Desain Penelitian Fix
Desain Penelitian Fix
A. Pendahuluan ............................................................................................................ 1
B. Desain Penelitian Eksperimen................................................................................. 1
1. Desain Single Group................................................................................................... 1
1.1.One-Shot Case Study............................................................................................ 1
1.2.One-Group Pretest-Posttest Desain....................................................................... 2
1.3.Time-Series Desain.............................................................................................. 2
2. Control Group Desain dengan Random Assignment.................................................. 2
2.1.Pretest-posttest Control Group Design................................................................. 2
2.2.Posttest only Control Group Desain...................................................................... 4
2.3.One Variabel Multiple-Condition Desain............................................................. 4
3. Quasi-Experimental Desain......................................................................................... 5
3.1.Static-Group Comparison Desain......................................................................... 5
3.2.Nonequivalent Control-Group Desain.................................................................. 6
4. Factorial Design........................................................................................................... 6
4.1.Two-Faktor Eksperimen........................................................................................ 6
4.2.Three-Faktor Eksperimen..................................................................................... 9
4.3.Jenis-jenis Variabel treatmen................................................................................ 10
4.4.Aptitude-Treatment Penelitian Interaksi............................................................... 11
4.5.Solomon Four Goup Desain ................................................................................. 11
5. Single-Case Desain..................................................................................................... 12
5.1.Pertimbangan desain umum................................................................................... 14
5.2.Desain A-B-A ....................................................................................................... 16
5.3.Desain Multiple Baseline ...................................................................................... 18
5.4.Analisis Statistik Data Single-Case....................................................................... 19
5.5.Desain eksperimen lain......................................................................................... 20
5.6.Pengukuran perubahan.......................................................................................... 20
C. Penutup....................................................................................................................... 21
Kesimpulan.................................................................................................................. 21
Referensi............................................................................................................................ 23
1
PENELITIAN KUANTITATIF:
BERBAGAI DESAIN PENELITIAN EKSPERIMEN
A. Pendahuluan
Desai penelitian dapat dianggap sebagai yang kuat dan tahan terhadap serangan,
serangan yang dimaksud dengan serangan adalah kritik yang mencari cara untuk tidak
menerima hasil penelitian; kritikus penelitian akan melihat kelemahan penelitian. (Schreiber,
2011).
Pada tahun 1963, Campbell dan Stanley telah mengidentifikasi tipe-tipe utama desain
ekperimen. Mereka menteapkan 15 tipe yang berbeda dan mengevaluasi setiap desain dalam
hal kemungkinan ancaman sampai validitas. Desain itu masih populer sampai sekarang.
Kemudian pada tahun 1979, Cook dan Campbell menjabarkan tipe-tipe desain, memperluas
diskusi mengenai ancaman validasi. Pada tahun 2002, Shadish, Cook, and Campbell telah
menghaluskan desain-desain eksperimen utama. Buku tersebut menetapkan desain dasar,
notasi, representasi visual, dan kemungkinan ancaman bagi desain, dan prosedur-prosedur
statistik eksperimen pendidikan. (Creswell, 2012)
Pada makalah ini akan dibahas mengenai tipe-tipe desain penelitian eksperimen,
diantaranya Desain Single Group, Control Group, Desain dengan Randon Assignment,
Quasi-Experimental Desain Factorial Desain, dan Single-Case Desain.
efek dari perlakuan. Desain rancangan ini memiliki validitas internal yang rendah. Karena
siswa diuji hanya sekali yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan pengukuran
performance mereka, kita bahkan tidak dapat menentukan apakah prestasi siswa meningkat
dari waktu ke waktu, terlepas dari perubahan yang terjadi perlakukan beberapa variabel. One
shot case study meski relatif mudah dilakukan. Menghasilkan temuan yang tidak berarti.
Analisis statistik, data dalam studi Semel dan Wiig dianalisis dengan uji chi-square
yang menentukan apakah ukuran yang diamati dari gain sebelum dan sesudah tes
memperoleh kenaikan secara signifikan dari distribusi gain. yang didapat, split 50-50. Jika
data dalam bentuk skor terus-menerus, t tes untuk korelasi digunakan. Tes ini menentukan
apakah perbedaan antara pretest dan posttest secara statistik signifikan. Jika salah satu skor
pretes dan postes menunjukkan penyimpangan dari distribusi norma, uji statistik
nonparametrik untuk kepentingan statistik harus digunakan.
1.3.Time-Series Desain
Dalam seri waktu, sekelompok peserta penelitian diukur pada interval periodik,
dengan perlakuan eksperimental yang dilakukan antara dua interval ini. Efek dari perlakuan
eksperimental ditunjukkan oleh ketidaksesuaian pada pengukuran sebelum dan sesudah
penampilannya. Campbell dan Stanley mengelompokkan seri waktu eksperimen sebagai
rancangan satu kelompok karena melibatkan satu kelompok peserta penelitian, yang
semuanya menjalani peerlakuan eksperimental. Prosedur yang digunakan untuk
memaksimalkan validitas internal jenis desain eksperimental dan untuk menganalisis data
yang serupa dengan yang digunakan dalam rancangan single subject.
desain kelompok tunggal dan rancangan kelompok kontrol adalah yang terakhir memakai
setidaknya dua kelompok peserta penelitian, yang disebut kelompok kontrol. Kelompok
kontrol adalah kelompok peserta penelitian yang tidak menerima perlakuan , atau perlakuan
alternatif yang diberikan pada kelompok eksperimen, untuk menilai pengaruh faktor-faktor
eksternal.
Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol harus diperlakukan sama dengan variabel
perlakuan. Misalnya, kedua kelompok harus diberi pretest dan posttest yang sama, dan tes
tersebut harus diuji bersamaan.
Pada beberapa eksperimen, kelompok kontrol hanya menerima pretest dan posttest
dan tidak menerima perlakuan. Namun, dalam eksperimen lain, Anda mungkin ingin
mengatur perlakuan eksperimental alternatif ke kelompok kontrol. Fitur perancangan ini
memungkinkan anda menghindari empat ancaman terhadap validitas internal yang
diidentifikasi oleh Cook dan Campbell, yaitu, penyebaran perlakuan eksperimental,
persaingan pengganti oleh kelompok kontrol, perbandingan persamaan dari perlakuan, dan
demoralisasi dari kelompok kontrol.
Analisis statistik, Langkah pertama untuk menganalisa data dari pretes and postes
control group design adalah dengan menghitung statistik deskriptif, skor rata-rata dihitung
untuk skor pretest dan posttest untuk kedua kelompok. Kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol memiliki skor rata-rata yang hampir sama pada ukuran kognitif, namun ada sedikit
perbedaan nilai rata-rata pada salah satu skor afektif pretes. Hasil ini menggambarkan prinsip
bahwa random assignment tidak menjamin kesetaraan awal antar kelompok. random
assignment hanya memastikan tidak adanya bias sistemik pada komposisi kelompok.
MATCHING, Variasi pada pretes dan postes control group desain adalah penggunaan teknik
pencocokan untuk mendapatkan ketepatan ketelitian dalam analisis statistik data. Pencocokan
mengacu pada peserta seleksi atau penelitian untuk kelompok eksperimen dan kontrol
sedemikian rupa sehingga keduanya dapat dibandingkan dengan pretest yang mengukur
variabel dependen. Pencocokan sangat berguna dalam penelitian dimana sampel kecil
digunakan dan bila ada perbedaan besar antara kelompok eksperimen dan kontrol pada
variabel dependen tidak diharapkan. Dengan kondisi ini, perbedaan kecil yang terjadi
cenderung lebih besar terdeteksi jika kesalahan sampling dikurangi dengan penggunaan
pencocokan.
4
Desain ini disarankan bila anda tidak dapat menemukan yang sesuai, atau bila ada
kemungkinan pretest tersebut berpengaruh pada perlakuan eksperimental. Sebelum memilih
desain eksperimental ini, Anda harus mempertimbangkan tiga kemungkinan kerugian karena
tidak mengelola pretest dari variabel dependen.
Analisis statistik, perbedaan skor rata-rata dapat diuji untuk signifikansi statistik oleh
t-tes. Tabel 12,7 menunjukkan Nilai F, yang mengindikasikan bahwa para peneliti memilih
untuk melakukan ANOVA. Namun, bila dua kelompok dibandingkan. T-tes dan ANOVA
menghasilkan hasil yang sama. Oleh karena itu, tidak ada konsekuensinya bahwa para
peneliti memilih untuk melakukan ANOVA daripada t-test.
Kami menyebut ekstensi semacam itu satu variabel dengan beberapa desain.
Penunjukan satu variabel menunjukkan bahwa kelompok hanya berbeda pada satu variabel.
Whlc h adalah jenis pengobatan yang mereka rasakan. Penunjukan multi-kondisi
menunjukkan bahwa lebih dari dua kondisi perawatan dilibatkan.
Analisis serupa dapat dilakukan pada percobaan antusiasme guru yang telah kami tulis
di atas. Para peneliti mempelajari efek dua tingkat variabel antusiasme guru: tinggi dan
rendah. Jika mereka menginginkan, bagaimanapun, mereka dapat membedakan tingkat
antusiasme tambahan (misalnya antusiasme moderat, antusiasme yang sangat tinggi, dan
antusiasme yang sangat rendah). Setiap tingkat akan ditunjukkan oleh kelompok partisipan
yang terpisah dalam rancangan eksperimen. Masih ada satu variabel perlakuan tunggal dalam
desain, namun akan ada tiga atau lebih kelompok tergantung pada tingkat variabel mana yang
harus dipelajari.
3. Quasi-Experimental Desain
Quasi experiment adalah penelitian yang partisipannya tidak ditetapkan secara acak.
Jenis penelitian ini, jika secara hati-hati di desain akan menghasilkan pengetahuan yang
bermanfaat. Penelitian ini mengharuskan peneliti tahu masalah khusus yang dapat muncul
ketika individu tidak ditetapkan secara acak dalam grup serta dapat menyelesaikannya. Jenis-
jenis desain quasi experiment yaitu:
3.1.Static-Group Comparison Desain
Desain ini mempunyai dua karakteristik yaitu partisipan penelitian tidak dipilih secara
acak menjadi dua grup perlakuan; dan diberikan posttest, tapi tanpa pretest pada kedua grup.
