Referat Glaukoma Fakomorfik
Referat Glaukoma Fakomorfik
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2.1.1 Anatomi bola mata
Bola mata merupakan suatu struktur kistik yang dipertahankan oleh tekanan di
dalamnya sehingga tetap dalam keadaan bulat. Pusat kelengkungan maksimal
kurvatura anterior disebut polus anterior dan kurvatura posterior disebut polus
posterior. Dimensi bola mata orang dewasa mempunyai diameter anteroposterior
24 mm, diameter horizontal 23,5 mm, diameter vertikal 23 mm, dan volume 6,5 ml
(Khurana, 2007).
Bola mata dapat dibagi menjadi 2 segmen, yaitu segmen anterior dan segmen
posterior. Segmen anterior meliputi lensa dan struktur di depannya, yaitu iris,
korea, bilik mata depan, dan bilik mata belakang. Bilik mata depan dibatasi oleh
kornea pada bagian anterior dan iris serta corpus ciliaris pada bagian posterior.Bilik
mata depan mempunyai kedalaman 2.5 mm pada orang dewasa dan mengandung
0.25 ml aqueous humor. Bilik mata belakang dibatasi oleh permukaan belakang iris
dan corpus ciliaris pada bagian anterior dan lensa serta zonula Zinnii pada bagian
2
posterior, serta dibatasi oleh corpus ciliaris pada bagian lateral. Bilik mata belakang
mengandung 0.06 ml aqueous humor. Segmen posterior meliputi struktur di
belakang lensa, yaitu vitreous humor, retina, koroid, dan diskus optikus (Khurana,
2007).
3
Gambar 2.2 Sudut bilik mata depan dan struktur di sekitarnya (Vaughan et al., 2012)
4
2.1.5 Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskuler, tidak berwarna, dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa
tergantung pada zonula Zinnii di belakang iris yang menghubungkannya dengan
corpus ciliaris. 65 % lensa terdiri atas air, sekitar 35% nya protein. Selain itu,
terdapat sedikit mineral, seperti kalium, juga terdapat asam askorbat dan glutation.
Lensa tidak memiliki serat nyeri atau saraf (Vaughan et al., 2012).
3. Difusi
5
Transport aktif dari bahan – bahan tersebut menyebabkan terjadinya suatu
gradien osmotk yang memungkinkan aliran plasma ke posterior chamber.
6
Glaukoma adalah kumpulan penyakit dengan karakteristik umum berupa
neuropati optik yang berhubungan dengan hilangnya lapang pandang dengan
peningkatan tekanan intraokular (TIO) merupakan faktor risiko utama (Chusaida,
2013).
7
1. Blok pupil
Intumesensi lensa menyebabkan lensa dapat menyerap cukup
banyak cairan sewaktu mengalami perubahan – perubahan katarak
(katarak imatur) sehingga ukurannya membesar secara bermakna,
melewati batas bilik depan mata, dan menimbulkan sumbatan pupil
(Vaughan et al., 2012). Akibatnya, aliran aqueous humor terhambat,
aqueous humor tersebar di bilik mata belakang, mengakibatkan tekanan di
bilik mata belakang meningkat, mendorong iris perifer ke depan sehingga
sudut bilik mata depan tertutup (Nurwasis, 2006).
2. Tanpa blok pupil
Lensa yang membengkak dapat menimbulkan dorongan mekanik
pada permukaan iris ke arah depan sehingga terjadi penyempitan dan
penutupan lensa (Nurwasis, 2006).
3. Kombinasi
Blok pupil disertai dorongan iris ke depan (Nurwasis, 2006).
