Anda di halaman 1dari 50

1

Case Based Discussion

Varises Esofagus + Hipertensi Gastropati + Ascites et Causa


Chirrosis Hepatis

Preceptor CBD :
Dr. Yusuf Aulia Rahman, Sp.PD

Disusun oleh :
M. Panji Bintang Gumantara

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
RUMAH SAKIT ABDOEL MOELOEK
2

2018
1

KATA PENGANTAR

Pertama saya ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Varises esofagus, hipertensi gastropati, dan ascites et causa sirosis hepatis” tepat
pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah sebagai salah
satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hi. Abdul Moeloek Bandar
Lampung.Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Yusuf Aulia Rahman, Sp.
PD yang telah meluangkan waktunya untuk saya dalam menyelesaikan laporan
kasus ini. Saya menyadari banyak sekali kekurangan dalam laporan ini, oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga
laporan kasus ini dapat bermanfaat bukan hanya untuk saya, tetapi juga bagi siapa
pun yang membacanya.

Bandar Lampung, April 2018

Penulis
2

BAB I
PENDAHULUAN

Sirosis hepatis adalah adalah penyakit hati yang terjadi akibat dampak tersering

dari perjalanan penyakit klinis yang panjang dari semua penyakit hati kronis yang

ditandai dengan kerusakan parenkim hati. Dahulu sirosis hepatis dianggap

sebagai proses yang pasif dan tidak dapat pulih kembali. Namun, sekarang

dianggap sebagai suatu bentuk respon aktif terhadap penyembuhan cedera hati

kronik yang dianggap pulih kembali. Ada bukti nyata yang menunjukan

reversibilitas dari fibrosis pada keadaan pre-sirosis. Namun, faktor yang

menentukan dari regresi fibrosis belum cukup jelas dan saat dimana sirosis betul-

betul bisa pulih kembali belum ditetapkan secara morfologi maupun fungsional.

Dengan kata lain masih belum diketahui dengan pasti derajat fibrosis yang

reversibel.1

Sirosis hepatis merupakan tahap akhir dari proses difus fibrosis hati yang

progresif yang ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul

regeneratif.2 Gambaran morfologi dari dari sirosis hepatis meliputi fibrosis difus,

nodul regeneratif, perubahan arsitektur lobular, dan pembentukan hubungan

vaskular intrahepatik antara pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri

hepatika) dan eferen (vena hepatika). Sirosis merupakan penyebab kematian


3

terbesar ketiga pada penderita yang berusia 45-46 tahun (setelah penyakit

kardiovaskular dan kanker). Diseluruh dunia sirosis hepatis menempati urutan

ketujuh penyebab kematian. Penderita sirosis hepatis lebih banyak laki-laki, jika

dibandingkan dengan wanita rasionya 1,6:1.1-2

Insidensi sirosis hepatis di Amerika Serikat diperkirakan 360 per- 100.000

penduduk. Penyebab sirosis hepatis sebagian besar adalah penyakit hati alkoholik

dan non alkoholik. Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis secara

keseluruhan belum ada. Di daerah Asia Tenggara, penyebab utama sirosis hepatis

adalah akibat infeksi Hepatitis B (HBV) dan C (HCV). Angka kejadian sirosis

hepatis akibat Hepatitis B di Indonesia berkisar antara 21,2-46,9 % dan Hepatitis

C berkisar 38,7-73,9 %.

Secara klinis penderita sirosis hepatis dapat datang dalam berbagai macam

kondisi. Sirosis hepatis sendiri dibagi atas sirosis hepatis kompensata dan sirosis

hepatis dekompensata yang disertai tanda-tanda kegagalan hepatoseluler dan

hipertensi porta sehingga penderita sirosis hepatis akan datang ke rumah sakit

dengan keluhan yang beragam.1


4

BAB II
STATUS PASIEN

Tgl. Masuk RSAM :1 Maret 2018


Pukul :16.48 WIB

 IDENTIFIKASI PASIEN

Nama Pasien : Tn. S


No RM : 00539657
Tempat/Tanggal Lahir : 13-03-1957
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Supir Fuso
Alamat : Gunung Terang, Labuhan Ratu Kecamatan,
Labuhan Ratu, Lampung Timur
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Suku Jawa, Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SD

 ANAMNESIS

Diambil dari pasien

Pada tanggal 1 maret 2018 pukul 16.48 WIB

1. Keluhan Utama : Badan lemas sejak beberapa hari terakhir


disertai nyeri tekan abdomen.
2. Keluhan Tambahan : Nafsu makan berkurang, mulut terasa pahit,
BAK bewarna seperti teh, terkadang sesak,
dan kaki bengkak.
5

3. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan


badan teras lemas dalam beberapa hari
terakhir dan memberat dalam 3 hari
terakhir. Sebelumnya pasien
mengalami BAB bewarna kehitaman
sebelum masuk rumah sakit. pasien
merasa berat badannya semakin
menurun dari sebelumnya sehingga
terlihat kurus. Pasien juga mengalami
penurunan nafsu makan dan mengaku
mulut dan lidah terasa pahit. Pasien
mengeluh BAK bewarna kuning pekat
seperti teh sudah lama dan semakin
seing dalam 1 minggu terakhir. Pasien
juga mengeluh sesak napas dan kaki
terasa membengkak disertai perut
yang semakin membesar dari
biasanya. Pasien juga merasa sakit
pada abdomen, di regio hipokondrium
dextra, epigastrium, dan
hipokondrium sinistra.

4. Riwayat Masa Lampau :


 Riwayat penyakit dahulu Pasien memiliki riwayat penyakit liver kronik,
menderita asam urat tinggi, ada
riwayat BAB bewarna hitam 1 kali.

 Trauma terdahulu  Tidak ada

 Operasi  Tidak ada

 Sistem saraf  Tidak ada

 Sistem kardiovaskuler  Tidak ada

 Sistem gastrointestinal  Tidak ada


 Tidak ada
6

 Sistem urinarius  Tidak ada


 Sistem genitalis  Tidak ada
 Sistem muskuloskeletal

5. Riwayat Penyakit Keluarga :  Tidak ada


6. Riwayat Personal :  Pasien merupakan perokok aktif dan
berhenti sebelum sakit.
 Riwayat menggunakan narkoba
disangkal
 Riwayat minum-minuman beralkohol
disangkal

7. Riwayat Imunisasi  BCG 1 kali

 RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu Ginjal /Sal.