Perlakuan utama pada validitas internal dalam desain ini yaitu perbedaan posttest antara grup
6
dapat di hubungkan karakteristik grup lain dari pada kondisi ekperimen yang mereka
tetapkan. Contohnya, anggap bahwa anggota fakultas satu jurusan diberikan perlakuan
eksperimen dan posttest, dan anggota fakultas pada jurusan lain di universitas yang sama
hanya diberi posttest. Jika perbedaan pada posttest ditemukan, itu dapat di perdebatkan
bahwa perbedaan itu karena sebelumnya ada perbedaan antara anggota fakultas dalam dua
jurusan dari pada mempertimbangkan efek perlakuan eksperimen.
Desain ini menghasilkan eksperimen lemah yang tak terpisahkan. Jika suatu
penelitian menggunakan desain ini, harus mempertimbangkan kemungkinan untuk mengatur
pretest bagi subjek penelitian. Dengan faktor tambahan ini, eksperimen menjadi
nonequivalent control grup desain dan memberikan kesempulan lebih kuat mengenai efek
perlakuan pada posttest.
Analisis statistic. Data yang dihasilkan oleh desain ini dapat dianalisis dengan t test
perbedaan antara rata-rata skor posttest grup eksperimen dan kontrol. Jika skor menyimpang
dari distribusi normal, nonparametric test harus dilakukan.
4. Factorial Design
Eksperimen faktorial adalah eksperimen dimana peneliti menentukan pengaruh dua
atau lebih perlakuan variabel independen (contohnya faktor) semuanya satu demi satu dan
interaksi dengan yang lain_pada variabel dependen. Pengaruh masing-masing variabel
independen pada variabel dependen disebut efek utama. Interaksi pengaruh dua atau lebih
variabel independen pada variabel dependen disebut efek interaksi.
4.1.Two-Faktor Eksperimen
Tipe eksperimen factorial yang paling simple adalah desain 2 x 2. Desain 2 x 2
berarti dua variasi satu factor (A1 dan A2) dan dua variasi factor lain (B1 dan B2) di
manipulasi dalam waktu yang sama. Desain factorial ini memerlukan formasi empat grup
perlakuan, dengan masing-masing grup menerima kombinasi berbeda dua factor: A1B1,
A1B2, A2B1, dan A2B2. Partisipan penelitian harus ditetapkan secara acak menjadi empat
grup penelitian. Jika prosedur penetapan secara acak tidak digunakan, desainnya dinamakan
7
quasi eksperimen. Data hasil dari quasi eksperimen factorial sulit untuk diinterpretasikan,
karena kesulitan dalam menetapkan efek utama dan dari kemungkinan perbedaan awal
diantara partisipan grup perlakuan yang berbeda.
Contoh eksperimen dua factor yaitu Walter Saunders dan Joseph Jesunathadas
menyelenggarakan eksperimen factorial untuk mengidentifikasi factor yang mempengaruhi
kemampuan siswa untuk menggunakannya dengan alasan yang proporsional (proportional
reasoning). Mereka mendefinisikan proporsional reasoning sebagai kemampuan untuk
menyelesaikan masalah memerlukan penggunaan alasan yang proporsional. Tipe reasoning
ini penting untuk keberhasilan siswa dalam kursus matematika dan juga kursus sains,
terutama fisika dan kimia.
Eksperimen sebenarnya terkait tiga factor, tapi kita akan menyederhanakan deskripsi
kita dengan mula-mula mendeskripsikannya sebagai eksperimen dua factor. Kedua factor
dijelaskan sebagai berikut.
Faktor pertama dalam eksperimen akrab dengan isi kurikulum. Peneliti tertarik
untuk mengetahui apakah siswa dapat menggunakan proporsional reasoning lebih baik jika
materinya familiar disbanding jika muatannya tidak familiar, sama seringnya di kelas sains.
Mereka memberikan alasan untuk ketertarikannya dalam faktor ini.
Faktor kedua dalam eksperimen ini adalah proporsi tingkat kesulitan terkait masalah
yang harus diselesaikan. Tiga tingkat kesulitan dimanipulasi dalam eksperimen ini: proporsi
mudah, kesulitan proporsi yang sedang, dan proporsi sulit.
Total 76 tingkat siswa mengambil tes dimana dua factor ini dimanipulasi. Tes berisi
12 proporsional reasoning problem, empat pada masing-masing tingkat kesulitan. Dua dari
empat masalah pada masing-masing level kesulitan terkait isi yang familiar di kebanyakan
siswa tingkat 9. Dua masalah lainnya terkait isi textbook yang tidak familiar. Perbedaan
kombinasi dua factor ditunjukkan gambar berikut:
kombinasi factor yang ditunjukkan pada Table 1. juga ditunjukkan dalam total baris dan
kolom skor rata-rata tiap siswa pada masing-masing factor. Contohnya, kita lihat skor rata-
rata siswa untuk item tes mempunyai content yang familiar, mengabaikan efek item
kesulitan.
Table 1. Skor rata-rata siswa pada variasi masalah kesulitan dan kefamiliaran konten dalam
eksperimen pemberian alasan yang proporsional
signifikan lebih baik pada item test yang mudah dari pada sedang atau sulit. Di tengah-
tengah performen mereka pada item level sedang dan sulit tidak berbeda secara signifikan.
Tabel 2 juga menunjukkan bahwa interaksi antara dua factor menghasilkan rasio F
yang secara statistic signifikan 18.58. Skor rata-rata siswa untuk masing-masing kombinasi
factor mengindikasikan bahwa siswa melakukan dengan lebih baik tes dengan konten
(materi) item tes yang familiar hanya ketika mereka menganggap proporsi yang mudah.
