Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

Tumor usus halus jarang terjadi, sebaliknya tumor usus besar (kolon) atau
rectum relatif umum. Adenokarsinoma dari usus besar dan rektum adalah
termasuk dalam tiga keganasan yang paling umum dijumpai sebagai kanker baru
dan penyebab kematian baik pada pria (setelah prostat dan paru-paru / bronkus)
dan wanita ( setelah payudara dan paru-paru / bronkus) di Amerika Serikat.1
Diperkirakan bahwa pada tahun 2015, ada 106.100 kasus baru kanker usus besar
(552. 010 pria dan 54.090 wanita) dan 40.870 kasus baru kanker rektal (23.580
pria dan 17.290 wanita) didiagnosis. Pada tahun 2015, 49.920 orang Amerika
(25.240 pria dan 24.680 wanita) diperkirakan meninggal akibat kanker kolorektal.
Di Amerika Serikat menempati urutan kedua untuk kanker organ visceral dan
20% dari kematian karena penyakit kanker adalah akibat kanker kolorektal.1,2
Karsinoma kolorektal banyak terdapat di Eropa Barat, Amerika Utara. Di
Asia, banyak terdapat di Jepang, diduga karena perbedaan pola hidup dan
makanan. Beberapa faktor antara lain lingkungan, genetik dan immunologi
merupakan faktor predisposisi tumbuhnya kanker kolon, di samping bahan
karsinogen, bakteri dan virus. Menurut Petrek, lokasi keganasan kolorektal
terbanyak pada rektum (22%), rekto sigmoid (8%), sigmoid (20%), kolon
desenden (12%), flexura lienalis (8%), kolon tranversum (6%), flexura hepatika
(4%), kolon asenden (6%), cecum (12%),appendix (2%).2 Gejala klinik karsinoma
kolorektal tergantung dari lokasi tumor. Kanker cecum dan kolon asenden
biasanya tidak memberikan gejala obstruksi, sedangkan kanker rekto sigmoid
dapat menyumbat lumen atau berdarah. Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa
setiap tahunnya, kira-kira setengah dari jumlah tersebut meninggal setiap
tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat diselamatkan dengan
diagnosis dini dan tindakan segera.1
Hal inilah yang melatarbelakngi pembuatan refleksi kasus tumor colon di
RSU. Anutapura Palu.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Neoplasma adalah pertumbuhan baru (atau tumor) massa yang tidak
normal akibat proliferasi sel yang beradaptasi tanpa memiliki keuntungan dan
tujuan. Neoplasma terbagi atas jinak atau ganas. Neoplasma ganas disebut
juga sebagai kanker. Jika menyerang kolon, maka disebut kanker kolon, bila
mengenai di rektum, maka disebut kanker rektum. Bila mengenai kolon
maupun rektum maka disebut kanker kolorektal.3,4

2.2 TUMOR JINAK


Tumor jinak pada kolon atau bisa disebut polip adalah petumbuhan
jaringan yang menonjol ke dalam lumen traktus gastrointestinal. Secara
umum ,terdapat 2 tipe polip jinak yaitu polip non-neoplastik dan polip
neoplastik. Polip non-neoplastik terdiri dari hamartoma, polip hyperplastik
dan polip inflamasi. Polip neoplastik terdiri dari berbagai macam polip
adenomatous dan poliposis coli herediter.5
2.2.1 Polip
1. Polip non-neoplastik
a. Hamartoma
Hamartoma dikarakteristikkan dengan pertumbuhan
yang berlebihan dari komponen colon normal seperti epitel
dan jaringan penghubung. Hamartoma tidak mempunyai
potensi keganasan dan kurang atipik atau invasi. Polip
Juvenil, Sindroma Cronkhite-Canada, Sindroma Peutz-
Jeghers mempunyai karakteristik hamartoma.5
 Polip Juvenil
Terdapat pada anak-anak, kadang-kadang pada
dewasa, dan ditemukan pada seluruh colon. Biasanya
tumor mengalami regresi spontan dan tidak bersifat

2
ganas. Gejala klinis utama adalah perdarahan spontan,
kadang disertai lendir; karena selalu bertangkai, dapat
menonjol keluar dari anus pada saat defekasi; nyeri
abdomen karena autoamputasi polip atau intussussepsi.
Karena bisa mengalami regresi spontan, terapinya tidak
perlu agresif.5
 Sindroma Cronkhite-Canada
Dikarakteristikan dengan poliposis
gastrointestinal yang menyeluruh, hiperpigmentasi
kulit, alopecia, dan distrofi kuku. Kelainan ini tidak
diturunkan secara genetik. Onset rata-rata pada umur 60
tahun. Predileksi polip yang paling sering di gaster dan
colon, jarang pada oesophagus dan usus halus. Gejala
klinisnya adalah nyeri abdomen, diare, perdarahan,
anorexia sehingga terjadi penurunan berat badan,
malabsorbsi, dan anemia. Remisi terjadi spontan atau
setelah pemberian terapi medikamentosa atau
gastrectomy parsial. Penatalaksanaan dengan
polipectomy untuk diagnosis dan terapi suportif.5
 Sindroma Peutz-Jeghers
Dikarakteristikan dengan poliposis
gastrointestinal yang menyeluruh dan area pigmentasi
pada mukokutan. Sindroma ini diturunkan melalui gen
autosomal dominan. Seluruh traktus gastrointestinal
dapat terkena, namun paling sering di usus halus.
Onsetnya pada usia muda, antara 10-30 tahun. Gejala
klinik berupa muntah, perdarahan, nyeri abdomen.
Pembedahan merupakan terapi konservatif untuk
mengatasi gejala sekunder akibat ulserasi polip,
obstruksi atau intussussepsi. Progresifitas ke arah
keganasan jarang terjadi. Beberapa pasien mempunyai

3
kecenderungan timbulnya keganasan pada organ lain
seperti pankreas, payudara, dan ovarium.4,5
b. Polip hiperplastik
Merupakan polip kecil yang berdiameter kurang
dari 5 mm yang berasal dari epitel mukosa yang
hiperplastik. Dikenal juga sebagai polip metaplastik. Tipe
ini merupakan polip colon yang paling sering. Polip
hiperplastik sendiri adalah non-neoplastik, namun sering
ditemukan pada pasien carcinoma colon. Etiologinya belum
jelas, diduga karena infeksi virus. Umumnya polip ini tidak
bergejala, tetapi disarankan dilakukan polypectomy dan
dibiopsi untuk diagnosis histologik.5
c. Polip inflamasi
Tipe polip ini dapat singel atau multipel. Bila
multipel, biasanya terdapat inflammatory bowel disease.
Polip sebaiknya dibuang dan diperiksa secara patologis.
Jika terdapat colitis ulseratif aktif maka harus diterapi.4,5
2. Polip neoplastik
a. Polip adenomatous
Neoplastik polip atau adenomatous polip berpotensial
berdegenerasi maligna dan berdasarkan WHO diklasifikasikan sebagai
tubular adenoma, tubulovillous adenoma dan villous adenoma. Tujuh
puluh persen dari polip berupa adenomatous, dimana 75%-85% tubular
adenoma, 10%-25% tubulovillous adenoma dan villous adenoma
dibawah 5%.5
 Adenoma Tubular
Adenoma tubular pada umumnya pedunculated tetapi dapat
pula tumbuh flat. Mikroskopis berupa proliferasi kripti yang
dilapisi epitel kolumner yang displastik. Pada perjalanannya bentuk
tubular dapat dapat membentuk cabang-cabang. Lamina propria
bersebukan pada limfosit, sel plasma dan eosinofil.5

4
Gambar 5 Adenoma Tubular
 Adenoma Villosum
Berupa proliferasi kelenjar yang membentuk pola seperti
jari-jari atau berupa papilla-papilla runcing.Papilla dilapisi sel
epitel yang displastik.6

Gambar 6 Adenoma Villosum

 Adenoma Tubulovillosum
Merupakan bentuk campuran bentuk tubular dan villi,
dapat juga berupa struktur adenoma villosum yang mengandung
struktur tubuler.Pada adenoma tipe ini struktur villi berkisar
antara 35-75 %.4

5
Gambar 7 Adenoma Tubulovillosum

Patofisiologi adenoma dikarakteristikan sebagai


proliferasi berlebihan dengan maturasi sel yang lambat.
Normalnya sel epitel mukosa colon diganti setiap 4 sampai 8
hari, dengan keseimbangan antara pembentukan dan kematian
sel, dan migrasi dari 2/3 basal kripta colon. Pada adenoma,
proliferasi juga terjadi pada bagian atas kripta dengan akumulasi
sel pada permukaan luminar.4
Kebanyakan pasien dengan polip adenoma adalah
asimptomatik, namun dapat juga terdapat hematochezia,
obstruksi, nyeri, mucus discharge, atau diare. Kebanyakan polip
ini ditemukan secara kebetulan.5