Kemih
(-) Cacar Air (-) Disentri (-) Burut (Hernia)
(-) Difteri (+ Hepatitis (-) Penyakit Prostat
)
(-) Batuk Rejan (-) Tifus (-) Wasir
(-) Campak (-) Skirofula (-) Diabetes
(-) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Kholera (-) Hipertensi (-) Penyakit
Pembuluh Darah
(-) Demam Rematik (-) Ulkus Ventrikuli (-) CRF
Akut
(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Operasi
(-) Pleuritis (-) Dispepsia (-) Kecelakaan
(-) Tuberkulosis (-) Batu Empedu

 Status Present
A. Status Umum
a. Keadaan umum : Sakit Sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Tinggi Badan :-
7

d. Berat Badan :-

B. Pemeriksaan Fisik

A Tekanan Darah : 120/70 mmHg


B Frekuensi Nadi : 88 x/menit
C Frekuensi Napas : 20 x/menit
D Suhu Tubuh : 36,5 C
E Kulit : Pucat dan kuning
F Mata : Konjungtiva anemis, sklera ikterik +/+
G Gigi/Mulut : Gigi geligi lengkap, Karies (-)
H Thorax : Dbn
I Mamae : Dbn
J Paru : Pergerakan hemithoraks kanan dan kiri sama,
Fremitus taktil hemithoraks kanan dan kiri sama,
Sonor, suara vesikuler pada seluruh lapang paru,
ronchi dan wheezing tidak ada
K Jantung :  Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus cordis teraba pulsasi di
ICS V midclavicula sinistra
 Perkusi :
 Batas jantung kanan : ICS IV linea
parasternal dextra
 Batas jantung kiri : ICS V linea
midclavicula sinistra
 Batas pinggang jantung: ICS II
parasternal dextra
 Auskultasi : BJ I dan II normal reguler,
murmur (-), gallop (-)
L Abdomen :  Inspeksi : sedikit cembung, asites (+),
lesi (-), pruritus (-), kemerahan (-)
 Palpasi :Nyeri tekan (+) organomegali
(+)
 Perkusi : Pekak-Timpani
 Auskultasi : Bising usus (+) normal

M Ekstremitas : Edema pretibial +/+

 Pemeriksaan Penunjang
8

 Laboratorium Rutin

Hasil laboraturium pada tanggal 02-03-2018


 GDS = 114 (<140) mg/dL
 Asam Urat = 11,8 (3,5-7,2) mg/dL
 SGOT = 210 (<37) U/L
 SGPT = 63 (<41) U/L
 Hemoglobin = 9 (N 11,50-16,50) g/dL
 Leukosit = 13.100 (N 4.800-10.800) /uL
 Eritrosit = 3,0 jt (N 4,2-5,4) juta/uL
 Hematokrit = 26 (N 37-47)
 Trombosit = 320.000 (N 150.000-450.000) /uL
 MCV = 88 (N 79-99) fL
 MCH = 30 (N 27-31) pg
 MCHC = 34 (N 30-35) g/dL
 LED = 60 ( N 0-15) mm/jam
 HBsAg = Reaktif
 Hitung jenis
o Eosinofil = 3 (N-24)%
o Batang = 0 (N3-5)%
o Segmen = 66 (N 50-70)%
o Limfosit = 25 (N25-40) %
o Monosit = 6 (N2-8) %

Hasil laboraturium pada tanggal 03-03-2018


 Albumin = 2,5 (N 3,5-5,2) g/dL
 CT = 10 (N 9-15) menit
 BT = 3 (N 1-3) menit
 Globulin = 5,0 (N2,3-3,5) g/dL
 Protein Total = 7,5 (6,4-8,3) g/dL

Hasil laboraturium pada tanggal 13-03-2018


 Hemoglobin = 14,8 (N 11,50-16,50) g/dL
 Creatinin = 0,31 (N 0,72-1,18) mg/dL
 Ureum = 24 (N 13-43) mg/dL
 Leukosit = 7.000 (N 4.800-10.800) /uL
 Eritrosit = 4,9 jt (N 4,2-5,4) juta/uL
 Hematokrit = 44 (N 37-47) %
 Trombosit = 234.000 (N 150.000-450.000) /uL
 MCV = 88 (N 79-99) fL
 MCH = 30 (N 27-31) pg
 MCHC = 34 (N 30-35) g/dL
9

 LED = 6 ( N 0-15) mm/jam


 Hitung jenis
o Eosinofil = 0 (N-24)%
o Batang = 0 (N3-5)%
o Segmen = 54 (N 50-70)%
o Limfosit = 39 (N25-40) %
o Monosit = 7 (N2-8) %

o Endoskopi
Hasil endoskopi Tn. S pada tanggal 07 Maret 2018 didapatkan hasil
sebagai berikut:
 Varises esofagus grade II-III

 Gastropati hepertensi portal berat

 Multiple sessile polyp bulbus dan pars descenden duodeni

o USG Abdomen
Hasil USG abdomen Tn. S yang dilakukan pada tanggal 08 Maret 2018
 Hepar :- Diameter anteroposterior 11,6 cm, tepi tumpul
-Tampak lesi isoechoic, tepi ireguler, multiple
di lobus dextra et sinistra
-Echostruktur inhomogen, v. porta berkelok-
kelok, v. hepatica dan duktus biliaris tidak
prominent
 Vesica Vellea :- dinding tak menebal, tak tampak massa/batu
 Pankreas :- Echostruktur normal
 Lien :- Diameter 14,3 cm
- Echostruktur normal
- Diameter vena lienalis 1,05 cm
 Ren Sinistra :- SPC melebar
- Parenkim menipis ringan
- Tak tampak massa batu
 Ren Dextra :- Batas cortex dan medulla tegas
- Tampak lesi hiperekoik berdiameter 0,664 cm
- Pelvis renis tak melebar
 Vesica Urinaria :- Dinding tak menebal
 Prostat :- Tak membesar
 Kesan: :-
 Multifocal HCC disertai sirosis hepatis dan
hipertensi portal
 Hidronephrosis sinistra grade III
10

 Nephrolithiasis dextra
 Tak tampak kelainan di hepar, vesica vellea,
pancreas, vesika urinaria, dan prostat