Mereka tidak mengerjakan dengan lebih baik pada item tes dengan konten yang tidak
familiar jika proporsi sedang atau sulit.
Penelitian interaksi efek dalam eksperimen factorial dapat meningkatkan
pemahaman kita tentang fenomena menjadi penyelidik, seperti yang kita lihat diatas. Jika
kita membandingkan prestasi siswa hanya pada item tes dengan konten familiar atau tidak
familiar, mengabaikan level kesulitan (lihat data baris Tebel 1), kita dapat menyimpulkan
bahwa siswa mengerjakan dengan lebih baik item tes dengan konten yang familiar.
Kesimpulan sederhana ini adalah situasi sebenarnya. Kesimpulan digunakan hanya untuk
memastikan tipe item tes, yakni, item tes yang solusinya terdiri atas proporsi simpel.
4.2.Three-Faktor Eksperimen
Eksperimen factorial tidak perlu dibatasi untuk memanipulasi dua factor. Kita dapat
menemukan laporan eksperimen yang diterbitkan termasuk factor tiga, empat atau lima.
Eksperimen yang termasuk lebih dari tiga factor itu tidak biasa, karena pengembangan
semua variasi perlakuan sulit dan karena sample yang besar biasanya diperlukan.
Seperti yang diungkap pada pernyataan diatas, eksperimen dengan pemberian alasan
sesuai proporsi oleh Saunders dan Jesunathadas dimasukkan dalam tiga factor. Factor ketiga
adalah gender siswa. Prestasi siswa pada item tes dianalisis secara terpisah untuk siswa laki-
laki (𝑁 = 34) dan siswa perempuan (𝑁 = 42). Skor rata-rata untuk masing-masing gender
ditunjukkan pada Table 13.4. Table 13.4 ini memuat 12 kombinasi 12 faktor. Hal ini karena
eksperimen sebenarnya termasuk 3 𝑥 2 𝑥 2 desain factorial: item tes dengan kesulitan tiga
level (mudah, sedang, dan sulit); dua level kefamiliaran konten tes (familiar dan tidak
familiar); dan dua gender (laki-laki dan perempuan). Variasi analisis ditunjukkan dalam
Table 2 yang menghasilkan empat lebih rasio F. F yang 1 untuk efek utama gender (10.33),
yang signifikan secara statistic. Ini mengindikasikan bahwa skor rata-rata dijumlahkan
persis semua item laki-laki (3) secara signifikan berbeda dari skor rata-rata perempuan
(3.60).
Tiga F rasio yang lainnya termasuk efek interaksi, yang ditunjukkan sebagai berikut:
(1) Gender dengan konten kefamiliaran 𝐹 = 1.31 (𝑝 = 0.27)
(2) Gender dengan proporsi kesulitan 𝐹 = 0.01 (𝑝 = 0.93)
(3) Gender dengan kefamiliaran dan kesulitan 𝐹 = 2.81 (𝑝 = 0.06)
Dua F rasio yang pertama, yang signifikan tidak dengan statistic, mengindikasikan
bahwa signifikansi efek utama untuk konten kefamiliaran dan proporsi kesulitan tidak
dibuat berdasarkan gender siswa. Interaksi three-way, bagaimanapun, hampir signifikan
secara statistic (𝑝 = 0.06).
Interaksi three-way dapat dideteksi dengan membandingkan hasil yang ditunjukkan
pada Table 1 dan 3. Dapat ditemukan dalam Table 3 bahwa untuk item yang mudah siswa
10
mengerjakan dengan lebih baik dengan konten yang familiar dari pada dengan konten yang
tidak familiar. Lihat sekarang pada Table 3, kita temukan bahwa pola ini dipegang
kebenarannya untuk siswa laki-laki dan perempuan.
Tabel 3. Skor rata-rata siswa laki-laki dan perempuan pada masalah dalam eksperimen
pemberian alasan yang proporsional
Selanjutnya, dalam Tabel 1. diketahui bahwa untuk item dengan tingkat kesulitan
sedang, siswa mengerjakan dengan sedikit lebih baik pada konten yang tidak familiar. Lihat
sekarang pada Tabel 3, kita temukan bahwa pola ini ditemukan untuk siswa laki-laki, tapi
tidak untuk siswa perempuan. Dengan kata lain, perbedaan prestasi pada variasi konten
kefamiliaran item (factor 1) pada tingkat kesulitan sedang (factor 2) sengaja dibuat untuk
gender siswa (factor 3).
Interaksi three-way serupa ditemukan untuk kesulitan item tes. Lihat pada Tabel 1,
kita temukan bahwa siswa mengerjakan dengan sedikit lebih baik pada item tes yang sulit
jika kontennya familiar. Lihat pada Tabel 3, kita temukan bahwa pola lagi-lagi di terapkan
untuk siswa laki-laki, tapi tidak untuk siswa perempuan. Faktanya, pola sebaliknya
diobservasi untuk siswa perempuan. Ketika item tes termasuk proporsi yang sulit, siswa
mengerjakan agak lebih baik pada item tes dengan konten tidak familiar dari pada
mengerjakan item tes dengan konten yang familiar (𝑀 = 0.33).