Dewasa ini, hipotesis yang diterima adalah bahwa


kebanyakan carcinoma colon berasal dari adenoma benign
sebelumnya. Predileksi tersering pada adenoma dan carcinoma
adalah di colon distal dan caecum. Carcinoma timbul dari
adenoma yang tak diterapi. Adenoma yang lebih dari 15 tahun
akan berisiko menjadi carcinoma. Sering terdapat koeksistensi
antara bekas adenoma dengan carcinoma colon. Deteksi dini dan
pembuangan polip adenoma diharapkan dapat menurunkan
insidensi carcinoma colon.4

6
2.2.2 Inherited Colorectal Carcinoma
a. Familial adenomatous poliposis (FAP)

Merupakan kelainan herediter yang diturunkan


secara autosomal dominan. Gambaran utamanya adalah
polip adenoma difus pada seluruh traktus gastrointestinal
bagian bawah. Biasanya timbul pada dekade kedua, namun
dapat juga timbul lebih awal. Kelainan ini berpotensi
menjadi keganasan, dimana jika tidak diterapi, maka
insidensi perubahan keganasan adalah 100%. Usia rata-rata
diagnosis carcinoma adalah 40 tahun, namun dapat juga
didiagnosis pada awal dekade pertama. Perjalanan penyakit
dihambat dengan pembuangan colon yang terkait secepat
dan seagresif mungkin sebelum onset keganasan.
Proctocolectomy total dengan anastomosis ileal pouch-anal
dapat mencegah carcinoma colorectal dan menyediakan
jalur untuk defekasi. Alternatif lainnya adalah colectomy
subtotal dengan ileoproctostomy, jika tidak ada polip pada
rectum. Keluarga pasien perlu diperiksa dengan
proctoscopy setiap tahunnya mulai dari usia 10 tahun,
sehingga diagnosis dan terapi yang cepat dapat mencegah
carcinoma colorectal.5,6

b. Sindroma Gardner’s Adalah kelainan yang di turunkan


secara dominan, yang di tandai oleh trias adenoma kolon,
tumor tulang (oseoma) dan tumor jaringan lunak (lipoma,
kista sebaea, fibroma, fibrosarkoma). Gambaran penyerta
lain mencangkup fibrosis retroperineum, gigi tambahan
serta kecenderungan ke arah perkembangan karsinoma
tiroidea, glandula adrenal dan duodenum dalam daerah
ampula vater.5

7
c. Sindroma Turcot’s
Sindroma Turcot menunjukan hubungan yang
jarang antara adenoma kolon dengan berbagai tumor di
sistem saraf pusat. Polip mempunyai frekuensi trasformasi
keganasan yang tinggi. Lesi sistem saraf pusat mencangkup
medulablastoma, ependimoma dan ganglioblastoma. Cara
penularan dianggap autosom resesif walaupun hal ini belum
jelas.6

d. Penatalaksanaan3,5

Polip berpedunkulasi ukuran apapun dan polip sesil


kurang dari 2 cm biasanya dapat di buang menggunakan
jerat kauter dengan kolonoskopi. Walaupun polip sesil yang
lebih besar dapat di eksisi secara segmental melalui
kolonoskop, namun pendekatan ini mungkin tidak ideal
karna banyak yang bersifat kanker dan resiko komplikasi
selama pembuangan meningkat secara bermakna. Karena
juga ada resiko yang terlibat dalam laparatomi dan eksisi,
maka tiap pasien harus di pertimbangkan secara sendiri-
sendiri. Setelah polipektomi endoskopi, pasien harus
diperiksa secara periodik. Biasanya kolonoskopi ulang di
lakukan 1 tahun kemudian dan 3 tahun setelah itu untuk
mencari lesi baru atau tambahan. Jika pasien menderita
adenoma majemuk maka kolonoskopi di lakukan setiap
tahun. Jika laparatomi diperlukan untuk eksisi, setelah
memaparkan kolon, polip dan dinding kolon di insisi pada
tempat polip. Kemudian polip di buang dan kolotomi di
tutup. Kolektomi segmental jarang di perlukan dan bahkan
jika ditemukan perubahan ganas di ujung polip, jika polip
tidak menembus lamina muskularis mukosa, maka tidak

8
perlu di lakukan tindakan lebih lanjut. Jika kanker telah
menembus lamina muskularis mukosa dan invasi pemuluh
limfe telah terlihat, jika kanker berdifrensiasi buruk atau
jika telah meluas ketepi eksisi pada kolonoskopi maka
laparatomi tindak lanjut dengan reseksi segmental seperti
rutin di gunakan untuk adenokarsinoma kolon adalah tepat.
5,6

2.3 TUMOR GANAS COLON


2.3.1 Definisi
Karsinoma kolon/usus besar adalah tumbuhnya sel kanker yang
ganas di dalam permukaan usus besar atau rektum (Boyle & Langman,
2000 : 805). Karsinoma kolon adalah pertumbuhan sel yang bersifat
ganas yang tumbuh pada kolon dan menginvasi jaringan sekitarnya
(Tambayong, 2000 : 143). Kanker kolon adalah suatu bentuk keganasan
dari masa abnormal/ neoplasma yang muncul dari jaringan
ephitalialdari kolon 6.
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
karsinoma kolon adalah suatu pertumbuhan tumor yang bersifat ganas
dan merusak sel DNA dan jaringan sehat disekitar kolon (usus besar).
Bisa mengenai organ apa saja di tubuh manusia, bila menyerang di
kolon, maka disebut kanker kolon, bila mengenai di rektum, maka
disebut kanker rektum. Bila mengenai kolon maupun rektum maka
disebut kanker kolorektal.6

2.3.2 Epidemiologi
Di dunia kanker kolon menduduki peringkat ketiga pada tingkat
insiden dan mortalitas. Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta
insiden kanker kolon dengan tingkat mortalitas lebih dari 50%. 9,5%
pria penderita kanker terkena kanker kolon, sedangkan pada wanita
angkanya mencapai 9,3% dari total jumlah penderita kanker. Angka

9
insiden tertinggi terdapat pada Eropa, Amerika, Australia dan Selandia
baru, sedangkan angka insiden terendah terdapat pada India, Amerika
Selatan dan Arab Israel. Didapatkan suatu hubungan yaitu 1) terdapat
perbedaan insiden pada pria dan wanita yang berusia lanjut, yang
meningkat seiring dengan usia 2) meningkatnya insiden kanker kolon
seiring dengan kepadatan penduduk 3) rendahnya insiden pada pria
yang belum pernah menikah.6,7
Kanker kolon merupakan salah satu dari lima kanker yang paling
sering terdapat pada pria maupun wanita. Di Indonesia terdapat
kenaikan jumlah kasus kanker kolon, data di Departemen Kesehatan
didapati angka 1,8 per 100 ribu penduduk. Sejak tahun 1994-2003,
terdapat 372 keganasan kolorektal yang datang berobat ke RS Kanker
Dharmais (RSKD). Berdasarkan data rekam medik hanya didapatkan
247 penderita dengan catatan lengkap, terdiri dari 203 (54,57%) pria
dan 169 (43,45%) wanita berusia antara 20-71 tahun.4,6

Gambar 8 Insiden Kanker di Indonesia

10
2.3.3 Etiologi dan Faktor Resiko

1. Kelainan di kolon
a. Polip
Polip telah diketahui potensial untuk menjadi kanker
kolorektal. Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan sebuah
proses yang bertahap, dimana proses dimulai dari hiperplasia sel
mukosa, pembentukan adenoma, perkembangan dari displasia
menuju transformasi maligna dan invasif kanker. Aktifasi
onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan kromosomal deletion
memungkinkan perkembangan dari formasi adenoma,
perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif
karsinoma.7
Neoplastik polip atau adenomatous polip berpotensial
berdegenerasi maligna; dan berdasarkan WHO diklasifikasikan
sebagai tubular adenoma, tubulovillous adenoma dan villous
adenoma. Tujuh puluh persen dari polip berupa adenomatous,
dimana 75%-85% tubular adenoma, 10%-25% tubulovillous
adenoma dan villous adenoma dibawah 5%.7

Gambar 9: Adenomatous Polip


Displasia dapat dikategorikan menjadi low atau high
grade. Enam persen dari adenomatous polip berupa high grade
displasia dan 5% didalamnya berupa invasif karsinoma pada
saat terdiagnosa. Potensi malignansi dari adenoma berkorelasi
dengan besarnya polip, tingkat displasia, dan umur. Polip yang