 RESUME

Tn. S, usia 60 tahun datang dengan keluhan badan lemas dan BAB bewarna

hitam sebelum masuk rumah sakit. Tn. S juga merasa nafsu makan berkurang

dan berat badan yang semakin turun. Tn. S merasa mulut dan lidahhnya terasa

pahit dalam akhir-akhir ini. Tn. S juga mengalami BAK seperti teh pekat

sudah lama sekali. Tn. S merasa nyeri pada abdomen di regio hipokondrium

dextra hingga hipokondrium sinistra. Tn. S merasa perutnya sedikit membesar

dari biasanya dan merasa sesak. Tn S mengeluh kedua kaki nya sedikit

membengkak.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan bahwa TD 120/70 mmHg, suhu 36,5°C,

nadi 88x/menit dan RR 20x/menit. Pada hasil pemeriksaan laboratorium

ditemukan Hemoglobin 9,0 g/dL, Leukositosis 13.100/uL, Eritrosit 3,0

juta/uL, Hematokrit 26, asam urat 11,8 mg/dL, SGOT 210 U/L, SGPT 63

U/L, Albumin 2,5 g/dL, dan Globulin 5 g/dL. Pada hasil pemeriksaan

endoskopi didapatkan gambaran varises esophagus grade II-III, gastropati

hipertensi portal berat, dan multiple sessile polyp bulbus dan pars

descenden duodeni. Pada hasil gambaran USG abdomen didapatkan

gambaran Hepato Cellular Carcinoma disertai sirosis hepatis dan

hipertensi portal, hidronefrosis sinistra grade III, dan nephrolithiasis

dextra.
11

 DAFTAR MASALAH

 Hb, Ht, Eritrosit, Albumin, dan Creatinin menurun

 Leukosit sedikit meningkat

 Asam Urat, Globulin, SGOT, SGPT meningkat

 BAB Hitam

 Badan Lemas

 Nyeri tekan abdomen regio hipokondrium dextra sampai

hipokondrium sinistra

 Ascites

 Tidak Nafsu Makan

 Sesak Nafas

 Edema Tungkai
12

 ANALISIS MASALAH

1. Hb, Ht, Eritrosit, Albumin, dan Creatinin menurun

Rencana Diagnosis:

a. Pantau hasil lab darah lengkap, dan fungsi hati dan fungsi

ginjal

b. Rencana transfusi apabila terjadi penurunan Hb < 8 g/dL

Rencana Terapi

a. Transfusi PRC apabila Hb turun <8 g/dL

b. Hidrasi pasien untuk mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi

dengan pemberian RL: Aminofusin hepar dengan perbandingan

2:1 sebanyak XX gtt/menit

c. Untuk meningkatkan albumin, kita harus memperbaiki fungsi

hati dengan pemberian obat-obatan hepatoprotektor atau bisa

juga dengan mengonsumsi putih telur, ikan. Atau dengan

pemberian albumin namun harus sesuai dengan indikasi.


13

2. Leukosit sedikit meningkat

Rencana Diagnosis:

a. Pantau hasil lab darah

Rencana Terapi

a. Indikasi pemberian antiviral seperti golongan interferon a

bergantung onset penyakit akut atau kronik. Pada pasien

dengan HBsAg (+) dan bersifat kronik dapat diberikan terapi

imunomodulasi dan terapi antiviral.

- Terapi imunomodulasi

Interferon

- Pegilated interferon dapat diberikan pada pasien

dengan dosis 90,180, 270 mikrogram tiap minggu

selama 24 minggu dapat menurunkan DNA HBV

Timosin a

Vaksinasi

- Terapi antiviral
14

Lamivudin

Adepovir dipivoksil

3. Asam Urat, Globulin, SGOT, SGPT meningkat

Rencana Diagnosis

a. Pantau kadar asam urat, Fungsi hati melalui hasil lab

Rencana Terapi

a. Penurunan kadar asam urat dapat dengan menggunakan

allopurinol atau colcisin. Allopurinol memilik efek anti

inflamasi yang dapat menekan proses fibrosis di hati, namun

penggunaan allopurinol dalam jangka panjang dapat merusak

hati. Colcisin dapat digunakan sebagai terapi alternative

namun sama-sama bersifat hepatotoksik.

- Allopurinol dapat diberikan dimulai dari dosis

100 mg 1x3 selama 1 hari

b. Penurunan SGOT dan SGPT dapat dimulai dengan

mengombinasikan obat-obatan hepatoprotektor seperti curcuma

untuk pasien dengan gangguan hati.


15

4. BAB Hitam, Badan Lemas, dan Tidak Nafsu Makan

Rencana Diagnosis:

a. Cari sumber perdarahan dengan melakukan EGD

b. Pantau Hb dengan memantau hasil darah lengkap pasien

Rencana Terapi:

a. Persiapan EGD dengan mempuasakan pasien minimal 8 jam,

menstabilkan kondisi pasien.

b. Pantau Hb dengan melakukan transfusi PRC apabila Hb <8

c. Pemberian B bloker berupa pemberian propranolol apabila

masih terjadi BAB hitam

- Propanolol dapat diberikan 3x1 selama 3 hari

dengan dosis 10-60 mg

d. Pemberian Antagonis reseptor H2 seperti Ranitidin untuk

menekan produksi asam lambung

- Pemberian injeksi ranitidin 2x1 ampul per 12

jam

e. Pemberian asam tranexamat pada pasien dengan BAB hitam

atau perdarahan saluran cerna. Asam tranexamat memiliki

kerja sebagai antifibrinolitik.


16

- Pemberian kalnex oral 3x1 500 mg selama 3 hari

f. Pemberian vit. K pada pasien-pasien yang mengalami

perdarahan sangat diperlukan. Pada pasien dengan gangguan

fungsi hati, akan mengalami pemanjangan proses koagulasi

akibat menurunnya kemampuan kaskade koagulasi dimana

dalam menghasilkan factor-faktor kaskade membutuhkan vit.

K.

- Vit K 3 dd 1

g. Pemberian PPI seperti OMZ untuk menekan gastrin yang

menghasilkan HCL

- OMZ sirup 2 dd 1

5. Nyeri tekan abdomen regio hipokondrium dextra sampai

hipokondrium sinistra

Rencana Diagnosis:

a. USG Abdomen

Rencana Terapi:

a. -
17

6. Ascites dan Edema Tungkai

Rencana Diagnosis:

a. Pasang Kateter untuk memantau volume input dan output

b. Lingkar perut

Rencana Terapi:

a. Penggunaan diuretik seperti furosemide dan spironolakton.