Interaksi three-way seringkali jumlahnya kecil dan sulit untuk diinterpretasikan.
Sama jika hasil interaksi three-way signifikan secara statistik, sering diabaikan oleh peneliti.
Kebanyakan program komputer Anova dan Ancova rutin melaporkan rasio F untuk
interaksi three-way, bagaimanapun, harus dipahami apa yang direpresentasikan. Fokus
interpretasi biasanya pada laporan rasio F pada efek utama dan interaksi two way.
Pada penelitian ATI biasanya menggunakan dua variabel bebas. Variabel yang
pertama bisa model pembelajaran, jenis kurikulum, lingkungan belajar, atau variabel
instruksional yang serupa. Variable bebas lainnya adalah karateristik siswa, seperti
kemampuan siswa, gaya belajar siswa.
Desain ini merupakan penggabungan dari desain kelompok kontrol pretes-postes dan
desain kontrol dengan hanya postes. Dalam penelitian ini ada empat kelompok yang
dilibatkan: dua kelompok kontrol dan dua kelompok eksperimen. Pada satu pasangan
kelompok diawali dengan pretes, sedang pasangan lain tidak.
Desain dan analisis dari desain penelitian faktorial adalah kasus yang komplek. Untuk
menentukan desain penelitian faktorial mana yang digunakan tergantung pada kondisi:
Variabel bebas yang tetap adalah variable yang tidak bisa di generalisasikan dalam
selama penelitian. Beberapa variable bebas yang tetap melemahkan semua kemungkinan
dari suatu variabel, misalnya variabel bebas dari penelitan adalah jenis kelamin (laki-laki
dan perempuan). Tidak ada jenis kelamin yang dapat dibuat selain dua jenis kelamin
tersebut. Variabel lainnya tidak melemahkan, tetapi konsisten dalam penelitian. Misalnya,
peneliti mempunyai variabel bebas, status penikahan (menikah dan belum menikah),
namun secara nyata status penikahan dapat menjadi bermacam-macam. Variabel
perlakuan adalah jenis dari variabel bebas yang tetap, karena peneliti tidak berharap ada
pengaruh lain selama penelitiannya.
Variabel bebas yang acak adalah variabel yang bisa di generalisasikan sesuai dengan
penelitian. Misalanya, anggap variabel perlakuan adalah model pembelajaran baru dan
peneliti ingin mengetahui apakah perbedaan guru menghasilkan hasil yang berbeda. Disini
peneliti memilih 5 guru untuk mengggunakan model pembelajaran ini, dalam hal ini guru
dapat dijadikan variabel penelitian. Sehingga desain penelitiannya 2 x 5: variable yang
pertama adalah variabel bebas tetap (kelas eksperimen dan kontrol), dan variable yang
kedua adalah variable bebas acak (guru 1, guru 2, guru 3, guru 4, dan guru 5)
5. Single-Case Desain
Experimen Single-case, disebut juga eksperimen single-subject atau eksperimen time-
series, merupakan salah satu eksperimen yang melibatkan studi intensif terhadap satu
individu atau lebih dari satu individu yang diperlakukan sebagai kelompok tunggal. Seperti
yang dijelaskan Thomas Kratochwill, desain single-case melibatkan analisis intensif terhadap
perilaku organisme tunggal.
dan dalam penelitian narkoba. Laporan eksperimen single-case yang menarik minat edukator
muncul dalam berbagai jurnal, khususnya jurnal Applied Behavior Analysis.
Subyek diisyaratkan pada keadaan manajerial dan perilaku siswa tertuntu dengan jenis
isyarat sebagai berikut (a) “ pujilah dua orang siswa yang melakukan squad dengan
cepat”; (b)” ketika aktivitas dimulai, lihatlah siswa yang mulai tercepat, pujilah
mereka” (c)” pujilah kelompok yang memperhatikan dan tenang disaat pengajaran
berlangsung”; dan (d)” carilah pekerja keras, pujilah mereka!”.
Dalam fase eksperimen pertama, guru mengajar lima pembelajaran tanpa latihan
pujian verbal atau menggukanak alat audiocueing. kemudian guru dilatih cara mengetahui
dan memuji perilaku siswa yang diharapkan, dan diminta untuk menggunakan alat
audiocueing selama delapan pembelajaran berikutnya. Prerecorde audiocueing yang
14
disajikan setiap duamenit menuntukkan tingkat guru dalam penggunaan pujian verbal
meningkat secara substansial selama fase treatment.
Peneliti haris menilai data dan memutuskan apakah data tersebut mengidentifikasikan bahwa
treatment memiliki dampak terhadap variabel terikat. Keputusan ini biasanya dibuat dalam
dua arah. Satu pendekatan hanya untuk membuat penilaian visual grafik dalam bentik data
grafik. Pernyataan berikutnya menurut van der Mars mengilustrasikan pendekatan ini:
Perubahan yang terbentuk ditemukan secara ekperimen signifikan pada saat (1)
baseline (tingkat guru menunjukkan perilaku yang ditargetkan selama intervensi
eksperimen) dengan variabel minimal dan stabil atau diarahkan dengan kecenderungan
menurun, (b) tidakadanya tumpang tindih antara baseline dan data treatment, dan, (c)
perubahan pada level dari sesi baseline akhir hingga sesi treatment awal.