11
diameternya lebih besar dari 1 cm, berdisplasia berat dan secara
histologi tergolong sebagai villous adenoma dihubungkan
dengan risiko tinggi untuk menjadi kanker kolorektal. Polip
yang berukuran kecil (<1 cm) tidak berhubungan dengan
meningkatnya timbulnya kanker kolorektal. Insiden dari kanker
meningkat dari 2,5-4 kali lipat jika polip lebih besar dari 1 cm,
dan 5-7 kali lipat pada pasien yang mempunyai multipel polip.
Waktu yang dibutuhkan untuk menjadi malignansi tergantung
beratnya derajat displasia.6,7

b. Idiopathic Inflammatory Bowel Disease


- Ulseratif Kolitis
Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk
kanker kolon, sekitar 1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik
ulseratif kolitis. Risiko perkembangan kanker pada pasien ini
berbanding terbalik pada usia terkena kolitis dan berbanding lurus
dengan keterlibatan dan keaktifan dari ulseratif kolitis. Risiko
kumulatif adalah 2% pada 10 tahun, 8% pada 20 tahun, dan 18%
pada 30 tahun. Pendekatan yang direkomendasikan untuk
seseorang dengan risiko tinggi dari kanker kolorektal pada ulseratif
kolitis dengan mengunakan kolonoskopi untuk menentukan
kebutuhan akan total proktokolektomi pada pasien dengan kolitis
yang durasinya lebih dari 8 tahun.8
- Penyakit Crohn’s
Pasien yang menderita penyakit crohn’s mempunyai risiko
tinggi untuk menderita kanker kolorektal tetapi masih kurang jika
dibandingkan dengan ulseratif kolitis. Keseluruhan insiden dari
kanker yang muncul pada penyakit crohn’s sekitar 20%. Pasien
dengan striktur kolon mempunyai insiden yang tinggi dari
adenokarsinoma pada tempat yang terjadi fibrosis. Telah

12
dilaporkan juga bahwa squamous sel kanker dan adenokarsinoma
meningkat pada fistula kronik pasien dengan crohn’s disease.8

2. Faktor Genetik
a. Riwayat Keluarga
Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien
dengan riwayat kanker kolorektal pada keluarga terdekat.
Seseorang dengan keluarga terdekat yang mempunyai kanker
kolorektal mempunyai kemungkinan untuk menderita kanker
kolorektal dua kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan
seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker kolorektal pada
keluarganya.7
b. Herediter Kanker Kolorektal
Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi
dari normal menuju mukosa kolon yang maligna. Sekitar setengah
dari seluruh karsinoma dan adenokarsinoma yang besar
berhubungan dengan mutasi. Langkah yang paling penting dalam
menegakkan diagnosa dari sindrom kanker herediter yaitu riwayat
kanker pada keluarga. Mutasi sangat jarang terlihat pada adenoma
yang lebih kecil dari 1 cm. Allelic deletion dari 17p ditunjukkan
pada ¾ dari seluruh kanker kolon, dan deletion dari 5q
ditunjukkan lebih dari 1/3 dari karsinoma kolon dan adenoma
yang besar. Dua sindrom yang utama dan beberapa varian yang
utama dari sindrom ini menyebabkan kanker kolorektal telah
dikenali karakternya. Dua sindrom ini, dimana mempunyai
predisposisi menuju kanker kolorektal memiliki mekanisme yang
berbeda, yaitu familial adenomatous polyposis (FAP) dan
hereditary non polyposis colorectal cancer (HNPCC).7,8
3. Diet
Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet
rendah serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal

13
pada kebanyakan penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang
tidak menunjukkan adanya hubungan antara serat dan kanker
kolorektal.
Ada dua hipotesis yang menjelaskan mekanisme hubungan
antara diet dan resiko kanker kolorektal. Teori pertama adalah
pengakumulasian bukti epidemiologi untuk asosiasi antara resistensi
insulin dengan adenoma dan kanker kolorektal. Mekanismenya adalah
menkonsumsi diet yang berenergi tinggi mengakibatkan perkembangan
resistensi insulin diikuti dengan peningkatan level insulin, trigliserida
dan asam lemak tak jenuh pada sirkulasi. Faktor sirkulasi ini mengarah
pada sel epitel kolon untuk menstimulus proliferasi dan juga
memperlihatkan interaksi oksigen reaktif. Pemaparan jangka panjang
hal tersebut dapat meningkatkan pembentukan kanker kolorektal.
Hipotesis kedua adalah identifikasi berkelanjutan dari agen yang secara
signifikan menghambat karsinogenesis kolon secara experimental. Dari
pengamatan tersebut dapat disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya
fungsi pertahanan lokal epitel disebabkan kegagalan diferensiasi dari
daerah yang lemah akibat terpapar toksin yang tak dapat dikenali dan
adanya respon inflamasi fokal, karakteristik ini didapat dari bukti
teraktifasinya enzim COX-2 dan stres oksidatif dengan lepasnya
mediator oksigen reaktif. Hasil dari proliferasi fokal dan mutagenesis
dapat meningkatkan resiko terjadinya adenoma dan aberrant crypt foci.
Proses ini dapat dihambat dengan (a) demulsi yang dapat memperbaiki
permukaan lumen kolon; (b) agen anti-inflamasi; atau (c) anti-oksidan.
Kedua mekanisme tersebut, misalnya resistensi insulin yang berperan
melalui tubuh dan kegagalan pertahanan fokal epitel yang berperan
secara lokal, dapat menjelaskan hubungan antara diet dan resiko kanker
kolorektal.6,7
4. Gaya Hidup
Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai
risiko tiga kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak

14
untuk yang besar. Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan
dengan risiko dua setengah kali untuk menderita adenoma yang
berukuran besar. Pemakaian alkohol juga menunjukkan hubungan
dengan meningkatnya risiko kanker kolorektal.6
Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara
aktifitas, obesitas dan asupan energi dengan kanker kolorektal. Pada
percobaan terhadap hewan, pembatasan asupan energi telah
menurunkan perkembangan dari kanker. Interaksi antara obesitas dan
aktifitas fisik menunjukkan penekanan pada aktifitas prostaglandin
intestinal, yang berhubungan dengan risiko kanker kolorektal. The
Nurses Health Study telah menunjukkan hubungan yang berkebalikan
antara aktifitas fisik dengan terjadinya adenoma, yang dapat diartikan
bahwa penurunan aktifitas fisik akan meningkatkan risiko terjadinya
adenoma.7
5. Usia
Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut (≥ 65 thn)
pria dan wanita adalah 61% dan 56%. Frekuensi kanker pada pria
berusia lanjut hampir 7 kali (2158 per 100.000 orang per tahun) dan
pada wanita berusia lanjut sekitar 4 kali (1192 per 100.000 orang per
tahun) bila dibandingkan dengan orang yang berusia lebih muda (30-
64 thn). Peningkatan resiko kanker kolorektal meningkat sesuai
dengan usia.8
Menurut WHO, faktor resiko kanker kolorektal :
1. Berusia > 50 tahun
2. Sindroma adenomatous popilposis (familial, hamartomatous
poliposis dan Peutz jagers sindrom)
3. Riwayat kanker kolorektal pada keluarga
4. Inflamatory bowel disease
5. Riwayat menderita kanker kolorektal
6. Riwayat menderita polip kolrektal

15
2.3.4 Letak
Sekitar 75% carcinoma colorectal ditemukan di rectosigmoid.2,7
Letak ` Persentase
Caecum dan colon ascendens 25
Colon transversum 10
Colon descendens 15
Rectosigmoid 50
Tabel 1. carcinoma colon

2.3.5 Klasifikasi
Sistem Dukes

Derajat keganasan karsinoma kolon dan rektum berdasarkan


gambaran histologik dibagi menurut klasifikasi Dukes. Klasifikasi Dukes
dibagi berdasarkan dalamnya infiltrasi karsinoma di dinding usus.5,7

Dukes Dalamnya infiltrasi Prognosis hidup setelah 5


tahun
A Terbatas di dinding usus 97%
B Menembus lapisan muskularis mukosa 80%
C Metastasis kelenjar limfe
C1 Beberapa kelenjar limfe dekat tumor 65%
primer
C2 Dalam kelenjar limfe jauh 35%
D Metastasis jauh <5%

Tabel 2. Sistem Dukes


Stadium O menunjukkan cancer in situ. Sel kanker hanya terdapat
di dalam mukosa kolon. Pada umumnya kanker kolon pada tahap ini dapat
ditangani dengan polypectomy (menghilangkan massa jaringan yang
berkembang di dalam dinding).5

16
Gambar 10 Kanker stadium 0

Pada kanker stadium I, kanker telah tumbuh melewati mukosa dan


menginvasi lapisan otot kolon dan rectum. Kanker belum menyebar ke
jaringan sekitar atau limfonodi (T1 atau T2, N0, M0).7

Gambar 11 Kanker stadium I

Pada kanker stadium IIa, sel kanker telah menyebar melewati


dinding kolon dan rektum dan mungkin telah menyebar ke jaringan sekitar.
Kanker belum menyebar ke limfonodi terdekat (T3, N0, M0). Pada

17
stadium IIb, sel kanker telah menyebar melewati kolon atau rektum.
Kanker belum menyebar ke limfpnodi terdekat (T4, N0, M0).5