- Furosemide digunakan dengan dosis mulai 20-40

mg/hari maksimal 160 mg 3x1 (Lasix)

- Spironolakton digunakan dengan dosis dimulai

100-200 mg/hari maksimal 400 mg 3x1

- Furosemid dan spironolakton digunakan

bersama dengan perbandingan 2:5

b. Pantau urin output untuk menilai efikasi kerja obat diuretic

7. Sesak Nafas

Rencana Diagnosis:

a. Rontgen Thorax
18

Rencana Terapi:

a. Apabila ada efusi pleura dapat digunakan dengan pemberian

diuretic terlebih dahulu

b. Apabila tidak ada kelainan pada paru-paru dan masih sesak

maka pantau saturasi oksigen, apabila kurang dari 95%

diindikasikan dengan pemberian oksigen

8. Hidronefrosis dan Nefrolitiasis

Rencana Diagnosis:

a. Urinalisis untuk melihat Kristal yang memungkinkan terjadinya

nefrolitiasis

b. BNO IVP untuk melihat saluran urin pasien

Rencana Terapi:

a. Apabila sudah terjadi penurunan fungsi ginjal maka dapat

dimulai dengan terapi hemodialisa

b. Apabila ginjal masih intak dan bagus dapat dirujuk ke spesialis

bedah urologi untuk dilanjutkan dengan pengangkatan batu

ginjal dan penanganan hidronefrosis pasien.


19

 DIAGNOSIS KERJA

o Varises esophagus + Hipertensi Gastropati + asites et causa sirosis

hepatis

 DIAGNOSIS DIFFERENSIAL

o Melena et causa gastritis erosive

o Hepatitis B kronik

o Hepatoma/ Hepato Cellular Carcinoma

o Sirosis hepatis alkoholik

 PENATALAKSANAAN

 Observasi TTV

 Cek laboratorium: Enzim Hati, albumin, Globulin, Alkali Fosfatase, AFP,

Bilirubin, DL, UC, CTBT

 Infus RL:Aminofusin XX gtt/menit

 Diuretik (Furosemid/spironolakton)

o Furosemid 40 mg tab 3 dd 1

o Spironolakton 100 mg tab 3 dd 1

 Hepatoprotektif (Curcuma)

 Pemberian B blocker untuk terapi perdarahan varises

o Propanolol dapat diberikan 3x1 selama 3 hari dengan dosis 10-

60 mg
20

 Pemberian vasopresin seperti somatostatin (OcreotidO untuk mengkontriksi

pembuluh darah pada pasien dengan perdarahan.\

 Pemberian preparat lifola, neomisin untuk mencegah terjadinya ensefalopati

hepatikum akibat bakteri yang menghasilkan amonia dan kadar amonia yang

tinggi pada pasien dengan sirosis hepatis

 Diet hati pada pasien dengan sirosis hepatis

 Pemberian antiviral seperti golongan interferon a untuk pasien dengan

HBsAg positif atau obat anti viral lainnya untuk pasien yang positif

Hepatitis B

 Rencana Lanjutan

- Pasca ligase pasien harus puasa sampai jam 10 malam, lalu diet hati I

besok pagi, diet hati II selama 24 jam berikutnya dan selanjutnya tiap hari

diet dirubah sampai kepada diet semula seperti sebelum tindakan.

- Infus Dextros 1x24 jam per kolf, sebanyak 1 kolf saja bila tidak ada

komplikasi

- Injeksi transamin 3 x 1 ampul selama 1 hari bila tidak ada perdarahan

- Injeksi vitamin k 1x 1 ampul selama 1 hari bila tidak ada perdarahan

- Periksa Hb dan Ht tiap 8 jam selama 24 jam

- Kontrol ke Poli penyakit dalam setelah 2 minggu pasca ligasi

 Prognosis
Tn. S

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad sanasionam : Dubia ad malam


21

Quo ad functionam : Dubia ad malam


22

BAB II
Follow Up Pasien

HARI/
CATATAN INSTRUKSI
TANGGAL
1/3/2018 S/ KU P/
Os datang dengan keluhan tidak  Cek Lab DL, U, C,
nafsu makan, mulut pahit, kencing OT/PT, HbsAg
seperti teh, sesak napas, dan  Infus RL +
penurunan berat badan. Aminofulsin hepar
 Inj seftriaxon 1 gr No
RPD VI
Os mengeluhkan ada riwayat  Inj ranitidn amo No.
hepatitis B kronik III
 Inj Domperidon 3 dd
O/ Status present 1
KU : Sedang  In Kurcumma No III
Sens : CM
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,5oC
PF : Konjungtiva anemis dan
sklera ikterik
Abdomen : Nyeri tekan
epigastrium

A/ Hepatitis

2/3/2018 S/KU P/
Os. Mengeluhkan lemas, BAK warna  Cek Lab elektrolit
kemerahan, muntah darah dan BAB  Inj seftriaxon 1 gr No
darah, dan nafsu makan menurun. VI
 Inj ranitidn amo No.
O/ Status present III
KU : Sedang  Inj Domperidon 3 dd
Sens : CM 1
TD : 120/70 mmHg  In Kurcumma No III
Nadi : 98 x/menit  Alopurinol No IX
RR : 24 x/menit 1x3
T : 36,6oC
PF : Sklera ikterik, konjungtiva Cek Lab Albumin,
anemis, smooth tongue (+), OT, PT, CT, BT
hepatomegali (18 cm), dan teraba
massa di regio hipocondrium
sinistra
23

LAB :
Asam urat: 11,8 mg/dL
SGOT: 210 U/L
SGPT: 63 U/L
Hb: 9
HBsAG : reactive
LED: 60 mm/jam

A/Assesment
Sirosis hepatis
Hepatitis B kronik
Hiperurisemia

5/3/2018 Os mengeluhkan masih lemas, sulit P/


tidur, kalau duduk sesak, dan belum  Stabilisasi .
nafsu makan  Lasix
 Livola No. XVI
O/ Status present  Kalnex
KU : Sakit sedang  Vit k
Ksdrn : CM
TTV : TD 120/70, Nadi 88 x/mnt,
RR 20 x/mnt, T= 36,7

A/ Sirosis hepatis

6/3/2018 Os. Mengeluhkan lemas dan belum P/


nafsu makan  EGD
 Terapi lanjut
O/ Status present
KU : sedang
Sens : CM
TD : 120/60 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 16 x/menit
T : 3620oC
PF : dbn, abdomen BU (+)
30x/menit

7/03/2018 Os. Mengeluhkan susah tidur dan P/ telah dilakukan


belum nafsu makan, minum hanya 2 endoskopi dengan hasil
gelas (280 cc), kaki pegal-pegal, BAB VE grade II/III, gastropati
lancar, BAK urin pekat (800 cc) hipertensi portal berat, dan
multiple polip sessile polip
24

bulbus dan pars descenden


O/ Status present duodeni
KU : sedang
Sens : CM P/
TD : 100/60 mmHg Terapi lanjut
Nadi : 92 x/menit
RR : 24 x/menit
T : 36,9oC
PF : dbn, abdomen perut sedikit
cembung, lingkar perut 88 cm