Pendekatan lain untuk menentukan efek perlakuan adalah dengan menyusun data
sehingga dapat dianalisa menggunakan uji statistik signifikan secara konvensional. Sebagai
contoh, van den Mars menggunakan uji t untuk membandingkan nilai rata-rata gabungan dari
dua fase baseline dan dua nilai rata-rata gabungan dari dua fase perlakuan. Nilai t 3.72 secara
statistik signifikan (𝑝 < .01), mengarahkan peneliti untuk mengambil kesimpulan bahwa
perlakuan audiocueing menghasilkan efek yang sebenarnya.
mengontrol bias pengamat. Prosedur paling sederhana adalah menargetkan satu perilaku
untuk diamati berulang selama eksperimen. Sebagai contoh, tingkat guru dalam
memberikan pujian lisan terhadap tingkah laku yang hanya diamati pada eksperimen
audiocueing. hal ini memungkinkan memonitor perilaku tambahan, tetapi prosedur
observasional menjadi lebih rumit setiap tiap perilaku ditambahkan ke dalam desai
penelitian.
Untuk melawan efek fluktuasi natural, bisa dengan menetapkan standar untuk
menentukan kapan baseline distatilkan, sebagai contoh, tidak lebih dari 5% rentang variasi
dari nilai rata-rata selama periode 10 pengamatan. Ada keadaan tertentu, ketika jenis
16
standar ini tidak tepat. Sebagai contoh, andaikan anda berencana menggunakan intervensi
eksperimen dengan orang yang perilakunya secara sistematis memburuk atau meningkat.
Jika perilaku orang tersebut secara sistematis meningkat selama periode baseline, anda
menghadapi masalah sulit. Jika orang tersebut mengalami peningkatan selama fase
treatment, seseorang dapat menyatakan bahwa perkembangan berlanjut itu berdasarkan
beberapa kondisi yang ada selama periode baseline bukan efek dari treatment. Dalam
situasi ini anda harus mempertimbangkan untuk menunda variabel perlakuan sampai
peningkatan baseline sampai pada puncaknya dan stabil.
Perlunya stabilitas berlaku pada fase treatment desain single-base. Andaikan anda
merencanakan empat sesi perlakuan. Tidak ada efek setelah tiga sesi, tapi peningkatan
muncul pada sesi keempat. Pada situasi ini anda disarankan untuk melanjutkan treatment
sampai pola efek treatment yang stabil dan dapat diinterpretasikan muncul.
5.2.Desain A-B-A
Desain A-B-A digunakan dalam eksperimen single-case atau single-group yang
memiliki satu perlakuan. A merupakan kondisi baseline, dan B adalah perlakuan. Ada
beberapa desain A-B-A yang lain untuk menyelidiki efek interaksi mengenai perlakuan, akan
tetapi hanya akan kita bahas dua jenis di bawah ini.
Desain A-B memiliki validitas internal yang rendah. Jika perbedaan antara nilai rata-
rata pengukuran A dan pengukuran B secara signifikan berbeda, kita dapat menyimpulkan
bahwa perubahan yang realiabel terjadi dari fase baseline sampai fase perlakuan.
Menghubungkan perubahan pada efek perlakuan akan sulit. Akan tetapi, karena pengaruh
faktor lain tidak bisa diacuhkan. Fator itu dapat dijadikan keadaan selama fase perlakuan,
17
atau efek pengujian selama periode baseline. Desain A-B seharusnya digunakan hanya
ketika tidak ada lagi alternatif lain yang lebih sesuai, atau ketika peneliti bermaksud
menggunakannya sebagai studi pilot yang akan dilanjutkan dengan eksperimen yang
menggunakan deain yang lebih teliti.
Desain A-B-A memiliki validitas internal yang tinggi. Jika perilaku target berubah
seperti yang diharapkan pada setiap fase eksperimen, seseorang dapat menyimplakan
bahwa perubahan karena efek variabel perlakuan. Akan tetapi salah satu kesulitan dengan
desain ini adalah eksperimen berakhir pada catatan negatif, karena perlakuan (dianggap
positif ) dihilangkan atau dibalikkan. Kondisi ini secara etik tidak dapat diterima peneliti
dan oleh orang-orang yang terlibat dalam eksperimen.
Desain A-B-A-B mengatasi isu etik yang muncul pada desain A-B-A. Pada desain A-
B-A-B, eksperimen disimpulkan dengan mengenalkan kembali variabel perlakuan (B).
Penelitian audiocueing yang dijelaskan diatas merupakan contoh dari desain penelitian ini.
Keempat fase A-B-A-B muncul dalam penelitian ini: periode awal pengamatan baseline,
pengenalan awal variabel eksperimen, penarikan atau pembalikan variabel perlakuan
(baseline kedua), dan pengenalan kemabali variabel perlakuan.
Batasan desain ini dan semua desain baseline adalah efek perlakuan yang diamati
bergantung pada kondisi baseline tertentu yang termasuk dalam eksperimen. Anggap
bahwa perubahan A-B yang realibel ditemukan, kita hanya dapat menyimpulkan bahwa
efek tersebut secara realibel hanya terjadi pada kondisi tersebut. Oleh karena itu, kondisi
baseline harus dideskripsikan dengan tepat.
target berubah dari fase baseline ke fase perlakuan. Sebagai alternatif, kita dapat
menggunakan desain Multiple-Baseline untuk menyelidiki efek dari perlakuan.