Gambar 12. Kanker stadium IIa dan b


Pada stadium IIIa, sel kanker telah tumbuh melewati batas dalam
atau masuk ke lapisan otot saluran cerna dan satu sampai tiga limfonodi,
tetapi belum menyebar ke bagian tubuh yang lain (T1 atau T2, N1, M0).5

Gambar 13 Kanker stadium IIIa

18
Pada stadium IIIb, sel kanker telah tumbuh melewati dinding
saluran cerna atau organ sekitar dan terdapat pada satu sampai tiga
limfonodi, tetapi belum menyebar ke bagian tubuh yang lain (T3 atau T4,
N1, M0).5

Gambar 14 Kanker stadium IIIb


Pada stadium IIIc, sel kanker (semua ukuran) telah menyebar pada
empat atau lebih limfonodi, tetapi tidak pada organ distal tubuh. (semua T,
N2, M0).5

Gambar 15 Kanker stadium IIIc

19
Pada stadium IV, sel kanker telah metastasis ke bagian distal tubuh,
seperti hati dan paru-paru (semua T, semua N, M1)7

Gambar 16 Kanker stadium IV

Sistem TNM

The American Joint Committee on Cancer (AJCC) dan the International


Union Against Cancer (IUAC) mengklasifikasikan karsinoma kolon dan rektum
menggunakan sistem TNM. Klasifikasi TNM untuk kanker kolon dan rektum
(AJCC):7

 Tumor primer (T)


- TX : Tumor primer sulit dinilai atau kedalaman penetrasi tidak spesifik
- T0 : Tidak ada bukti adanya tumor primer
- Tis : Carcinoma in situ (mukosal); intraepithelial atau invasio pada
lamina propria
- T1 : Tumor menginvasi submukosa

20
- T2 : Tumor menginvasi muscularis propria
- T3 : Tumor menginvasi melalui muscularis propria ke dalamsubserosa
atau ke dalam perikolik nonperitonial atau jaringan perirektal
- T4 : Tumor secara langsung menginvasi organ lain atau struktur dan
atau perforasi peritoneum viseral.

 Limfonodi regional (N)


- NX : Limfonodi regional tidak dapat dinilai
- N0 : Tidak ada metastasis limfonodi regional
- N1 : Metastasis pada 1-3 limfonodi perikolik atau perirektal
- N2 : Metastasis pada 4 atau lebih limfonodi perikolik atau
perirektal
- N3 : Metastasis pada semua limfonodi yang ada dalam tubuh

 Metastasis jauh (M)


- MX : Adanya metastasis tidak dapat dinilai
- M0 : Tidak ada metastasis jauh
- M1 : Metastasis jauh
Perbandingan Klasifikasi TNM Staging System dengan klasifikasi Dukes
Stadium T N M Dukes
Stadium
I Tis N0 M0 A
T1 N0 M0
T2 N0 M0
II T3 N0 M0 B
T4 N0 M0
III Any T N1 M0 C
Any T N2, N3 M0
IV Any T Any N M1
Tabel 3. Perbandingan TNM & Duke

21
2.3.6 Patologi
Secara makroskopis terdapat 3 tipe carcinoma colorectal. Tipe
polipoid atau vegetatif tumbuh menonjol ke dalam lumen usus.,
berbentuk bunga kol dan terutama ditemukan di caecum dan colon
ascendens. Tipe skirus mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi
stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di colon descendens,
sigmoid dan rectum. Bentuk ulceratif terjadi karena nekrosis di bagian
sentral, terdapat di rectum. Pada tahap lebih lanjut, sebagian besar
carcinoma colon dapat mengalami ulserasi dan menjadi ulcus maligna.2,7

2.3.7 Patofisiologi
Secara umumnya dinyatakan bahwa untuk perkembangan
karsinoma kolon merupakan interaksi anatara faktor lingkungan dan
genetik. Faktor lingkungan multiple beraksi terhadap predisposisi genetik
atau defek yang didapat dan berkembang menjadi karsinoma kolon.
Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap,
dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa, adenoma formation,
perkembangan dari displasia menuju transformasi maligna dan invasif
kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen, dan kromosomal
deletion memungkinkan perkembangan dari formasi adenoma,
perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif karsinoma.6
Ada tiga kelompok utama gen yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan
sel yaitu proto-onkogen, gen penekan tumor (Tumor Suppresor Gene =
TSG), dan gen gatekeeper. Proto-onkogen menstimulasi dan meregulasi
pertumbuhan dan pembelahan sel. TSG menghambat pertumbuhan sel
atau menginduksi apoptosis (kematian sel yang terprogram). Kelompok
gen ini dikenal sebagai anti-onkogen, karena berfungsi melakukan
kontrol negatif (penekanan) pada pertumbuhan sel. Gen p53 merupakan
salah satu dari TSG yang menyandi protein dengan berat molekul 53
kDa. Gen p53 juga berfungsi mendeteksi kerusakan DNA, menginduksi
reparasi DNA. Gen gatekeeper berfungsi mempertahankan integritas

22
genomik dengan mendeteksi kesalahan pada genom dan
memperbaikinya. Mutasi pada gen-gen ini karena berbagai faktor
membuka peluang terbentuknya kanker. 5,9
Pada keadaan normal, pertumbuhan sel akan terjadi sesuai dengan
kebutuhan melalui siklus sel normal yang dikendalikan secara terpadu
oleh fungsi proto-onkogen, TSG, dan gen gatekeeper secara seimbang.
Jika terjadi ketidakseimbangan fungsi ketiga gen ini, atau salah satu tidak
berfungsi dengan baik karena mutasi, maka keadaan ini akan
menyebabkan penyimpangan siklus sel. Pertumbuhan sel tidak normal
pada proses terbentuknya kanker dapat terjadi melalui tiga mekanisme,
yaitu perpendekan waktu siklus sel, sehingga akan menghasilkan lebih
banyak sel dalam satuan waktu, penurunan jumlah kematian sel akibat
gangguan proses apoptosis, dan masuknya kembali populasi sel yang
tidak aktif berproliferasi ke dalam siklus proliferasi. Gabungan mutasi
dari ketiga kelompok gen ini akan menyebabkan kelainan siklus sel, yang
sering terjadi adalah mutasi gen yang berperan dalam mekanisme kontrol
sehingga tidak berfungsi baik, akibatnya sel akan berkembang tanpa
kontrol (yang sering terjadi pada manusia adalah mutasi gen p53).
Akhirnya akan terjadi pertumbuhan sel yang tidak diperlukan, tanpa
kendali dan karsinogenesis dimulai.9

23
Gambar 17: Adenoma Carcinoma Sequences

2.3.8 Manifestasi Klinis 7,8


Tanda dan gejala dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak
spesifik. Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal berhubungan
dengan besar dan lokasi dari tumor. Gejala klinis karsinoma pada kolon
kiri berbeda dengan kolon kanan. Karsinoma kolon kiri sering bersifat
skirotik sehingga lebih banyak menimbulkan gejala obstruksi dan
stenosis, terlebih karna feses sudah menjadi padat. Pada karsinoma kolon
kanan jarang terjadi stenosis dan feses masih cair sehingga tidak ada
factor obstruksi.7
Kolon kanan memiliki kaliber yang besar, tipis dan dinding
distensi serta isi fecal ialah air. Karena fitur anatomisnya, karsinoma
kolon kanan dapat tumbuh besar sebelum terdiagnosa. Pasien sering
mengeluh lemah karena anemia. Darah makroskopis sering tidak tampak
pada feses tetapi dapat mendeteksi tes darah samar. Pasien dapat
mengeluh ketidaknyamanan pada kuadran kanan perut setelah makan dan
sering salah diagnosa dengan penyakit gastrointestinal dan kandung
empedu. Jarang sekali terjadi obstruksi dan gangguan berkemih.7
Tumor dari kolon kiri dan rectum dapat secara gradual
mengoklusi lumen yang menyebabkan gangguan pola defekasi yaitu
konstipasi atau defekasi dengan tenesmi. Kolon kiri memiliki lumen
yang lebih kecil dari yang kanan dan konsistensi feses ialah semisolid.
Makin ke distal letak tumor feses makin menitips atau seperti kotoran
kambing atau lebih cair di sertai darah dan lendir. Tenesmi merupakan
gejala yang biasa di dapatkan pada karsinoma rectum. Selain itu Pada
kanker rektum, gejala utama yang terjadi ialah hematokezia.
Perdarahan seringkali terjadi persisten. Darah dapat tercampur dengan
feses atau mukus. Pada pasien dengan perdarahan rektal pada usia
pertengahan atau tua, walaupun ada hemoroid, kanker tetap harus
dipikirkan.7