8
6. Iris mengalami perubahan warna.
7. Pupil semidilatasi, tidak reaktif terhadap cahaya maupun akomodasi.
8. Lensa katarak dan membengkak.
9. TIO meningkat secara bermakna.
10. Diskus optikus edematus dan hiperemi.
2.4.4 Diagnosis
Diagnosis diawali dengan anamnesa dengan keluhan mata merah, nyeri, dan
visus menurun. Kemudian, dari gambaran klinis dietmukan hiperemi siliar dan
konjungtiva, edema kornea, bilik mata depan dangkal, pupil iris midriasis, iris
bombans akibat blok pupil, lensa katarak imatur – matur, TIO sangat tinggi, dan
sudut bilik mata depan tertutup (Nurwasis, 2006).
Gambar 2.7 Perkiraan kedalaman bilik mata dengan penyinaran oblik (Vaughan et.al, 2012)
10
diskus tergeser ke arah nasal. Hasil akhir dari proses pencekungan glaukoma
adalah “bean-pot” yang tidak memperlihatkan jaringan saraf di bagian
terpinya (Vaughan et.al, 2012)
“Cup and disc ratio” adalah perbandingan antara ukuran cekungan
terhadap diameter diskus. Apabila terdapat kehilangan lapangan pandang atau
peningkatan tekanan intraokular, cup and disc ratio lebih dari 0,5 atau
terdapat asimetri yang bermakna antara kedua mata sangat diindikasikan atrofi
glaukomatosa. Bukti klinis lain adanya kerusakan neuron pada glaukoma
adalah atrofi lapisan serat saraf retina yang mendahului kelainan diskus
optikus (Vaughan et.al, 2012).
Penilaian diskus optikus dapat dilakukan dengan oftalmoskopi langsung
atau dengan pemeriksaan menggunakan lensa 78 dioptri atau lensa kontak
kornea khusus yang memberikan gambaran tiga dimensi (Vaughan et.al,
2012).
Gambar 2.8 Glaukoma stadium awal memperlihatkan takik fokal – inferior tepi neuroretina
(Vaughan et.al, 2012)
11
Pergeseran pembuluh darah ke nasal dan tampilan diskus optikus yang
bergaung (hollowed-out) (Vaughan et.al, 2012)
12
Gambar 2.11 Pemeriksaan defek lapangan pandang pada penderita glaukoma dengan
Humphrey analyzer (Olver, 2005)
2.4.6 Penatalaksanaan
13
1. Segera turunkan tekanan intraokular (TIO) dengan obat – obatan
(Nurwasis, 2006).
a. Bahan hiperosmotik
Obat – obat hiperosmotik digunakan untuk mengurangi tekanan
intraokular dengan membuat plasma jadi hipertonik terhadap aqueous
humor. Dosis semua obat rata – rata 1,5 g / kg (Vaughan et al., 2012).
1) Gliserin (Osmoglyn)
Gliserin umumnya diberikan per oral dalam larutan 50% dengan air
(1 ml gliserin beratnya 1,25 g). Dosisnya 1,5 g /kg. Efek hipotensif
maksimum tercapai dalam 1 jam dan bertahan 4 – 5 jam. Pemberian
per oral dan tidak terjadi efek diuretik adalah keuntungan gliserin
dibanding obat lain (Vaughan et al., 2012).
2) Mannitol (Osmitrol)
Sediaannya dalam bentuk larutan 5-25% untuk suntikan. Dosis 1,5 –
2 g / kg intravena, biasanya dengan kadar 20%. Efek hipotensif
maksimum terjadi dalam 1 jam dan bertahan 5 – 6 jam. Masalah
“overload” kardiovaskuler dan paru lebih sering terjadi pada obat
ini (Vaughan et.al, 2012).
14
1) Timolol maleate (Timopic, Betimol) (Vaughan et al., 2012)
Sediaan : larutan 0,25 % dan 0,5 % ; gel 0,25 % dan 0,5 %.
Dosis : 1 tetes larutan 0,25 % atau 0,5 % di setiap mata, diberikan 1
– 2 x sehari bila perlu. 1 tetes gel 1 x sehari.