Robert dan Karen, dua siswa pada kombinasi kelas lima atau enam, dipilih sebagai
partisipan penelitian karena mereka mengganggu selama seatwork pembelajaran matematika
dan termasuk anggota kelompok dengan kinerja paling rendah pada matematika. Tiga rekan
sebaya yang lain bekerja sebagai patner mereka. Patner A dan B bekerja bersama Karen, dan
patner C bekerja abersama Robert. Observasi dilakukan setiap interval 10 detik selam
workseat pelajaran matematika setiap hari.
Tidak ada intervensin yang terjadi selama kondisi baseline, persentase perilaku yang
tidak pantas cukup tinggi pada kedua siswa selama baseline pertama. Fase intervensi dimulai
untuk karen pada hari ke enam. Pada hari yang berselang dia memonitor seatwork kedua
rekannya, A dan B, dan memberikan mereka nilai ketika kriteria perilaku yang pantas terjadi.
Jika nilai yang cukup terkumpul selama periode hari, seluruh kelas akan menerima hadiah,
biasanya berupa movie.
Persentasi perilaku tidak pantas karen menurun drastis setelah dia berperan sebagai
monitor dan pemberi nilai. Pada hari rekannya memonitor perilaku Karen dan memberi dia
nilai dengan cara yang sama, perilaku karen yang tidak pantas juga sama rendahnya.
Perlu dicatat bahwa periode baseline untuk Robert diperpanjang sampai sesi 11,
keenam sesi tambahan Robert berfungsi sebagai kontrol variabel bebas yang dapat
mengacaukan efek perlakuan yang diamati pada karen. Robert dan Karen ada pada kelas yang
sama dengan guru yang sama selama enam sesi. Perbedaannya hanya pada Karen menerima
perlakuan, oleh karena itu, kita memiliki alasan untuk percaya diri bahwa persentasi perilaku
yang tidak pantas Karen yang lebih rendah, dibandingkan dengan baseline pertamanya dan
baseline pertama Robert yang dilanjutkan, merupakan akibat dari perlakuan.
Kondisi baseline diulangi kembali untuk Karen pada sesi kelas ke 26. Dengan
pengecualian satu sesi, perilaku yang tidak pantasnya tetap berada pada tingkat yang rendah
selama baseline kedua, mengindikasikan bahwa perlakuan menghasilkan efek pemeliharaan
yang bagus. Dapat dilihat bahwa desain A-B-A akan menjadi pilihan yang buruk untuk
eksperimen ini, karena perlakuan sepertinya menghasilkan efek yang bertahan, hal ini
menyebabkan tidak mungkinnya untuk mengembalikan perilaku yang tidak pantas ke tingkat
19
baseline pertama. Akan tetapi mungkin dengan menggunakan perlakuan sebaliknya dengan
memberi petunjuk pada Karen untuk melakukan perilaku yang tidak pantas. Solusi ini
memiliki permasalahan etik yang sangat tampak.
Peneliti tidak melaksanakan uji statistik signifikan pada datanya, melainkan mereka
bergantung pada analisis visual grafik deskriptif. efek perlakuan tetap meyakinkan karena
diuji sebanyak tiga kali (pertama pada kasus Karen, kedua pada kasus Robert, dan setiap
tingkat perilaku siswa yang tidak pantas menurun melewati kondisi baseline.
Alternatif lainnya adalah dengan menggunakan statistik inferensial, akan tetapi juga
memperoleh kritik. Statistik inferial tidak cocok digunakan untuk melogikakan eksperimen
single-case, yang melibatkan studi intensif pada perilaku individu dari pada sampel dari
populasi. Kritik lainnya adalah statistik inferial melibatkan asumsi bahwa pengamatan
independen satu sama lain. Statistik time-series juga dapat digunakan untuk menentukan
sejauh mana keterikatan seri dari eksperimen single-case, ditambah adanya efek perlakuan.
Perhitungan pada teknik statistik ini kompleks, dan banyak titik data yang penting
memperoleh hasil yang dapat diinterpretasikan.
Kesimpulannya, peneliti dapat keliru oleh analisis visual dan statistik inferensial
dalam menginterpretasikan data dari eksperimen single-case. Oleh karena itu, anda perlu
melatih penilaian yang baik menggunakan salah satu atau kesua teknik tersebut. Penilaian
yang baik memerlukan pegangan teknis dan pemahaman menyeluruh dari teori yang relevan,
penemuan penelitian sebelumnya, dan keadaan sekitar eksperimen dilaksananakan.
5.6.Pengukuran perubahan
5.6.1. Nilai gain
Pada dasarnya, semua eksperimen berusaha menentukan efek dari satu atau lebih
variabel bebas pada satu atau lebih variabel terikat. Pada penelitian pendidikan variabel
bebas biasanya produk atau praktek pendidikan yang baru, dan variabel terikat biasanya
adalah penilaian pencapaian, sikap atau konsep diri siswa. Jika variabel bebas memiliki
efek, efeknya seharusnya tercermin sebagai perubahan pada nilai siswa sebelum (pretest)
dan sesudah (posttest) perlakuan eksperimen. Nilai posttest dikurangi pretest disebut nilai
gain (juga disebut perubahan atau perbedaan nilai).