24
Gambaran klinis tumor saecum dan kolon ascendens tidak khas.
Dyspepsia, kelemahan umum, penurunana berat badan dan anemia
merupakan gejala yang umum. Oleh karena itu penderita sering datang
dengan keadaan yang menyedihkan. Gejala akut dari pasien biasanya
adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika ditemukan pasien usia
lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar penyebabnya
adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan kanker
kolon, tetapi hal ini adalah sebuah keadaan darurat yang membutuhkan
penegakan diagnosis secara cepat dan penanganan bedah. Pasien dengan
total obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau buang air besar,
kram perut dan perut yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak
mendapat terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh
lagi nekrosis akan menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga
dapat terjadi pada tumor primer, dan hal ini dapat disalah artikan sebagai
akut divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika urinaria atau
vagina dan dapat menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria.
Metastasis ke hepar dapat menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang
sangat disayangkan hal ini biasanya merupakan gejala pertama kali yang
muncul dari kanker kolon.8
Secara garis besar gejala pada tumor colon terbagi menjadi tiga,
yaitu gejala local, gejala sistemik, dan gejala peyebaran (metastasis):7,8
1. Gejala lokal
a. Perubahan kebiasaan buang air
- Perubahan frekuensi buang air, konstipasi atau diare
- Sensasi seperti belum selasai buang air besar (masih ingin
tapi tidak bisa keluar)
- Feses bercampur darah atau keluar darah pada saat BAB,
feses bercampur lender, feses berwarna kehitaman
- Nyeri pada saat BAB

b. Mual dan muntah

25
c. Adanya benjolan pada perut yang mungkin dirasakan oleh
pasien

2. Gejala umum
- Penurunan berat badan
- Hilangnya nafsu makan
- Sering merasa lelah, pucat
3. Gejala metastase
- Pasien tampak kuning, jika terdapat metastase ke hepar
- Nyeri pada perut

KOLON KOLON KIRI REKTUM


KANAN
ASPEK KLINIS Kolitis Obstruksi Proktitis
NYERI Karena Obstruksi Obstruksi
penyusupan
DEFEKASI Diare/diare Konstipasi Tenesmi terus
berkala progresif menerus
OBSTRUKSI Jarang Hampir selalu Hampir selalu
DARAH PADA Samar Samar/makroskopik Makroskopik
FESES
FESES Normal/diare Normal Perubahan bentuk
berkala
DISPEPSIA Sering Jarang Jarang
ANEMIA Hampir selalu Lambat Lambat
MEMBURUKNYA Hampir selalu Lambat Lambat
KEADAAN
UMUM
Tabel 4 Gambaran klinis karsinoma kolorektal

26
2.3.9 Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis yang cermat sering dapat menentukan
diagnosis. Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada kelainan kolon
adalah dyspepsia, hematokezia, anemia, bemjolan, dan obstruksi. Yang
perlu ditanyakan adalah perubahan pola defekasi, frekuensi dan
konsitensi tinja.8

Pemeriksaan Fisik9
Rectal toucher untuk menilai :
a. Tonus sfingter ani : kuat atau lemah.
b. Ampula rektum : kolaps, kembung atau terisi feses
c. Mukosa : kasar,berbenjol benjol, kaku
d. Tumor : Teraba atau tidak, lokasi, lumen yang
dapat ditembus jari, mudah berdarah atau
tidak, batas atas dan jaringan sekitarnya,
jarak dari garis anorektal sampai tumor.

Gambar 18: Pemeriksaan colok dubur pada Ca Rekti

27
Pada pemeriksaan ini dapat dipalpasi dinding lateral, posterior, dan
anterior; serta spina iskiadika, sakrum dan coccygeus dapat diraba dengan
mudah. Metastasis intraperitoneal dapat teraba pada bagian anterior
rektum dimana sesuai dengan posisi anatomis kantong douglas sebagai
akibat infiltrasi sel neoplastik. Meskipun 10 cm merupakan batas
eksplorasi jari yang mungkin dilakukan, namun telah lama diketahui
bahwa 50% dari kanker kolon dapat dijangkau oleh jari, sehingga Rectal
examination merupakan cara yang baik untuk mendiagnosa kanker kolon
yang tidak dapat begitu saja diabaikan.8,10

Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah samar pada feces
Digunakan untuk tes skrining pada tumor colorectal yang
asimptomatik, pada individu dengan risiko sedang. Efikasi tes ini
berdeasarkan tes serial karena kebanyakan carcinoma colorectal berdarah
secara intermiten. Tes ini merupakan tes nonspesifik untuk peroxidase
yang terkandung dalam haemoglobin. Perdarahan traktus gastrointestinal
akan memberikan hasil positif. Beberapa makanan (daging, beberapa
buah dan sayuran, dan viamin C) dapat memberikan false positif,
sehingga pasien sebaiknya diet selama 2-3 hari sebelum tes. Tes ini dapat
ditingkatkan spesifik dan sensitivitasnya dengan menggunakan
immunochemical. Hasil positif pada tes ini sebaiknya dilanjutkan dengan
pemeriksaan colonoskopi.8

b. Pemeriksaan DNA feces


Pemeriksaan DNA feces adalah teknologi baru yang berkembang
untuk skrining karsinoma colorectal. Adenoma premalignan dan
karsinoma menhasilkan marker DNA yang tidak terdegradasi selama
proses pencernaan dan tetap stabil di dalam feces. Hasil penelitian
pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 71-91%.9

28
c. Tumor marker
Tumor marker seperti CEA, CA 19-9, dan CA-50 digunakan
untuk pasien carcinoma colorectal. Carcinoembrionic antigen (CEA)
yang paling umum digunakan, sedangkan CA 19-9 dan CA-50 tidak rutin
digunakan. CEA dapat meningkat pada 60-90% pasien dengan carcinoma
colorectal. Namun CEA bukan merupakan tes skrining yang efektif untuk
keganasan. CEA tidak spesifik karena dapat meningkat juga pada pasien
dengan carcinoma selain carcinoma colorectal. Pemeriksaan antigen
karsinoembrionik (CEA) dapat juga dilakukan, meskipun antigen
karsinoembrionik mungkin bukan indicator yang dapat dipercaya dalam
mendiagnosa kanker kolon karena tidak semua lesi menyekresi CEA.
Pemeriksaan menunjukkan bahwa kadar CEA dapat dipercaya dalam
diagnosis prediksi. Pada eksisi tumor komplet, kadar CEA yang
meningkat harus kembali ke normal dalam 48 jam. Peningkatan CEA
pada tanggal selanjutnya menunjukkan kekambuhan.9
d. Tes serum
Pemeriksaan fungsi hepar seperti alkali fosfatase, SGPT, SGOT,
SGGT, dan LDH dapat memprediksi kemungkinan metastasis ke hepar.

2. Endoskopi
a. Rectosigmoidoskopi

Rectosigmoidoskop yang kaku digunakan untuk menilai rectum dan


colon sigmoideum bagian distal.8

b. Fleksibel sigmoidoskopi dan colonoskopi

29
Gambar 19: Metode pemeriksaan kolonoskopi

Sigmoidoskop dan colonoskop yang fleksibel dengan video atau


fiberoptik dapat memperlihatkan gambaran colon dan rectum dengan mutu
yang baik. Sigmoidoskopi dan colonoskopi dapat digunakan untuk
diagnostik dan terapetik, merupakan metode yang paling akurat untuk
menilai colon. Prosedur ini sangat sensitif untuk mendeteksi dan dapat
untuk melakukan biopsi. Colonoskop untuk diagnostik memiliki satu
saluran untuk lewatnya alat-alat seperti snare, forcep biopsi, elektrocauter,
dan sebagai jalan untuk melakukan penghisapan dan irigasi. Colonoskop
untuk terapetik mempunyai 2 saluran yang dapat digunakan secara simultan
untuk irigasi / penghisapan dan untuk lewatnya alat-alat.9

30
Gambar 20. Kolonoskopi dan sigmoidoskopi
3. Pencitraan
a. X-ray foto polos dan colon in loop

X-ray foto polos dan colon in loop memiliki peranan penting dalam
mengevaluasi pasien yang diduga menderita carcinoma colorectal. Foto
polos abdomen (supine, tegak, dan LLD) berguna untuk mendeteksi pola
gas usus yang menunjukkan adanya obstruksi. Colon in loop berguna
untuk mengevaluasi gejala obstruktif. Colon in loop dengan double
contrast sensitif untuk mendeteksi massa yang berdiameter lebih besar dari
1 cm. Deteksi massa yang kecil sangat sulit, sehingga colonoscopy lebih
disukai untuk mengevaluasi massa colon yang nonobstruksi.9

b. CT scan
Computed Tomography (CT) digunakan untuk staging carcinoma
colorectal, karena kesensitivitasnya dalam mendeteksi metastasis.