Timolol maletae adalah obat β adrenergik antagonis non-selektif
yang diberikan secara topikal untuk beberapa jenis glaukoma
sekunder. Satu kali pakai dapat menurunkan tekanan intraokular
selama 12- 24 jam. Timolol tidak mempengaruhi ukuran pupil atau
tajam penglihatan. Penggunannya harus hati – hati pada penderita
yang diketahui kontraindikasi terhadap penggunaan sistemik obat β
adrenergik antagonis (misalnya asthma, gagal jantung).
2. Tindakan pembedahan
a. Bila katarak matur dan tensi sudah turun dengan obat, segera ekstraksi
katarak. Apabila tensi tidak turun dengan obat, dapat dilakukan
sklerostomi posterior untuk aspirasi viterous melalui pars plana untuk
menurunkan TIO, kemudian dilakukan ekstraksi katarak melalui
iridektomi perifer (Nurwasis, 2006).
b. Bila katarak imatur dan tensi dapat turun dengan obat, dilakukan laser
iridotomi atau iridektomi melalui kornea. Selanjutnya, gonioskopi
ulang, bila hasilnya sudut tertutup atau terbuka sempit, dilakukan
trabekulektomi. Apabila tensi tidak turun dengan obat, dilakukan bedah
filtrasi lebih dulu. Ekstraksi katarak dilakukan pada tahap berikutnya.
Operasi katarak diusahakan dengan insisi kecil melalui kornea untuk
mengurangi kerusakan konjungtiva (Nurwasis, 2006).
2.4.7 Prognosis
Tujuan terapi glaukoma adalah menghentikan kecepatan kerusakan visual.
Sampai saat ini, penurunan tekanan intraokular (TIO) masih merupakan terapi
utama. Beberapa pasien masih akan tetap mengalami kehilangan penglihatan
meski terdapat penurunan tekanan yang bermakna. Namun, penurunan tekanan
intraokular (TIO) dengan cepat menurunkan laju progresivitas secara bermakna.
Jika diagnosis terlambat ditegakkan, bahkan ketika telah terjadi kerusakan
penglihatan bermakna, mata kemungkinan besar mengalami kebutaan meski
15
diberikan terapi. Jika tekanan intraokular (TIO) tetap terkontrol setelah terapi akut
glaukoma sudut tertutup, maka kecil kemungkinannya terjadi kerusakan
penglihatan progresif. Demikian pula untuk glaukoma sekunder jika terapi
penyebab dasar menghasilkan penurunan tekanan intraokular (TIO) ke kisaran
normal (James, 2006).
16
BAB III
RINGKASAN
17
Prognosis untuk glaukoma sekunder, jika terapi penyebab dasar dapat menghasilkan
penurunan tekanan intraokular (TIO) ke kisaran normal dan dilakukan dengan cepat akan
menurunkan laju progresivitas secara bermakna. Namun, jika diagnosis terlambat ditegakkan
terutama setelah terjadi kerusakan penglihatan, kemungkinan besar mengalami kebutaan
meski diberikan terapi (James, 2006).
18
DAFTAR PUSTAKA
Chusaida, Ululil, 2013, Glaukoma dalam Buku Ajar Kepaniteraan Klinik SMF Mata RSU
Haji Surabaya. Surabaya : RSU Haji.
James, Bruce, Chew Chris, Bron, Anthony, 2006, Lecture Notes Oftalmologi Edisi
Kesembilan. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Khurana, A.K., 2007, Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition. New Delhi : New Age
International.
Nurwasis, Komaratih, Evelyn, 2006, Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag / SMF Ilmu
Penyakit Mata Edisi III. Surabaya : Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo
Nurwasis, Komaratih, Evelyn, Primitasari, Yulia, 2013, Glaukoma dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Mata. Surabaya : Airlangga University Press.
Olver, Jane, Cassidy, Lorraine, 2005, Ophthalmology at a Glance. USA : Blackwell Science.
19