Dibawah ini adalah lima permasalahan interpretasi ketika nilai mentah gain digunakan
untuk mengukur perubahan yang terjadi pada indivisu segabai hasil proses intervensi dan
pertumbuhan natural.
a. Efek ceiling
Efek ceiling terjadi ketika rentang kesulitan item tes terbatas, oleh karena itu nilai
pada akhir tertinggi dari nilai skor kontinum yang mungkin secara artifisial terbatas.
b. Penurunan menuju nilai rata-rata
Juga disebut statistikal regresi, merupakan fenomena statistik yang mendeskripsikan
kecenderungan partisipan penelitian yang memperoleh nilai sangat tinggi atau sangat
rendah dalam pengukuran skor akan dekat dengan nilai rata-rata ketika diolah.
21
C. Penutup
Kesimpulan :
Dalam desain one shot case study, perlakuan eksperimental adalah diatur, dan
kemudian postest diberikan untuk mengukur efek dari perlakuan. Desain rancangan ini
memiliki validitas internal yang rendah.
One group pretes dan postes mempunyai 3 langkah: (1) Pelaksanaan pretes yang
mengukur variabel dependen (bebas), (2) Mengimplementasi pengalaman perlakuan (variabel
independen/ terikat) untuk partisipan, dan (3) Pelaksanaan postes untuk mengukur variabel
dependen lagi. Pengaruh dari eksperimen perlakuan ditentukan oleh perbandingan pretes dan
postes.
Dalam seri waktu, sekelompok peserta penelitian diukur pada interval periodik,
dengan perlakuan eksperimental yang dilakukan antara dua interval ini. Efek dari perlakuan
eksperimental ditunjukkan oleh ketidaksesuaian pada pengukuran sebelum dan sesudah
penampilannya.
Hampir semua penelitian yang dapat dilakukan dengan desain kelompok tunggal
dapat dilakukan lebih baik dengan rancangan kelompok kontrol. Perbedaan mendasar antara
desain kelompok tunggal dan rancangan kelompok kontrol adalah yang terakhir memakai
setidaknya dua kelompok peserta penelitian, yang disebut kelompok kontrol.
Berikan perlakuan ke kelompok eksperimen dan tidak ada perlakuan al ternatif pada
kelompok kontrol, dan (3) Berikan posttest ke kedua kelompok.
Desain ini mempunyai dua karakteristik yaitu partisipan penelitian tidak dipilih secara
acak menjadi dua grup perlakuan; dan diberikan posttest, tapi tanpa pretest pada kedua grup.
Perlakuan utama pada validitas internal dalam desain ini yaitu perbedaan posttest antara grup
dapat di hubungkan karakteristik grup lain dari pada kondisi ekperimen yang mereka
tetapkan.
Desain quasi experiment yang biasa digunakan dalam penelitian pendidikan adalah
nonequivalent control group design. Dalam penelitian ini, partisipan penelitian tidak
ditetapkan secara acak untuk dijadikan grup eksperimen dan control, serta kedua grup
diberikan pretest dan posttest.
Eksperimen faktorial adalah eksperimen dimana peneliti menentukan pengaruh dua
atau lebih perlakuan variabel independen (contohnya faktor) semuanya satu demi satu dan
interaksi dengan yang lain_pada variabel dependen.
Tipe eksperimen factorial yang paling simple adalah desain 2 x 2. Desain 2 x 2 berarti
dua variasi satu factor (A1 dan A2) dan dua variasi factor lain (B1 dan B2) di manipulasi
dalam waktu yang sama.
Eksperimen factorial tidak perlu dibatasi untuk memanipulasi dua factor. Kita dapat
menemukan laporan eksperimen yang diterbitkan termasuk factor tiga, empat atau lima.
Eksperimen yang termasuk lebih dari tiga factor itu tidak biasa, karena pengembangan
semua variasi perlakuan sulit dan karena sample yang besar biasanya diperlukan.
Design penelitian Solomon Four Group adalah kasus khusus dalam design faktorial.
Design ini digunakan untuk mencapai tiga tujuan: (1) melihat pengaruh dari pelakuan
eksperimen relative terhadap perlakuan kontrol, (2) untuk mengetahui adanya sensitisasi
pretest, dan (3) menilai interaksi antara kondisi pretest dan perlakuan.
Eksperimen single case harus dirancang untuk memperoleh validitas internal yang
tinggi dengan menggunakan teknik pengamatan yang reliabel, pengukuran berulang,
deskripsi kondisi eksperimen, Baseline dan stabilitas treatment, dan lama fase baseline dan
treatment
Peneliti dapat keliru oleh analisis visual dan statistik inferensial dalam
menginterpretasikan data dari eksperimen single-case. Oleh karena itu, anda perlu melatih
penilaian yang baik menggunakan salah satu atau kesua teknik tersebut. Penilaian yang baik
memerlukan pegangan teknis dan pemahaman menyeluruh dari teori yang relevan, penemuan
penelitian sebelumnya, dan keadaan sekitar eksperimen dilaksananakan.
Referensi :
Gall, Meredith D, Walter R Borg, dan Joyce P Gall. 2002. Educational Research: An
Introduction. Princeton, N.J.: Recording for the Blind & Dyslexic.
J. Schreiber, Kimberly Asner. 2011. Self-Educational Research. United State: -John Wiley &
Sons