31
Gambar 21 : CT scan pelvis menunjukkan adanya tumor kolon yang sudah
metastasis pada hepar dan daerah intraperitoneal

c. CT Colonografi (Virtual colonoscopy)


Virtual colonoscopy menggunakan CT helical dan rekonstruksi 3
dimensi untuk mendeteksi lesi colon intralumen. Untuk memaksimalkan
kesensitivitasan maka dilakukan persiapan usus per oral, pemberian
kontras per oral dan rectal, pendistensian colon. Alat ini sensitif untuk
melihat carcinoma colorectal yang berukuran lebih dari 1 cm. colonoskopi
tetap dibutuhkan jika terdapat lesi. Alat ini berguna sebagai pencitraan
pada obstruksi colon proximal. Keterbatasannya adalah terjadinya false
positif akibat faeces, penyakit divertikula, lipatan haustrae, artefak, dan
ketidakmampuan mendeteksi adenoma yang datar.9
d. MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih sensitif daripada CT
scan dalam mendeteksi keterlibatan tulang atau dinding pelvis akibat
perluasan carcinoma colorectal. Penggunaan endorectal coil akan
menambah sensitivitas.

Gambar 22: MRI dari karsinoma kolon

32
e. PET
Positron Emmision Tomography (PET) digunakan untuk
pencitraan jaringan dengan kadar glikolisis anaerob yang tinggi seperti
pada tumor ganas. PET digunakan sebagai tambahan pemeriksaan CT scan
dalam staging carcinoma colorectal dan dapat digunakan untuk
membedakan kanker rekuren dengan fibrosis.8
f. Endorectal ultrasound
Endorectal ultrasound digunakan untuk mengevaluasi kedalaman
invasi carcinoma recti. Dinding rectum yang normal terdiri atas 5 lapisan.
Ultrasound dapat membedakan tumor jinak dari tumor invasif berdasarkan
integritas lapiasan submukosa. Ultrasound dapat membedakan tumor
superficial T1-T2 dengan tumor yang lebih dalam T3-T4. Keakurasian
ultrasound dalam mendeteksi kedalamam invasi tumor intramural berkisar
antara 81-94%. Ultrasound juga dapat mendeteksi pembesaran nodus
limfatikus perirectal, yang menunjukkan metastasis ke nodus limfatikus,
dimana keakurasiannnya adalah 58-83%. Ultrasound juga dapat digunakan
untuk mendeteksi rekurensi lokal setelah pembedahan.9

4. Biopsi
Biopsi dilakukan melalui endoskopi. Hasil patologi dari biopsi dapat
mendeskripsikan tipe sel dan gradasi tumor. Tipe sel yang paling sering
didapat pada carcinoma colorectal adalah adenocarcinoma (95%).

2.3.10 Penatalaksanaan

A. Pembedahan
Pembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara luas
diterima sebaai penanganan kuratif untuk kanker kolon.
Pembedahan kuratif harus mengeksisi dengan batas yang luas dan
maksimal regional lymphadenektomi sementara mempertahankan
fungsi dari kolon sebisanya. Tumor yang menyebabkan obstruksi
pada kolon kiri dapat ditangani dengan dekompresi. Tumor yang

33
menyebabkan perforasi membutuhkan eksisi dari tumor primer dan
proksimal kolostomi, diikuti dengan reanastomosis dan closure dari
kolostomi.9

B. Penyinaran (Radioterapi)
Terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan
menggunakan x-ray berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker.
Terdapat dua cara pemberian terapi radiasi, yaitu dengan eksternal
radiasi dan internal radiasi. Pemilihan cara radiasi diberikan
tergantung pada tipe dan stadium dari kanker.
Eksternal radiasi (external beam therapy) merupakan
penanganan dimana radiasi tingkat tinggi secara tepat diarahkan
pada sel kanker. Sejak radiasi digunakan untuk membunuh sel
kanker, maka dibutuhkan pelindung khusus untuk melindungi
jaringan yang sehat disekitarnya. Terapi radiasi tidak menyakitkan
dan pemberian radiasi hanya berlangsung beberapa menit. 8
Internal radiasi (brachytherapy, implant radiation)
menggunakan radiasi yang diberikan ke dalam tubuh sedekat
mungkin pada sel kanker. Substansi yang menghasilkan radiasi
disebut radioisotop, bisa dimasukkan dengan cara oral, parenteral
atau implant langsung pada tumor. Internal radiasi memberikan
tingkat radiasi yang lebih tinggi dengan waktu yang relatif singkat
bila dibandingkan dengan eksternal radiasi, dan beberapa
penanganan internal radiasi secara sementara menetap didalam
tubuh.8

C. Kemoterapi
Kemoterapi sangat efektif digunakan ketika kehadiran tumor
sangat sedikit dan fraksi dari sel maligna yang berada pada fase
pertumbuhan banyak. Obat kemoterapi bisa dipakai sebagai single
agen atau dengan kombinasi, contoh : 5-fluorouracil (5FU), 5FU +

34
levamisole, 5FU + leucovorin. Pemakaian secara kombinasi dari
obat kemoterapi tersebut berhubungan dengan peningkatan survival
ketika diberikan post operatif kepada pasien tanpa penyakit penyerta.
Terapi 5FU + levamisole menurunkan rekurensi dari kanker hingga
39%, menurunkan kematian akibat kanker hingga 32%.8

2.3.11 Prognosis
Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastasis jauh, yaitu
k1asifikasi tumor dan tingkat keganasan sel tumor. Berikut merupakan
pembagian prognosis dari karsinoma kolorektal berdasarkan klasifikasi
dari Duke’s :5,7
Klasifikasi Duke’s
 Duke’s A Terbatas pada mukosa Tidak ada Angka harapan hidup 5 tahun
>90%
 Duke’s B1 Sampai stratum muscularis propia Tidak didapatkan invasi
limfonodi Angka harapan hidup 5 tahun 70-85%
 Duke’s B2 Menembus stratum muscularis propia Tidak didapatkan invasi
limfonodi Angka harapan hidup 5 tahun 55-65%
 Duke’s C1 Sampai stratum muscularis propia Terdapat invasi pada
limfonodi terdekat Angka harapan hidup 5 tahun 45-55%
 Duke’s C2 Menembus stratum muscularis propia Terdapat invasi pada
limfonodi jauh Angka harapan hidup 5 tahun 20-30%
 Duke’s D Metastase jauh Tidak dapat dipakai Angka harapan hidup 5
tahun <1%>
Prognosis hidup setelah 5 tahun dengan klasifikasi TNM
 Stadium I, 72%
 Stadium II, 54%
 Stadium III, 39%
 Stadium IV, 7%

35
BAB III
KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. Mujani Tanggal Masuk : 29/01/2018
Umur : 61 tahun Ruangan : Garuda Atas
JK : Perempuan Rumah Sakit : RSU Anutapura Palu

II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri perut kiri bawah
Anamnesis Terpimpin :
Seorang pasien perempuan usia 61 tahun masuk Rumah Sakit dengan keluhan
nyeri perut kiri bawah. Nyeri perut disertai adanya benjolan pada perut bagian
kiri bawah yang dialami kurang lebih 3 bulan yang lalu Sebelum masuk
rumah sakit. Benjolan pada perut kiri bawah semakin hari semakin membesar
dan disertai nyeri saat ditekan. Keluhan demam (-), mual (-), muntah (-).
Buang air besar (-) 4 hari dan sering kali pasien mengeluhkan susah untuk
Buang Air besar. Buang air kecil (+) lancar, kadang di sertai nyeri berkemih
(+), urine berwarna merah (-).

Riwayat penyakit dahulu :


- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat Diabetes Melitus (-)
- Riwayat Daire berkepanjangan (-)

Riwayat penyakit keluarga :


Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan sama dengan pasien.
STATUS GENERALISATA
KU : Sakit sedang
GCS : E4 V5 M6
Berat badan : 73 kg
Tinggi Badan : 155 cm

36
IMT : 30,41 (Obesitas)
Tanda-tanda Vital
TekananDarah: 110/70 mmHg
Nadi : 68 Kali/menit
Pernapasan : 20 Kali/menit
Suhu : 36,5 ºC
Pemeriksaan Fisik :
Kepala
Simetri muka : simetris
Bibir : Sinosis (-)
Rambut : distribusi merata, warna hitam, sulit dicabut
Mata
Konjungtiva : anemis (-)
Exophthalmus : (-)
Sklera : ikterik (-)
Visus : normal
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Peningkatan JVP (-)
Pembesarat tiroid (-)
Thorax
Inspeksi : Gerakan dada simetris bilateral
Palpasi : Vocal fremitus (N/ N), massa (-)
Perkusi :Sonor seluruh lapang paru.
Auskultasi: Bunyi pernafasan vesikular (N/ N), Rhonki (- / -), wheezing (- / -)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V midclavicular sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung S1/S2 murni, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi: tampak datar, kesan normal