8/3/2018 Os. Mengeluhkan susah tidur dan Rawat jalan


belum nafsu makan, minum hanya 2
gelas (280 cc), kaki pegal-pegal, BAB
lancer dan tidak hitam, BAK urin
pekat (700-1000 cc)

O/ Status present
KU : sedang
Sens : CM
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 108 x/menit
RR : 24 x/menit
T : 36,9oC
PF : dbn, abdomen perut sedikit
cembung, lingkar perut 88 cm

12/03/2018 S/ nyeri post operasi P/


 Propanolol 3 x 1
O/ Status present 10mg
stabil  OMZ cyrup 2 x 1
 Vit K 3 x 1
A/ Assesment  Kalnex 3 x 1
VE et causa chirrosis hepatis  Spironolakton 3 x1
100 mg
 Furosemid 3x1 40 mg
 Pasien direncanakan
rawat jalan lagi 2
minggu setelah post
ligasi
25

II. TINJAUAN PUSTAKA

Chirrosis Hepatis

A. Definisi

Sirosis hepatis adalah suatu kondisi penyakit yang dikenali secara

histopatologi dan bermanifestasi klinik secara beragam. Sirosis hepatis

merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya

penibentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya diawali dengan adanya

proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat

dan usaha regenerasi dengan terbentuknya nodul yang mengganggu susunan

lobulus hati.

B. Anatomi dan Fisiologi Hati

Hati terletak pada kuadran kanan atas abdomen, terletak di rongga peritoneum

di bawah diafragma dan di dalam rongga thorax. Hati dibagi menjadi 2 lobus,

yakni lobus dextra dan sinistra. Lobus dextra terdapat 2 segmen yakni

posterior caudatus dan inferior quadratus. Secara aliran darah hati dibagi

menjadi 4 dan masing-masing terdapat 2 lobulus.

Hati terdiri dari 3 sel penyusun utama, sel kupfer yang berperan sebagai

makrofag, sel liposit yang menghasilkan fibronectin dan kolagen, dan sel

endotelial dan hepatosit itu sendiri. Hati terbagi atas 3 zona fungsional yakni
26

zona 1, zona 2, dan zona 3. Ketiga zona tersebut dialiri darah yang dibawa

arteri hepatika menuju zona 1, lalu menuju zona 2, dan terakhir menuju zona

3 sebelum kembali masuk menuju vena porta hepatika. Zona 1 hepatosit kaya

akan oksigen, sehingga berperan dalam glukoneogenesis dan metabolisme

energi secara oxidatif dan juga berperan sebagai tempat sintesis urea menjadi

amonia. Zona 3 hepatosit lebih berperan dalam proses glikolisis dan

lipogenesis. Hati membentuk anastomose pembuluh darah yang sewaktu-

waktu apabila terjadi kerusakan pada hati akan bermanifestasi sebagai suatu

varises. Pembuluh vena yang membentuk anastomosis pada sistem porta

adalah vena pada esofagus, pada umbilikal, pada rectum, pada limfa, dll.

C. Efek Disfungsi Hepatosit

 Gangguan konversi energi

 Hilangnya kemampuan melarutkan dan fungsi penyimpanan cadangan

energi

 Hilangnya kemampuan clearence dan protektif

o Clearence bakteri dan endotoksin

Terbentuknya jaringan fibrosis akibat akumulasi fibronektin dan

kolagen pada hati menyebabkan penurunan fungsi hati disertai

berkurangnya sel kupfer sebagai makrofag. Mekanisme inflamasi

terjadi ketika kadar rancun dalam darah meningkat dan disertai

adanya bakteri yang tidak dapat ditanggulangi oleh sel kupfer. Pada

keadaan seperti ini akan memicu terjadinya sepsis.

o Peningkatan metabolisme amonia


27

Absorbsi glutamin pada usus halus menyebabkan deaminasi

glutamin menjadi urea dan produk akhir amonia, pada hepar yang

bermasalah amonia yang dibawa oleh darah menuju sistem porta.

Pada hepar normal, amonia akan dikonversi lagi menjadi glutamin,

namun akibat terjadinya hipertensi portal mengakibatkan terjadi

shunting pada sistem porta akhirnya amonia banyak terakumulasi

pada jaringan hati dan tidak terfiltrasi. Kadar amonia yang tinggi

dalam darah menyebabkan penurunan kesadaran pasien atau dikenal

dengan istilah endefalopati.

 Gangguan keseimbangan Na dan air

o Meningkatnya tekanan intravaskular sehingga membuat pelepasan

NO dan vasokontriksi pembuluh darah untuk mengompensasi

kebutuhan akhirnya terjadi penurunan aliran darah ginjal dan

menyebabkan kerusakan ginjal.

D. Etiologi dan Faktor Resiko

Etiologi tersering sirosis hepatis adalah infeksi kronik hepatitis B dan

penggunaan obat-obatan hepatotoksik, serta gaya hidup yang tidak sehat yang

dapat merusak hati.

E. Gejala dan Tanda

 Kegagalan parenkim hati berupa, penurunan albumin, gangguan

mekanisme pembekuan darah, gangguan keseimbangan hormon.

 Chirrosis hepatis dibagi menjadi gejala kompensata dan dekompensata


28

 Gejala kompensata diawali dengan mual, muntah, nafsu makan

berkurang, berat badan turun, kencing seperti the.

 Gejala dekompensata adalah berupa melena, munculnya varises esofagus,

asites, hemoroid, caput medusae, dan gejala komplikasi lainnya.

 Gejala gejala pada chirrosis hepatis muncul akibat menurunnya fungsi

hati dan meningkatnya tekanan intrahepatik pada sistem vena porta.

 Hipertensi portal, yakni tekanan sistem portal > 10 mmHg yang terjadi

akibat meningkatnya resistensi intravaskular sehingga mengakibatkan

aliran balik.

