normal. Leunens memaparkan hasil penelitiannya dalam
pertemuan tahunan Perkumpulan Reproduksi Manusia dan Embriologi Eropa di Kopenhagen, Denmark,
Selasa (21/6).

"Kami sangat gembira karena dalam jangka panjang anak-anak hasil bayi tabung tersebut tidak
menderita kemunduran dalam perkembangannya," katanya.

Dalam penelitian tersebut, tidak ada perbedaan level pendidikan dari ibunya, yang diketahui
mempengaruhi tingkat intelegensi seorang anak. Oleh karena itu Leunens berpendapat bahwa alasan
yang dapat menerangkan adalah motivasi yang lebih besar dari ibu yang mengandung bayi ICSI. "Ibu
yang mengandung bayi ICSI ini mungkin mendedikasikan dirinya secara khusus sebagai orang tua,"
katanya.

Selain itu, penjelasan yang masuk akal juga disampaikan menanggapi kemunduran tingkat
perkembangan pada bayi ICSI yang berusia sangat muda. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ibu
bayi ICSI lebih suka membesarkan anaknya di rumah daripada mengirimkan ke playgroup atau
berinteraksi dengan orang lain, kondisi yang mungkin menyebabkan kemunduran dalam perkembangan
sosial.

Tapi, penelitian ini bukanlah jawaban terakhir. Penelitian lain menunjukkan bahwa penolakan banyak
orang tua untuk mengijinkan anaknya diteliti, mungkin agak menurunkan kepercayaan hasil penelitian
Leunens. Faktanya, sepertiga orangtua anak-anak ICSI menolak berpartisipasi.

Tanpa mengesampingkan kemungkinan-kemungkinan yang lain, Leunens menyatakan bahwa hasil


penelitian tidak berbeda dengan kondisi yang dipaparkan orang tua melalui wawancara telepon. Ia juga
menekankan bahwa penelitiannnya tidak melihat masalah kesehatan yang lain.(NewScientist.com/Wah)

Diposkan oleh Ronald Halim di 04.40 Tidak ada komentar: Link ke posting ini

Tehnik Bayi Tabung: Bedah Laparoskopik


Dalam proses bayi tabung secara ICSI, GIFT atau ZIFT seringkali ada operasi bedah laparoskopik
(laparoscopic surgery). Ini adalah sedikit pembahasan mengenai laparoscopic surgery tersebut.
Operasi bedah laparoskopik merupakan teknik bedah yang dilakukan dengan cara membuat lubang kecil
di dinding perut dan mengangkat kandung empedu dengan instrumen khusus menggunakan sistem
endokamera melalui layar monitor.
Operasi ini digunakan dalam prosedur bayi tabung untuk memasukkan sel telur yang sudah dibuahi oleh
sel sperma dan berkembang menjadi zigot ke dalam tuba fallopi si pasien wanita untuk kemudian agar
dapat tumbuh secara alamiah menjadi bayi.

Efek bedah laparoskopik merupakan kebalikan dari efek bedah konvensional yang seringkali
menimbulkan rasa nyeri pasca operasi, munculnya bekas pembedahan, masa pulih yang lambat, dan
masa rawat yang panjang. Efek laparoskopik ini yaitu rasa nyeri yang minimal, masa rawat pendek, masa
pulih cepat serta luka parut yang minimal.

Angka kematian pada sistem operasi bedah ini tercatat nihil, sedangkan penyulit dan konversi ke bedah
konvensional kurang dari satu persen. Bedah laparoskopik sendiri merupakan teknik bedah invasif
minimal yang menggunakan sistem endokamera, pneumoperitoneum dan instrumen khusus.

Pembedahan dilakukan di dalam rongga abdomen melalui layar monitor tanpa melihat dan menyentuh
langsung organ yang dioperasi. Karena itu, spesialis bedah memerlukan pelatihan koordinasi mata dan
tangan untuk menguasai keterampilan teknik bedah laparoskopik.

Anda mungkin juga menyukai