37
Auskultasi: peristaltik (+), kesan normal
Perkusi : Tympani (+)
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (+) Regio inguinal sinistra, massa (+) uk.
5x5cm, mobile (+), konsistensi lunak (+)
Ekstremitas
Ekstremitas Atas : Akral hangat, edema (-)
Ekstremitas Bawah : Akral hangat, edema (-)

Pemeriksaan lain:
Rectal Toucher
a. Tonus sfingter ani : Kuat, menjepit
b. Ampula rektum : Terisi feses
c. Mukosa : Teraba halus
d. Tumor : Tidak teraba massa
- Handscoon : Terdapat feses (+), darah (-), lendir (-)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Laboratorium :
o RBC :3,9 x 106/mm3
o HGB : 9,2 g/dL
o HCT : 28,4 %
o PLT : 488 x 103/mm3
o WBC : 8,1 x 103
o GDS : 171 mg/dL

- Pemeriksaan USG Abdomen

38
39
o Kesan :
 Nephrolith bilateral
 Moderate Hydronephrosis dextra
 Susp massa intraluminer colon descendens
- Pemeriksaan CT-SCAN Abdomen

40
41
Hasil CT-scan
Kesan:
 Batu Staghorn pada ren dextra
 Massa soft tissue di colon descenden, dengan ukuran 9 cm x 6,5 cm
 Spondylosis Lumbalis

IV. RESUME:
Seorang pasien perempuan umur 61 tahun keluhan nyeri perut regio
inguinal sinistra (+), massa abdomen regio ingunal sinistra (+) kurang lebih
3 bulan. konstipasi (+), Buang air besar (-) 4 hari. Buang air kecil (+)
kadang disertai disuria (+). Hasil pemeriksaan fisik ditemukan:
KU: sakit sedang
Tekanan Darah: 110/70 mmHg
Nadi : 68 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,5°C
GCS: E4M6V5
Abdomen: Nyeri abdomen regio inguinal sinistra (+), Teraba Massa (+) Uk.
5 x 5 cm, konsistensi lunak (+), mobile (+), nyeri tekan (+)
Rectal Toucher:
a. Tonus sfingter ani : Kuat, menjepit
b. Ampula rektum : Terisi feses
c. Mukosa : Teraba halus

42
d. Tumor : Tidak teraba massa
- Handscoon : Terdapat feses (+), darah (-), lendir (-)

Dari pemeriksaan penunjang didapatkan:


Laboratorium :
HBG : 9,2 g/dL
PLT : 488 x 103/uL
Hasil USG:
 Nephrolith bilateral
 Moderate Hydronephrosis dextra
 Susp massa intraluminer colon descendens
Hasil CT-scan :
 Batu Staghorn pada ren dextra
 Massa soft tissue di colon descenden, dengan ukuran 9 cm x 6,5 cm
 Spondylosis Lumbalis
V. DIAGNOSIS: Tumor Colon
VI. PENATALAKSANAAN
- Medikamentosa :
o IVFD RL 28 tpm
o Inj. Ketorolac 30mg/8 jam/IV
o Inj. Ranitidin1ampul/12 jam/IV
VII. PROGNOSIS : Dubia ad Bonam

43
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
30/1/2018 - KU sedang TTV Susp. Tumor o IVFD RL 28 tpm
- Nyeri perut kiri (+) TD : 110/70 mmHg ginjal o Inj. Ketorolac 30mg/8
- BAK (+), nyeri N : 80 x/menit jam/IV
berkemih (-) R : 20 x/menit o Inj.Ranitidin1ampul/1
o
- BAB (-) 1hari S : 36,8 C 2 jam/IV
o Rencana USG
Abdomen: Abdomen
Inspeksi:Tampak
Cembung kesan
normal
Auskultasi:Peristalti
k (+)
Perkusi :Nyeri ketok
pada kuadran kiri
bawah (+), tympani
(+)
Palpasi: Teraba
massa pada regio
inguinal sinistra uk.
.+ 5 x 5 cm, mobile
(+), konsistensi
lunak (+).

31/1/2018 - KU sedang TTV Nefrolith o - IVFD RL 28 tpm


- Nyeri perut kiri (+) TD : 110/70 mmHg bilateral + o Inj. Ketorolac 30mg/8
- BAK (+), nyeri N : 84 x/menit Susp.Tumor jam/IV
berkemih (-) R : 20 x/menit colon o Inj.Ranitidin1ampul/1
- BAB (-) 2 hari S : 36,6o C 2 jam/IV

44
Abdomen: o Rencana CT scan
Inspeksi:Tampak abdomen kontras
Cembung kesan
normal
Auskultasi:Peristalti
k (+)
Perkusi :Nyeri ketok
pada kuadran kiri
bawah (+), tympani
(+)
Palpasi: Teraba
massa pada regio
inguinal sinistra uk.
.+ 5 x 5 cm, mobile
(+), konsistensi
lunak (+).
1/02/2018 - KU sedang TTV Tumor o - IVFD RL 28 tpm
- Nyeri perut kiri (+) TD : 130/90 mmHg Colon + o Inj. Ketorolac 30mg/8
- BAK (+), nyeri N : 80 x/menit Nefrolhit jam/IV
berkemih (-) R : 20 x/menit bilateral o Inj.Ranitidin1ampul/1
o
- BAB (-) 4 hari S : 36,8 C 2 jam/IV
o Dulcolax susp 1x1
Abdomen:
Inspeksi:Tampak
Cembung kesan
normal
Auskultasi:Peristalti
k (+)
Perkusi :Nyeri ketok
pada kuadran kiri
bawah (+), tympani
(+)

45
Palpasi: Teraba
massa pada regio
inguinal sinistra uk.
.+ 5 x 5 cm, mobile
(+), konsistensi
lunak (+).

CT SCAN:
 Batu Staghorn
pada ren dextra
 Massa soft
tissue di colon
descenden,
dengan ukuran
9 cm x 6,5 cm
 Spondylosis
Lumbalis
2/02/2018 - KU sedang TTV Tumor o - IVFD RL 28 tpm
- Nyeri perut kiri (+) TD : 110/70 mmHg Colon + o Inj. Ketorolac 30mg/8
- BAK (+), nyeri N : 80 x/menit Nefrolhit jam/IV
berkemih (-) R : 20 x/menit bilateral o Inj.Ranitidin1ampul/1
- BAB (+) S : 36,8o C 2 jam/IV

Abdomen:
Inspeksi:Tampak
Cembung kesan
normal
Auskultasi:Peristalti
k (+)
Perkusi :Nyeri ketok
pada kuadran kiri

46
bawah (+), tympani
(+)
Palpasi: Teraba
massa pada regio
inguinal sinistra uk.
.+ 5 x 5 cm, mobile
(+), konsistensi
lunak (+).
Hasil USG:
 Nephrolith
bilateral
 Moderate
Hydronephrosis
dextra
 Susp massa
intraluminer colon
descendens

3/02/2018 - KU sedang TTV Tumor colon o - IVFD RL 28 tpm


- Nyeri perut kiri (+) TD : 130/90 mmHg + Nefrolhit o Inj. Ketorolac 30mg/8
- BAK (+), nyeri N : 88 x/menit bilateral jam/IV
berkemih (-) R : 20 x/menit o Inj.Ranitidin1ampul/1
o
- BAB (+), cair (-), S : 36,7 C 2 jam/IV
warna hitam (+)
Abdomen:
Inspeksi:Tampak
Cembung kesan
normal
Auskultasi:Peristalti
k (+)

47
Perkusi :Nyeri ketok
pada kuadran kiri
bawah (+), tympani
(+)
Palpasi: Teraba
massa pada regio
inguinal sinistra uk.
.+ 5 x 5 cm, mobile
(+), konsistensi
lunak (+).

48
BAB III
PEMBAHASAN

Tumor kolon merupakan sekelompok sel abnormal yang tumbuh tidak


terkendali yang terletak pada kolon. Tumor kolon dibagi menjadi dua, yaitu tumor
jinak dan tumor ganas, yang membedakan dari kedua jenis tumor ini adalah
sifatnya. Tumor ganas mempunyai sifat invasif atau merusak jaringan sekitar
sedangkan tumor jinak tidak.
Pada kasus ini pasien perempuan usia 61 tahun di diagnosis tumor colon
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Berdasarkan anamnesis, tanda dan gejala dari kanker kolon sangat bervariasi dan
tidak spesifik. Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal berhubungan
dengan besar dan lokasi dari tumor. Gejala klinis karsinoma pada kolon kiri
berbeda dengan kolon kanan. Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada
kelainan kolon adalah dyspepsia, hematokezia, anemia, benjolan, dan obstruksi.
Pada kasus, pasien masuk dengan keluhan nyeri perut regio inguinal sinistra (+),
massa abdomen regio ingunal sinistra (+) kurang lebih 3 bulan. konstipasi (+),
Buang air besar (-) 4 hari. Buang air kecil (+) kadang disertai disuria (+). Gejala
klinis karsinoma pada kolon kiri berbeda dengan kolon kanan. Karsinoma kolon
kiri sering bersifat skirotik sehingga lebih banyak menimbulkan gejala obstruksi
dan stenosis, terlebih karna feses sudah menjadi padat. Pada karsinoma kolon
kanan jarang terjadi stenosis dan feses masih cair sehingga tidak ada factor
obstruksi.7 Sehingga, pada kasus ini dicurigai adanya tumor dari kolon kiri (Colon
Descendent). Tumor dari kolon kiri dan rectum dapat secara gradual mengoklusi
lumen yang menyebabkan gangguan pola defekasi yaitu konstipasi atau defekasi
dengan tenesmi. Kolon kiri memiliki lumen yang lebih kecil dari yang kanan dan
konsistensi feses ialah semisolid. Secara garis besar gejala pada tumor colon
terbagi menjadi tiga, yaitu gejala local, gejala sistemik, dan gejala peyebaran
(metastasis):7,8 Pada kasus ini ditemukan adanya gejala lokal berupa perubahan
kebiasaan buang air (frekuensi), nyeri saat Buang air besar, dan adanya benjolan

49
pada perut kiri bawah. Gejala umum yang timbul berupa hilangnya nafsu makan
dan sering merasa lelah. Gejala metastasis adalah keluahan nyeri pada perut.