 Anamnesis:

o Gejala awal atau terkompensasi biasanya pasien mengeluhkan

mudah lelah, selera makan berkurang, perasaan kembung, mual, dan

berat badan turun.

o Gejala lanjut atau dekompensata biasanya bila terjadi kegagalan

fungsi hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan,

gangguan tidur, demam subfebris, perut membesar, gangguan

pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, hematemesis melena,

ikterus, perubahan siklus haid pada perempuan, perubahan status

mental. Pada laki-laki dapat terjadi impotensi dan payudara

membesar.

o Sirosis hepatis juga dapat bermanifestasi menjadi asites, varises

esofagus, hemoroid, dan caput medusae.


29

Gambar 1. Patogenesis terjadinya keluhan (Sumber: Calgary Guide: diakses


pada tanggal 14/3/2018 pukul 21.51 WIB)
30

Gambar 2. Komplikasi Chirrosis Hepatis

F. Pemeriksaan Penunjang

 Darah lengkap

 Enzim hati berupa SGOT/SGPT (menunjukan kerusakan hati)

 Albumin 2,5

 SGOT 210

 SGPT 63
31

 Serologi berupa HBsAG, anti HBV

 Endoskopi

o Varises esofagus grade II-III

o Gastropati hipertensi portal berat

o Multiple sessile polyp bulbus dan pars descenden duodeni

 Usg

o Multifocal hepatocellular carcinoma disertai chirrosis hepatis dan

hipertensi porta

o Hidronefrosis sinistra grade III

o Nephrolitiasis dextra

G. Komplikasi (Dekompensata)

 Asites

Asites terjadi akibat akumulasi cairan pada rongga peritoneum.

Akumulasi cairan ini terjadi akibat penurunan fungsi hati berupa

sintesis albumin. Produksi albumin yang berkurang menurunkan

tekanan onkotik darah. Fibrosis pada hati membuat pembuluh darah

pada hepar menjadi kaku yang meningkatkan resistensi perifer

pembuluh darah. Hal ini memicu mekanisme kompensasi berupa

peningkatan tekanan intravaskular dan meningkatkan tekanan

intrahepatik. Peningkatan tekanan ini memicu cairan intravaskular

menuju lingkungan interstitial hepatik. Hal ini berakhir pada keadaan

edema pada hati dan edema pada tungkai.


32

 Patogenesis

5 faktor penyebab terjadinya asites adalah hipertensi portal,

hipoalbuminemia, retensi natrium, retensi air, dan peningkatan

formasio limfatik.

 Hipertensi Portal

- Distorsi arsitektur akibat proses fibrosis

mengakibatkan perubahan vaskulatur hepatik yang

mengakibatkan penurunan tekanan intrahepatik

vaskular yang diakibatkan oleh formasio nodul dan

fibrosis jaringan hati.

- Peningkatan produksi substansi vasodilator berupa NO

sintase yang merespon terjadinya vasodilatasi

pembuluh darah portosistemik untuk memenuhi

kebutuhan sistem porta, namun pembuluh darah sistem

porta tetap vasokontriksi, hal ini menimbulkan

venodilatasi pembuluh portosistemik.

 Hipoalbuminemia

Hipoalbuminemia merupakan hasil dari penurunan sintesis

albumin akibat berkurangnya kemampuan fungsi hati untuk

melakukan fungsinya.

 Retensi Natrium

Retensi natrium merupakan respon fisiologis yang dilakukan

ginjal dengan merespon proses hipertensi porta. Ginjal


33

merespon proses fibrosis hepatik dengan melepaskan

substansi vasodilatasi mengaktivasi reseptor di pembuluh

darah berupa pelepasan nitrit oxide. Ginjal merespon

pelepasan itu dengan mengaktifkan sistem RAA. Produksi

renin yang meningkat mengakibatkan produksi

angiotensinogen dan angiotensinogen I dan II meningkat.

AT II ini mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah

ginjal berupa vasokontriksi arterial efferen glomerulus

sehingga aliran darah menuju ginjal berkurang dan terjadi

reabsorbsi Na yang lebih banyak pada tubulus proximal.

 Retensi Air

Retensi air merupakan hasil proses dilepaskannya ADH.

 Temuan Klinis

Temuan klinis pada pasien chirrosis hepatis sangat beragam dapat

berupa beberapa hal dibawah ini:

o Spider angiomata (spider nevi)

o Eritema palmar

o Ginekomastia

o Pembesaran parotis

o Dupuyten kontraktur

o Berkurangnya rambut kemaluan dan rambut ketiak

o Atrofi testis

o Hepatomegali
34

o Asites

o Caput medusa

Temuan klinis berupa ginekomastia, pembesaran parotis, dan

dupuyten kontraktur mengindikasikan etiologi alkoholik. Sedangkan

hepatomegali, ascites, dan caput medusa merupakan tanda

hipertensi portal.

 Terapi

Terapi pada pasien ascites dapat dengan pemberian diuretik.

Diuretik yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

 Spironolakton mulai dosis 100-200 mg/hari dan maksimal

dosisnya sampai 400 mg/hari

 Amilorid dan triamteren yang juga merupakan potasium sparing

diuretik

 Loop diuretik berupa pemberian furosemid mulai dosis 20-40

mg/hari lalu ditingkatkan sampai 160 mg/ hari

 Pemberian torsemid juga dapat dimulai dari dosis 80 mg/hari

 Perbandingan pemberian spironolakton dan furosemid adalah

5:2.
35

 Ensefalopati hepatikum

Enfelopati hepatikum terjadi akibat akumulasi amonia yang terlalu

banyak pada hati akibat berukurangnya uptake amonia dan atau

penurunan sintesis urea dan glutamik. Enfalopati dapat menurunkan

kesadaran pasien gangguan hepar.

 Varises esofagus

Varises esofagus terjadi akibat terjadinya porto systemic shunting

pembuluh darah akibat gagalnya mekanisme kompensasi akibat proses

fibrosis pada hati. Akibatnya terjadi pelebaran pembuluh darah pada

esofagus yang merupakan pembuluh darah portosistemik dan

bermanifestasi sebagai varises yang menimbulkan obstruksi bergantung

gradenya dan juga dapat pecah suatu saat dan menimbulkan

hematemesis-melena.

Untuk menilai varises esofagus dan mencari etiologinya akibat sirosis

hepatis, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan

abdomen 3 posisi, pemeriksaan CT- scan abdomen, dan pemeriksaan

fibroscan. Pemeriksaan fibroscan merupakan pemeriksaan yang

dilakukan untuk menilai tingkat fibrosis yang terjadi pada hati.