Pasien menyangkal adanya riwayat diare yang berkepanjangan serta


penyakit polip yang mengenai saluran pencernaan.
Menurut WHO, faktor resiko kanker kolorektal :
1. Berusia > 50 tahun
2. Sindroma adenomatous popilposis ( familial, hamartomatous poliposis
dan Peutz jagers sindrom)
3. Riwayat kanker kolorektal pada keluarga
4. Inflamatory bowel disease
5. Riwayat menderita kanker kolorektal
6. Riwayat menderita polip kolrektal

Salah satu faktor resiko yang ada pada kasus ini adalah faktor usia, dimana
pasien berusia 61 tahun, dimana frekuensi kanker pada wanita berusia lanjut
sekitar 4 kali (1192 per 100.000 orang per tahun) bila dibandingkan dengan orang
yang berusia lebih muda (30-64 thn). Peningkatan resiko kanker kolorektal
meningkat sesuai dengan usia.8 Selain faktor usia, masyarakat yang diet tinggi
lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat berkemungkinan besar untuk
menderita kanker kolorektal pada kebanyakan penelitian, meskipun terdapat juga
penelitian yang tidak menunjukkan adanya hubungan antara serat dan kanker
kolorektal. identifikasi berkelanjutan dari agen yang secara signifikan
menghambat karsinogenesis kolon secara experimental. Dari pengamatan tersebut
dapat disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya fungsi pertahanan lokal epitel
disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah akibat terpapar toksin
yang tak dapat dikenali dan adanya respon inflamasi fokal, karakteristik ini
didapat dari bukti teraktifasinya enzim COX-2 dan stres oksidatif dengan
lepasnya mediator oksigen reaktif. Hasil dari proliferasi fokal dan dapat
meningkatkan resiko terjadinya adenoma dan aberrant crypt foci. Kegagalan
pertahanan fokal epitel yang berperan secara lokal, dapat menjelaskan hubungan

50
antara diet dan resiko kanker kolorektal.6,7 Dimana, pada kasus ini IMT pasien
masuk dlaam golongan obesitas.
Pada pemeriksaan fisik palpasi abdomen ditemukan adanya nyeri
abdomen regio inguinal sinistra (+), Teraba Massa (+) Ukuran 5 x 5 cm,
konsistensi lunak (+), mobile (+), nyeri tekan (+). Rectal toucher merupakan
salah satu pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk menilai tonus sfingter ani,
ampula rektum, mukosa dan tumor. Hasil pemeriksaan rectal toucher pada kasus
ditemukan Spinchter ani menjepit (+), nodul (-), massa(-),darah (-), feses (+).
Pemeriksaan penunjang tumor kolon meliputi pemeriksaan laboratorium,
endoskopi, pencitraan radiologi dan biopsi (Patologi anatomi). Pemeriksaan
penunjang yang dilakukan pada kasus ini adalah pemeriksaan penunjang berupa
pencitraan radiologi CT scan abdomen dengan kontras. Hasil CT scan
menunjukan kesan massa soft tissue di colon descenden, dengan ukuran 9 cm x
6,5 cm. Sehingga ditegakkan diagnosis tumor colon.
Penatalaksanaan Pembedahan adalah satu satunya cara yang telah secara
luas diterima sebagai penanganan kuratif untuk kanker kolon. Pembedahan kuratif
harus mengeksisi dengan batas yang luas dan maksimal regional
lymphadenektomi sementara mempertahankan fungsi dari kolon sebisanya.
Tumor yang menyebabkan obstruksi pada kolon kiri dapat ditangani dengan
dekompresi.
Pentalaksanaan yang diberikan pada pasien ini berupa
medikamentosa yang bersifat konservatif. Medikamentosa berupa IVFD Ringer
Lactat 28 tpm, Injeksi. Ketorolac 30mg/8 jam/IV, dan Injeksi. Ranitidin1
ampul/12 jam/IV dimana medikamentosa tersebut bersifat symptomatic. Pada
kasus tumor colon terapi radiasi merupakan penanganan kanker dengan
menggunakan x-ray berenergi tinggi untuk membunuh sel kanker. Terdapat dua
cara pemberian terapi radiasi, yaitu dengan eksternal radiasi dan internal radiasi.
Pemilihan cara radiasi diberikan tergantung pada tipe dan stadium dari kanker.
Pada kasus ini stadium tumor colon bdapat ditentukan dengan pemeriksaan
Patologi anatomi untuk menetukan staging berdasarkan TNM dan begitupula

51
dengan penentuan prognosis tergantung dari ada tidaknya metastasis jauh
berdasarkan klasifikasi dari Duke
Klasifikasi Duke’s
 Duke’s A Terbatas pada mukosa Tidak ada Angka harapan hidup 5 tahun
>90%
 Duke’s B1 Sampai stratum muscularis propia Tidak didapatkan invasi
limfonodi Angka harapan hidup 5 tahun 70-85%
 Duke’s B2 Menembus stratum muscularis propia Tidak didapatkan invasi
limfonodi Angka harapan hidup 5 tahun 55-65%
 Duke’s C1 Sampai stratum muscularis propia Terdapat invasi pada
limfonodi terdekat Angka harapan hidup 5 tahun 45-55%
 Duke’s C2 Menembus stratum muscularis propia Terdapat invasi pada
limfonodi jauh Angka harapan hidup 5 tahun 20-30%
 Duke’s D Metastase jauh Tidak dapat dipakai Angka harapan hidup 5
tahun <1%>
Prognosis hidup setelah 5 tahun dengan klasifikasi TNM
 Stadium I, 72%
 Stadium II, 54%
 Stadium III, 39%
 Stadium IV, 7%

52
DAFTAR PUSTAKA

1. Jemal A, Siegel R, Ward E, et al: Cancer statistics, 2015. CA Cancer J


Clin 2015. In Sabiston Textbook of Surgery, 18th edition. Saunders. 2007.

2. Irving MH, Catchpole B: ABC of colorectal diseases: Anatomy and physiology


of the colon, rectum, and anus. In Current Surgical Diagnosis & Treatment,
12th Edition. USA : McGraw-Hill. 2006

3. Physiology Of The Colon. In Sabiston Textbook of Surgery, 18th edition.


Saunders. 2015.

4. Sherwood L. Sistem Pencernaan. Dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem,


edisi ke 2. Jakarta : EGC. Hal 582-4.

5. Brunicardi, Andersen, Billiar, Dunn, Hunter, Pollock. Colon, Rectum and Anus
In Schwartz’s Principles of Surgery, 9th ed. 2010. USA : McGraw-Hill. P
1996-2012

6. Cuschieri, Grace, Darzi, Borley, Rowley. Disorders of the Colon and Rectum.
In Clinical Surgery, 2nd ed. 2003.USA : Blackwell Publishing. P 416-20.

7. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2003. Usus halus, appendiks, kolon, dan


anorektum. Dalam Buku ajar ilmu bedeah. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal 658-64

8. Townsend, Beauchamp, Evers, Matton. 2004. Colon and rectum. In Sabiston’s


Textbook of Surgery. 17th edition. 2004. Philadelphia: Elsevier Saunders. P
1443-65.

9. Zinner, Schwartz, Ellis. 2001. Tumors of the colon. In Maingots’s Abdominal


operation. 10th edition. 2001. Singapore: McGraw-Hill. P 1281-1300

53
REFLEKSI KASUS MARET 2018

TUMOR COLON

OLEH :
NAMA : WIHDATUL UMMAH
NIM : N 111 16005

PEMBIMBING KLINIK
dr. MUH. IKHLAS, Sp.B, M.Kes

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA
PALU
2018

54

Anda mungkin juga menyukai