Untuk melihat varises yang terjadi pada esofagus dan dilakukan dengan

pemeriksaan endoskopi berupa esofagogastroduodenoskopi untuk


36

menilai pembuluh darah esofagus, gaster, dan duodenum. Berdasarkan

hal itu varises esofagus terbagi menjadi 4 tingkatan, yakni:

o Grade 1

Ditandai dengan vena yang berdilatasi kurang dari 5 mm

o Grade 2

Ditandai dengan vena yang berdilatasi lebih dari 5 mm namun

tidak berpotensi menimbulkan obstruksi pasase makanan


37

o Grade 3

Ditandai dengan vena yang berdilatasi lebih dari 5 mm dan

berpotensi menimbulkan obstruksi dan perdarahan saat makanan

masuk

o Grade 4

Ditandai dengan vena yang berdilatasi dan sudah menimbulkan

obstruksi pasase dan berpotensi terjadi perdarahan


38

Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien dengan varises

esofagus dapat berupa terapi pemberian b bloker seperti propanolol

dan juga dapat dilakukan terapi ligasi pembulih darah. Pemberian beta

blocker nonselektif seperti propanolol dapat dimulai dari dosis 40

mg/12 jam dengan dosis maksimum 640 mg/hari. Golongan beta

blocker nonselektif lainnya berupa timolol, nidolol, dan carvedilol

dapat juga diberikan sebagai terapi farmakologi. Terapi farmakologi

untuk menghentikan perdarahan pada varises esofagus dapat juga

diberikan vasopresin berupa somatostatin, okreotide. Pada pasien

dengan varises esofagus yang berdarah dapat dilakukan profilaksis

untuk mencegah terjadinya bakterial spontan peritonitis dengan cara

pemberian norfloxacin.

 Hipertensi Portal Gastropati

Hipertensi portal gastropati didefinisikan melalui pemeriksaan

endoskopi berupa gambaran eritema gastrik dengan bercak keputihan

mosaik yang ditemukan sekitar 51-98 % pasien dengan sirosis dan non

sirosis hepatis. Pada mulanya hipertensi gastropati ini berhubungan

dengan meningkatnya tekanan perifer hepatik sehingga terjadi dilatasi

pembuluh darah, namun hal itu masih belum dapat dikatakan saling

berhubungan. Hipertensi gastropati sangat berkaitan dengan durasi atau

onset terjadinya penyakit hati atau liver disease itu sendiri, adanya
39

gambaran varises gastroesofageal, dan terapi sebelumnya berupa

skleroterapi varises.

Hipertensi gastropati dikenali dengan gambaran khas kongestif mukosa

denga kapiler yang berdilatasi dan vena di mukosa dan submukosa

gaster. Pada gambaran endoskopi mukosa gaster tampak eritem dan

edematus dengan gambaran pola mosaik sering juga didefinisikan

dengan gambaran sisik ular. Pasien dengan hipertensi gastropati juga

biasanya mengalami anemia kronik dan acute blood loss.

Terapi utama yang dapat diberikan pada pasien dengan keluhan

hipertensi gastropati adalah dengan menurunkan aliran darah menuju

gaster dengan pemberian b blocker, okreotide, dan vasopresin. Studi

kecil yang pernah dilakukan menemukan hasil bahwa terdapat efikasi

penggunaan propanolo dalam menurunkan resiko perdarahan. Apabila

terapi farmakologi tidak berhasil maka dilakukan terapi TIPS.

 Peritonitis bakterial spontan

Infeksi yang terjadi pada cairan asites secara intraabdominal tanpa

disertai fokus infeksi. Biasanya bakteri penyebab infeksi adalah E. coli

yang merupakan flora normal usus.

 Sindrom hepato renal


40

Gangguan fungsi ginjal tanpa disertai kerusakan ginjal secara organik.


41

H. Penatalaksanaan

 Mempertahankan keseimbangan cairan, suhu, elektrolit, dan nutrisi

 Istirahat dan kurangi aktivitas fisik

 Diuretik spironolakton 100-200 mg/hari, furosemid 20 gr/kgbb/hari

 Dapat dilakukan pungsi asites 4-6 liter disertai dengan pemberian

albumin

 Laktulosa untuk mengeluarkan amonia.

 Neomisin untuk mengurangi bakteri penghasil amonia.

 Varises esofagus dapat diberikan beta bloker, saat perdarahan akut dapat

diberikan somatostatin atau okreotid diteruskan skleroterapi atau ligasi

endoskopi.

 Peritonitis bakterialis spontan dapat diberikan antibiotik golongan

sefalosporin generasi II atau cefotaxim dengan dosis 2 gram/8 jam selama

5 hari.

 Hipertensi gastropati dapat diberikan beta blocker atau terapi pengganti

berupa ligasi varises. Pada fase bleeding dapat diberikan okreotid atau

vasopresin berupa somatostatin.


42

BAB IV
ANALISIS KASUS

1. Apakah anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada

kasus ini sudah tepat ?

2. Apakah diagnosa kasus ini sudah tepat ?

3. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat ?

1. Apakah anamnesa, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang

pada kasus ini sudah tepat?

 Anamnesis

Anamnesis dilengkapi dengan identitas pasien, riwayat penyakit

pasien terdahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat keseharian..

Anamnesis dapat merujuk diagnosa sementara, yang dibuat

berdasarkan keluhan utama yang disampaikan oleh pasien.

Keluhan utama merupakan alasan yang menyebabkan pasien

datang ke rumah sakit.

 Keluhan Utama pasien adalah badan lemas dan BAB hitam

 Keluhan tambahan berupa kencing seperti teh pekat, nafsu

makan berkurang, mulut dan lidah terasa pahit, terkadang


43

sesak napas, perut semakin membesar, kaki bengkak, dan

berat badan semakin menurun

 Os memiliki riwayat sakit liver kronik yang tidak diobati

dan asam urat tinggi

 Os memiliki kebiasaan merokok aktif, kebiasaan

mengonsumsi alcohol disangkal, dan menggunakan

narkoba disangkal.

Dari data-data anamnesis sudah mengarah ke diagnosis diferensial

yang telah dipikirkan.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/70 mmHg

pada saat masuk, nadi 88 x/menit, pernapasan 20 x/menit, dan suhu

36,5o C conjungtiva anemis, sklera ikterik, perut sedikit cembung,

edem tungkai +/+.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan sudah tepat, yaitu dilakukan

pemeriksaan fisik head-toe, namun hasil yang di cantumkan masih

belum lengkap terutama berkaitan dengan temuan-temuan klinis

yang mengarah ke kecurigaan DD seperti mencari adakah

organomegali, efusi pleura, dll.

 Pemeriksaan Penunjang
44

Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan adalah pemeriksaan

darah lengkap, enzim hati, endoskopi, USG abdomen, dan uji

serologi. Dari hasil pemeriksaan USG abdomen didapatkan bahwa

os memiliki masalah pada urinary tract berupa nefrolitiasis dan

hidronefrosis sinistra grade III dan masalah pada hepar berupa

multifocal hepato celuler carcinoma lobus hepar dextra et sinistra

disertai dengan sirosis hepatis.

Berdasarkan hasil pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati dan

fungsi ginjal. Didapatkan Hb 9 yang menandakan kondisi anemia

akibat kekurangan darah dan LED sebesar 60 mm/jam yang dapat

mengindikasikan terjadinya proses infalamasi. Berdasarkan hasil

pemeriksaan fungsi hati didapatkan peningkatan SGOT dan SGPT

serta penurunan albumin. Hal ini mengindikasikan penurunan

fungsi hati akibat kerusakan sel-sel hepar. Berdasarkan

pemeriksaan fungsi ginjal terjadi sedikitt penurunan kreatinin dan

ureum yang normal. Hal ini menyatakan fungsi ginjal masih baik.

belum dilakukan pemeriksaan kadar alfa fetoprotein, alkali

fosfatase pasien dengan keluhan nyeri pada regio hipokondrium

dextra, hepar teraba keras dan bernodul untuk menyingkirkan

adanya keganasan. belum dilakukannya FNAB untuk menunjang

diagnosis dari gambaran radiologi yang menyatakan adanya


45

gambaran HCC pada pasien untuk menilai tingkat keparahan HCC

pasien.

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

dapat disimpulkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang yang dilakukan pada pasien ini sudah sangat tepat

namun harus lebih dimaksimalkan lagi.

2. Apakah diagnosa kasus ini sudah tepat?

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka

didiagnosa sudah yaitu varises esophagus + hipertensi gastropati berat +

asites et causa sirosis hepatis dengan diferensial diagnosis hepatitis kronik,

hepatoma, hepatoseluler karsinoma, setelah dipastikan melalui

pemeriksaan berbagai pemeriksaan penunjang. Walaupun ternyata

ditemukan temuan pada pasien berupa masalah pada saluran kencing

pasien berupa hidronefrosis grade III dan nefrolitiasis .

Berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan , anamnesi untuk Tn. S sudah

tepat, hanya saja perlu dicantumkan onset dan riwayat perjalanan penyakit

pasien, dan riwayat imunisasi pasien serta progresivitas keluhan dan gejala

yang dialami pasien.

 Dari anamnesis didapatkan Os mengaku memiliki riwayat sakit liver

menahun sehingga dapat menjadi salah satu etiologi dan faktor risiko

diagnosis yang akan ditegakkan walaupun faktor resiko untuk


46

terjadinya sirosis hepatis yang lain belum dapat digali dengan lengkap

seperti riwayat minum-minuman beralkohol, riwayat makan-makanan

berlemak, riwayat obat-obatan yang sering digunakan, dll.

 Dari anamnesis juga didapatkan kronologi perjalanan penyakit pasien

dari yang awalnya berupa mual, muntah, penurunan nafsu makan dan

berat badan, BAK bewarna kuning seperti teh kental, terkadang

disertai demam, sklera ikterik. Lalu gejala tersebut semakin

berkembang seiring berjalannya waktu seperti memiliki riwayat BAB

hitam, lalu kaki mulai bengkak, perut yang terasa sedikit membesar

dan lama-lama semakin nyata. Dari keluhuan ini, mengarah pada

kecurigaan gejala sirosis hepatis.

 Keluhan tersebut disertai keluhan lain berupa kencing bewarna

kemerahan, perut terasa sakit baik abdomen dan sekitar pinggang. Hal

ini mengarahkan pada gejala GUT.

 Jadi dapat disimpulkan diagnosis pada kasus ini sudah sangat tepat

3. Apakah penatalakansanaan kasus ini sudah tepat?

Pada kasus ini penanganan os dengan memberikan terapi baik terapi

farmakologi dan terapi nonfarmakologi sudah tepat.

 Rehidrasi cairan untuk memenuhi kebutuhan hati dengan pemberian

aminofusin hepar dan infus dextrose

 Pemberian preparan livola/neomisin untuk menurunkan kadar

amonia dalam darah sehingga dapat mencegah terjadinya perburukan

akibat ensefalopati hepatikum.


47

 Pemberian diuretik untuk meningkatkan drainage cairan untuk

mengurangi cairan yang terakumulasi. Dalam hal ini diuretik yang

diberikan dapat berupa furosemid dan spironolakton dengan

perbandingan 2:5

 Pemberian beta bloker seperti propanolol pada pasien, merupakan

cara untuk menurunkan peningkatan tekanan intravaskular dan

intrahepatik pembuluh darah sehingga mengurangi venodilatasi

pasien.

 Pemberian vasopresin untuk menghentikan perdarahan dengan cara

vasokontriksi pembulu darah pasien. Dalam hal ini preparat yang

digunakan adalah somatostatin. Dapat pula menggunakan preparat

okreotid.

 Adanya tindakan terapi pasca ligasi varises juga sudah tercantum

dengan baik.

 Penatalaksanaan pada pasien untuk sirosis hepatis sudah sangat baik.

Namun belum ada rencana tindak lanjut selanjutnya untuk mengatasi

temuan usg ginjal berupa gambaran hidronefrosis dan gambaran batu

ginjal pasien serta tindak lanjut untuk penanganan hepatoseluler

karsinoma pasien.

.
48

DAFTAR PUSTAKA

1. PAPDI. 2014. Buku ajar ilmu penyait dalam. Jakarta: interna publishing.

Braunwald E. Cirrhosis Hepatis. In: Kasper DL, Braunwald E,Fauci AS,

Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Editors. Harrison’s Principle of

Internal Medicine. 19th Edition. New York: McGraw Hill; 2017.

2. Feldman M, Friedman LS, Brandt LJ. Slesinger and Fordtran’s

Gastrointestinal and Liver Disease Pathophysiology/ Diagnosis/

Management. Newyork. Elsevier; 2015.

3. Grenberger NJ. Current Diagnosis and Treatment Gastroentrology,

Hepatology, and Endoscopy. Edisi Ke-3. Newyork. McGraw hill; 2015.

4. Hammer GD, Mcphee SJ. Pathophysiology of disease: An Introduction to

Clinical Medicine. Edisi ke-7. Newyork. McGraw Hill; 2014.

Anda mungkin juga menyukai